Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.)

(1)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

EFEKTIFITAS BEBERAPA JENIS INSEKTISIDA TERHADAP

NYAMUK Aedes aegypti (L.)

TESIS

Oleh

ODENTARA SEMBIRING

077031006/MKLI

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA


(2)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

EFEKTIFITAS BEBERAPA JENIS INSEKTISIDA TERHADAP

NYAMUK Aedes aegypti (L.)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan dalam Program Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

ODENTARA SEMBIRING

077031006/MKLI

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

Judul Tesis : EFEKTIFITAS BEBERAPA JENIS INSEKTISIDA TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti (L.)

Nama Mahasiswa : Odentara Sembiring Nomor Pokok : 077031006

Program Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS Ketua

) (Ir. Indra Chahaya S, M.Si Anggota

)

Ketua Program Studi

(Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS

Direktur

) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)


(4)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. Telah diuji pada

Tanggal : 16 Juni 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS Anggota : 1. Ir. Indra Chahaya S, M.Si

2. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS 3. Ir. Evi Naria, M.Kes


(5)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

PERNYATAAN

EFEKTIFITAS BEBERAPA JENIS INSEKTISIDA

TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti (L.)

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2009

ODENTARA SEMBIRING 077031006/MKLI


(6)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. ABSTRAK

Aedes aegypti merupakan salah satu vector demam berdarah dengue (DBD) di

Indonesia, khususnya di Kota Medan. Salah satu metode pengendalian DBD adalah dengan menggunakan insektisida.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas insektisida Malathion, Lamda sihalotrin, Sipermetrin dan Zeta sipermetrin. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap non faktorial dengan 5 kali ulangan.

Data yang diperoleh menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan, maka dilanjutkan dengan uji Anova (p : 0,05).

Sampel nyamuk diambil dari hasil kolonisasi di Laboratorium Insektarium Politeknik Kesehatan Medan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Malathion mampu membunuh 100% nyamuk Aedes aegypti dalam waktu satu jam setelah perlakuan. Sementara itu insektisida Lamdasihalotrin, Sipermetrin dan Zeta sipermetrin mampu membunuh nyamuk Aedes aegypti 100% setelah 3 jam aplikasi.


(7)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. ABSTRACT

Aedes aegypti in a vector of Dengue Hemorrhage Fever in Indonesia expecially in Medan. On of the controlling methods is using insecticide.

The objective of this study is to know the effectiveness of Malathion, Lamdasihalotrine, Sipermetrine and Zeta Sipermetrine.

This trial was arranged by using a non factorial completely randomized design with 5 replications.

When are date existed a significant difference, it be continued by ANOVA (p : 0,05), the masquitoes were taken from masbreed in Insectarium of Politeknik Kesehatan Medan.

The result showed that Malathion could kill 100% in one hour after aplication. Mean while, Lamdasihalotrine, Sipermetrine and Zeta Sipermetrine could kill 100% during three hours after application.


(8)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Magister pada Program Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, bimbingan dan saran dalam penyusunan tesis ini.

Ir. Indra Chahaya S, MSi, sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan, saran, bantuan dan senantiasa memberi motivasi dalam penyelesaian tesis ini.

Ketua Program Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri, Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS, dan sebagai Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan masukan dan saran untuk penyempurnaan penulisan tesis ini.

Ir. Evi Naria, MSi, selaku Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan masukan dan saran untuk perbaikan serta penyempurnaan penulisan tesis ini.


(9)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H. Sp.A (K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister.

Direktur Sekolah Pascasarjana USU yang dijabat oleh Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc, atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri Universitas Sumatera Utara.

Kepala Poltekkes Medan yang telah memberikan izin tempat penelitian di Laboratorium Insektarium Politeknik Kesehatan Jurusan Analis Kesehatan Medan.

Bapak Ir. Mbue Kata Bangun, MS, Ibu Basyariah Hutabarat SKM, M.Kes, Abang Terang Uli Sembiring, Ssi, M.Si, Adinda Rohadi dan Hendrik Budiono, yang telah banyak membantu dalam rangka penelitian dan penyelesaian tesis ini.

Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara angkatan 2007-2008 yang banyak memberi bantuan pada penulis selama mengikuti pendidikan.

Istri tercinta, Rinawati br Sinuhaji dan anak-anak terkasih Andri Fordi Sembiring, Alfred Peber Dwiki Sembiring, Ario Agantha Sembiring dan Agatha Marshel Sembiring atas pengertian, doa, dukungan dan semangat yang diberikan selama mengikuti pendidikan.

Medan, Mei 2009


(10)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. RIWAYAT HIDUP

A. IDENTITAS

1. Nama : Odentara Sembiring

2. Jenis Kelamin : Laki-laki

3. Agama : Kristen Protestan

4. Tempat/Tanggal Lahir : Perbesi/Kab. Karo, 10 Pebruari 1962

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD Negeri Perbesi Kec. T. Binanga tahun 1969-1974 2. SMP Negeri Tigabinanga tahun 1975-1977 3. SMA Bersubsidi Dwi Warna Medan tahun 1978-1981 4. SPPH Dep.Kes. RI Medan tahun 1981-1982 5. Fakultas Sastra USU Jurusan B. Jepang tahun 1983-1987 6. APK Binalita Sudama Medan tahun 1989-1992 7. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU tahun 1997-1999 8. Program Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri


(11)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. C. RIWAYAT PEKERJAAN

1. Staf Seksi Sanitasi pada Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Medan dari tahun 1984 s/d 1994.

2. Staf Sub Dinas P2P Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, dari tahun 1995 s/d 2002.

3. Staf Sub Dinas P2P Dinas Kesehatan Kota Medan, dari tahun 2003 s/d sekarang.


(12)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ...

ABSTRACT ... KATA PENGANTAR ... RIWAYAT HIDUP ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ...

i ii iii v vii x xi xii BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. 1.2. 1.3. 1.4.

Latar Belakang ... Perumusan Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ...

1 5 6 6 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1.

2.2.

Demam Berdarah Dengue (DBD)... 2.1.1. Pengertian ………... 2.1.2. Mekanisme Penularan DBD ... Nyamuk Aedes aegypti... 2.2.1. Morfologi Nyamuk A.aegypti... 2.2.2. Daur Hidup Nyamuk A.aegypti... 2.2.3. Perilaku Nyamuk A.aegypti...

7 7 7 8 8 9 10 2.3. Pengendalian Vektor... 10 2.3.1

2.3.2 2.3.3 2.3.4

Secara Kimia ... Secara Biologi ... Secara Fisik. ... Secara Manajemen Lingkungan...

11 12 12 12 2.4. Insektisida ...

2.4.1. Pengertian Insektisida... 2.4.2. Jenis-Jenis Insektisida...

13 13 14 2.5. 2.6. 2.7.

Cara Masuk Insektisida kedalam Tubuh Serangga... 2.5.1. Racun Lambung atau Racun Perut ... 2.5.2. Racun Kontak ... 2.5.3. Racun Pernapasan ... Cara Kerja Insektisida dalam Tubuh Serangga... Penyemprotan Insektisida ... 2.7.1. Ukuran Droplet Alat Fogging...

21 21 22 22 23 23 24


(13)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

2.8. 2.9. 2.10

2.7.2. Flow Rate ... 2.7.3. Konsentrasi Insektisida ... 2.7.4. Arah dan Kecepatan Angin ... 2.7.5. Suhu ... 2.7.6. Waktu Aplikasi ... Dampak Insektisida terhadap Lingkungan... Kerangka Konsep ... Hipotesis ... 24 25 25 25 26 28 29 29 BAB 3. METODE PENELITIAN... 30

3.1. Jenis Penelitian... 30

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 30

3.2.2. Waktu Penelitian ... 31

3.3. 3.4. 3.5. Objek Penelitian ... 3.3.1. Populasi... 3.3.2. Sampel... Metode Pengumpulan Data ... 3.4.1. Data Primer... 3.4.2. Data Sekunder... Analisis Data ... 31 31 31 31 31 32 32 3.6. Variabel dan Definisi Operasional... 3.6.1 Variabel yang Diteliti ... 3.6.2 Definisi Operasional ... 33 33 33 3.7. Bahan dan Alat Penelitian... 3.7.1 Bahan Penelitian ... 3.7.2 Alat Penelitian ... 34 34 34 3.8. Cara Kerja ... 3.8.1 Persiapan Bahan Penelitian... 3.8.2 Pelaksanaan Penelitian ... 35 35 35 BAB 4. HASIL PENELITIAN... 38

4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5. 4.6.

Pengaruh Perlakuan Insektisida terhadap Nyamuk A.aegypti Hasil Pengamatan Waktu 1 Jam... 4.2.1. Hasil Uji Anova 1 Jam ... ... Hasil Pengamatan Waktu 2 Jam ... 4.3.1. Hasil Uji Anova 2 Jam ... Hasil Pengamatan Waktu 3 Jam ... Suhu Ruangan Penelitian ... Kelembaban Ruangan Penelitian ...

38 38 39 41 42 45 47 47


(14)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

6.1. Kesimpulan... 54

6.2. Saran... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

BAB 5. PEMBAHASAN ... 48 5.1.

5.2. 5.3.

Pengaruh Perlakuan Insektisida terhadap Nyamuk A.aegypti.... Suhu Ruangan Penelitian... Kelembaban Ruangan Penelitian...

48 52 52


(15)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Ukuran Diameter Nozzle dan Output Insektisida ... 26 3.1. Rancangan Acak Lengkap ... 33 4.1. Persentase Hasil Transformasi Mortalitas Nyamuk A.aegypti Pada Empat

Perlakuan dengan Lima Kali Ulangan pada Waktu 1 Jam (60 Menit)

Pengamatan... 38 4.2. Hasil Uji Anova Mortalitas Nyamuk A.aegypti Pasca Pengamatan Waktu

Jam... 41 4.3. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil terhadap Mortalitas Nyamuk A.aegypti

Pasca Perlakuan Waktu 1 Jam ... 40 4.4. Persentase Hasil Transformasi Mortalitas Nyamuk A.aegypti pada Empat

Perlakuan dengan Lima Kali Ulangan pada Waktu 2 Jam (120 Menit)

Pengamatan... 42 4.5. Hasil Uji Anova Mortalitas Nyamuk A.aegypti Pasca Pengamatan

Waktu 2 Jam ... 43 4.6. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil terhadap Mortalitas Nyamuk A.aegypti

Pasca Perlakuan Waktu 2 Jam... 44 4.7. Persentase Mortalitas Nyamuk A.aegypti pada Empat Perlakuan dengan


(16)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(17)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Pengujian Statistik Pasca Perlakuan 1 Jam ... .... 59

2. Pengujian Statistik Pasca Perlakuan 2 Jam ... 63

3. Mortalitas Nyamuk A.aegypti pada waktu 1 jam, 2 jam dan 3 jam... 67

4. Izin Penelitian dari Sekolah Pascasarjana ... 69

5. Dokumentasi Penelitian ... 70


(18)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Wabah demam berdarah pertama di dunia terjadi pada tahun 1780, serentak terjadi bersamaan di Afrika, Amerika Utara dan Asia. Di Asia Tenggara wabah pertama terjadi pada tahun 1950 di Filipina. Di Indonesia penyakit demam berdarah dengue pertama ditemukan di Surabaya dan Jakarta pada tahun 1968. Namun, konfirmasi virologis baru didapatkan pada tahun 1972 (Hartinah, 2006).

