Evaluasi Performa Kuda Pacu Indonesia Dan Variasi Sekuen DNA Mitokondria Kuda ( Equus caballus)

(1)

EVALUASI PERFORMA KUDA PACU INDONESIA

DAN VARIASI SEKUEN DNA MITOKONDRIA

KUDA

( Equus caballus

)


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Evaluasi Performa Kuda Pacu Indonesia dan Variasi Sekuen DNA Mitokondria Kuda ( Equus caballus

)

adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2007

Romi Zamhir Islami


(3)

ABSTRAK

ROMI ZAMHIR ISLAMI. Evaluasi Performa Kuda Pacu Indonesia dan Variasi Sekuen DNA Mitokondria Kuda ( Equus caballus). Dibimbing oleh MULADNO dan CECE SUMANTRI

Kebijakan genetik untuk meningkatkan kuda lokal Indonesia dengan kuda Thorougbred telah dilakukan 30 tahun yang lalu sampai sekarang dan sekarang saatnya kita membutuhkan sebuah ulasan atas kebijaksanaan tersebut. Penelitian ini didesain untuk mengevaluasi database mengenai genetik kuda,pencapaian prestasi kuda, dan hubungan antara ukuran tubuh dengan kecepatan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dengan penggunaan primer standar dapat memerlihatkan darah konservatif. PCR telah dipergunakan untuk mengamplifikasi segmen homolog dari mitokondria DNA dari kuda lokal Indonesia. Dalam penggunaan taksonomi primer 12 S dan sitokrom b menawarkan peluang penelitian filogenetik.

Prestasi terbaik dalam pacuan ditunjukan pada kuda generasi ke-3 (G3 dan berasal dari tetua lokal riangan dan Sumba.Hubungan terdekat ditunjukan antara panjang badan (PB) dan kecepatan (-0.523). Panjang badan tersebut dapat digunakan untuk memprediksi kecepatan pacu dalam sebuah regresi kuadratik (Kecepatan = 724.778 – 14.1974 PB + 0.094672PB2 - 0.0002103 PB3).


(4)

ABSTRACT

ROMI ZAMHIR ISLAMI. Evalution Performance Riding Horse on Indonesian and Variation Sekuen Mitochondria DNA Horse (Equus caballus) . Under the direction of MULADNO and CECE SUMANTRI.

The genetic policy to up grade the Indonesian native horse with Thorougbred has been done 30 years ago until now and it was needed to review the policy. The research was designed to evaluate the database about genetic, achievement of horse and correlation between body measurement and speed. The result of these research showed that with a standard set of primers directed toward conserved region, we have used the PCR to amplify homologous segment of mtDNA from Indonesian local horse and have got . In the taxonomy utilities The 12S and sytochrome b primer offers opportunities for philogenetic research.

The best achievement of horse was showed by the G3 horse and from the parantage of Priangan and Sumba horse. The close correlation was showed between the length of body and speed (- 0.523). The body length can used to predict the speed of the horse with a quadratic regression (Speed = 724.778 – 14.1974 BL + 0.0946728 BL2 - 0.0002103 BL3).


(5)

©Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2006 Hak cipta dilindung undang-undang

Dilarang mengutip serta memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya


(6)

EVALUASI PERFORMA KUDA PACU INDONESIA

DAN VARIASI SEKUEN DNA MITOKONDRIA

KUDA

( Equus caballus

)

ROMI ZAMHIR ISLAMI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Ternak

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(7)

Judul Tesis : Evaluasi Performa Kuda Pacu Indonesia dan Variasi Sekuen DNA Mitokondria Kuda ( Equus caballus)

Nama : Romi Zamhir Islami

NIM : D051030121

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Muladno, MSA Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Ternak Dekan Sekolah Pascasarjana


(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan tesis yang berjudul Evaluasi Performa Kuda Pacu Indonesia dan Variasi Sekuen DNA Mitokondria Kuda ( Equus caballus). Dalam penyusunan tesis, penulis mendapat banyak bantuan dan dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak berikut ini :

1. Bapak Dr.Ir. Muladno, MSA dan Bapak Dr.Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc sebagai ketua komisi pembimbing dan anggota komisi pembimbing

2. PB Pordasi selaku pendukung utama kegiatan ini. meliputi Ibu Soeharjono (Peternakan kuda Pamulang), Bapak Drh Sridadi dan Bapak Ir Gede beserta staf BRK, Bapak Edwin Basuki dan Bapak Uci (Pacuan Kuda Pulomas) dan semua komponen di PB Pordasi yang telah sangat mendukung kelancaran kegiatan ini.

3. Kedua orang tua yang telah banyak memberikan dukungan doa, moril dan material yang tidak ternilai dalam penyelesaian studi secara menyeluruh

4. Kepada Istriku Yeni Budiawati dan buah hatiku Muhammad Ramadhan Islami Putra yang memberikan dukungan doa, perhatian, kesabaran dan kasih sayang sehingga menambah semangat dalam penyelesaian studi

5. Kepada Ari Wibowo, Gatot Muslim, Henky Putrawan, Dian Berliana, Hajrawati, Ibu Iis, Ones, Firman, Yunan dan semua rekan dan pihak yang tak mungkin namanya satu persatu disebutkan

Atas bimbingan, arahan dan bantuan yang diberikan, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Semoga Allah memberika balasan yang setimpal. Amin.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2007


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 25 Februari 1981 dari ayah Drs.H.Mahmud Yusuf, MM dan Ibu Eti Siti Mutmainah. Penulis mempuyai istri bernama Yeni Budiawati dan sekarang kami telah memiliki buah hati Muhammad Ramadhan Islami Putra. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan IPB, lulus pada tahun 2003. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Magister pada Program Studi Ilmu Ternak diperoleh pada tahun 2003.

Penulis bekerja sebagai Kepala Bagian Umum di perusahaan Garudafood Group (PT.Triteguh Manunggal Sejati).


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

PENDAHULUAN

Latar belakang... 1

Tujuan penelitian ... 2

Manfaat penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA

Asal-usul kuda ... 3

Sistematika dan filogenetika kuda ... 4

Kuda domestik ... 5

Kromosom kuda domestik ... 5

Penyebaran

Equus caballus

... 7

Tetua kuda... 7

Kuda-Arab dan Thorougbred... 8

Kuda di Indonesia ... 9

Kuda Pacu Indonesia... 10

Kuda modern... 11

Konformasi tubuh ... 11

Variasi warna ... 12

Teknologi DNA ... 12

Homologi gen ... 13

Mitokondria DNA... 14

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan waktu... 15

Materi... 15

Isolasi DNA ... 15

Polimerase chain reactioan

... 15

Elektroforosis... 16

Metode ... 16

Isolasi DNA ... 16

Polimerase chain reactioan

... 17

Elektroforosis... 17

Sekuensing ... 18

Analisis data

Analisis DNA... 20


(11)

EVALUASI PERFORMA KUDA PACU INDONESIA

DAN VARIASI SEKUEN DNA MITOKONDRIA

KUDA

( Equus caballus

)


(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Evaluasi Performa Kuda Pacu Indonesia dan Variasi Sekuen DNA Mitokondria Kuda ( Equus caballus

)

adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2007

Romi Zamhir Islami


(13)

ABSTRAK

ROMI ZAMHIR ISLAMI. Evaluasi Performa Kuda Pacu Indonesia dan Variasi Sekuen DNA Mitokondria Kuda ( Equus caballus). Dibimbing oleh MULADNO dan CECE SUMANTRI

Kebijakan genetik untuk meningkatkan kuda lokal Indonesia dengan kuda Thorougbred telah dilakukan 30 tahun yang lalu sampai sekarang dan sekarang saatnya kita membutuhkan sebuah ulasan atas kebijaksanaan tersebut. Penelitian ini didesain untuk mengevaluasi database mengenai genetik kuda,pencapaian prestasi kuda, dan hubungan antara ukuran tubuh dengan kecepatan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dengan penggunaan primer standar dapat memerlihatkan darah konservatif. PCR telah dipergunakan untuk mengamplifikasi segmen homolog dari mitokondria DNA dari kuda lokal Indonesia. Dalam penggunaan taksonomi primer 12 S dan sitokrom b menawarkan peluang penelitian filogenetik.

Prestasi terbaik dalam pacuan ditunjukan pada kuda generasi ke-3 (G3 dan berasal dari tetua lokal riangan dan Sumba.Hubungan terdekat ditunjukan antara panjang badan (PB) dan kecepatan (-0.523). Panjang badan tersebut dapat digunakan untuk memprediksi kecepatan pacu dalam sebuah regresi kuadratik (Kecepatan = 724.778 – 14.1974 PB + 0.094672PB2 - 0.0002103 PB3).


(14)

ABSTRACT

ROMI ZAMHIR ISLAMI. Evalution Performance Riding Horse on Indonesian and Variation Sekuen Mitochondria DNA Horse (Equus caballus) . Under the direction of MULADNO and CECE SUMANTRI.

The genetic policy to up grade the Indonesian native horse with Thorougbred has been done 30 years ago until now and it was needed to review the policy. The research was designed to evaluate the database about genetic, achievement of horse and correlation between body measurement and speed. The result of these research showed that with a standard set of primers directed toward conserved region, we have used the PCR to amplify homologous segment of mtDNA from Indonesian local horse and have got . In the taxonomy utilities The 12S and sytochrome b primer offers opportunities for philogenetic research.

The best achievement of horse was showed by the G3 horse and from the parantage of Priangan and Sumba horse. The close correlation was showed between the length of body and speed (- 0.523). The body length can used to predict the speed of the horse with a quadratic regression (Speed = 724.778 – 14.1974 BL + 0.0946728 BL2 - 0.0002103 BL3).


(15)

©Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2006 Hak cipta dilindung undang-undang

Dilarang mengutip serta memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya


(16)

EVALUASI PERFORMA KUDA PACU INDONESIA

DAN VARIASI SEKUEN DNA MITOKONDRIA

KUDA

( Equus caballus

)

ROMI ZAMHIR ISLAMI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Ternak

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(17)

Judul Tesis : Evaluasi Performa Kuda Pacu Indonesia dan Variasi Sekuen DNA Mitokondria Kuda ( Equus caballus)

Nama : Romi Zamhir Islami

NIM : D051030121

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Muladno, MSA Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Ternak Dekan Sekolah Pascasarjana


(18)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan tesis yang berjudul Evaluasi Performa Kuda Pacu Indonesia dan Variasi Sekuen DNA Mitokondria Kuda ( Equus caballus). Dalam penyusunan tesis, penulis mendapat banyak bantuan dan dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak berikut ini :

1. Bapak Dr.Ir. Muladno, MSA dan Bapak Dr.Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc sebagai ketua komisi pembimbing dan anggota komisi pembimbing

2. PB Pordasi selaku pendukung utama kegiatan ini. meliputi Ibu Soeharjono (Peternakan kuda Pamulang), Bapak Drh Sridadi dan Bapak Ir Gede beserta staf BRK, Bapak Edwin Basuki dan Bapak Uci (Pacuan Kuda Pulomas) dan semua komponen di PB Pordasi yang telah sangat mendukung kelancaran kegiatan ini.

