Sistem Informasi Lahan Subak Berbasis Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi di Kota Denpasar.

(1)

SISTEM INFORMASI LAHAN SUBAK BERBASIS

PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI

GEOGRAFI DI KOTA DENPASAR

SKRIPSI

Oleh :

Jeremia Kevin Ronio Hutauruk 1205105033

KONSENTRASI ILMU TANAH DAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA


(2)

SISTEM INFORMASI LAHAN SUBAK BERBASIS PENGINDERAAN

JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI KOTA DENPASAR

SKRIPSI

Oleh :

Jeremia Kevin Ronio Hutauruk 1205105033

KONSENTRASI ILMU TANAH DAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA


(3)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Saya bersedia dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam aturan yang berlaku apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya saya sendiri atau mengandung tindakan plagiarism.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Denpasar, Januari 2016 yang menyatakan

Jeremia Kevin Ronio Hutauruk NIM.1205105033


(4)

ABSTRAK

Jeremia Kevin Ronio Hutauruk. NIM 1205105033. Sistem Informasi Lahan Subak Berbasis Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi di Kota Denpasar. Dibimbing oleh Prof.Dr.Ir. Indayati Lanya, MS. dan Dr.Ir. I Wayan Nuarsa, M.Si.

Penelitian ini dilakukan untuk: menghasilkan peta subak Kota Denpasar, menyediakan informasi sumber daya subak berbasis penginderaan jauh dan (SIG), menganalisis keberadaan subak dengan RTHK dalam RTRW Kota Denpasar Tahun 2011-2031. Metode yang digunakan adalah analisis citra Worldview, survei lapang, penyusunan database sumber daya dan analisis kesesuaian data spasial subak dengan RTHK.

Hasil penelitian didapatkan: peta subak Kota Denpasar, peta luas lahansubak di Kota Denpasar,tabel dan grafik analisis hubungan luas subak hasil digitasi citra dan luas dari BPS, database sumberdaya subak dalam Arcview dan peta overlay lahan subak dengan RTHK Kota Denpasar. Terdapat hubungan yang nyata antara data luas hasil digitasi citra dan luas dari BPS. Salah satu faktor adalah terdapat perbedaan perubahan hingga 100% diakibatkan oleh masih tercantumnya data luas subak Peraupan Timur dalam data BPS seluas 15 ha sedangkan informasi dari pekaseh, subak tersebut sudah tidak memiliki lahan sejak tahun 1992. Oleh karena itu jumlah subak di Kota Denpasar menjadi 41 subak. Analisis hubungan antara lahan subak dan RTHK didapatkan: Lahan sawah yang termasuk ke dalam RTHK sebesar 1.198,25 ha, terbesar di Denpasar Timur (472,06 ha). Lahan sawah di luar RTHK sebesar 810,01 ha, terbesar di Denpasar Selatan (251,86 ha), lahan tersebut dapat dikonversi ke lahan nonpertanian. Lahan nonsawah yang berada dalam RTHK sebesar 339,37 ha, terbesar di Denpasar Timur (167,74 ha).

Kata kunci : Sistem Informasi sumberdaya subak, SIG, Penginderaan Jauh, RTHK.


(5)

ABSTRACT

Jeremia Kevin Ronio Hutauruk. Student Number 1205105033. Information System of Subak Land on Remote Sensing and Geographic Information Systems in Denpasar City . Guided by Prof.Dr.Ir.Indayati Lanya, MS. and Dr.Ir. I Wayan Nuarsa, M.Si.

The aims of this research are: to produce the map of subak in Denpasar. to provide the information system of subak land on remote sensing and geographic information systems (GIS). To analyse the existing of subak with RTHK in RTRW Denpasar 2011-2031. Te method which used is satellite imagery Worldview analysis, field survey, the arrangement of resource database and analysis spasial data of subak compatibility with RTHK.

The Result of research: subak map of Denpasar, land area subak map of Denpasar, table and graphic of relation analysis between land area of subak as the result of image digitation and land area of BPS. Subak research database in Arcview and overlay map of subak land with RTHK Denpasar. There is a significant relation between the land area of subak as the result of image digitation and land area of BPS. One of the factors is there is a different of changing until 100% caused by it was still attached the data of the land area of the East Peraupan Subak in BPS data about 15 ha while the information from Pekaseh, it has no field anymore since 1992. Therefore the amount of subak in Denpasar are 41 subak. The relation analysis between subak land and RTHK are the field which belongs to RTHK is about 1.198,25 ha, the largest is in East Denpasar (472,06 ha), the field that outside of RTHK is about 810,01 ha, the largest is in South Denpasar (251,86 ha), the field could be converted to the non agriculture land. The non field in RTHK is about 339,37 ha, the largest is in east Denpasar (167,74 ha).


(6)

RINGKASAN

Sistem informasi geografi merupakan sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan, memanipulasi dan menganalisis informasi geografis. Kelebihan dari SIG adalah dapat menggabungkan dua atau lebih data dengan konteks atau tema yang berbeda menjadi satu buah data dalam konteks atau tema yang baru (gabungan) yang diperoleh setelah melalui proses analisis atau pengolahan data dalam SIG. Data yang diinput ke dalam SIG dapat diperoleh dari hasil survei dan penginderaan jauh.

Penginderaan jauh adalah ilmu atau teknik dan seni untuk mendapatkan informasi tentang objek, wilayah, atau gejala dengan cara menganalisis data-data yang diperoleh dengan suatu alat, tanpa berhubungan langsung dengan objek, wilayah atau gejala yang sedang dikaji. (Lillesand dan keifer, 1994). Seiring dengan perkembangan teknologi dalam usaha pelestarian subak di Bali, sistem SIG dapat dimanfaatkan sebagai salah satu media mempresentasikan semua data-data tentang subak (khususnya data spasial) serta penyajian karakteristik-karakteristik subak dan informasi-informasi yang terkait dengan subak ke dalam sistem komputerisasi.

Subak adalah suatu masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik sosio-agraris-religius, yang merupakan perkumpulan petani yang mengelola air irigasi di lahan sawah. Subak memiliki nilai-nilai luhur yang bersifat universal dan sangat relevan dengan konsep pembangunan Tri Hita Karana yang melandasi setiap kegiatan subak. Gatra Religius merupakan cerminan konsep Tri Hita Karana yang pada hakekatnya terdiri dari parhyangan, palemahan, dan pawongan.

Permasalahan utama subak adalah dalam segi Palemahan yaitu tingginya alih fungsi lahan di Kota Denpasar, diakibatkan dinamika pertumbuhan di perkotaan, demografi, pembangunan dan perkembangan pariwisata yang berdampak negatif terhadap keberadaan lahan subak dan berdampak positif terhadap ekonomi, (Lanya, dkk 2015).


(7)

Penelitian ini bertujuan untuk pertama pemetaan luas subak Kota Denpasar, dan membandingkannya dengan data statistik, kedua menyusun database sumberaya subak berbasis SIG, serta menganalisis hubungan luas lahan subak hasil digitasi dengan kawasan RTHK dalam RTRW Kota Denpasar. Penelitian ini dilakukan dari bulan September-November 2015 di Kota Denpasar. dengan menggunakan metode analisis citra satelit Worldview, survei lapang, penyusunan database sumberdaya berbasis SIG, dan analisis hubungan luas lahan subak dengan kawasan RTHK dalam RTRW Kota Denpasar.

Hasil penelitian adalah peta subak Kota Denpasar, peta luas lahan subak Kota Denpasar, tabel dan grafik hubungan luas lahan hasil digitasi citra dan luas dari BPS, serta peta overlay lahan subak dengan RTHK Kota Denpasar. Terdapat hubungan yang nyata antara data luas hasil digitasi citra dan luas dari BPS. Salah satu faktor adalah perbedaan waktu dari kedua sumber. Data BPS belum diperaharui sejak tahun 2012, sedangkan data hasil digitas diambil dari citra satelit tahun 2015. Subak Peraupan Timur dalam data BPS seluas 15 ha sedangkan informasi dari pekaseh, subak tersebut sudah tidak memiliki lahan sejak tahun 1992. Jumlah subak di Kota Denpasar menjadi 41 subak. Nilai regresi menunjukkan hubungan antar dua variabel (luas subak digitasi citra dan luas dari BPS) memiliki pola perubahan penurunan luas hampir di seluruh lahan subak di Kota Denpasar. Hasil digitasi citra subak terbesar adalah Subak Temaga ( 152,23 ha), terkecil subak Serogsogan (1,25 ha).

