Uji efektivitas losion repelan minyak mimba (azadirachta indica A. Juss) terhadap nyamuk Aedes aegypti
UJI EFEKTIVITAS LOSION REPELAN MINYAK MIMBA (Azadirachta indica
A. Juss) TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti
Skripsi
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
OLEH :
EKA YUNIARSIH
NIM : 106102003399
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H / 2010 M
1
2
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI
NAMA : EKA YUNIARSIH
NIM
: 106102003399
JUDUL : UJI EFEKTIVITAS LOSION REPELAN MINYAK MIMBA (Azadirachta
indica A. Juss) TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti
Disetujui oleh:
Pembimbing I
Pembimbing II
Sabrina, M.Si., Apt.
NIP. 150411232
Farida Sulistiawati, M.Si., Apt.
NIP. 196701052006042001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt
NIP. 195601061985101001
3
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul
UJI EFEKTIVITAS LOSION REPELAN MINYAK MIMBA (Azadirachta indica
A. Juss) TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahakan dihadapan tim penguji oleh
Eka Yuniarsih
NIM: 106102003399
Menyetujui,
Pembimbing:
1. Pembimbing I
Farida Sulistiawati, M.Si, Apt.
........................
2. Pembimbing II
Sabrina, M.Si, Apt.
........................
Penguji:
1. Ketua Penguji
Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt. ........................
2. Anggota Penguji I
Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt. ........................
3. Anggota Penguji II
Eka Puteri, M.Si, Apt.
........................
4. Anggota Penguji III
Ofa Suzanti Betha, M.Si, Apt.
........................
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Prof. DR. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp. And
Tanggal lulus : 10 Agustus 201
4
LEMBAR PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL
KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU
KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Agustus 2010
Eka Yuniarsih
106102003399
5
ABSTRAK
Judul : Uji Efektifitas Losion Repelan Minyak Mimba (Azadirachta indica A.Juss) Terhadap
Nyamuk Aedes aegypti
Insect repellent atau repelan adalah bahan yang memiliki kemampuan untuk melindungi
manusia dari gigitan nyamuk bila dioleskan ke permukaan kulit. Salah satu bahan alam yang
potensial sebagai repelan adalah mimba (Azadirachta indica A.Juss) dengan kandungan
senyawa utama azadirachtin. Ekstrak n-heksana biji mimba diformulasikan ke dalam sediaan
topikal (losion) dengan variasi konsentrasi 0.5% b/b, 1% b/b dan 1.5% b/b. Tujuan dari
penelitian ini adalah membuat losion minyak mimba (Azadirachta indica A. Juss) serta
menguji efektivitas repelan dari losion minyak mimba (Azadirachta indica A. Juss) terhadap
nyamuk Aedes Aegypti. Hasil dari penelitian ini menunjukkan ketiga variasi konsentrasi
minyak mimba memiliki efektifitas sebagai repelan dengan daya proteksi terbesar pada
konsentrasi 1.5% b/b yaitu 88.67%.
Kata kunci : efektifitas repelan, Azadirachta indica A.Juss, Aedes Aegypti
6
ABSTRACK
Title
: Test Effectiveness of lotions Repelan neem oil (Azadirachta indica A. Juss) on Aedes
aegypti
Insect repellent or repelan is a material that has the ability to protect people from mosquito bites
when applied to the skin surface. One of the potential natural materials as repelan is neem
(Azadirachta indica A. Juss) with the main compound azadirachtin. N-hexane extract of neem seed
formulated into a topical preparation (lotion) with concentration 0.5% w / w, 1% w / w and 1.5% w /
w. The purpose of this research is to make lotion neem oil (Azadirachta indica A. Juss) as well as test
the effectiveness of the lotion repelan neem oil (Azadirachta indica A. Juss) on Aedes aegypti
mosquitoes. Results from this study showed three different concentrations of neem oil has the
power repelan effectiveness as the greatest protection at a concentration of 1.5% w / w which is
88.67%.
Keyword
: repellent effectiveness, (Azadirachta indica A. Juss), Aedes Aegypti
7
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahhirabbil a’lamin, segala puji hanya milik Allah beserta seru sekalian
alam yang telah melimpahkan curahan nikmat-Nya kepada kita semua khususnya kepada
penulis, hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan diharapkan memberikan
manfaat baik bagi penulis ataupun bagi para pembaca.
Skripsi dengan judul Uji Efektifitas Losion Repelan Minyak Mimba (Azadirachta
indica A.Juss) Terhadap Nyamuk Aedes aegypti disusun untuk memenuhi salah satu syarat
yang digunakan untuk menempuh ujian akhir guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada
Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari, keberhasilan penulisan skripsi ini adalah karena karunia Allah
SWT dan dorongan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr.(hc) dr. M. K. Tadjudin, Sp., And., selaku Dekan fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. M. Yanis Musja, M.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Farida Sulistiawati, M.Si., Apt., selaku Pembimbing I dan Ibu Sabrina M.Si., Apt.,
selaku Pembimbing II yang telah membagikan ilmu dan pengetahuan serta membimbing
penulis sampai terselesaikannya skripsi ini.
4. Ayahanda Sunardi dan Ibunda Murtiningsih beserta keluarga terkasih yang selalu dengan
ikhlas dan setia memberikan dukungan baik secara moril maupun materil kepada penulis
sampai saat ini.
5. Ibu/Bapak Dosen dan Staf Akademika Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu serta
bantuannya kepada penulis.
6. Sahabat-sahabat tercinta penulis, Ayu Nuki Wahyuni, Dina Arianti, Erika Firdausi,
Shabriela Yolanda, Aldy Aslam, Ibnu Arifiyanto yang telah banyak memberikan
kontribusi dalam penelitian skripsi ini kepada penulis.
7. Teman-teman selama peneltian, Rika, Lita, Shobir, Dani, Nuki, Eka W, Syifa, Ardian,
Nadia, Silma, Ikhsan Budiarto, Ayie dan Silvi yang telah membantu penulis dalam proses
penelitian.
8
8. Teman-teman Farmasi angkatan 2006 yang telah menjadi keluarga selama menempuh
pendidikan di kampus tercinta, terima kasih banyak atas segala pengalaman yang begitu
menyenangkan selama 4 tahun ini.
9. Kak Eris, Kak Nurul, Mas Toni, dan semua pihak yang tak dapat disebutkan satu-persatu,
yang telah membantu penulis selama ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan
keterbatasan. Kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat diharapkan
dalam penulisan skripsi ini. Semoga penulisan skripsi ini dapat menjadi sebuah pengetahuan
yang bermafaat bagi kalangan akademia dan masyarakat pad umumnya.
Jakarta, Agustus 2010
Penulis
9
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI .................................................
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ………………………………..
LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................
ABSTRAK ……………………………………………………………..
ABSTRACT ……………………………………………………………
KATA PENGANTAR…………………………………………………
DAFTAR ISI…………………………………………………………...
DAFTAR TABEL..................................................................................
DAFTAR GAMBAR..............................................................................
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................
Halaman
ii
iii
iv
v
vi
vii
ix
xi
xii
xiii
BAB I
PENDAHULUAN ………………………………………….
1.1 Latar Belakang ………………………………………….
1.2 Perumusan Masalah …………………………………….
1.3 Hipotesa ………………………………………………...
1.4 Tujuan Penelitian ……………………………………….
1.5 Manfaat Penelitian ……………………………………...
1
1
4
4
5
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………
2.1 Tanaman Mimba (Azadirachta indica A. Juss)………….
2.1.1 Klasifikasi ………………………………………...
2.1.2 Ciri Morfologi …………………………………….
2.1.3 Ekologi dan Penyebaran …………………………..
2.1.4 Kegunaan ………………………………………….
2.1.5 Kandungan Kimia ………………………………....
2.2 Minyak Lemak …………………………………………..
2.3 Ekstraksi ………………………………………………....
2.4 Demam Berdarah Dengue ……………………………….
2.5 Nyamuk Aedes aegypti …………………………………..
2.5.1 Klasifikasi dan Tata Nama ………………………...
2.5.2 Morfologi ………………………………………….
2.5.3 Siklus Hidup ……………………………………….
2.5.4 Perkembangan dan Pemeliharaan ………………….
2.5.5 Upaya Pencegahan dan Pengendalian ……………..
2.6 Zat Penolak Nyamuk (Repellent) …………………………
2.7 Losion ……………………………………………………..
2.7.1 Losion Bentuk Emulsi ……………………………...
2.8 Bahan-bahan Pembentuk Losion ………………………….
2.9 Monografi …………………………………………………
6
6
6
6
7
8
9
11
12
13
15
15
16
16
18
19
20
21
22
23
25
BAB III KERANGKA KONSEP …………………………………….
32
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN …………………………… 33
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian …………………………… 33
4.2 Alat dan Bahan ………………………………………….. 33
10
BAB V
4.2.1 Alat Penelitian ……………………………………...
4.2.2 Bahan Penelitian ……………………………………
4.3 Prosedur Penelitian ………………………………………...
4.3.1 Determinasi Tanaman Asal …………………………
4.3.2 Pengumpulan dan Penyediaan Bahan Penelitian …...
4.3.3 Pembuatan Minyak Biji Mimba …………………….
4.3.4 Penapisan Fitokimia Penapisan Fitokimia serbuk biji
mimba dan ekstrak n-heksana biji mimba ………….
4.3.5 Formula Losion ……………………………………..
4.3.6 Pembuatan Formula Losion ………………………...
4.3.7 Evaluasi Sediaan Losion ……………………………
4.3.8 Uji Efektivitas sebagai Repellent …………………...
4.4 Analisa Data ……………………………………………….
33
33
34
34
34
34
HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………...
5.1 Hasil Penelitian …………………………………………..
5.1.1 Determinasi Tanaman ……………………………...
5.1.2 Penapisan Fitokimia ………………………………..
5.1.3 Ekstraksi Biji Mimba ………………………………
5.1.4 Pemeriksaan Minyak Mimba ………………………
5.1.5 Hasil uji stabilitas losion pada penyimpanan suhu
Kamar ……………………………………………...
5.1.6 Hasil Uji Stabilitas Cycling Test …………………..
5.1.7 Hasil Uji Keamanan Losion (Patch Test) ………….
5.1.8 Hasil Rata-rata Jumlah Nyamuk Hinggap ………....
5.1.9 Data Daya Proteksi terhadap Gangguan Nyamuk …
5.2 Pembahasan ……………………………………………...
42
42
42
42
43
43
34
38
38
39
40
41
43
46
48
49
49
50
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN …………………………….. 57
6.1 Kesimpulan ……………………………………………… 57
6.2 Saran …………………………………………………….. 58
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….. 59
LAMPIRAN ……………………………………………………………. 63
11
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel 3.
Tabel 4.
Tabel 5.
Tabel 6.
Tabel 7.
Tabel 8.
Tabel 9.
Tabel 10.
Tabel 11.
Tabel 12.
Tabel 13.
Tabel 14.
Formula losion ………………………………………………...
Penapisan fitokimia serbuk dan minyak mimba ……………....
Hasil pemeriksaan minyak mimba …………………………….
Hasil pemeriksaan penampilan dan homogenitas ……………..
Hasil pemeriksaan pH ………………………………………...
Hasil pemeriksaan sentrifugasi ………………………………..
Hasil Pemeriksaan Viskositas ...................................................
Hasil pemeriksaan penampilan dan homogenitas losion ……...
Hasil Pemeriksaan pH ………………………………………...
Hasil Pemeriksaan Sentrifugasi ……………………………….
Hasil Pemeriksaan Viskositas …………………………………
Hasil Uji Patch Test …………………………………………...
Hasil Rata-rata jumlah nyamuk hinggap ……………………...
Daya Proteksi ………………………………………………….
38
41
42
43
44
44
45
45
46
46
47
47
48
48
12
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 8.
Gambar 9.
Gambar 10.
Gambar 11.
Gambar 12.
Gambar 13.
Gambar 14.
Gambar 15.
Gambar 17.
Gambar 18.
Gambar 19.
Biji Mimba ………………………………………………….
Minyak Mimba ……………………………………………..
Telur Nyamuk ………………………………………………
Pemeliharaan Jentik Nyamuk ………………………………
Losion Autan sebagai kontrol positif ………………………
Kandang Nyamuk ………………………………………….
Sentrifuge …………………………………………………..
Timbangan Analitik ………………………………………..
pH meter …………………………………………………...
Viskometer ………………………………………………...
Hasil Uji Stabilitas Penyimpanan ………………………….
Sentrifuge minggu ke 0 …………………………………….
Sentrifuge minggu ke 4 …………………………………….
Kurva hasil pemeriksaan pH stabilitas penyimpanan suhu
ruang (27°C) ……………………………………………...
Kurva hasil pemeriksaan viskositas stabilitas penyimpanan
suhu ruang (27°C) ………………………………………...
Kurva hasil pemeriksaan pH cycling test …………………..
Kurva hasil pemeriksaan viskositas cycling test …………...
Kurva daya proteksi terhadap nyamuk ……………………..
