1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keselamatan penerbangan selalu menjadi hal serius selama bertahun-tahun hal ini dikarenakan resiko kematian yang di akibatkan oleh suatu kecelakaan pesawat terbang
sangat tinggi jika dibandingkan dengan moda transportasi lainnya. Sebagian besar dari jumlah korban dalam kasus kecelakaan pesawat berakhir dengan kematian. Oleh karena
itu keselamatan menjadi prioritas utama dalam operasi penerbangan. Dari data yang kami peroleh sebelumnya menunjukan bahwa pada tahun 2009
sampai 2014 angkutan udara di Indonesia mengalami perkembangan yang signifikan. Data angkutan udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kementrian Perhubungan
menunjukan bahwa pada tahun 2009, jumlah penumpang pengguna jasa penerbangan yang datang, berangkat maupun transit di indonesia baik domestik maupun internasional
sudah mencapai angka 84.285.105 juta penumpang. Sedangkan pada tahun 2014, jumlah penumpang yang memakai moda transportasi udara mencapai 164.005.713 juta
penumpang domestik dan internasional. Hal tersebut menunjukan bahwa dalam jangka waktu 6 tahun 2009-2014 terjadi kenaikan jumlah penumpang sebesar 94,58 hal
tersebut sudah cukup luar biasa untuk sebuah negara berkembang. Walaupun pada tahun 2012 ke 2013 terjadi penurunan sebesar 5,99 dari tahun sebelumnya, yang
kemungkinan disebabkan oleh krisis keuangan global yang menyebabkan naiknya nilai tukar dollar dan harga bahan bakar pesawat yang memaksa maskapai penerbangan
menaikkan harga tiket. Saat ini hampir seluruh provinsi di tanah air telah dilayani
2 angkutan udara. Hal ini memberikan angin segar bagi perkembangan daerah, dan
terwujudnya sistem transportasi nasional yang handal. Berkembangnya angkutan udara di Indonesia dengan pertumbuhan yang cukup besar maka faktor keselamatan harus nomor
satu dan harus selalu ditingkatkan. Sejalan dengan hal tersebut maka peningkatan keselamatan penerbangan merupakan hal yang menjadi prioritas utama untuk mencapai
sasaran program Road Map to Zero Accident.
Sebuah kecelakaan pesawat dapat terjadi karena banyak faktor, diantaranya faktor pesawat itu sendiri, faktor human error, faktor cuaca, atau bahkan tidak berfungsinya
fasilitas-fasilitas bandara. Faktor-faktor tersebut pada dasarnya sudah menjadi tanggung jawab masing-masing pihak terkait seperti pihak pengelola bandara sebagai institusi
penyedia jasa layanan lalu lintas udara air traffic service provider, maskapai penerbangan, dan Departemen Perhubungan RI selaku regulator. Faktor cuaca, yang
sebenarnya bisa diantisipasi, kerap menjadi kambing hitam penyebab musibah itu. Sementara itu beberapa peristiwa kecelakaan, yang melibatkan maskapai penerbangan
justru menunjukkan bahwa belum seriusnya penegakan standar dan prosedur keselamatan dari pemerintah Sudibyo dalam Sisilia, 2007.
Keselamatan selalu menjadi pertimbangan utama dalam semua kegiatan penerbangan. Hal ini tercermin dalam tujuan dan sasaran dari ICAO yang tercantum
dalam Pasal 44 dari Konvensi Penerbangan Sipil Internasional Doc 7300, umumnya dikenal sebagai Konvensi Chicago. ICAO telah mendefinisikan istilah “Keselamatan” di
Doc 9859 sebagai berikut: Keselamatan adalah keadaan di mana risiko bahaya untuk
3 orang atau kerusakan harta benda dapat ditekan, dan dipertahankan pada atau di bawah,
tingkat yang dapat diterima melalui proses berkelanjutan dari identifikasi bahaya dan manajemen risiko. Dalam menetapkan persyaratan untuk pengelolaan keselamatan, ada
dua program yang dipersyaratkan oleh ICAO yaitu Program Keselamatan Safety Programme dan Sistem Manajemen Keselamatan Safety Management System,
perbedaan dari dua program tersebut yaitu : 1. Program Keselamatan Safety Programme mencakup peraturan dan instruksi untuk
pelaksanaan operasi yang aman dari perspektif operator pesawat dan mereka yang memberikan pelayanan lalu lintas udara ATS, aerodromes dan perawatan pesawat
udara. Program keselamatan dapat memuat ketentuan untuk kegiatan beragam seperti pelaporan insiden, investigasi keselamatan, audit keselamatan dan promosi
keselamatan. Sehingga untuk melaksanakan kegiatan keselamatan seperti di atas secara terpadu membutuhkan system manajemen keselamatan yang koheren.