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang bersifat sebagai vektor adalah nyamuk A.aegypti. Penyakit DBD hingga saat ini masih merupakan masalah dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Dampak sosial yang terjadi antara lain karena menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga dan berkurangnya usia harapan hidup penduduk. Sedangkan dampak ekonomi yang dirasakan secara langsung adalah pengeluaran biaya pengobatan bagi penderita DBD itu sendiri, (Depkes, 2003).

Sejak pertama kali DBD ditemukan di Indonesia pada tahun 1968, hingga saat ini kasus masih menunjukkan kecenderungan meningkat, baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi kejadian luar biasa (KLB) setiap tahun.


(19)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

Meningkatnya kasus DBD dan semakin luasnya wilayah penyebarannya, disebabkan karena: a) sarana transportasi penduduk yang baik dan lancar, b) pembukaan daerah pemukiman baru, c) perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk kurang, d) adanya empat sel tipe virus yang bersikulasi sepanjang tahun dan e) terdapatnya vektor sebagai penular penyakit A.aegypti (Kristina, 2004).

Nyamuk A.aegypti di Asia Tenggara, merupakan vektor demam berdarah, sedangkan spesies lain seperti A.albopictus diduga berperan juga sebagai vektor DBD di daerah pedesaan (WHO, 2003).

KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) sebesar 35,19 per 100.000 penduduk dan nilai Case Fatality Rate (CFR) sebesar 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17. Status IR dan CFR semakin menurun pada tahun-tahun berikutnya. Namun, pada tahun 2003 kembali terjadi lonjakan (Adimidjaja, 2007).

Di Propinsi Sumatera Utara daerah yang endemis DBD ada 10 Kab/Kota, daerah sporadis 9 Kabupaten dan daerah bebas/potensial ada 4 Kabupaten. Kasus DBD tahun 2005 sebesar 3657 dengan angka kematian 66 (CFR 1,80%), tahun 2006 jumlah kasus 2131 kematian 34 (CFR 1,59 %), dan tahun 2007 jumlah kasus 4195 kematian 36 (CFR 0,85%) (Din.Kes PropSu, 2007).

Kota Medan adalah salah satu daerah endemis DBD dan merupakan kasus DBD tertinggi di Sumatera Utara, dimana pada tahun 2005 terdapat kasus DBD sebanyak 1960 dengan kematian 24 (CFR 1,22%), tahun 2006 kasus sebanyak 1378


(20)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

kematian 21 (CFR 1,52%) dan pada tahun 2007 sebanyak 1677 dengan kematian 16 (CFR 0,95%) (Din.Kes.Kota Medan, 2007).

Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi untuk mengatasi masalah DBD. Pada awalnya strategi yang digunakan yaitu memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan/fogging. Namun, strategi ini kemudian diperluas dengan menggunakan larvasida seperti abate yang ditaburkan ke tempat penampungan air yang sulit dibersihkan, baik metode fogging maupun metode larvasida, belum memperlihatkan hasil yang memuaskan (Kristina, 2004).

Sampai saat ini obat untuk pengobatan DBD maupun vaksin untuk mencegahnya belum ditemukan dan pengendalian vektor merupakan satu-satunya cara untuk memutus rantai penularannya. Upaya penanggulangan DBD telah dilakukan dengan fogging focus, fogging sebelum musim penularan, abatisasi massal dan abatisasi selektif serta pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan melibatkan seluruh potensi masyarakat (Hasanuddin, 2005).

Berdasarkan hal tersebut, maka pengendalian vektor DBD yang efisien dan efektif adalah memutuskan rantai penularan dengan membunuh vektornya dengan berbagai cara yaitu dapat secara mekanis, yaitu membunuh langsung nyamuk, dapat secara biologis, misalnya dengan memasukkan ikan pemakan jentik nyamuk ke dalam tempat perindukannya, dapat juga dengan menggunakan insektisida. Insektisida ini ada yang ditaburkan di air dan ada yang diasapkan ke udara sebagai kabut untuk membunuh nyamuk dewasa, karena lebih efektif, cepat dan mudah pemakaiannya (Hadi, 2006).


(21)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

Insektisida merupakan golongan pestisida terbesar yang digunakan dalam program pemberantasan hama dan vektor penyakit serta berbagai jenis serangga pengganggu yang sering didapatkan di dalam dan sekitar rumah.

Malathion merupakan salah satu insektisida yang digunakan untuk memberantas vektor DBD sampai sekarang. Namun, penggunaan satu jenis insektisida dalam waktu lama atau dipakai secara terus menerus dapat menimbulkan kekebalan nyamuk sasaran. Di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah dilaporkan telah terjadi kekebalan nyamuk terhadap insektisida. Di Kuala Lumpur Malaysia dilaporkan oleh Lee, telah terjadi resistensi A.aegypti terhadap insektisida malathion, oleh sebab itu perlu dicari insektisida alternatif yang efektif terhadap nyamuk vektor DBD (Lee, 1984).

Departemen Kesehatan telah menggunakan insektisida malathion sejak tahun 1972 dan lamdasihalotrin (Icon 25 EC) digunakan sejak tahun 1991 untuk program pemberantasan nyamuk vektor penyakit DBD. Insektisida dengan bahan aktif sipermetrin (Seruni 100 EC) dan zeta sipermetrin (Mustang 25 EC) belum pernah digunakan dalam program pemberantasan DBD oleh Dinas Kesehatan Kota Medan, namun insektisida zeta sipermetrin telah digunakan oleh perusahaan pest control dalam pemberantasan lalat, kecoa dan nyamuk.

Insektisida malathion, lamdasihalotrin, sipermetrin dan zeta sipermetrin perlu diteliti agar diketahui jenis insektisida mana yang paling efektif dalam pengendalian vektor nyamuk A.aegypti (Akhid, 2005).


(22)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. 1.2. Perumusan Masalah

Pemberantasan DBD mutlak dilakukan mengingat tingginya kasus DBD setiap tahunnya di Kota Medan, seperti pada tahun 2006 kasus DBD sebanyak 2131 orang dengan kematian sebanyak 34 orang dan pada tahun 2007 jumlah kasus DBD sebanyak 4195 orang dengan kematian sebanyak 36 orang dan tahun 2008 jumlah kasus DBD sebanyak 1703 orang dengan kematian 17 orang. Seiring dengan hal tersebut Kota Medan yang juga merupakan salah satu daerah endemis DBD di Sumatera Utara dan juga sebagai pusat kegiatan masyarakat yang memungkinkan adanya kecenderungan peningkatan jumlah kasus dan jumlah kematian akibat demam berdarah dengue.

Penanggulangan DBD yang dapat dilakukan sampai saat ini ialah dengan memberantas nyamuk penularnya, yaitu A.aegypti di mana vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia, maka penyemprotan dengan menggunakan beberapa jenis insektisida sangat dibutuhkan dalam rangka membatasi penyebaran penyakit tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah efektifitas insektisida malathion, lamdasihalotrin, sipermetrin dan zeta sipermetrin dalam mengendalikan nyamuk A.aegypti.?


(23)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. 1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas insektisida malathion, lamdasihalotrin, sipermetrin dan zeta sipermetrin terhadap mortalitas nyamuk A.aegypti.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang efektifitas beberapa jenis insektisida terhadap A. aegypti.

2. Dapat menjadi bahan informasi bagi peneliti selanjutnya.

3. Dapat sebagai bahan masukan bagi para pengambil kebijakan di Dinas Kesehatan Kota Medan dalam program pemberantasan DBD.


(24)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.1.1. Pengertian

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang ditandai dengan a) demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, yang berlangsung terus-menerus selama 2 – 7 hari, b) manifestasi perdarahan termasuk uji Tourniquet (Rumple Leede) positif, c) trombositopeni (jumlah trombosit < 100.000/ml, d) hemokonsentrasi (peningkatan hematrokit > 20%, dan e) disertai dengan atau tanpa pembesaran hati (WHO, 2003).

2.1.2. Mekanisme Penularan DBD

Penderita DBD bila digigit nyamuk A.aegypti, maka virus yang ada di dalam darahnya akan ikut terisap masuk kedalam lambung nyamuk, kemudian virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk pada kelenjar liurnya. Kira-kira satu minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan penyakit kepada orang lain. Virus dengue tersebut tetap berada pada tubuh nyamuk dan merupakan penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit dan belum mengisap darah nyamuk akan mengeluarkan kelenjar liur melalui probosis, agar darah yang diisap tidak membeku. Kemudian bersama air liur ini virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain.


(25)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. 2.2. Nyamuk Aedes aegypti

Taksonomi nyamuk A. aegypti adalah sebagai berikut: Filum : Artropoda

Kelas : Hexapoda/Insecta Subklas : Pterygota

Ordo : Diptera Familia : Culicidae Subfamilia : Culicinae Genus : Aedes

Spesies : A.aegypti (Crosskey, 1993)

2.2.1. Morfologi Nyamuk A.aegypti

1. Nyamuk dewasa

Nyamuk A.aegypti dewasa berukuran lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan dan setiap bulu kaki. Perbedaan morfologi antara nyamuk A.aegypti yang betina dengan jantan terletak pada perbedaan morfologi antenanya. A.aegypti betina memiliki antena berbulu jarang, sedangkan yang jantan memiliki antena berbulu lebat.