64
64
64
64
64
65
65
65
65
65
70
71
71
71
72
73
73
76
13
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Gambar Bahan dan Alat Penelitian ………………………. 64
Lampiran 2. Hasil Determinasi…………………………………………. 66
Lampiran 3. Skema Kerja Ekstraksi Minyak…………………………. 67
Lampiran 4. Skema Pembuatan dan Evaluasi Losion…………………... 68
Lampiran 5. Skema Uji Efektivitas Repellent………………………….. 69
Lampiran 6. Gambar Uji Stabilitas Penyimpanan …………………….. 70
Lampiran 7. Hasil Sentrifuge…………………………………………… 71
Lampiran 8. Kurva Hasil Pemeriksaan pH Stabilitas Penyimpanan
Suhu Ruang……………………………………………….. 71
Lampiran 9. Kurva Hasil Pemeriksaan Viskositas Stabilitas Penyimpanan
Suhu Ruang……………………………………………….. 72
Lampiran 10. Kurva Hasil Pemeriksaan pH Cycling Test………………. 72
Lampiran 11. Kurva Hasil Pemeriksaan Viskositas Cycling Test………. 73
Lampiran 12. Hasil Pengukuran Uji efektivitas repelan…………………. 74
Lampiran 13. Daya Proteksi terhadap Nyamuk…………………………. 76
Lampiran 14. Hasil Statistik Uji Efektivitas Repelan……………………. 77
14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kulit merupakan organ terbesar yang letaknya paling luar dari tubuh dan
merupakan pelindung. Kulit yang sehat dan halus merupakan dambaan setiap orang.
Gigitan nyamuk dapat menimbulkan rasa gatal dan bercak merah pada kulit. Oleh
karena itu kulit sebaiknya dilindungi dari gigitan nyamuk yang juga merupakan
pembawa penyakit berbahaya seperti kaki gajah, malaria dan demam berdarah
(Gandahusada, 1998).
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memberantas keberadaan nyamuk,
salah satunya dengan menggunakan insektisida, namun penggunaan insektisida
kimia sintetik dapat menyebabkan resistensi serangga, dan dapat mencemari
lingkungan dan meracuni manusia serta serangga lain yang bukan sasaran. Salah
satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menggunakan
insektisida nabati. Insektisida ini berasal dari tumbuhan sehingga memiliki tingkat
keamanan yang lebih tinggi, yaitu karena sifatnya yang mudah terurai di alam
sehingga tidak menimbulkan bahaya residu yang berat dan lebih selektif, yaitu tidak
merugikan mahluk hidup dan lingkungan yang bukan sasaran (Kardinan, 2005).
Insect repellent atau repelan adalah bahan yang memiliki kemampuan
untuk melindungi manusia dari gigitan nyamuk bila dioleskan ke permukaan kulit.
Produk penolak nyamuk dalam bentuk losion ini sudah banyak beredar dipasaran.
Losion tersebut umumnya mengandung DEET(Dietyltoluamide) dengan konsentrasi
10-15%. DEET diketahui mampu melindungi kulit dari gigitan nyamuk selama 8
jam ini, tetapi DEET memiliki beberapa efek samping seperti menimbulkan masalah
15
iritasi ringan maupun berat terhadap kulit, dan bahan DEET juga bisa melunakkan
bahan-bahan yang terbuat dari plastik. Adanya beberapa efek samping dari bahan
sintetik ini membuat kita melirik kembali potensi bahan alami untuk melindungi
kulit dari gigitan nyamuk (Kardinan, 2005).
Salah satu tanaman yang potensial adalah Mimba (Azadirachta indica A.
Juss) yang dapat tumbuh dengan baik di daerah panas dan kering bahkan mampu
tumbuh di daerah yang curah hujannya dibawah 500 mm per tahun, Dan mimba
merupakan bahan alam yang dapat dikembangkan sebagai insektisida nabati. Selain
sebagai insektisida nabati, mimba juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik,
obat tradisional, bahan sabun, pasta gigi, obat kulit, bahan industri dan lainnya
(Schmutterer, 1995). Bahan aktif biji mimba bermanfaat untuk mengusir serangga
pengganggu, mencegah hama pemakan tanaman, menghalau larva dan serangga
dewasa, mencegah terjadinya pergantian kulit larva, menurunkan produksi telor pada
serangga betina dan mencegah serangga betina meletakkan telor. Senyawa-senyawa
yang diyakini sebagai bahan aktif insektisida adalah nimbin, nimbidin, meliantriol,
azadirachtin dan salanin yang merupakan senyawa kimia dari kelompok terpen
(Kardinan, 2003).
Biji mimba mengandung 60% minyak atau lemak dari asam stearat,
palmitat, oleat, linoleat, laurat, butirat dan sejumlah kecil minyak atsiri. Kandungan
senyawa lain yang diketahui dari biji mimba adalah fenol, kuinon, alkaloid,
triterpenoid dan flavonoid. Residu dari biji mimba mudah terurai menjadi senyawa
tidak beracun, sehingga ramah dan aman bagi lingkungan (Wiryowidagdo, 2002).
Berdasarkan penelitian sebelumnya dijelaskan bahwa 20 ml ekstrak biji
mimba dapat mematikan 20 larva nyamuk dalam waktu 12 jam(Aliero, 2003). Serta
pada penelitian lainnya dijelaskan bahwa ekstrak n-heksan daun mimba mempunyai
16
efek larvasida larva nyamuk Aedes aeypti instar III(Tulus CS, 1998 ). Kemudian
dilakukan penelitian mengenai formulasi losion dari ekstrak daun mimba, dari hasil
pengujian terhadap daya efikasi ekstrak daun mimba sebagai losion pengusir
nyamuk berbanding lurus dengan besarnya konsentrasi ekstrak (Aini, 2005). Oleh
karena itu, pada penelitian kali ini dilakukan uji efektivitas losion repelan dari
minyak mimba yang diperoleh secara maserasi dengan n-heksana. Dipilihnya
ekstrak n-heksana biji mimba karena beradasarkan literatur kandungan senyawa
utama penghalau nyamuk (repelan) dalam biji mimba lebih banyak daripada dalam
daunnya.
Losion adalah sediaan farmasi berbentuk cair yang digunakan untuk
pemakaian topikal baik berbentuk emulsi maupun suspensi. Evaluasi sediaan losion
meliputi organoleptis, tipe krim losion, pH, viskositas, sentrifugasi dan distribusi
ukuran partikel. Kestabilan fisik sediaaan losion merupakan hal yang penting oleh
karena itu warna, konsistensi dan bau harus tetap terjaga mulai saat pembuatan
sampai terpakai habis oleh konsumen dengan perkataan lain stabilitasnya harus tetap
dipertahankan (Ansel,1989). Pemilihan sediaan losion karena merupakan sediaan
yang berbentuk emulsi yang mudah dicuci dengan air dan tidak lengket
dibandingkan
sediaan
topikal
lainnnya.
Selain
itu
bentuknya
yang
cair
memungkinkan pemakaian yang cepat dan merata pada kulit (Balsam MS, 1970) .
1.2 Perumusan Masalah
1.
Apakah minyak mimba (Azadirachta indica A. Juss) dapat diformulasikan
menjadi sediaan losion yang memenuhi persyaratan farmaseutika?
2.
Apakah losion minyak mimba (Azadirachta indica A. Juss) memiliki aktivitas
sebagai repelan terhadap nyamuk Aedes aegypti?
17
1.3 Hipotesis
1. Minyak mimba (Azadirachta indica A. Juss) dapat dibuat dalam bentuk sediaan
losion.
2.
Losion minyak mimba (Azadirachta indica A. Juss) memiliki aktivitas sebagai
repelan terhadap nyamuk Aedes aegypti.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Membuat losion minyak mimba (Azadirachta indica A. Juss).
2. Menguji efektivitas repelan dari losion minyak mimba (Azadirachta indica A.
Juss) terhadap nyamuk Aedes Aegypti.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah mengenai minyak mimba
yang dapat dibuat menjadi sediaan losion repelan sekaligus untuk pemanfaatan
bahan alam sebagai alternatif utama dalam pengembangan formula obat maupun
kosmetik.
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Mimba (Azadirachta indica A. Juss)
2.1.1 Klasifikasi (Schmutterer, 1995):
Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Orde
: Rutales
Sub Orde
: Rutinieae
Famili
: Meliaceae
Sub Famili
: Melioideae
Suku
: Melieae
Marga
: Azadirachta
Spesies
: Azadirachta indica A. juss
2.1.2 Ciri Morfologi
Tanaman mimba memiliki tinggi 8 – 15 m dan termasuk pohon yang
berbunga banci. Batangnya impodial, dengan kulit mengandung gum dan
terasa pahit. Daunnya menyirip gasal berpasangan. Anak daun memilki
helaian berbentuk memanjang dengan panjang 3 – 10 cm dan lebar 0,5 – 3,5
cm. pangkalnya runcing asimetris, di bagian ujung runcing sampai mendekati
runcing, tepi daun bergerigi kasar, remasan berasa pahit, warnanya hijau
muda. Bunga memilki susunan malai, terletak di ketiak daun paling ujung,
panjang 5 – 30 cm, gundul atau berambut halus pada pangkal tangkai
19
karangan, tangkai bunga 1-2 mm. kelopak kekuningan bersilia panjang 5 – 7
mm. benang sarinya membentuk tabung benang sari, sebelah luar gundul atau
berambut pendek halus , sebelah dalam berambut rapat. Putiknya memiliki
panjang rata-rata 3 mm. buahnya berbentuk bulat, berwarna hijau kekuningan
dengan panjang 1,5 – 2 cm. tanaman ini biasanya berbungan pada bulan
maret – desember (Schmutterer, 1995, A.Ross, Ivan, 2001).
2.1.3 Ekologi dan Penyebaran
Mimba termasuk tanaman yang tahan terhadap kekeringan. Besarnya
curah hujan yang dikehendaki berkisar antara 400-2000 mm/tahun yang
terbagi rata sepanjang tahun. Mimba dapat tumbuh dengan baik pada
temperatur 21-32 oC, Mimba dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, tapi
mimba dapat tumbuh lebih subur di tanah yang gembur, banyak mengandung
humus, dan pH antara 5,5 - 7,0. tekstur tanah yang paling baik untuk tanaman
mimba adalah lempung berpasir (Schmutterer, 1995, DepKes RI, 1995).
Daerah asal mimba tidak dikertahui secara jelas. Ada yang
menyebutkan kemungkinan mimba berasal dari Myanmar (Burma) dan di
sebagian India Selatan seperti Karnataka. Sebagian lagi menyebutkan bahwa
mimba berasal dari Asia Tenggara dan Asia Selatan mulai dari Indonesia
sampai Iran. Namun saat ini mimba sudah tersebar luas di daerah tropis dan
subtropis seperti Asia, Afrika, Amerika, Australia, dan Afrika Selatan
(Kardinan, 2005).
Di Indonesia tanaman ini tumbuh di daerah Jawa Barat, Jawa Timur,
dan Madura pada ketinggian sampai dengan 300 m di atas permukaan laut,
tumbuh ditempat kering berkala, sering ditemukan di tepi jalan atau di hutan
20
terang. Secara umum, pohon mimba banyak ditemukan di daerah-daerah panas
di dataran rendah. Pohon mimba yang tumbuh di daerah yang banyak curah
hujannya dengan suhu yang tidak tergolong panas, seperti bogor, tidak akan
berbiji (DepKes RI, 1995).
2.1.4 Kegunaan
Mimba memiliki banyak manfaat, selain sebagai insektisida nabati
mimba juga dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional, untuk barang
kebutuhan rumah tangga dan sebagai tanaman penghijauan. Mimba sebagai
obat tradisional yakni befungsi untuk membersihkan gigi, mengobati penyakit
kulit, dan juga digunakan sebagai tonikum atau ada yang mengistilahkan
sebagai “obat kuat” yang setara dengan gingseng. Mimba sebagai kebutuhan
rumah tangga antara lain dapat dimanfaatkan sebagai bahan tusuk gigi, bahan
kosmetik, krim perawatan kulit, pasta gigi, sabun cuci, shampo, dan daun
mimba banyak dikonsumsi sebagai sayuran (DepKes RI, 1995). Biji mimba
menghasilkan minyak margosa yang berkhasiat sebagai insektisidal dan
antiseptik (Dalimartha, 2006).
2.1.5 Kandungan Kimia
Pada biji mimba kandungan bahan aktif insektisidanya lebih banyak
dibanding pada daun. Biji mimba mengandung beberapa komponen aktif
pestisida
antara
lain
azadirachtin,
salannin,
azadiaradion,
salannol,
salanolacetate, 3-deacetyl salannin, 14-epoxy-azadiradion, gedunin, nimbinen,
dan deacetyl nimbinen.
21
Azadirachtin merupakan senyawa yang paling banyak terdapat dalam
biji mimba. Senyawa ini tidak langsung mematikan serangga, tetapi melalui
mekanisme menolak
makan, mengganggu pertumbuhan dan reproduksi
serangga. Salannin mempunyai daya kerja sebagai penghambat makan
serangga. Nimbinen mempunyai daya kerja sebagai anti virus. Meliantriol
mempunyai daya kerja penolak serangga.
1)
Azadirachtin
Azadirachtin
merupakan
komponen
yang
termasuk
senyawa
triterpenoid dengan kerangka struktur lomonoid mempunyai bobot molekul
(BM) 720,73 dan titik leleh 154-158°C. Suatu senyawa aktif pertama yang
diisolasi dari mimba. Senyawa ini paling banyak terdapat di dalam biji mimba.
Beberapa sifat penting dari azadirachtin adalah daya fitotoksitasnya kecil
bahkan tidak ada pada dosis efektif sehingga tidak mempunyai efek toksik
terhadap manusia atau vetebrata lainnya.
Bahan aktif ini tidak langsung
membunuh tetapi akhirnya dapat mematikan serangga melalui mekanisme
menolak makan, mengganggu pertumbuhan dan reproduksi. Senyawa ini
secara struktural menyerupai hormon ekdison pada serangga yang berfungsi
mengontrol metamorfosis pada serangga (National Research Council. 1992,
Sukrasno, 2001).
