ldentifikasi dan pemetaan lahan kritis menggunakan teknik penginderaan jauh dan sistem lnformasi geografi

IDENTIFIKASI DAN PEMETAAN LAHAN KRITIS
MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUI-1
DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

OLEH
I MADE PARSA

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya rnenyatakan bahwa tesis yang bejudul:
ldentifikasi darl Pemetaan Lahan Kritis Menggunakan Teknik Penginderaan
Jauh dan Sistem lnformasi Geografi
Adalah benar hasil karya sendiri dan belurn pernah dipublikasikan.
Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan
dapat diperiksa kebenarannya.

i Made P a n a


ABSTRAK
I MADE PARSA. ldentiikasi dan Pemetaan Lahan Kritis Menggunakan Teknik
Penginderaan Jauh dan Sistem lnformasi Geografi. Di bawah bimbingan UUP
SYAFEI WlRADlSASTRA sebagai ketua, dan HIDAYAT PAWITAN sebagai
anggota komisi pembimbing.
Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan teknik penginderaan jauh
dan SIG yang menggunakan pendekatan hidmlogi untuk identifikasi dan
pemetaan lahan kritis. Pada dasarnya penelitian dilaksanakan dengan metode
pembobotan menggunakan tiga variabel yaitu kelas kelerengan lahan, bilangan
kuwa aliran permukaan dan persentase penutupan lahan dengan teknik
pengolahan dan analisis data secara digital dan visual. Variabel kelas kelerengan
lahan dibuat dari peta kontur skala 1:25000. Variabel bilangan k u ~ aaliran
permukaan diperoleh dari penggabungan informasi penggunaan lahan (dari
Landsat-7) dengan tipe hidmlogi tanah (diturunkan dari peta tanah skala
1:50000), sedangkan variabel persentase penutupan lahan dipemleh dari
penggunaan lahan (dari Landsat-7) dengan pengecekan lapangan. Selain itu,
pengecekan

lapangan juga


bertujuan

untuk

verifikasi

dan

koreksi

penutuplpenggunaan lahan hasil klasifikasi dari citra Landsat-7. Daerah
penelitian mempunyai variasi lereng dari 0-2100 persen, dengan penggunaan
lahan yang beragam dari rumput, semak, daerah pertanian, perkebunan, hutan
dan lahan terbuka. Ditinjau dari tipe hidrologi tanahnya, daerah penelitian ndak
mempunyai tipe tanah A tetapi hanya mempunyai tipe B, C dan D. Tipe tanah A
mempunyai kemampuan infiltrasl air yang paling besar dibandingkan dengan B,
B lebih besar dari C dan tipe tanah D mempunyai kemampuan infiltrasi air paling

kecil. Kemampuan infiltrasi air ini terkait dengan kemungkinan terjadinya emsi,

semakin besar kemampuan infiltrasi maka semakin kecil kemungkinan lahan
tererosi sehingga semakin kecil kemungkinannya menjadi kritis.
Dalam penelitian ini telah dicoba tigabelas model dengan petoandingan
yang berbeda bobotnya antara ketiga variabel yang digunakan sehingga
diperoleh indeks kekritisan lahan menurut formula IKL={(axL)+(bxBK)+(cxP)},
dengan IKL=indeks kekritisan lahan, L= variabel kelerengan lahan, BK= bilangan
kuwa aliran pemukaan, P= persentase penutup lahan serta a, b, c adalah
koefisien. Kemudian kelas kekritisan lahan ditentukan dengan membagi lima
terhadap indeks maksimum yang dipemleh masing-masing untuk kelas lahan

sangat kritis, kritis, semi kritis, potensial kritis den tidak kfltis. Tingkat ketelitian
pemetaan masing-masing model diuji menggunakan tingkat bahaya erosi yang
menggunakan formula USLE sebagai berikut: A=RKLSCP, dengan A= besamya
kehilangan tanahlsatuan luaslwaktu, R= faktor erodibilitss tanah, K= faktor
erosivitas hujan, L= faktor kemiringan lereng, S= faktor gradien kemiringan
lereng,

