Studi Beberapa Karakteristik Reproduksi Prapemijahan dan Kemungkinan Pemijahan Buatan Ikan Bungo (Glossogobius Cf. aureus) di Danau Tempe dan Danau Sidenreng Sulawesi Selatan
STUD1 BEBERAPA KARAKTERISTIK REPRODUKSI
PRAPEMIJAHAN DAN KEMUNGKINAN PEMIJAHAN
BUATAN IKAN BUNG0 (Glossogobius Cf.aureus)
Dl DANAU TEMPE DAN DANAU SiDENRENG
SULAWESi SELATAN
Oleh :
AND1 TAMSIL
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2000
ABSTRACT
A preliminary study on several prespawning reproductive
characteristics of bungo fish (Glossogobius Cf. aureus) in Tempe and
Sidenreng Lakes, South Sulawesi has been done.
A number of 3,765 individuals were collected, including 1,897
females (50.39%) and 1,868 males (49.61%). The largest fish (375 long
and weight 342,70 g) was male. The fish known as Glossogobius aureus
Akihito and Meguro (1975), was formally identified as G. giurus and G.
giuris. As this species is similar to GIossogobius aureus but differs
somewhat to sampels which have been identified by Akihito and Meguro
(7975), a word compare (Cf) is added between the genus and species
names.
This bungo fish is a heterosexual protogynous hermaphroditism
animal with asinchronized ovaries (metachrome). Oocytes of this fish is
oval with 0.28 mm to 0.65 mm length, smaller oocytes reach 0.08 mm to
0.14 mm in diameter at its width and 0.13 mm to 0.17 mm in diameter at
its length. The oocytes may be grouped into three categories, i.e. large,
medium and small.
The first gonadal maturity in female occurs W e n the measurement
reaches 80 mm to 89 mm, while in males 160 mm. To maintain its
population the bungo fish performs reproductive strategy by speeding up
its first gonadal maturity. As the gonadal maturity level (GML) increases,
the number of fish decreases, probably due to atresia. In general the
gonadal maturation index (GMI) of females is bigger than the GMI of
males. Fecundity of bungo fish ranges from 1.I30 to 466.850 and more
than 50% of the population reproductive capability is produced by those
which measure less than 190 mm.
The developmental pattern of bungo fish is negative allometric,
where the conditional factor value of males reachs 0.67 to 2.1 2 , averaging
0.91 to 1.23, whilw in females it reachs 0.69 to 2.08 with the mean range
of 1 . I 2 to 1.36. The maximum length of female may reach 515.81 mm,
while in males 622.3255 mm. Exploitation rate of females reach 0.659,
while in males 0.6254.
In principle the bungo fish may be spa-med artificially outside its
habitat, because the fish responds to the hormonal treatments with hCG
and ovaprim.
RINGKASAN
AND1 TAMSIL, 94541.
Prapemijahan
dan
Studi Beberapa Karakteristik Reproduksi
Kemungkinan
Pemijahan
Buatan
lkan
Bungo
(Glossogobius Cf aureus Akihito dan Meguro, 1975) di danau Tempe dan
danau Sidenreng Sulawesi Selatan, di bawah bimbingan Mozes R.
Toelihere sebagai ketua, H. Moch. lchsan Effendie, H. M. Natsir Nessa,
Bambang Purwantara dan H. Ahmad Ansori Mattjik masing-masing
sebagai anggota.
Penelitian ini bertujuan untuk ( 1 ) mengklarifikasi penggolongan
spesies ikan bungo, (2) rnengetahui beberapa karakteristik reproduksi
prapemijahan (3) mempeiajari kemungkinan pemijahan buatan dan (4)
mempelajari
kondisi
lingkungan
yang
berkaitan
dengan
biologi
reproduksinya.
Penelitian ini dilakukan di danau Sidenreng, danau Tempe dan
danau Labuaja, pada lima stasiun (stasiun I dan I1 di danau Sidenreng,
stasiun 111 di danau Labuaja dan stasiun 1V dan
V di danau Tempe).
Untuk pengumpulan data karakteristik reproduksi prapemijahan, dari bulan
Mei 1996 hingga Agustus 1997.
Pengarnatan dan ujicoba pemijahan
buatan dilakukan di BBI Pangkajene Sidrap dan BBI Tampangeng Wajo
pada butan Januari 1996
-
Februari 1998. Analisis data dilakukan di
Laboratoriurn Biofogi Perikanan Fakultas Perikanan Universitas Muslim
Indonesia (UMI) Makassar dan Laboratorium Histologi 8agian Anatomi
Fakultas Kedokteran Hewan IPB untuk histologi.
ldentifikasi spesies,
dilakukan melalui pengiriman sampel ke Tropical Reef Research Australia
pada bulan Agustus-Desember 1999 dan di Puslitbang Biologi Balitbang
Zoologi LIP1 bulan Mei-Juli 2000.
Sampel yang diperoleh sebanyak 3765 ekor, yang terdiri atas ikan
betina 1897 ekor (50,39 %) dan jantan 1868 ekor (49,61 %). Hasil analisis
khi kuadrat menunjukkan bahwa jumlah ikan betina dan jantan yang
dianalisis setiap bulan tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan
Data antar stasiun menunjukkan bahwa di stasiun I dan II dijurnpai
95 %.
lebih banyak ikan jantan, sedangkan di stasiun lli, IV dan V lebih banyak
betina.
Hasil
anatisis
untuk
sernua
stasiun
menunjukkan
adanya
kecenderungan ukuran ikan yang kecil berjenis ketamin betina dan yang
besar berjenis kelamin jantan. lkan yang terbesar (375 rnm) dan terberat
(342.70 g) adalah ikan jantan.
Identifikasi spesies rnenunjukkan bahwa ikan bungo di danau
Tempe dan danau Sidenreng adalah Glossogobius aureus Akihito dan
Meguro (1975). yang sebelumnya diidentifikasi sebagai G. giurus dan G.
giuris.
Setelah diklarifikasi di Balitbang Zoologi LIPI, ternyata terdapat
beberapa perbedaan morfometrik dengan holotype, sehingga diberi kata
Compare (Cf) diantara nama genus dan spesies.
Analisis histotogis menunjukkan bahwa seksualitas ikan bungo
adalah herrnafrodit protogini, karena adanya jaringan spermatocyte crypts
pada ovarium ikan bungo betina pada TKG II, yang semakin dorninan
pada sarnpel ikan yang lebih besar.
Organ reproduksi ikan bungo terrnasuk heteroseksuaf, yaitu
terdapat perbedaan yang jelas antara ikan jantan dan betina, testis dan
ovariumnya terdiri dari sepasang organ yang memanjang, dengan ukuran
ovarium lebih besar dibanding dengan testis, dengan tipe ovarium
asinkronis.
Telur ikan bungo berbentuk lonjong dengan panjang antara 0,28
sarnpai 0.65 mm, sedangkan diameter pada lebar teiur terkecil dan
terbesar berkisar antara 0,08
- 0,14 mm dan 0,13- 0,17mm.
Ukuran sel
telur yang bervariasi ini juga terlihat pada TKG II dan Ill. Dibandingkan
dengan beberapa jenis ikan lainnya, ukuran telur ikan bungo termasuk
kecil.
Berdasarkan panjang dan diarneternya, telur ikan bungo dapat
dikategorikan rnenjadi tiga kelas yaitu telur besar, sedang dan kecil.
Ukuran ,pertama kali rnatang gonad pada ikan bungo betina dan
jantan berbeda. lkan betina pertarna kali matang gonad pada ukuran 80
mm sampai 89 mm, sedangkan ikan jantan pada ukuran 160 mm.
Perbedaan
ini
berkaitan dengan
seksualitasnya
yang
hermafrodit
protogini.
Pada ke tima stasiun pengamatan terlihat bahwa sernakin tinggi
TKG sernakin sedikit jurnlah ikannya. Secara alamiah, ikan bungo pada
awal perkembangan gonadnya tidak mengalami harnbatan pertumbuhan.
Pada perkernbangan selanjutnya diduga terjadi gangguan dari lingkungan,
yang rnenyebabkan harnbatan terhadap perkernbangan gonad, baik
jantan maupun betina, sehingga terjadi resorpsi atau atresia praovulasi.
Secara umum, IKG ikan betina lebih besar dibanding dengan IKG
ikan jantan, karena volume ovarium lebih besar dibanding dengan volume
testis. Walaupun demikian, beberapa sampel menunjukkan bahwa ukuran
ovarium sering tidak sinkron dengan TKG, karena ikan sudah berada pada
TKG IV, tetapi ukurannya masih kecil, dibanding dengan ikan lain pada
TKG yang sama.
Fekunditas ikan bungo berkisar antara 1130 sampai 466850 butir.
Besarnya kisaran ini disebabkan oleh besarnya kisaran ukuran ikan yang
dihitung fekunditasnya, yaitu kisaran panjang 81 rnm sampai 290 mm
dengan kisaran berat 3,88g sampai 185,5 g.
Ukuran ikan betina yang paling besar peranannya (30,14 %) dalam
reproduksi adalah pada modus dua dengan ukuran panjang total jkan
rata-rata sekitar 140 mm. Secara umurn dapat dikemukakan bahwa lebih
dari 50 % kemampuan reproduksi populasi dihasilkan oleh ikan yang
berukuran kurang dari 790 mm.
Hasjl
percobaan
pemijahan
buatan
yang
dilakukan
belum
mernperlihatkan hasil yang rnaksimal, karena adanya kendala berupa
kesulitan dalam penanganan induk dan peralatan pada saat penyuntikan
serta pengamatan perkembangan telur. Dari tujuh kali percobaan yang
dilakukan pada dua lokasi, diperoleh hasil bahwa pada prinsipnya ikan
bungo dapat dipijahkan secara buatan di luar habitatnya. Apabila ha1 ini
dilakukan dengan perlakuan dan perslatan yang lebih baik, maka tingkat
keberhasilan yang diperoleh akan lebih baik.
Hasil analisis hubungan panjang berat menunjukkan bahwa pola
pertumbuhan ikan bungo untuk semua stasiun adalah alometrik negatif,
yaitu pertambahan panjangnya lebih cepat dibanding dengan beratnya.
Nilai faktor kondisi ikan bungo jantan mencapai 0,67-2,12, dengan ratarata berkisar antara 0,91-1,23, sedangkan untuk ikan betina adalah 0,692.08 dengan rata-rata sekitar 1 , I 2-1,36. Faktor kondisi ikan berbeda pada
masing-masing waktu pengamatan, dengan kisaran yang cukup tinggi,
terutama terjadi pada bulan Oktober. Walaupun demikian, kisaran rataratanya tidak terlalu besar.
Faktor kondisi ikan betina lebih besar
dibanding dengan ikan jantan, walaupun kisaran tertingginya lebih kecil,
akan tetapi rata-ratanya lebih besar. Tingginya nilai faktor kondisi ikan
betina disebabkan oleh faktor gonad.
Hasil
515,81
cm,
analisis
panjang
dengan
laju pertumbuhan (K)
umur teoritisnya
~t = 575,81 {I-t=
(to)
a.a971
= -1,099
(t+l,-)
.
asimptotik
(Loo)
ikan
0,097
betina
adalah
per tahun
dan
dengan persamaan Von Bertalanffy
Sedangkan Lm ikan jantan sebesar
622,3255 cm, dengan laju pertumbuhan (K) 0,0712 per tahun dan umur
teoritisnya (to) = -1,6212 tahun, dengan persamaan Von Bertalanffy
Lt = 622,3255 { I -e
(t+1.6212)
1.
Laju eksploitasi ikan betina sebesar 0,6589, sedangkan untuk ikan
jar;tan 0,6254. Njlai ini menunjukkan bahwa tingkat eksploitasi ikan bungo
telah melampaui nilai optimum. Menurut Gulland (1967) bahwa laju
eksploitasi optimum adalah sebesar 0,5.
STUD1 BEBERAPA KARAKTERISTIK REPRODUKSI
PRAPEMIJAHAN DAN KEMUNGKINAN PEMIJAHAN
BUATAN IKAN BUNG0 (GlossogobiusCf. aureus)
Dl DANAU TEMPE DAN DANAU SIDENRENG
SULAWESI SELATAN
Oleh :
Disertasi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Doktor
pada
Program Pascasarjana lnstitut Pertanian Bogor
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2000
Judul Disertasi
: Studi Beberapa Karakteristik Reproduksi
~ra~emijaha
dan
n Kemungkinan Pemijahan
Buatan Ikan Bunao (Glossosobius Cf.aureus)
di Danau ~ e m ~ e d ~
a ann a u - ~ i d e n r e n g
Sulawesi Selatan
Narna Mahasiswa
: Andi Tamsil
Nomor Pokok
: BRP194541
Menyetujui :
I.
Kornisi Pembimbing,
Prof. Dr. Mozes R. Toelihere, M.Sc.
Ketua
Prof.Dr.H.M.lchsan Effendie, M-Sc.
Anggota
Prof.Dr.lr.H.M.Natsir Nessa, MS.
Anggota
L
Or-Bambang Purwantara. M-SC
Anggota
2. Ketua Program Studi
Biologi Reproduksi,
Tanggal Lulus : 3 2 Agustus 2000
Dr.lr.H.Ahrnad Ansori Ma43jik.M. Sc.
Anggota
Penulis dilahirkan di Kelurahan Kadidi Kabupaten Sidenreng
Rappang (Sidrap) Sulawesi Selatan pada Tanggal 12 Nopernber 1964,
dari orang tua Andi M. Yunus dan Hj. Andi Dinar.
Lulus SD Aisyiyah Tahun 1976, dan SMP Negeri IV Ujung Pandang
Tahun 1979, serta SMA Negeri 158 Palopo Kabupaten Luwu Tahun 1983,
kemudian melanjutkan pendidikan di Jurusan Perikanan Program Studi
Budidaya Perairan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin (UNHAS)
dan lulus tahun 1987. Pada Tahun 1990 melanjutkan pendidikan (S-2)
pada Program Pascasarjana UNHAS jurusan Sistem-Sistem Pertanian
(SSP) Kajian Perikanan, lulus tahun 1992. Selanjutnya pada tahun 1994
mendapat kesempatan rnelanjutkan studi Doktor (5-3) di
Program
Pascasarjana lnstitut Pertanian Bogor, Program Studi Biologi Reproduksi,
dengan biaya dari Yayasan Badan Wakaf UMI dan TMPD.