2) Salannin
22
Senyawa yang termasuk kelompok tritrerpen ini juga mempunyai daya
kerja sebagai penghambat makan, tetapi tidak mempengaruhi proses
pergantian kulit pada serangga. Serangga tertentu yang sangat terpengaruh
oleh senyawa ini diantarannya belalang, lalat rumah, kumbang jepang (
Sukrasno, 2001).
3) Meliantriol
Senyawa ini dalam konsentrasi yang sangat rendah mampu menolak
serangga untuk makan sehingga serangga akan mati kelaparan ( Sukrasno,
2001).
4) Nimbin dan Nimbidin
Senyawa ini dilaporkan mempunyai daya kerja sebagai anti virus,
sehingga mempunyai potensi untuk digunakan utuk pengendali virus yang
menyerang tanaman dan ternak. Nimbidin merupakan komponen utama
yang pahit, terdapat di dalam biji mimba, yang di ekstrak dengan alkohol.
Nimbidin terdapat dalam biji kira-kira sebanyak 2% ( Sukrasno, 2001).
23
2.2 Minyak Lemak
Minyak lemak (Olea pinguia) adalah suatu cairan jernih atau massa
padat yang menjadi jernih diatas suhu leburnya, tidak berbau asing atau tengik,
mudah larut dalam kloroform P, eter P dan dalam eter minyak tanah P. (Depkes
RI, 1979).
Minyak merupakan lemak cair atau semisolid yang berasal dari mineral,
tumbuhan atau hewan. Minyak yang berasal dari tumbuhan dan mineral banyak
dipakai untuk pengobatan topikal. Minyak tumbuhan yang lazim dicampur dalam
krim dan lotion adalah minyak-minyak biji kapas, jagung, kastor, zaitun dan
kacang. Efek emolien minyak-minyak ini serupa, perbedaannya terletak pada
baunya, stabilitas penyimpanannya dan kapasitas emulsifikasi. Penggunaan
topikal minyak relatif tidak menimbulkan efek samping. (Oen, 1986).
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia
yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang
24
tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Senyawa aktif
yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan
minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Struktur kimia yang berbeda-beda
akan mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa tersebut terhadap
pemanasan, udara, cahaya, logam berat, dan derajat keasaman. Dengan
diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah
pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. (DepKes RI, 2000)
Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini yaitu maserasi.
Maserasi (macerase = mengairi, melunakkan ) merupakan cara ekstraksi yang
paling sederhana. Bahan simplisia yang dihaluskan sesuai dengan syarat
farmakope (umumnya terpotong-potong atau berupa serbuk kasar) disatukan
dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut disimpan terlindung
dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan
warna) dan dikocok kembali. Waktu lamanya maserasi berbeda-beda, masingmasing farmakope mencantumkan 4-10 hari. Setelah selesai waktu maserasi,
artinya keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel
dengan cairan yang masuk kedalam telah tercapai, maka proses difusi segera
berakhir. Persyaratannya adalah bahwa rendaman tadi harus dikocok berulangulang (kira-kira 3 kali sehari). Melalui upaya ini, dapat dijamin keseimbangan
konsentrasi bahan ekstraktif yang lebih cepat di dalam cairan. Keadaan diam
selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif. Semakin besar
perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin banyak hasil
yang diperoleh. Setelah maserasi, rendaman diperas dan sisanya juga diperas lagi,
kemudian hasil ekstraksi disaring. (Voigt, 1995).
25
2.4 Demam Berdarah Dengue
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang
disebabkan oleh infeksi virus DEN-1, DEN-2, DEN-3 atau, DEN-4 yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang
sebelumnya telah terinfeksi oleh virus dengue dari penderita DBD lainnya.
Masa inkubasi penyakit DBD yaitu periode sejak virus dengue
menginfeksi manusia hingga menimbulkan gejala klinis antara 3-14 hari, rata-rata
antara 4-7 hari. Penyakit DBD tidak ditularkan langsung dari orang ke orang.
Penderita menjadi infektif bagi nyamuk pada saat viremia, yaitu beberapa saat
menjelang timbulnya demam hingga saat masa demam berakhir, biasanya
berlangsung selama 3-5 hari. Nyamuk Aedes agypti menjadi infektif 8-12 hari
sesudah menghisap darah pemderita DBD sebelumnya. Selama periode ini,
nyamuk Aedes aegypti yang telah terinfeksi virus dengue ini akan tetap infektif
selama hidupnya dan potensial menularkan virus dengue kepada manusia yang
rentan lainya.
Pada penderita DBD dapat ditemukan gejala-gejala klinis dan kelainan
laboratories sebagai berikut (Ginanjar, Genis, 2004).
Kriteria klinis:
1. Demam tinggi yang berlangsung dalam waktu singkat, yakni antara 2-7 hari,
yang dapat mencapai 40°C. demam sering disertai gejala tidak spesifik,
seperti tidak nafsu makan (anoreksia), lemah badan (malaise), nyeri sendi dan
tulang, serta rasa sakit di daerah belakang bola mata (retroorbita) dan wajah
yang kemerah-merahan (flushing).
26
2. Tanda-tanda pendarahan seperti mimisan (epistaksis), perdarahan gusi,
perdarahan pada kulit, ptekiae dan ekimosis serta buang air besar berdarah
berwarna merah kehitaman (melena).
3. Adanya pembesaran organ hati (hepatomegali).
4. Kegagalan sirkulasi darah, yang ditandai dengan denyut nadi teraba lemah dan
cepat, ujung-ujung jari terasa dingin serta dapat disertai penurunan kesadaran
dan renjatan (syok) yang dapat menyebabkan kematian.
Kriteria laboratories:
1. Penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) ≤ 100.000/ mm3.
2. Peningkatan kadar hematokrit >20% dari nilai normal.
Diagnosis penyakit DBD ditegakkan berdasarkan adanya dua kriteria
klinis atau lebih, ditambah dengan adanya minimal satu kriteria laboratorium.
2.5 Nyamuk Aedes aegypti
2.5.1 Klasifikasi dan Tata Nama
Menurut ilmu taksonomi klasifikasi nyamuk Aedes aegypti adalah
sebagai berikut:
Dunia
: Animalia
Divisi
: Arthropoda
Kelas
: Insekta
Bangsa
: Diptera
Suku
: Culicidae
Marga
: Aedes
Jenis
: Aedes aegypti Linnaerus
2.5.2 Morfologi
27
Secara umum nyamuk Aedes aegypti mempunyai bercak-bercak putih
keperakan atau putih kekuningan pada tubuhnya yang berwarna hitam.
Nyamuk dewasa jantan memiliki antena dengan banyak bulu sedangkan
nyamuk dewasa betina hanya memiliki sedikit bulu pada antenanya (Soedarto,
1989).
2.5.3 Siklus Hidup
Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna yaitu telur
menetas menjadi larva lalu menjadi pupa dan selanjutnya berkembang menjadi
nyamuk dewasa. Kehidupan nyamuk Aedes aegypti dimulai dari telur. Telur
berwarna hitam diletakkan oleh induknya dipermukaan air atau menempel
pada dinding suatu wadah berisi air bersih dan jernih terlindung dari cahaya
matahari langsung seperti genangan air dalam kaleng, vas bunga dan
sebagainya. Telur tidak akan bertahan jika berada di bawah suhu 10°C. Telur
yang diletakkan dalam air menetas menjadi larva dalam waktu 1-3 hari pada
suhu 30°C.
Stadium larva makan mikroorganisme dalam air, stadium ini
mengalami 4 klai pergantian kulit. Jangka waktu hidup larva berkisar 4-10 hari
tergantung dari temperature air dan setelah instar keempat larva berubah
menjadi pupa. Stadium pupa merupakan stadium terakhir dalam air. Stadium
ini merupakan fase tanpa makan, oksigen diambil melalui tabung pernapasan
yang terdapat pada toraks. Stadium ini berlangsung selama 2-5 hari. Waktu
menetas, pupa akan melepaskan kulit pembungkusnya yang kemudian
berkembang menjadi nyamuk. Biasanya pupa jantan menetas lebih dahulu
daripada pupa betina. Dalam keadaan optimal perkembangan telur sampai
28
menjadi nyamuk dewasa berlangsung sekitar 8-12 hari tergantung pada
beberapa factor seperti kondisi air, suhu lingkungan dan kelembaban udara.
Identifikasi jenis kelamin jantan atau betina pada nyamuk dilakukan
pada stadium dewasa. Nyamuk jantan biasanya tidak pergi jauh dari
perindukan menunggu nyamuk betina untuk berkopulasi. Nyamuk Aedes
aegypti kemudian menghisap darah untuk merangsang hormon yang
diperlukan untuk ovulasi. Nyamuk jantan tidak menghisap darah tetapi hidup
dengan menghisap madu dan sari-sari tumbuhan sebagai makanannya. Setelah
menghisap darah, nyamuk betina mencari tempat untuk istirahat selama
menunggu proses perkembangan telur. Sekitar tiga hari sesudahnya nyamuk
ini akan bertelur sebanyak kurang lebih 100 butir, 24 jam kemudian nyamuk
ini akan kembali menghisap darah dan selanjutnya kembali bertelur. Nyamuk
betina mampu hidup selama beberapa hari sampai beberapa minggu sedangkan
nyamuk jantan hanya beberapa hari setelah berkopulasi.
Aktivitas menggigit dan menghisap darah yang dilakukan oleh nyamuk
Aedes aegypti betina adalah pada waktu pagi sampai siang hari. Sumber darah
yang disukai nyamuk ini adalah manusia, nyamuk ini memiliki kebiasaan
menggigit berulang yaitu menggigit beberapa orang dalam waktu singkat. Hal
ini disebabkan karena nyamuk Aedes aegypti sangat sensitif dan mudah
terganggu.
2.5.4 Perkembangan dan pemeliharaan nyamuk Aedes aegypti
Telur nyamuk Aedes aegypti yang diperoleh dari koloni nyamuk
dapat dikeringkan, disimpan dalam kantong plastik dan diletakkan pada
nampan kering yang dibawahnya berisi air dengan tujuan untuk menghindari
29
telur agar tidak dimakan oleh serangga lain. Telur yang disimpan dapat
dijadikan sebagai stok telur. Stok telur nyamuk yang akan ditetaskan
dimasukkan ke dalam nampan berukuran 30x20x5 cm3 yang berisi air bersih.
Telur yang telah menetas menjadi larva diberi makan pelet makanan ikan.
Makanan diberikan sampai larva berada pada stadium instar empat. Air dalam
nampan harus diperhatikan, jika air sudah keruh atau berbau harus diganti
dengan air bersih dan jernih sekitar dua sampai tiga hari sekali.
Larva yang menjadi pupa dipisahkan, pupa diambil dengan
menggunakan pipet kemudian dimasukkan ke dalam gelas plastic berisi air
bersih lalu diletakkan ke dalam kandang pemeliharaan nyamuk dewasa. Pupa
kemudian berkembang menjadi nyamuk dewasa. Nyamuk yang baru menetas
diberi makan gula. Nyamuk yang digunakan untuk penelitian ini dalah nyamuk
betina berumur 3-5 hari yang sebelumnya telah dipuasakan (tidak diberi
makan gula ataupun darah).
2.5.5 Upaya Pencegahan dan Pengendalian Nyamuk Aedes aegypti
Beberapa usaha pencegahan dan pengendalian terhadap nyamuk yang
bisa dilkaukan, sebagai berikut : (Kardinan A, 2005)
1. Pencegahan dapat dilakukan dengan menggunakan repellent atau penolak
nyamuk, misalnya losion yang dioleskan ke kulit sehingga nyamuk enggan
mendekat.
2. Pengendalian
a. Secara kimia, dengan menyemprotkan insektisida atau menaburkan
insektisida butiran ke sarang-sarang nyamuk dan menggunakan obat
bakar.
30
b. Secara mekanis, dengan mengubur kaleng-kaleng atau wadah sejenis
yang dapat menampung air hujan dan membersihkan lingkungan yang
potensial dijadikan sebagai sarang nyamuk.
c. Secara biologi, dengan memelihara ikan yang relatif kuat dan tahan,
misalnya ikan mujaior di bak atau penampungan air lainnya sehingga
bisa menjadi predator bagi jentik dan pupa nyamuk.
2.6 Zat Penolak Serangga (Repellent)
Repellent (repelan) adalah bahan-bahan kimia yang mempunyai
kemampuan untuk menjauhkan serangga dari manusia, sehinnga dapat dihindari
gigitan serangga atau gangguan oleh serangga terhadap manusia. Repelan
digunakan dengan cara menggosokannya pada tubuh atau menyemprotkannya
pada pakaian, oleh karena itu repelan harus memenuhi syarat yaitu: tidak
menggangu pakaian, tidak melekat atau lengket, baunya menyenamgkan
pemakainnya dan orang disekitarnya, tidak menimbulkan iritasi pada kulit, tidak
beracun dan daya pengusir terhadap serangga hendaknya bertahan cukup lama.
Selain itu repelan merupakan substansi yang bila digosokkan pada kulit dapat
memberikan perlindungan dari gangguan (gigitan) serangga atau ektoparasit.
Banyak bahan-bahan yang bisa digunakan sebagai penolak serangga terutama
sebagai perlindungan diri dari gigitan nyamuk bukanlah hal yang baru, misalnya
telah digunakan sebagai penolak serangga pada suatu era sejak zaman purbakala,
hingga tahun 1940 bahan-bahan nabati seperti phyretrum, minyak sitronella dan
minyak-minyak esensial lainya adalah merupakan bahan dasar penolak serangga
karena menahan daya tarik alami serangga terhadap makanannya atau tempat
tinggalnya. Kebanyakan zat penolak serangga menolak serangga karena bersifat
31
toksik bagi serangga dan baunya tidak disenangi oleh serangga (Satroutomo,
1992).