2. Kepompong (pupa)

Kepompong (pupa) A.aegypti berbentuk seperti koma, berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk lain. Bentuk kepompong (pupa) lebih besar namun lebih ramping bila dibandingkan dengan jentiknya.


(26)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. 3. Jentik (larva)

Larva di dalam pertumbuhannya mengalami empat tingkatan (instar), dan lamanya setiap instar berkisar 2 hari serta ukuran setiap instar berbeda yaitu: instar satu berukuran paling kecil 1 – 2 mm, instar dua berukuran 2,5 – 3,8 mm, instar tiga lebih besar sedikit dari larva instar dua yaitu 4.0 mm dan instar empat berukuran paling besar 5,0 mm.

4. Telur

Telur A.aegypti berwarna hitam dengan ukuran 0,8 mm, berbentuk oval mempunyai katup pada salah satu ujung dan bersifat ticnotatic yaitu menempel pada dinding tempat penampungan air atau kadang-kadang mengapung satu-satu pada permukaan air. Telur dapat bertahan sampai 6 bulan di tempat kering (Dep.Kes,2005).

2.2.2. Daur Hidup Nyamuk A.aegypti

Nyamuk A.aegypti mengalami metamorfosa sempurna, yaitu dari bentuk telur, jentik, kepompong dan nyamuk dewasa. Stadium telur, jentik, dan kepompong hidup di dalam air (aquatik), sedangkan nyamuk hidup secara teresterial (di udara bebas). Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu kira-kira 2 hari setelah telur terendam air. Nyamuk betina meletakkan telur di dinding wadah diatas permukaan air dalam keadaan menempel pada dinding perindukannya. Nyamuk betina setiap kali bertelur dapat mengeluarkan telurnya sebanyak 100 butir. Fase aquatik berlangsung selama 8 – 12 hari yaitu stadium jentik berlangsung 6 – 8 hari, dan stadium kepompong (pupa) berlangsung 2 – 4 hari. Pertumbuhan mulai dari


(27)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

telur sampai menjadi nyamuk dewasa berlangsung selama 10 – 14 hari. Umur nyamuk dapat mencapai 2 – 3 bulan.

2.2.3. Perilaku Nyamuk A.aegypti

Darah dibutuhkan nyamuk A.aegypti betina untuk keperluan hidupnya, sedangkan yang jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga. Nyamuk betina lebih menyukai darah manusia dari pada darah binatang (bersifat antropofilik). Darah dibutuhkan karena di dalam darah ada protein yang diperlukan untuk mematangkan telur yang telah dibuahi oleh sperma nyamuk jantan dan selama hidupnya nyamuk hanya kawin sekali. Nyamuk A.aegypti biasanya mencari mangsa pada siang hari, dengan aktifitas menggigit mulai pagi hingga petang dengan 2 puncak aktifitas yaitu antara pukul 8.00 – 10.00 pagi dan 16.00 – 18.00 sore. Nyamuk ini mempunyai kebiasaan menghisap darah berulang kali (multiple bites) dalam satu siklus

gonotropik untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Nyamuk yang telah

mengisap darah beristirahat di dalam atau di luar rumah yang agak gelap dan lembab yang berdekatan dengan tempat perkembang biakannya (Dep.Kes, 2005).

2.3. Pengendalian Vektor

Pengendalian vektor adalah upaya menurunkan faktor resiko penularan oleh vektor dengan meminimalkan habitat potensial perkembangbiakan vektor, menurunkan kepadatan dan umur vektor serta mengurangi kontak vektor dengan manusia. Ada beberapa cara pengendalian vektor DBD yaitu:


(28)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. 2.3.1. Secara Kimia

Pengendalian vektor cara kimia yaitu dengan menggunakan insektisida. Sasaran insektisida berupa stadium dewasa maupun stadium pra dewasa. Insektisida merupakan racun yang bersifat toksik, oleh sebab itu penggunaannya pun harus mempertimbangkan dampak lingkungan dan organisme yang bukan sasaran termasuk mamalia. Di dalam pelaksanaannya penentuan jenis insektisida, dosis dan metode aplikasi merupakan syarat yang penting untuk dipahami dalam kebijakan pengendalian vektor. Aplikasi insektisida yang berulang di satuan ekosistim akan menimbulkan terjadinya resistensi serangga sasaran. Pendapat itu juga di dukung oleh Kasumbogo (2005), beliau mengatakan bahwa ada beberapa variabel yang mempengaruhi tingkat resistensi nyamuk terhadap suatu pestisida. Variabel-variabel tersebut antara lain konsentrasi pestisida, frekuensi penyemprotan, dan luas penyemprotan. Fenomena resistensi itu, lanjutnya, dapat dijelaskan dengan teori evolusi yaitu ketika suatu lokasi dilakukan penyemprotan pestisida, nyamuk yang peka akan mati, sebaliknya yang tidak peka akan tetap melangsungkan hidupnya. Paparan pestisida yang terus menerus menyebabkan nyamuk beradaptasi sehingga jumlah nyamuk yang kebal bertambah banyak. Apalagi, nyamuk yang kebal tersebut dapat membawa sifat resistensinya ke keturunannya. Tak berhenti sampai disitu, nyamuk yang sudah kebal terhadap satu jenis pestisida tertentu akan terus mengembangkan diri agar bisa kebal terhadap jenis pestisida yang lain (Kasumbogo, 2004).


(29)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. 2.3.2. Secara Biologi

Pengendalian vektor secara biologi dilakukan dengan menggunakan agent biologi seperti: predator/pemangsa, parasit dan bakteri. Jenis predator yang digunakan yaitu ikan pemakan jentik seperti ikan guppy, cupang, tampalo dan ikan gabus. Agen biologi lain seperti Bacillus thuringiensis (BTI) digunakan sebagai pembunuh jentik nyamuk atau larvasida yang tidak mengganggu lingkungan. BTI mempunyai keunggulan yaitu dapat menghancurkan jentik nyamuk tanpa menyerang predator. Juga formula BTI cenderung cepat mengendap didasar wadah, karena itu dianjurkan pemakaiannya berulang kali.

2.3.3. Secara Fisik

Cara ini dikenal dengan 3 M yaitu menguras bak mandi, bak wc, menutup tempat penampungan air rumah tangga seperti tempayan, drum dan lain-lain, serta mengubur, menyingkirkan atau memusnahkan barang-barang bekas seperti kaleng, ban, botol plastik dan lain-lain. Pengurasan tempat-tempat penampungan air perlu dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembang biak pada tempat-tempat tersebut.

2.3.4. Secara Manajemen Lingkungan

Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan, sehingga tidak kondusif sebagai habitat perkembangbiakan nyamuk seperti menguras, menutup dan mengubur serta diikuti dengan memelihara ikan predator dan menabur larvasida, di samping melakukan penghambatan dalam pertumbuhan vektor seperti menjaga


(30)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

kebersihan lingkungan rumah serta mengurangi tempat-tempat yang gelap dan lembab di lingkungan tempat tinggal.

Lingkungan fisik seperti tipe pemukiman, sarana prasarana penyediaan air, vegetasi dan musim sangat berpengaruh pada tersedianya habitat perkembangbiakan nyamuk A.aegypti sebagai nyamuk pemukiman yang mempunyai habitat utama di kontainer buatan di daerah lingkungan pemukiman.

2.4. Insektisida

2.4.1. Pengertian Insektisida

Insektisida berasal dari kata insect, yang berarti serangga sedangkan cide berarti membunuh. Dengan kata lain pengertian insektisida secara luas adalah semua bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk membunuh, mengendalikan, mencegah, menolak atau mengurangi serangga (Hadi, 2006).

2.4.2. Jenis-Jenis Insektisida

Ada bermacam-macam golongan insektisida yang berasal dari bahan sintetik yaitu golongan Organofosfat, Organoklorin, Karbamat dan Sintetik Piretroid.

1. Organofosfat

Organofosfat (OP) adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada manusia. Termakan hanya dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan lebih dari beberapa mg untuk dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa. Organofosfat


(31)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya (Darmono, 2003).

Organofosfat merupakan insektisida yang mengandung fosfat dalam susunan kimianya (Magallona, 1980). Awal penemuan insektisida ini terjadi pada masa perang dunia II dalam rangka penelitian ”gas saraf” untuk kepenting perang. Malathion termasuk golongan organofosfat yang banyak digunakan dalam program pengendalian serangga.

Ciri khas malathion adalah mempunyai kemampuan melumpuhkan serangga dengan cepat, toksisitasnya terhadap mamalia relatif rendah, dan terhadap vertebrata kurang stabil, korosif, berbau, dan memiliki rantai karbon yang pendek. Juga bekerja sebagai racun perut, sebagai racun kontak (contact poison) dan racun inhasi. Insektisida organofosfat merupakan racu sara yang bekerja dengan cara menghambat kolinestrase (ChE) yang mengakibatkan serangga sasaran mengalami kelumpuhan dan akhirnya mati (Djojosumarto, 2008).

Adapun insektisida yang memiliki zat aktif malathion antara lain fumithion, gitanthion, drexelthion, rider dan sinothion (Deptan, 2008). Malathion adalah bahan teknis pestisida yang dapat diemulsikan untuk mengendalikan nyamuk A.aegypti, nyamuk culex quin quefasciatus dan nyamuk anopheles sp di dalam dan di luar ruangan. Malathion termasuk golongan organofosfat parasimpatomimetik, yang berarti berikatan irreversibel dengan enzim kolinesterase pada sistem saraf serangga. Akibatnya, otot tubuh serangga mengalami kejang, kemudian lumpuh, dan akhirnya mati. Malathion digunakan dengan cara pengasapan (Kasumbogo, 2004).


(32)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. Adapun spesifikasi Malathion adalah sebagai berikut:

Nama Dagang : Malathion

Golongan : Organo fosfat

Rumus Molekul : C10 H19 06 P S2

Kandungan bahan aktif : Malathion 95 % Dosis aplikasi : 50 ml/liter solar

No.Reg.Komisi Pestisida : RI. – 1246/ I – 2002/ T Sifat Fisik : Cairan Jernih

Warna : Kecoklatan

Aplikasi : Thermal Fogging, Cold Fogging Serangga Sasaran : Aedes, Culex sp, Anopheles sp

2. Organoklorin

Organoklorin atau disebut “Chlorinated hydrocarbon” terdiri dari beberapa kelompok yang diklasifikasi menurut bentuk kimianya. Yang paling populer dan pertama kali disintesis adalah “Dichloro-diphenyl-trichloroethan” atau disebut DDT.