3. Kedua orang tua yang telah banyak memberikan dukungan doa, moril dan material yang tidak ternilai dalam penyelesaian studi secara menyeluruh

4. Kepada Istriku Yeni Budiawati dan buah hatiku Muhammad Ramadhan Islami Putra yang memberikan dukungan doa, perhatian, kesabaran dan kasih sayang sehingga menambah semangat dalam penyelesaian studi

5. Kepada Ari Wibowo, Gatot Muslim, Henky Putrawan, Dian Berliana, Hajrawati, Ibu Iis, Ones, Firman, Yunan dan semua rekan dan pihak yang tak mungkin namanya satu persatu disebutkan

Atas bimbingan, arahan dan bantuan yang diberikan, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Semoga Allah memberika balasan yang setimpal. Amin.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2007


(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 25 Februari 1981 dari ayah Drs.H.Mahmud Yusuf, MM dan Ibu Eti Siti Mutmainah. Penulis mempuyai istri bernama Yeni Budiawati dan sekarang kami telah memiliki buah hati Muhammad Ramadhan Islami Putra. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan IPB, lulus pada tahun 2003. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Magister pada Program Studi Ilmu Ternak diperoleh pada tahun 2003.

Penulis bekerja sebagai Kepala Bagian Umum di perusahaan Garudafood Group (PT.Triteguh Manunggal Sejati).


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

PENDAHULUAN

Latar belakang... 1

Tujuan penelitian ... 2

Manfaat penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA

Asal-usul kuda ... 3

Sistematika dan filogenetika kuda ... 4

Kuda domestik ... 5

Kromosom kuda domestik ... 5

Penyebaran

Equus caballus

... 7

Tetua kuda... 7

Kuda-Arab dan Thorougbred... 8

Kuda di Indonesia ... 9

Kuda Pacu Indonesia... 10

Kuda modern... 11

Konformasi tubuh ... 11

Variasi warna ... 12

Teknologi DNA ... 12

Homologi gen ... 13

Mitokondria DNA... 14

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan waktu... 15

Materi... 15

Isolasi DNA ... 15

Polimerase chain reactioan

... 15

Elektroforosis... 16

Metode ... 16

Isolasi DNA ... 16

Polimerase chain reactioan

... 17

Elektroforosis... 17

Sekuensing ... 18

Analisis data

Analisis DNA... 20


(21)

Analisis silsilah ... 23

Analisis perkembangan pacuan kuda... 24

HASIL DAN PEMBAHASAAN

Analisis DNA

Analisis gen sitokrom b ... 27

Analisis gen 12S RNA ... 31

Pola pemotongan enzim restriksi ... 36

Analisis ukuran tubuh ... 39

Hubungan antara ukuran-ukuran tubuh pada kuda ... 40

Hubungan antara kecepatan dengan ukuran tubuh kuda... 40

Persamaan regresi kecepatan dengan ukuran tubuh... 42

Analisis silsilah ... 45

Analisis kondisi pacuan kuda... 46

SIMPULAN ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

LAMPIRAN... 53


(22)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jenis dan karakter kuda Indonesia ... 10

2. Informasi primer pengapit DNA mitokondria ... 16

3. Larutan PCR untuk sekuensing... 18

4. Informasi hasil pacuan kuda ... 26

5. Jarak genetik kuda Indonesia dengan kuda di genbank ... 30

6. Nilai jarak genetik kuda Indonesia dengan data genbank... 35

7. Penampilan kecepatan pacu dan ukuran tubuh kuda yang berprestasi ... 39

8. Korelasi antara ukuran-ukuran tubuh kuda... 40

9. Nilai korelasi antara kecepatan pacu dengan ukuran-ukuran tubuh kuda. ... 41

10. Kombinasi peubah berdasarkan best subset... 43

11. Persamaan regresi kecepatan pacu dengan ukuran-ukuran tubuh kuda... 43

12. Prestasi keturunan G1, G2, G3, G4 dan KPI dari kuda lokal (G0)

yang berbeda ... 45

13. Prestasi kuda berdasarkan jenis kelamin... 47

14. Prestasi kuda berdasarkan warna ... 48

15. Kondisi persaingan pacuan ... 49


(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Pohon kekerabatan Equss ... 4

2. Spesies dan jumlah kromosom kuda... 6

3. Daerah pengukuran kuda ... 19

4. Ilustrasi mengenai pengaruh tetua. ... 23

5. Pengaruh lokal terhadap

grading up ...

23

6. Pewarisan sifat berprestasi kepada keturunannya... 24

7. Hasil elektroforesis gen sitokrom b kuda Indonesia ... 27

8. Hasil sekuensing gen sitokrom b pada kuda Indonesia ... 28

9. Hasil blast gen sitokrom b kuda Indonesia dengan

genbank ...

29

10.

Pohon filogenetik kuda lokal Indonesia dengan kuda di

genbank...

31

11. Hasil elektroforesis gen 12S RNA pada kuda Indonesia ... 32

12. Hasil sekuen 12S RNA pada kuda lokal Indonesia ... 33

13. Hasil blast sekuen 12S RNA pada kuda Indonesia... 34

14. Pohon filogenetik kuda Indonesia dengan data

genbank

pada gen 12 S RNA ... 35

15. Filogenetik kuda lokal Indonesia dengan kuda

grading up

dan Thorougbred ... 36

16. Hasil pemotongan enzim restriksi pada sitokrom b... 37

17. Hasil pemotongan enzim restriksi pada gen 12S pada kuda Indonesia ... 37

18. Trend penurunan sifat prestasi kuda ... 46


(24)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengembangan kuda pacu Indonesia telah memasuki babak baru. Keinginan membuat breed khusus kuda pacu Indonesia (KPI) yang mempunyai gen kuda lokal dengan kuda Thoroughbred akhirnya tercapai. KPI tersebut telah diusahakan untuk dibentuk sejak tahun 1975 dengan persilangkan kuda betina lokal Indonesia dengan kuda jantan breed luar negeri Thoroughbred. Kuda lokal yang digunakan adalah kuda sandel Arab yang mempunyai karakteristik adaptif terhadap iklim tropik Indonesia, intelegensia tinggi, kaki yang kokoh dan kuat, mempunyai kecepatan dan sifat-sifat yang dapat mendukung sebagai kuda pacu. Breed kuda luar negeri yang digunakan adalah kuda Thoroughbred yang telah menjadi icon standar yang telah diakui keandalannnya sebagai kuda pacu dengan kelas internasional.

Sistem persilangan yang dilakukan untuk membentuk KPI adalah dengan melakukan up grading kuda lokal dengan kuda Thoroughbred. Persilangan tersebut diakhiri setelah terbentuknya keturunan ke-3 (G3) dan ke-4 (G4) yang merupakan sebuah program jangka pendek, selanjutnya dilakukan perkawinan antar sesamanya (interse mating) dan terus menerus dilakukan seleksi yang merupakan sebuah program jangka panjang. Persilangan yang dikembangkan akan menghasilkan persentase gen keturunannya sebagai berikut :

1. G0 (keturunan murni) : kuda lokal Indonesia (100%)

2. G1 (keturunan ke-1) G0xTb : 50% kuda lokal : 50% kuda Throughbred 3. G2 (keturunan ke-2) G1xTb : 25% kuda lokal : 75% kuda Throughbred 4. G3 (keturunan ke-3) G2xTb : 12.5% kuda lokal : 82.5% kudaThroughbred 5. G4 (keturunan ke-4) G3xTb : 6.25% kuda lokal : 93.75% kuda Throughbred

Tahun 1996 merupakan puncak keberhasilan dari pembentukan KPI dengan diterbitkannya Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Kuda Pacu Indonesia dengan nomor registrasi SNI 01-4226-1996. Standar tersebut memuat bahwa pembentukan KPI hanya sampai G3 dan G4. Akan tetapi kondisi yang berkembang terungkap ada ketidak puasan akan pembatasan KPI hanya sampai G3 dan G4 dan ada kecenderungan untuk melanjutkan up grading hingga keturunan ke 5 (G5), bahkan lebih jauh lagi. Dinamisme dunia perkudaan tersebut


(25)

perlu disikapi positif dengan mendorong untuk membuat sebuah kajian mengenai pemuliabiakan KPI kedepannya.

Output dari KPI adalah sebuah prestasi, sehingga diperlu juga pegkajian mengenai prestasi kuda. Penelusuran akan prestasi kuda pacu Indonesia perlu digali dengan memperhatikan silsilah dari prestasi keluarganya. Penelusuran prestasi kuda tersebut dapat dibantu dengan kajian silsilah dan evaluasi ukuran tubuh.

Pengembangan dari kuda pacu Indonesia perlu pengawasan yang baik terutama dari lembaga yang sudah berdiri yaitu Persatuan Olahraga Berkuda Indonesia (PORDASI). Pengembangan itupun perlu melihat banyak aspek terutama kajian secara genetik. Manajemen pemuliaan yang kurang memadai akan mengakibatkan persilangan yang tidak terkontrol yang berakibat tujuan pengembangan yang tidak terarah dan terkalkulasi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dirancang dengan tujuan utama untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi kuda pacu Indonesia. Evaluasi dan identifikasi tersebut dilakukan dengan cara mendapatkan informasi prestasi kuda pacu dengan kajian silsilah prestasi keluarga dan informasi mengenai mitokondria DNA (12S RNA dan sitokrom b) dari kuda Indonesia

Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian ini adalah membantu PB Pordasi dalam dalam menentukan kebijakan dalam pengembangan pemuliabiakan KPI dan memberikan informasi bagi peternak kuda dalam mengembangkan peternakannya dengan memperhatikan aspek genetik


(26)

TINJAUAN PUSTAKA

Asal-usul Kuda

Berdasarkan bukti-bukti fosil yang ada, evolusi dari Equidae dapat dilacak sejak zaman eocene pada 60 juta tahun yang lalu. Kuda modern saat ini berasal dari binatang kecil yang disebut oleh para ilmuwan sebagai Eohippus atau dawn horse. Pada tahun 1867 kerangka lengkap dari fosil Eohippus telah diketemukan dan kerangkanya telah disusun pada tahun 1931 di Big Horn Basin, Wyoming USA oleh palantaelog dari Institut Teknologi California untuk menggambarkan secara akurat bentuk dari dawn horse. Tahapan dari Evolusi kuda adalah (1) Eohippus, berdasarkan karakteristik jari, kuku, mata dan gigi para peneliti menyimpulkan bahwa Eohippus mempunyai habitat alami yang berasal dari hutan hujan tropis. Eohippus mempunyai tinggi 35 cm (25-50 cm) dengan berat 5.5 Kg, mempunyai empat jari kaki dan gigi geraham pendek yang sangat cocok untuk memakan tunas-tunas rumput (browsing), (2) Mesohippus, perkembangannya dimulai pada awal dan pertengahan dari zaman ologocene. Mesohippus mempunyai ukuran yang lebih besar dari Eohippus dengan tinggi 45 cm tetapi bentuk punggung yang hampir sama dengan Eohippus, kaki yang lebih panjang dengan tiga jari, gigi premolar dan incisor yang lebih kuat dan mampu memotong daun-daun yang lebih beragam. Perubahan panjang kaki pada Mesohippus merupakan adaptasi terhadap sistem pertahanan dengan cara pergerakan yang lebih cepat, (3) Miohippus, berkembang pada akhir Oligocene dan awal I, sekitar 15 juta tahun yang lalu. Miohippus mempunyai tinggi sekitar 60 cm dengan bentuk kaki dan gigi yang lebih berkembang dibandingkan dengan Mesohippus. Jumlah jari kakinya tiga dengan jari kaki bagian tengah yang lebih menonjol dan gigi seri yang lebih jelas, (4) Mercyhippus, perkembangannya dimulai pada pertengahan dan akhir Miocene. Mercyhippus mempunyai tinggi lebih dari 90 cm dengan jari tengah kaki yang semakin membesar, sedangkan kedua jari lainnya mengecil dan gigi seri semakin jelas yang menunjukan cocok digunakan untuk merumput. Mercyhippus mempunyai leher panjang yang memungkinkan untuk menggapai makanan dipermukaan juga membantu dalam meningkatkan jarak pandang, (5) Pliohippus, berkembang pada pertengahan periode Pleistocene


(27)

sekitar 6 juta tahun yang lalu. Pliohippus merupakan prototype dari Equus dan menggambarkan bentuk dari sebuah kuda modern dan menjadi yang pertama mempunyai persendian tulang yang sangat kuat dengan satu buah kuku. Pliohippus mempunyai tinggi sekitar 1.22 m dengan seluruh gigi yang dipergunakan untuk merumput, dan (6) Equus caballus, berasal dari Pliohippus sekitar 5 juta tahun yang lalu pada jaman es. Caballus berasal dari kata cabaline yang mempunyai arti tentang atau kepunyaan kuda, sedangkan dalam bahasa latin berasal dari kata fons cabalinus yang diangkat dari cerita dongeng Pegasus. Pliohippus juga merupakan salah satu kelompok sub genetik yang mewakili Zebra, Keledai, dan Heminoid (Edward 1994).