Bagi manusia dan hewan, repelan digunakan terutama unuk mencegah
serangan nyamuk yang dapat menyebarkan agen penyakit. Pada tempat-tempat
dimana tidak memungkinkan untuk digunakan insektisida adalah sangat
menguntungkan dengan adanya zat penolak serangga tersebut. Mekanisme kerja
repelan sampai saat ini belum diketahui secara pasti atau belum diungkapkan
seluruhnnya, tetapi ada teori lama yang menyatakan bahwa repelan akan
menetralisir bau badan manusia atau binatang sehingga serangga menjadi tidak
tertarik (Satroutomo, 1992).
2.7 Losion
Losion adalah sediaan farmasi yang dapat digolongkan ke dalam dua
sediaan, yaitu sediaan cair dan sediaan setengah padat baik berupa suspensi atau
dispersi, dapat berbentuk suspensi zat padat dalam serbuk halus dengan
pensuspensi yang cocok atau emulsi tipe minyak dalam air dengan surfaktan yang
cocok, pada penyimpanan mungkin terjadi pemisahan. Dapat ditambahkan zat
warna, zat pengawet dan zat pewangi yang cocok (DepKes RI. 1997). Hal yang
membedakan antara losion dan krim secara fisik adalah krim mempunyai
viskositas yang tinggi dan tidak mudah dituang, sedangkan losion dapat mudah
dituang, jadi dengan kata lain losion adalah bentuk emulsi yang cair (Barel,2002).
Losion dimaksudkan untuk pemakaian luar digunakan pada kulit sebagai
pelindung atau
untuk
obat
karena sifat
bahan-bahannya.
Kecairannya
memungkinkan pemakaian pada kulit yang merata dan cepat pada permukaan
kulit yang luas, losion dimaksudkan segera kering pada kulit setelah pemakaian
32
dan meninggalkan lapisan pada permukaan kulit, dan yang penting pula untuk
memperhatikan bahwa losion harus mempunyai viskositas tertentu, tidak terlalu
kental sehingga mudah dituang dan tidak terlalu encer agar tidak mudah dituang
(Jellink, 1970).
Efektifitas suatu sediaan losion ditentukan dari kemampuannya untuk
membentuk lapisan tipis yang menutupi permukaan kulit membuat kulit halus,
dan sedapat mungkin menghambat penguapan air, lapisan yang terbentuk
sebaiknya tidak membuat kulit berminyak dan panas. Untuk membuat suatu
formula losion agar memenuhi kriteria, seperti mudah dioleskan, mudah dicuci,
tidak berbau tengik, dan tetap stabil dalam penyimpanan, maka diperlukan bahanbahan dengan konsentrasi yang sesuai (Balsam, 1970).
2.7.1
Losion Bentuk Emulsi
Emulsi adalah sediaan berupa campuran yang terdiri dari dua fase
cairan dalam system disperse, fase cairan yang satu terdispersi sangat halus
dan homogeny dalam fase cairan yang lain, umumnya distabilkan dengan
zat pengemulsi. Fase cairan terdispersi disebut fase dalam dan fase cairan
pembawa disebut fase luar. Bila fase dalam berupa minyak atau larutan zat
dalam minyak dan fase luarnya air atau larutan air maka emulsi mempunyai
tipe minyak dalam air (m/a). sedangkan bila fase dalam adalah air atau
larutan air dan fase luarnya minyak atau larutan minyak maka tipe
emulsinya adalah air dalam minyak (a/m) (Ansel, 1989).
Terdapat dua alternative dasar dalam pembuatan emulsi, yaitu;
dengan
menurunkan
tegangan
antarmuka
dan
dengan
mencegah
penggabungan tetesan. Menurut teori emulsi klasik, zat aktif permukaan
mampu mengurangi tegangan permukaan dan bertindak sebagai penghalang
33
bergabungnya tetesan karena zat-zat tersebut diabsorbsi pada permukaan
tetesan-tetesan yang terdispersi. Zat pengemulsi memudahkan pembentukan
emulsi dengan tiga mekanisme, yaitu :
1.
Mengurangi tegangan antarmuka
2.
Pembentukan suatu lapisan antarmuka yang kaku sebagai pembatas
mekanik untuk penggabungan.
3.
Pembentukaan lapisan listrik rangkap sebagai penghalang elektrik
untuk mendekati partikel-partikel (Jellink, 1970, Lachman, 1994).
2.8 Bahan-bahan Pembentuk Losion
Bahan yang biasa terdapat dalam formula losion adalah (Lachman,
1994):
a. Barrier agent (pelindung)
Berfungsi sebagai pelindung kulit dan juga ikut mengurangi dehidrasi.
Contoh : Asam Stearat, Bentonit, Seng Oksida, Titanium oksida, Dimetikon.
.
. b. Emollient ( pelembut)
Berfungsi sebagai pelembut kulit sehingga kulit memiliki kelenturan
pada permukaannya dan memperlambat hilangnya air dari permukaan kulit.
Contoh : Lanolin, Paraffin, stearil alkohol, vaselin.
c. Humectan (pelembab)
Bahan yang berfungsi mengatur kadar air atau kelembaban pada sediaan
losion itu sendiri maupun setelah dipakai pada kulit. Contoh :gliserin,
propilenglikol, sorbitol.
d. Pengental dan pembentuk film
34
Berfungsi mengentalkan sediaan sehingga dapat menyebar lebih halus
dan lekat pada kulit, disamping itu juga berfungsi sebagai stabilizer. Contoh
:setil alkohol, karbopol, vegum, tragakan, gum, gliseril monostearat.
e. Emulsifier (zat pembentuk emulsi)
Berfungsi menurunkan tegangan permukaan antara minyak dan air,
sehingga minyak dapat bersatu dengan air. Contoh: trietanolamin, asam
stearat, setil alkohol.
f. Buffer (Larutan dapar)
Berfungsi untuk mengatur atau menyesuaikan pH losion agar sesuai
dengan pH kulit. Contoh: Asam sitrat, asam laktat, natrium sitrat.
2.9 Monografi
a. Asam Stearat (Wade A, Weller PJ, 1993)
Asam stearat merupakan campuran dari asam stearat(C18H36O2) dan
asam palmitat(C16H32O2) diperoleh dari lemak dan minyak yang dapat dimakan,
mengandung tidak kurang dari 40,0% dan jumlah keduanya tidak kurang dari
90%.
Sinonim
: Crodasid; crosterene; glycon S-90; hystrene.
Pemerian
: Hablur padat, serbuk warna putih atau
kekuningan mirip lemak lilin, bau dan rasa
lemah mirip lemak.
Rumus molekul
: C18H36O2
Bobot molekul
: 284,47
Kelarutan
: Praktis tidak larut dalam air, mudah larut
dalam kloroform P dan eter P, larut dalam
etanol (95%)
35
Kegunaan
: Pengemulsi, solubilisator, pelincir tablet.
b. Setil alkohol (DepKes RI. 1979, Wade A, Weller PJ, 1993)
Setil alkohol digunakan untuk kepentingan farmasetik dan kosmetik,
biasanya diformulasikan dalam bentuk sediaan supositoria, sediaan padat lepas
lambat, sediaan emulsi, losion, krim dan salep. Didalam sediaan losion, krim
dan salep digunakan sebagai penyerap air, bahan pengemulsi, pelembut
(emollient), sekaligus dapat meningkatkan tekstur, penambah kekentalan.
Sinonim
: 1-heksadekanol; n-heksadesil alkohol; palmitil
alkohol; ethol.
Pemerian
: Serpihan putih licin, granul, atau kubus, putih,
bau khas lemah, rasa lemah.
Rumus molekul
: C6H34O
Bobot molekul
: 242,44
Kelarutan
: Tidak larut dalam air, larut dalam etanol, dan
dalam eter, kelarutan bertambah dengan
naiknya suhu.
Kegunaan
: Penyalut, pengemulsi.
c. Dimetikon (Reynold JEF, 1993)
Dimetikon adalah poli (dimetilsiloksan) yang diperoleh dari hidrolisis dan
polikondensasi diklorometilsilan (CH3)2SiCl2 dan klorotrimetilsilan (CH3)3SiCl.
Kualitas dibedakan dengan suatu angka yang menunjukkan kekentalan yang jika
dinyatakan dalam viskositas kinetic besarnya 20-1000mm2/detik.
Sinonim
:α-(trimetilsilsil)-ω-metilpolioksi dimetilsililena
36
Pemerian
: larutan jernih, tidak berwarna dan tidak berbau.
Kelarutan
: Tidak larut dalam air, dalam methanol, dalam
etanol dan dalam aseton, sangat sukar larut
dalam isopropanol, larut dalam hidrokarbon
terklorinasi, benzena, toulena, xilena, eter dan
heksana.
Kegunaan
: Sebagai antibusa dan untuk perawatan kulit
oklusif, pelindung(protectant) kulit
d. Trietanolamin (TEA) (DepKes RI. 1979, Wade A, Weller PJ, 1993)
Trietanolamin adalah campuran dari trietanolamin, dietanolamin dan
monoetanolamin, mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari
107,4% dihitung terhadap zat anhidrat sebagai trietanolamin.
Sinonim
Pemerian
: Trietilamin; trihidroksitrietilamin.
: Cairan kental, tidak berwarna, hingga kuning
pucat, bau lemah mirip amoniak, higroskopis.
Rumus molekul
: C6H15NO3
Bobot molekul
: 149,19
Kelarutan
: Mudah larut dalam air dan etanol (95%)P,
Larut dalam kloroform P.
Kegunaaan
: Pengemulsi, zat alkali.
e. Metil paraben (DepKes RI. 1979, Wade A, Weller PJ, 1993)
Sinonim
: Nipagin; asam 4-hidroksibenzoat metil ester;
p-hidroksibenzoat; metil parahidroksi benzoat.
37
Pemerian
: Serbuk hablur halus, putih, hampir tidak
berbau, tidak mempunyai rasa, kemudian agak
membakar diikuti rasa tebal.
Rumus molekul
: C8H8O3
Bobot molekul
: 152,15
Kelarutan
: Sukar larut dalam air, dalam benzena dan
dalam tetraklorida, mudah larut dalam etanol
dan dalam eter.
Kegunaan
: Pengawet antimikroba
f. Propil paraben (DepKes RI. 1979, Wade A, Weller PJ, 1993)
Sinonim
: Nipasol; asam 4-hidroksibenzoat propel
ester; p-hidroksibenzoat; propel
parahidroksibenzoat
Pemerian
: Serbuk hablur putih, tidak berbau dan tidak
berasa
Rumus molekul
: C10H2O3
Bobot molekul
: 180,20
Kelarutan
: Sangat sukar larut dalam air, larut dalam
etanol P dan aseton P, mudah larut dalam
alkali hidroksida.
Kegunaan
: Pengawet antimikroba
g. Butil Hidroksi Toulena (BHT) (Wade A, Weller PJ, 1993)
Sinonim
: Sustane; Topanol; Vianol; Impruvol
38
Pemerian
: Kristal padat atau serbuk putih atau kuning
Pucat dengan bau khas lemah.
Rumus molekul
: C15H24O
Kelarutan
: Praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilenglikol,
larut dalam alkali hidroksida dan larutan asam mineral,
sangat mudah larut dalam aseton, benzena, etanol (96%),
eter, metanol, toulena, dan paraffin cair.
Kegunaan
: Antioksidan
h. Gliserin (DepKes RI. 1979, Wade A, Weller PJ, 1993)
Pemerian
: cairan seperti cairan sirup, jerni tidak
berwarna, tidak berbau, manis diikuti rasa
hangat
Rumus molekul
: C3H8O3
Bobot molekul
: 92.10
Kelarutan
: Dapat bercampur dengan air, etanol (95%) p, kloroform
p, eter p
Kegunaan
: Sebagai antimikroba, pelarut, pemanis, humectant,
plastizer, emollient.
i. Paraffin liquid (DepKes RI, 1979)
Pemerian
: cairan kental tidak berwarna, tembus cahaya, tidak
berbau, tidak berasa; agar berminyak.
Kelarutan
: tidak larut dalam air dan dalam etanol, mudah larut
dalam chloroform, dalam eter, dalam minyak
39
menguap, dalam hampir semua minyak lemak
hangat, sukar larut dalam etanol mutlak.
Kegunaan
: sebagai emollient pada emulsi minyak dalam air.
konsentrasi yang biasa digunakan pada sediaan
emulsi topical 1-32%.
j. Vaselinum album (DepKes RI, 1979)
Pemerian
: massa lunak, lengket, bening, putih; sifat ini tetap setelah zat
dileburkan dan dibiarkan hingga dingin tanpa diaduk
Kelarutan
: praktis tidak larut dalam air dan etanol (95%)p, larut dalam
kloroform p, eter p dan eter minyak tanah p.