Setelah lulus S-I tahun 1987, penulis bekerja sebagai teknisi
tambak dan hatchery serta pemasaran PT. Mutiara Biru Group Cabang
Makassar, kemudian sejak tahun 7988 hingga sekarang menjadi staf
pengajar pada Fakultas Perikanan Universitas Muslim Indonesia (UMI)
Makassar.
Selama mengabdi di UMI, penulis diberi amanah di Fakultas
Perikanan, yaitu tahun 1988-1989 sebagai Kepala Laboratorium Lapang
dan Unit Pertarnbakan, tahun 1989-1992 Pernbantu Dekan Ill, tahun
1992-1994 Pembantu Dekan I, dan sejak tahun 1998-sekarang sebagai
Dekan dan Kepala Pusat Studi Lingkungan (PSL) UMI.
Pada tahun 1990 penulis menikah dengan Ir. Hasnidar Yasin, MS,
dan hingga saat ini Alhamdulillah telah dikaruniahi dua orang putra dan
dua putri yaitu A. Husnul Khatimah, A. Muhammad Akram, A. Husnul
Khasanah dan A. Muhammad Ikram.
KATA PENGANTAR
lkan bungo (Glossogobius Cf. aureus) adalah salah satu ikan yang
bernifai ekonomis tinggi di danau Tempe dan danau Sidenreng. Selain itu,
secara ekologis ikan ini memiliki keudukan penting, karena diduga
sebagai ikan yang endemik yang populasi dan ukurannya semakin
menurun.
Penelitian mengenai ikan bungo relatif masih sangat sedikit,
sementara populasinya semakin menurun akibat eksploitasi yang sangat
tinggi dan rusaknya habjtat akibat dari pendangkalan dan pencemaran
lingkungan.
Untuk itu, penelitian ini diharapkan rnenjadi awal dari
penelitian ikan bungo untuk pengembangannya dimasa mendatang,
dalam rangka pembudidayaan maupun restoking di alam.
Penelitian yang telah dilakukan selama tiga tahun lebih, memang
belum
dapat
menjawab
semua
permasalahan,
mengingat
masih
terbatasnya data yang dapat dikurnpulkan, sehingga hanya beberapa
karakteristik reproduksi prapemijahan yang dapat dikemukakan dalam
tulisan ini. Selain itu, mengenai kemungkinan pemijahan buatan, yang
dapat dilakukan baru pada tahap ujicoba.
Untuk itu kami mohon
masukan dan koreksi untuk rnenyempurnakan tulisan ini, sekaligus
berharap ada peneliti yang dapat melanjutkannya.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu sejak persiapan penelitian, pelaksanaan, dan
analisis hingga penyelesaian disertasi ini. Semoga bantuan baik berupa
moril maupun materil dapat bernilai ibadah disisj Allah SWT.
Bogor, Agustus 2000
Andi Tamsil
DAFTAR IS1
ABSTRACT .......................................................................
RINGKASAN .....................................................................
KATA PENGANTAR ..........................................................
ii
...
Ill
xi
DAFTAR ISI ......................................................................
xi i
DAFTAR TABEL ................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................
xv i
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................
xix
PENDAHULUAN ..........................................................................
'l
Latar Belakang ....................................................................
1
Kerangka Pem~k~ran
...........................................................
8
Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................
9
. .
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................
12
Keadaan Umum Danau .......................................................
12
Sistimatika lkan Bungo .......................................................
14
Parameter Populasi ...................................................
15
Karakteristik Reproduksi Prapemijahan .........................
18
Reproduksi ..............................................................
27
Kualitas Lingkungan ..................................................
40
MATERI DAN METODE PENELlTlAN ...........................................
Pengamatan Parameter Reproduksi dan Karakteristik
Reproduksi......................................................
Waktu dan Ternpat ..................................................
Materi Penelitian ..............................................
Metode Penelitian ............................................
Percobaan Pemijahan Buatan ...........................................
Waktu #an Ternpat ...........................................
Materi Penelitian ...............................................
Metode Penelitian .............................................
Pengamatan yang Dilakukan...............................
HASlL DAN PEMBAHASAN ..........................................................
Keadaan Umum Danau ..............................................
43
Klarifikasi Spesies lkan Bungo .....................................
Parameter Populasi ...................................................
Distribusi lkan Berdasarkan Panjang dan Berat ......
Hubungan Panjang Total dan Berat Tubuh ............
Faktor Kondisi .................................................
Pertumbuhan dan Umur ....................................
Eksploitasi ......................................................
Karakteristik Reproduksi Prapemijahan .........................
Seksualitas ......................................................
Distribusi lkan Berdasarkan Jenis Kelamin .............
Perkembangan Ovarium dan Testis .....................
Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ........................
Morfologi dan Ukuran Telur .................................
Ukuran lkan Pertama Kali Matang Gonad ...............
lndeks Kematangan Gonad .................................
Fekunditas ......................................................
Kemampuan Reproduksi ....................................
Pemijahan Buatan .....................................................
Adaptasi Calon lnduk lkan Bungo .......................
Penyuntikan Hormon ........................................
Kualitas Lingkungan ..................................................
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................
Kesimpulan .............................................................
Saran .....................................................................
DAFTAR PUSTAKA ............................................................
LAMPIRAN .......................................................................
xii
DAFTAR TABEL
Nornor
Teks
Halaman
1
Alat . dan
. . bahan yang digunakan, kegunaan dan
spesifrkasinya ...........................................................
47
2
Kriteria penilaian TKG ikan bungo (G. Cf. aureus) di danau
Tempe dan danau Sidenreng, Sulawesi Selatan...............
56
3
Aspek lingkungan yang diamati, metodelatat yang
digunakan dan tempat pengamatan ..............................
59
4
Peubah kualitas air yang diamati, metodelalat dan waktu
pengamatan ................................................................
63
5
Distribusi ukuran ikan bungo (G. Cf. aureus) betina dan
jantan berdasarkan panjang (mm) masing-masing stasiun
pengamatan ..............................................................
76
6
Distribusi ukuran ikan bungo (G. Cf aureus) betina dan
jantan berdasarkan berat (g) masing-masing stasiun
pengarnatan .....................................................................
77
7
Jumlah dan persentase ikan bungo (G. Cf. aureus)
berdasarkan kelompok ukuran panjang tubuh (rnrn) ...........
79
8
Jurnlah dan persentase ikan bungo (G. CF. aureus)
berdasarkan kelornpok ukuran berat (g) .............................
80
9
Hasil analisis hubungan panjang total dan berat lkan
bungo (G. Cf. aureus) betina masing-masing stasiun ........
85
10
Faktor kondisi ikan bungo (G. CF. aureus) betina dan
jantan gabungan antar stasiun pengamatan ...................
89
11
Faktor kondisi ikan bungo (G. Cf. aureus) betina dan
jantan berdasarkan TKG .............................................
89
12
Panjang dan jumlah ikan bungo (G. Cf. aureus) betina
pada setiap rnodus hasil analisis Battacharya ..................
92
13
Panjang dan jumlah ikan bungo (G. Cf. aureus) jantan
pada setiap modus hasil analisis Battacharya .................
93
14
Perbandingan kelamin ikan bungo (G. Cf. aureus) betina
dan jantan setiap waktu pengamatan gabungan antar
stasiun ....................................................................
105
xiii
Distribusi lkan bungo (G. Cf. aureus) berdasarkan jenis
kelamin setiap bulan gabungan antar stasiun pengamatan.
Persentase ikan bungo (G. Cf aureus) betina dan jantan
rnasingberdasarkan tingkat kernatangan gonad (TKG)
masing stasiun pengamatan .............................
Distribusi tingkat kematangan gonad (TKG) ikan bungo
(G. Cf. aureus) betina setiap waktu pengamatan .............
Distribusi tingkat kematangan gonad (TKG) ikan bungo
(G. Cf aureus) jantan setiap waktu pengamatan .............
Persentase ikan bungo (G. Cf. aureus) tidak matang dan
rnatang gonad berdasarkan ukuran panjang (mrn)
gabungan setiap stasiun pengarnatan ...........................
Distribusi indeks kematangan gonad (IKG) berdasarkan
tingkat kematangan gonad (TKG) ikan bungo (G. C f .
aureus) betina dan jantan setiap stasiun pengarnatan ......
Kisaran dan rata-rata fekunditas ikan bungo (G. Cf
aureus) mastng-rnasing stasiun pengarnatan ..................
Fekunditas individu dan kemampuan reproduksi populasi
ikan bungo (G. Cf. aureus) betina gabungan semua
stasiun ....................................................................
Hasil percobaan pernijahan ikan bungo (G. Cf. aureus)
secara terkontrol di BBI Pangkajene Kabupaten Sidrap .....
Hasil percobaan pemijahan ikan bungo (G. Cf. aureus)
secara terkontrol di BBI Tarnpangeng Kabupaten Wajo......
Nilai rataan peubah kualitas air yang diarnati pada
masing-masing stasiun pengarnatan .............................
xiv
DAFTAR GAMBAR
Teks
No.
Halaman
1
Bagan alir pendekatan masalah....................................
11
2
Luas daerah genangan pada musim kemarau, banjir kecil
dan banjir besar ........................................................
13
Lokasi pengumpulan sampel .......................................
44
Alat tangkap yang digunakan, bubu tancap (A) dan bubu
pasif (B) ..................................................................
46
Gambar ikan bungo dewasa (A), bagian ventral tubuh
yang mernperlihatkan alat kelarnin betina (6atas) dan alat
kelamin jantan (B bawah), Bagian ventral tubuh ikan
betina yang transparan ( C ), dan bagian bagian ventral
tubuh ikan jantan (D) ..................................................
Kondisi lokasi penelitian pada musim kemarau (A) dan
musim hujan (B) serta perairan danau yang dijadikan
ongko (C dan D) ........................................................
...
Gambar ikan bungo (G. Cf. aureus) memangsa
sesarnanya (A) dan ikan yang terluka (B).. ......................
Histogram perbandingan banyaknya (ekor) ikan bungo
(G. Cf. aureus) berdasarkan kelompok ukuran panjang
(mm) ........................................................................
9
Histogram persentase ikan bungo (G. Cf aureus)
berdasarkan kelompok ukuran berat ..................................
10
Grafik hubungan panjang dan berat ikan bungo (G. Cf.
aureus) Betina setiap stasiun ......................................
11
Grafik hubungan panjang dan berat ikan bungo (G. Cf.
aureus) Jantan setiap stasiun.......................................
72
Histogram faktor kondisi ikan betina (G. Cf aureus)
berdasarkan tingkat kematangan gonad (TKG).................
13
Sketsa alat kelamin ikan bungo (G. Cf. aureus) betina (A)
dan jantan (6).........................................................
Jaringan gonad ikan bungo (G. Cf aureus) betina
fungsional (A),jaringan gonad yang masuk tahap transisi
(B, C, D dan E ) yang ditandai dengan adanya
Spermatocyte crypts, dan jaringan testis yang fungsional
(F), Opv = oosit pravitellogenik, Sc = spermatocyt crypts,
T = testis, Sz = spermatozoa........................................
Histogram perbandingan ikan bungo (G. Cf. aureus)
berdasarkan jenis kelamin setiap bulan gabungan
antar stasiun pengamatan ..........................................
Histogram perbandingan banyaknya ikan bungo (G. Cf.
aureus) berdasarkan jenis kelarnin setiap stasiun
pengamatan .............................................................
Perkembangan ovarium dan testis ikan bungo (G. Cf
aureus) betina -(A, B dan C ) dan jantan ( D , E dan F)
secara makroskopis ..................................................
Perkembangan ovarium ikan bungo (G. Cf. aureus) yang
berbeda pada TKG IV, ovarium normal (A) dan ovarium
yang kecil (B) ...........................................................
Perkembangan ovariurn dan testis ikan bungo (G. Cf
aureus) betina (A. B dan C ) , dan jantan (D. E dan F)
secara mikroskopis, Opv = telur pravitellogenik, Ov = telur
vitellogenik, Sz = spermatozoa, Sc = spermatosit, skala
50 pm .....................................................................
Histogram persentase ikan bungo (G. Cf. aureus) betina
berdasarkan tingkat kematangan gonad (TKG) masingmasing stasiun pengamatan ........................................
Histogram persentase ikan bungo (G. Cf. aureus) jantan
berdasarkan tingkat kematangan gonad (TKG) masingmasing stasiun pengamatan ........................................
Grafik persentase ikan bungo (G. Cf. aureus) betina
berdasarkan tingkat kematangan gonad (TKG) setiap
bulan gabungan antar stasiun pengamatan ....................
Grafik persentase ikan bungo (G. Cf. aureus) jantan
berdasarkan tingkat kematangan gonad (TKG) setiap
bulan gabungan antar stasiun pengamatan ....................
Telur ikan bungo (G. Cf. aureus) ukuran panjang 0,62rnm
xvi
25
Grafik nilai indeks kematangan gonad (IKG) ikan bungo
(G. Cf. aureus) betina pada tingkat kernatangan gonad
(TKG) Ill, IV dan V .....................................................
139
26
Grafik nilai indeks kernatangan gonad (IKG) ikan bungo
(G. Cf aureus) jantan pada tingket kernatangan gonad
(TKG) ill, iV dan V .....................................................
139
27
Histogram potensi reproduksi ikan bungo (G. Cf. aureus)
betina setiap rnodus atau kelornpok ukuran ikan ..............
144
28
Proses adaptasi ikan terhadap lingkungan pernijahan
buatan (A dan 8), proses seleksi induk (C dan D), dan
gonad induk betina (E) dan jantan (F) yang menggumpal
setelah diberi perlakuan hormon...................................
151
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Teks
Ha[aman
1
Letak danau tempe, danau Sidenreng dan danau Labuaja
di Sulawesi Selatan ... ... ... ... ... ........ ... ...... ... ... ... ... ... ....
169
2
Metode pembuatan preparat histologis dan pewarnaan
Hemafoksilin Eosin (HE) .................. ............ .......................
170
3
Hasil analisis morfornetrik ikan bungo (G. Cf. aureus) dan
perbandingannya dengan holofype ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .
171
4
Analisis profil hubungan panjang dan berat ikan betina ......
172
5
Analisis profil hubungan panjang dan berat ikan jantan ......
173
6
Analisis nilai Loo dan nilai K ikan bungo fG. Cf. aureus)
betina ... ..... ... .. . .. . ... ... . .. ... ... ... ... ... ... ... ... . . . ... .. . . . . ... .. . .
174
7
Analisis nilai to ikan bungo (G. Cf aureus) betina ....... .....
174
8
Analisis nilai Lca dan Nilai K ikan bungo (G. Cf aureus)
jantan ... ... . ... . . . .. . . . . .. ... .. . ... ... ... ... ... ... ... . .. .. . .. . . .. . . . ... ... .
175
9
Analisis nilai to ikan bungo (G. Cf. aureus) jantan ... . .. .....
175
10
Klasifikasi perkembangan gonad ikan yang hermafrodit
protogini (Tart dan Tan dalam Effendie, 1997) ....... ...... . ......
176
11
Kelimpahan plankton (individ~ulliter)pada masing-masing
stasiun ... ... ... ... ... ... ... ...... ... ... ... ... .. . ... ... ... ... ... ... ... ... ..
177
UCAPAN TERIMA KASlH
Puji dan Syukur Kehadirat Allah S W , oleh karena Rakhmat dan
Rahim-Nyalah
sehingga
Alharndulillah
saya
dapat
menyelesaikan
penelitian dan merampungkan disertasi ini, walaupun dalam melakukan
penelitian, analisis data dan penulisan disertasi ini, banyak kendala, yang
dihadapi,
akan tetapi atas
motivasi dan dorongan dari keluarga,
pembimbing dan teman-teman, serta semangat pepatah bugis yang
senantiasa terngiang yaitu "Resopa femrnangingngi namalomo naletei
pammase dewafa" yang berarti bahwa hanya dengan kerja keras yang
tiada henti-hentinyalah yang akan rnendapat Rahmat dan Berkah dari
Tuhan Yang Maha Kuasa.
Bahkan prinsip "Ewako" yang bermakna
melawan atau hadapilah sering saya gunakan setiap saya mendapat
tantangan dan hambatan.
Sehubungan dengan itu, dengan penuh kerendahan hati, saya
ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus dan ikhlas
kepada Bapak Prof. Dr. Mozes R. Toefihere, M.Sc. sebagai ketua komisi
pembimbing dan Bapak Prof. Dr. H. Moch. lchsan Effendie, M.Sc, Bapak
Prof. Dr. Ir. H. M. Natsir Nessa. MS., Bapak Dr. Bambang Purwantara,
M.Sc. dan Bapak Dr. Ir. H. Ahmad Ansori Mattjik, M.Sc. masing-masing
sebagai anggota atas arahan bimbingan dan motivasinya.
Selanjutnya
saya
juga
mengucapkan
terima
kasih
dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Dr.lr Fatuchri Sukadi,
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan dan Bapak Dr.
Atmadja Hardjamulia, MS. Yang telah meluangkan waktunya yang sangat
berharga dan bersedia menjadi penguji luar komisi.
Pada kesempatan ini pula saya mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Ketua Yayasan Badan Wakaf Universitas Muslim Indonesia (UMI)
dan Rektor UMI Makassar atas kesempatan dan bantuan yang diberikan
untuk melanjutkan pendidikan, begitupula kepada Bapak Rektor IPB,
Direktur Program Pascasarjana dan Ketua Program Studi BRP, atas
arahan,
bimbingan dan bantuannya.
Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada Direktur TMDP yang telah mernberikan bantuan
xix
berupa biaya pendidikan dan penelitian, begitupula kepada Yayasan
Latirnojong dan Yayasan Sina
lnsan Cita yang turut memberikan
bantuannya.
Selanjutnya secara khusus kepada rekan-rekan Pimpinan, staf dan
karyawan serta Mahasiswa Fakultas Perikanan UMI Makassar yang
dengan
penuh
mernberikan
pengertian
kesempatan
dan
ketulusan
kepada
saya,
telah
dan
rnernahami
telah
dan
rnelaksanakan
sebahagian kewajiban saya, saya ucapkan terirna kasih yang setulustulusnya.
Begitupula kepada rnahasiswa yang telah rnernbantu dafarn
penelitian ini, antara lain saudara Ir. Imam Gozalie, Ir. Abdul Rahman
Abdal, lr. Takdir, Ir. Mustika Nurdin, Ir. Bahar, Ir. Darrnawati dan yang
tidak dapat saya sebutkan satu persatu, diucapkan terima kasih atas
bantuan dan kerjasamanya, terutarna dalam pelaksanaan penelitian.
Saya juga ingin rnengucapkan terirna kasih kepada Kepala Dinas
Perikanan dan Kepala Balai Benih lkan (881) Pangkajene Kabupaten
Sidrap dan Kabupaten Wajo serta neiayan di Wette'e, Tancung dan BatuBatu atas segala bantuannya dalarn pengumpulan sarnpel dan penelitian.
Begitupula kepada Pirnpinan dan Staf Laboratorium Anatorni Bagian
Histologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB, khususnya saudari Drh. Dwi
Kesumasari atas bantuannya dalam pembuatan dan analisis preparat
histologis, begitupula kepada Pimpinan dan staf Balitbang Biologi LlPl di
Cibinong dalam mengidentifikasi spesies, khsusnya Bapak DR. Sutikno
Wir~~ardj~
Ir.f lAgus
~ , Tjakrawardaya dan Ibu Ir. Ike Rahrnatika, M.Sc.
Ucapan terirna kasih juga disarnpaikan kepada Bapak Dr. Ir. Arnbo Tuwo,
DEA yang dengan tulus dan ikhlas telah mernbantu dalam anaiisis data,
begitupula kepada Bapak Dr. M. lqbal Djawad, M.Sc. dan Ir. Miftahuddin
Nur yang banyak rnernberikan rnotivasi dan saran-saran.
Kepada
rekan-rekan anggota
Forum
Kornunikasi Mahasiswa
Pascasarjana Asal Sulawesi Selatan (FKMIPB-SS), antara lain saudara
Dr. Sudirrnan Numba, Dr. Usrnan Muhammad Tang, Ir. Marjani Sultan.
Drs. Suwardi, Ir. Syukri Nur. M.Sc., Ir. Abdul Rauf, M.Si, Ir. Ichsan, M.Si.,
Ir. Sayuti, M.Si.,
Ir. Rizal, M.Si. Drs. M. Basir, M.Si dan rnasih banyak
yang lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, saya ucapkan
terima kasih atas kerjasama, bantuan dan saran-sarannya.
Secara khusus saya ucapkan terima kasih yang sangat mendalam
kepada istri tercinta Ir. Hasnidar, MS. dan anak-anakku tersayang
A. Husnul Khatimah, A. Muhammad Akram, A. Husnul Khasanah dan
A.
Muhammad lkrarn atas
pengorbanan,
dorongan,
motivasi dan
pengertiannya kepada saya selama rnengikuti studi, penelitian serta
penyusunan disertasi ini, yang dengan rela dan ikhlas melepaskan dan
merelakan sebagian besar haknya terhadap saya untuk mendapatkan
perhatian dan kasih sayang, begitupula kepada ayahanda tercinta dan
terhormat A.M. Yunus dan ibunda Hj.A. Dinar yang sementara ini sedang
terbaring sakit, serta rnertua terhormat H.M. Yasin Ali dan Hj. St. Nurcaya
atas pengertian, rnotivasi dan bantuannya yang tanpa pamrih.
Akhirnya, kepada semua pihak baik perorangan maupun instansi
swasta dan pemerintah, yang telah rnemberikan bantuan baik berupa
moril maupun-rnetaril, saya ucapkan terirna kasih, semoga bantuan yang
telah diberikan dapat bernilai ibadah disisi Allah S W . Amiin.
Bogor, Agustus 2000
Andi Tamsil
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Danau Tempe dan danau Sidenreng adalah danau di Sulawesi
Selatan yang potensial sebagai penghasil ikan untuk konsumsi iokal dan
regional.
Pada musim kemarau, danau Tempe terbagi menjadi dua
bagian, yaitu danau Tempe dan danau Labuaja.
Secara administratif,
danau Tempe terletak pada dua wilayah, yaitu Kabupaten Wajo dan
Soppeng, sedangkan danau Sidenreng di Kabupaten Sidenreng Rappang.
Letak ketiga danau berdekatan dan dihubungkan oleh sungai yang pada
m u s h hujan permukaan airnya naik sangat tinggi menyebabkan ketiga
danau tersebut menyatu.
Fluktuasi ketinggian air pada saat banjir mencapai sekitar dua
sampai empat meter, sementara kedalaman danau hanya lima sampai
tujuh meter.
Banjir yang terjadi, selain akibat curah hujan di perairan
danau, juga disebabkan oleh banjir kiriman dari daerah sekitarnya, yang
sungainya bermuara ke danau Tempe dan danau Sidenreng, sedangkan
saluran pembuangan hanya satu yaitu sungai Walanae yang bermuara di
teluk Bone (Lampiran 1). Untuk Kabupaten Wajo, Sidrap dan Soppeng,
ketiga danau tersebut merupakan kantong air.
danau ini
pegunungan
Sumber air untuk ketiga
berasal dari dua sungai besar yaitu sungai Bila dari
Latimojong
dan
sungai
Walanae
di
pegunungan
Lompobattang, dan sungai kecil yaitu sungai Kalola, Lancirang dan Batubatu.
Banjir yang terjadi rnembawa sedimen ke dalam danau sehingga
terjadi pendangkalan, yang menyebabkan terjadinya perubahan fisik,
kirnia dan biologi danau,
Kondisi danau yang semakin dangkal ini
rnenyebabkan fluktuasi ketinggian air sangat tinggi, sehingga tidak lagi
berfungsi sebagat suatu danau yang stabil, karena sudah menyerupai
rawa. Akibat pendangkalan tersebut, beberapa bagian danau terutama di
bagian pesisir pada musim kemarau berubah fungsi rnenjadi lahan
pertanian tanaman pangan dan palawija.
Produksi ikan tertinggi tercatat pada tahun 1948, yaitu sebesar
58.400 ton, sedangkan yang terendah sebesar 5.233 ton tercatat pada
tahun 1980.
Produksi tersebut selain untuk konsurnsi lokal, juga dikirirn
ke Pulau Jawa dan Kalimantan dafam bentuk ikan kering. Sejak tahun
7977, produksi semakin
menurun, dan produksi rata-rata 10 tahun
terakhir hanya sekitar 11,7 ton (Rernmang, 1994).
Masalah perikanan yang terjadi di ketiga danau tersebut adalah
menurunnya produksi dan perubahan kornposisi jenis ikan.
Penurunan
produksi disebabkan oleh terjadinya kelebihan tangkap dan rusaknya
habitat, serta penggunaan alat tangkap yang tidak selektif. Sementara itu
pergeseran
komposisi jenis
ikan terjadi
reproduksi dan rekruitmen secara alami.
akibat
hambatan proses
Hal ini menyebabkan adanya
jenis ikan yang dominan, sementara jenis lain semakin langka, bahkan
beberapa jenis sudah jarang tertangkap. Menurunnya populasi ikan diikuti
dengan mengecilnya ukuran,
akibat
dari
proses reproduksi yang
dipercepat, menyebabkan ikan mengabaikan pertumbuhan tubuhnya.
Hambatan terhadap proses reproduksi dapat terjadi pada setiap
tahapan reproduksi. Pada tahap pra pernijahan, hambatan yang terjadi
adalah proses perkembangan gonad yang diduga karena tingginya
fluktuasi faktor lingkungan terutama cahaya dan suhu yang menjadi
stimulator dalam perkembangan gonad yang akan mempengaruhi kerja
horrnon.
Pada tahap pemijahan, hambatan yang terjadi diduga adalah
oleh rusaknya habitat pemijahan akibat penimbunan lumpur, sehingga
ikan kesulitan mencari ternpat untuk memijah.
Pada tahap pasca
pemijahan, hambatan yang dialami diduga pada proses penetasan dan
pemeliharaan
larva,
karena
tingginya
kekeruhan
dan
terjadinya
persaingan dalam ha1 ruang dan makanan.
Sebuah tim peneliti dari Jepang menyimpulkan bahwa penurunan
produksi yang dramatis disebabkan oleh semakin mendangkalnya danau.
Disamping itu, tim BIOTROP Bogor rnenyimpulkan bahwa penangkapan
ikan secara berlebihan bersama akibat pendangkalan merupakan sebab
utama penurunan produksi (Anonim, 1977).
Untuk mempertahankan sediaan, perlu adanya keseimbangan
antara rekruitmen dengan kematian alarni dan penangkapan. Rekruitmen
dapat dikatakan berhasil apabila terjadi proses pemijahan secara alami,
kemudian diikuti dengan pertumbuhan ikan yang baik, hingga ikan dapat
tumbuh menjadi dewasa. Selain itu, kematian alami dapat diminimafkan
dengan menciptakan kondisi lingkungan yang stabil, dan pengaturan
penangkapan misalnya dengan penggunaan peralatan yang selektif dan
pengaturan waktu penangkapan.
Aktifitas penangkapan urnurnnya dilakukan rnenjelang air surut dan
puncaknya pada saat air surut, sehingga terjadi penangkapan yang
intensif, dengan penggunaan alat tangkap yang tidak selektif, sehingga
semakin rnenekan populasi ikan.
Ketiga peubah yang rnempengaruhi
sediaan ikan tersebut di danau Tempe dan danau Sidenreng terjadi
bersarnaan secara negatif.
Rekruitmen rnengalami hambatan akibat
proses reproduksi yang terganggu dan penangkapan yang intensif dan
tidak selektif, sementara kematian alami meningkat akibat kerusakan
habitat. Darnpak yang ditirnbulkan adalah ikan bungo rnelakukan salah
satu strategi reproduksi untuk rnempertahankan populasinya, yaitu dengan
mernpercepat kernatangan gonadnya yang pertarna, sehingga energi yang
tersedia diprioritaskan untuk reproduksi.