Sistematika dan Filogeni Kuda

Kuda sebagai mamalia merupakan periodactile. Ordo periodaktile diturunkan menjadi subordo hippormorpha dan dimasukan dalam superfamili equioidea dan famili equidae. Famili tersebut lebih dispesifikan lagi menjadi subfamili equinae dan genus equus. Berdasarkan grup genus yang masih ada telah didemontrasikan sebuah pohon filogeni yang dianalisis dari DNA mitokondria. Pohon tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini.

Gambar 1 Pohon kekerabatan Equss (Groves dan Ryder 2000)

Kuda

Mt Zebra Grevys Zebra

Quangga

Hemione


(28)

5

Berdasarkan Gambar 1 tersebut, diketahui bahwa kuda mempunyai jarak genetik yang cukup dekat dengan zebra, tetapi kuda mempunyai jarak genetik yang jauh dengan keledai

Kuda Domestik

Hal penting yang menyebabkan dilakukan domestikasi terhadap kuda adalah kecepatan berlari dan kemampuanya menempuh jarak yang jauh. Ketertarikan terhadap kemampuan itu mendorong domestikasi yang bertujuan menghasilkan kendaraan untuk transportasi. Berdasarkan paparan sebelumnya, diketahui bahwa kuda digolongkan Equus caballus. Semua kuda ini mempunyai kariotipe yang sama sehingga persilangan antara kuda tersebut akan menghasilkan keturunan yang fertil. Kondisi yang menyebabkan adanya domestikasi kuda awalnya berasal dari daerah barat, yaitu subspesies Equss ferus ferus dan dari daerah timur yaitu Equss ferus prewalskii (Kuda liar mongol). Alasan-alasan yang menjadikan kuda terdomestikasi, selain alasan kemampuan adalah sistem pencernaannya yang monogastrik sehingga tidak perlu bersaing dengan mamalia domestik lain seperti sapi, domba, dan kambing dalam menyediakan pakan. Kondisi lain yang menyebabkan kuda dipilih untuk didomestikasi adalah tingkah lakunya

yang relatif mudah dikendalikan sehingga disukai oleh manusia (Groves dan Ryder 2000).

Kromosom Kuda Domestik

Kromosom disusun oleh kromatin yang berbentuk jaringan benang-benang halus. Kromatin tersebut mengandung DNA. Kromatin tersebut tersusun dari deretan benda kecil yang disebut nukleosom yang dibentuk oleh ikatan DNA dengan histon. Berdasarkan kariotyping terhadap kuda domestik diketahui bahwa kuda domestik mempunyai kariotipe yang dibentuk dari 64 kromosom. Kromosom dalam keadaan haploid terdiri dari 13 metasentrik, 18 akrosentrik kromosom tubuh dan satu kromosom seks. Kariotipe pada kuda sudah dilakukan sejak awal 1900. Hasil yang diperoleh pada saat itu menyatakan bahwa kromosom seks kuda mempunyai tipe XO. Tetapi pada perkembangan selanjutnya diketahui bahwa ternyata kuda seperti mamalia lainya yaitu memiliki tipe XY dan jumlah kromosom diploidnya 64 buah. Pada percobaan kariotipe ternyata Equss caballus mempunyai variasi jumlah kromosom, sehingga akan mempengaruhi pesilangan


(29)

(Chowdary dan Raudsepp 2000). Sebagai informasi mengenai jumlah kromosom pada berbagai spesies kuda akan disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Jumlah kromosom kuda (Chowdary dan Raudsepp 2000)

Kromosom seks X merupakan salah satu kromosom metasentrik yang besar, sedangkan kromosom seks Y merupakan kromosom berbentuk akrosentrik yang paling kecil. Menurut Mitwoch (1997) mengemukakan bahwa kuda mempunyai bentuk kromosom seks X dengan sentromer yang metasentrik sedangkan jika dibandingkan keledai, sentromer keledai lebih submetasentrik. Persilangan keduanya telah menghasilkan mule yang steril. Yang et al (2004) menyatakan bahwa perbedaan jumlah Equus caballus (2n=64) dan Keledai

E q u u s

E.f. prezwalskii (66)

E.f.ferus (tidak ada informasi)

E.f. caballus (64)

E.asinus (62)

E.africanus somaliansis (62/63) E.hemionus hemionus (tidak ada) E.hemionus onager (55/56) E.hemionus kulan (54/55) E.khur (tidak ada informasi) E.kiang (51/55)

E.grevyi (46) E.burcheli (44/45) E.zebra (32)


(30)

7

mengemukakan bahwa kromosom X merupakan kromosom conserve pada mamalia, terutama jika dibandingkan pada spesies ternak lainnya.

Penyebaran Equss caballus

Equss caballus menyebar dari Amerika Utara ke arah Asia, Amerika Selatan, Eropa, dan Afrika. Kesuksesan migrasi ini kemungkinan terjadi satu juta tahun lalu pada akhir jaman es, atau kira-kira 9000 SM. Pada saat melelehnya gletser yang menyambungkan Amerika telah menyebabkan hilangnya spesies kuda-kuda di Amerika, sampai kedatangan penjelajah Spanyol pada abad ke-16

yang mendarat di Mexiko sekitar tahun 1519 dengan membawa 16 kuda (Edward 1994).

Tetua Kuda

Tetua kuda berasal dari tiga tipe primitif kuda yang sampai sekarang salah satunya bertahan. Kuda tersebut adalah (1) Forest Horse, dikenal sebagai Equss caballus silvaticus atau diluvial horse yang kemungkinan dibentuk dari Equss caballus germanicus yang bertahan pada masa setelah jaman es dengan tinggi 1.52 m dengan rambut yang kasar, ekor dan bulu tengkuk yang lebat, serta tapak kaki yang lebar yang cocok untuk daerah rawa. Warna bulu biasanya berwarna merah atau hitam, (2) Przewalskii Asiatic Wild Horse adalah kuda liar yang masih bertahan sampai sekarang dengan nama ilmiah Equss caballus przewalskii przewalskii. Di daerah Mongol dikenal dengan nama Taki dan orang Kirghis menyebutnya Kertag. Kuda ini ditemukan di daerah Asia Tengah oleh peneliti Rusia bernama Mikhalovitch Przewalskii pada tahun 1879. Kuda ini berbeda dengan keturunan kuda domestik disebabkan perbedaan kromosom yaitu 66, sedangkan yang domestik 64. kuda Przewalskii mempunyai tinggi sekitar 1.32 m dengan keempat kaki berwarna hitam serta ekor dan rambut tengkuk berwarna hitam, sedangkan daerah di bawah perut berwarna krem, dan (3) Kuda Tarpan, merupakan kuda liar yang menyebar ke Eropa Timur sampai Ukraina. Kuda tarpan ini mempunyai nama ilmiah Gmelini. Kuda liar tarpan liar terakhir dengan jenis kelamin betina mati di Askanianova (sebelah timur Crimea Ukraina) pada tahun 1880. Kuda tarpan ini mempunyai tinggi 1.32 m (Edward 1994).


(31)

Kuda Arab dan Thoroughbred

Kuda Arab dikenal sebagai fountainhead (sumber) semua breed kuda di dunia disebabkan kemurnian potensial genetiknya untuk dikembangkan. Kuda ini mempunyai karakter yang kuat dan memainkan peran yang penting dalam up grading. Kuda Arab telah memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan kuda Thoroughbred. Walaupun Thoroughbred memiliki tubuh yang lebih besar serta lebih cepat dalam berlari, tetapi dari segi stamina, kesehatan, intelegensia dan keindahan kuda Arab masih lebih baik (Edward 1994). Kuda Arab merupakan kuda yang tidak mempunyai asal sejarah yang jelas. Kuda tersebut merupakan kuda pengembara dari padang pasir arab yang telah berkembang menjadi kuda yang mempunyai bentuk indah, stamina dan kemampuan yang terlihat dari konformasinya. Kuda Arab menjadi standar kuda ringan seperti breed kuda Thoroughbred (Bowling dan Ruvinsky 2000). Penyebaran kuda Arab di mulai abad ke-7 diwilayah Arabia, kemudian pada abad ke-18 sampai 19 berkembang ke

Eropa dan menyebar sampai UK, Rusia, Skandinavia dan US. Menurut Edward (1994) mengemukakan bahwa karakteristik Kuda Arab adalah

mempunyai bulu tengkuk dan ekor terlihat bagus dan lembut, bentuk kepala indah dan mata terlihat bersinar atau berkilauan, bentuk kepala lonjong dengan moncong yang kecil dan lubang hidung lebar, kaki bagian depan panjang, tubuh ramping, bersih, kuat serta mempunyai perototan yang baik, badan yang kompak serta punggung pendek, ramping dan cekung, mempunyai ekor yang tidak tertarik ketika bergerak, karena bentuknya melengkung, kaki bagian belakang mempunyai konformasi yang lemah dan telah dihilangkan melalui breeding satu tahun yang lalu, tinggi badan 1.5 m, kuda Arab mempunyai 17 tulang rusuk, 5 lumbar vertebra dan 16 tulang ekor, sedangkan kuda lainnya mempunyai formasi 18 rusuk, 6 lumbar vertebra, 18 tulang ekor.

Kuda Thoroughbred menurut Edward (1994) berkembang pada abad ke-17 dan 18 di Inggris untuk kepuasan para bangsawan dan raja untuk pacuan kuda. Kata Thoroughbred muncul pada tahun 1821 dan dicatat dalam general stud book vol II yang berisi catatan silsilah tentang Thoroughbred Inggris dan Irlandia. Sekitar 200 tahun yang lalu industri pacuan kuda Thoroughbred berkembang


(32)

9

mempengaruhi populasi kuda di dunia. Peningkatan ukuran, pergerakan dan konformasi dari Thoroughbred sama baiknya dengan kecepatan, keberanian dan stamina. Hal tersebut disebabkan potensinya yang dihasilkan dari keseragaman genetik yang dicapai oleh proses pemulian yang selektif. Thoroughbred adalah kuda yang sangat baik dalam melompat, balapan, dressage, tetapi sebagian besar kuda ini telah digunakan untuk diseleksi sebagai breed khusus untuk kecepatan berlari. Asal Kuda Thoroughbred adalah kuda yang digunakan sejak 1700an yang

berasal dari kuda jantan impor dari daerah timur (Arab, Turki) dengan kuda betina Inggris yang menghasilkan keturunan untuk balapan (Bowling dan Ruvinsky 2000).