Mekanisme toksisitas dari DDT masih dalam perdebatan, walaupun komponen kimia ini sudah disintesis sejak tahun 1874. Tetapi pada dasarnya pengaruh toksiknya terfokus pada neurotoksin dan pada otak. Di lain pihak bila terjadi efek keracunan perubahan patologiknya tidaklah nyata.

Bila seseorang menelan DDT sekitar 10 mg akan dapat menyebabkan keracunan, hal tersebut terjadi dalam waktu beberapa jam. DDT dihentikan penggunaannya sejak tahun 1972.


(33)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. 3. Karbamat

Insektisida dari golongan karbamat adalah racun saraf yang bekerja dengan cara menghambat kolinesterase (ChE). Jika pada organofosfat hambatan tersebut bersifat irreversible (tidak bisa dipulihkan), pada karbamat hambatan tersebut bersifat

reversible (bisa dipulihkan). Insektisida dari kelompok karbamat relatif mudah terurai

di lingkungan (tidak persisten) dan tidak terakumulasi oleh jaringan lemak (Djojosumarto, 2008).

Insektisida ini biasanya daya toksisitasnya rendah terhadap mamalia dibandingkan dengan organofosfat, tetapi sangat efektif untuk membunuh serangga. Pengaruh karbamat terhadap enzim tidak berlangsung lama karena prosesnya berlangsung secara cepat, gejala keracunan karbamat umumnya berlangsung dalam waktu singkat dan dapat segera normal kembali. Insektisida ini dapat bertahan di dalam tubuh antara 1 – 24 jam dan diekskresikan secara cepat dari dalam tubuh. Pada serangga, target keracunan oleh karbamat adalah pada ganglion system saraf pusat. Sejauh ini belum terdapat laporan mengenai adanya insektisida karbamat yang bersifat karsinogenik (Tarumingkeng, 1992).

4. Sintetik Piretroid

Insektisida dari kelompok piretroid merupakan insektisida sintetik yang merupakan tiruan atau analog dari piretrum. Efikasi biologis piretroid bervariasi, tergantung pada bahan aktif masing-masing. Kebanyakan piretroid yang memiliki efek sebagai racun kontak yang sangat kuat. Insektisida piretroid merupakan racun


(34)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

yang mempengaruhi saraf serangga (racun saraf) dengan berbagai macam cara kerja pada susunan saraf sentral (Djojosumarto, 2008).

Piretroid adalah racun saraf yang bekerja dengan cepat dan menimbulkan paralisis yang bersifat sementara. Efek piretroid sama dengan DDT tetapi piretroid memiliki efek tidak persisten. Generasi pertama piretroid adalah alletrin bersifat stabil dan persisten yang cukup efektif untuk membunuh lalat rumah dan nyamuk. Piretroid yang lain adalah flucythrinate, decametrin, sipermetrin, lamdasihalotrin yang mempunyai spektrum luas (Subiyakto, 1991).

Ada beberapa bahan aktif yang berasal dari sintetik piretroid, yaitu: 1. Lamdasihalotrin

Lamdasihalotrin, merupakan racun kontak dan racun perut yang banyak dipergunakan untuk pengendalian serangga. Insektisida golongan ini seperti icon, kenanga, origin, dan procon yang tergolong racun dengan toksisitas rendah bila terpapar melalui kulit, tetapi sangat beracun bila terhirup. Insektisida golongan lamdasihalotrin, dilarutkan di dalam bahan pelarut bersama-sama dengan formulasi lainnya, menjadi formulasi murni, stabil, homogen, bebas dari endapan dan sebelum diaplikasikan berbentuk emulsi (Rozendall, 1997).

Icon adalah insektisida golongan sintetik piretroid terbaru yang mengandung bahan aktif 25 g/l lamdasihalotrin. Adapun kelebihan insektisida Icon adalah a) pada dosis rendah dapat mematikan berbagai serangga pengganggu kesehatan masyarakat, b) memiliki daya pengendalian yang lama, c) menghemat biaya pengendalian, d) mempunyai persistensi yang bagus pada berbagai macam permukaan, e) tidak


(35)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

berbau, f) tidak meninggalkan bekas pada permukaan yang disemprot, g) mudah menggunakannya, h) sangat cocok untuk mengatasi gangguan kecoa, nyamuk dan lalat di rumah dan di lingkungan tempat tinggal dan i) diterima oleh pemilik rumah (Syngenta, 2003).

Adapun spesifikasi Lamda Sihalotrin adalah sebagai berikut: Nama Dagang : Icon 25 EC

Bahan aktif : Lamda Sihalotrin Golongan : Sintetik Piretroid Rumus Molekul : C23 H19 CL F3 NO3

Kandungan bahan aktif : 25 gram per liter Dosis aplikasi : 8 ml / liter solar No.Reg.Komisi Pestisida : RI. 831/11-97/T Sifat Fisik : Cairan Emulsi

Warna : Kuning abu-abu

Aplikasi : Thermal Fogging

Serangga Sasaran : Nyamuk, kecoa, lalat 2. Sipermetrin

Sipermetrin merupakan racun kontak dan racun perut yang penggunaannya selain untuk pengendalian serangga juga untuk lahan pertanian. Penggunaan sipermetrin sangat populer karena efektifitasnya dan murah harganya. Di Indonesia sipermetrin digunakan untuk pengendalian serangga atau hama pemukiman seperti pengendalian nyamuk, lalat dan kecoa (Magallona, 1980).


(36)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

Struktur kimia sipermetrin menyerupai pyrethrum (racun pembasmi serangga alami yang terdapat pada bunga krisan), dengan daya racun yang tinggi secara biologi dan lebih stabil dibanding racun alami lainnya. Sipermetrin juga digunakan pada pencelupan kelambu berinsektisida untuk mencegah malaria. Insektisida yang terdaftar dengan bahan aktif sipermetrin antara lain cynoff, seruni, ciplus, cytrin, hit, baygon dan mortein (Deptan, 2008).

Seruni adalah insektisida racun kontak dan residual berbentuk pekatan yang dapat diemulsikan, untuk mengendalikan nyamuk A.aegypti di dalam dan di luar ruangan. Seruni merupakan insektisida golongan sintetik piretroid yang mengandung bahan aktif 100 gr/l sipermetrin.

Adapun kelebihan insektisida seruni adalah a) efektif mengendalikan nyamuk

A.aegypti, b) hemat, dosis aplikasi yang rendah, c) beraroma lembut dan relative

tidak berbahaya kepada operator, d) memiliki toksisitas rendah terhadap mamalia, e) murah diaplikasikan dengan cold fogging/pengkabutan dan thermal fogging/ pengasapan (Damar, 2005).

Adapun spesifikasi Sipermetrin adalah sebagai berikut: Nama Dagang : Seruni 100 EC

Bahan aktif : Sipermetrin Golongan : Sintetik Piretroid Rumus Molekul : C22 H19 CL2 NO3

Kandungan bahan aktif : 10% (100 gram per liter) Dosis aplikasi : 10 ml/liter solar


(37)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. No.Reg.Komisi Pestisida : RI. 1848/4-2003/T

Sifat Fisik : Cairan Emulsi

Warna : Kuning pucat

Aplikasi : Thermal Fogging

Serangga Sasaran : A. aegypti dan Culex sp 3. Zeta Sipermetrin

Zeta Sipermetrin merupakan insektisida piretroid hasil rekayasa teknologi tinggi yang ramah lingkungan. Salah satu insektisida tersebut adalah mustang 25 EC yang merupakan racun serangga yang bersifat kontak dan sangat efektif membunuh semut, kecoa, lalat dan nyamuk. Jika mustang kontak dengan serangga, zat aktif zeta sipermetrin segera terserap melalui kulit atau saluran pernafasan dan pencernaan serangga. Zat tersebut segera menyerang simpul-simpul syaraf, sehingga serangga akan segera mati.

Mustang mempunyai efek knock down dan melumpuhkan serangga dengan cepat. Ada beberapa kelebihan mustang yaitu: a) mempunyai efek residu lebih lama, sehingga dapat menjaga lebih lama area perlakuan dari investasi hama baru, b) mempunyai tekanan uap rendah sehingga bahaya terhirup oleh operator dan pemakai relatif rendah, c) mempunyai toksisitas rendah terhadap mamalia (Bina Kimia, 2001).

Adapun spesifikasi Zeta - Sipermetrin adalah sebagai berikut: Nama Dagang : Mustang 25 EC


(38)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. Golongan : Sintetik Piretroid

Rumus Molekul : C23 H19 CL2 NO3

Kandungan bahan aktif : 25 gram per liter Dosis aplikasi : 8 – 12 ml/liter solar No.Reg.Komisi Pestisida : RI. 1229/10-2001/T Sifat Fisik : Cairan Emulsi

Warna : Bening Kecoklat-coklatan Aplikasi : Fogging, ULV, Spraying Serangga Sasaran : Nyamuk, lalat, kecoa

2.5. Cara Masuk Insektisida Kedalam Tubuh Serangga

Insektisida digunakan untuk mengendalikan serangga dengan cara mengganggu proses penting dalam kehidupannya. Serangga dapat terpajan oleh insektisida dengan cara kontak langsung, termakan, melalui pernafasan. Insektisida sebagai racun kontak, racun perut atau racun pernafasan tergantung pada cara masuk (mode of entry) insektisida ke dalam tubuh serangga. Menurut cara masuknya insektisida kedalam tubuh serangga dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu: (Djojosumarto, 2008).

2.5.1. Racun Lambung atau Racun Perut

Racun lambung atau perut adalah insektisida yang membunuh serangga sasaran jika termakan serta masuk ke dalam organ pencernaannya. Selanjutnya insektisida tersebut diserap dinding saluran pencernaan makanan dan dibawa oleh


(39)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

cairan tubuh serangga kemudian ditranslokasikan ke tempat sasaran yang mematikan sesuai dengan jenis bahan aktif insektisida. Misalnya menuju ke susunan syaraf serangga, menuju ke organ-organ respirasi, meracuni sel-sel lambung dan sebagainya. Oleh karena itu, serangga harus memakan tanaman yang sudah disemprot insektisida yang mengandung residu dalam jumlah yang cukup untuk membunuh.