Kegunaan
: sebagai emollient
k. Isopropyl Miristate (Wade A, Weller PJ, 1993)
Pemerian
: berupa cairan tidak berwarna, praktis tidak berbau dan tidak
berasa
Rumus Molekul : C17H34O2
Bobot Molekul
: 270.51
Kelarutan
: larut dalam aseton, kloroform, etanol, etil asetat, lemak,
toluene. Praktis tidak larut dalam air, glycerin
Kegunaan
: emulsifying agent
i. Lanolin (DepKes RI, 1979)
Pemerian
: serupa lemak, liat, l
A. Juss) TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti
Skripsi
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
OLEH :
EKA YUNIARSIH
NIM : 106102003399
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H / 2010 M
1
2
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI
NAMA : EKA YUNIARSIH
NIM
: 106102003399
JUDUL : UJI EFEKTIVITAS LOSION REPELAN MINYAK MIMBA (Azadirachta
indica A. Juss) TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti
Disetujui oleh:
Pembimbing I
Pembimbing II
Sabrina, M.Si., Apt.
NIP. 150411232
Farida Sulistiawati, M.Si., Apt.
NIP. 196701052006042001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt
NIP. 195601061985101001
3
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul
UJI EFEKTIVITAS LOSION REPELAN MINYAK MIMBA (Azadirachta indica
A. Juss) TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahakan dihadapan tim penguji oleh
Eka Yuniarsih
NIM: 106102003399
Menyetujui,
Pembimbing:
1. Pembimbing I
Farida Sulistiawati, M.Si, Apt.
........................
2. Pembimbing II
Sabrina, M.Si, Apt.
........................
Penguji:
1. Ketua Penguji
Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt. ........................
2. Anggota Penguji I
Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt. ........................
3. Anggota Penguji II
Eka Puteri, M.Si, Apt.
........................
4. Anggota Penguji III
Ofa Suzanti Betha, M.Si, Apt.
........................
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Prof. DR. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp. And
Tanggal lulus : 10 Agustus 201
4
LEMBAR PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL
KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU
KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Agustus 2010
Eka Yuniarsih
106102003399
5
ABSTRAK
Judul : Uji Efektifitas Losion Repelan Minyak Mimba (Azadirachta indica A.Juss) Terhadap
Nyamuk Aedes aegypti
Insect repellent atau repelan adalah bahan yang memiliki kemampuan untuk melindungi
manusia dari gigitan nyamuk bila dioleskan ke permukaan kulit. Salah satu bahan alam yang
potensial sebagai repelan adalah mimba (Azadirachta indica A.Juss) dengan kandungan
senyawa utama azadirachtin. Ekstrak n-heksana biji mimba diformulasikan ke dalam sediaan
topikal (losion) dengan variasi konsentrasi 0.5% b/b, 1% b/b dan 1.5% b/b. Tujuan dari
penelitian ini adalah membuat losion minyak mimba (Azadirachta indica A. Juss) serta
menguji efektivitas repelan dari losion minyak mimba (Azadirachta indica A. Juss) terhadap
nyamuk Aedes Aegypti. Hasil dari penelitian ini menunjukkan ketiga variasi konsentrasi
minyak mimba memiliki efektifitas sebagai repelan dengan daya proteksi terbesar pada
konsentrasi 1.5% b/b yaitu 88.67%.
Kata kunci : efektifitas repelan, Azadirachta indica A.Juss, Aedes Aegypti
6
ABSTRACK
Title
: Test Effectiveness of lotions Repelan neem oil (Azadirachta indica A. Juss) on Aedes
aegypti
Insect repellent or repelan is a material that has the ability to protect people from mosquito bites
when applied to the skin surface. One of the potential natural materials as repelan is neem
(Azadirachta indica A. Juss) with the main compound azadirachtin. N-hexane extract of neem seed
formulated into a topical preparation (lotion) with concentration 0.5% w / w, 1% w / w and 1.5% w /
w. The purpose of this research is to make lotion neem oil (Azadirachta indica A. Juss) as well as test
the effectiveness of the lotion repelan neem oil (Azadirachta indica A. Juss) on Aedes aegypti
mosquitoes. Results from this study showed three different concentrations of neem oil has the
power repelan effectiveness as the greatest protection at a concentration of 1.5% w / w which is
88.67%.
Keyword
: repellent effectiveness, (Azadirachta indica A. Juss), Aedes Aegypti
7
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahhirabbil a’lamin, segala puji hanya milik Allah beserta seru sekalian
alam yang telah melimpahkan curahan nikmat-Nya kepada kita semua khususnya kepada
penulis, hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan diharapkan memberikan
manfaat baik bagi penulis ataupun bagi para pembaca.
Skripsi dengan judul Uji Efektifitas Losion Repelan Minyak Mimba (Azadirachta
indica A.Juss) Terhadap Nyamuk Aedes aegypti disusun untuk memenuhi salah satu syarat
yang digunakan untuk menempuh ujian akhir guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada
Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari, keberhasilan penulisan skripsi ini adalah karena karunia Allah
SWT dan dorongan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr.(hc) dr. M. K. Tadjudin, Sp., And., selaku Dekan fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. M. Yanis Musja, M.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Farida Sulistiawati, M.Si., Apt., selaku Pembimbing I dan Ibu Sabrina M.Si., Apt.,
selaku Pembimbing II yang telah membagikan ilmu dan pengetahuan serta membimbing
penulis sampai terselesaikannya skripsi ini.
4. Ayahanda Sunardi dan Ibunda Murtiningsih beserta keluarga terkasih yang selalu dengan
ikhlas dan setia memberikan dukungan baik secara moril maupun materil kepada penulis
sampai saat ini.
5. Ibu/Bapak Dosen dan Staf Akademika Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu serta
bantuannya kepada penulis.
6. Sahabat-sahabat tercinta penulis, Ayu Nuki Wahyuni, Dina Arianti, Erika Firdausi,
Shabriela Yolanda, Aldy Aslam, Ibnu Arifiyanto yang telah banyak memberikan
kontribusi dalam penelitian skripsi ini kepada penulis.
7. Teman-teman selama peneltian, Rika, Lita, Shobir, Dani, Nuki, Eka W, Syifa, Ardian,
Nadia, Silma, Ikhsan Budiarto, Ayie dan Silvi yang telah membantu penulis dalam proses
penelitian.
8
8. Teman-teman Farmasi angkatan 2006 yang telah menjadi keluarga selama menempuh
pendidikan di kampus tercinta, terima kasih banyak atas segala pengalaman yang begitu
menyenangkan selama 4 tahun ini.
9. Kak Eris, Kak Nurul, Mas Toni, dan semua pihak yang tak dapat disebutkan satu-persatu,
yang telah membantu penulis selama ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan
keterbatasan. Kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat diharapkan
dalam penulisan skripsi ini. Semoga penulisan skripsi ini dapat menjadi sebuah pengetahuan
yang bermafaat bagi kalangan akademia dan masyarakat pad umumnya.
Jakarta, Agustus 2010
Penulis
9
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI .................................................
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ………………………………..
LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................
ABSTRAK ……………………………………………………………..
ABSTRACT ……………………………………………………………
KATA PENGANTAR…………………………………………………
DAFTAR ISI…………………………………………………………...
DAFTAR TABEL..................................................................................
DAFTAR GAMBAR..............................................................................
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................
Halaman
ii
iii
iv
v
vi
vii
ix
xi
xii
xiii
BAB I
PENDAHULUAN ………………………………………….
1.1 Latar Belakang ………………………………………….
1.2 Perumusan Masalah …………………………………….
1.3 Hipotesa ………………………………………………...
1.4 Tujuan Penelitian ……………………………………….
1.5 Manfaat Penelitian ……………………………………...
1
1
4
4
5
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………
2.1 Tanaman Mimba (Azadirachta indica A. Juss)………….
2.1.1 Klasifikasi ………………………………………...
2.1.2 Ciri Morfologi …………………………………….
2.1.3 Ekologi dan Penyebaran …………………………..
2.1.4 Kegunaan ………………………………………….
2.1.5 Kandungan Kimia ………………………………....
2.2 Minyak Lemak …………………………………………..
2.3 Ekstraksi ………………………………………………....
2.4 Demam Berdarah Dengue ……………………………….
2.5 Nyamuk Aedes aegypti …………………………………..
2.5.1 Klasifikasi dan Tata Nama ………………………...
2.5.2 Morfologi ………………………………………….
2.5.3 Siklus Hidup ……………………………………….
2.5.4 Perkembangan dan Pemeliharaan ………………….
2.5.5 Upaya Pencegahan dan Pengendalian ……………..
2.6 Zat Penolak Nyamuk (Repellent) …………………………
2.7 Losion ……………………………………………………..
2.7.1 Losion Bentuk Emulsi ……………………………...
2.8 Bahan-bahan Pembentuk Losion ………………………….
2.9 Monografi …………………………………………………
6
6
6
6
7
8
9
11
12
13
15
15
16
16
18
19
20
21
22
23
25
BAB III KERANGKA KONSEP …………………………………….
32
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN …………………………… 33
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian …………………………… 33
4.2 Alat dan Bahan ………………………………………….. 33
10
BAB V
4.2.1 Alat Penelitian ……………………………………...
4.2.2 Bahan Penelitian ……………………………………
4.3 Prosedur Penelitian ………………………………………...
4.3.1 Determinasi Tanaman Asal …………………………
4.3.2 Pengumpulan dan Penyediaan Bahan Penelitian …...
4.3.3 Pembuatan Minyak Biji Mimba …………………….
4.3.4 Penapisan Fitokimia Penapisan Fitokimia serbuk biji
mimba dan ekstrak n-heksana biji mimba ………….
4.3.5 Formula Losion ……………………………………..
4.3.6 Pembuatan Formula Losion ………………………...
4.3.7 Evaluasi Sediaan Losion ……………………………
4.3.8 Uji Efektivitas sebagai Repellent …………………...
4.4 Analisa Data ……………………………………………….
33
33
34
34
34
34
HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………...
5.1 Hasil Penelitian …………………………………………..
5.1.1 Determinasi Tanaman ……………………………...
5.1.2 Penapisan Fitokimia ………………………………..
5.1.3 Ekstraksi Biji Mimba ………………………………
5.1.4 Pemeriksaan Minyak Mimba ………………………
5.1.5 Hasil uji stabilitas losion pada penyimpanan suhu
Kamar ……………………………………………...
5.1.6 Hasil Uji Stabilitas Cycling Test …………………..
5.1.7 Hasil Uji Keamanan Losion (Patch Test) ………….
5.1.8 Hasil Rata-rata Jumlah Nyamuk Hinggap ………....
5.1.9 Data Daya Proteksi terhadap Gangguan Nyamuk …
5.2 Pembahasan ……………………………………………...
42
42
42
42
43
43
34
38
38
39
40
41
43
46
48
49
49
50
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN …………………………….. 57
6.1 Kesimpulan ……………………………………………… 57
6.2 Saran …………………………………………………….. 58
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….. 59
LAMPIRAN ……………………………………………………………. 63
11
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel 3.
Tabel 4.
Tabel 5.
Tabel 6.
Tabel 7.
Tabel 8.
Tabel 9.
Tabel 10.
Tabel 11.
Tabel 12.
Tabel 13.
Tabel 14.
Formula losion ………………………………………………...
Penapisan fitokimia serbuk dan minyak mimba ……………....
Hasil pemeriksaan minyak mimba …………………………….
Hasil pemeriksaan penampilan dan homogenitas ……………..
Hasil pemeriksaan pH ………………………………………...
Hasil pemeriksaan sentrifugasi ………………………………..
Hasil Pemeriksaan Viskositas ...................................................
Hasil pemeriksaan penampilan dan homogenitas losion ……...
Hasil Pemeriksaan pH ………………………………………...
Hasil Pemeriksaan Sentrifugasi ……………………………….
Hasil Pemeriksaan Viskositas …………………………………
Hasil Uji Patch Test …………………………………………...
Hasil Rata-rata jumlah nyamuk hinggap ……………………...
Daya Proteksi ………………………………………………….
38
41
42
43
44
44
45
45
46
46
47
47
48
48
12
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 8.
Gambar 9.
Gambar 10.
Gambar 11.
Gambar 12.
Gambar 13.
Gambar 14.
Gambar 15.
Gambar 17.
Gambar 18.
Gambar 19.
Biji Mimba ………………………………………………….
Minyak Mimba ……………………………………………..
Telur Nyamuk ………………………………………………
Pemeliharaan Jentik Nyamuk ………………………………
Losion Autan sebagai kontrol positif ………………………
Kandang Nyamuk ………………………………………….
Sentrifuge …………………………………………………..
Timbangan Analitik ………………………………………..
pH meter …………………………………………………...
Viskometer ………………………………………………...
Hasil Uji Stabilitas Penyimpanan ………………………….
Sentrifuge minggu ke 0 …………………………………….
Sentrifuge minggu ke 4 …………………………………….
Kurva hasil pemeriksaan pH stabilitas penyimpanan suhu
ruang (27°C) ……………………………………………...
Kurva hasil pemeriksaan viskositas stabilitas penyimpanan
suhu ruang (27°C) ………………………………………...
Kurva hasil pemeriksaan pH cycling test …………………..
Kurva hasil pemeriksaan viskositas cycling test …………...
Kurva daya proteksi terhadap nyamuk ……………………..