C= faktor pengelolaan lahan dan

P= faktor konsewasi tanah. Untuk


meningkatkan ketelitian pernetaan dilakukan penggeseran selang indeks
kekritisan antar kelas kekritisan lahan dengan metode hialand enor.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa data penginderaan jauh dapat
menghasilkan inforrnasi penutup lahan yang dapat digunakan untuk pendugaan
bilangan kurva aliran permukaan dan persentase penutupan lahan sebagai
variabel dalam identifikasi dan pemetaan lahan kritis. Data penginderaan jauh
dan Ststem lnformasi Geografi dengan pendekatan hidmlogi (Bilangan Kuwa)
dapat digunakan untuk identifikasi dan pemetaan lahan kritis. Rata-rata ketelitian
spasial pemetaan untuk kelas bahaya emsi Ill, IV dan V (model USLE) menjadi
kelas lahan semi kritis, kritis dan sangat kritis adalah 62,59 persen. Variabel
persentase penutup lahan memberikan p e n g a ~ hpaling besar (50 persen),
lereng (40 persen) dan bilangan k u ~ hanya
a
memberikan pengaruh 10 persen
terhadap terbentuknya lahan kritis.

IDENTIFIKASI DAN PEMETAAN LAHAN KRITIS
MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH
DAN SISTEM INFORMAS1 GEOGRAFI


I MADE PARSA

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk mernperoleh aelar
Magister Sains pada
Program Studi llmu Tanah

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

,

'

Judui

: ldentifikasi dan Pemetaan Lahan Kritis Menggunakan
Teknik Penginderaan Jauh dan Sistem lnformasi Geografi


Nama

: I Made Parsa

Nomor Pokok

: 9981208

Program Studi

: llmu Tanah

Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hidavat Pawitan. MSc
Anggota

Mengetahui.


2. Ketua Program Studi llmu Tanah

(Prof. Dr. Ir. H. Sudarsono, MSck
Tanggal lulus : 29 November 2002

ram Pascasarjana IPB

Penulis dilahirkan pada tahun 1962 di Karangasem-Bali, sebagai anak ke
tiga dari empat beffiaudara dari pasangan ayahanda bernama I Komang Pacra
dan ibunda bemama Ni Made Pinta.
Pendidikan Dasar hingga Sekolah Vlenengah Atas diselesaikan di Bali,
yaitu di Sekolah Dasar Negeri Jasri (1969-1974), Sekolah Menengah Pertama
Negeri Karangasem (19751977), dan Sekolah Menengah Atas Negeri
Karangasem (1978-1981). Selanjutnya pada tahun 1982 penulis diterima di
Fakultas Pertanian UniveffiitasMataram dan memperoleh gelar Sajana Jurusan
Budidaya Pertanian pada bulan Oktober tahun 1987.
Penulis adalah staf peneliti bidang Pengembangan Pemanfaatan dan
Teknologi Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
Jakarta sejak tanggal 1 April 1990. Selain itu penulis adalah anggota sebuah

organisasi profesi yaitu Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN).
Pada tanggal 19 April 1999 melangsungkan pemikahan dengan istri tercinta Ni
Nengah Martini, SE. dan telah dikanrniai dua orang putra bemama Gede Dharma
Sanlaya (dua tahun delapan bulan) dan Kadek Giri Mahendra (empat bulan).
Pada bulan Januari 2000 penulis memperoleh kesempatan untuk
mengikuti pendidikan Pascasarjana lnstitut Pertanian Bogor pada Program Studi
llmu Tanah melalui program kejasama Peningkatan Sumberdaya Manusia
antara LAPAN dengan IPB.

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Hyang Widi Wasa, Tuhan Yang
Maha Esa, atas anugrah yang telah di!impahkanNya sehingga kami dapat
menyelesaikan seluruh rangkaian kegiatan kuliah, praktek dan tugas akhir Tesis
yang bejudul " ldentifikasi dan Pemetaan Lahan Kritis Menggunakan Teknik
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi *. Tesis ini merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Pascasajana,
lnstitut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang sebesarbesamya kepada Dr. Ir. Uup Syafei Wiradisastra, M.Sc dan Dr. Ir. Hidayat
Pawitan, M.Sc sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, masukan dan samn selama penulis menyelesaikan

Tesis ini.
Ucapan terima kasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada: Bapak Ir.
Mahdi Kartasasmita, PhD, Kepala W A N ,

Bapak Drs. Bambang S.