Ciri-ciri kuda Thoroughbred menurut Edward (1994) mempunyai tinggi badan 1.57 m, bentuk kepala serta rahang yang bagus, perpaduan antara kepala dan leher terlihat bagus dan simetris dengan pundaknya, mempunyai proporsi badan yang panjang, kaki belakang yang panjang dan anggun dengan persendian yang baik sehingga memberikan daya dorong yang maksimum, bagian kaki depan bagus dengan bentuk panjang, berotot dan besar, serta persendian rata, ukuran tulang di bawah lutut berukuran di bawah 20 cm, mempunyai bahu panjang dan membentuk slope yang tidak terlalu menonjol, sehingga menghasilkan langkah yang panjang dan rendah.

Kuda di Indonesia

Menurut Edward (1994) mengemukakan bahwa kuda lokal Indonesia tersebar di beberapa daerah. kuda lokal yang ada di Indonesia disajikan pada Tabel 1.


(33)

Tabel 1 Jenis dan karaktek kuda Indonesia

Jenis kuda Tinggi (m) Karakteristik Kuda Sumba Kuda Sandelwood Kuda Batak Kuda Jawa 1.27 1.35 1.32 1.27

- Ukuran kepala lebih besar dibandingkan ukuran badannya

- Konformasi badannya kurang sempurna, tetapi bagian punggungnya kuat

- bentuk kepala kecil dan bagus, mata yang besar dan bulu yang lembut dan berkilauan

- kecepatan dan sangat aktif. Ciri khas dari kuda ini adalah mempunyai kuku kaki yang keras dan kuat. - Ekor dan tengkuk mempunyai rambut yang bagus

dengan posisi ekor cukup tinggi sehingga baik dalam pergerakan

- Kaki belakang ramping

- Mempunyai rump yang tinggi serta

- memiliki punggung yang panjang dan sempit - Kepalanya bagus dengan muka yang lurus

- Memiliki leher yang lemah dan pendek serta kurang berkembang

- Jinak dan tidak kenal lelah

- kaki dan persendiannya tidak berkembang dengan baik sehingga mempengaruhi kekuatannya, walaupun kuda Jawa adalah tipe pekerja keras

Sumber : Edward 1994

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa kuda Sandelwood merupakan kuda yang paling tinggi sehingga karena alasan itupun kuda pacu di Indonesia banyak dipengaruhi oleh kuda tersebut.

Kuda Pacu Indonesia

Definisi dari Kuda Pacu Indonesia adalah kuda Indonesia hasil persilangan kuda betina Indonesia dengan pejantan Thoroughbred sampai generasi ke3 (G3) dan generasi ke4 (G4) dan atau hasil perkawinan diantaranya (inter-semating) yang memiliki sertifikat Kuda Pacu Indonesia dan terdaftar pada Biro Registrasi Kuda yang ditetapkan pemerintah. Persyaratan kualitatif KPI adalah (a) berasal dari persilangan antara kuda betina lokal Indonesia dengan pejantan bangsa Thoroughbred sampai generasi ke 3 atau generasi ke 4 dan atau hasil perkawinan diantaranya (inter-semating), (b) warnanya tidak dipersyaratkan warna spesifik, (c) bentuk luar/ eksterior memiliki kriteria bentuk badan langsing, kakinya kuat dan ringan bentuk mengarah kuda Thoroughbred, (d) temperamennya aktif.


(34)

11

minimal 150 cm dan maksimal 170 cm, (b) berat badan pada umur 6 tahun minimal 350 kg, (c) umurnya tidak dipersyaratkan umur tertentu (DSN 1996). Kuda Modern

Kuda modern ini terdiri dari 3 jenis. Jenis dari kuda tersebut adalah (1) heavy Horse dengan Bentuk tubuhnya besar dengan struktur yang tebal dan sangat jelas berbeda dengan kuda Thoroughbred. Kuda ini mempunyai kekuatan yang besar, tetapi mempunyai kecepatan yang lambat, (2) Light Horse dengan karakteristik dari kuda ini adalah perototan yang panjang dan proporsional. Bentuk tubuhnya sempit dan mempunyai bahu yang berbentuk slope. Kuda ini biasannya diidentikkan dengan Thoroughbred, dan (3) Poni dengan proporsi yang unik. Panjang badannya melebihi tingginya dan kedalamannya sama dengan panjang kakinya. Panjang kepalanya sama dengan bahu (Edward 1994).

Konformasi Tubuh

Pada industri balapan kuda Thoroughbred, biasanya kuda mulai dilombakan pada umur 2 tahun. Sebuah analisa hubungan antara konformasi dan karakteristik kecepatan lari pada anak kuda umur 6-8 bulan menyatakan bahwa peningkatan kecepatan yang dihasilkan anak kuda disebabkan panjang langkah. Pada anak kuda yang berlarinya cepat diketahui kuda tersebut memiliki kaki lebih berat dan frekuensi langkah yang lebih tinggi dan hal tersebut terjadi pada kuda yang relatif tinggi. Pada Kuda Througbred yang lebih tua kecepatan maksimum juga dapat dijelaskan dengan panjang langkahnya. Selain langkah kategori performa untuk Thoroughbred dapat juga diketahui dari rataan denyut nadinya setelah latihan terhadap kemampuan balapnya (r =-0.56) (Bowling dan Ruvinsky 2000).

Komponen genetik dari performa pacu/balapan mungkin sangat kompleks dan melibatkan banyak fungsi dalam dari anatomi, fisiologi, neurologi dan endokriniologi. Kemampuan genetik dalam kecepatan berlari tidak diragukan lagi merupakan faktor penting dalam menentukan pemenang dan yang kalah, sehingga seleksi pemenang dalam pacuan merupakan cara yang efisien dalam mencari kuda yang mempunyai kecepatan tinggi. Kemenangan pada kuda sangat dipengaruhi mental dan fisik kuda dalam bereaksi terhadap lingkungan, seperti kompetitor, signal dari joki dan variasi kecepatan pada phase yang berbeda dalam sebuah


(35)

pacuan. Kemampuan memobilisasi metabolisme anaerob perototan serta fighting spirits akan menjadi penentu kemenangan (Arnason dan Van Vleck 2000).

Sistem saraf akan bertanggung jawab dalam mengontrol dan meregulasi sistem lain. Kardiovaskular dan sistem respirasi menyediakan nutrisi dan oksigen untuk otot yang akan diubah dari energi biokimiawi menjadi energi mekanik

selama otot bekerja. Aparatus lokomotor yang ada dibawah kontrol nerosensor membuat mungkin mengkoordinasi semuanya dengan baik

(Saatamomen dan Barrey 2000). Variasi Warna

Hitam, bay, chestnut dan abu-abu merupakan dasar warna yang paling mendekati dari semua breed saat ini. Untuk menghitung warna dilusi, putih dan pola putih telah diusulkan bahwa ada kurang lebih sembilan gen yang mempengaruhinya. Tidak ada warna yang membatasi satu breed. Diantara breed yang ditemukan mempunyai warna dasar adalah Thoroughbred, Lippizaner dan kuda Arab (Bowling dan Ruvinsky 2000).

Teknologi DNA

Gen adalah sekumpulan basa nukleotida yang dapat menyandi pembentukan asam amino. Sekumpulan basa nukleotida yang terdiri dari empat nukleotida yang mengandung basa adenin (a), citosin (c), guanin (g), dan timin (t). Basa-basa tersebut diikat dalam sebuah ikatan fosfodiester dan basanya berpasangan antara adenin dengan timin dan guanin dengan sitosin (Goodenough 1988).

Kelebihan test DNA menurut Bowling (2001) adalah (1) setiap laboratoium harus memproduksi sendiri baterai dari bahan reagent untuk penggolongan antisera darah, (2) dapat menggunakan dari bagian material dari ternak yang mati, (3) pengangkutan dan teknis pengolahan yang cukup sulit untuk perjalanan internasional, (4) test lebih efektif, karena bisa menjawab beberapa masalah dari test darah yang rutin.

Penggunaan test tetua dengan menggunakan penanda darah (blood marker) merupakan test yang aman dan mudah. Test yang biasa digunakan di laboratorium adalah menggunakan 15 penanda dengan tingkat akurasi 95-97 % tergantung


(36)

13

terutama disebabkan kelemahan test darah yang membutuhkan sampel darah dan rancangan bahan pereaksi khusus yang biasanya memerlukan waktu yang lama (Bowling dan Ruvinsky 2000).

Kuda diduga mempunyai 3 000 mb dari DNA dan sekitar 50 000 sampai 70 000 mempunyai urutan berulang. Ulangan ini dapat menjadi studi untuk mengetahui identifikasi individu, analisa tetua, pemetaan gen dan studi tentang evolusi dari bangsa kuda (Bowling dan Ruvinsky 2000).

Teknik PCR (polimerase chain reaction) berdasarkan metode mikrosatelit lebih menggunakan sedikit DNA. Mikrosatelit merupakan ulangan urutan basa yang berkisar antara 2-3 bp. Biasanya dikelaskan ke dalam mikrosatelit jika ada sekitar 100 000 cetakan dari CA/GT. Mikrosatelit mempunyai ulangan nukleotida yang sederhana dan merupakan DNA yang tidak mengkodekan (Bowling 2001). Mikrosatelit biasanya mempunyai polimorpisme yang tinggi dan mudah di PCR sehingga banyak diadopsi sebagai pananda genetik (marker).

Penelitian Bowling et al. (1997) terhadap uji tetua kuda menunjukan bahwa efektivitas penanda darah adalah 97.3% dan 98.2% untuk penanda menggunakan DNA mikrosatelit. Berdasarkan pengujian tersebut lima keturunan menunjukan ketidakcocokan dengan tetuanya hanya pada penggunaan sistem mikrosatelit tunggal. Menurut Bowling dan Ruvinsky (2000) peluang kepercayaan menggunakan mikrosatelit sebagai test tetua sebesar 96-99%.

Marker yang digunakan untuk mengukur ukuran alel dengan akurat adalah VHL20, HTG4, HTG6, HTG7, HTG10, AHT4, AHT5, HMS2, HMS3, HMS6, HMS7 dan ASB2 yang telah dikombinasikan salah satunya untuk Thoroughbred (Bowling dan Ruvinsky 2000). Sedangkan ISAG (Internasional Society of Animal Genetic) pada tahun 1998 menganjurkan untuk menggunakan AHT4, ASB2, HMS3, HMS6, HMS7, HTG4, HTG10 dan VHL 20. Frekuensi alel dari kuda Througbreed dengan mikrosatelit HTG10 yang tertinggi terdapat pada alel I sebesar 0.31 dari 11 alel yang terdeteksi (Bowling 2001).

Homologi Gen

Dalam setiap ternak memiliki perbedaan komposisi gen. Perbedaan gen tersebut mengambarkan perbedaan sifat pada masing-masing ternak dengan kecendrungan adanya kemiripan sifat yang menandakan adanya kekerabatan yang


(37)

dekat. Analisis homologi dapat dilakukan untuk meninjau persamaan susunan basa nukleotida (Arifin 2004). Analisis homologi dilakukan dengan cara mensejajarkan satu per satu basa nukleotida. Pensejajaran ini dapat digunakan untuk mempelajari susunan basa nukleotida, mutasi gen dengan membandingkan ternak normal dengan ternak yang abnormal, identifikasi gen dan pembentukan pohon kekerabatan yang didasari adaanya perbedaan jarak genetik akibat dari perbedaan urutan basa nukleotida. Perbedaan susunan basa yang semakin besar akan menghasilkan jarak genetik yang jauh dengan kekerabatan yang jauh pula (Rashidi dan Bucher 2000).