64
64
64
64
64
65
65
65
65
65
70
71
71
71
72
73
73
76
13
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Gambar Bahan dan Alat Penelitian ………………………. 64
Lampiran 2. Hasil Determinasi…………………………………………. 66
Lampiran 3. Skema Kerja Ekstraksi Minyak…………………………. 67
Lampiran 4. Skema Pembuatan dan Evaluasi Losion…………………... 68
Lampiran 5. Skema Uji Efektivitas Repellent………………………….. 69
Lampiran 6. Gambar Uji Stabilitas Penyimpanan …………………….. 70
Lampiran 7. Hasil Sentrifuge…………………………………………… 71
Lampiran 8. Kurva Hasil Pemeriksaan pH Stabilitas Penyimpanan
Suhu Ruang……………………………………………….. 71
Lampiran 9. Kurva Hasil Pemeriksaan Viskositas Stabilitas Penyimpanan
Suhu Ruang……………………………………………….. 72
Lampiran 10. Kurva Hasil Pemeriksaan pH Cycling Test………………. 72
Lampiran 11. Kurva Hasil Pemeriksaan Viskositas Cycling Test………. 73
Lampiran 12. Hasil Pengukuran Uji efektivitas repelan…………………. 74
Lampiran 13. Daya Proteksi terhadap Nyamuk…………………………. 76
Lampiran 14. Hasil Statistik Uji Efektivitas Repelan……………………. 77
14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kulit merupakan organ terbesar yang letaknya paling luar dari tubuh dan
merupakan pelindung. Kulit yang sehat dan halus merupakan dambaan setiap orang.
Gigitan nyamuk dapat menimbulkan rasa gatal dan bercak merah pada kulit. Oleh
karena itu kulit sebaiknya dilindungi dari gigitan nyamuk yang juga merupakan
pembawa penyakit berbahaya seperti kaki gajah, malaria dan demam berdarah
(Gandahusada, 1998).
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memberantas keberadaan nyamuk,
salah satunya dengan menggunakan insektisida, namun penggunaan insektisida
kimia sintetik dapat menyebabkan resistensi serangga, dan dapat mencemari
lingkungan dan meracuni manusia serta serangga lain yang bukan sasaran. Salah
satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menggunakan
insektisida nabati. Insektisida ini berasal dari tumbuhan sehingga memiliki tingkat
keamanan yang lebih tinggi, yaitu karena sifatnya yang mudah terurai di alam
sehingga tidak menimbulkan bahaya residu yang berat dan lebih selektif, yaitu tidak
merugikan mahluk hidup dan lingkungan yang bukan sasaran (Kardinan, 2005).
Insect repellent atau repelan adalah bahan yang memiliki kemampuan
untuk melindungi manusia dari gigitan nyamuk bila dioleskan ke permukaan kulit.
Produk penolak nyamuk dalam bentuk losion ini sudah banyak beredar dipasaran.
Losion tersebut umumnya mengandung DEET(Dietyltoluamide) dengan konsentrasi
10-15%. DEET diketahui mampu melindungi kulit dari gigitan nyamuk selama 8
jam ini, tetapi DEET memiliki beberapa efek samping seperti menimbulkan masalah
15
iritasi ringan maupun berat terhadap kulit, dan bahan DEET juga bisa melunakkan
bahan-bahan yang terbuat dari plastik. Adanya beberapa efek samping dari bahan
sintetik ini membuat kita melirik kembali potensi bahan alami untuk melindungi
kulit dari gigitan nyamuk (Kardinan, 2005).
Salah satu tanaman yang potensial adalah Mimba (Azadirachta indica A.
Juss) yang dapat tumbuh dengan baik di daerah panas dan kering bahkan mampu
tumbuh di daerah yang curah hujannya dibawah 500 mm per tahun, Dan mimba
merupakan bahan alam yang dapat dikembangkan sebagai insektisida nabati. Selain
sebagai insektisida nabati, mimba juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik,
obat tradisional, bahan sabun, pasta gigi, obat kulit, bahan industri dan lainnya
(Schmutterer, 1995). Bahan aktif biji mimba bermanfaat untuk mengusir serangga
pengganggu, mencegah hama pemakan tanaman, menghalau larva dan serangga
dewasa, mencegah terjadinya pergantian kulit larva, menurunkan produksi telor pada
serangga betina dan mencegah serangga betina meletakkan telor. Senyawa-senyawa
yang diyakini sebagai bahan aktif insektisida adalah nimbin, nimbidin, meliantriol,
azadirachtin dan salanin yang merupakan senyawa kimia dari kelompok terpen
(Kardinan, 2003).
Biji mimba mengandung 60% minyak atau lemak dari asam stearat,
palmitat, oleat, linoleat, laurat, butirat dan sejumlah kecil minyak atsiri. Kandungan
senyawa lain yang diketahui dari biji mimba adalah fenol, kuinon, alkaloid,
triterpenoid dan flavonoid. Residu dari biji mimba mudah terurai menjadi senyawa
tidak beracun, sehingga ramah dan aman bagi lingkungan (Wiryowidagdo, 2002).
Berdasarkan penelitian sebelumnya dijelaskan bahwa 20 ml ekstrak biji
mimba dapat mematikan 20 larva nyamuk dalam waktu 12 jam(Aliero, 2003). Serta
pada penelitian lainnya dijelaskan bahwa ekstrak n-heksan daun mimba mempunyai
16
efek larvasida larva nyamuk Aedes aeypti instar III(Tulus CS, 1998 ). Kemudian
dilakukan penelitian mengenai formulasi losion dari ekstrak daun mimba, dari hasil
pengujian terhadap daya efikasi ekstrak daun mimba sebagai losion pengusir
nyamuk berbanding lurus dengan besarnya konsentrasi ekstrak (Aini, 2005). Oleh
karena itu, pada penelitian kali ini dilakukan uji efektivitas losion repelan dari
minyak mimba yang diperoleh secara maserasi dengan n-heksana. Dipilihnya
ekstrak n-heksana biji mimba karena beradasarkan literatur kandungan senyawa
utama penghalau nyamuk (repelan) dalam biji mimba lebih banyak daripada dalam
daunnya.
Losion adalah sediaan farmasi berbentuk cair yang digunakan untuk
pemakaian topikal baik berbentuk emulsi maupun suspensi. Evaluasi sediaan losion
meliputi organoleptis, tipe krim losion, pH, viskositas, sentrifugasi dan distribusi
ukuran partikel. Kestabilan fisik sediaaan losion merupakan hal yang penting oleh
karena itu warna, konsistensi dan bau harus tetap terjaga mulai saat pembuatan
sampai terpakai habis oleh konsumen dengan perkataan lain stabilitasnya harus tetap
dipertahankan (Ansel,1989). Pemilihan sediaan losion karena merupakan sediaan
yang berbentuk emulsi yang mudah dicuci dengan air dan tidak lengket
dibandingkan
sediaan
topikal
lainnnya.
Selain
itu
bentuknya
yang
cair
memungkinkan pemakaian yang cepat dan merata pada kulit (Balsam MS, 1970) .
1.2 Perumusan Masalah
1.
Apakah minyak mimba (Azadirachta indica A. Juss) dapat diformulasikan
menjadi sediaan losion yang memenuhi persyaratan farmaseutika?
2.
Apakah losion minyak mimba (Azadirachta indica A. Juss) memiliki aktivitas
sebagai repelan terhadap nyamuk Aedes aegypti?
17
1.3 Hipotesis
1. Minyak mimba (Azadirachta indica A. Juss) dapat dibuat dalam bentuk sediaan
losion.
2.
Losion minyak mimba (Azadirachta indica A. Juss) memiliki aktivitas sebagai
repelan terhadap nyamuk Aedes aegypti.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Membuat losion minyak mimba (Azadirachta indica A. Juss).
2. Menguji efektivitas repelan dari losion minyak mimba (Azadirachta indica A.
Juss) terhadap nyamuk Aedes Aegypti.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah mengenai minyak mimba
yang dapat dibuat menjadi sediaan losion repelan sekaligus untuk pemanfaatan
bahan alam sebagai alternatif utama dalam pengembangan formula obat maupun
kosmetik.
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Mimba (Azadirachta indica A. Juss)
2.1.1 Klasifikasi (Schmutterer, 1995):
Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Orde
: Rutales
Sub Orde
: Rutinieae
Famili
: Meliaceae
Sub Famili
: Melioideae
Suku
: Melieae
Marga
: Azadirachta
Spesies
: Azadirachta indica A. juss
2.1.2 Ciri Morfologi
Tanaman mimba memiliki tinggi 8 – 15 m dan termasuk pohon yang
berbunga banci. Batangnya impodial, dengan kulit mengandung gum dan
terasa pahit. Daunnya menyirip gasal berpasangan. Anak daun memilki
helaian berbentuk memanjang dengan panjang 3 – 10 cm dan lebar 0,5 – 3,5
cm. pangkalnya runcing asimetris, di bagian ujung runcing sampai mendekati
runcing, tepi daun bergerigi kasar, remasan berasa pahit, warnanya hijau
muda. Bunga memilki susunan malai, terletak di ketiak daun paling ujung,
panjang 5 – 30 cm, gundul atau berambut halus pada pangkal tangkai
19
karangan, tangkai bunga 1-2 mm. kelopak kekuningan bersilia panjang 5 – 7
mm. benang sarinya membentuk tabung benang sari, sebelah luar gundul atau
berambut pendek halus , sebelah dalam berambut rapat. Putiknya memiliki
panjang rata-rata 3 mm. buahnya berbentuk bulat, berwarna hijau kekuningan
dengan panjang 1,5 – 2 cm. tanaman ini biasanya berbungan pada bulan
maret – desember (Schmutterer, 1995, A.Ross, Ivan, 2001).
2.1.3 Ekologi dan Penyebaran
Mimba termasuk tanaman yang tahan terhadap kekeringan. Besarnya
curah hujan yang dikehendaki berkisar antara 400-2000 mm/tahun yang
terbagi rata sepanjang tahun. Mimba dapat tumbuh dengan baik pada
temperatur 21-32 oC, Mimba dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, tapi
mimba dapat tumbuh lebih subur di tanah yang gembur, banyak mengandung
humus, dan pH antara 5,5 - 7,0. tekstur tanah yang paling baik untuk tanaman
mimba adalah lempung berpasir (Schmutterer, 1995, DepKes RI, 1995).
Daerah asal mimba tidak dikertahui secara jelas. Ada yang
menyebutkan kemungkinan mimba berasal dari Myanmar (Burma) dan di
sebagian India Selatan seperti Karnataka. Sebagian lagi menyebutkan bahwa
mimba berasal dari Asia Tenggara dan Asia Selatan mulai dari Indonesia
sampai Iran. Namun saat ini mimba sudah tersebar luas di daerah tropis dan
subtropis seperti Asia, Afrika, Amerika, Australia, dan Afrika Selatan
(Kardinan, 2005).
Di Indonesia tanaman ini tumbuh di daerah Jawa Barat, Jawa Timur,
dan Madura pada ketinggian sampai dengan 300 m di atas permukaan laut,
tumbuh ditempat kering berkala, sering ditemukan di tepi jalan atau di hutan
20
terang. Secara umum, pohon mimba banyak ditemukan di daerah-daerah panas
di dataran rendah. Pohon mimba yang tumbuh di daerah yang banyak curah
hujannya dengan suhu yang tidak tergolong panas, seperti bogor, tidak akan
berbiji (DepKes RI, 1995).
2.1.4 Kegunaan
Mimba memiliki banyak manfaat, selain sebagai insektisida nabati
mimba juga dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional, untuk barang
kebutuhan rumah tangga dan sebagai tanaman penghijauan. Mimba sebagai
obat tradisional yakni befungsi untuk membersihkan gigi, mengobati penyakit
kulit, dan juga digunakan sebagai tonikum atau ada yang mengistilahkan
sebagai “obat kuat” yang setara dengan gingseng. Mimba sebagai kebutuhan
rumah tangga antara lain dapat dimanfaatkan sebagai bahan tusuk gigi, bahan
kosmetik, krim perawatan kulit, pasta gigi, sabun cuci, shampo, dan daun
mimba banyak dikonsumsi sebagai sayuran (DepKes RI, 1995). Biji mimba
menghasilkan minyak margosa yang berkhasiat sebagai insektisidal dan
antiseptik (Dalimartha, 2006).
2.1.5 Kandungan Kimia
Pada biji mimba kandungan bahan aktif insektisidanya lebih banyak
dibanding pada daun. Biji mimba mengandung beberapa komponen aktif
pestisida
antara
lain
azadirachtin,
salannin,
azadiaradion,
salannol,
salanolacetate, 3-deacetyl salannin, 14-epoxy-azadiradion, gedunin, nimbinen,
dan deacetyl nimbinen.
21
Azadirachtin merupakan senyawa yang paling banyak terdapat dalam
biji mimba. Senyawa ini tidak langsung mematikan serangga, tetapi melalui
mekanisme menolak
makan, mengganggu pertumbuhan dan reproduksi
serangga. Salannin mempunyai daya kerja sebagai penghambat makan
serangga. Nimbinen mempunyai daya kerja sebagai anti virus. Meliantriol
mempunyai daya kerja penolak serangga.
1)
Azadirachtin
Azadirachtin
merupakan
komponen
yang
termasuk
senyawa
triterpenoid dengan kerangka struktur lomonoid mempunyai bobot molekul
(BM) 720,73 dan titik leleh 154-158°C. Suatu senyawa aktif pertama yang
diisolasi dari mimba. Senyawa ini paling banyak terdapat di dalam biji mimba.
Beberapa sifat penting dari azadirachtin adalah daya fitotoksitasnya kecil
bahkan tidak ada pada dosis efektif sehingga tidak mempunyai efek toksik
terhadap manusia atau vetebrata lainnya.
Bahan aktif ini tidak langsung
membunuh tetapi akhirnya dapat mematikan serangga melalui mekanisme
menolak makan, mengganggu pertumbuhan dan reproduksi. Senyawa ini
secara struktural menyerupai hormon ekdison pada serangga yang berfungsi
mengontrol metamorfosis pada serangga (National Research Council. 1992,
Sukrasno, 2001).