Sumber daya lahan Subak di Kota Denpasar memiliki pada umumnya: jenis tanahnya Typic Tropaquepts dengan ciri-ciri tekstur halus-sedang, drainase agak terhambat, status kesuburan sedang-tinggi , Kesesuian lahan tergolong sesuai-sangat sesuai untuk tamaman pangan (padi, jagung, kedelai), Sayuran (kangkung, bayam, sayur hijau), Buah-buahan (semangka, melon, pisang), bunga-bungaan (gumitir, mawar, bunga matahari), dan tanaman


(8)

jahe, lengkuas dan kunyit. Sumber air sebagian besar berasal dari Tukad Badung (Bendung Mertagangga dan Mergaya) serta Tukad Ayung (Bendung Oongan, Kedewatan,

Hubungan analisis lahan subak dan kawasan RTHK dalam RTRW dapat dilihat bahwa Lahan sawah yang termasuk ke dalam RTHK sebesar 1.198,25 ha, terbesar di Kecamatan Denpasar Timur (472,06 ha), semakin kecil (357,39 ha) di Kecamatan Denpasar Selatan, (350,81 ha) di Kecamatan Denpasar Utara, dan terkecil di Kecamatan Denpasar Barat (17,99 ha). Lahan sawah di luar RTHK sebesar 810,01 ha, terbesar di Denpasar Selatan (251,86 ha), lahan tersebut dapat dikonversi ke lahan nonpertanian. Lahan nonsawah yang berada dalam RTHK sebesar 339,37 ha, terbesar di Denpasar Timur (167,74 ha). lahan tersebut dapat berupa perkebuhan, pepohonan, pemukiman, jalan, lahan kosong, dan penggunaan lainnya.

Potensi sumberdaya subak berbasis informasi teknologi dengan menggunakan sarana citra satelit dan GIS dapat lebih memudahkan untuk dapat diakses dan digunakan sebagai data dasar dalam pembangunan pertanian pada umumnya.


(9)

SISTEM INFORMASI LAHAN SUBAK BERBASIS PENGINDERAAN

JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI KOTA DENPASAR

Jeremia Kevin Ronio Hutauruk 1205105033

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Indayati Lanya, MS. Dr. Ir. I Wayan Nuarsa, M.Si. NIP. 19540908 198011 2 002 NIP. 19680511 199303 1 003

Mengesahkan Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Udayana

Prof.Dr.Ir.I Nyoman Rai, M.Si 19630515 1988 1 001


(10)

SISTEM INFORMASI LAHAN SUBAK BERBASIS PENGINDERAAN

JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI KOTA DENPASAR

Dipersiapkan dan diajukan oleh Jeremia Kevin Ronio Hutauruk

1205105033

Telah diuji dan dinilai oleh Tim Penguji Pada tanggal :

Berdasarkan SK Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana No :………..

Tim Penguji Skripsi adalah : Ketua : Drs. R. Suyarto, M.Si. Anggota :

1. Ir. I Gusti Putu Ratna Adi, M.Si 2. Ir. I Nyoman Sunarta, MP.


(11)

RIWAYAT HIDUP

Jeremia Kevin Ronio Hutauruk lahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara, pada tanggal 15 Juni 1994. Penulis ini merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Ir. Robert Hutauruk dengan Junita Hotnida Rumahorbo.

Pendidikan TK ditempuh di TK Methodist Pematangsiantar (1997-2000), kemudian melanjutkan ke sekolah dasar di SD Methodist Pematangsiantar (2000-2006), Sekolah menengah pertama di SMP Methodist Pematangsiantar (2006-2009), dan Sekolah menengah akhir di SMA N 4 Pematangsiantar (2009-2012). Penulis mengikuti seleksi SNMPTN Tulis pada tahun 2012 dan lulus di jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Udayana dan memilih konsentrasi Ilmu tanah dan Lingkungan pada tahun 2014. Selama masa kuliah, penulis berhasil menjadi Mahasiswa Berprestasi Peringkat III Fakultas Pertanian Udayana Tahun 2015, dan prestasi lainnya seperti salah satu Ambassador BPJS Ketenagakerjaan Wilayah III yang dilaksanakan di Bogor November 2015, penerima beasiswa Karya Salemba Empat periode 2013-2015 dan Peserta OSN Pertamina Tahun 2013 dan 2014. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan dan sosial diluar kampus yaitu menjabat sebagai pengurus di BEM PM Unud selama 2 periode, Ketua Panitia Penghijauan Udayana Tahun 2014, Wakil Ketua Bakti Sosial Udayana Tahun 2014, Ketua Natal Fakultas Pertanian 2014, Koordinator 3D di Gerakan Peduli Lingkungan Tahun 2015 dan Udayana Jazz Festival serta Peserta di berbagai kegiatan/seminar Nasional seperti Seminar BNI Young Entrepreneur Tahun 2013, dan seminar Internasional seperti Asian Conference on Remote Sensing Tahun 2013.


(12)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis sampaikan kehadapan Tuhan Yesus Kristus, karena atas rahmat dan kehendakNya lah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul: ”Sistem Informasi Lahan Subak Berbasis Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi di Kota

Denpasar” yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Penelitian ini terdorong dari keinginan untuk menyediakan inventarisasi data dan informasi subak di Kota Denpasar sebagai salah satu upaya untuk melestarikan dan menjaga kawasan Subak dan RTHK yang telah ditetapkan oleh pemerintah Kota Denpasar.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof.Dr.Ir. I Nyoman Rai, MS. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana 2. Ir. I Nyoman Puja, MS. selaku Kepala Jurusan Prodi Agroekoteknologi Fakultas

Pertanian Universitas Udayana

3. Prof.Dr.Ir. Indayati Lanya selaku Ketua Konsentrasi Ilmu Tanah dan Lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Dan juga selaku pembimbing I yang telah banyak membantu memberingan dorongon, semangat, arahan serta bantuan dan bimbingan yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian sampai penyusunan skripsi ini.

4. Dr.Ir.I Wayan Nuarsa, M.Si, selaku pembimbing II yang telah banyak membantu memberikan dorongan, semangat, arahan, serta bantuan dan bimbingan yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian khususnya secara teknis aplikasi dari awal penelitian sampai penyusunan skripsi ini.


(13)

5. Dr.Ir. I Ketut Suada, MP. Selaku pembimbing akademik yang telah banyak membantu memberikan bimbingan baik secara akademik maupun motivasi, mulai dari penulis menjadi mahasiswa baru sampai penulisan skripsi ini seleesai.

6. Drs.Suyarto, M.Si., Ir. I Gusti Putu Ratna Adi, M.Si., Ir. I Nyoman Sunarta, MP. Yang telah bersedia sebagai penguji dalam ujian skripsi dan memberikan saran-saran yang sangat berguna bagi penulis.

7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Tanah Fakultas Pertanian yang telah membantu dalam memberikan semangat dalam penyusunan skripsi ini.

8. Kedua orang tua penulis tercinta Bapak Ir. Robert Hutauruk dan Ibu Junita Rumahorbo yang selalu memberikan dukungan doa, arahan, kasih sayang, inspirasi dan motivasi kepada penulis sampai dengan proses pembuatan skripsi ini selesai.

9. Opung/Kakek-Nenek penulis tercinta Bapak Wilson Rumahorbo, Ibu Asmina Hutauruk dan Ibu Basaria Nainggolan yang selalu memberikan dukungan doa, arahan, kasih sayang dan motivasi kepada penulis sampai dengan proses pembuatan skripsi ini selesai.