Tejasukmana, Dipl. Ing., Deputi Penginderaan Jauh LAPAN, Bapak Prof. Dr. Ir.
H. Sudarsono, M.Sc, Ketua Program Studi llmu Tanah, lnstitut Pertanian Bogor,
Seluruh Civitas Akademika Program Studi llmu Tanah, Pascasajana lnstitut
Pertanian Bogor.
Akhimya, terima kasih yang tak tehingga juga disampaikan kepada istri
tercinta dan anak-anak terkasih atas pengertian, kesabaran, pengorbanan dan
kesetiaannya selama mengikuti program pendidikan ini.
Semoga tulisan yang tak berarti ini dapat bermanfaat

Bogor, November 2002
Penulis

Halaman
DAFTAR TABEL .........................................................................


vii

DAFTAR GAMBAR .....................................................................

viii

DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................

ix

PENDAHULUAN .........................................................................

1

Latar Belakang .............................................................................
Tujuan Penelitian ................................................................
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................

..

Lahan Knt~s.......................................................................
Aliran Permukaan.....................................................................
Bilangan Kurva Aliran Permukaan.............................................
Sistem Penginderaan Jauh.........................................................
Sistem lnformasi Geografi ....................................................
BAHAN DAN METODE ............................................................

..

Lokasi Penellban .....................................................................
Bahan dan Peralatan ................................................................

..

...................................................................
Metode Penel~t~an
Tahapan Penelitian ..................................................................
Analisis dan Simulasi Pemodelan Lahan Kritis ..........................
Verifikasi Model ..................................................................
HASlL DAN PEMBAHASAN ..............................................................
lnformasi Kelas Lereng Lahan ...................................................
lnforrnasi Tipe Hidrologi Tanah ..................................................
lnformasi Penutup dan Penggunaan Lahan ................................

Halarnan
Pendugaan Bilangan Kurva Aliran Permukaan ............................
lnformasi Persentase Penutupan Lahan......................................
ldentiftkasi Kriteria Lahan Kriti
Sirnulasi Pernodelan Lahan Kritis clan Analisis .............................
Evaluasi Model.......................................................................
KESIMPUUiN DAN SARAN.......................................................

DAFTAR PUSTAKA .............................. .
.
..............................
LAMPIRAN ............................................................................

vii

DAFTARTABEL

Halaman

.

.

Spesifikasi kanal Landsat-ETM ........... ...... ...............
Tipe hidrologi tanah yang digunakan oleh SCS .............
Bilangan kurva aliran permukaan untuk beberapa jenis
penggunaan lahan ...... ......... ............ ............. ........

..

Tabel 4.

Nilai koefisien yang digunakan dalam simulasi ..............

Tabel 5.

Klasifikasi dan skoring kelas lereng lahan .....................

Tabel 6.

Jenis tanah, kelas tekstur, penneabilitas dan kelompok
hidrologi tanah di subDAS Cikapundung ......................

Tabel 7.

Tingkat ketelitian klasifikasi penutuplpenggunaanlahan ..

Tabel 8.

Pendugaan nilai bilangan kurva aliran pennukaan ... .....

Tabel 9.

Klasifikasi dan skoring nilai BK ....'..... .............. .. .......

Tabel 10.

Klasifikasi dan skoring persentase penutupan lahan ....

Tabel 11.

Kisaran nilai indek kekritisan lahan untuk setiap model ...

Tabel 12.

Kelas kekritisan lahan dan nilai indeks kekritisannya ......

Tabel 13.

Hasil klasifikasi lahan tiap model di subDAS
Cikapundung .... ...... ... . .. .............. . ..... ......,..

.

.

.

.. . ... .

. .. ..

Klasifikasi tingkat bahaya erosi ...... ........ .......... ..........
Hasil klasifikasi tingkat bahaya erosi di subDAS
Cikapundung ................ .. .. ........... .... ........... ...... ..

..

.

Tabel 16.

Ketelitian pemetaan tingkat bahaya erosi ke dalam
tingkat kekiisan lahan di daerah subDAS Cikapundung .