2) Salannin
22
Senyawa yang termasuk kelompok tritrerpen ini juga mempunyai daya
kerja sebagai penghambat makan, tetapi tidak mempengaruhi proses
pergantian kulit pada serangga. Serangga tertentu yang sangat terpengaruh
oleh senyawa ini diantarannya belalang, lalat rumah, kumbang jepang (
Sukrasno, 2001).
3) Meliantriol
Senyawa ini dalam konsentrasi yang sangat rendah mampu menolak
serangga untuk makan sehingga serangga akan mati kelaparan ( Sukrasno,
2001).
4) Nimbin dan Nimbidin
Senyawa ini dilaporkan mempunyai daya kerja sebagai anti virus,
sehingga mempunyai potensi untuk digunakan utuk pengendali virus yang
menyerang tanaman dan ternak. Nimbidin merupakan komponen utama
yang pahit, terdapat di dalam biji mimba, yang di ekstrak dengan alkohol.
Nimbidin terdapat dalam biji kira-kira sebanyak 2% ( Sukrasno, 2001).
23
2.2 Minyak Lemak
Minyak lemak (Olea pinguia) adalah suatu cairan jernih atau massa
padat yang menjadi jernih diatas suhu leburnya, tidak berbau asing atau tengik,
mudah larut dalam kloroform P, eter P dan dalam eter minyak tanah P. (Depkes
RI, 1979).
Minyak merupakan lemak cair atau semisolid yang berasal dari mineral,
tumbuhan atau hewan. Minyak yang berasal dari tumbuhan dan mineral banyak
dipakai untuk pengobatan topikal. Minyak tumbuhan yang lazim dicampur dalam
krim dan lotion adalah minyak-minyak biji kapas, jagung, kastor, zaitun dan
kacang. Efek emolien minyak-minyak ini serupa, perbedaannya terletak pada
baunya, stabilitas penyimpanannya dan kapasitas emulsifikasi. Penggunaan
topikal minyak relatif tidak menimbulkan efek samping. (Oen, 1986).
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia
yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang
24
tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Senyawa aktif
yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan
minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Struktur kimia yang berbeda-beda
akan mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa tersebut terhadap
pemanasan, udara, cahaya, logam berat, dan derajat keasaman. Dengan
diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah
pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. (DepKes RI, 2000)
Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini yaitu maserasi.
Maserasi (macerase = mengairi, melunakkan ) merupakan cara ekstraksi yang
paling sederhana. Bahan simplisia yang dihaluskan sesuai dengan syarat
farmakope (umumnya terpotong-potong atau berupa serbuk kasar) disatukan
dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut disimpan terlindung
dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan
warna) dan dikocok kembali. Waktu lamanya maserasi berbeda-beda, masingmasing farmakope mencantumkan 4-10 hari. Setelah selesai waktu maserasi,
artinya keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel
dengan cairan yang masuk kedalam telah tercapai, maka proses difusi segera
berakhir. Persyaratannya adalah bahwa rendaman tadi harus dikocok berulangulang (kira-kira 3 kali sehari). Melalui upaya ini, dapat dijamin keseimbangan
konsentrasi bahan ekstraktif yang lebih cepat di dalam cairan. Keadaan diam
selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif. Semakin besar
perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin banyak hasil
yang diperoleh. Setelah maserasi, rendaman diperas dan sisanya juga diperas lagi,
kemudian hasil ekstraksi disaring. (Voigt, 1995).
25
2.4 Demam Berdarah Dengue
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang
disebabkan oleh infeksi virus DEN-1, DEN-2, DEN-3 atau, DEN-4 yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang
sebelumnya telah terinfeksi oleh virus dengue dari penderita DBD lainnya.
Masa inkubasi penyakit DBD yaitu periode sejak virus dengue
menginfeksi manusia hingga menimbulkan gejala klinis antara 3-14 hari, rata-rata
antara 4-7 hari. Penyakit DBD tidak ditularkan langsung dari orang ke orang.
Penderita menjadi infektif bagi nyamuk pada saat viremia, yaitu beberapa saat
menjelang timbulnya demam hingga saat masa demam berakhir, biasanya
berlangsung selama 3-5 hari. Nyamuk Aedes agypti menjadi infektif 8-12 hari
sesudah menghisap darah pemderita DBD sebelumnya. Selama periode ini,
nyamuk Aedes aegypti yang telah terinfeksi virus dengue ini akan tetap infektif
selama hidupnya dan potensial menularkan virus dengue kepada manusia yang
rentan lainya.
Pada penderita DBD dapat ditemukan gejala-gejala klinis dan kelainan
laboratories sebagai berikut (Ginanjar, Genis, 2004).
Kriteria klinis:
1. Demam tinggi yang berlangsung dalam waktu singkat, yakni antara 2-7 hari,
yang dapat mencapai 40°C. demam sering disertai gejala tidak spesifik,
seperti tidak nafsu makan (anoreksia), lemah badan (malaise), nyeri sendi dan
tulang, serta rasa sakit di daerah belakang bola mata (retroorbita) dan wajah
yang kemerah-merahan (flushing).
26
2. Tanda-tanda pendarahan seperti mimisan (epistaksis), perdarahan gusi,
perdarahan pada kulit, ptekiae dan ekimosis serta buang air besar berdarah
berwarna merah kehitaman (melena).
3. Adanya pembesaran organ hati (hepatomegali).
4. Kegagalan sirkulasi darah, yang ditandai dengan denyut nadi teraba lemah dan
cepat, ujung-ujung jari terasa dingin serta dapat disertai penurunan kesadaran
dan renjatan (syok) yang dapat menyebabkan kematian.
Kriteria laboratories:
1. Penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) ≤ 100.000/ mm3.
2. Peningkatan kadar hematokrit >20% dari nilai normal.
Diagnosis penyakit DBD ditegakkan berdasarkan adanya dua kriteria
klinis atau lebih, ditambah dengan adanya minimal satu kriteria laboratorium.
2.5 Nyamuk Aedes aegypti
2.5.1 Klasifikasi dan Tata Nama
Menurut ilmu taksonomi klasifikasi nyamuk Aedes aegypti adalah
sebagai berikut:
Dunia
: Animalia
Divisi
: Arthropoda
Kelas
: Insekta
Bangsa
: Diptera
Suku
: Culicidae
Marga
: Aedes
Jenis
: Aedes aegypti Linnaerus
2.5.2 Morfologi
27
Secara umum nyamuk Aedes aegypti mempunyai bercak-bercak putih
keperakan atau putih kekuningan pada tubuhnya yang berwarna hitam.
Nyamuk dewasa jantan memiliki antena dengan banyak bulu sedangkan
nyamuk dewasa betina hanya memiliki sedikit bulu pada antenanya (Soedarto,
1989).
2.5.3 Siklus Hidup
Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna yaitu telur
menetas menjadi larva lalu menjadi pupa dan selanjutnya berkembang menjadi
nyamuk dewasa. Kehidupan nyamuk Aedes aegypti dimulai dari telur. Telur
berwarna hitam diletakkan oleh induknya dipermukaan air atau menempel
pada dinding suatu wadah berisi air bersih dan jernih terlindung dari cahaya
matahari langsung seperti genangan air dalam kaleng, vas bunga dan
sebagainya. Telur tidak akan bertahan jika berada di bawah suhu 10°C. Telur
yang diletakkan dalam air menetas menjadi larva dalam waktu 1-3 hari pada
suhu 30°C.
Stadium larva makan mikroorganisme dalam air, stadium ini
mengalami 4 klai pergantian kulit. Jangka waktu hidup larva berkisar 4-10 hari
tergantung dari temperature air dan setelah instar keempat larva berubah
menjadi pupa. Stadium pupa merupakan stadium terakhir dalam air. Stadium
ini merupakan fase tanpa makan, oksigen diambil melalui tabung pernapasan
yang terdapat pada toraks. Stadium ini berlangsung selama 2-5 hari. Waktu
menetas, pupa akan melepaskan kulit pembungkusnya yang kemudian
berkembang menjadi nyamuk. Biasanya pupa jantan menetas lebih dahulu
daripada pupa betina. Dalam keadaan optimal perkembangan telur sampai
28
menjadi nyamuk dewasa berlangsung sekitar 8-12 hari tergantung pada
beberapa factor seperti kondisi air, suhu lingkungan dan kelembaban udara.
Identifikasi jenis kelamin jantan atau betina pada nyamuk dilakukan
pada stadium dewasa. Nyamuk jantan biasanya tidak pergi jauh dari
perindukan menunggu nyamuk betina untuk berkopulasi. Nyamuk Aedes
aegypti kemudian menghisap darah untuk merangsang hormon yang
diperlukan untuk ovulasi. Nyamuk jantan tidak menghisap darah tetapi hidup
dengan menghisap madu dan sari-sari tumbuhan sebagai makanannya. Setelah
menghisap darah, nyamuk betina mencari tempat untuk istirahat selama
menunggu proses perkembangan telur. Sekitar tiga hari sesudahnya nyamuk
ini akan bertelur sebanyak kurang lebih 100 butir, 24 jam kemudian nyamuk
ini akan kembali menghisap darah dan selanjutnya kembali bertelur. Nyamuk
betina mampu hidup selama beberapa hari sampai beberapa minggu sedangkan
nyamuk jantan hanya beberapa hari setelah berkopulasi.
Aktivitas menggigit dan menghisap darah yang dilakukan oleh nyamuk
Aedes aegypti betina adalah pada waktu pagi sampai siang hari. Sumber darah
yang disukai nyamuk ini adalah manusia, nyamuk ini memiliki kebiasaan
menggigit berulang yaitu menggigit beberapa orang dalam waktu singkat. Hal
ini disebabkan karena nyamuk Aedes aegypti sangat sensitif dan mudah
terganggu.
2.5.4 Perkembangan dan pemeliharaan nyamuk Aedes aegypti
Telur nyamuk Aedes aegypti yang diperoleh dari koloni nyamuk
dapat dikeringkan, disimpan dalam kantong plastik dan diletakkan pada
nampan kering yang dibawahnya berisi air dengan tujuan untuk menghindari
29
telur agar tidak dimakan oleh serangga lain. Telur yang disimpan dapat
dijadikan sebagai stok telur. Stok telur nyamuk yang akan ditetaskan
dimasukkan ke dalam nampan berukuran 30x20x5 cm3 yang berisi air bersih.
Telur yang telah menetas menjadi larva diberi makan pelet makanan ikan.
Makanan diberikan sampai larva berada pada stadium instar empat. Air dalam
nampan harus diperhatikan, jika air sudah keruh atau berbau harus diganti
dengan air bersih dan jernih sekitar dua sampai tiga hari sekali.
Larva yang menjadi pupa dipisahkan, pupa diambil dengan
menggunakan pipet kemudian dimasukkan ke dalam gelas plastic berisi air
bersih lalu diletakkan ke dalam kandang pemeliharaan nyamuk dewasa. Pupa
kemudian berkembang menjadi nyamuk dewasa. Nyamuk yang baru menetas
diberi makan gula. Nyamuk yang digunakan untuk penelitian ini dalah nyamuk
betina berumur 3-5 hari yang sebelumnya telah dipuasakan (tidak diberi
makan gula ataupun darah).
2.5.5 Upaya Pencegahan dan Pengendalian Nyamuk Aedes aegypti
Beberapa usaha pencegahan dan pengendalian terhadap nyamuk yang
bisa dilkaukan, sebagai berikut : (Kardinan A, 2005)
1. Pencegahan dapat dilakukan dengan menggunakan repellent atau penolak
nyamuk, misalnya losion yang dioleskan ke kulit sehingga nyamuk enggan
mendekat.
2. Pengendalian
a. Secara kimia, dengan menyemprotkan insektisida atau menaburkan
insektisida butiran ke sarang-sarang nyamuk dan menggunakan obat
bakar.
30
b. Secara mekanis, dengan mengubur kaleng-kaleng atau wadah sejenis
yang dapat menampung air hujan dan membersihkan lingkungan yang
potensial dijadikan sebagai sarang nyamuk.
c. Secara biologi, dengan memelihara ikan yang relatif kuat dan tahan,
misalnya ikan mujaior di bak atau penampungan air lainnya sehingga
bisa menjadi predator bagi jentik dan pupa nyamuk.
2.6 Zat Penolak Serangga (Repellent)
Repellent (repelan) adalah bahan-bahan kimia yang mempunyai
kemampuan untuk menjauhkan serangga dari manusia, sehinnga dapat dihindari
gigitan serangga atau gangguan oleh serangga terhadap manusia. Repelan
digunakan dengan cara menggosokannya pada tubuh atau menyemprotkannya
pada pakaian, oleh karena itu repelan harus memenuhi syarat yaitu: tidak
menggangu pakaian, tidak melekat atau lengket, baunya menyenamgkan
pemakainnya dan orang disekitarnya, tidak menimbulkan iritasi pada kulit, tidak
beracun dan daya pengusir terhadap serangga hendaknya bertahan cukup lama.
Selain itu repelan merupakan substansi yang bila digosokkan pada kulit dapat
memberikan perlindungan dari gangguan (gigitan) serangga atau ektoparasit.
Banyak bahan-bahan yang bisa digunakan sebagai penolak serangga terutama
sebagai perlindungan diri dari gigitan nyamuk bukanlah hal yang baru, misalnya
telah digunakan sebagai penolak serangga pada suatu era sejak zaman purbakala,
hingga tahun 1940 bahan-bahan nabati seperti phyretrum, minyak sitronella dan
minyak-minyak esensial lainya adalah merupakan bahan dasar penolak serangga
karena menahan daya tarik alami serangga terhadap makanannya atau tempat
tinggalnya. Kebanyakan zat penolak serangga menolak serangga karena bersifat
31
toksik bagi serangga dan baunya tidak disenangi oleh serangga (Satroutomo,
1992).
