Logistik Sarana Konversi yang Melindungi Suara Rakyat

32 Mengingat fungsi sarana konversi ini sangat penting, dan untuk melindungi dan menghormati setiap suara rakyat pemilih, UU No. 102008 memberi sejumlah penugasan dan pedoman yang harus dilaksanakan oleh KPU dalam pengadaan perlengkapan pemungutan dan penghitungan suara. Pertama, menetapkan jenis, bentuk, ukuran, warna, dan spesiikasi teknis lain surat suara Pasal 144 UU No. 102008. Kedua, mengawasi dan mengamankan desain, ilm separasi, dan plat cetak yang digunakan untuk membuat surat suara, sebelum dan sesudah digunakan, serta menyegel dan menyimpannya Pasal 146 ayat 4 UU No. 102008. Karena itu dapat disimpulkan bahwa dalam membuat surat suara, KPU wajib menggunakan ilm separasi dan plat cetak. Ketiga, membuat pengaturan mengenai pengamanan pencetakan, penghitungan, penyimpanan, pengepakan, dan pendistribusian surat suara ke tempat tujuan. Keempat, memveriikasi surat suara yang telah dicetak, yang telah dikirim, dan yang masih disimpan. Hasilnya dicatat dalam berita acara yang ditanda- tangani oleh pihak percetakan dan wakil KPU. Kelima, dalam mendesain surat suara, KPU juga harus memperhatikan prinsip memudahkan pemilih, akurasi dalam penghitungan suara, dan eisiensi dalam penyelenggaraan pemilu. Dan keenam, memperlakukan peserta pemilu beserta semua calon secara sama dan setara salah satu kewajiban KPU menurut UU No. 222007 tentang Penyelenggara Pemilu dan salah satu asas dalam Kode Etik Pemilu. Berdasarkan penugasan dan pedoman yang dikemukakan di atas, dapat diajukan sejumlah indikator untuk menilai apakah sarana konversi suara rakyat yang dibuat oleh penyelenggara pemilu melindungi dan menghormati kedaulatan rakyat. Pertama, apakah logistik pemilu, seperti desain surat suara, ukuran kolom, jarak antarkolom nama calon, kualitas warna dan ukuran huruf surat suara, cara membuka dan melipat surat suara memberi kemudahan bagi para pemilih dalam memberikan suara? 33 Kedua, apakah logistik pemilu, seperti desain surat suara, ukuran kolom, jarak kolom antarcalon, kualitas warna dan ukuran huruf surat suara, cara melipat dan membuka surat suara menjamin perlakuan yang sama dan setara kepada semua peserta pemilu dan calon? Ketiga, apakah pola pengamanan sarana konversi suara rakyat menjadi kursi penyelenggara negara dalam proses pencetakan dan distribusi surat suara mampu mencegah kesalahan dan manipulasi? Sejumlah KPU KabupatenKota pada Pemilu 2009 mengembalikan surat suara karena warna tanda gambar parpol tidak sesuai dengan kualitas warna seharusnya danatau tulisan nama setiap calon kabur atau tidak terbaca. Tidak diketahui apakah surat suara yang tidak sesuai dengan standar seperti ini diganti oleh perusahaan percetakan. Sebagaimana dikemukakan di atas, surat suara yang cacat yang seperti ini apabila digunakan oleh pemilih mempunyai peluang besar dinyatakan tidak sah. Kualitas cetak seperti ini semestinya tidak terjadi apabila template diganti untuk setiap 1.000 lembar surat suara yang dicetak. Petugas KPU yang ditempatkan di setiap percetakan tampaknya tidak melaksanakan veriikasi surat suara yang dicetak sebagaimana diamanatkan Pasal 146 ayat 3 UU No. 102008. Keempat, apakah format sertiikat hasil penghitungan suara HPS dan format sertiikat rekapitulasi HPS mampu melindungi suara pilihan rakyat dari kesalahan dan manipulasi? Pertanyaan ini berisi dua hal, yaitu apakah format sertiikat hasil perhitungan suara ini mudah dipahami dan dikerjakan oleh ketua dan anggota KPPS, serta apakah format sertiikat itu mengandung sistem yang mampu mencegah setiap upaya memanipulasi hasil perhitungan suara. Ketua dan anggota KPPS tidak akan mengisi sertiikat HPS yang formatnya sukar dipahami dan dikerjakan. Akibatnya orang lain yang harus mengerjakannya --dan karena itu membuka kemungkinan kesalahan pengisian, baik karena disengaja maupun tidak sengaja. Praktik seperti ini banyak terjadi pada Pemilu 2009, karena ketua dan anggota KPPS tidak mampu mengisi sertiikat HPS ataupun karena mereka sudah kelelahan untuk mengerjakan berita acara dan sertiikat HPS karena telah bekerja dari pukul 06.00 sampai pukul 24.00. Sistem yang dapat mencegah upaya manipulasi hasil perhitungan suara adalah berupa pemberian tanda paraf ketua dan anggota KPPS serta tanda paraf saksi peserta pemilu pada setiap halaman Sertiikat Hasil Penghitungan 34 Suara di TPS. Tanda tangan ketua dan anggota KPPS serta para saksi peserta pemilu ditempatkan pada halaman terakhir sertiikat tersebut. Juga dilakukan penulisan sebutan dengan kata-kata terbilang di belakang setiap angka perolehan suara parpol dan calon, misalnya 125 seratus dua puluh lima suara. Pada Pemilu 2009, tanda tangan saksi peserta pemilu hanya tertera pada halaman terakhir sertiikat HPS, sedangkan pada setiap halaman tidak tertera paraf saksi peserta pemilu. Karena itu tidak heran kalau pada Pemilu 2009 terdapat banyak kasus Panitia Pemilihan Kecamatan PPK menerima dua atau lebih formulir C1 sertiikat HPS dari KPPS yang ditandatangani oleh ketua dan anggota KPPS yang sama tetapi oleh saksi peserta pemilu yang berbeda. Sejumlah kasus seperti ini diajukan kepada Mahkamah Konstitusi.