Tabel 17.

Perubahan tingkat bahaya ero& menjadi kelas lahan
kritis untuk tiap model ...............................................
Selang indeks kekritisan antar kelas pada setiap tahap
trial and ermr......... ............... ............ ............ ...........
Tingkat ketelitian pemetaan pada setiap tahap trial and
emr ......... . .. . ................. ......... ..... .................
Tingkat ketelitian pemetaan kelas 3,4 dan 5 pada setiap
tahap frial and e m r ....... ............ ...... ............ ..........

. . . ..

.

. .

..

Tingkat ketelitian pemetaan model K11 .......................
Luas tiap kelas lahan (ha dan persen) pada setiap
sub-subDAS ............ ......... ...... ..... .........................

viii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.

Denah lokasi penelitian ..........................................

Gambar 2.

Diagram alir rencana penelitian .....................................

Gambar 3.

Citra komposit Landsat-7 kanal 5.4. 2 ........................

Gambar4.

Kelas lereng Lahan di subDAS Cikapundung ..............

.

Gambar 5

Jenis Tanah di subDAS Cikapundung .......................

Gambar 6.

Klasifikasi Tipe Hidmlogi Tanah di SU~DAS
Cikapundung ........................................................

Gambar 7

.

Penutup Lahan di subDAS Cikapundung bulan
September 2001 ...................................................

Gambar 8.

Penggunaan Lahan (SCS) di subDAS Cikapundung
bulan September 2001 ................................................

.

Gambar 9

Klasifikasi nilai Bilangan Kuwa Aliran Permukaan di
subDAS Cikapundung ............................................

Gambar 10. Persentase Penutupan Lahan di subDAS Cikapundung
bulan September 2001 ...........................................

.

Gambar 11

Hasil klasifikasi lahan model KO ...............................

Gambar 12. Hasil Wasifikasi lahan model K1 ...............................

45

Gambar 13. Hasil klaslfikasi lahan model K2 ...............................

46

Gambar 14. Hasil klasifikasi lahan model K3 ...............................

47

Gambar 15. Hasil klasifikasi lahan model K4 ...............................

49

Gambar 16. Hasil klasifikasi lahan model k5...............................

50

.

Hasil klasifikasi lahan model K6 ...............................

51

Gambar 18. Hasil klasifikasi lahan model K7...............................

53

Gambar 19. Hasit klasifikasi lahan model K8 .............................

54

Gambar 20. Hasll klasifikasi lahan model K9 ...............................

55

Gambar 21 . Hasil klasifikasi lahan model K10 ..............................

57

Gambar 22. Hasil klasifikasi lahan model K11 ..............................

58

Gambar 23. Hasil klasifikasi lahan model K12 .....;........................

59

Gambar 24. Klasifikasi tingkat bahaya erosi daerah subDAS
Cikapundung ........................................................

62

Gambar 25. Sebaran kelas lahan tiap sub-subDAS .......................

68

Gambar 17

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1.

a
permukaan ....................
Tabet bilangan k u ~ allran

Lampiran 2.

Hasil pengecekan lapangan kelas penutupl
penggunaan lahan ......... .................. ....................

Lampiran 3.

Gambar beberapa kelas penutuplpenggunaan lahan
hasil pengecekan lapangan ...... .............................

Lampiran 4.

Rata-rata curah huian bulanan di Jawa Bamt ...... ......

Lampiran 5,

Nilai C dan P tiap penggunaan lahan ......................

Lampiran 6.

Rumusan untuk menghitung dan nilai faktor LS tiap
kelas lereng lahan................................................

Lampiran 7.

Ketelitian pemetaan dan perubahan kelas lahan kritis

Lampiran 8.

Ketelitian pemetaan dan perubahan kelas lahan kritis
pada trial and e m r ke-I .......................................
Ketelitian pemetaan dan perubahan kelas lahan kritis
pada frial and emrke-2 .................. .....................

Lampiran 9.
Lampiran 10.

Ketelitian pemetaan dan perubahan kelas lahan kritis
pada trial and emrke-3 .......... .................... .........

Lampiran 11.

Ketelitian pemetaan dan perubahan kelas lahan kritis
pada trial and e m r ke-4 ........... ............ ..............