Menurut Mendez et al. (2004) Hubungan genetik antara populasi dapat dilakukan dengan bantuan data yang berasal dari DNA inti sel seperti mikrosatelit dan DNA dari mitokondria seperti sitokrom b yang dilakukannya pada populasi keledai Spanyol (Equus asinus). Amplifikasi dari sekuen sitokrom b pada keledai tersebut adalah 313 bp. Menurut Ishada (1996) berdasarkan penelitiannya gen mitokondria sitokrom b pada kuda Thoroughbred dapat dianalisis menggunakan PCR-rectriction fragment length polymorphysme (RFLP) dengan bantuan enzim restriksi AciI, BamHI, dan RsaI dan terbentuk empat tipe.

Mitokondria DNA

Genom mitokondria berbentuk sirkular dan berdasarkan jenis gennya

dibagi menjadi dua yaitu daerah penyandi dan daerah bukan penyandi atau disebut daerah kontrol karena berperan dalam proses trankripsi dan replikasi

genom mitokondria (Anderson et al. 1981). DNA mitokondria hewan berukuran kecil + 16 000 pb, tidak bersifat mendel dan diturunkan lewat jalur maternal (Kirby 1990) dan genom mitokondria mempunyai laju evolusi yang lebih tinggi dibandingkan DNA inti (Kocher et al. 1989).


(38)

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Pengumpulan data sekunder untuk penelitian dilakukan di Equstrian Centre

Pamulang dan arena pacuan kuda Pulomas Jakarta. Analisa laboratorium dilakukan di

Laboratorium Genetik Hewan Puslitbang Biologi LIPI dan Laboratorium Teknologi

Gen Puspitek Serpong. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2005

sampai Juni 2006.

Materi

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder silsilah

keturunan kuda di peternakan kuda Pamulang sebanyak 110 ekor kuda dan data

sekunder dari arena pacuan kuda Pulomas Jakarta sebayak 510 ekor kuda yang

menempati posisi 1, 2 dan 3, serta 4 sampel darah kuda yang terdiri dari satu kuda

lokal, satu kuda G4, satu kuda KPI dan satu kuda Thoroughbred.

Isolasi DNA

Bahan dalam isolasi DNA adalah

lysis buffer

, buffer pencuci,

digestion buffer

,

RNAase, proteinase

,

phenol

, CIA (cloroform isoamil alcohol),

ethanol

70%,

ethanol

absolute

, dan larutan TE (trist EDTA). Alat yang digunakan adalah pipet mikro 20;

100; 200; 1 000 ml, kertas saring, pipet tips,

eppendorf

,

varies

,

vacum dryer

,

inkubator,

frezeer

, dan kotak plastik.

Polimerase Chain Reaction

Bahan yang digunakan

buffer

PCR, dNTPmix, larutan MgCL

2

, 3 mM, DNA

template

, Taq DNA

polimerase

, air destilasi. Alat yang digunakan mesin

thermocycler

, alat sentrifugasi, pipet mikro, pipet tipis,

eppendorf

2 ml dan

frezzer.


(39)

Tabel 2 Informasi primer pengapit DNA mitokondria

No

Primer

Sekuens primer (5’-3’)

1 L1091

(12SF)

5‘AAAAGCTTCAAACTGGGATTAGATAC 3’

2 H1478

(12SR)

5’TGACTGCAGAGGGTGACGGGCGGTGT’3’

3

Cyt B (F)

5’CCATCCAACATCTCAGCATGATGAAA3’

4

Cyt B (R)

5’GCCCCTCAGAATGATATTTGTCCTCA3’

Sumber : Kocher et al. 1989

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa primer yang digunakan adalah 2 pasang

primer yang masing-masing mengapit segmen gen sitokrom b dan 12S RNA.

Elektroforesis

Bahan yang digunakan Larutan

buffer elektroforesis

, gel

agarose

, larutan TBE,

loading dye

, 10 APS,

Temed

. Alat yang digunakan adalah perangkat

elektroforesis

,

UV

transimulator

, pipet mikro, nampan pencampur

erlenmeyer

,

heater

, nampan

cetakan gel, dan sisir khusus sumur.

Metode

Isolasi DNA

Isolasi DNA yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan

metode sambrook untuk memperoleh DNA murni. Metode tersebut mempunyai

runutan kerja sebagai berikut. Sampel DNA dimasukan ke dalam tabung

efendorf

,

Tambahan larutan

lysis buffer

dengan volume yang sama, kocok sampai larut.

Sentrifugasi dengan kecepatan 6 500 rpm selama satu menit. Supernatan dibuang,

endapannya ditambahkan larutan

buffer

pencuci, goyangkan dengan tangan lalu

di

vortex

. Tambahkan

digestion buffer

sebanyak 500 ml, 15 ml

proteinase

, 5 ml

RNAase, goyang dengan tangan dan

vortex

. Inkubasi dengan

shaking water bath

selama 16 jam pada suhu 55

0

C. Setelah tercerna, sampel ditambah

phenol

sebanyak

500 ml,

vortex

selama 30 menit. Lakukan sentrifugasi pada kecepatan 13 000 rpm


(40)

17

yang sama lalu

vortex

dengan

rotary mixer

selama 30 menit. Sentrifugasi selama 2

menit dengan kecepatan 13 000 rpm. Ambil bagian atas lalu masukan ke

efendorf

yang baru. Tambahkan ethanol 100% sebanyak 2x volume sampel, goyang selama

10 menit dan akan terlihat material putih, yaitu DNA. Simpan di

freezer

selama 5

menit, lalu sentrifugasi selama 2 menit dengan kecepatan 13 000 rpm.

Ethanol

100%

dibuang dan diganti

ethanol

70% (600 ml) lalu sentrifugasi lagi selama 2 menit

dengan kecepatan 13 000 rpm. Buanglah ethanol 70% dengan pipetor, lalu keringkan

material DNA yang tersisa dengan bantuan aspirator. Tambahkan larutan yang terdiri

dari TE, 10 mM trist HCL, 1 mM EDTA, 0.02 mg/ml RNAase, air destilasi sampai

volume total 100 ml. Sentrifugasi sebentar dan masukan ke

shaking water bath

selama 15 menit dengan suhu 37

0

C. Setelah selesai simpan sampel DNA pada suhu

4

0

C. Pengukuran konsentrasi DNA dengan spektrometer dengan skala kemurnian

DNA yang baik adalah 1.8 – 2.0.

Polimerase Chain Reaction

Dalam kegiatan perbanyakan fragmen DNA dilakukan dengan bantuan teknik

PCR. Teknik tersebut melalui runutan kegiatan sebagai berikut. Tentukan jumlah

sampel DNA untuk PCR. Siapkan tabung PCR 0.2 ml atau 0.5 ml dan beri label

setiap tabung PCR dan tambahkan sampel DNA. Buatlah master

mix

atau

coctail

yang terdiri dari

buffer

, taq

polimerase

, dNTP, primer dan air

miliQ

dengan

menggunakan tabung 0.5 ml atau 1.5 ml. Jika sampel DNA sebanyak 3 ml maka

coctail

ditambahkan sebanyak 47 ml. Masukan tabung ke mesin PCR dan jalanan

programnya dengan menyesuaikan suhu untuk

denaturasi

,

anealing

dan

elongasi

,

serta siklus PCR yang diinginkan sesuai prosedur.

Elektroforesis

Kegiatan lanjutan setelah PCR adalah elektroforesis, yang bertujuan sebagai

media visual ukuran pita DNA. Runutan kerja dari metode elektroforesis adalah

sebagai berikut. Buatlah gel

agarose 2%

, kemudian dimasukan gel

cassete

dengan

syring

ukuran 50 ml

.

Pasang

gel cassete

ke mesin elektroforesis. Tuang satu liter

TBE ke bak atas dan satu liter ke bak bawah. Masukan sampel setelah diberi


(41)

loading dye

sehingga berwarna biru lalu masukan kedalam sumur gel. Marker DNA

akan digunakan untuk mengetahui ukuran DNA yang teramplifikasi dan dimasukan

pada sumur pertama

.

Elektroforesis dengan dengan tegangan 180 volt selama 120

menit.

Sekuensing

Buatlah campuran dengan tabung PCR 0.2 ml seperti pada Tabel 3.

Tabel 3 Larutan PCR untuk sekuensing

Komposisi

Volume kontrol

Volume sample

Air

Primer (F atau R)

Bigdye

v 3.1

Template

Total Volume

3

μ

l

2

μ

l

4

μ

l

1

μ

l

10

μ

l

2

μ

l

4

μ

l

4

μ

l

10

μ

l

Campur dengan pipet, spindown larutan tersebut dengan sentrifugasi, set mesin

termal cycler sesuai program, kemudian masukan sample kedalam mesin thermal

cycler, jalankan PCR dan purifikasi hasil PCR. Program PCR cycle sekuensing

adalah 96

o

C selama 2 menit, 96

o

C selama 10 detik, 55

o

C selama 5 detik, 60

o

C

selama 4 menit sebanyak 25 siklus.

Mesin

sekuensing

yang

digunakan adalah ABI 3130

Genetik Analyser

. Cara

kerjanya meliputi : hidupkan komputer dan ABI 3130 sampai lampunya berwarna

hijau, Klik data

collection

sampai semua kotak berwarna hijau, Klik

protocol

manager

(klik new, isi nama, type reguler,

run module

(ultraseq 36 pop_1/Rapidseq

36_pop_1, Dye set (Z-Bigdye v 3.1), Klik OK), Klik

plate manager

(klik

new

, isi

plate

dialog, klik OK, isi

plate record

SEQ ANALYSIS PLATE EDITOR

), Klik

Run

scheduler

(klik

find ALI

, pilih

plate name

dari daftar, klik posisi

plate

untuk

link

,

pada

START DIALOG BOX

klik tanda panah warna hijau dan klik OK.


(42)

19

Metode Pengukuran Tubuh Kuda

Metode pengukuran tubuh dilakukan pada tiga parameter, yaitu panjang badan,

tinggi punda dan lebar dada. Ilustrasi daerah pengukuran disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Daerah pengukuran kuda

Dalam pengukuran tubuh kuda, kuda terlebih dahulu dikendalikan agar tenang.

Kedua kaki dalam kondisi tegak lurus, jika telah benar, maka segera ukur.

Pengukuran bagian tubuh kuda yang dilakukan adalah tinggi pundak dan kecepatan

pacu. Berdasarkan Gambar 3 tinggi gumba atau tinggi pundak (cm), diukur dari titik

tertinggi pundak pada ruas punggung awal/

withers

(cervical vertebre) dari bagian

depan tegak lurus kelantai dengan menggunakan tongkat ukur yang berada disamping

scapula

dekat titik siku. Posisi tongkat harus tegak lurus pada lantai atau tanah yang

datar dan posisi kuda harus berdiri tegak pada keempat kakinya dengan membentuk

bidang segi empat pada lantai yang datar. Pengukuran panjang badan dimulai pada

bagian

scapulo hunireal joint

sampai pelvis (ilium). Pengukuran dalam dada

menggunakan kaliper dengan mengukur bagian dada (breast) sebelah kiri dengan

sebelah kanan (tuber spinae).