Untuk rnernpertahankan populasi akibat besarnya ketergantungan
penduduk terhadap produksi ikan dari danau, rnaka Pemerintah Daerah
rnelakukan restoking setiap tahun, walaupun masih terbatas pada ikan
mas (Cyprinus carpio). Selain itu, telah diintrodusir beberapa jenis ikan,
diantaranya adalah ikan nila (Oreochromis sp.) dan ikan tambakan
(Helostoma temrninckr), yang ternyata cukup adaptif dan kini populasinya
telah menggeser jenis ikan lain.
Beberapa jenis ikan yang dahulu dorninan antara lain adalah ikan
sepat Siarn (Trichogasfer pecforalis), tawes (Puntius gonionafus) dan
gabus (Ophiocephalus striafus). Selain itu, terdapat beberapa jenis ikan
yang cukup tinggi populasinya, antara lain lele (Clarias bafrachus), mas
(Cyprinus carpio), betok (Anabas testudineus), belut (Fluta alba) dan
bungo (G/ossogobius aureus).
Akibat kondisi lingkungan yang kurang
menguntungkan dan kalah bersaing dengan jenis-jenis
baru yang
dimasukkan merryebabkan terjadinya pergeseran komposisi jenis dan
ukuran ikan, yang dahulu menjadi dominan dan berukuran besar, kini
menjadi ikan yang populasinya sangat rendah dan ukurannya mengecil.
Salah satu spesies ikan yang bernilai ekonomis tinggi yang
mengalami penurunan populasi dan ukuran adalah ikan bungo, yang
komposisinya tinggal 1,47 % dari seluruh ikan yang ada (Ali, 1994). dan
ukurannya dari rata-rata di atas 200 mm, kini hanya sekitar 120 mm.
lkan bungo adalah ikan konsumsi yang rasanya khas dengan harga
yang tinggi, dikonsumsi dalam bentuk segar maupun kering. Dahulu ikan
ini mempunyai nilai sosial yang tinggi bagi masyarakat sekitarnya, karena
hanya boleh dikonsumsi oleh para bangsawan dan pemuka masyarakat.
lkan bungo pernah menjadi salah satu ikan primadona, disamping
populasi dan ukurannnya yang besar, juga karena harganya yang tinggi.
Di banding jenis ikan lain yang bernilai ekonomis tinggi seperti ikan
mas, ikan bungo belum banyak mendapat perhatian, baik oleh peneliti
maupun Pernerintah Daerah, sehingga tidak ada upaya ke arah
pelestariannya.
Hal ini dibuktikan dengan masih kurangnya penelitian
yang dilakukan terutama mengenai aspek biologi reproduksinya dan
belum adanya upaya dari Pemerintah Daerah, baik dalam bentuk
penelitian maupun perlindungan terhadap populasi maupun habitatnya.
Untuk itu, penelitian ini mencoba untuk mengeksplorasi beberapa aspek
reproduksi prapemijahan dan kemungkinan pemijahan buatan ikan bungo
dalam rangka petestariannya melalui upaya bidudaya dan restoking.
Penelitian eksploratif dilakukan, karena
belum adanya data dasar
mengenai ikan ini.
Rusaknya
rnenyebabkan
habitat,
ikan
terutama
pelurnpuran dan pendangkatan,
bungo sulit untuk berreproduksi, terutama
pemijahan dan penetasan telurnya,
saat
karena sebagai ikan dasar yang
hidupnya bersentuhan langsung dengan dasar perairan, pelumpuran
sangat berpengaruh terutama pada proses fertilisasi, penetasan hingga
perkembangan larva, karena fase ini adalah fase yang paling kritis dalam
siklus hidup ikan. Selain itu, secara biologis, ikan bungo adalah ikan yang
lamban pergerakannya dan hanya menunggu mangsa, sehingga kalah
bersaing dengan ikan lain dalam memanfaatkan ruang dan rnencari
rnakan.
Karena reproduksi secara alarni rnengalami hambatan, maka
dibutuhkan
adanya
intervensi
atau
perlakuan
agar
dapat
terjadi
pemijahan, misalnya dengan memulihkan kondisi habitat dan melakukan
reproduksi secara buatan atau terkontrol, yang hasilnya dapat digunakan
untuk menambah poputasi melalui restocking, dan upaya budidaya untuk
mengurangi ketergantungan terhadap penangkapan. Selain itu, kegiatan
budidaya juga dapat melindungi populasi alami yang ada, sehingga ikan
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik secara alarni.
Akan tetapi, upaya budidaya dan restocking masih sutit untuk
dilakukan karena
terbatasnya informasi mengenai spesies ikan
ini,
terutama aspek biologi reproduksi dan lingkungannya, sedangkan upaya
lain seperti rnernulihkan kondisi habitat rnisalnya dengan pengerukan, sulit
dilakukan karena dibutuhkan biaya yang cukup besar, begitupula dengan
upaya rnenutup areal atau menentukan musirn penangkapan, karena
besarnya ketergantungan penduduk terutama nelayan terhadap danau,
sehingga peraturan yang dibuat sulit untuk diterapkan.
Penelitian rnengenai aspek biologi reproduksi ikan bungo hingga
saat ini belum ada, khususnya di danau Tempe dan danau Sidenreng.
Secara umurn, penelitian mengenai ikan Gobiidae di luar negeri cukup
banyak
diteliti,
walaupun
masih terbatas
pada
aspek
identifikasi,
penyebaran dan kelimpahannya. Jumlah penelitian yang telah dilakukan
pada ikan farnili Gobiidae rnenurut "Aquatic Science Fisheries Abstract
(ASFA)" hingga tahun 1991 ada 260 judul, narnun belum diternukan
laporan penelitian mengenai spesies ikan bungo yang berasal dari danau
T e m p e dan danau Sidenreng.
lnforrnasi terakhir dari CD Rom tahun
1995, diperoieh 13 penelitian yang rnenyangkut ikan Gobiid, akan tetapi
tidak satupun penelitian mengenai jenis Glossogobius baik secara umum
maupun yang rnenyangkut reproduksinya.
Bahkan informasi yang
diperoteh di internet menunjukkan bahwa dari 13 ikan Gobiidae dari
Indonesia yang telah
rnengenai spesies
dipublikasikan, temyata belum ada publikasi
G.aureus. Hal ini rnenunjukkan bahwa ikan Gobiidae
khususnya spesies G. aureus belum banyak diteliti, terutarna mengenai
aspek biologi repdosuksinya.
Karena ikan ini belurn banyak diteliti dan bernilai ekonomis tinggi,
rnaka
perlu dilakukan penelitian terutama mengenai aspek biologi
reproduksinya, dengan harapan dapat dilakukan reproduksi secara buatan
atau
terkontrol,
sehingga
upaya
restoking
dan
budidaya
dapat
dilaksanakan. Selain itu dengan mengetahui aspek biologi reproduksi dan
parameter
biologilpopulasinya serta
kondisi
lingkungannya,
maka
pengelolaan dapat dilakukan dengan lebih terarah, sekaligus dapat
diuapayakan rnencari atternatif terbaik untuk memulihkan habitat.
Berdasarkan
ha1
tersebut di
atas, perlu kiranya dilakukan
penelitian mengenai beberapa aspek biologi reproduksi khsusnya pada
tahap prapemijahan dan kernungkinan pemijahan buatan ikan bungo
dalam
rangka
pelestariannya
menuju
upaya
pembudidayaan dan
restoking.
Kerangka Pemikiran
Danau Tempe dan danau Sidenreng sebagai penghasil ikan yang
potensial mengalami pendangkalan dan kelebihan tangkap ikan (over
fishing).
Hal ini rnenyebabkan produksi ikan menurun dan terjadi
pergeseran komposisi jenis ikan, sehingga menyulitkan proses reproduksi
secara alami, bahkan menyebabkan penurunan ukuran tubuh ikan.
Salah satu ikan yang bernilai ekonornis penting yang populasinya
menurun dan ukurannya mengecil adalah ikan bungo, yang hingga saat ini
belum ada upaya untuk melestarikannya. Menurunnya populasi diduga
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain (a) tingginya tingkat
eksploitasi, (b) penggunaan alat tangkap yang tidak selektif, (c) rusaknya
habitat, (d) terdesak oleh spesies lain, (e)belum adanya upaya restocking
dan (f) belum adanya upaya pembudidayaan.
Selain pengendalian penangkapan dan perbaikan habitat, perlu
dilakukan reproduksi secara buatan, karena reproduksi secara atami
rnengatarni kesulitan.
Untuk pengaturan penangkapan dan reproduksi
buatan, dibutuhkan data dasar menyangkut aspek biologi reproduksi dan
faktor lingkungan yang mempengaruhinya, yang mencakup dua aspek,
yaitu :
1. Aspek biologi reproduksi khususnya pada tahap prapemijahan yang
menyangkut seksualitas, distribusi ikan berdasarkan jenis kelamin,
Perkembangan ovarium dan testis selta ukuran telur, ukuran ikan
pertama kali matang gonad, tingkat kematangan gonad (TKG), indeks
kematangan gonad (IKG), fekunditas, kemampuan reproduksi populasi
dan kemungkinan untuk melakukan pemijahan secara buatan. Selain
itu, sebagai data pendukung perlu diamati peubah hubungan panjang
dan berat tubuh, faktor kondisi, perturnbuhan dan umur, mortalitas dan
laju eksploitasi.
2. Aspek lingkungan, yaitu
kualitas lingkungan kimia, fisik dan biologi
ikan bungo.
Kerangka pemikiran secara skematis disajikan pada Garnbar 1.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengklarifikasi spesies ikan bungo di danau Tempe dan danau
Sidenreng Sulawesi Selatan.
2. Mengetahui beberapa karakteristik reproduksi prapemijahan ikan
bungo, yaitu seksualitasnya, distribusi ikan berdasarkan jenis kelamin,
perkembangan ovariurn dan testis, ukuran ikan pertarna kali rnatang
gonad, tingkat
kematangan
gonad,
indeks kernatangan gonad,
fekunditas dan kernampuan reproduksi.
3. Mengetahui beberapa peubah populasi, yaitu hubungan panjang dan
berat, faktor kondisi, perturnbuhan dan urnur, rnortalitas dan laju
eksploitasi.
4. Mempelajari kemungkinan pernijahan secara buatan dengan rnemberi
perlakuan hormonal.
5. Mernpelajari kondisi lingkungan ikan bungo yang berkaitan dengan
biologi reproduksi.
Manfaat Penelitian
Hasit penelitian ini diharapkan dapat bermanfat untuk :
1. Pengelolaan yang bijaksana terhadap ikan bungo, yang selama ini
tidak dapat dilakukan karena terbatasnya data.
2. Langkah awal rnenuju pemijahan secara buatan, sehingga suatu ketika
dapat dilakukan restoking dan budidaya.
3. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan dapat bermanfaat sebagai
data awal untuk dikembangkan.
Permintaan Tinggi
Harga Tinggi
Fungsi Ekologis
I
I
I
I
I
Terdesak Sp.Lain
v
lkan
I
I
Populasi menurun
Ukuran mengecil
Survival Rate
Perturnbuhan
Fertilitas
Rehabilitasi Habitat
Pengelolaan
Pemijahan Buatan
Restocking
t
Budidaya
t
Apsek Populasi :
Distribusi Ikan, Hubungan
Panjang dan Bobot, Faktor,
Kondisi, Pertumbuhan dan
Umur dan Eksploitasi
7
lnduk
A
)p(F)-fF)-(Benih )
I
lnduksi
Hormonal
dan
b
Manipulasi Lingkungan
A
Kualitas Lingkungan
'
Aspek
Reproduksi Prapemijahan :
Seksuakitas, Nisbah Kelamin,
Perkembangan Gonad,
Morfologi Telur, TKG, IKG,
Fekunditas dan Kemmapuan
Reproduksi
Gambar 1. Bagan alir pendekatan masalah
TINJAUAN PUSTAKA
Keadaan Umum Danau
Perairan danau Tempe dan danau Sidenreng adalah danau yang
rnemiliki fungsi multi dimensi, selain sebagai sumberdaya perikanan yang
potensial juga
untuk kegiatan lain seperti untuk tanaman pangan,
pariwisata, pengairan, habitat berbagai jenis burung dan lain-lain. Selain
untuk konsumsi masyarakat setempat, 25-30 % produksinya dipasarkan
untuk daerah sekitarnya.
Pada tahun 50-60-an ikan bungo bahkan
diperdagangkan dalam bentuk kering ke pulau Jawa (Remmang, 1994).
Danau Tempe dan danau Sidenreng terletak di tengah suatu
lembah yang dikelilingi oleh gunung-gunung dan bukit, dan terletak sekitar
5,4 m di atas permukaan laut. Luas maksimal perairan danau pada tahun
1976 mencapai 35.000 ha, kedalaman maksimal 9.5 m dengan elevasi 5
m, sedangkan luas dan kedalaman minimal masing-masing 1000 ha dan
3,2 meter. Saat ini luas maksimal diperkirakan hanya 30.000 ha dengan
kedalaman maksimal 5 sampai 7 m. Pada musim kemarau, kedaiamannya
antara 0,5 sampai 2,O
m dengan luas sekitar 9.400 ha.
Luas maksirnal
adalah pada saat banjir dan ketiga danau menyatu (Gambar 2).
Penurunan produksi ikan dari 25.000
menjadi 4.500
ton dalam tahun 1941
ton dalarn pertengahan tahun
1970-an mendorong
diadakannya banyak penelitian perikanan dan aspek-aspek lain di danau
ini yang dijuluki "mangkuk
Sebuah tim Jepang
dramatis ini
ikanM-nya Indonesia (Suwignyo, 1978).
rnenyimpulkan bahwa penurunan produksi yang
rn
banjir kecil
Gambar 2. Luas daerah genangan danau pada rnusirn kernarau, banjir
besar kecil dan banjir besar
disebabkan oleh semakin mendangkalnya danau, tetapi tirn
BIOTROP
Bogor menyimpulkan bahwa
berlebihan
penangkapan ikan secara
bersama akibat pendangkalan merupakan sebab utamanya (Anon. 1978
dalam Whitten et at., t 987).