.

.

PENDAHOLUAN

Latar Belakang
ldentifikasi dan pemetaan lahan kritis sangat penting untuk perencanaan
dan penentuan DAS prioritas dalam rangka pemanfaatan dan pengembangan
sumberdaya alam serta Rehabilitasi Lahan dan Konsewasi Tanah (RLKT)
(Departemen Kehutanan, 1994). Kegiatan ini biasanya dilakukan dengan s u ~ e i
terestrial yang mempunyai kelemahan yaitu membutuhkan waktu yang cukup
lama dan sulitnya menjangkau daerah-daerah yang sulit didatangi. Oleh karena
itu untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan cam altematii identifikasi dan
pemetaan lahan kritis, misalnya dibantu dengan memanfaatkan data
penginderaan jauh.
Balai

RLKT melakukan identifikasi dan

pemetaan lahan kritis

menggunakan beberapa kriteria dengan sejumlah parameter yang berbeda-beda
antara kawasan lindung (penutupan lahan, lereng, erosi, manajemen), kawasan
budidaya pertanian (produktivitas, lereng, erosi, batu-batuan, manajemen)
maupun kawasan di luar hutan (vegetasi permanen, lereng, erosi dan
manajemen). Selama ini kebenaran informasi lahan kritis yang dihasilkan
seringkali sulit dibuktikan di lapangan.

.

ldentifikasi lahan kritis aktual pada SubDAS yang mempunyai proporsi
lahan kritis yang tinggi adalah prioritas dari kegiatan perencanaan penghijauan.
Daerah yang miskin vegetasi dan berlokasi pada lahan yang miring (terain
berbukit dan pegunungan) yang diidentifikasi dari citra satelit mengindikasikan
kondisi kritis yang aktual. Secara umum lahan kritis aktual diasosiasikan dengan
reflektansi yang rendah pada citra satelit, ini berarti bahwa pada citra komposit
wama alami (true colourj daerah yang mempunyai kenampakan merah terang
(cerah) mengindikasikan miskin vegetasi dan biomassa atau kondisi lahan

terbuka. ldentifikasi lahan kritis aktual :adalah didasarkan kombinasi hasil
interpretasi citra satelit dan pengecekan lapangan (Kucera, 2000).
Sementara itu hasil penelitian Muchlis (1999) menunjukkan bahwa
bilangan kurva aliran permukaan dapat diturunkan dari penggunaan lahan (dari
data Landsat) yang digabungkan dengan informasi tipe hidrologi tanah (jenis
tanah). Selain nilai bilangan k u ~ aliran
a
permukaan, telah dibuktikan juga bahwa
tingkat erosi yang teijadi di suatu kawasan DAS berbanding lurus dengan nilai
bilangan kurva aliran permukaan, artinya bahwa nilai bilangan kurva aliran
pem~ukaanyang tinggi (besar) akan menyebabkan tingkat erosi yang besar
demikianjuga sebaliknya.
Sistem lnformasi Geografi (SIG) adalah suatu sistem informasi yang
dirancang untuk bekerja dengan data spasial yang bereferensi geografi. SIG
dapat diasosiasikan sebagai peta yang bemrde tinggi yang juga mengoperasikan
dan menyimpan data non spasial (Stat dan Estes 1990. dalam Barus dan
Wiradisastra, 2000). Goodschild et. a/. (1996, dalam

Wilson, 1996)

mengemukakan bahwa SIG telah terbukti kehandalannya untuk mengumpulkan,
menyimpan, mengelola, menganalisa dan menampilkan data spasial baik biofisik
maupun sosial ekonomi. Secara umum SIG menyediakan fasilitas-fasilitas untuk
mengambil, mengelola, memanipulasi dan manganalisa data serta menyediakan
hasil baik dalam bentuk gratik maupun dalam bentuk tabel, namun demikian
fungsi utamanya adalah untuk mengelola data spasial (Star dan Estes, 1990
dalam Barus dan Wiradisastra, 2000).
lntegrasi SIG ke dalam model hidrologi mulai dikembangkan sejak awal
tahun 1990-an, terutama di Amerika Serikat dan kemajuan yang berarli pada
awal dekade ini disebabkan karena ketersediaan data spasial yang memadai
termasuk data meteorologi untuk mendukung model-model hidrologi (Maidment,
1996 dan Leon, L etal. 1997).