Keterangan :

A = Panjang Badan

B = Tinggi Pundak

C = Lebar Dada


(43)

Analisis Data

Analisis DNA

Identifikasi nama dan simbol gen dilakukan dengan membuka situs GenBank

yaitu www.ncbi.ntm.nih.gov. Berdasarkan nama dan simbol gen yang telah

didapatkan pada menu search tersebut digunakan sebagai kata kunci untuk

mendapatkan sekuen gen di

GenBank

. Identifikasi sekuen gen dilakukan dengan

memilih menu nukluetida pada menu

search

. Kemudian akan diperoleh

list

dari gen

tersebut beserta

link

kepada struktur basa gen tersebut

.

Identifikasi homologi gen dilakukan dengan menggunakan program

BLAST

pada situs NCBI. Kemudian memilih program

Blastn

yang berfungsi

mengidentifikasi kesamaan basa nukluetida antara sekuen

query

dengan sekuen yang

ada didalam

database

. Tahap yang dilakukan adalah dengan memasukan sekuen gen

yang akan disejajarkan, kemudian melakukan pengisian parameter yang dibutuhkan,

dilanjutkan dengan klik

BLAST

untuk runing analisis sekuens.

Output

tersebut menggambarkan panjang sekuen

query

dan panjang sekuen dari

genbank

yang memiliki homolog. Lanjutan dari

output

tersebut adalah nomor

identitas gen, dekripsi sekuen, nilai

bit score

dan nilai

raw score

, nilai harapan,

jumlah kecocokan dan juga detail pensejajaran dimana tanda (I) menunjukan

kecocokan, (-) menunjukan gap dan ( ) menunjukan ketidak cocokan sekuen.

Berdasarkan analisa homologi tersebut dapat dibuat sebuah pohon kekerabatan

berdasarkan jarak genetiknya, dan pada program

BLAST

ini ada menu tambahan

dengan klik

tree view

, maka akan dihasilkan output

filogenetic tree.

Perhitungan persentase nilai homologi gen dilakukan dengan menghitung rasio

antara jumlah basa nukluetida yang sama dengan total sekuen. Perhitungan persentase

homologi gen dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut ini.


(44)

21

P = n

d

/ n, (Nei dan Kumar 2000)

Keterangan

P

= Proporsi jumlah basa nukluetida yang berbeda

n

d

= Jumlah basa nukluetida yang berbeda

n

= Total jumlah basa nukluetida

Analisa pembentukan pohon kekerabatan menggunakan program Mega 3.1.

Pembuatan pohon kekerabatan ini dengan menggunakan program UPGMA

(Unweight Pair Group Method Average) dengan model

kimura2 pairwase

dan

partial

deletion

pada menu

phylogeny

.

Persamaan matematika dalam analisa pohon kekerabatan tersebut adalah.

NAB = ∑ dij / (rs) dengan dij = -h ln (1-P/h-Q)- (1/2) (1-h) ln (1-2Q) dan h = 20(1-0)

(Nei dan Kumar 2000)

Keterangan :

d

AB

= Jarak antara cluster A dan B

d

ij

= Jarak antara taka I dan j

r dan s

= Jumlah taxa didalam cluster A dan B

0

= sin

-1

persentase GC

P

= Frekuensi perubahan pasangan transisi pada gen A dan B

Q

= Frekuensi perubahan pasangan transversi pada gen A dan B d

AB

= d

AB

=

Angka yang dihasilkan dalam garis cabang menunjukan jarak yang dihitung

dengan persamaan.

b

ij

= d

ij

/ 2 (Nei dan Kumar 2000)

Keterangan :


(45)

Analisis Ukuran Tubuh Kuda

Analisis ini melibatkan 18 ekor kuda persilangan dengan menggunakan Minitab

Release

13.20 yang merupakan software statistik yang dapat digunakan untuk

pengolahan data korelasi dan regresi suatu data. Penggunaan Minitab tahap awal

adalah membuka program Minitab yang sebelumnya telah diinstal dengan mengklik

program eksekusinya.

Pada

bagian

worksheet

atau bagian bawah

entry

data variabel X (predictor) dan

data variabel Y (respon). Lanjutkan tahap berikut :

1) Deskripsi Data

1.

klik

Stat- Basic Statistic-Display descriptive statistic

2.

Pada menu akan muncul

entry

variabel yang akan dicari ukuran penyebaran

dan pemusatannya serta penggambaran melalui pengaturan grafik

2) Korelasi Variabel

1. Langkah pertama adalah klik

Stat-Basic statistic-Corelation

2. Masukan variabel yang akan dilihat korelasinya, setelah di klik OK, maka akan

muncul nilai korelasi dan signifikansi koefisien korelasi tersebut.

Persamaan Korelasi yang digunakan menurut Arikunto (2003) adalah

r

xy

=

Σ

X.Y

(

Σ

X

2

) (

Σ

Y

2

)

Keterangan :

r

xy

= Koefisien korelasi yang dicari

Σ

X.Y

= Perkalian x dengan y

Σ

X

2

= Simpangan setiap x dari rerata x (x-x)

Σ

Y

2

= Simpangan setiap x dari rerata y(y-y)

3) Persamaan Regresi

Klik

Stat-Regression-Regression

dan OK. Masukan dalam menu variabel

prediktor(sesuaikan dengan model regresi) dan respon, klik OK, maka akan muncul


(46)

23

Analisis Silsilah

Analisis Silsilah dilakukan melibatkan 110 kuda yaitu menggunakan 33 kuda

Thoroughbred, 13 kuda lokal Indonesia dan 64 keturunan kuda yang ada di

Peternakan Kuda Pamulang. Analisis silsilah dilakukan dengan analisis deskriptif.

Parameter yang di amati adalah pengaruh asal tetua Thoroughbred dan tetua kuda

lokal terhadap prestasi keturunannya. Ilustrasi hal tersebut disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Ilustrasi mengenai pengaruh tetua

Berdasarkan Gambar 4, kemudian G1 dihitung 1 jika berprestasi dan 0 jika

tidak berprestasi, kemudian dikomulatifkan berdasarkan perbedaan tetua. Pengaruh

dari tetua lokal ditunjukan pada Gambar 5.

Gambar 5 Pengaruh lokal terhadap

grading up

Saptadewi (G0/lokal priangan)

Lingard (Thoroughbred/Aus)

Saraswati

(G1)

Lokall Sumba Thourougbred

Thourougbred

(G2)

Thourougbred

(G3)

Thourougbred

(G4)

(G1)


(47)

Berdasarkan Gambar 5 di ketahui bahwa semua keturunan G1, G2, G3, dan G4

dihitung 1 jika berprestasi dan dihitung 0 jika tidak berprestasi kemudian dikomulatif

dan dipersentasikan. Pola pewarisan prestasi kuda antar generasi disajikan pada

Gambar 6 dibawah ini.

Gambar 6 Pewarisan sifat berprestasi kepada keturunannya

Berdasarkan Gambar 6, dari G1 yang berprestasi, kemudian dihitung

keturunannya yang ikut berprestasi atau tidak berprestasi. Begitipula jika G2

berprestasi dilihat G3nya yang berprestasi, dan jika G3 nya berprestasi juga diamati

prestasi G4. Sedangkan untuk melihat sifat tidak berprestasi dihitung keturunanya

yang juga ikut tidak berprestasi.

Analisis Perkembangan Pacuan Kuda

Analisis ini menggunakan analisis deskriptif dengan melibatkan kejuaraan

pacuan sebanyak 20, yaitu :

1.

Kejuaraan Pacuan Kuda “Kapolda Metro Jaya Cup 2000”, Jakarta 5 Maret

2000

2.

Champions Cup 2000 serie 2, Pulomas 21, Mei 2000

Thourougbred

(G2)

Thourougbred

(G3)

Thourougbred

(G4)

G1 yang berprestasi


(48)

25

5.

Kejuaraan Pacuan Kuda “Kawanua Cup 2002”, Jakarta 21 April 2002

6.

Kejuaraan Nasional XXXVI Penyisihan seri I “Bhayangkara Cup IV 2002”,

Jakarta 14 Juli 2002.

7.

Kejuaraan Nasional Pacuan Kuda “Piala Bergilir Ketua DPD PDI-Perjuangan

DKI Jakarta” (Tiga Mahkota 2002 Seri II), Pulomas 26 Mei 2002.

8.

Kejuaraan Nasional XXXVI “Bhayangkara Cup IV 2002”, Jakarta, 28 Juli

2002.

9.

Kejuaraan Nasional Penyisihan Seri II “Bhayangkara Cup IV 2002”, Jakarta

28 Agustus 2002.

10.

Kejuaraan Pacuan Kuda “Sumbar Cup-2002”, Jakarta 22 Desember 2002.

11.

Pacuan Kuda “A.E Kawilarang Memorial Cup 2003”, Jakarta 23 Februari

2003.

12.

Kejuaraan Pacuan Kuda “Piala Tiga Mahkota Seri I-2003), Jakarta 30 Maret

2003.

13.

Kejuaraan Pacuan Kuda “Kawanua Cup II-2003”, 27 April 2003.

14.

Kejuaraan Pacuan Kuda “Piala Tiga Mahkota Seri II-2003, Jakarta 25 Mei

2003.

15.

Kejuaraan Pacuan Kuda “Derby Indonesia 2003”, Jakarta 13 Juli 2003.

16.

Kejuaraan Pacuan Kuda “A.E. Kawilarang Memorial Cup 2004, 22 Februari

2004.

17.

Kejuaraan Pacuan Kuda “Piala Tiga Mahkota Seri I-2004”, 28 Maret 2004.

18.

Kejuaraan Pacuan Kuda “Kawanua Cup III-2004”, 25 April 2004.

19.

Kejuaraan Pacuan Kuda “Jakarta Derby-2004”, Pulomas 20 juni 2004.

20.

Kejuaraan Pacuan Kuda “Ramadhan Cup 2004”, Pulomas 24 Oktober 2004.

Total kejuaran tersebut melibatkan 170 x pacuan kuda atau 510 kuda yang

menempati posisi 1, 2 dan 3 yang dipacukan di Pacuan Kuda Pulomas Jakarta.

Kondisi yang di amati adalah :

1.

Pengaruh warna terhadap prestasi kuda

2.

Pengaruh jenis kelamin terhadap prestasi kuda

3.

kondisi persaingan antar kuda pacu di pacuan kuda


(49)

Ilustrasi bentuk data yang dianalisis prestasinya disajikan pada Tabel 4 dibawah

ini. Berdasarkan ilustrasi pada Tabel 4 tersebut data tersebut direkapitulasi dan di

persentasikan, serta ditampilkan dalam grafik.

Tabel 4 Informasi hasil pacuan kuda

Nama Kuda

Joki

Pelatih

Daerah

Nama Pemilik

Posisi finish

Surya Baskara

Jantan, Jragem Pargata king x Prima rita

Datulong Stable

C.Singal Edwin Basuki

Sulut Kharisma

Stable

Posisi 1

Selisih 7 badan


(50)

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis DNA

Analisis Gen Sitokrom b

Analisis dengan menggunakan primer sitokrom b untuk mengamplifikasi bagian DNA mitokondria dilakukan pada kuda lokal Indonesia (Sumbawa). Produk PCR yang dihasilkan dielektroforesis dengan menggunakan gel agarose dan hasil elektroforesis disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Hasil elektroforesis gen sitokrom b pada kuda Indonesia

Berdasarkan hasil elektroforesis pada Gambar 7 diketahui berdasarkan marker pada baris 1 bahwa gen sitokrom b pada kuda Indonesia yang terdapat pada baris kedua ternyata teramplifikasi dan berada pada range marker 300 bp. Untuk mengetahui lebih lanjut keberadaan susunan gen dari sitokrom b tersebut, maka dilakukan kegiatan sekuensing. Hasil sekuensing dari produk PCR tersebut ditampilkan pada Gambar 8.