2.5.2. Racun Kontak

Racun kontak adalah insektisida yang masuk kedalam tubuh serangga sasaran melalui kulit (kutikula), celah/lubang alami pada tubuh atau langsung mengenai mulut si serangga. Serangga akan mati apabila bersinggungan langsung (kontak) dengan insektisida tersebut. Kebanyakan insektisida dari kelompok piretroid memiliki efek kontak yang sangat kuat, meskipun memiliki efek sebagai racun perut. Ada yang efek kontaknya sangat kuat dengan efek racun perut sebagai tambahan, ada pula efek racun perutnya lebih kuat daripada sifat kontaknya.

2.5.3. Racun Pernapasan

Racun pernafasan merupakan insektisida yang masuk atau bekerja lewat sistem pernapasan dalam bentuk partikel mikro yang melayang di udara. Serangga akan mati bila menghirup partikel mikro insektisida dalam jumlah yang cukup masuk kedalam sistem pernapasan serangga dan selanjutnya dtransportasikan ke tempat racun tersebut bekerja. Racun pernapasan adalah insektisida yang mematikan serangga karena mengganggu kerja organ pernapasan. Kebanyakan racun pernafasan berupa gas, asap, maupun uap dari insektisida cair.


(40)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. 2.6. Cara Kerja Insektisida dalam Tubuh Serangga

Cara kerja insektisida (mode of action) dalam tubuh serangga adalah cara insektisida memberikan pengaruh terhadap serangga berdasarkan aktifitas insektisida di dalam tubuh serangga, sehingga menimbulkan eksitasi (kegelisahan), konvulsi (kekejangan), paralisis (kelumpuhan) dan akhirnya mati (Deptan, 2008).

Cara kerja insektisida dibagi dalam 5 (lima) kelompok, yaitu: a) mempengaruhi sistem saraf, b) menghambat produksi energi, c) mempengaruhi sistem endokrin, d) menghambat produksi kutikula, dan e) menghambat keseimbangan air (Tarumingkeng, 1992).

2.7. Penyemprotan Insektisida

Penyemprotan ruangan adalah metoda aplikasi insektisida dengan cara memecah insektisida cair menjadi droplet-droplet yang sangat kecil (10 – 50 mikron), yang disemprotkan ke udara dan diharapkan droplet berada di udara dalam waktu yang cukup lama, sehingga kontak antara insektisida dengan serangga menjadi maksimal. Droplet-droplet kecil tersebut dihasilkan dengan melibatkan energi antara lain energi panas (thermal), seperti pada thermal fogger, energi mekanik seperti pada

cold fogger atau Ultra Low Volume dan energi gas seperti pada aerosol dalam tabung

(Hadi, 2006).

Pengendalian kimiawi secara massal pada suatu area pemukiman biasanya dilakukan dengan menggunakan alat semprot bertekanan, misalnya pada pengasapan (fogging). Fogging biasanya dilakukan bila di suatu daerah ditemukan kasus penyakit


(41)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

yang mematikan seperti demam berdarah dengue. Hal ini dilakukan untuk membunuh nyamuk dewasa yang diduga terinfeksi penyakit, dan memutuskan mata rantai penularan penyakit agar penyebaran tidak meluas. Fogging yang efektif biasanya dilakukan pada saat pagi maupun sore hari, saat angin tidak begitu kencang dan aktifitas nyamuk menggigit sedang memuncak (Hadi, 2006).

Insektisida yang digunakan dalam penyemprotan ruangan biasanya mempunyai efek kelumpuhan cepat dan bersifat non residual, sehingga penyemprotan harus dilakukan saat serangga sasaran dalam keadaan aktif. Untuk mendapat hasil yang maksimal di dalam ruangan biasanya disarankan untuk menutup ruangan dalam kurun waktu yang cukup sehingga kontak insektisida dengan serangga menjadi maksimal.

Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan penyemprotan insektisida antara lain:

2.7.1. Ukuran droplet Alat Fogging

Penyemprotan ruangan hanya efektif pada saat droplet berada di udara, sebab

droplet akan jatuh ke permukaan karena daya tarik bumi, bahkan dapat hilang ke

atmosfer pada aplikasi di luar ruangan. Ukuran yang cukup baik untuk besaran

droplet aplikasi < 100 milimikron, sebab droplet akan mudah melayang saat

penguapan (Dent, 2000). 2.7.2. Flow Rate

Flow rate adalah volume larutan yang dikeluarkan per satuan waktu, misalnya


(42)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

dihasilkan. Jadi harus dilakukan penyetelan flow rate sebelum penyemprotan berlangsung.

2.7.3. Konsentrasi Insektisida

Konsentrasi insektisida yang digunakan harus mengacu pada label, karena bila dosis yang digunakan tidak tepat akan menimbulkan kerugian, tidak hanya dari segi biaya dan efikasi pengendalian tetapi juga berpengaruh terhadap keamanan manusia itu sendiri serta lingkungan (Magallona, 1980).

2.7.4. Arah dan Kecepatan Angin

Dalam melakukan aplikasi arah angin harus diperhatikan. Kecepatan angin akan berpengaruh terhadap aplikasi di luar ruangan. Untuk aplikasi di luar ruangan insektisida space spray berkisar 1 – 4 m/detik atau sekitar 3,6 – 15 Km/jam. Angin diperlukan untuk membawa droplet masuk ke celah-celah bangunan, namun jika angin terlalu kencang maka droplet akan cepat hilang terbawa angin. Penyemprotan harus berjalan mundur melawan arah angin, sehingga droplet tidak mengenai penyemprot.

2.7.5. Suhu

Suhu adalah keadaan udara yang akan mempengaruhi penyemprotan. Penyemprotan di luar ruangan pada waktu tengah hari atau pada saat suhu tinggi akan sia-sia karena droplet akan menyebar keatas, bukan kesamping sehingga penyemprotan tidak maksimal. Oleh sebab itu penyemprotan sebaiknya dilakukan pada pagi hari atau sore hari.


(43)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. 2.7.6. Waktu Aplikasi

Waktu aplikasi harus disesuaikan dengan puncak aktifitas serangga, seperti nyamuk A.aegypti aktif mencari mangsa pada pagi hari sekitar pukul 8 – 10, dan sore hari sekitar pukul 16.00 – 18.00.

Menurut Departemen Kesehatan RI (1981) bahwa luaran (out put) insektisida (liter/jam) dengan aplikasi thermal fogging ditentukan oleh diameter nozzle seperti pada Tabel 1 di bawah ini:

Tabel 2.1. Ukuran Diameter Nozzle dan Output Insektisida (Dep.Kes.RI, 1981) No Ukuran Diameter Nozzle Output

1 0,8 mm 10 ltr/jam

2 0,9 mm 14 ltr/jam

3 1,0 mm 17 ltr/jam

4 1,1 mm 20 ltr/jam

5 1,2 mm 24 ltr/jam

6 1,4 mm 30 ltr/jam

Penyemprotan dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu: Thermal fog (pengasapan) dan cold fog (pengkabutan).

1. Thermal fog

Insektisida yang digunakan pada thermal fogging berbentuk cair dan biasanya dilarutkan dalam minyak, seperti solar atau minyak tanah. Formulasi larutan atau dosis aplikasi insektisida disesuaikan dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh produk penghasil insektisida tersebut.


(44)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

Kelebihan aplikasi thermal fog antara lain a) dampak psikologi orang melihat sesuatu telah dilakukan, b) mudah melihat asap yang dihasilkan, sehingga jangkauan penyebarannya dapat diamati, dan c) konsentrasi larutan rendah, sehingga relatif lebih aman dalam penanganan.

Sedangkan kekurangan aplikasi menggunakan thermal fog adalah a) berbau dan bercak minyak/licin, b) harganya mahal, c) dapat menimbulkan bahaya kebakaran, dan d) berbahaya bagi pengguna jalan raya.

2. Cold fog (Ultra Low Volume = ULV)

Penggunaan cold fog mirip dengan thermal fog, tetapi pelarut yang digunakan adalah air dan tidak menghasilkan kabut yang banyak seperti thermal fogging.

Droplet yang dihasilkan pada aplikasi ini tidak melibatkan panas, namun

menggunakan energi mekanik. Berbagai jenis aplikasi tersedia di industri maupun rumah tangga, baik yang sangat besar yang menggunakan kendaraan maupun secara dijinjing. Kelebihan cold fog adalah a) pengencer yang diperlukan rendah, b) bisa menggunakan air sebagai pengencer, c) efisien, karena volume yang diperlukan rendah, d) droplet yang dihasilkan hampir tak terlihat, sehingga tidak membahayakan arus lalu lintas, dan e) bahaya kebakaran kecil.

Kekurangan cold fog adalah a) penyebaran droplet tidak terlihat, b) konsentrasi larutan semprotnya lebih tinggi, sehingga perlu penanganan yang lebih hati-hati, dan c) diperlukan pengetahuan/kecakapan operator (Yamin, 2007).


(45)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. Dampak Insektisida terhadap Lingkungan

Insektisida adalah bahan yang digunakan untuk membunuh, mengendalikan, mencegah, menolak atau mengurangi serangga. Insektisida merupakan racun yang dapat mematikan jasad hidup, maka dalam penggunaannya harus lebih bersikap hati-hati. Insektisida yang digunakan dalam pengendalian vektor diaplikasikan dengan cara penyemprotan.

Namun, penyemprotan merupakan salah satu cara aplikasi yang sering menimbulkan masalah, baik bagi pengguna, maupun lingkungan. Insektisida tidak saja membawa dampak yang positif dalam pengendalian nyamuk A.aegypti, tapi juga membawa dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat

Dampak penggunaan insektisida bagi lingkungan dapat berupa a) Pencemaran lingkungan air, b) Pencemaran lingkungan tanah, c) Pencemaran lingkungan udara, d) Terbunuhnya organisme non target dan e) Resiko bagi orang, hewan, atau tumbuhan (Djojosumarto, 2008).


(46)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. Kerangka Konsep

Adapun alur kerangka konsep pemikiran penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan efektifitas insektisida malathion, lamdasihalotrin, sipermetrin dan zeta-sipermetrin, terhadap mortalitas nyamuk A.aegypti.