Tim dan Jolly (1994, dalam Olivera, 1996) mengemukakan bahwa
terdapat tiga tingkatan potensial dari integrasi SIG dengan model hidrologi, yaitu:
lntegrasi pertama yang disebut dengan integrasi ad hoc dimana SIG hanya
digunakan sebagai pemroses awal dari data'masukan model, integrasi kedua
yang disebut dengan integrasi parsial dimana SIG juga digunakan untuk
menyediakan data masukan dan menerima hasil model untuk diproses lebih
lanjut, integrasi ketiga yang disebut dengan integrasi lengkap atau pemodelan.
dimana fungsl-fungsi model diprogramkan iangsung dalam SIG. Beberapa
peneliti telah berhasii mengintegrasikan SIG dalam model hidrologi, namun
integrasi tersebut umumnya dilakukan pada tingkat pertama dan kedua (Olivieri
ef a,./ 1992)
Atas dasar uraian tersebut dietas, telah dilakukan penelitian " ldentifikasi
dan Pemetaan Lahan Kritis Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh dan
Sistem lnformasi Geografi ".

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk: mengembangkan teknik penginderaan jauh
dan SIG yang menggunakan pendekatan hidrologi untuk identifikasi dan
pemetaan lahan kritis.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan prosedur identifikasi
dan pemetaan iahan kritis yang lebih sederbana dan obyektif. Selain itu dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh penentu kebijakan dan masyarakat
dalam rehabilitasi lahan dan mengelola usahataninya serta sebagai infomasi
tambahan bagi peneliti selanjutnya.

TINJAUAN PUSTAKA

Lahan Kritis
Kerusakan lahan Ine~pakan beban berat yang haws ditanggung
masyarakat terutama jika diperhltungkan akibat samping yang ditimbulkannya,
seperti kerusakan lingkungan, banjir pada saat musim hujan, pendangkalan
irigasi dan saluran sungai serta kekurangan air pada saat musim kemarau. Hal
ini menuntut perhatian karena memperbaiki lahan yang telah kritis agar dapat
berfungsi dengan baik memerlukan waktu yang lama serta biaya yang mahal
(Arsyad. 1989).
Menurut Kumia (1993), penyebab utama terjadinya degradasi lahan dan
timbulnya lahan kritis adalah erosi. Erosi yang terjadi pada lahan pertanian
adalah yang terQesar dibandingkan dengan penggunaan lahan lain, ha1 ini
disebabkan karena usahatani umumnya dilakukan pada lahan berlereng yang
ditanami dengan tanaman semusim terus menerus sepanjang tahun tanpa
memperhatikan kaidah-kaidah konservasi yang baik.
Menurut Wiradisastra, et a/. (1991), lahan kritis merupakan lahan yang
berada di daerah hidroorologi dengan fluktuasi debit air sungai dan tirlgkat
kerusakan tanah serta erosi yang tinggi. dan atau lahan di daerah perladangan
berpindah serta penggarapanyang merusak tanah dan lingkungan.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menetapkan lahan kritis sebagai
lahan yang tidak atau kurang produktif lagi dari segi pertanian, karena
pengelolaan dan penanganannya kurang atau tidak memperhatikan persyaratan
konservasi tanah (Wahyunto et a/., 1993), sedangkan Pusat Penelitian Tanah
dan Agroklimat mendefinisikan lahan kritis sebagai lahan yang telah mengalami
kerusakan fisik tanah karena berkurangnya penutupan vegetasi dan adanya