2. Sistem Manajemen Keselamatan Safety Management System adalah suatu pendekatan sistematis untuk mengelola keselamatan termasuk struktur organisasi
yang diperlukan, kewajiban, kebijakan, dan prosedur. Sistem manajemen keselamatan operasi bandara merupakan sebuah system manajemen termasuk struktur organisasi,
tanggung jawab, prosedur, proses dan ketentuan yang dilaksanakan sebagai kebijakan keselamatan. Sesuai dengan ketentuan Annexes 6, 11 dan 14, Pemerintah harus
mensyaratkan bahwa masing-masing operator, organisasi perawatan pesawat terbang, penyedia pelayanan ATS, dan operator bandara bersertifikat menerapkan sistem
manajemen keselamatan.
4 Di Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan telah
mengatur setiap penyedia jasa penerbangan yang mengoperasikan Bandara bersertifikat wajib membuat, melaksanakan, mengevaluasi dan menyempurnakan secara berkelanjutan
Sistem Manajemen Keselamatan Safety Management System. Dalam undang-undang tersebut di Pasal 217 ayat 3 huruf d menyatakan bahwa salah satu persyaratan teknis
untuk memperoleh sertifikat bandara adalah adanya sistem manajemen keselamatan operasi bandar udara Safety Management SystemSMS. Sehingga untuk mewujudkan
SMS dimaksud, perlu dibentuk suatu unit yang di pimpin oleh seorang safety manager beserta jajarannya yang akan berkonsentrasi penuh dalam mengimplementasikan SMS
tersebut.
Dasar hukum SMS adalah Annex 14 Aerodrome, ICAO Document 9774, ICAO Document 9895, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 20 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Keselamatan serta Peraturan Menteri Perhubungan KM No. 8 Tahun 2010 tentang
Program Keselamatan Penerbangan Nasional, disitu disebutkan penyelenggara Bandara diwajibkan membuat, melaksanakan, mengevaluasi dan menyempurnakan SMS secara
berkelanjutan.
Penerapan SMS pada suatu bandara tidak dapat diterapkan ke bandara lainnya karena setiap bandara adalah unik dan mempunyai karakteristik sendiri-sendiri. Terutama
dalam hal operasional seperti fasilitas dan jumlah pergerakan pesawat udara, sehingga pengembangan Safety Management System SMS terbentuk mengikuti karakteristik
5 tersebut. Untuk itu tidak ada satu sistem yang sesuai untuk semua bandara terutama
dalam pengembangan Safety Management System SMS operasi Bandara.
Sulawesi selatan pada umumnya dan Makassar pada khususnya sebagai salah satu kota dengan potensi wisata, bisnis dan budaya yang cukup signifikan, serta sebagai pintu
gerbang kawasan timur Indonesia, sehingga menjadi suatu pertimbangan bahwa pengelolaan Bandara Sultan Hasanuddin saat ini diserahkan kepada PT. Persero
Angkasa Pura I, PT. Persero Angkasa Pura I merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara di bawah binaan Kementrian BUMN dan Kementrian Perhubungan, yang
mempunyai peran penting dalam menjembatani tugas-tugas dan wewenang sektor perhubungan terutama sub sektor perhubungan udara serta membantu pemerintah dalam
mensukseskan program-program pembangunan. Salah satu bidang usaha PT. Persero Angkasa Pura I adalah pengelolaan Bandara yang bersifat komersial dan non komersial.
Sehubungan dengan tingginya tingkat kecelakaan udara di Indonesia dimana termasuk terparah di Asia Tenggara Kompas.com, 2010. Serta hasil penelitian
sebelumnya 2006-2011 yang menyimpulkan bahwa ada 10 bandara di Indonesia yang memiliki tingkat bahaya tertinggi dimana Bandara Sultan Hasanuddin Makassar
merupakan bandara dengan tingkat bahaya terbesar kedua dengan 6 kasus dan nilai deviasi 3,540. Pada posisi pertama ditempati oleh bandara Wamena, Papua Barat dengan
nilai deviasi 3,962 Alfa Roby Khairumusa, 2012. Seperti pada tabel 1.1 berikut.
Tabel 1.1. Sepuluh ba
Sum
Selain itu, data jug kecelakaan yang terjadi
terkesan tingkat keselam fokus perbaikan yang ada
semata. Padahal, suatu ke beberapa kegagalan yang
faktor lain yang berkontr menghasilkan suatu perba
Sehubungan denga bagaimana implementas
Internasional Sultan Hasa puluh bandara dengan tingkat bahaya tertinggi di Indone
umber: Alfa Roby Khairumusa, 2012
juga menunjukan dalam beberapa tahun belaka di sebagian besar terjadi di daerah Indonesia T
amatan penerbangan di Indonesia tidak merata. ada hanya mencakup faktor awak pesawat dan
kecelakaan terjadi tidak hanya dari satu penyebab ng telah dilewati. Oleh karena itu melihat atau me
kontribusi dalam suatu kecelakaan penerbangan san rbaikan keselamatan penerbangan secara menyelur
ngan hal tersebut di atas, maka penulis tertarik unt ntasi Safety Management System SMS di
sanuddin Makassar.
6 ndonesia
kangan ini tingkat a Timur, sehingga
a. Dan selama ini dan factor pesawat
bab melainkan dari enentukan faktor-
sangat perlu untuk luruh.
untuk menganalisis di Bandara Udara
7
1.2. Rumusan Masalah