Jenis Insektisida - Malathion - Lamdasihalotrin - Sipermetrin - Zeta Sipermetrin

Efektifitas Insektisida (Mortalitas nyamuk A.aegypti)

Kelembapan S u h u


(47)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode quasi eksprimen dengan rancangan acak lengkap (Completely Randomize Design) guna mengetahui efektifitas beberapa jenis insektisida terhadap mortalitas nyamuk A.aegypti.

Objek penelitian adalah semua kelompok perlakuan nyamuk A. aegypti yang di kolonisasi di laboratorium dan nyamuk A.aegypti yang dijadikan sebagai perlakuan berumur antara 4 – 5 hari.

3.2. Lokasi dan Waktu penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Insektarium Politeknik Kesehatan jurusan Analis Kesehatan di jalan William Iskandar Medan dengan 5 (lima) kali ulangan setiap jenis insektisida (Ahmad, 2002).

Adapun alasan pengambilan lokasi penelitian ini adalah karena lokasi tersebut merupakan tempat mengembangbiakkan nyamuk A.aegypti yang dijadikan sebagai perlakuan dan juga biasa digunakan oleh para peneliti lain sebagai tempat penelitian.


(48)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. 3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu 8 bulan yang dimulai dari bulan Oktober 2008 sampai Mei 2009, yang dimulai dengan penelusuran pustaka, konsul judul, persiapan proposal penelitian, pelaksanaan kolokium, melaksanakan penelitian, penyusunan hasil penelitian, konsul hasil penelitian, seminar hasil penelitian dan ujian komprehensif.

3.3. Objek Penelitian 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua kelompok perlakuan yaitu nyamuk

A.aegypti yang dikembangbiakkan di laboratorium insektarium Politeknik Kesehatan

Medan.

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 1000 ekor, dengan perincian 500 ekor nyamuk A.aegypti dilakukan sebagai perlakuan dan 500 ekor lagi digunakan sebagai nyamuk kontrol.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh dari data hasil penelitian baik dari hasil pemeliharaan nyamuk A.aegypti maupun dari cara penyemprotan.


(49)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. 3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Medan, Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, buku-buku literatur, artikel, jurnal, hasil penelitian maupun dari referensi lainnya.

3.5. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian, dianalisis secara statistik dengan menggunakan Anova (Analisis Sidik Ragam) dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan taraf signifikan 5%. Selanjutnya dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) taraf 5% apabila pada uji Anova menunjukkan beda nyata (Robert,1995).

Rancangan Acak Lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini: Tabel 3.1. Rancangan Acak Lengkap

Perlakuan U L A N G A N

1 2 3 4 5 X X Control (A0) A01 A02 A03 A04 A05 A0 X0 X 0

Malathion (A1) A11 A12 A13 A14 A15 A1 X1 X 1

Zeta-Sipermetrin (A2) A21 A22 A23 A24 A25 A2 X2 X 2

Lamdasihalotrin (A3) A31 A32 A33 A34 A35 A3 X3 X 3

Sipermetrin (A4) A41 A42 A43 A44 A45 A4 X4 X 4


(50)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. 3.6. Variabel dan Definisi Operasional

3.6.1. Variabel yang Diteliti

1. Variabel terikat (dependent variable) yaitu mortalitas nyamuk A. aegypti. 2. Variabel bebas (independent variable) yaitu jenis insektisida malathion,

lamdasihalotrin, sipermetrin dan zeta-sipermetrin.

3. Variabel kontrol yaitu kelembapan, suhu dan mortalitas nyamuk kontrol. Definisi Operasional

1. Efektifitas adalah apabila persentase mortalitas nyamuk A.aegypti yang digunakan sebagai hewan uji di atas 98 %.

2. Mortalitas nyamuk adalah tidak adanya lagi tanda-tanda kehidupan.

3. Kematian nyamuk kontrol adalah kematian hewan uji tanpa ada perlakuan. 4. Suhu adalah keadaan udara ruangan yang diukur dengan thermometer pada

saat penelitian dilaksanakan dengan satuan derajat celsius.

5. Kelembaban adalah kelembapan udara di lokasi penelitian yang diukur dengan hygrometer dengan satuan persen.

6. Malathion adalah jenis insektisida yang digunakan dalam program pengendalian demam berdarah dengue.

7. Lamdasihalotrin adalah insektisida berbahan aktif yang digunakan untuk mengendalikan nyamuk A.aegypti.

8. Sipermetrin adalah insektisida yang digunakan dalam pengendalian nyamuk


(51)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

9. Zeta sipermetrin adalah insektisida berbahan aktif yang digunakan dalam pengendalian nyamuk A.aegypti.

3.7. Bahan dan Alat Penelitian 3.7.1. Bahan Penelitian

1. Insektisida Malathion. 2. Insektisida Lamdasihalotrin. 3. Insektisida Sipermetrin. 4. Insektisida Zeta sipermetrin. 5. Nyamuk A.aegypti.

3.7.2. Alat Penelitian 1. Mesin Swing Fog 2. Kurungan nyamuk 3. Aspirator

4. Masker 5. Stop watch

6. Thermometer 7. Hygrometer 8. Paper cup 9. Kain kasa 10.Kapas


(52)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. 12.Corong besar dan kecil

13.Literan/alat ukur 14.Solar dan bensin

3.8. Cara Kerja

3.8.1. Persiapan Bahan Penelitian

Bahan yang dipersiapkan sesuai dengan dosis anjuran, yaitu: 1. Malathion 500 ml diencerkan dengan solar menjadi 10 liter. 2. Lamdasihalotrin sebanyak 80 ml diencerkan dengan solar 10 liter. 3. Sipermetrin sebanyak 100 ml diencerkan dengan solar 10 liter. 4. Zeta sipermetrin sebanyak 120 ml diencerkan dengan solar 10 liter. 5. Nyamuk A.aegypti betina berumur antara 4 – 5 hari.

3.8.2. Pelaksanaan Penelitian

1. Nyamuk A.aegypti berumur 4 – 5 hari sebanyak 25 ekor dimasukkan ke setiap kurungan nyamuk yang berbentuk selinder dengan diameter 10 cm dan panjang 30 cm.

2. Kurungan nyamuk digantung di setiap ruang penelitian pada ketinggian 150 cm dari lantai.

3. Dilakukan fogging dengan insektisida malathion, lamdasihalotrin, sipermetrin dan zeta sipermetrin sebanyak 5 kali ulangan pada tiap-tiap insektisida.

4. Setiap perlakuan insektisida disediakan 1 ruangan untuk dijadikan sebagai tempat uji efektifitas.


(53)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. 5. Setiap jenis insektisida dilaksanakan fogging selama 1 menit.

6. Fogging dilakukan dengan peralatan swing fog SN 50, oleh tenaga fogging

yang sudah terlatih.

7. Pengamatan dan penghitungan jumlah nyamuk yang hidup dan mati dilakukan dari 1 jam sampai dengan 24 jam setelah perlakuan.

8. Sebelum dilakukan fogging terlebih dahulu diukur suhu dengan thermometer dan kelembaban diukur dengan hygrometer.

9. Kriteria efektifitas insektisida ditentukan berdasarkan persentase mortalitas nyamuk A.aegypti setelah 24 jam pengasapan.

10.Apabila mortalitas nyamuk kontrol 5 – 20%, maka dilakukan koreksi persentase dengan menggunakan rumus sebagai berikut: (Balitbangkes, 2002).

Rumus Abbot:

A - B A1 = x 100 %

100 - B

Keterangan:

A1 = Persen mortalitas setelah koreksi

A = Persen mortalitas nyamuk uji B = Persen mortalitas nyamuk kontrol

11.Jika persen mortalitas nyamuk kontrol > 20%, maka pengujian dianggap gagal dan diulang kembali.


(54)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

12.Nyamuk kontrol ditempatkan dalam kurungan nyamuk sebanyak 25 ekor per perlakuan dan ditempatkan jauh dari lokasi yang tidak mungkin terpapar insektisida yaitu di ruang laboratorium.


(55)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Pengaruh Perlakuan Insektisida terhadap Nyamuk A.aegypti

Hasil penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 7 s/d 9 Maret 2009 tentang efektifitas beberapa jenis insektisida terhadap nyamuk A.aegypti dengan 5 (lima) kali ulangan dengan menggunakan 25 ekor nyamuk pada setiap perlakuan.

4.2. Hasil Pengamatan Waktu 1 Jam

Berdasarkan hasil penelitian selama waktu 1 jam pengamatan terhadap mortalitas nyamuk A.aegypti dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini:

Tabel 4.1. Persentase Hasil Transformasi Mortalitas Nyamuk A.aegypti pada Empat Perlakuan dengan Lima Kali Ulangan Waktu 1 Jam (60 Menit) Pengamatan

Perlakuan Insektisida

Mortalitas Nyamuk A.aegypti U l a n g a n

Total Rata-Rata Mortalitas

1 2 3 4 5

Malathion (A) 100 100 100 100 100 500 100 Zeta Sipermetrin (B) 84 80 92 88 80 424 84,8 Lamdasihalotrin (C) 72 56 64 76 84 352 70,4 Sipermetrin (D) 40 48 76 76 72 312 62,4


(56)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada perlakuan Malathion (A) rata-rata mortalitas nyamuk sebesar 100%, pada perlakuan uji terhadap Zeta sipermetrin (B) rata-rata mortalitas sebesar 84,8%, sedang pada perlakuan Lamdasihalotrin (C) rata-rata mortalitas nyamuk sebesar 70,4%, uji terhadap perlakuan Sipermetrin (D) rata-rata mortalitas sebanyak 62,4%, sedangkan pada Kontrol (0) rata-rata mortalitas sebesar 0,8%.