gejala erosi dan akhirnya rnernbahayakan fungsi hidrologi dan daerah
lingkungannya (Sunyoto et aL. 1993).
PPLH UGM, 1987 rnendefinisikan lahan kritis sebagai lahan yang karena
tidak sesuai penggunaan dan kernarnpuannya sehingga rnengalarni kerusakan
fisik, kirnia dan biologi yang akhimya rnernbahayakan fungsi hidrologi, orologi,
produksi pertanian, pernukirnan dan kondisi sosial ekonomi.
Keputusan Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan nornor
073lKptsNl1994 tanggal 24 Nopernber 1994 tentang Pedornan Penyusunan
Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah
Aliran Sungai rnendefinisikan bahwa lahan kritis adalah lahan yang keadaan
fisiknya sedernikian rupa sehingga lahan tersebut tidak dapat berfungsi secara
baik sesuai dengan peruntukannya sebagai media produksi maupun media tata
air. Lahan-lahan tersebut dapat berupa:
a. Lahan gundul yang sudah tidak bervegetasi sarna sekali
b. Padang alang-alang atau lahan yang diturnbuhi sernak belukar yang tidak
produktif

c. Areal yang berbatu atau berparit sebagai akibat erosi tanah
d. Lahan yang kedalarnan solurnnya sudah tipis sehingga tanarnan tidak dapat
turnbuh dengan baik.
e. Tanah yang tingkat erosinya rnelebihi tingkat erosi yang dapat ditoleransikan,
yaitu untuk tanah dengan kedalaman solurn lebih dari 100 crn sebesar 14
tonlhalth, untuk tanah dengan kedalarnan solurn 30-100 crn sebesar 10
ton/ha/th, dan untuk tanah dengan kedalarnan solurn kumng dari 30 cm
sebesar 5 ton/ha/th.
Departernen Kehutanan yang tergolong paling sering rnenangani lahan
kritis rnenitik-beratkan dari segi sifat hidrologi dan hidroorolagi lahan tanpa
rnelihat kondisi tanah dengan rnelihat tingkat penutupan lahan (vegetasi) dan

kemiringan lahan. Lahan kritis didefinisikan sebagai lahan yang penutupan
vegetasinya kurang dari 25 persen dengan kemiringan lebih besar dari 15 persen
dan atau ditandai dengan adanya gejala emsi seperti erosi lembar dan erosi alur.
Selanjutnya lahan kritis dibedakan menjadi empat kelas berdasarkan tingkat
kekritisannya, yaitu potensial kritis, semi kritis, kritis, dan sangat kritis (Suwardjo,

eta/., 1996),
Potensial Kritis, adalah lahan yang masih produktif tetapi kurang tertutup
vegetasi, atau mulai tejadi erosi ringan, sehingga lahan akan rusak dan menjadi
kritis. Lahan yang termasuk dalam kelas potensial kritis mempunyai ciri-ciri
antara lain:
a. Lahan masih mempunyai fungsi produksi, hidroorologi sedang, tetapi bahaya
untuk menjadi kritis sangat besar bila tidak dilakukan usaha konse~asi.
b. Lahan masih tertutup vegetasi, tetapi kondisi topografi atau keadaan lereng
sedemikian curam (>45 persen), sangat tertoreh dan kondisi tanah atau
batuan yang mudah longsor, atau peka erosi sehingga bila vegetasi dibuka
akan terjadi emsi berat.
c. Lahan yang produktivitasnya masih baik, tetapi penggunaannya tidak sesuai
dengan kemampuannya dan belum dilakukan usaha konsewasi, misalnya
hutan yang baru dibuka.

%mi Kritis, adalah lahan yang kurangltidak produktif, mempunyai ciri-ciri antara
lain:
a. Lahan telah mengalami erosi ringan hingga sedang (horizon A 6 cm), antara
lain erosi permukaan dan emsi alur, tetapi produktivitasnya rendah karena
tingkat kesuburannya rendah.
b. Lahan masih produktif tetapi tingkat bahaya erosi tinggi sehingga fungsi
hidrologi menurun. Bila tidak ada usaha perbaikan maka dalam waktu relatit
singkat akan menjadi kritis. Solum tanah sedang (60-90 cm) dengan

,

7

ketebalan lapisan atas (horison A) umumnya kurang dari 5 cm. Vegetasi
dominan biasanya alang-alang, rumput, semak belukar atau hutan jarang
Kritis, adalah lahan yang tidak pmduktif atau produktivitasnya rendah sekali,
dengan ciri-ciri:
a. Lahan yang telah mengalami erosi berat, dimana tingkat erosi umumnya
erosi parit (gully emsion).
b. Kedalaman tanah sedang sampai dangkal(