Sistimatika lkan Bungo
Sistimatika ikan bungo
menurut Weber dan de Beaufort (1953)
adalah :
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Superkelas
: Pisces
Kelas
: Teleostei
Ordo
: Percomorphi
Subordo
: Percoidea
Famili
: Gobiidae
Genus
: Glossogobius
Spesies
: Glossogobius giuris
Sedangkan menurut kunci identifikasi Saanin (19
PRAPEMIJAHAN DAN KEMUNGKINAN PEMIJAHAN
BUATAN IKAN BUNG0 (Glossogobius Cf.aureus)
Dl DANAU TEMPE DAN DANAU SiDENRENG
SULAWESi SELATAN
Oleh :
AND1 TAMSIL
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2000
ABSTRACT
A preliminary study on several prespawning reproductive
characteristics of bungo fish (Glossogobius Cf. aureus) in Tempe and
Sidenreng Lakes, South Sulawesi has been done.
A number of 3,765 individuals were collected, including 1,897
females (50.39%) and 1,868 males (49.61%). The largest fish (375 long
and weight 342,70 g) was male. The fish known as Glossogobius aureus
Akihito and Meguro (1975), was formally identified as G. giurus and G.
giuris. As this species is similar to GIossogobius aureus but differs
somewhat to sampels which have been identified by Akihito and Meguro
(7975), a word compare (Cf) is added between the genus and species
names.
This bungo fish is a heterosexual protogynous hermaphroditism
animal with asinchronized ovaries (metachrome). Oocytes of this fish is
oval with 0.28 mm to 0.65 mm length, smaller oocytes reach 0.08 mm to
0.14 mm in diameter at its width and 0.13 mm to 0.17 mm in diameter at
its length. The oocytes may be grouped into three categories, i.e. large,
medium and small.
The first gonadal maturity in female occurs W e n the measurement
reaches 80 mm to 89 mm, while in males 160 mm. To maintain its
population the bungo fish performs reproductive strategy by speeding up
its first gonadal maturity. As the gonadal maturity level (GML) increases,
the number of fish decreases, probably due to atresia. In general the
gonadal maturation index (GMI) of females is bigger than the GMI of
males. Fecundity of bungo fish ranges from 1.I30 to 466.850 and more
than 50% of the population reproductive capability is produced by those
which measure less than 190 mm.
The developmental pattern of bungo fish is negative allometric,
where the conditional factor value of males reachs 0.67 to 2.1 2 , averaging
0.91 to 1.23, whilw in females it reachs 0.69 to 2.08 with the mean range
of 1 . I 2 to 1.36. The maximum length of female may reach 515.81 mm,
while in males 622.3255 mm. Exploitation rate of females reach 0.659,
while in males 0.6254.
In principle the bungo fish may be spa-med artificially outside its
habitat, because the fish responds to the hormonal treatments with hCG
and ovaprim.
RINGKASAN
AND1 TAMSIL, 94541.
Prapemijahan
dan
Studi Beberapa Karakteristik Reproduksi
Kemungkinan
Pemijahan
Buatan
lkan
Bungo
(Glossogobius Cf aureus Akihito dan Meguro, 1975) di danau Tempe dan
danau Sidenreng Sulawesi Selatan, di bawah bimbingan Mozes R.
Toelihere sebagai ketua, H. Moch. lchsan Effendie, H. M. Natsir Nessa,
Bambang Purwantara dan H. Ahmad Ansori Mattjik masing-masing
sebagai anggota.
Penelitian ini bertujuan untuk ( 1 ) mengklarifikasi penggolongan
spesies ikan bungo, (2) rnengetahui beberapa karakteristik reproduksi
prapemijahan (3) mempeiajari kemungkinan pemijahan buatan dan (4)
mempelajari
kondisi
lingkungan
yang
berkaitan
dengan
biologi
reproduksinya.
Penelitian ini dilakukan di danau Sidenreng, danau Tempe dan
danau Labuaja, pada lima stasiun (stasiun I dan I1 di danau Sidenreng,
stasiun 111 di danau Labuaja dan stasiun 1V dan
V di danau Tempe).
Untuk pengumpulan data karakteristik reproduksi prapemijahan, dari bulan
Mei 1996 hingga Agustus 1997.
Pengarnatan dan ujicoba pemijahan
buatan dilakukan di BBI Pangkajene Sidrap dan BBI Tampangeng Wajo
pada butan Januari 1996
-
Februari 1998. Analisis data dilakukan di
Laboratoriurn Biofogi Perikanan Fakultas Perikanan Universitas Muslim
Indonesia (UMI) Makassar dan Laboratorium Histologi 8agian Anatomi
Fakultas Kedokteran Hewan IPB untuk histologi.
ldentifikasi spesies,
dilakukan melalui pengiriman sampel ke Tropical Reef Research Australia
pada bulan Agustus-Desember 1999 dan di Puslitbang Biologi Balitbang
Zoologi LIP1 bulan Mei-Juli 2000.
Sampel yang diperoleh sebanyak 3765 ekor, yang terdiri atas ikan
betina 1897 ekor (50,39 %) dan jantan 1868 ekor (49,61 %). Hasil analisis
khi kuadrat menunjukkan bahwa jumlah ikan betina dan jantan yang
dianalisis setiap bulan tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan
Data antar stasiun menunjukkan bahwa di stasiun I dan II dijurnpai
95 %.
lebih banyak ikan jantan, sedangkan di stasiun lli, IV dan V lebih banyak
betina.
Hasil
anatisis
untuk
sernua
stasiun
menunjukkan
adanya
kecenderungan ukuran ikan yang kecil berjenis ketamin betina dan yang
besar berjenis kelamin jantan. lkan yang terbesar (375 rnm) dan terberat
(342.70 g) adalah ikan jantan.
Identifikasi spesies rnenunjukkan bahwa ikan bungo di danau
Tempe dan danau Sidenreng adalah Glossogobius aureus Akihito dan
Meguro (1975). yang sebelumnya diidentifikasi sebagai G. giurus dan G.
giuris.
Setelah diklarifikasi di Balitbang Zoologi LIPI, ternyata terdapat
beberapa perbedaan morfometrik dengan holotype, sehingga diberi kata
Compare (Cf) diantara nama genus dan spesies.
Analisis histotogis menunjukkan bahwa seksualitas ikan bungo
adalah herrnafrodit protogini, karena adanya jaringan spermatocyte crypts
pada ovarium ikan bungo betina pada TKG II, yang semakin dorninan
pada sarnpel ikan yang lebih besar.
Organ reproduksi ikan bungo terrnasuk heteroseksuaf, yaitu
terdapat perbedaan yang jelas antara ikan jantan dan betina, testis dan
ovariumnya terdiri dari sepasang organ yang memanjang, dengan ukuran
ovarium lebih besar dibanding dengan testis, dengan tipe ovarium
asinkronis.
Telur ikan bungo berbentuk lonjong dengan panjang antara 0,28
sarnpai 0.65 mm, sedangkan diameter pada lebar teiur terkecil dan
terbesar berkisar antara 0,08
- 0,14 mm dan 0,13- 0,17mm.
Ukuran sel
telur yang bervariasi ini juga terlihat pada TKG II dan Ill. Dibandingkan
dengan beberapa jenis ikan lainnya, ukuran telur ikan bungo termasuk
kecil.
Berdasarkan panjang dan diarneternya, telur ikan bungo dapat
dikategorikan rnenjadi tiga kelas yaitu telur besar, sedang dan kecil.
Ukuran ,pertama kali rnatang gonad pada ikan bungo betina dan
jantan berbeda. lkan betina pertarna kali matang gonad pada ukuran 80
mm sampai 89 mm, sedangkan ikan jantan pada ukuran 160 mm.
Perbedaan
ini
berkaitan dengan
seksualitasnya
yang
hermafrodit
protogini.
Pada ke tima stasiun pengamatan terlihat bahwa sernakin tinggi
TKG sernakin sedikit jurnlah ikannya. Secara alamiah, ikan bungo pada
awal perkembangan gonadnya tidak mengalami harnbatan pertumbuhan.
Pada perkernbangan selanjutnya diduga terjadi gangguan dari lingkungan,
yang rnenyebabkan harnbatan terhadap perkernbangan gonad, baik
jantan maupun betina, sehingga terjadi resorpsi atau atresia praovulasi.
Secara umum, IKG ikan betina lebih besar dibanding dengan IKG
ikan jantan, karena volume ovarium lebih besar dibanding dengan volume
testis. Walaupun demikian, beberapa sampel menunjukkan bahwa ukuran
ovarium sering tidak sinkron dengan TKG, karena ikan sudah berada pada
TKG IV, tetapi ukurannya masih kecil, dibanding dengan ikan lain pada
TKG yang sama.
Fekunditas ikan bungo berkisar antara 1130 sampai 466850 butir.
Besarnya kisaran ini disebabkan oleh besarnya kisaran ukuran ikan yang
dihitung fekunditasnya, yaitu kisaran panjang 81 rnm sampai 290 mm
dengan kisaran berat 3,88g sampai 185,5 g.
Ukuran ikan betina yang paling besar peranannya (30,14 %) dalam
reproduksi adalah pada modus dua dengan ukuran panjang total jkan
rata-rata sekitar 140 mm. Secara umurn dapat dikemukakan bahwa lebih
dari 50 % kemampuan reproduksi populasi dihasilkan oleh ikan yang
berukuran kurang dari 790 mm.
Hasjl
percobaan
pemijahan
buatan
yang
dilakukan
belum
mernperlihatkan hasil yang rnaksimal, karena adanya kendala berupa
kesulitan dalam penanganan induk dan peralatan pada saat penyuntikan
serta pengamatan perkembangan telur. Dari tujuh kali percobaan yang
dilakukan pada dua lokasi, diperoleh hasil bahwa pada prinsipnya ikan
bungo dapat dipijahkan secara buatan di luar habitatnya. Apabila ha1 ini
dilakukan dengan perlakuan dan perslatan yang lebih baik, maka tingkat
keberhasilan yang diperoleh akan lebih baik.
Hasil analisis hubungan panjang berat menunjukkan bahwa pola
pertumbuhan ikan bungo untuk semua stasiun adalah alometrik negatif,
yaitu pertambahan panjangnya lebih cepat dibanding dengan beratnya.
Nilai faktor kondisi ikan bungo jantan mencapai 0,67-2,12, dengan ratarata berkisar antara 0,91-1,23, sedangkan untuk ikan betina adalah 0,692.08 dengan rata-rata sekitar 1 , I 2-1,36. Faktor kondisi ikan berbeda pada
masing-masing waktu pengamatan, dengan kisaran yang cukup tinggi,
terutama terjadi pada bulan Oktober. Walaupun demikian, kisaran rataratanya tidak terlalu besar.
Faktor kondisi ikan betina lebih besar
dibanding dengan ikan jantan, walaupun kisaran tertingginya lebih kecil,
akan tetapi rata-ratanya lebih besar. Tingginya nilai faktor kondisi ikan
betina disebabkan oleh faktor gonad.
Hasil
515,81
cm,
analisis
panjang
dengan
laju pertumbuhan (K)
umur teoritisnya
~t = 575,81 {I-t=
(to)
a.a971
= -1,099
(t+l,-)
.
asimptotik
(Loo)
ikan
0,097
betina
adalah
per tahun
dan
dengan persamaan Von Bertalanffy
Sedangkan Lm ikan jantan sebesar
622,3255 cm, dengan laju pertumbuhan (K) 0,0712 per tahun dan umur
teoritisnya (to) = -1,6212 tahun, dengan persamaan Von Bertalanffy
Lt = 622,3255 { I -e
(t+1.6212)
1.
Laju eksploitasi ikan betina sebesar 0,6589, sedangkan untuk ikan
jar;tan 0,6254. Njlai ini menunjukkan bahwa tingkat eksploitasi ikan bungo
telah melampaui nilai optimum. Menurut Gulland (1967) bahwa laju
eksploitasi optimum adalah sebesar 0,5.
STUD1 BEBERAPA KARAKTERISTIK REPRODUKSI
PRAPEMIJAHAN DAN KEMUNGKINAN PEMIJAHAN
BUATAN IKAN BUNG0 (GlossogobiusCf. aureus)
Dl DANAU TEMPE DAN DANAU SIDENRENG
SULAWESI SELATAN
Oleh :
Disertasi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Doktor
pada
Program Pascasarjana lnstitut Pertanian Bogor
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2000
Judul Disertasi
: Studi Beberapa Karakteristik Reproduksi
~ra~emijaha
dan
n Kemungkinan Pemijahan
Buatan Ikan Bunao (Glossosobius Cf.aureus)
di Danau ~ e m ~ e d ~
a ann a u - ~ i d e n r e n g
Sulawesi Selatan
Narna Mahasiswa
: Andi Tamsil
Nomor Pokok
: BRP194541
Menyetujui :
I.
Kornisi Pembimbing,
Prof. Dr. Mozes R. Toelihere, M.Sc.
Ketua
Prof.Dr.H.M.lchsan Effendie, M-Sc.
Anggota
Prof.Dr.lr.H.M.Natsir Nessa, MS.
Anggota
L
Or-Bambang Purwantara. M-SC
Anggota
2. Ketua Program Studi
Biologi Reproduksi,
Tanggal Lulus : 3 2 Agustus 2000
Dr.lr.H.Ahrnad Ansori Ma43jik.M. Sc.
Anggota
Penulis dilahirkan di Kelurahan Kadidi Kabupaten Sidenreng
Rappang (Sidrap) Sulawesi Selatan pada Tanggal 12 Nopernber 1964,
dari orang tua Andi M. Yunus dan Hj. Andi Dinar.
Lulus SD Aisyiyah Tahun 1976, dan SMP Negeri IV Ujung Pandang
Tahun 1979, serta SMA Negeri 158 Palopo Kabupaten Luwu Tahun 1983,
kemudian melanjutkan pendidikan di Jurusan Perikanan Program Studi
Budidaya Perairan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin (UNHAS)
dan lulus tahun 1987. Pada Tahun 1990 melanjutkan pendidikan (S-2)
pada Program Pascasarjana UNHAS jurusan Sistem-Sistem Pertanian
(SSP) Kajian Perikanan, lulus tahun 1992. Selanjutnya pada tahun 1994
mendapat kesempatan rnelanjutkan studi Doktor (5-3) di
Program
Pascasarjana lnstitut Pertanian Bogor, Program Studi Biologi Reproduksi,
dengan biaya dari Yayasan Badan Wakaf UMI dan TMPD.