E. Demokratisasi Internal Parpol

Untuk meningkatkan kedaulatan pemilih, keterlibatan aktif para anggota parpol pemilih dalam proses seleksi dan penetapan calon anggota DPR dan DPRD perlu dijamin oleh UU Partai Politik dan juga oleh UU Pemilu. Baik UU No. 122003 maupun UU No. 102008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD mewajibkan parpol menentukan daftar calon secara demokratis dan terbuka. Akan tetapi, klausul itu disertai ketentuan tambahan yaitu: “sesuai dengan ketentuan internal partai” yang justru memberi kewenangan lebih besar kepada pengurus pusat untuk menetapkan daftar calon. Pengertian “ketentuan internal partai” seharusnya merujuk pada ADART parpol bersangkutan yang menetapkan kedaulatan partai berada di tangan anggota. Parpol adalah badan publik yang melaksanakan peran politik yang ditetapkan dalam UUD 1945 sehingga cara parpol menentukan calon juga berdasarkan prinsip kedaulatan anggota. Karena itu, perubahan UU Pemilu perlu secara jelas menjabarkan secara operasional pengertian demokratis dan terbuka itu. Proses seleksi dan penentuan calon yang diusulkan adalah sebagai berikut. Pengurus parpol secara kolektif sesuai dengan tingkatannya melakukan seleksi dan penentuan bakal calon berdasarkan persyaratan yang ditetapkan dalam UU dan kriteria yang ditetapkan oleh parpol. Rapat Umum Anggota RUA tingkat kecamatan yang dihadiri oleh delegasi parpol tingkat desa kelurahan kepengurusan ranting memilih calon anggota DPRD Kabupaten Kota sesuai dengan dapilnya. 35 Kalau suatu dapil DPRD KabupatenKota mencakup dua atau lebih kecamatan, RUA melibatkan delegasi paarpol tingkat desakelurahan dari dua atau lebih kecamatan tersebut. RUA tingkat kabupatenkota yang dihadiri oleh delegasi parpol tingkat kecamatan kepengurusan anak cabang bertugas memilih calon anggota DPRD Provinsi sesuai dengan dapilnya. Kalau suatu dapil DPRD Provinsi mencakup dua atau lebih kabupaten kota, RUA harus melibatkan delegasi tingkat kecamatan dari dua atau lebih kabupatenkota tersebut. RUA tingkat provinsi yang dihadiri oleh delegasi parpol tingkat kabupatenkota bertugas untuk memilih calon anggota DPR sesuai dengan dapilnya. Kalau suatu dapil DPR mencakup dua atau lebih kabupatenkota, RUA wajib dihadiri oleh delegasi partai tingkat kabupatenkota dari dua atau lebih kabupatenkota tersebut. Pengurus parpol sesuai dengan tingkatannya mengajukan nama calon sebanyak dua kali dari jumlah kursi yang diperebutkan di setiap dapil kepada RUA. Pengurus parpol tingkat kabupaten kota menyeleksi dan mengajukan nama calon anggota DPRD Kabupaten Kota. Pengurus parpol tingkat provinsi menyeleksi dan mengajukan nama calon anggota DPRD Provinsi. Sementara pengurus tingkat pusat menyeleksi dan mengajukan nama calon anggota DPR. Anggota delegasi pada semua RUA haruslah dipilih oleh para anggota sehingga pengurus parpol tidaklah otomatis menjadi anggota degelasi. Rapat Umum Anggota memilih separuh dari jumlah calon yang diajukan pengurus parpol setelah mendengarkan penjelasan dan jawaban yang diberikan para calon terhadap pertanyaan yang diajukan para anggota rapat. Pengurus parpol menentukan nomor urut calon dari nama-nama calon yang ditentukan RUA untuk diajukan kepada KPU. Keterlibatan para anggota dalam proses seleksi dan penentuan calon ini tidak hanya dimaksudkan sebagai pelaksanaan prinsip kedaulatan parpol berada di tangan anggota sehingga calon yang diajukan memiliki legitimasi parpol secara internal. Cara ini sekaligus juga untuk menjalin hubungan erat antara para anggota dengan parpol dan menciptakan “rasa memiliki parpol” pada diri para anggotanya. Para anggota pada gilirannya tidak saja akan secara aktif mendukung calon yang diajukan parpol dalam pemilu, tetapi juga akan menggugah partisipasi para anggota dalam setiap kegiatan parpol, termasuk membayar iuran anggota.