10.Bapak Tua M.Hutauruk dan W.Hutauruk dan Inang Tua yang telah memberikan doa dan semangat dalam pembuatan skripsi ini.

11.Tante Hetty Okamona Rumahorbo beserta Tulang-tulang yang telah memberikan doa dan semangat dalam pembuatan skripsi ini.

12.Kedua Adik penulis tersayang. Jane Maria Tesalonika Hutauruk dan Josua Sintong Martin Hutauruk untuk doa dan motivasi kalian dalam proses pembuatan skripsi ini. 13.Seluruh Keluarga besar penulis yang saya kasihi untuk doa, motivasi dan semangat yang

kalian berikan dalam proses pembuatan skripsi ini.

14.Teman-teman Agroekoteknologi angkatan 2012, terimakasih untuk persahabatan yang telah dijalani mulai dari semester pertama, khususnya untuk teman-teman di Konsentrasi


(14)

Ilmu Tanah dan Lingkungan (Edo, Charles, Frenca, Yoga, Bunada, Irna, Domi, Ari, Juwita, Maya, Eka, Sherlyta, Padma, Rini, Echa).

15.Saudara-Saudariku dalam Persekutuan Mahasiswa Kristen Fakultas Pertanian (PMKFP) Universitas Udayana (Cando, Desman, Joe, John, Edo, Rian, Riski, Anwar, dll), yang telah memberikan doa dalam penyusunan skripsi ini serta pengalaman dalam pelayanan selama menjadi mahasiswa.

16.Teman-teman di beasiswa Karya Salemba Empat (Yoni, Afnan, Vina, Aditya, Dhika, Sri, Ari, Erdika dll) yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

17.Saudara-Saudara Kelompok Kecil (Daniel, Juandi, Edo Toban, Edo Malau, Sandro, Rano, Naldo, Karel, Jonathan, Lion, Albert, Emeral, Henripan) yang telah memberikan doa dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

18.Teman-teman lainnya (Juandi, Kevan, Edi, Ranto, Sesep, Novtrin, Dora, Dani, Flora, Devi, Cynthia, Erwita, Daniel, Joan, Raja, Irwan, Bams, Dama, Teguh, Sally, Silvia, Mozes, dll)

Penulis berharap agar apa yang kami kaji dan teliti ini dapat berguna dikemudian hari sebagai data sekunder dalam tugas perkuliahan maupun tugas akhir.

Denpasar, Januari 2016 Penulis


(15)

DAFTAR ISI

Halaman JUDUL... I PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... Ii ABSTRAK... Iii ABSTRACT... Iv RINGKASAN... V

LEMBAR PENGESAHAN... viii

TIM PENGUJI... Ix RIWAYAT HIDUP... X KATA PENGANTAR... Xi DAFTAR ISI... Xiv DAFTAR TABEL... xvii

DAFTAR GAMBAR... xviii

DAFTAR LAMPIRAN... Xix I. PENDAHULUAN... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 4

1.3 Tujuan Penelitian... 5

1.4 Manfaat Penelitian... 5

1.5 Hipotesis... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1 Sistem Informasi Geografi... 7


(16)

2.3 Citra WorldView-2... 12

2.4 Interpretasi Citra... 14

2.5 ArcView 3.3... 16

2.6 Subak... 18

2.6.1 Defenisi Subak... 18

2.6.2 Alih Fungsi Lahan Subak di Denpasar... 20

2.7 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Denpasar... 24

2.8 Ruang Terbuka Hijau Kota (RTHK) Kota Denpasar... 25

2.9 Kesesuaian Lahan... 26

III. METODE PENELITIAN... 29

3.1 Deskripsi Daerah Penelitian... 29

3.1.1 Waktu dan Tempat... 29

3.1.2 Letak Geografis dan Administratif... 29

3.2 Bahan dan Alat... 30

3.2.1 Bahan Penelitian... 30

3.2.2 Alat Penelitian... 30

3.3 Metode Peneitian... 31

3.3.1 Studi Pustaka... 32

3.3.2 Analisis Citra Satelit... 32

3.3.3 Survei Lapang... 33

3.3.4 Penyusunan Database Sumberdaya Berbasis SIG... 35

3.3.5 Analisis Kesesuaian Data Spasial Sawah Subak dengan RTHK... 36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 40

4.1. Pemetaan Subak di Kota Denpasar... 40 4.2. Database Sumberdaya Lahan, Sumberdaya Manusia dan Kegiatan. 46


(17)

Pertanian di Masing-Masing Subak di Kota Denpasar Berbasis SIG...

4.3 Analisis Data Spasial Lahan Sawah Subak dan RTHK Kota Denpasar... 73

V. PENUTUP... 77

5.1 Kesimpulan... 77

5.2 Saran... 78

DAFTAR PUSTAKA... 80


(18)

DAFTAR TABEL

No teks Halaman

2.1Karakteristik Citra WordView -2...12 2.2Luas Subak Tahun 1943- Tahun 2012 di Kota Denpasar...21 4.1Luas Subak Secara Spasial dan Perbandingannya dengan Data Statistik………..41 4.2Uji T.T Paired……….42 4.3Database Sumber Daya Lahan Subak di Kota Denpasar………..59 4.4Database Sumber Daya Manusia Subak di Kota Denpasar………67 4.5Database Kegiatan Pertanian Subak di Kota Denpasar……….…….69 4.6Luas Subak yang Berada di RTHK, Luas Subak yang Berada di Luar RTHK


(19)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

2.1 Grafik Luas Subak di Masing-masing Kecamatan Kota Denpasar

pada Tahun 1943-2012...23

3.1 Peta Lokasi Penelitian...30

3.2 Diagram Alir Penelitian...37

4.1 Peta Subak Kota Denpasar...39

4.2Peta Luas Lahan Subak Kota Denpasar Tahun 2015...40

4.3Grafik Kartesius Luas Lahan Subak...42

4.4Grafik Perbandingan Luas Subak Hasil Digitasi dan Luas Subak dari BPS Kota Denpasar……….…43

4.5Print Screen Data Sumber Daya Subak Pada Peta Subak Denpasar………...46

4.6Print Screen Atribut Subak Kota Denpasar………47


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Citra WorldView Kota Denpasar Tahun 2015……….82 2. Peta RTHK Kota Denpasar Tahun 2011-2031……….83 3. Data Produksi Tanaman Padi di Subak Kota Denpasar Tahun 2015………84

4. Grafik Rata-Rata Produksi Tanaman Padi di Kota Denpasar………..85 5. Tabel Kesesuaian Lahan di Kota Denpasar……….86 6. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah

1983)………89

7. Blangko Wawancara Terstruktur……….90


(21)

I.

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Sistem informasi adalah suatu sistem yang menerima input data dan instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya (Davis, 1991). Dalam era globalisasi dan teknologi diperlukan informasi yang cepat dan akurat, serta dapat diakomodir oleh berbagi kalangan. Untuk itu diperlukan teknologi remote sensing (penginderaan jauh) yang mampu merekam data dan informasi spasial secara akurat dilengkapi dengan SIG (Sistem Infomasi Geografi) yang berbasis teknologi.

Sistem Informasi Geografi (Geographic Information System) adalah sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan, memanipulasi, dan menganalisis informasi geografis. SIG dalam hal ini keberadaannya sebagai suatu teknologi di bidang pemetaan mempunyai berbagai macam kelebihan yang dapat menunjang atau membantu proses pemetaan di suatu ruang atau wilayah tertentu. Kelebihan-kelebihan tersebut antara lain dengan adanya SIG pengguna dapat menggabungkan dua atau lebih data dengan konteks atau tema yang berbeda menjadi satu buah data dalam konteks atau tema yang baru (gabungan) yang diperoleh setelah melalui proses analisis atau pengolahan data dalam SIG, dan data hasil penggabungan tersebut dapat menjadi suatu bahan pembanding untuk aplikasi SIG yang lain (Saputra, 2007). Informasi data SIG ini dapat digunakan sebagai input dalam proses pembuatan keputusan pada disiplin ilmu yang berkaitan dengan kebumian (Middlekoop, 1990). Tanpa bantuan SIG, pengolahan data yang jenis dan jumlahnya besar tersebut akan sangat rumit dan menyita banyak waktu, dengan hasil yang belum tentu akurat.