4.2.1. Hasil Uji Anova 1 Jam

Hasil penelitian diatas kemudian dianalisa dengan uji Anova (Analysis of

Variance) menurut Rancangan Acak Kelompok (RAK) non factorial dengan hasil

dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini:

Tabel 4.2. Hasil Uji Anova Mortalitas Nyamuk A.aegypti Pasca Pengamatan Waktu 1 Jam

Sumber Keragaman Derajat Bebas (Db) Jumlah Kuadrat (JK) Kuadrat Total (KT) F.Hitung (Fh) F. Tabel (Fc) 5 %

Perlakuan 4 20356,00 5089,00

130,81 2,87

Acak 20 778,07 38,90

Total 24 21134,08

Berdasarkan hasil uji Anova (Analisis Sidik Ragam) tersebut di atas, ternyata F hitung > dari F tabel 5% (130,81 > 2,87), hal ini berarti terdapat perbedaan yang bermakna dalam hal mortalitas nyamuk A.aegypti pasca perlakuan waktu 1 jam berarti Ha diterima. Dari perhitungan Koefisen Keseragaman (KK) di dapat angka


(57)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

sebesar 11,56%. Untuk melihat perbedaan diantara perlakuan yang diuji perlu diuji lebih lanjut dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil). Adapun hasil uji BNT dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini:

Tabel 4.3. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil Terhadap Mortalitas Nyamuk A.aegypti Pasca Perlakuan Waktu 1 Jam

No Perlakuan

Rata-Rata

Kematian Beda Rata - Rata

BN T 5 % Signif i cansi Sebenar nya Trans formasi

2 3 4 5

1 Malathion 25 89,43 22,11 32,09 36,94 86,67 8,22

a

2

Zeta Sipermetrin

21,2 67,32 - - - - b

3

Lamda Sihalotrin

17,6 57,34 9.98 - - - c

4 Sipermetrin 15,6 52,49 14,83 4,85 - -

c

5 Kontrol 0,2 2,76 64,56 54,58 49,73 -

d

Keterangan: Angka-angka pada lajur kanan menunjukkan huruf kecil/yang sama tidak berbeda nyata menurut BNT 5%.

Berdasarkan hasil uji BNT di atas ada pengaruh yang berbeda pada masing-masing perlakuan dan hasilnya adalah sebagai berikut:

1. Selisih nilai rata-rata mortalitas antar perlakuan 1 dan 2 sebesar 21,11, lebih besar dari nilai BNT 5% (8,22) yang menunjukkan berbeda nyata.

2. Selisih nilai rata-rata mortalitas antar perlakuan 1 dan 3 sebesar 32,09, lebih besar dari nilai BNT 5% (8,22) yang menunjukkan berbeda nyata.


(58)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

3. Selisih nilai rata-rata mortalitas antar perlakuan 1 dan 4 sebesar 36,94, lebih besar dari nilai BNT 5% (8,22) yang menunjukkan berbeda nyata.

4. Selisih nilai rata-rata mortalitas antar perlakuan 1 dan 5 sebesar 86,67, lebih besar dari nilai BNT 5% (8,22) yang menunjukkan berbeda nyata.

5. Selisih nilai rata-rata mortalitas antar perlakuan 2 dan 3 sebesar 9,98, lebih besar dari nilai BNT 5% (8,22) yang menunjukkan berbeda nyata.

6. Selisih nilai rata-rata mortalitas antar perlakuan 2 dan 4 sebesar 14,83, lebih besar dari nilai BNT 5% (8,22) yang menunjukkan berbeda nyata.

7. Selisih nilai rata-rata mortalitas antar perlakuan 2 dan 5 sebesar 64,56, lebih besar dari nilai BNT 5% (8,22) yang menunjukkan berbeda nyata.

8. Selisih nilai rata-rata mortalitas antar perlakuan 3 dan 4 sebesar 4,85, lebih kecil dari nilai BNT 5% (8,22) yang menunjukkan tidak berbeda nyata.

9. Selisih nilai rata-rata mortalitas antar perlakuan 3 dan 5 sebesar 54,58, lebih besar dari nilai BNT 5% (8,22) yang menunjukkan berbeda nyata.

10.Selisih nilai rata-rata mortalitas antar perlakuan 4 dan 5 sebesar 49,73, lebih besar dari nilai BNT 5% (8,22) yang menunjukkan berbeda nyata.

4.3. Hasil Pengamatan Waktu 2 Jam

Berdasarkan hasil penelitian selama waktu 2 jam pengamatan terhadap mortalitas nyamuk A.aegypti dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini:


(59)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

Tabel 4.4. Persentase Hasil Transformasi Mortalitas Nyamuk A.aegypti pada Empat Perlakuan dengan Lima Kali Ulangan Waktu 2 Jam (120 Menit) Pengamatan

Perlakuan Insektisida

Mortalitas Nyamuk A.aegypti U l a n g a n

Total Rata-Rata Mortalitas 1 2 3 4 5

Malathion (A) 100 100 100 100 100 500 100 Zeta Sipermetrin (B) 96 96 100 100 100 492 98,4 Lamdasihalotrin (C) 96 100 96 100 100 492 98,4 Sipermetrin (D) 88 76 96 92 96 448 89,6

Kontrol (0) 0 0 4 0 0 4 0,8

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada perlakuan Malathion (A) rata-rata mortalitas sebesar 100% , pada perlakuan Zeta sipermetrin (B) rata-rata mortalitas sebesar 98,4% sama dengan rata-rata mortalitas pada perlakuan Lamdasihalotrin (C) yaitu sebesar 98,4%, pada perlakuan Sipermetrin (D) rata-rata mortalitas sebesar 89,6%, sedangkan pada Kontrol (0) rata-rata mortalitas sebesar 0,8%.

4.3.1. Hasil Uji Anova 2 Jam

Hasil penelitian di atas dianalisa dengan uji Anova (Analysis of Variance) menurut Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial dengan hasil dapat dilihat pada Tabel 4.5:


(60)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

Tabel 4.5. Hasil Uji Anova Mortalitas Nyamuk A.aegypti Pasca Pengamatan Waktu 2 Jam

Sumber Keragaman

Derajat Bebas (Db)

Jumlah Kuadrat

(JK)

Kuadrat Total (KT)

F.Hitung (Fh)

F. Tabel (Ft) 5 %

Perlakuan 4 26535,74 6633,93

219,51 2,87

Acak 20 604,38 30,21

Total 24 27140,12

Berdasarkan hasil uji statistik Anova (Analisis Sidik Ragam) tersebut di atas, ternyata F hitung > dari F tabel 5% (219,51 > 2,87), hal ini berarti terdapat perbedaan yang bermakna, dalam hal mortalitas nyamuk A.aegypti pasca perlakuan waktu 2 jam yang berarti Ha diterima dan Ho ditolak. Berdasarkan perhitungan KK (Koefisien Keseragaman) maka di dapat 8,21%. Untuk melihat perbedaan diantara perlakuan yang diuji perlu diuji lebih lanjut dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil).


(61)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

Tabel 4.6. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil terhadap Mortalitas Nyamuk A.aegypti Pasca Perlakuan Waktu 2 Jam

No

Perlakuan

Rata-Rata

Kematian Beda Rata - Rata

BNT 5 % Signi ficansi Sebenar nya Trans formasi

2 3 4 5

1 Malathion 25 89,43 4,39 4,39 17,25 86,67 3,24 a

2

Zeta

Sipermetrin 24,6 85,04 - - - -

b

3

Lamda

Sihalotrin 24,6 85,04 0 - - -

b

4 Sipermetrin 22,4 72,18 12,86 12,86 - -

c

5 Kontrol 0,2 2,76 82,28 82,28 69,42 - d

Keterangan: Angka-angka pada lajur kanan menunjukkan huruf kecil/yang sama tidak berbeda nyata menurut BNT 5%.

Berdasarkan Tabel 4.6 di atas dapat dilihat pengaruh perlakuan insektisida terhadap mortalitas nyamuk A.aegypti yang memiliki beda rata-rata yang berbeda pada masing-masing perlakuan dan hasilnya adalah sebagai berikut:

1. Selisih nilai rata-rata mortalitas antara perlakuan 1 dan 2 sebesar 4,39 lebih besar dari nilai BNT 5% (3,24) yang menunjukkan berbeda nyata.

2. Selisih nilai rata-rata mortalitas antara perlakuan 1 dan 3 sebesar 4,39, lebih besar dari nilai BNT 5% (3,24) menunjukkan berbeda nyata.


(62)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

3. Selisih nilai rata-rata mortalitas antara perlakuan 1 dan 4 sebesar 17,25 lebih besar dari nilai BNT 5% (3,24) yang menunjukkan berbeda nyata.

4. Selisih nilai rata-rata mortalitas antara perlakuan 1 dan 5 sebesar 86,67 lebih besar dari nilai BNT 5% (3,24) yang menunjukkan berbeda nyata.

5. Selisih nilai rata-rata mortalitas antara perlakuan 2 dan 3 sebesar 0, lebih kecil dari nilai BNT 5% (3,24) menunjukkan tidak berbeda nyata.

6. Selisih nilai rata-rata mortalitas antara perlakuan 2 dan 4 sebesar 12,86 lebih besar dari nilai BNT 5% (3,24) yang menunjukkan berbeda nyata.

7. Selisih nilai rata-rata mortalitas antara perlakuan 2 dan 5 sebesar 82,28, lebih besar dari nilai BNT 5% (3,24) menunjukkan berbeda nyata.

8. Selisih nilai rata-rata mortalitas antara perlakuan 3 dan 4 sebesar 12,86 lebih besar dari nilai BNT 5% (3,24) yang menunjukkan berbeda nyata.

9. Selisih nilai rata-rata mortalitas antara perlakuan 3 dan 5 sebesar 82,28, lebih besar dari nilai BNT 5% (3,24) menunjukkan berbeda nyata.

10.Selisih nilai rata-rata mortalitas antara perlakuan 4 dan 5 sebesar 69,42 lebih besar dari nilai BNT 5% (3,24) yang menunjukkan berbeda nyata.

4.4. Hasil Pengamatan Waktu 3 Jam

Berdasarkan hasil penelitian selama waktu 3 jam pengamatan terhadap mortalitas nyamuk A.aegypti dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut ini:


(63)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

Tabel 4.7. Persentase Mortalitas Nyamuk A.aegypti pada Empat Perlakuan dengan Lima Kali Ulangan Waktu 3 Jam (180 Menit) Pengamatan

Perlakuan Insektisida

Mortalitas Nyamuk Aedes aegypti U l a n g a n

Total Rata-Rata Mortalitas

1 2 3 4 5

Malathion (A) 100 100 100 100 100 500 100 Zeta Sipermetrin (B) 100 100 100 100 100 500 100 Lamdasihalotrin (C) 100 100 100 100 100 500 100 Sipermetrin (D) 100 100 100 100 100 500 100

Kontrol (0) 0 0 0 0 0 0 0

Berdasarkan tabel di atas setelah perlakuan tiga jam dapat diketahui bahwa pada perlakuan Malathion (A) rata-rata mortalitas sebesar 100%, pada perlakuan Zeta sipermetrin (B) rata-rata mortalitas nyamuk A.aegypti sebanyak 100%, pada perlakuan Lamdasihalotrin (C) rata-rata mortalitas nyamuk A.aegypti 100%, pada perlakuan Sipermetrin (D) rata-rata mortalitas nyamuk A.aegypti sebesar 100%, pada Kontrol (0) rata-rata mortalitas nyamuk A.aegypti 0%.