350 300

DNA Marker

Produk PCR gen sitokrom b Kuda Indonesia


(51)

CTTTT2 6 0T ACAGT TATA2 7 0GCTACAGCAT2 8 0TCATGGGCTA2 9 0TGTCCTACCA3 0 0TGAGGACAAA3 1 0TATCATTC TG3 2 0AGGGGCA

A1AT3T0ATCCGC T1AC4C0TCCA TGC1CA5A0CGG AGCA1TC6C0ATAT TCT1TT7A0TCTGCCTC1 T8T0CAT TCAC G1 T9A0GGAC GCG G2C0C0TCTACTA2CG1G0CTC C TAC2AC2C0TTCCTAG2AA3 0ACATGAAA2CA4T0TGG AATC2AT5C0CT ACT


(52)

Berdasarkan Gambar 8 diketahui bahwa jumlah basa nukleotida yang tersekuen pada gen sitokrom yang dilakukan pada kuda Indonesia adalah 326 bp dengan persentase basa nukleotida T = 27.2%; C = 30%; A = 26.9%; G = 15.8%. Berdasarkan Gambar 4 tersebut juga dapat dilihat hasil sekuensing cukup baik, dimana dalam setiap grafik yang menunjukan satu basa nukleotida hanya ditunjukan oleh singel fic dominan yang muncul, tanpa terjadi penumpukan. Hasil sekuensing hanya pada awal sekuensing terlihat kurang baik karena terjadi penumpukan grafik. Hasil blast dari sekuen kuda Indonesia dengan data genbank disajikan pada Gambar 9.

Kuda Ind 4 CCTCCTAGGA-TCTGCCTA-TCCTCCAAATCTTAACAGGCCTATTCCTAGCCATACACT 60 DQ223539 105 ...A...A... 163 DQ297662 105 ...A...A... 163 DQ297661 105 ...A...A... 163 DQ297658 105 ...A...A... 163 Kuda Korea 14292 ...A...A... 14350 Kuda Aus 14292 ...A...A... 14350

Kuda Ind 61 ACACATCAGACACAACAACCGCCTTCTCATCCGTCACTCACATCTGCCGAGACGTGAACT 120 DQ223539l 164 ...G...T...T.... 223 DQ297662l 164 ...G...T...T.... 223 DQ297661l 164 ...G...T...T.... 223 DQ297658l 164 ...G...T...T.... 223

Kuda Korea 14351 ...G...T...T.... 14410 Kuda Aus 14351 ...G...T...T.... 14410

Kuda Ind 121 ACGGATGAATTATCCGCTACCTCCATGCCAACGGAGCATCCATATTCTTTATCTGCCTCT 180 DQ223539 224 ...A...T... 283 DQ297662 224 ...A...T... 283 DQ297661 224 ...A...T... 283 DQ297658 224 ...A...T... 283

Kuda Korea 14411 ...T...A...T... 14470

Kuda Aus 14411 ...T...A...T... 1447 Kuda Ind 181 TCATTCACGTAGGACGCGGCCTCTACTACGGCTCCTACACCTTCCTAGAAACATGAAACA 240 DQ223539 284 ...T...A...G... 343 DQ297662 284 ...T...A...G... 343 DQ297661 284 ...T...A...G... 343 DQ297658 284 ...T...A...G... 343 Kuda Korea 14471 ...T...A...G... 14530

Kuda Aus 14471 ...T...A...G... 14530 Kuda Ind 241 TTGGAATCATCCTACTTTTTACAGTTATAGCTACAGCATTCATGGGCTATGTCCTACCAT 300 DQ223539 344 ...C... 403 DQ297662 344 ...C... 403 DQ297661 344 ...C... 403 DQ297658 344 ...C... 403 Kuda Korea 14531 ...C... 14590 Kuda Aus 14531 ...C... 14590 Kuda Ind 301 GAGGACAAATATCATTCTGAGGGGCA 326

DQ223539 404 ....C...C..T... 425 DQ297662 404 ....C...C..T... 425 DQ297661 404 ....C...C..T... 425 DQ297658 404 ....C...C..T... 425 AY584828 14591 ....C...C..T... 14612 X79547 14591 ....C...C..T... 14612


(53)

Berdasarkan hasil blast pada Gambar 9 diketahui bahwa homologi gen terjadi pada basa nukleotida 4 sampai dengan 326. sehingga data basa nukleotida ke-1 sampai 3 tidak digunakan. Pada susunan basa ke-4 sampai 60 terdapat dua basa nukleotida yang hilang dibandingkan dengan basa dari genbank, sedangkan pada basa 61 sampai dengan 300 terdapat 9 basa yang tidak tersekuen dengan baik dimana basa tersebut tidak cocok dengan genbank dan juga berdasarkan pensejajaran grafik menggunakan program trace editor ternyata hasilnya kurang baik, sehingga data basa tersebut mengikuti basa yang telah ada di genbank. Basa nukleotida yang tidak tersekuen dengan baik tersebut ditandai dengan huruf basa yang berwarna merah. Pada sekuen sitokrom b pada Gambar 5 terdapat 4 pasang basa yang tidak dimiliki genbank tetapi hasilnya menunjukan grafiknya bagus ketika diperiksa dengan trace editor, sehingga empat situs basa tersebut yang terletak pada basa 133, 305, 314 dan 317 dapat dikategorikan situs variable, sedangkan motif konservatif ditemui pada susunan basa 3-132, 134-303, 305-313, dan 318-326. Motif konservatif dan juga variabel tersebut dapat menjelaskan keberadaan lokal Indonesia yang akan menjadi penanda genetik yang cukup diperlukan untuk identifikasi dan karakteristik kuda Indonesia dibandingkan dengan kuda bangsa lain. Menurut Aripin (2004) mengemukakan bahwa analisis homologi dapat dipergunakan untuk mempelajari struktur basa nukleotida gen, identifikasi gen dan juga melihat kekerabatan. Keberadaan lokal perlu dijaga kemurniannya sebagai bahan baku genetik. Untuk menjaganya perlu pengembangan bibit murni terutama diwilayah aslinya dengan strategi pada wilayah tersebut tidak boleh ada introduksi kuda dari luar, sehingga tidak terjadi kehilangan atau penurunan genetik bibit unggul kuda lokal Indonesia. Berdasarkan nilai homologi dapat disusun pohon kekerabatan antar kuda.. Hasil perhitungan jarak genetik kuda Indonesia dengan data kuda di genbank pada gen sitokrom b disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Jarak genetik kuda Indonesia dengan kuda di genbank

Kode Kuda 1 2 3 4 5 6

1

2 0.00935

3 0.00935 0.00000

4 0.00935 0.00000 0.00000


(54)

Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa jarak genetik kuda Indonesia dengan kuda dari data genbank cukup jauh terutama kuda Korea dan kuda dari Australia yang memiliki basa mitokondria lengkap 16660 bp (Nilson et al. 2003), maupun dengan kuda luar negeri (LN) lainnya. Kuda Korea dengan kuda Australia mempunyai jarak genetik sangat dekat sehingga tidak terjadi evolusi yang berarti diantara mereka, sedangkan jarak genetik keempat kuda LN adalah sangat dekat, kemungkinan berasal dari breed kuda yang sama. Rata-rata jarak genetik dari overall semua kuda tersebut adalah 0.00563. Sebuah konstruksi dari pohon filogenetik yang berasal dari jarak genetik disajikan pada Gambar 10.

DQ297662 DQ297658 DQ223539 DQ297661

Kuda Lokal Jeju Korea Kuda dari Australia Kuda Indonesia (Sumba)

24 18

89 84

Gambar 10 Pohon filogenetik kuda lokal Indonesia dengan kuda di genbank.

Berdasarkan pohon filogenetik pada Gambar 10 diketahui bahwa nilai bootstrep dari pembentukan pohon genetik tersebut cukup naik karena memiliki nilai lebih dari 85%.Dari pohon filogenetik tersebut kuda Indonesia memiliki perbedaan dengan kuda lain dari genbank. Hal tersebut dapat dilihat dari posisi kuda Indonesia yang berada diluar cluster kuda lain. Jauhnya jarak genetik dan jauhnya cluster kuda Indonesia menunjukan adanya aliran genetik dan juga kekerabatan yang cukup jauh dengan kuda lain, sehingga program persilangan untuk mencapai heterosis maksimal dapat dilakukan dengan baik kerena jauhnya kekerabatan.

Analisis Gen 12S RNA

Pada sampel kuda lokal Indonesia (Sumbawa) yang diamplifikasi dengan sitokrom b, seperti pada penjelasan sebelumnnya. Maka pada bagian ini akan dibahas mengenai amplifikasi bagian dari DNA mitokondria kuda lokal Indonesia yaitu 12S RNA dengan menggunakan primer 12S. Hasil PCR dengan primer 12S telah dielektroforesis dan hasilnya di tampilkan pada Gambar 11.


(55)

Gambar 11 Hasil elektroforesis gen 12S RNA pada kuda Indonesia

Berdasarkan hasil elektroforesis pada Gambar 11 diketahui bahwa DNA yang

teramplifikasi menggunakan primer 12S mempunyai jumlah basa nukleotida pada range marker 400 bp. Hasil PCR yang telah dielektroforesis tersekun kemudian di sekuen. Hasil sekuensing dari DNA mitokondria 12S RNA tersebut ditampilkan pada Gambar 12.

400 350 300

DNA Marker

Produk PCR gen 12S RNA Kuda


(56)

Gambar 12 Hasil sekuen 12S RNA pada kuda lokal Indonesia

AA A TTT TG1G0C CTTT TATC2C0A C AA CA AA3AG0CT AT T C GCC4A0G AGT ACTAC5T0AG CAACA GC6C0TAAAACTCA7A0AG GACTT G G8C0G GTGCTT TA9C0ATCCCTC T1AG0A0G GAGCCT 1GT1T0CCATAATC1G2A0TAAACCCC1G3A0

TAAACCC1CA4C0CATCCC T1TG5C0TAATTC AG1C6C0TATATACC1G7C0CATC T TC1AG8C0AA ACCC T1AA9A0C AAGGT AC2C0G0AAGTAAGC2 A1C0AAATATCC2 A2A0CATAAAA2AC3G0TTAGG TC2AA4G0G TGT AGCC2 C5A0TGG G ATGG2 A6G0

AG AAATG G2G7C0TAC ATTT2TC8T0ACCC TAAG2 A9A0C AAG AAC3TT0T0AACCC GG3AC1G0A AAGTCT 3CC2A0TG AAAC TG3G3A0G AC TAAAG3G4A0G G ATTTA3GC5A0G TAAAT T3AA6G0AATAG AG A3G7C0TT AATTG3AA8T0C AGGCC AT

9 0


(57)

Berdasarkan hasil sekuen pada Gambar 12 menunjukan bahwa ternyata hasil PCR tersebut tersekuen basa nuklueotida sebanyak 419 bp. Hasil sekuen tersebut terdiri dari basa nukleotida T = 20.4%; C = 26.0%; A = 34.4%; G = 19.1%. Berdasarkan grafik pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa terdapat single pic dominan sebagai representasi dari basa nukleotida, sehingga hasil sekuen tersebut dapat dikategorikan hasil sekuen yang cukup baik. Hasil sekuen tersebut kemudian di alignment dengan program blast. Hasil blast tersebut disajikan pada Gambar 13.