(22)

Data dan informasi yang diambil ke dalam SIG didapat dari teknologi penginderaan jauh dan survei lapang. Penginderaan jauh adalah ilmu atau teknik dan seni untuk mendapatkan informasi tentang objek, wilayah, atau gejala dengan cara menganalisis data-data yang diperoleh dengan suatu alat, tanpa berhubungan langsung dengan objek, wilayah atau gejala yang sedang dikaji (Lillesand dan keifer, 1994).

Pemanfaatan keunggulan data penginderaan jauh dan keunggulan pengolahan data digital untuk keperluan tampilan dan analisis SIG diharapkan mampu menghasilkan sejumlah masukan yang akurat sehingga dapat diperoleh keputusan yang handal dan bersesuaian dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Penggunaan teknologi ini membantu memahamkan bagaimana memanfaatkan dan mengelola sumberdaya di sekitar kita secara optimal (Estes, 1992). Teknologi SIG dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang seperti manajemen tata guna lahan, inventarisasi sumber daya alam, untuk pengawasan daerah bencana alam, perencanaan wilayah dan kota, dan bidang ilmu lainnya.

Seiring dengan perkembangan teknologi dalam usaha pelestarian subak di Bali, sistem SIG dapat dimanfaatkan sebagai salah satu media mempresentasikan semua data-data tentang subak (khususnya data spasial) serta penyajian karakteristik-karakteristik subak dan informasi-informasi yang terkait dengan subak ke dalam sistem komputerisasi.

Subak adalah suatu masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik sosio-agraris-religius, yang merupakan perkumpulan petani yang mengelola air irigasi di lahan sawah (Perda Provinsi Bali No.02/PD/DPRD/1972). Subak memiliki nilai-nilai luhur yang bersifat universal dan sangat relevan dengan


(23)

konsep pembangunan Tri Hita Karana yang melandasi setiap kegiatan subak. Tri Hita Karana secara implisit mengandung pesan agar kita mengelola sumberdaya alam termasuk sumberdaya air secara arif untuk menjaga kelestariannya, senantiasa bersyukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, dan selalu mengedepankan keharmonisan hubungan antar sesama manusia. Oleh karena itu, subak dapat didefinisikan sebagai lembaga irigasi yang bercorak sosio-religius dan berlandaskan Tri Hita Karana dengan fungsi utamanya adalah pengelolaan air irigasi untuk memproduksi tanaman pangan khususnya padi dan palawija (Windia, 2006).

Gatra Religius pada sistem irigasi subak ditunjukkan dengan adanya satu atau lebih Pura Bedugul (Untuk memuja Dewi Sri sebagai manifestasi Tuhan selaku Dewi Kesuburan). Gatra Religius merupakan cerminan konsep Tri Hita Karana yang pada hakekatnya terdiri dari parhyangan, palemahan, dan pawongan. Gatra parhyangan ditunjukkan oleh adanya pura pada wilayah subak dan pada setiap komplek/ blok pemilikan sawah petani, gatra palemahan ditunjukkan dengan adanya kepemilikan wilayah untuk setiap subak, dan gatra pawongan ditunjukkan dengan adanya organisasi petani yang disesuaikan dengan kebutuhan setempat, adanya anggota subak, pengurus subak, dan pimpinan subak yang umumnya dipilih dari anggota subak (Sutawan, 2001).

Subak merupakan lembaga yang dapat mengatur rumah tangganya sendiri (otonom). Di Kota Denpasar terdapat 42 subak yang tersebar di empat kecamatan masing-masing Denpasar barat sebanyak 8 subak, Denpasar Timur sebanyak 14 subak, Denpasar Selatan sebanyak 10 subak, dan Denpasar Utara sebanyak 10 subak. Luas subak di Kota Denpasar terdiri dari Denpasar Selatan 935 Ha,


(24)

Denpasar Timur 726 Ha, Denpasar Barat 284 Ha dan Denpasar Utara 772 Ha. Semua subak yang ada di Denpasar adalah Subak Tanah Sawah.

Permasalahan utama dari segi palemahan subak adalah tingginya alih fungsi lahan. Persediaan lahan untuk pembangunan di wilayah perkotaan dan di pusat-pusat pengembangan, seperti kawasan pariwisata dan kawasan ekonomi lainnya serta pembangunan sarana-prasana untuk umum sebagian besar adalah lahan sawah. Bahkan Kota Denpasar sudah kehilangan 5 subak yaitu pada Kecamatan Denpasar Barat. Dampaknya adalah pada pelemahan ketahanan pangan daerah, terkikisnya keungulan lokal dan jebolnya pelestarian warisan budaya dunia (Lanya, 2007).

Subak di Kota Denpasar memiliki peran penting dalam pendekatan-pendekatan teknis pertanian dalam upaya mensukseskan program-program pembangunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kota Denpasar, namun subak masih memiliki kekurangan pada penyediaan data dan informasi subak, salah satunya adalah belum adanya luas subak secara spasial atau belum adanya pemetaan subak di Denpasar, sementara luas baku sangat diperlukan untuk menghitung neraca pangan. Berdasarkan uraian diatas dilakukan penelitian yang berjudul sistem informasi lahan sawah subak berbasis penginderaan jauh dan sistem informasi geografi di Kota Denpasar

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Berapa luas baku di masing-masing subak di Kota Denpasar pada tahun 2015 dan perbandingannya dengan data statistik?


(25)

2. Bagaimana cara menginformasikan data sumber daya lahan, sumber daya manusia, dan kegiatan pertanian di masing-masing subak di Kota Denpasar yang berbasis pada teknologi SIG ?

3. Subak mana saja ditetapkan dalam kawasan RTHK dalam RTRW dan Subak mana yang berpotensi terkonversi?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian tentang pengembangan sistem informasi lahan sawah subak ini bertujuan untuk :

1. Pemetaan luas subak di Kota Denpasar pada tahun 2015 melalui teknologi penginderaan jauh dan membandingkannya dengan data statistik.

2. Menyusun database sumber daya lahan, sumber daya manusia, dan kegiatan pertanian di masing-masing subak di Kota Denpasar berbasis Teknologi SIG

3. Mengetahui subak mana saja yang ditetapkan dalam kawasan RTHK dalam RTRW dan subak yang berpotensi terkonversi

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan atau manfaat sebagai berikut :

1. Memberikan data dan informasi bagi pemerintah daerah untuk menentukan kebijakan dalam kaitannya dengan subak dan lahan sawah di Kota Denpasar dan dalam melaksanakan UU 41 tahun 2009 mengenai perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan (PLP2B)


(26)

2. Implementasi dari peraturan pemerintah no.25 tahun 2012 tentang sistem informasi sumber daya lahan

3. Dapat digunakan oleh peneliti selanjutnya untuk mengembangkan aplikasi penginderaan jauh dan sistem informasi geografi khususnya untuk studi teknologi SIG dalam bidang pertanian

4. Bagi organisasi subak memperoleh database sumberdaya lahan dan sumber daya manusia berbasis teknologi

1.5. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penggunaan citra satelit memudahkan dalam pembuatan database spasial subak

2. Teknologi SIG memudahkan dalam penyusunan dan penyampaian informasi potensi sumber daya lahan, sumber daya manusia, dan kegiatan pertanian di masing-masing subak

3. Sebagian besar subak yang termasuk di RTHK adalah di Denpasar Timur dan Utara, sedangkan sebagian besar subak yang akan terkonversi terdapat di Denpasar Barat dan Denpasar Selatan


(27)

1

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Informasi Geografi

Sistem dalam suatu lembaga/ organisasi sangatlah penting, karena sistem sangatlah menunjang terhadap kinerja lembaga atau organisasi, baik yang berskala kecil maupun skala besar, sistem merupakan sekelompok elemen yang saling berhubungan dengan suatu maksud dan tujuan yang telah ditentukan. Adapun model umum suatu sistem adalah terdiri dari masukan (input), proses (process) dan keluaran (output).