Setelah lulus S-I tahun 1987, penulis bekerja sebagai teknisi
tambak dan hatchery serta pemasaran PT. Mutiara Biru Group Cabang
Makassar, kemudian sejak tahun 7988 hingga sekarang menjadi staf
pengajar pada Fakultas Perikanan Universitas Muslim Indonesia (UMI)
Makassar.
Selama mengabdi di UMI, penulis diberi amanah di Fakultas
Perikanan, yaitu tahun 1988-1989 sebagai Kepala Laboratorium Lapang
dan Unit Pertarnbakan, tahun 1989-1992 Pernbantu Dekan Ill, tahun
1992-1994 Pembantu Dekan I, dan sejak tahun 1998-sekarang sebagai
Dekan dan Kepala Pusat Studi Lingkungan (PSL) UMI.
Pada tahun 1990 penulis menikah dengan Ir. Hasnidar Yasin, MS,
dan hingga saat ini Alhamdulillah telah dikaruniahi dua orang putra dan
dua putri yaitu A. Husnul Khatimah, A. Muhammad Akram, A. Husnul
Khasanah dan A. Muhammad Ikram.
KATA PENGANTAR
lkan bungo (Glossogobius Cf. aureus) adalah salah satu ikan yang
bernifai ekonomis tinggi di danau Tempe dan danau Sidenreng. Selain itu,
secara ekologis ikan ini memiliki keudukan penting, karena diduga
sebagai ikan yang endemik yang populasi dan ukurannya semakin
menurun.
Penelitian mengenai ikan bungo relatif masih sangat sedikit,
sementara populasinya semakin menurun akibat eksploitasi yang sangat
tinggi dan rusaknya habjtat akibat dari pendangkalan dan pencemaran
lingkungan.
Untuk itu, penelitian ini diharapkan rnenjadi awal dari
penelitian ikan bungo untuk pengembangannya dimasa mendatang,
dalam rangka pembudidayaan maupun restoking di alam.
Penelitian yang telah dilakukan selama tiga tahun lebih, memang
belum
dapat
menjawab
semua
permasalahan,
mengingat
masih
terbatasnya data yang dapat dikurnpulkan, sehingga hanya beberapa
karakteristik reproduksi prapemijahan yang dapat dikemukakan dalam
tulisan ini. Selain itu, mengenai kemungkinan pemijahan buatan, yang
dapat dilakukan baru pada tahap ujicoba.
Untuk itu kami mohon
masukan dan koreksi untuk rnenyempurnakan tulisan ini, sekaligus
berharap ada peneliti yang dapat melanjutkannya.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu sejak persiapan penelitian, pelaksanaan, dan
analisis hingga penyelesaian disertasi ini. Semoga bantuan baik berupa
moril maupun materil dapat bernilai ibadah disisj Allah SWT.
Bogor, Agustus 2000
Andi Tamsil
DAFTAR IS1
ABSTRACT .......................................................................
RINGKASAN .....................................................................
KATA PENGANTAR ..........................................................
ii
...
Ill
xi
DAFTAR ISI ......................................................................
xi i
DAFTAR TABEL ................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................
xv i
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................
xix
PENDAHULUAN ..........................................................................
'l
Latar Belakang ....................................................................
1
Kerangka Pem~k~ran
...........................................................
8
Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................
9
. .
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................
12
Keadaan Umum Danau .......................................................
12
Sistimatika lkan Bungo .......................................................
14
Parameter Populasi ...................................................
15
Karakteristik Reproduksi Prapemijahan .........................
18
Reproduksi ..............................................................
27
Kualitas Lingkungan ..................................................
40
MATERI DAN METODE PENELlTlAN ...........................................
Pengamatan Parameter Reproduksi dan Karakteristik
Reproduksi......................................................
Waktu dan Ternpat ..................................................
Materi Penelitian ..............................................
Metode Penelitian ............................................
Percobaan Pemijahan Buatan ...........................................
Waktu #an Ternpat ...........................................
Materi Penelitian ...............................................
Metode Penelitian .............................................
Pengamatan yang Dilakukan...............................
HASlL DAN PEMBAHASAN ..........................................................
Keadaan Umum Danau ..............................................
43
Klarifikasi Spesies lkan Bungo .....................................
Parameter Populasi ...................................................
Distribusi lkan Berdasarkan Panjang dan Berat ......
Hubungan Panjang Total dan Berat Tubuh ............
Faktor Kondisi .................................................
Pertumbuhan dan Umur ....................................
Eksploitasi ......................................................
Karakteristik Reproduksi Prapemijahan .........................
Seksualitas ......................................................
Distribusi lkan Berdasarkan Jenis Kelamin .............
Perkembangan Ovarium dan Testis .....................
Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ........................
Morfologi dan Ukuran Telur .................................
Ukuran lkan Pertama Kali Matang Gonad ...............
lndeks Kematangan Gonad .................................
Fekunditas ......................................................
Kemampuan Reproduksi ....................................
Pemijahan Buatan .....................................................
Adaptasi Calon lnduk lkan Bungo .......................
Penyuntikan Hormon ........................................
Kualitas Lingkungan ..................................................
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................
Kesimpulan .............................................................
Saran .....................................................................
DAFTAR PUSTAKA ............................................................
LAMPIRAN .......................................................................
xii
DAFTAR TABEL
Nornor
Teks
Halaman
1
Alat . dan
. . bahan yang digunakan, kegunaan dan
spesifrkasinya ...........................................................
47
2
Kriteria penilaian TKG ikan bungo (G. Cf. aureus) di danau
Tempe dan danau Sidenreng, Sulawesi Selatan...............
56
3
Aspek lingkungan yang diamati, metodelatat yang
digunakan dan tempat pengamatan ..............................
59
4
Peubah kualitas air yang diamati, metodelalat dan waktu
pengamatan ................................................................
63
5
Distribusi ukuran ikan bungo (G. Cf. aureus) betina dan
jantan berdasarkan panjang (mm) masing-masing stasiun
pengamatan ..............................................................
76
6
Distribusi ukuran ikan bungo (G. Cf aureus) betina dan
jantan berdasarkan berat (g) masing-masing stasiun
pengarnatan .....................................................................
77
7
Jumlah dan persentase ikan bungo (G. Cf. aureus)
berdasarkan kelompok ukuran panjang tubuh (rnrn) ...........
79
8
Jurnlah dan persentase ikan bungo (G. CF. aureus)
berdasarkan kelornpok ukuran berat (g) .............................
80
9
Hasil analisis hubungan panjang total dan berat lkan
bungo (G. Cf. aureus) betina masing-masing stasiun ........
85
10
Faktor kondisi ikan bungo (G. CF. aureus) betina dan
jantan gabungan antar stasiun pengamatan ...................
89
11
Faktor kondisi ikan bungo (G. Cf. aureus) betina dan
jantan berdasarkan TKG .............................................
89
12
Panjang dan jumlah ikan bungo (G. Cf. aureus) betina
pada setiap rnodus hasil analisis Battacharya ..................
92
13
Panjang dan jumlah ikan bungo (G. Cf. aureus) jantan
pada setiap modus hasil analisis Battacharya .................
93
14
Perbandingan kelamin ikan bungo (G. Cf. aureus) betina
dan jantan setiap waktu pengamatan gabungan antar
stasiun ....................................................................
105
xiii
Distribusi lkan bungo (G. Cf. aureus) berdasarkan jenis
kelamin setiap bulan gabungan antar stasiun pengamatan.
Persentase ikan bungo (G. Cf aureus) betina dan jantan
rnasingberdasarkan tingkat kernatangan gonad (TKG)
masing stasiun pengamatan .............................
Distribusi tingkat kematangan gonad (TKG) ikan bungo
(G. Cf. aureus) betina setiap waktu pengamatan .............
Distribusi tingkat kematangan gonad (TKG) ikan bungo
(G. Cf aureus) jantan setiap waktu pengamatan .............
Persentase ikan bungo (G. Cf. aureus) tidak matang dan
rnatang gonad berdasarkan ukuran panjang (mrn)
gabungan setiap stasiun pengarnatan ...........................
Distribusi indeks kematangan gonad (IKG) berdasarkan
tingkat kematangan gonad (TKG) ikan bungo (G. C f .
aureus) betina dan jantan setiap stasiun pengarnatan ......
Kisaran dan rata-rata fekunditas ikan bungo (G. Cf
aureus) mastng-rnasing stasiun pengarnatan ..................
Fekunditas individu dan kemampuan reproduksi populasi
ikan bungo (G. Cf. aureus) betina gabungan semua
stasiun ....................................................................
Hasil percobaan pernijahan ikan bungo (G. Cf. aureus)
secara terkontrol di BBI Pangkajene Kabupaten Sidrap .....
Hasil percobaan pemijahan ikan bungo (G. Cf. aureus)
secara terkontrol di BBI Tarnpangeng Kabupaten Wajo......
Nilai rataan peubah kualitas air yang diarnati pada
masing-masing stasiun pengarnatan .............................
xiv
DAFTAR GAMBAR
Teks
No.
Halaman
1
Bagan alir pendekatan masalah....................................
11
2
Luas daerah genangan pada musim kemarau, banjir kecil
dan banjir besar ........................................................
13
Lokasi pengumpulan sampel .......................................
44
Alat tangkap yang digunakan, bubu tancap (A) dan bubu
pasif (B) ..................................................................
46
Gambar ikan bungo dewasa (A), bagian ventral tubuh
yang mernperlihatkan alat kelarnin betina (6atas) dan alat
kelamin jantan (B bawah), Bagian ventral tubuh ikan
betina yang transparan ( C ), dan bagian bagian ventral
tubuh ikan jantan (D) ..................................................
Kondisi lokasi penelitian pada musim kemarau (A) dan
musim hujan (B) serta perairan danau yang dijadikan
ongko (C dan D) ........................................................
...
Gambar ikan bungo (G. Cf. aureus) memangsa
sesarnanya (A) dan ikan yang terluka (B).. ......................
Histogram perbandingan banyaknya (ekor) ikan bungo
(G. Cf. aureus) berdasarkan kelompok ukuran panjang
(mm) ........................................................................
9
Histogram persentase ikan bungo (G. Cf aureus)
berdasarkan kelompok ukuran berat ..................................
10
Grafik hubungan panjang dan berat ikan bungo (G. Cf.
aureus) Betina setiap stasiun ......................................
11
Grafik hubungan panjang dan berat ikan bungo (G. Cf.
aureus) Jantan setiap stasiun.......................................
72
Histogram faktor kondisi ikan betina (G. Cf aureus)
berdasarkan tingkat kematangan gonad (TKG).................
13
Sketsa alat kelamin ikan bungo (G. Cf. aureus) betina (A)
dan jantan (6).........................................................
Jaringan gonad ikan bungo (G. Cf aureus) betina
fungsional (A),jaringan gonad yang masuk tahap transisi
(B, C, D dan E ) yang ditandai dengan adanya
Spermatocyte crypts, dan jaringan testis yang fungsional
(F), Opv = oosit pravitellogenik, Sc = spermatocyt crypts,
T = testis, Sz = spermatozoa........................................
Histogram perbandingan ikan bungo (G. Cf. aureus)
berdasarkan jenis kelamin setiap bulan gabungan
antar stasiun pengamatan ..........................................
Histogram perbandingan banyaknya ikan bungo (G. Cf.
aureus) berdasarkan jenis kelarnin setiap stasiun
pengamatan .............................................................
Perkembangan ovarium dan testis ikan bungo (G. Cf
aureus) betina -(A, B dan C ) dan jantan ( D , E dan F)
secara makroskopis ..................................................
Perkembangan ovarium ikan bungo (G. Cf. aureus) yang
berbeda pada TKG IV, ovarium normal (A) dan ovarium
yang kecil (B) ...........................................................
Perkembangan ovariurn dan testis ikan bungo (G. Cf
aureus) betina (A. B dan C ) , dan jantan (D. E dan F)
secara mikroskopis, Opv = telur pravitellogenik, Ov = telur
vitellogenik, Sz = spermatozoa, Sc = spermatosit, skala
50 pm .....................................................................
Histogram persentase ikan bungo (G. Cf. aureus) betina
berdasarkan tingkat kematangan gonad (TKG) masingmasing stasiun pengamatan ........................................
Histogram persentase ikan bungo (G. Cf. aureus) jantan
berdasarkan tingkat kematangan gonad (TKG) masingmasing stasiun pengamatan ........................................
Grafik persentase ikan bungo (G. Cf. aureus) betina
berdasarkan tingkat kematangan gonad (TKG) setiap
bulan gabungan antar stasiun pengamatan ....................
Grafik persentase ikan bungo (G. Cf. aureus) jantan
berdasarkan tingkat kematangan gonad (TKG) setiap
bulan gabungan antar stasiun pengamatan ....................
Telur ikan bungo (G. Cf. aureus) ukuran panjang 0,62rnm
xvi
25
Grafik nilai indeks kematangan gonad (IKG) ikan bungo
(G. Cf. aureus) betina pada tingkat kernatangan gonad
(TKG) Ill, IV dan V .....................................................
139
26
Grafik nilai indeks kernatangan gonad (IKG) ikan bungo
(G. Cf aureus) jantan pada tingket kernatangan gonad
(TKG) ill, iV dan V .....................................................
139
27
Histogram potensi reproduksi ikan bungo (G. Cf. aureus)
betina setiap rnodus atau kelornpok ukuran ikan ..............
144
28
Proses adaptasi ikan terhadap lingkungan pernijahan
buatan (A dan 8), proses seleksi induk (C dan D), dan
gonad induk betina (E) dan jantan (F) yang menggumpal
setelah diberi perlakuan hormon...................................
151
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Teks
Ha[aman
1
Letak danau tempe, danau Sidenreng dan danau Labuaja
di Sulawesi Selatan ... ... ... ... ... ........ ... ...... ... ... ... ... ... ....
169
2
Metode pembuatan preparat histologis dan pewarnaan
Hemafoksilin Eosin (HE) .................. ............ .......................
170
3
Hasil analisis morfornetrik ikan bungo (G. Cf. aureus) dan
perbandingannya dengan holofype ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .
171
4
Analisis profil hubungan panjang dan berat ikan betina ......
172
5
Analisis profil hubungan panjang dan berat ikan jantan ......