Pada 3 jam perlakuan tidak dilakukan uji statistik, karena angka dan nilai transformasi sama, maka hasilnya nol artinya tidak dapat dihitung, dengan kata lain selisih rata-ratanya juga nol.


(64)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. 4.5. Suhu Ruangan Penelitian

Pada saat penelitian dilakukan temperatur udara di ruangan penelitian diukur dengan menggunakan thermometer dengan hasil pengukuran 33,4ºC sampai dengan 34,4ºC.

4.6. Kelembaban Ruangan Penelitian

Pada saat penelitian dilakukan kelembaban udara di ruangan penelitian diukur dengan menggunakan hygrometer dan hasil pengukuran berada pada 70,6% sampai dengan 73,2%.


(65)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009. BAB 5

PEMBAHASAN

5.1. Pengaruh Perlakuan Insektisida terhadap Nyamuk A.aegypti

Pengendalian nyamuk A.aegypti dapat dilakukan dengan cara fogging dengan insektisida. Hal ini dilakukan mengingat kebiasaan nyamuk yang hinggap pada benda-benda yang tergantung, oleh karena itu tidak dilakukan penyemprotan di dinding rumah seperti yang dilakukan pada pengendalian nyamuk Anopheles, sp penular penyakit malaria.

Keberhasilan pelaksanaan fogging untuk pengendalian nyamuk A.aegypti sebagai vektor demam berdarah dengue tergantung pada insektisida yang digunakan, dosis yang sesuai, waktu penyemprotan, faktor cuaca, arah angin dan petugas penyemprot. Insektisida malathion, lamdasihalotrin, sipermetrin dan zeta sipermetrin merupakan insektisida yang digunakan untuk mengendalikan vektor A.aegypti.

Hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan insektisida malathion, lamdasihalotrin, sipermetrin dan zeta sipermetrin terhadap nyamuk

A.aegypti dengan 5 kali ulangan penyemprotan diperoleh jumlah persentase

mortalitas nyamuk yang berbeda-beda. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1. yaitu 1 jam pengamatan dan Tabel 4.4. yaitu 2 jam pengamatan. Sedangkan persentase mortalitas nyamuk 3 jam pengamatan adalah sama, hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.7. Hasil 1 jam pengamatan mortalitas nyamuk kontrol sebesar 1 ekor (4%) terjadi pada ulangan ke 2, sedangkan pasca 2 jam pengamatan mortalitas


(66)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

nyamuk kontrol 1 ekor (4%) terjadi pada ulangan ke 3. Mortalitas nyamuk kontrol ini dapat disebabkan oleh faktor alami, seperti adaptasi nyamuk terhadap lingkungan. Pada perlakuan sipermetrin 1 jam pengamatan rata-rata persentase mortalitas sebesar 62,4%, sedangkan 2 jam pengamatan diperoleh persentase rata-rata mortalitas sebesar 89,6%, ini menunjukkan ada peningkatan sebesar 27,2% mortalitas nyamuk. Hal ini disebabkan oleh insektisida sipermetrin yang menyerang saraf serangga (Hasdjimi, 2005).

Pada perlakuan lamdasihalotrin pasca waktu 1 jam pengamatan rata-rata persentase mortalitas nyamuk 70,4%, sedangkan pasca waktu 2 jam pengamatan persentase mortalitas nyamuk menjadi 98,4%, ada peningkatan 28,0% mortalitas nyamuk. Hal ini disebabkan karena insektisida lamdasihalotrin merupakan racun kontak yang tergolong racun yang tinggi toksisitasnya (Rozendal, 1997).

Pada perlakuan zeta sipermetrin pasca waktu 1 jam pengamatan, rata-rata persentase kematian 84,8%, sedangkan pasca waktu 2 jam pengamatan persentase rata-rata mortalitas menjadi 98,4%, di sini terlihat ada peningkatan rata-rata mortalitas sebesar 13,6%, hal ini disebabkan adanya zat aktif zeta sipermetrin ini menyerang simpul-simpul saraf serangga. Di mana racun saraf bekerja dengan mempengaruhi sistim saraf serangga atau menghambat kholinestrase, sehingga menimbulkan eksitasi (kegelisahan), konvulsi (kekejangan), paralisis (kelumpuhan) dan akhirnya nyamuk mati (Deptan, 2008).

Pada perlakuan malathion pasca waktu 1 jam pengamatan persentase mortalitas sudah 100%, hal ini disebabkan karena tingkat kemampuan insektisida


(67)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

malathion yang berbahan aktif 95% sangat cepat sekali untuk melumpuhkan serangga. Zat aktifnya merupakan racun kontak secara inhaler dan juga sebagai racun perut (Matsumura, 1976).

Berdasarkan Tabel 4.2 uji Anova pasca pengamatan 1 jam, diketahui bahwa F hitung lebih besar dari F tabel 5% (130,81 > 2,87), hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna. Untuk itu perlu diuji lebih lanjut dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil). Hasil uji BNT dapat dilihat pada Tabel 4.3. Berdasarkan hasil uji BNT diketahui bahwa ada perlakuan insektisida terhadap mortalitas nyamuk

A.aegypti yang berbeda nyata kecuali pada perlakuan lamdasihalotrin dan sipermetrin

dengan selisih sebesar 4,85, yaitu berada di bawah nilai BNT 5% (8,22) berarti menunjukkan tidak berbeda nyata.

Berdasarkan Tabel 4.5 uji Anova pasca pengamatan 2 jam, diketahui bahwa F hitung lebih besar dari F tabel 5% (219,51 > 2,87), hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna dan untuk itu perlu diuji lebih lanjut dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil). Hasil uji BNT pasca perlakuan waktu 2 jam dapat dilihat pada Tabel 4.6. Berdasarkan hasil uji BNT diketahui bahwa ada pengaruh perlakuan insektisida terhadap mortalitas nyamuk A.aegypti yang berbeda nyata, hanya pada perlakuan zeta sipermetrin dan lamdasihalotrin yang tidak berbeda nyata dengan selisih sebesar 0, sedangkan nilai BNT 5% sebesar 3,24 (0 < 3,24).

Insektisida yang efektif dalam penelitian ini adalah malathion, di mana mortalitas nyamuk menunjukkan berbeda nyata dengan insektisida zeta sipermetrin, lamdasihalotrin, sipermetrin dan kontrol dengan tingkat mortalitas nyamuk A.aegypti


(68)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

pada setiap ulangan sebesar 100%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hasan Boesri,dkk, bahwa fogging dengan malathion efektif untuk menekan populasi nyamuk A.aegypti sebagai vektor penyakit DBD.

Tingkat mortalitas nyamuk A.aegypti terhadap malathion dipengaruhi oleh daya bunuh insektisida dengan menghambat aktifitas enzim kolinesterase (ChE) dalam sistem saraf serangga yang menyebabkan kegelisahan, otot kejang, kemudian lumpuh dan akhirnya kematian pada serangga (Untung, 2008).

Perbedaan laju kematian dari ke empat jenis insektisida malathion, lamdasihalotrin, sipermetrin dan zeta sipermetrin kemungkinan dipengaruhi oleh perbedaan dosis dan persentase zat aktif insektisida. Di samping itu dapat juga dipengaruhi senyawa-senyawa sinergis dalam insektisida tersebut yang merupakan daya racun tinggi dan daya kerja yang cepat. Namun demikian seperti halnya insektisida golongan piretroid sintetik umumnya salah satu keunggulannya ialah pada penggunaan yang cukup lama tidak perlu dilakukan pemeriksaan kadar cholinesterase dalam darah operatornya sebagaimana harus dikerjakan pada insektisida golongan organofosfat seperti pada insektisida malathion (Hadi, 2006).

Berdasarkan cara masuk insektisida (mode of entry) kedalam tubuh nyamuk

A.aegypti dapat secara kontak langsung, termakan atau melalui pernafasan. Sebagai

racun kontak insektisida yang diaplikasikan dengan alat thermal fogging yang mempunyai kelebihan yaitu dapat langsung mengenai bagian tubuh nyamuk. Dikatakan racun kontak apabila insektisida masuk kedalam tubuh nyamuk melalui kulit, trachea atau langsung mengenai mulut serangga.


(69)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

Sebagai racun pernafasan, nyamuk menghirup insektisida yang telah dicampur dengan minyak solar yang telah berbentuk asap yang disemprotkan dengan alat mesin

fogging dan akhirnya berpengaruh terhadap saraf nyamuk.

Cara kerja insektisida (mode of action) ini merupakan cara insektisida memberikan pengaruh terhadap serangga berdasarkan sinergi insektisida di dalam tubuh serangga, sehingga nyamuk gelisah, kejang, lumpuh dan akhirnya mati (Djojosumarto, 2000).

5.2. Suhu Ruangan Penelitian

Suhu udara mempengaruhi gerakan udara keatas dan penguapan. Ketika udara sangat panas dan tidak ada angin, udara cenderung bergerak keatas. Pada saat penelitian dilakukan, suhu ruangan lokasi penelitian diukur dengan menggunakan alat thermometer dan hasil pengukuran berkisar 33,4ºC sampai dengan 34,4ºC. Suhu udara tersebut tidak berpengaruh terhadap penelitian, di mana Jumar (2000) mengatakan suhu minimum 15ºC dan suhu maksimum sebesar 45ºC, tidak akan mempengaruhi kelangsungan hidup nyamuk. Hal ini juga didukung oleh Marieta (2003) yang mengatakan bahwa suhu antara 15ºC sampai 36ºC tidak berpengaruh terhadap kehidupan nyamuk.

5.3. Kelembaban Ruangan Penelitian

Kelembapan udara umumnya tidak menjadi hambatan bagi aplikasi insektisida, di mana pada saat penelitian dilakukan, kelembaban ruangan penelitian


(1)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

THERMO – HYGROMETER


(2)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

MASKER


(3)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

PAPER CUP


(4)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

CORONG


(5)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.

ALAT ULV (ULTRA LOW VOLUME)


(6)

Odentara Sembiring : Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.), 2009.