Informasi merupakan data yang telah diproses sehingga mempunyai arti tertentu bagi penerimanya. Sumber dari informasi adalah data, sedangkan data itu sendiri adalah kenyataan yang menggambarkan suatu kejadian, sedangkan kejadian itu merupakan suatu peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu. Dalam hal ini informasi dan data saling berkaitan.

Perkembangan sistem informasi telah menyebabkan terjadinya perubahan yang cukup signifikan dalam pola pengambilan keputusan yang dilakukan oleh manajemen baik yang tingkat operasional. Perkembangan ini juga telah menyebabkan perubahan-perubahan peran dari para manajer dalam pengambilan keputusan, mereka dituntut untuk selalu dapat memperoleh infomrasi yang paling akurat dan terkini..

Pengertian Geographic Information System atau Sistem Informasi Geografi (SIG) sangatlah beragam. Hal ini terlihat dari banyaknya definisi SIG yang beredar di berbagai sumber pustaka. Definisi SIG kemungkinan besar masih berkembang, bertambah dan sedikit bervariasi, karena SIG merupakan suatu bidang kajian ilmu dan teknologi yang digunakan oleh berbagai bidang atau


(28)

8

disiplin ilmu, dan berkembang dengan cepat. SIG merupakan sebuah sistem atau teknologi berbasis komputer yang dibangun dengan tujuan untuk mengumpulkan, menyimpan, mengolah dan menganalisa, serta menyajikan data dan informasi dari suatu objek atau fenomena yang berkaitan dengan letak keberadaannya di permukaan bumi (Prhasta, 2009).

Menurut Prhasta (2009) data geografis pada dasarnya tersusun oleh dua komponen penting yaitu data spasial dan data atribut. Perbedaan antara dua jenis data tersebut adalah sebagai berikut :

1. Data Spasial

Data spasial adalah data yang bereferensi geografis atas representasi objek di bumi. Data spasial pada umumnya berdasarkan peta yang berisikan interpretasi dan proyeksi seluruh fenomena yang berada di bumi. Sesuai dengan perkembangan, peta tidak hanya mempresentasikan objek-objek yang ada di muka bumi, tetapi berkembang menjadi representasi objek di atas muka bumi (di udara) dan di bawah permukaan bumi.

Data spasial dapat diperoleh dari berbagai sumber dalam berbagai format. Sumber data spasial antara lain mencakup: data grafis peta analog, foto udara, citra satelit, survei lapangan, pengukuran theodolite, pengukuran dengan menggunakan global positioning system (GPS) dan lain-lain. Data spasial memiliki dua macam penyajian, yaitu :

a. Model Vektor

Menampilkan, menempatkan, dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik-titik, garis-garis, dan kurva atau poligon beserta atribut-atributnya. Bentuk dasar model vektor didefninisikan oleh sistem koordinat kartesius dua dimensi (x,y). dengan menggunakan model vektor, objek-objek


(29)

9

dan informasi di permukaan bumi dilambangkan sebagai titik, garis, atau poligon. Masing-masing mewakili tipe objek tertentu sebagaimana dijelaskan sebagai berikut: (a) Titik (point), mempresentasikan objek spasial yang tidak memiliki dimensi panjang dan/ atau luas. Fitur spasial dipresentasikan dalam satu pasangan koordinat x,y. contohnya stasiun curah hujan, titik ketinggian, observasi lapangan, titik-titik sampel. (b) Garis (line/segment), mempresentasikan objek yang memiliki dimensi panjang namun tidak mempunyai dimensi area, misalnya jaringan jalan, pola aliran, garis kontur. (c) Poligon, Mempresentasikan fitur yang memiliki area, contohnya adalah unit administrasi, unit tanah, zona penggunaan lahan.

b. Model data raster

Menampikan, menempatkan, dan menyimpan data spasial dengan menggunakan struktur matriks atau piksel-piksel yang membentuk grid (bidang referensi horizontal dan vertikal yang terbagi menjadi kotak-kotak). Piksel adalah unit dasar yang digunakan untuk menyimpan informasi secara eksplisit. Setiap piksel memiliki atribut sendiri, termasuk koordinatnya yang unik. Akurasi model ini sangat tergantung pada resolusi atau ukuran piksel suatu gambar. Model raster memberikan informasi spasial apa saja yang terjadi di mana saja dalam bentuk gambaran yang digeneralisasi. Dengan model raster, data geografi ditandai oleh nilai-nlai elemen matriks dari suatu objek yang berbentuk titik, garis, maupun bidang.

2. Data Atribut

Data Atribut adalah data yang mendeskripsikan karakteristik atau fenomena yang dikandung pada suatu objek data dalam peta dan tidak mempunyai hubungan dengan posisi geografi. Data atribut dapat berupa


(30)

10

numerik, foto, narasi, dan lain sebagainya, yang diperoleh dari data statistik, pengukuran lapangan, sensus, dan lain-lain.

Atribut dapat dideskripsikan secara kualitatif dan kuantitatif. Pada pendeskripsian secara kualitatif, kita mendeskripsikan tipe, klasfikasi, label suatu objek agar dapat dikenal dan dibedakan dengan objek lain, misalnya sekolah, rumah sakit, hotel dan sebagainya. Bila dilakukan secara kuantitatif, data objek dapat diukur atau dinilai berdasarkan skala ordinat atau tingkatan, interbal atau selang, dan rasio atau perbandingan dari suatu titik tertentu, contohnya, populasi atau jumla siswa di suatu sekolah 500-600 siswa, berprestasi, jurusan, dan sebagainya.

SIG merupakan suatu sistem yang cukup kompleks dan terdiri dari beberapa komponen. Komponen-komponen yang membangun SIG adalah:

1. Perangkat Lunak (software)  OS : DOS, Windows, Linux

Software SIG : ArcInfo, ArcView, ArcGis, ENVI, ERDAS, Mapinfo, ILWIS, dan sebagainya.

2. Perangkat Keras (hardware)

 Komputer (PC : desktop, notebook, desknote), stand alone/lan (procesr, memori/ram, video card, harddisk, display)

 Peripheral : digitizer, scanner, printer, plotter, CD writer. 3. Data

 Data : satu set informasi (numerik, alphabet, gambar) tentang sesuatu (barang, kejadian, kegiatan)


(31)

11

4. Pengguna : operator ataupun pemakai yang sangat berpengaruh pada hasil akhir SIG

5. Aplikasi

 Penentuan tata guna lahan

 Mengetahui kawasan yang bernilai konservasi tinggi  Hidrologi hutan

 Mengetahui tingkat bahaya erosi, dan sebagainya

2.2. Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh merupakan suatu ilmu dan seni untuk memperoleh data dan informasi dari suatu objek dipermukaan bumi dengan menggunakan alat yang tidak berhubungan langsung dengan objek yang dikajinya (Lillesand dan kiefer, 1979). Jadi penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk menganalisis permukaan bumi dari jarak yang jauh dimana perekaman dilakukan di udara atau di angkasa dengan menggunakan alat (sensor) dan wahana.

Alat yang dimaksud adalah alat perekam yang tidak berhubungan langsung dengan objek yang dikajinya yaitu alat tersebut pada waktu perekaman tidak ada di permukaan bumi, tetapi di udara atau di angkasa. Karena itu dalam perekaman tersebut menggunakan wahana (platform) seperti satelit, pesawat udara, balon udara dan sebagainya. Sedangkan data yang merupakan hasil perekaman alat (sensor) masih merupakan data mentah yang perlu dianalisis. Untuk menjadi suatu informasi tentang permukaan bumi yang berguna bagi berbagai kepentingan bidang ilmu yang berkaitan perlu dianalisis dengan cara interpretasi.