Bagi manusia dan hewan, repelan digunakan terutama unuk mencegah
serangan nyamuk yang dapat menyebarkan agen penyakit. Pada tempat-tempat
dimana tidak memungkinkan untuk digunakan insektisida adalah sangat
menguntungkan dengan adanya zat penolak serangga tersebut. Mekanisme kerja
repelan sampai saat ini belum diketahui secara pasti atau belum diungkapkan
seluruhnnya, tetapi ada teori lama yang menyatakan bahwa repelan akan
menetralisir bau badan manusia atau binatang sehingga serangga menjadi tidak
tertarik (Satroutomo, 1992).
2.7 Losion
Losion adalah sediaan farmasi yang dapat digolongkan ke dalam dua
sediaan, yaitu sediaan cair dan sediaan setengah padat baik berupa suspensi atau
dispersi, dapat berbentuk suspensi zat padat dalam serbuk halus dengan
pensuspensi yang cocok atau emulsi tipe minyak dalam air dengan surfaktan yang
cocok, pada penyimpanan mungkin terjadi pemisahan. Dapat ditambahkan zat
warna, zat pengawet dan zat pewangi yang cocok (DepKes RI. 1997). Hal yang
membedakan antara losion dan krim secara fisik adalah krim mempunyai
viskositas yang tinggi dan tidak mudah dituang, sedangkan losion dapat mudah
dituang, jadi dengan kata lain losion adalah bentuk emulsi yang cair (Barel,2002).
Losion dimaksudkan untuk pemakaian luar digunakan pada kulit sebagai
pelindung atau
untuk
obat
karena sifat
bahan-bahannya.
Kecairannya
memungkinkan pemakaian pada kulit yang merata dan cepat pada permukaan
kulit yang luas, losion dimaksudkan segera kering pada kulit setelah pemakaian
32
dan meninggalkan lapisan pada permukaan kulit, dan yang penting pula untuk
memperhatikan bahwa losion harus mempunyai viskositas tertentu, tidak terlalu
kental sehingga mudah dituang dan tidak terlalu encer agar tidak mudah dituang
(Jellink, 1970).
Efektifitas suatu sediaan losion ditentukan dari kemampuannya untuk
membentuk lapisan tipis yang menutupi permukaan kulit membuat kulit halus,
dan sedapat mungkin menghambat penguapan air, lapisan yang terbentuk
sebaiknya tidak membuat kulit berminyak dan panas. Untuk membuat suatu
formula losion agar memenuhi kriteria, seperti mudah dioleskan, mudah dicuci,
tidak berbau tengik, dan tetap stabil dalam penyimpanan, maka diperlukan bahanbahan dengan konsentrasi yang sesuai (Balsam, 1970).
2.7.1
Losion Bentuk Emulsi
Emulsi adalah sediaan berupa campuran yang terdiri dari dua fase
cairan dalam system disperse, fase cairan yang satu terdispersi sangat halus
dan homogeny dalam fase cairan yang lain, umumnya distabilkan dengan
zat pengemulsi. Fase cairan terdispersi disebut fase dalam dan fase cairan
pembawa disebut fase luar. Bila fase dalam berupa minyak atau larutan zat
dalam minyak dan fase luarnya air atau larutan air maka emulsi mempunyai
tipe minyak dalam air (m/a). sedangkan bila fase dalam adalah air atau
larutan air dan fase luarnya minyak atau larutan minyak maka tipe
emulsinya adalah air dalam minyak (a/m) (Ansel, 1989).
Terdapat dua alternative dasar dalam pembuatan emulsi, yaitu;
dengan
menurunkan
tegangan
antarmuka
dan
dengan
mencegah
penggabungan tetesan. Menurut teori emulsi klasik, zat aktif permukaan
mampu mengurangi tegangan permukaan dan bertindak sebagai penghalang
33
bergabungnya tetesan karena zat-zat tersebut diabsorbsi pada permukaan
tetesan-tetesan yang terdispersi. Zat pengemulsi memudahkan pembentukan
emulsi dengan tiga mekanisme, yaitu :
1.
Mengurangi tegangan antarmuka
2.
Pembentukan suatu lapisan antarmuka yang kaku sebagai pembatas
mekanik untuk penggabungan.
3.
Pembentukaan lapisan listrik rangkap sebagai penghalang elektrik
untuk mendekati partikel-partikel (Jellink, 1970, Lachman, 1994).
2.8 Bahan-bahan Pembentuk Losion
Bahan yang biasa terdapat dalam formula losion adalah (Lachman,
1994):
a. Barrier agent (pelindung)
Berfungsi sebagai pelindung kulit dan juga ikut mengurangi dehidrasi.
Contoh : Asam Stearat, Bentonit, Seng Oksida, Titanium oksida, Dimetikon.
.
. b. Emollient ( pelembut)
Berfungsi sebagai pelembut kulit sehingga kulit memiliki kelenturan
pada permukaannya dan memperlambat hilangnya air dari permukaan kulit.
Contoh : Lanolin, Paraffin, stearil alkohol, vaselin.
c. Humectan (pelembab)
Bahan yang berfungsi mengatur kadar air atau kelembaban pada sediaan
losion itu sendiri maupun setelah dipakai pada kulit. Contoh :gliserin,
propilenglikol, sorbitol.
d. Pengental dan pembentuk film
34
Berfungsi mengentalkan sediaan sehingga dapat menyebar lebih halus
dan lekat pada kulit, disamping itu juga berfungsi sebagai stabilizer. Contoh
:setil alkohol, karbopol, vegum, tragakan, gum, gliseril monostearat.
e. Emulsifier (zat pembentuk emulsi)
Berfungsi menurunkan tegangan permukaan antara minyak dan air,
sehingga minyak dapat bersatu dengan air. Contoh: trietanolamin, asam
stearat, setil alkohol.
f. Buffer (Larutan dapar)
Berfungsi untuk mengatur atau menyesuaikan pH losion agar sesuai
dengan pH kulit. Contoh: Asam sitrat, asam laktat, natrium sitrat.
2.9 Monografi
a. Asam Stearat (Wade A, Weller PJ, 1993)
Asam stearat merupakan campuran dari asam stearat(C18H36O2) dan
asam palmitat(C16H32O2) diperoleh dari lemak dan minyak yang dapat dimakan,
mengandung tidak kurang dari 40,0% dan jumlah keduanya tidak kurang dari
90%.
Sinonim
: Crodasid; crosterene; glycon S-90; hystrene.
Pemerian
: Hablur padat, serbuk warna putih atau
kekuningan mirip lemak lilin, bau dan rasa
lemah mirip lemak.
Rumus molekul
: C18H36O2
Bobot molekul
: 284,47
Kelarutan
: Praktis tidak larut dalam air, mudah larut
dalam kloroform P dan eter P, larut dalam
etanol (95%)
35
Kegunaan
: Pengemulsi, solubilisator, pelincir tablet.
b. Setil alkohol (DepKes RI. 1979, Wade A, Weller PJ, 1993)
Setil alkohol digunakan untuk kepentingan farmasetik dan kosmetik,
biasanya diformulasikan dalam bentuk sediaan supositoria, sediaan padat lepas
lambat, sediaan emulsi, losion, krim dan salep. Didalam sediaan losion, krim
dan salep digunakan sebagai penyerap air, bahan pengemulsi, pelembut
(emollient), sekaligus dapat meningkatkan tekstur, penambah kekentalan.
Sinonim
: 1-heksadekanol; n-heksadesil alkohol; palmitil
alkohol; ethol.
Pemerian
: Serpihan putih licin, granul, atau kubus, putih,
bau khas lemah, rasa lemah.
Rumus molekul
: C6H34O
Bobot molekul
: 242,44
Kelarutan
: Tidak larut dalam air, larut dalam etanol, dan
dalam eter, kelarutan bertambah dengan
naiknya suhu.
Kegunaan
: Penyalut, pengemulsi.
c. Dimetikon (Reynold JEF, 1993)
Dimetikon adalah poli (dimetilsiloksan) yang diperoleh dari hidrolisis dan
polikondensasi diklorometilsilan (CH3)2SiCl2 dan klorotrimetilsilan (CH3)3SiCl.
Kualitas dibedakan dengan suatu angka yang menunjukkan kekentalan yang jika
dinyatakan dalam viskositas kinetic besarnya 20-1000mm2/detik.
Sinonim
:α-(trimetilsilsil)-ω-metilpolioksi dimetilsililena
36
Pemerian
: larutan jernih, tidak berwarna dan tidak berbau.
Kelarutan
: Tidak larut dalam air, dalam methanol, dalam
etanol dan dalam aseton, sangat sukar larut
dalam isopropanol, larut dalam hidrokarbon
terklorinasi, benzena, toulena, xilena, eter dan
heksana.
Kegunaan
: Sebagai antibusa dan untuk perawatan kulit
oklusif, pelindung(protectant) kulit
d. Trietanolamin (TEA) (DepKes RI. 1979, Wade A, Weller PJ, 1993)
Trietanolamin adalah campuran dari trietanolamin, dietanolamin dan
monoetanolamin, mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari
107,4% dihitung terhadap zat anhidrat sebagai trietanolamin.
Sinonim
Pemerian
: Trietilamin; trihidroksitrietilamin.
: Cairan kental, tidak berwarna, hingga kuning
pucat, bau lemah mirip amoniak, higroskopis.
Rumus molekul
: C6H15NO3
Bobot molekul
: 149,19
Kelarutan
: Mudah larut dalam air dan etanol (95%)P,
Larut dalam kloroform P.
Kegunaaan
: Pengemulsi, zat alkali.
e. Metil paraben (DepKes RI. 1979, Wade A, Weller PJ, 1993)
Sinonim
: Nipagin; asam 4-hidroksibenzoat metil ester;
p-hidroksibenzoat; metil parahidroksi benzoat.
37
Pemerian
: Serbuk hablur halus, putih, hampir tidak
berbau, tidak mempunyai rasa, kemudian agak
membakar diikuti rasa tebal.
Rumus molekul
: C8H8O3
Bobot molekul
: 152,15
Kelarutan
: Sukar larut dalam air, dalam benzena dan
dalam tetraklorida, mudah larut dalam etanol
dan dalam eter.
Kegunaan
: Pengawet antimikroba
f. Propil paraben (DepKes RI. 1979, Wade A, Weller PJ, 1993)
Sinonim
: Nipasol; asam 4-hidroksibenzoat propel
ester; p-hidroksibenzoat; propel
parahidroksibenzoat
Pemerian
: Serbuk hablur putih, tidak berbau dan tidak
berasa
Rumus molekul
: C10H2O3
Bobot molekul
: 180,20
Kelarutan
: Sangat sukar larut dalam air, larut dalam
etanol P dan aseton P, mudah larut dalam
alkali hidroksida.
Kegunaan
: Pengawet antimikroba
g. Butil Hidroksi Toulena (BHT) (Wade A, Weller PJ, 1993)
Sinonim
: Sustane; Topanol; Vianol; Impruvol
38
Pemerian
: Kristal padat atau serbuk putih atau kuning
Pucat dengan bau khas lemah.
Rumus molekul
: C15H24O
Kelarutan
: Praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilenglikol,
larut dalam alkali hidroksida dan larutan asam mineral,
sangat mudah larut dalam aseton, benzena, etanol (96%),
eter, metanol, toulena, dan paraffin cair.
Kegunaan
: Antioksidan
h. Gliserin (DepKes RI. 1979, Wade A, Weller PJ, 1993)
Pemerian
: cairan seperti cairan sirup, jerni tidak
berwarna, tidak berbau, manis diikuti rasa
hangat
Rumus molekul
: C3H8O3
Bobot molekul
: 92.10
Kelarutan
: Dapat bercampur dengan air, etanol (95%) p, kloroform
p, eter p
Kegunaan
: Sebagai antimikroba, pelarut, pemanis, humectant,
plastizer, emollient.
i. Paraffin liquid (DepKes RI, 1979)
Pemerian
: cairan kental tidak berwarna, tembus cahaya, tidak
berbau, tidak berasa; agar berminyak.
Kelarutan
: tidak larut dalam air dan dalam etanol, mudah larut
dalam chloroform, dalam eter, dalam minyak
39
menguap, dalam hampir semua minyak lemak
hangat, sukar larut dalam etanol mutlak.
Kegunaan
: sebagai emollient pada emulsi minyak dalam air.
konsentrasi yang biasa digunakan pada sediaan
emulsi topical 1-32%.
j. Vaselinum album (DepKes RI, 1979)
Pemerian
: massa lunak, lengket, bening, putih; sifat ini tetap setelah zat
dileburkan dan dibiarkan hingga dingin tanpa diaduk
Kelarutan
: praktis tidak larut dalam air dan etanol (95%)p, larut dalam
kloroform p, eter p dan eter minyak tanah p.
Kegunaan
: sebagai emollient
k. Isopropyl Miristate (Wade A, Weller PJ, 1993)
Pemerian
: berupa cairan tidak berwarna, praktis tidak berbau dan tidak
berasa
Rumus Molekul : C17H34O2
Bobot Molekul
: 270.51
Kelarutan
: larut dalam aseton, kloroform, etanol, etil asetat, lemak,
toluene. Praktis tidak larut dalam air, glycerin
Kegunaan
: emulsifying agent
i. Lanolin (DepKes RI, 1979)
Pemerian
: serupa lemak, liat, l