173
6
Analisis nilai Loo dan nilai K ikan bungo fG. Cf. aureus)
betina ... ..... ... .. . .. . ... ... . .. ... ... ... ... ... ... ... ... . . . ... .. . . . . ... .. . .
174
7
Analisis nilai to ikan bungo (G. Cf aureus) betina ....... .....
174
8
Analisis nilai Lca dan Nilai K ikan bungo (G. Cf aureus)
jantan ... ... . ... . . . .. . . . . .. ... .. . ... ... ... ... ... ... ... . .. .. . .. . . .. . . . ... ... .
175
9
Analisis nilai to ikan bungo (G. Cf. aureus) jantan ... . .. .....
175
10
Klasifikasi perkembangan gonad ikan yang hermafrodit
protogini (Tart dan Tan dalam Effendie, 1997) ....... ...... . ......
176
11
Kelimpahan plankton (individ~ulliter)pada masing-masing
stasiun ... ... ... ... ... ... ... ...... ... ... ... ... .. . ... ... ... ... ... ... ... ... ..
177
UCAPAN TERIMA KASlH
Puji dan Syukur Kehadirat Allah S W , oleh karena Rakhmat dan
Rahim-Nyalah
sehingga
Alharndulillah
saya
dapat
menyelesaikan
penelitian dan merampungkan disertasi ini, walaupun dalam melakukan
penelitian, analisis data dan penulisan disertasi ini, banyak kendala, yang
dihadapi,
akan tetapi atas
motivasi dan dorongan dari keluarga,
pembimbing dan teman-teman, serta semangat pepatah bugis yang
senantiasa terngiang yaitu "Resopa femrnangingngi namalomo naletei
pammase dewafa" yang berarti bahwa hanya dengan kerja keras yang
tiada henti-hentinyalah yang akan rnendapat Rahmat dan Berkah dari
Tuhan Yang Maha Kuasa.
Bahkan prinsip "Ewako" yang bermakna
melawan atau hadapilah sering saya gunakan setiap saya mendapat
tantangan dan hambatan.
Sehubungan dengan itu, dengan penuh kerendahan hati, saya
ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus dan ikhlas
kepada Bapak Prof. Dr. Mozes R. Toefihere, M.Sc. sebagai ketua komisi
pembimbing dan Bapak Prof. Dr. H. Moch. lchsan Effendie, M.Sc, Bapak
Prof. Dr. Ir. H. M. Natsir Nessa. MS., Bapak Dr. Bambang Purwantara,
M.Sc. dan Bapak Dr. Ir. H. Ahmad Ansori Mattjik, M.Sc. masing-masing
sebagai anggota atas arahan bimbingan dan motivasinya.
Selanjutnya
saya
juga
mengucapkan
terima
kasih
dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Dr.lr Fatuchri Sukadi,
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan dan Bapak Dr.
Atmadja Hardjamulia, MS. Yang telah meluangkan waktunya yang sangat
berharga dan bersedia menjadi penguji luar komisi.
Pada kesempatan ini pula saya mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Ketua Yayasan Badan Wakaf Universitas Muslim Indonesia (UMI)
dan Rektor UMI Makassar atas kesempatan dan bantuan yang diberikan
untuk melanjutkan pendidikan, begitupula kepada Bapak Rektor IPB,
Direktur Program Pascasarjana dan Ketua Program Studi BRP, atas
arahan,
bimbingan dan bantuannya.
Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada Direktur TMDP yang telah mernberikan bantuan
xix
berupa biaya pendidikan dan penelitian, begitupula kepada Yayasan
Latirnojong dan Yayasan Sina
lnsan Cita yang turut memberikan
bantuannya.
Selanjutnya secara khusus kepada rekan-rekan Pimpinan, staf dan
karyawan serta Mahasiswa Fakultas Perikanan UMI Makassar yang
dengan
penuh
mernberikan
pengertian
kesempatan
dan
ketulusan
kepada
saya,
telah
dan
rnernahami
telah
dan
rnelaksanakan
sebahagian kewajiban saya, saya ucapkan terirna kasih yang setulustulusnya.
Begitupula kepada rnahasiswa yang telah rnernbantu dafarn
penelitian ini, antara lain saudara Ir. Imam Gozalie, Ir. Abdul Rahman
Abdal, lr. Takdir, Ir. Mustika Nurdin, Ir. Bahar, Ir. Darrnawati dan yang
tidak dapat saya sebutkan satu persatu, diucapkan terima kasih atas
bantuan dan kerjasamanya, terutarna dalam pelaksanaan penelitian.
Saya juga ingin rnengucapkan terirna kasih kepada Kepala Dinas
Perikanan dan Kepala Balai Benih lkan (881) Pangkajene Kabupaten
Sidrap dan Kabupaten Wajo serta neiayan di Wette'e, Tancung dan BatuBatu atas segala bantuannya dalarn pengumpulan sarnpel dan penelitian.
Begitupula kepada Pirnpinan dan Staf Laboratorium Anatorni Bagian
Histologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB, khususnya saudari Drh. Dwi
Kesumasari atas bantuannya dalam pembuatan dan analisis preparat
histologis, begitupula kepada Pimpinan dan staf Balitbang Biologi LlPl di
Cibinong dalam mengidentifikasi spesies, khsusnya Bapak DR. Sutikno
Wir~~ardj~
Ir.f lAgus
~ , Tjakrawardaya dan Ibu Ir. Ike Rahrnatika, M.Sc.
Ucapan terirna kasih juga disarnpaikan kepada Bapak Dr. Ir. Arnbo Tuwo,
DEA yang dengan tulus dan ikhlas telah mernbantu dalam anaiisis data,
begitupula kepada Bapak Dr. M. lqbal Djawad, M.Sc. dan Ir. Miftahuddin
Nur yang banyak rnernberikan rnotivasi dan saran-saran.
Kepada
rekan-rekan anggota
Forum
Kornunikasi Mahasiswa
Pascasarjana Asal Sulawesi Selatan (FKMIPB-SS), antara lain saudara
Dr. Sudirrnan Numba, Dr. Usrnan Muhammad Tang, Ir. Marjani Sultan.
Drs. Suwardi, Ir. Syukri Nur. M.Sc., Ir. Abdul Rauf, M.Si, Ir. Ichsan, M.Si.,
Ir. Sayuti, M.Si.,
Ir. Rizal, M.Si. Drs. M. Basir, M.Si dan rnasih banyak
yang lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, saya ucapkan
terima kasih atas kerjasama, bantuan dan saran-sarannya.
Secara khusus saya ucapkan terima kasih yang sangat mendalam
kepada istri tercinta Ir. Hasnidar, MS. dan anak-anakku tersayang
A. Husnul Khatimah, A. Muhammad Akram, A. Husnul Khasanah dan
A.
Muhammad lkrarn atas
pengorbanan,
dorongan,
motivasi dan
pengertiannya kepada saya selama rnengikuti studi, penelitian serta
penyusunan disertasi ini, yang dengan rela dan ikhlas melepaskan dan
merelakan sebagian besar haknya terhadap saya untuk mendapatkan
perhatian dan kasih sayang, begitupula kepada ayahanda tercinta dan
terhormat A.M. Yunus dan ibunda Hj.A. Dinar yang sementara ini sedang
terbaring sakit, serta rnertua terhormat H.M. Yasin Ali dan Hj. St. Nurcaya
atas pengertian, rnotivasi dan bantuannya yang tanpa pamrih.
Akhirnya, kepada semua pihak baik perorangan maupun instansi
swasta dan pemerintah, yang telah rnemberikan bantuan baik berupa
moril maupun-rnetaril, saya ucapkan terirna kasih, semoga bantuan yang
telah diberikan dapat bernilai ibadah disisi Allah S W . Amiin.
Bogor, Agustus 2000
Andi Tamsil
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Danau Tempe dan danau Sidenreng adalah danau di Sulawesi
Selatan yang potensial sebagai penghasil ikan untuk konsumsi iokal dan
regional.
Pada musim kemarau, danau Tempe terbagi menjadi dua
bagian, yaitu danau Tempe dan danau Labuaja.
Secara administratif,
danau Tempe terletak pada dua wilayah, yaitu Kabupaten Wajo dan
Soppeng, sedangkan danau Sidenreng di Kabupaten Sidenreng Rappang.
Letak ketiga danau berdekatan dan dihubungkan oleh sungai yang pada
m u s h hujan permukaan airnya naik sangat tinggi menyebabkan ketiga
danau tersebut menyatu.
Fluktuasi ketinggian air pada saat banjir mencapai sekitar dua
sampai empat meter, sementara kedalaman danau hanya lima sampai
tujuh meter.
Banjir yang terjadi, selain akibat curah hujan di perairan
danau, juga disebabkan oleh banjir kiriman dari daerah sekitarnya, yang
sungainya bermuara ke danau Tempe dan danau Sidenreng, sedangkan
saluran pembuangan hanya satu yaitu sungai Walanae yang bermuara di
teluk Bone (Lampiran 1). Untuk Kabupaten Wajo, Sidrap dan Soppeng,
ketiga danau tersebut merupakan kantong air.
danau ini
pegunungan
Sumber air untuk ketiga
berasal dari dua sungai besar yaitu sungai Bila dari
Latimojong
dan
sungai
Walanae
di
pegunungan
Lompobattang, dan sungai kecil yaitu sungai Kalola, Lancirang dan Batubatu.
Banjir yang terjadi rnembawa sedimen ke dalam danau sehingga
terjadi pendangkalan, yang menyebabkan terjadinya perubahan fisik,
kirnia dan biologi danau,
Kondisi danau yang semakin dangkal ini
rnenyebabkan fluktuasi ketinggian air sangat tinggi, sehingga tidak lagi
berfungsi sebagat suatu danau yang stabil, karena sudah menyerupai
rawa. Akibat pendangkalan tersebut, beberapa bagian danau terutama di
bagian pesisir pada musim kemarau berubah fungsi rnenjadi lahan
pertanian tanaman pangan dan palawija.
Produksi ikan tertinggi tercatat pada tahun 1948, yaitu sebesar
58.400 ton, sedangkan yang terendah sebesar 5.233 ton tercatat pada
tahun 1980.
Produksi tersebut selain untuk konsurnsi lokal, juga dikirirn
ke Pulau Jawa dan Kalimantan dafam bentuk ikan kering. Sejak tahun
7977, produksi semakin
menurun, dan produksi rata-rata 10 tahun
terakhir hanya sekitar 11,7 ton (Rernmang, 1994).
Masalah perikanan yang terjadi di ketiga danau tersebut adalah
menurunnya produksi dan perubahan kornposisi jenis ikan.
Penurunan
produksi disebabkan oleh terjadinya kelebihan tangkap dan rusaknya
habitat, serta penggunaan alat tangkap yang tidak selektif. Sementara itu
pergeseran
komposisi jenis
ikan terjadi
reproduksi dan rekruitmen secara alami.
akibat
hambatan proses
Hal ini menyebabkan adanya
jenis ikan yang dominan, sementara jenis lain semakin langka, bahkan
beberapa jenis sudah jarang tertangkap. Menurunnya populasi ikan diikuti
dengan mengecilnya ukuran,
akibat
dari
proses reproduksi yang
dipercepat, menyebabkan ikan mengabaikan pertumbuhan tubuhnya.
Hambatan terhadap proses reproduksi dapat terjadi pada setiap
tahapan reproduksi. Pada tahap pra pernijahan, hambatan yang terjadi
adalah proses perkembangan gonad yang diduga karena tingginya
fluktuasi faktor lingkungan terutama cahaya dan suhu yang menjadi
stimulator dalam perkembangan gonad yang akan mempengaruhi kerja
horrnon.
Pada tahap pemijahan, hambatan yang terjadi diduga adalah
oleh rusaknya habitat pemijahan akibat penimbunan lumpur, sehingga
ikan kesulitan mencari ternpat untuk memijah.
Pada tahap pasca
pemijahan, hambatan yang dialami diduga pada proses penetasan dan
pemeliharaan
larva,
karena
tingginya
kekeruhan
dan
terjadinya
persaingan dalam ha1 ruang dan makanan.
Sebuah tim peneliti dari Jepang menyimpulkan bahwa penurunan
produksi yang dramatis disebabkan oleh semakin mendangkalnya danau.
Disamping itu, tim BIOTROP Bogor rnenyimpulkan bahwa penangkapan
ikan secara berlebihan bersama akibat pendangkalan merupakan sebab
utama penurunan produksi (Anonim, 1977).
Untuk mempertahankan sediaan, perlu adanya keseimbangan
antara rekruitmen dengan kematian alarni dan penangkapan. Rekruitmen
dapat dikatakan berhasil apabila terjadi proses pemijahan secara alami,
kemudian diikuti dengan pertumbuhan ikan yang baik, hingga ikan dapat
tumbuh menjadi dewasa. Selain itu, kematian alami dapat diminimafkan
dengan menciptakan kondisi lingkungan yang stabil, dan pengaturan
penangkapan misalnya dengan penggunaan peralatan yang selektif dan
pengaturan waktu penangkapan.
Aktifitas penangkapan urnurnnya dilakukan rnenjelang air surut dan
puncaknya pada saat air surut, sehingga terjadi penangkapan yang
intensif, dengan penggunaan alat tangkap yang tidak selektif, sehingga
semakin rnenekan populasi ikan.
Ketiga peubah yang rnempengaruhi
sediaan ikan tersebut di danau Tempe dan danau Sidenreng terjadi
bersarnaan secara negatif.
Rekruitmen rnengalami hambatan akibat
proses reproduksi yang terganggu dan penangkapan yang intensif dan
tidak selektif, sementara kematian alami meningkat akibat kerusakan
habitat. Darnpak yang ditirnbulkan adalah ikan bungo rnelakukan salah
satu strategi reproduksi untuk rnempertahankan populasinya, yaitu dengan
mernpercepat kernatangan gonadnya yang pertarna, sehingga energi yang
tersedia diprioritaskan untuk reproduksi.
Untuk rnernpertahankan populasi akibat besarnya ketergantungan
penduduk terhadap produksi ikan dari danau, rnaka Pemerintah Daerah
rnelakukan restoking setiap tahun, walaupun masih terbatas pada ikan
mas (Cyprinus carpio). Selain itu, telah diintrodusir beberapa jenis ikan,
diantaranya adalah ikan nila (Oreochromis sp.) dan ikan tambakan
(Helostoma temrninckr), yang ternyata cukup adaptif dan kini populasinya
telah menggeser jenis ikan lain.