(32)

12

2.3. Citra Worldview-2

Satelit Worldview-2 diluncurkan pada 8 Oktober 2009 dari pangkalan angkatan udara Vandenberg, California, USA. Dengan peningkatan kelincahannya, Worldview-2 dapat bertindak bagai sebuah kuas, menyapu bolak-balik untuk mengambil area yang luas dengan sekali sapuan citra multispektral. Worldview-2 juga menyediakan detail citra dan akurasi geospasial yang belum pernah ada sebelumnya, lebih memperluas aplikasi citra satelit di pasar komersial dan pemerintahan. Dengan penambahan keragaman spektralnya menyediakan kemampuan untuk melakukan deteksi perubahan dan pemetaan yang tepat.

Selain berbagai perbaikaan teknis, Worldview-2 juga memiliki kemampuan mengakomodasi permintaan perekaman langsung, yang memungkinkan pelanggan diseluruh dunia memilih serta memuat profil pencitraan langsung pada wahana dan melaksanakan pengiriman data ke stasiun bumi sendiri

Tabel 2.1. Karakteristik Citra Worldview-2

Mode Pencitraan Pankromatik Multispektral Resolusi Spasial Pada

Nadir

0.46 m GSD pada nadir 1.84 m GSD pada nadir

Resolusi Spasial 20 derajat dari Nadir

0.52 m GSD 2.4 m GSD

Jangkauan Spektral 450-800 nm Coastal (400-450 nm) Biru (450-510 nm) Hijau (510-585 nm) Kuning (585-625 nm)


(33)

13

Merah (625-705 nm) Red Edge (705-745 nm) IR Dekat 1 ( 745-860 nm) IR Dekat 2 (860-1040 nm)

Lebar Sapuan 16,4 km pada nadir Jangkauan Dinamik 11 bit per piksel

Masa Aktif Satelit Perkiraan hingga lebih dari 10 tahun

Waktu Pengulangan 11 hari pada 1 meter GSD atau kurang 3.7 hari pada 20 derajat off nadir atau kurang (0.52 m GSD)

Ketinggian Orbit 770 km Waktu lintasan

Equatorial

10:30 A.M (descending mode)

Orbit 95.6 derajat sinkron matahari Waktu orbit 95.6 menit

Kecepatan pada orbit 7.5 km per detik

Level proses Basic, Standar, Orthorectified

Harga 4band 5.16per km2 untuk arsip (lebih 90 hari)

5.25 per km2 untuk fres arsip (kurang dari 90 hari) Harga 8 band 5.20 per km2 untuk arsip (lebih 90 hari)

5.31.5 per km2 untuk fresh arsip (kurang dari 90 hari) Luas pemesanan Minimum 25 km2 untuk data arsip

Minimum 100 km2 untuk data pesan (tasking) (dengan jarak antarvertex minimum 5 km)


(34)

14

Akurasi metric Mulai dan berhenti pada citra akurasi < 500 meter Mendukung akurasi geolokasi

Mentarget ulang objek Akurasi Geolokasi

(CE90)

Spesifikasi 12,2 m CE90, dengan kinerja diprediksi pada kisaran 4,6 – 10,7 meter (15-35 kaki) CE90, belum termasuk efek dari kelerengan dan off-nadir. <2 meter akurasi dengan memasukkan GCP pada citra

Sumber :https://sellquickbird.wordpress.com/worldview/

2.4. Interpretasi Citra

Data yang diperoleh melalui perekaman tenaga elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan objek berdasarkan sistem penginderaan jauh, maka hasilnya disebut dengan data penginderaan jauh. Data penginderaan jauh tersebut berupa data visual (citra) dan data citra(numerik). Data tersebut belum memberikan arti dan manfaat, meskipun data yang diperoleh akurat, datanya mutakhir, karena itu agar data tersebut mempunyai arti yang penting dan bermanfaat bagi bidang lain maupun pengguna data perlu adanya teknik analisis data penginderaan jauh. Analisis citra dalam penginderaan jauh merupakan langkah-langkah untuk interpretasi citra merupakan suatu perbuatan untuk mengkaji gambaran objek yang direkam. Sutanto (1992) mengatakan bahwa interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek tersebut. yang paling dasar dari prinsip-prinsip ini adalah unsur-unsur interpretasi citra diantaranya:


(35)

15

1. Rona, merupakan tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan obyek pada citra. Rona pada foto pankromatik merupakan atribut bagi obyek yang berinteraksi dengan seluruh spektrum tampak yang sering disebut sinar putih, yaitu spektrum dengan panjang gelombang (0,4-0,7) ɥm. berkaitan dengan penginderaan jauh, spektrum demikian disebut spektrum lebar, jadi rona merupakan tingkatan dari hitam ke putih atau sebaliknya.

2. Warna, merupakan wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum tampak. Rona dan warna disebut unsur dasar. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya rona dan warna dalam pengenalan obyek.

3. Bentuk, merupakan atribut yang jelas sehingga obyek yang dapat dikenali berdasarkan bentuknya saja.

4. Ukuran, merupakan obyek berupa jarak, luas, tinggi, lereng, dan volume, karena ukuran obyek pada citra merupakan fungsi skala, maka di dalam memanfaatkan ukuran sebagai unsur interpretasi citra harus selalu diingat skalanya.

5. Tekstur, merupakan frekuensi perubahan rona pada citra (Lillesand dan Kiefer, 1990) atau pengulangan rona kelompok obyek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual. Tekstur sering dinyatakan dengan kasar, halus, dan belang-belang.

6. Pola atau susunan keruangan, merupakan ciri yang menandai bagi banyak obyek bentukan manusia dan bagi beberapa obyek alamiah.

7. Bayangan, bersifat menyembunyikan detail atau obyek yang berada di daerah gelap. Obyek atau gejala yang terletak di daerah bayangan pada umumnya tidak tampak sama sekali atau kadang-kadang tampak samar-samar. Meskipun


(36)

16

demikian, bayangan sering merupakan kunci pengenalan yang penting bagi beberapa obyek yang justru lebih tampak dari bayangannya.

8. Situs juga disebut situs geografi, yang diartikan sebagai tempat kedudukan atau letak suatu daerah terhadap sekitarnya. Situs ini berupa unit terkecil dalam suatu wilayah morfologi

9. Asosiasi, merupak keterkaitan antara obyek yang satu dengan obyek yang lainnya. Adanya keterkaitan ini maka terlihat suatu obyek pada citra sering merupakan petunjuk bagi adanya obyek lain.

2.5. ArcView 3.3

ArcView merupakan salah satu perangkat lunak GIS yang populer dan paling banyak digunakan untuk mengelola data spasial. Arcview dibuat oleh ESRI (Environmental System Research Institute). Dengan Arcview dengan mudah dapat mengelolah data, menganalisa dan membuat peta serta laporan yang berkaitan dengan data spasial bereferensi geografis. ArcView terdiri dari 6 modul utama yang disebut dokumen, yaitu : Project, View, Table, Chart, Layout, dan Script. Masing-masing dokumen tersebut mempunyai GUI (Graphical User Interface) yang spesifik. GUI adalah tempat pengguna berinteraksi dengan dokumen, misalnya melihat, memilih, memperbesar, mengisi table dsb. Untuk melakukan tujuan tersebut tiap GUI dari tiap dokumen mempunyai menu, botton, dan tools tersendiri. Modul utama dijelaskan secara rinci sebagai berikut :

1. Project, Merupakan kumpulan dari dokumen yang berasosiasi selama satu sesi Arcview, setiap project memiliki lima komponen pokok yaitu views, tables, charts, layouts dan scripts. Views digunakan untuk mengelola data grafis, sedangkan tables untuk manajemen data atribut, charts untuk mengelola grafik (bukan data grafis). Layouts untuk membuat komposisi peta


(37)

17

yang akan dicetak dan scripts dipakai untuk membuat modul yang berisikan kumpulan perintah Arcview yang ditulis menggunakan bahasan pemograman Avenue.

2. Theme, Arcview mengendalikan sekelompok feature serta atribut di dalam sebuah theme dan mengelolanya di dalam sebuah views. Sedangakan theme menyajikan sekumpulan objek nyata sebagai feature peta yang berhubungan dengan atribut. Feature dapat berupa titik (points), garis (lines) maupun poligon, contoh feature yang berupa titik adalah sekolah, pos polisi, rumah sakit, untuk feature garis antara lain adalah jalan raya, jalan tol, sungai. Sedangkan sawah, danau, lahan parkir, wilayah administrasi pemerintahan merupakan sebuah fiture Poligon.