Kuda Ind 27 AAAGCTATTCGCCAGAGTACTACTAGCAACAGCCTAAAACTCAAAGGACTTGGCGGTGC 85 Kuda Korea 550 ... 608 Kuda Aus 550 ... 608 AY012147(LN1) 478 ... 536 U02581(LN2) 34 ... 92 Kuda Ind 86 TTTACATCCCTCTAGAGGAGCCTGTTCCATAATCGATAAACCCCGATAAACCCCACCATC 145 Kuda Korea 609 ... 668 Kuda Aus 609 ... 668 AY012147(LN1) 537 ... 596 U02581(LN2) 93 ... 152 Kuda Ind 146 CCTTGCTAATTCAGCCTATATACCGCCATCTTCAGCAAACCCTAAACAAGGTACCGAAGT 205 Kuda Korea 669 ... 728 Kuda Aus 669 ... 728 AY012147(LN1) 597 ... 656 U02581(LN2) 153 ... 212 Kuda Ind 206 AAGCACAAATATCCAACATAAAAACGTTAGGTCAAGGTGTAGCCCATGGGATGGAGA 262 Kuda Korea 729 ... 785 Kuda Aus 729 ... 785 AY012147(LN1) 657 ... 713 U02581(LN2) 213 ...C... 269 Kuda Ind 263 GAAATGGGCTACATTTTCTACCCTAAGAACAAGAACTTTAACCCGGACGAAAGTCTCCAT 322 Kuda Korea 786 ... 845 Kuda Aus 786 ... 845 AY012147(LN1) 714 ... 773 U02581(LN2) 270 ... 329 Kuda Ind 323 GAAACTGGAGACTAAAGGAGGATTTAGCAGTAAATTAAGAATAGAGAGCTTAATTGAA 380 Kuda Korea 846 ... 903 Kuda Aus 846 ... 903 AY012147(LN1) 774 ... 831 U02581(LN2) 330 ...G... 387 Kuda ind 381 TCAGGCCATGAAGCGCGCACACACCGCCCGTCACCCTC 418

Kuda Korea 904 ... 941 Kuda Aus 904 ... 941 AY012147(LN1) 832 ... 869

U02581(LN2) 388 ... 405


(1)

TB (x1) PB (x2) LD (x3) PBH (x4) TPG (x5) time Jarak Kecepatan Time in S

154,2 143 32 70 150,2 0,37 600 16,22 37

154,5 146 33 69 146,5 1,18 1200 15,38 78

155,2 132 33 69 150 1,5 1600 17,78 90

167 145 38 73 160 1,18 1200 15,38 78

165 155,2 34 73 157 1,44 1600 15,38 104

157 155,2 34 69 148 0,37 600 16,22 37

156 164 34 68 151 1,47 1600 14,95 107

154,3 149 32 66 144,5 1,05 1100 16,92 65

161 158 35 73 153,5 1,2 1200 15,00 80

161 147 34 71 153 2,02 1850 15,16 122

152 143 38 71 147,1 1,23 1300 15,66 83

160,5 137,5 36 67 150,1 1,42 1600 15,69 102

151 133 33 67 147 0,49 800 16,33 49

157 142,2 34 64 151,5 1,41 1600 15,84 101

150,3 139 33 67 145 0,38 600 15,79 38

147,8 147,5 37 66 144,5 1,3 1400 15,56 90

152 146 32 67 145 0,51 800 15,69 51

152,3 131 32 66 146 1,22 1300 15,85 82

155 140 35 67 148 0,38 600 15,79 38

154,3 148,2 33 62 147,2 1,32 1400 15,05 93

151,1 143 33 71 143 1,2 1200 15,00 80

154 145 33 70 145 1,17 1100 14,29 77

153 141 34 70 148 1,49 1600 14,68 109

154 148 38 70 147,5 1,16 1200 15,79 76

154,5 148,6 37 70 146,5 1,46 1600 15,09 106

148 125 33 65 141 1,44 1200 11,54 104

141 140 35 63 136 1,23 1200 14,46 83

152 152 33 69 145 1,11 1100 15,49 71

135 132 32 58 134 1,28 1200 13,64 88


(2)

DNA mitokondria hean mempunyai ukuran 80 kb samapi600 kb. lebih rendah

dibandingkan mitokondria pada tanaman. eva 2005

Mitokondria adalah rangkaian organela yang unik karena memiliki DNA tersendiri

yang disebut DNA mitokondria dengan sifat-sifat yang spesifik

MITOKONDRIA

DNA mitokondria manusia merupakan DNA sirkuler

tertutup yang berada pada matriks mitokondria yang

mengandung 37 gen, dan berukuran 16569 pasang basa. Dua

puluh empat gen (24) diperlukan untuk translasi mtDNA [2

RNA ribosom (rRNAs) dan 22 RNA transfer (tRNA)] dan 13

mengkode subunit rantai respirasi, dengan perincian sebagai

berikut: 7 subunit untuk kompleks I [ND1, ND2, ND3, ND4,

ND4L, ND5 DAN ND6 (ND singkatan dari NADH

dehydrogenase)], 1 subunit untuk kompleks III (sitokrom b), 3

subunit untuk sitokrom oksidasi (COX1,II,III) serta 2 subunit

untuk ATP sintetase. Sebagian rantai respirasi dikode oleh

DNA nukleus.

Genetika mitokondria berbeda dengan hukum Mendel

dalam 3 aspek utama: diturunkan dari ibu, heteroplasmi dan

segregasi mitotik.

1. Diturunkan

dari

ibu

Secara hukum umum, semua DNA mitokondria dalam

zigot berasal dari ovum. Sehingga seorang ibu membawa

mutasi mtDNA pada semua anak-anaknya, tetapi hanya anak

perempuannya yang akan memindahkan mutasi tersebut pada

keturunannya. Bukti baru transmisi paternal mtDNA pada otot

rangka (tetapi tidak pada jaringan lain) pada pasien dengan

miopati mitokondria memberikan peringatan penting bahwa

sifat mtDNA yang diturunkan dari ibu bukan merupakan

hukum yang mutlak, tetapi tidak disangkal bahwa

penyakit-penyakit yang berhubungan dengan mtDNA terutama

diturun-kan dari pihak ibu Santosa, et al 2005

Mutations in the mitochondrial DNA are one of the most important causes of

sensorineural hearing loss, especially in the 12S ribosomal RNA (rRNA) gene

Balana Et al 2006


(3)

DNA mitokondria

, sesuai dengan namanya, merupakan rantai DNA yang terletak di

bagian sel yang bernama mitokondria. DNA mitokondria memiliki ciri-ciri yang berbeda

dari DNA nukleus ditinjau dari ukuran, jumlah gen, dan bentuk.

Besar genom pada DNA mitokondria relatif kecil apabila dibandingkan dengan genom

DNA pada nukleus. Ukuran genom DNA mitokondria pada tiap tiap organisme sangatlah

bervariasi. Pada manusia ukuran DNA mitokondria adalah 16,6 kb, sedangkan pada

Drosophila melanogaster

kurang lebih 18,4 kb. Pada khamir, ukuran genom relatif lebih

besar yaitu 84 kb.

Tidak seperti DNA nukleus yang berbentuk linear, mtDNa berbentuk lingkaran. Sebagian

besar mtDNA membawa gene yang berfungsi dalam proses respirasi sel. Eksperimen

yang dilakukan dengan menghilangkan mtDNA pada S. cerevisceae menunjukan

penurunan tingkat pertumbuhan yang signifikan yang ditandai dengan mengecilnya

ukuran sel.

gen sit okrom b berevolusi relat if lam bat karena sem ua j enis suku Varanidae

walaupun berada pada anak m arga yang berbeda t et api perbedaan sekuens sit okrom b relat if kecil. I rvan 2003

Sedangkan DNA yang berada pada mitokondria hanya diturunkan dari ibu kepada anak-anaknya. Keunikan pola pewarisan DNA mitokondria menyebabkan DNA mitokondria dapat digunakan sebagai marka untuk mengidentifikasi hubungan kekerabatan secara maternal.Eijkmen Institute 2006

DNA mitokondria, yakni sitokrom b dapt dijadikan marka untuk mengetahui variasi

DNA dalam sebuah populasi (wardhana dan Muharsini

Pewarisan sepihak (ayah tidak ikut campur) ini membuat rekombinasi tidak dijumpai pada

mtDNA. Demikian juga, dalam penelusuran gen yang membawa berbagai penyakit yang diturunkan, mtDNA telah terbukti terlibat dalam sejumlah pewarisan penyakit tersebut.

Kendati begitu, pewarisan sifat genetik tidak selamanya berakibat suatu penyakit. Sejumlah mutasi dan variasi lain di dalam gen ternyata juga dapat terjadi secara alamiah dan tidak

membawa akibat buruk kepada si pemilik, kecuali menyebarkan variasi individu yang khas. Sifat ini dikenal sebagai polimorfisme genetik. Dalam penelusuran asal-usul manusia dan pencarian hubungan kekerabatan antarberbagai ras dan suku, sifat polimorfisme inilah yang dipakai untuk menentukan atau membedakan ras yang satu dengan yang lain.

Lantaran mtDNA dapat berubah oleh adanya proses mutasi sehingga menghasilkan suatu variasi, dan karena variasi tersebut diwariskan, jauh-dekatnya kekerabatan kelompok etnik dapat dilihat dari persamaan variasi yang dimiliki suatu populasi. Variasi mtDNA di dalam populasi


(4)

dapat berupa penggantian (substitusi), penyisipan (insersi), atau penghapusan (delesi) basa pada satu atau beberapa nukleotida tanpa menyebabkan suatu kelainan atau penyakit.

DNA mitokondria tersusun atas 16.569 unit pasangan basa (nukleotida) dalam setiap lingkarannya. Setiap unit merupakan kombinasi dari basa-basa adenin (A), guanin (G), sitosin (C), dan timin (T). Dengan kecepatan mutasi 5 - 10 kali lebih cepat daripada DNA inti, molekul


(5)

Lampiran 6.

Kecepatan = 22,1 - 0,0453 PB (x2)

Penduga Coef

SE Coef

T P

Konstanta 22,147

3,172

6,98 0,000

PB (x2)

-0,04534

0,02188

-2,07 0,026

S = 0,744394 R-Sq = 27.4% R-Sq(adj) = 16,2%

Analysis of Variance

Source

DF SS

MS F P

Regression

1

2,3801

2,3801 4,30 0,026

Residual Error

16

8,8660

0,5541


(6)

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dirumuskan beberapa simpulan, yaitu berdasarkan analisa DNA, kuda lokal Indonesia (Sumbawa) memiliki sekuen spesifik pada gen sitokrom b yang dapat dijadikan marker sedangkan penggunaan gen 12 S RNA tidak mempunyai motif variable dan sangat konservatif situsnya. Prestasi dalam bentuk kecepatan pacu mempunyai korelasi yang erat dengan panjang badan dan dapat digunakan sebagai penduga kecepatan pacu dalam sebuah persamaan regresi. Berdasarkan analisis silsilah keturunan dapat disimpulkan bahwa asal tetua Thoroughbred tidak terlalu mempengaruhi prestasi keturunannya, tetapi asal tetua lokal akan banyak mempengaruhi prestasi kuda terutama dari tetua lokal Priangan dan lokal Sumba. Peluang penurunan sifat prestasi kepada keturunan kuda peluang terbesar pada tahap generasi ke-3 (G3).

SARAN

Perlu adanya sebuah kajian perbandingan yang lebih fokus antara Kuda Pacu Indonesia dengan G5 terutama prestasinya, serta kajian molekuler tentang gen yang mempengaruhi prestasi pacu kuda.