Beberapa jenis ikan yang dahulu dorninan antara lain adalah ikan
sepat Siarn (Trichogasfer pecforalis), tawes (Puntius gonionafus) dan
gabus (Ophiocephalus striafus). Selain itu, terdapat beberapa jenis ikan
yang cukup tinggi populasinya, antara lain lele (Clarias bafrachus), mas
(Cyprinus carpio), betok (Anabas testudineus), belut (Fluta alba) dan
bungo (G/ossogobius aureus).
Akibat kondisi lingkungan yang kurang
menguntungkan dan kalah bersaing dengan jenis-jenis
baru yang
dimasukkan merryebabkan terjadinya pergeseran komposisi jenis dan
ukuran ikan, yang dahulu menjadi dominan dan berukuran besar, kini
menjadi ikan yang populasinya sangat rendah dan ukurannya mengecil.
Salah satu spesies ikan yang bernilai ekonomis tinggi yang
mengalami penurunan populasi dan ukuran adalah ikan bungo, yang
komposisinya tinggal 1,47 % dari seluruh ikan yang ada (Ali, 1994). dan
ukurannya dari rata-rata di atas 200 mm, kini hanya sekitar 120 mm.
lkan bungo adalah ikan konsumsi yang rasanya khas dengan harga
yang tinggi, dikonsumsi dalam bentuk segar maupun kering. Dahulu ikan
ini mempunyai nilai sosial yang tinggi bagi masyarakat sekitarnya, karena
hanya boleh dikonsumsi oleh para bangsawan dan pemuka masyarakat.
lkan bungo pernah menjadi salah satu ikan primadona, disamping
populasi dan ukurannnya yang besar, juga karena harganya yang tinggi.
Di banding jenis ikan lain yang bernilai ekonomis tinggi seperti ikan
mas, ikan bungo belum banyak mendapat perhatian, baik oleh peneliti
maupun Pernerintah Daerah, sehingga tidak ada upaya ke arah
pelestariannya.
Hal ini dibuktikan dengan masih kurangnya penelitian
yang dilakukan terutama mengenai aspek biologi reproduksinya dan
belum adanya upaya dari Pemerintah Daerah, baik dalam bentuk
penelitian maupun perlindungan terhadap populasi maupun habitatnya.
Untuk itu, penelitian ini mencoba untuk mengeksplorasi beberapa aspek
reproduksi prapemijahan dan kemungkinan pemijahan buatan ikan bungo
dalam rangka petestariannya melalui upaya bidudaya dan restoking.
Penelitian eksploratif dilakukan, karena
belum adanya data dasar
mengenai ikan ini.
Rusaknya
rnenyebabkan
habitat,
ikan
terutama
pelurnpuran dan pendangkatan,
bungo sulit untuk berreproduksi, terutama
pemijahan dan penetasan telurnya,
saat
karena sebagai ikan dasar yang
hidupnya bersentuhan langsung dengan dasar perairan, pelumpuran
sangat berpengaruh terutama pada proses fertilisasi, penetasan hingga
perkembangan larva, karena fase ini adalah fase yang paling kritis dalam
siklus hidup ikan. Selain itu, secara biologis, ikan bungo adalah ikan yang
lamban pergerakannya dan hanya menunggu mangsa, sehingga kalah
bersaing dengan ikan lain dalam memanfaatkan ruang dan rnencari
rnakan.
Karena reproduksi secara alarni rnengalami hambatan, maka
dibutuhkan
adanya
intervensi
atau
perlakuan
agar
dapat
terjadi
pemijahan, misalnya dengan memulihkan kondisi habitat dan melakukan
reproduksi secara buatan atau terkontrol, yang hasilnya dapat digunakan
untuk menambah poputasi melalui restocking, dan upaya budidaya untuk
mengurangi ketergantungan terhadap penangkapan. Selain itu, kegiatan
budidaya juga dapat melindungi populasi alami yang ada, sehingga ikan
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik secara alarni.
Akan tetapi, upaya budidaya dan restocking masih sutit untuk
dilakukan karena
terbatasnya informasi mengenai spesies ikan
ini,
terutama aspek biologi reproduksi dan lingkungannya, sedangkan upaya
lain seperti rnernulihkan kondisi habitat rnisalnya dengan pengerukan, sulit
dilakukan karena dibutuhkan biaya yang cukup besar, begitupula dengan
upaya rnenutup areal atau menentukan musirn penangkapan, karena
besarnya ketergantungan penduduk terutama nelayan terhadap danau,
sehingga peraturan yang dibuat sulit untuk diterapkan.
Penelitian rnengenai aspek biologi reproduksi ikan bungo hingga
saat ini belum ada, khususnya di danau Tempe dan danau Sidenreng.
Secara umurn, penelitian mengenai ikan Gobiidae di luar negeri cukup
banyak
diteliti,
walaupun
masih terbatas
pada
aspek
identifikasi,
penyebaran dan kelimpahannya. Jumlah penelitian yang telah dilakukan
pada ikan farnili Gobiidae rnenurut "Aquatic Science Fisheries Abstract
(ASFA)" hingga tahun 1991 ada 260 judul, narnun belum diternukan
laporan penelitian mengenai spesies ikan bungo yang berasal dari danau
T e m p e dan danau Sidenreng.
lnforrnasi terakhir dari CD Rom tahun
1995, diperoieh 13 penelitian yang rnenyangkut ikan Gobiid, akan tetapi
tidak satupun penelitian mengenai jenis Glossogobius baik secara umum
maupun yang rnenyangkut reproduksinya.
Bahkan informasi yang
diperoteh di internet menunjukkan bahwa dari 13 ikan Gobiidae dari
Indonesia yang telah
rnengenai spesies
dipublikasikan, temyata belum ada publikasi
G.aureus. Hal ini rnenunjukkan bahwa ikan Gobiidae
khususnya spesies G. aureus belum banyak diteliti, terutarna mengenai
aspek biologi repdosuksinya.
Karena ikan ini belurn banyak diteliti dan bernilai ekonomis tinggi,
rnaka
perlu dilakukan penelitian terutama mengenai aspek biologi
reproduksinya, dengan harapan dapat dilakukan reproduksi secara buatan
atau
terkontrol,
sehingga
upaya
restoking
dan
budidaya
dapat
dilaksanakan. Selain itu dengan mengetahui aspek biologi reproduksi dan
parameter
biologilpopulasinya serta
kondisi
lingkungannya,
maka
pengelolaan dapat dilakukan dengan lebih terarah, sekaligus dapat
diuapayakan rnencari atternatif terbaik untuk memulihkan habitat.
Berdasarkan
ha1
tersebut di
atas, perlu kiranya dilakukan
penelitian mengenai beberapa aspek biologi reproduksi khsusnya pada
tahap prapemijahan dan kernungkinan pemijahan buatan ikan bungo
dalam
rangka
pelestariannya
menuju
upaya
pembudidayaan dan
restoking.
Kerangka Pemikiran
Danau Tempe dan danau Sidenreng sebagai penghasil ikan yang
potensial mengalami pendangkalan dan kelebihan tangkap ikan (over
fishing).
Hal ini rnenyebabkan produksi ikan menurun dan terjadi
pergeseran komposisi jenis ikan, sehingga menyulitkan proses reproduksi
secara alami, bahkan menyebabkan penurunan ukuran tubuh ikan.
Salah satu ikan yang bernilai ekonornis penting yang populasinya
menurun dan ukurannya mengecil adalah ikan bungo, yang hingga saat ini
belum ada upaya untuk melestarikannya. Menurunnya populasi diduga
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain (a) tingginya tingkat
eksploitasi, (b) penggunaan alat tangkap yang tidak selektif, (c) rusaknya
habitat, (d) terdesak oleh spesies lain, (e)belum adanya upaya restocking
dan (f) belum adanya upaya pembudidayaan.
Selain pengendalian penangkapan dan perbaikan habitat, perlu
dilakukan reproduksi secara buatan, karena reproduksi secara atami
rnengatarni kesulitan.
Untuk pengaturan penangkapan dan reproduksi
buatan, dibutuhkan data dasar menyangkut aspek biologi reproduksi dan
faktor lingkungan yang mempengaruhinya, yang mencakup dua aspek,
yaitu :
1. Aspek biologi reproduksi khususnya pada tahap prapemijahan yang
menyangkut seksualitas, distribusi ikan berdasarkan jenis kelamin,
Perkembangan ovarium dan testis selta ukuran telur, ukuran ikan
pertama kali matang gonad, tingkat kematangan gonad (TKG), indeks
kematangan gonad (IKG), fekunditas, kemampuan reproduksi populasi
dan kemungkinan untuk melakukan pemijahan secara buatan. Selain
itu, sebagai data pendukung perlu diamati peubah hubungan panjang
dan berat tubuh, faktor kondisi, perturnbuhan dan umur, mortalitas dan
laju eksploitasi.
2. Aspek lingkungan, yaitu
kualitas lingkungan kimia, fisik dan biologi
ikan bungo.
Kerangka pemikiran secara skematis disajikan pada Garnbar 1.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengklarifikasi spesies ikan bungo di danau Tempe dan danau
Sidenreng Sulawesi Selatan.
2. Mengetahui beberapa karakteristik reproduksi prapemijahan ikan
bungo, yaitu seksualitasnya, distribusi ikan berdasarkan jenis kelamin,
perkembangan ovariurn dan testis, ukuran ikan pertarna kali rnatang
gonad, tingkat
kematangan
gonad,
indeks kernatangan gonad,
fekunditas dan kernampuan reproduksi.
3. Mengetahui beberapa peubah populasi, yaitu hubungan panjang dan
berat, faktor kondisi, perturnbuhan dan urnur, rnortalitas dan laju
eksploitasi.
4. Mempelajari kemungkinan pernijahan secara buatan dengan rnemberi
perlakuan hormonal.
5. Mernpelajari kondisi lingkungan ikan bungo yang berkaitan dengan
biologi reproduksi.
Manfaat Penelitian
Hasit penelitian ini diharapkan dapat bermanfat untuk :
1. Pengelolaan yang bijaksana terhadap ikan bungo, yang selama ini
tidak dapat dilakukan karena terbatasnya data.
2. Langkah awal rnenuju pemijahan secara buatan, sehingga suatu ketika
dapat dilakukan restoking dan budidaya.
3. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan dapat bermanfaat sebagai
data awal untuk dikembangkan.
Permintaan Tinggi
Harga Tinggi
Fungsi Ekologis
I
I
I
I
I
Terdesak Sp.Lain
v
lkan
I
I
Populasi menurun
Ukuran mengecil
Survival Rate
Perturnbuhan
Fertilitas
Rehabilitasi Habitat
Pengelolaan
Pemijahan Buatan
Restocking
t
Budidaya
t
Apsek Populasi :
Distribusi Ikan, Hubungan
Panjang dan Bobot, Faktor,
Kondisi, Pertumbuhan dan
Umur dan Eksploitasi
7
lnduk
A
)p(F)-fF)-(Benih )
I
lnduksi
Hormonal
dan
b
Manipulasi Lingkungan
A
Kualitas Lingkungan
'
Aspek
Reproduksi Prapemijahan :
Seksuakitas, Nisbah Kelamin,
Perkembangan Gonad,
Morfologi Telur, TKG, IKG,
Fekunditas dan Kemmapuan
Reproduksi
Gambar 1. Bagan alir pendekatan masalah
TINJAUAN PUSTAKA
Keadaan Umum Danau
Perairan danau Tempe dan danau Sidenreng adalah danau yang
rnemiliki fungsi multi dimensi, selain sebagai sumberdaya perikanan yang
potensial juga
untuk kegiatan lain seperti untuk tanaman pangan,
pariwisata, pengairan, habitat berbagai jenis burung dan lain-lain. Selain
untuk konsumsi masyarakat setempat, 25-30 % produksinya dipasarkan
untuk daerah sekitarnya.
Pada tahun 50-60-an ikan bungo bahkan
diperdagangkan dalam bentuk kering ke pulau Jawa (Remmang, 1994).
Danau Tempe dan danau Sidenreng terletak di tengah suatu
lembah yang dikelilingi oleh gunung-gunung dan bukit, dan terletak sekitar
5,4 m di atas permukaan laut. Luas maksimal perairan danau pada tahun
1976 mencapai 35.000 ha, kedalaman maksimal 9.5 m dengan elevasi 5
m, sedangkan luas dan kedalaman minimal masing-masing 1000 ha dan
3,2 meter. Saat ini luas maksimal diperkirakan hanya 30.000 ha dengan
kedalaman maksimal 5 sampai 7 m. Pada musim kemarau, kedaiamannya
antara 0,5 sampai 2,O
m dengan luas sekitar 9.400 ha.
Luas maksirnal
adalah pada saat banjir dan ketiga danau menyatu (Gambar 2).
Penurunan produksi ikan dari 25.000
menjadi 4.500
ton dalam tahun 1941
ton dalarn pertengahan tahun
1970-an mendorong
diadakannya banyak penelitian perikanan dan aspek-aspek lain di danau
ini yang dijuluki "mangkuk
Sebuah tim Jepang
dramatis ini
ikanM-nya Indonesia (Suwignyo, 1978).
rnenyimpulkan bahwa penurunan produksi yang
rn
banjir kecil
Gambar 2. Luas daerah genangan danau pada rnusirn kernarau, banjir
besar kecil dan banjir besar
disebabkan oleh semakin mendangkalnya danau, tetapi tirn
BIOTROP
Bogor menyimpulkan bahwa
berlebihan
penangkapan ikan secara
bersama akibat pendangkalan merupakan sebab utamanya (Anon. 1978
dalam Whitten et at., t 987).
Sistimatika lkan Bungo
Sistimatika ikan bungo
menurut Weber dan de Beaufort (1953)
adalah :
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Superkelas
: Pisces
Kelas
: Teleostei
Ordo
: Percomorphi
Subordo
: Percoidea
Famili
: Gobiidae
Genus
: Glossogobius
Spesies
: Glossogobius giuris
Sedangkan menurut kunci identifikasi Saanin (19