3. View, merupakan sebuah peta interaktif yang dapat digunakan untuk menampilkan, memeriksa, memilih dan menganalisa data grafis. View tidak menyimpan data grafis yang sebenarnya, tetapi hanya membuat referensi tentang data grafis mana saja yang terlibat. Ini mengakibatkan view bersifat dinamis. View merupakan kumpulan dari theme

4. Tabel, digunakan untuk menampilkan informasi tentang feature yang ada di dalam suatu view. Sebagai contoh menjelaskan tentang provinsi Bali disiapkan tabel yang berisi data-data item nama kabupaten, jumlah penduduk laki-laki, perempuan, total dan sebagainya.

5. Chart, merupakan sebuah grafik yang menyajikan data tabular. Di dalam Arcview chart terintegrasi penuh dengan tabel dan view sehingga dapat dilakukan pemilihan record-record mana yang akan ditampilkan ke dalam


(38)

18

sebuah chart. Terdapat enam jenis chary yaitu area, bar, column, pie dan scatter.

6. Layout, digunakan untuk mengintegrasikan dokumen (View, Table, Chart) dengan elemen-elemen grafik yang lain di dalam suatu window tunggal guna membuat peta yang akan dicetak. Dengan layout dapat dilakukan proses penataan peta serta merancang letak-letak property peta seperti : judul, legends, orientasi, label dan sebagainya (Budiyanto, 2002)

2.6. Subak

2.6.1. Defenisi Subak

Subak adalah suatu masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik sosio-agraris-religius, yang merupakan perkumpulan petani yang mengelola air irigasi di lahan sawah. pengertian subak seperti itu pada dasarnya dinyatakan dalam peraturan daerah pemerintah-daerah Provinsi Bali No.02/PD/DPRD/1972, Arif (1999) memperluas pengertian karakteristik sosio-agraris-religius dalam sistem irigasi subak, dengan menyatakan lebih tepat subak itu disebut berkarakteristik sosio-teknis-religius, karena pengertian teknis cakupannya menjadi lebih luas, termasuk diantaranya teknis pertanian dan teknis irigasi.

Sutawan dkk (1986) melakukan kajian lebih lanjut tentang gatra religius dalam sistem irigasi subak. Kajian gatra religius tersebut ditunjukkan dengan adanya satu atau lebih Pura Bedugul (untuk memuja Dewi Sri sebagai manifestasi Tuhan selaku Dewi Kesuburan), disamping adanya sanggah pecatu (bangunan suci) yang ditempatkan sekitar bangunan sadap (intake) pada setiap blok/ komplek persawahan milik petani anggota subak. Gatra religius pada sistem irigasi subak


(39)

19

merupakan cerminan konsep THK yang pada hakekatnya terdiri dari parhyangan, palemahan, dan pawongan.

Gatra parhyangan oleh Sutawan dkk (1986) ditunjukkan dengan adanya pura pada wilayah subak dan pada setiap komplek/ blok pemilikan sawa petani, gatra palemahan ditunjukkan dengan adanya kepemilikan wilayah untuk setiap subak, dan gatra pawongan ditunjukkan dengan adanya organisasi petani yang disesuaikan dengan kebutuhan setempat, adanya anggota subak, pengurus subak, dan pimpinan subak yang umumnya dipilih dari anggota yang memiliki kemampuan spiritual. Ketiga gatra dalam THK memiliki hubungan timbal balik.

Pusposutardjo (1997) dan Arif (1999) yang meninjau subak sebagai sistem teknologi dari suatu sosio kultural masyarakat, menyimpulkan bahwa sistem irigasi (termasuk subak) merupakan suatu proses transformasi sistem kultural masyarakat yang pada dasarnya memiliki tiga subsistem yakni : (i) subsistem budaya (pola pikir, norma , dan nilai), (ii) Subsistem sosial (termasuk ekonomi), dan (iii) subsistem kebendaan (termasuk teknologi). Semua subsistem itu memiliki hubungan timbal balik, dan juga memiliki hubungan keseimbangan dengan lingkungannya. Dengan menyatunya antar ketiga subsistem dalam sistem irigasi subak, maka secara teoritis konflik antar anggota dalam organisasi subak maupun konflik antar subak yang terkait dalam satu sistem irigasi yang tergabung dalam satu wadah kordinasi akan dapat dihindari. Keterkaitan antar semua subsistem akan memungkinkan munculnya harmoni dan kebersamaan dalam pengelolaan air irigasi dalam sistem irigasi subak yang bersangkutan. Hal itu bisa terjadi karena kemungkinan adanya kebijakan untuk menerima simpangan tertentu sebagai toleransi oleh anggota subak (misalnya, adanya sistem perlampias, dan sistem saling pinjam air irigasi).


(40)

20

2.6.2. Alih Fungsi Lahan Sawah Subak di Denpasar

Wicaksono (2007) mendefenisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsi semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan tersebut ada tiga yaitu:

1. Faktor Eksternal, merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi.

2. Faktor Internal, faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan.

3. Faktor Kebijakan, merupakan aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian. Kelemahan pada aspek regulasi atau peraturan itu sendiri terutama terkait dengan masalah kekuatan hukum, sanksi pelanggaran, dan akurasi objek lahan yang dilarang dikonversi.

Alih fungsi lahan sawah ke penggunaan nonpertanian dapat berdampak terhadap turunnya produksi pertanian, serta akan berdampak pada dimensi yang lebih luas dimana berkaitan dengan aspek-aspek perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya, dan politik masyarakat.

Berikut merupakan gambar dan tabel perubahan alih fungsi lahan dari tahun 1942-tahun 2013 dalam penelitian Lanya (2012).


(41)

21

No

ID Subak Nama Subak Desa

Luas Subak

1943 1)

1976

2)

1996 2000 2002

3) 2004 3) 2005 3) 2006 3) 2007 3) 2012 3)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

51071010 Denpasar Selatan 219195 218458 208493 1026 1038 955 955 935 935 805

1 51071010001 Renon Renon 264.75 184.35 184.55 112 129 100 100 100 100 92

2 51071010002 Sesetan Sesetan 264.74 243.98 243.31 25 24 16 16 15 15 14

3 51071010003 Panjer Panjer 234.67 235.88 235.88 105 102 80 80 67 67 28

4 51071010004 Sidakarya Sidakarya 161.15 223.13 228.23 97 97 97 97 97 97 92

5 51071010005 Intaran Barat Sanur Kauh 195.68 167.75 160.21 120 122 120 120 120 120 119

6 51071010006 Intaran Timur Sanur Kauh 161.15 104.48 97.35 22 22 15 15 12 12 12

7 51071010007 Sanur Sanur Kaja 234.67 159.19 124.13 69 64 59 59 59 59 57

7 51071010008 Cuculan Pemogan 333.81 249.35 238.58 111 118 108 108 105 105 57

9 51071010009 Kepaon Pemogan 341.33 290.00 264.90 120 120 120 120 120 120 119

10 510710100010 Kerdung Pedungan 320.00 326.47 307.79 245 240 240 240 240 240 215

51071020 Denpasar Timur 1811.19 1518.62 1344.15 755 751 749 731 726 726 694

1 51071020001 Anggabaya Penatih 46.04 32.54 3058 30 30 29 29 29 29 29

2 51071020002 Umelayu Penatih 42.67 28.73 2792 27 27 27 27 27 27 27

3 51071020003 Paang Penatih 115.10 52.13 5163 50 50 50 50 50 50 50

4 51071020004 Poh Manis Penatih Dangri 42.67 34.93 3339 32 32 32 28 28 28 28

5 51071020005 Taman Penatih Dangri 42.67 40.23 4023 39 39 39 38 38 38 38

6 51071020006 Saba Penatih 57.55 44.51 4010 37 37 36 36 36 36 32

7 51071020007 Temaga Penatih 230.21 188.31 184.45 164 164 164 164 164 164 159

8 5107102000 8 Padang Galak

Kertalangu 341.00 289.75 281.70 112 112 112 112 112 112 112

9 5107102000 9 Biaung Kertalangu 103.59 16.65 10.66 11 11 11 11 11 11 11

10 510710300010 Yangbatu Dauh Puri 172.66 142.40 142.40 9 9 9 3 3 3 3

11 510710200011 Kedaton Sumerta 168.12 267.66 267.33 24 24 24 17 17 17 14

12 510710200012 Delod Sema Kesiman 172.66 135.45 139.86 56 56 56 56 56 56 51

13 510710200013 Buaji Kesiman 276.25 245.33 236.30 164 160 160 160 155 155 140

51071030 Denpasar Barat 1230.96 1210.49 895.89 399 384 309 299 284 278 256

1 51071030001 Serogsogan Padangsambian 333.81 246.8 246.19 5 5 2 2 2 2 2

2 51071030002 Pagutan Padangsambian 195.68 198.87 181.23 40 40 35 33 33 33 33


(42)

22

3 51071030003 Tegallantang Padangsambian 115.11 115.21 97.71 60 45 40 37 37 30 30

4 51071030004 Tegalbuah Padangsambian 184.17 60.195 59.03 39 39 36 36 36 36 36

5 51071030005 Lange Tegal Harum 64.70 68.63 44.70 55 55 35 33 29 30 25

6 51071030006 Banyukuning Tegal Harum 76.34 76.22 74.34 58 58 31 28 25 25 15

7 51071030007 Semila II Pemecutan Kelod 161.15 124.93 192.69 34 34 30 30 25 25 25

9 51071030008 Margaya Pemecutan Kelod 176.22 182.95 176.22 108 108 100 100 97 97 90

8 51071030009 Semila II Pemecutan Kelod 46.04 93.23 Palemahan dan pawongan habis 10 107103000010 Sanglah Dauihpuri 195.68 176.48 Palemahan dan pawongan habis 11 107103000011 Tegal Injung Pemecutan 67.55 67.07 Palemahan dan pawongan habis 12 107103000012 Buluh Pemecutan 115.10 80.445 Palemahan dan pawongan habis 13 510710300013 Tunggulaji Pemecutan kaja 108.09 102.03 Palemahan dan pawongan habis

5107103100 Denpasar Utara 1976.53 1672.13 1454.37 870 844 788 772 772 772 722

1 51071020001 Peraupan Barat Dangri Kaja 161.15 264.47 156.91 5 5 5 5 5 5 5

2 51071020002 Peraupan Timur

Sumerta 195.68 105.00 90.63 23 23 23 15 15 15 15

3 51071030003 Kedua Paguyangan Kangin 115.10 113.79 109.35 105 96 95 93 93 93 93

4 51071030004 Lungatad Paguyangan Kangin 195.68 154.65 146.52 124 124 120 120 120 120 120

5 51071030005 Petangan Ubung Kaja 180.88 185.71 180.88 80 63 61 61 61 61 60

6 51071030006 Pakel I Peguyangan 195.68 130.57 192.69 111 111 104 104 104 104 103

7 51071030007 Pakel II Ubung Kaja 299.28 122.78 00.00 83 83 63 63 63 63 63

8 51071030008 Sembung Paguyangan Kaja 276.25 207.43 209.50 116 116 116 116 116 116 115

9 51071030009 Dalem Paguyangan Kaja 195.68 271.21 254.34 205 205 189 187 187 187 143

10 51071030010 Ubung Ubung 161.15 116.52 113.55 18 18 12 8 8 8 5

Total Denpasar 224213.

7

222859.2 212187.4 3050 3017 2801 2757 2717 2717 2477

Keterangan:

1) data hasil pengukuran peta Topografi Tahun 1943

2) data dari Dinas Kebudayaan Provinasi Bali. Lokakarya Subak 1976 3) data BPS Kota Denpasar 2002-2013


(43)

23

Gambar 2.1. Grafik Luas Subak di Masing-masing Kecamatan Kota Denpasar Pada Tahun 1943-2012

Selanjutnya disampaikan oleh Lanya (2012) berdasarkan Gambar 2.1, dapat dijelaskan bahwa pola penurunan luas sawah (alih fungsi lahan) di Kota Denpasar tergolong sangat tinggi berada pada tahun 1997- tahun 2000. Pada tahun tersebut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Denpasar 1999-2004 dan sebelum RTRW Denpasar 2011-2031. Denpasar tidak mempunyai RTRW dari tahun 2005 – 2011 awal. Pola penurunan lahan sawah di masing-masing kecamatan mendatar setelah tahun 2000. Ini menunjukkan bahwa sebelum reformasi sampai dengan tahun 2000 terjadi alih fungsi lahan yang tinggi. Adanya RTRW Kota Denpasar tahun 1999 – 2004 dapat mengendalikan alih fungsi lahan yang ditunjukkan oleh pola grafik mendatar sampai dengan 2007. Bom Bali sangat berpengaruh terhadap alih fungsi lahan; Pola penurunan terjadi lagi setelah tahun 2007. ini menunjukkan bahwa pariwisata pulih kembali setelah tahun 2007.

Penurunan luas sawah tertinggi dialami oleh wilayah Kecamatan Denpasar Selatan dan Denpasar Barat sebelum adanya Denpasar Utara. Kedua wilayah ini


(44)

24

merupakan daerah yang berbatasan dengan pusat pariwisata Kuta (Denpasar Barat) dan Sanur (Denpasar Selatan). Adanya RTRW Kota Denpasar 2011 – 2031 diharapkan dapat mengendalikan alih fungsi lahan. (Lanya,2012).

2.7. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Denpasar

Pembangunan Kota Denpasar dilaksanakan secara nyata dan berencana. Untuk mendukung hal tersebut terutama dalam menciptakan dan kelancaran pelaksanaannya, maka pemerintah Kota Denpasar mengusahakan agar pembangunan yang dilaksanakan dapat mewujudkan Kota Denpasar yang berwawasan budaya. Salah satu upaya yang harus ditempuh adalah melakukan kegiatan penataan ruang yang mencakup perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, pengendalian pemanfaatan ruang, serta pelayanan perijinan tata ruang dan bangunan.

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah kebijaksanaan pemerintah Kota Denpasar yang diatur dalam Peraturan Daerah Kota Denpasar Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Tahun 2011-2031, menetapkan lokasi dari kawasan yang harus dilindungi, lokasi pengembangan kawasan budidaya termasuk kawasan produksi dan kawasan permukiman, pola jaringan prasarana dan utilitas Kota.

Rencana Tata Ruang Wilayah bertujuan untuk : a. Mewujudkan pola pemanfaatan ruang yang lebih terarah dan lebih optimal dengan tidak mengorbankan aspek kelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup b. Menciptakan kemudahan bagi masing-masing instansi sektoral maupun dinas di lingkungan pemerintah Kota Denpasar yang terkait dalam pengembangan potensi Kota Denpasar, pengembangan kegiatan sosial ekonomi serta pengaturan sistem


(45)

25

pergerakan dan koordinasi pengembangannya baik penentuan program, pendanaan maupun dalam penyiapan peraturannya c. Menetapkan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah Kota Denpasar dan masyarakat d. Mencegah terjadinya benturan kepentingan antar sektor dalam usaha-usaha yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang e. Menyusun rencana rinci tata ruang di Kota Denpasar serta pelaksanaan pembangunan dalam pemanfaatan ruang bagi kegiatan pembangunan dan merupakan dasar dalam mengeluarkan perijinan pembangunan. Wilayah perencanaan mencakup keseluruhan wilayah di Kota Denpasar yang meliputi : Kecamatan Denpasar Barat, Kecamatan Denpasar Timur, dan Kecamatan Denpasar Selatan, dengan luas wilayah 12.778 ha.

2.8. Ruang Terbuka Hijau Kota (RTHK) Kota Denpasar

Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian kawasan dari penataan ruang kota dengan tujuan menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air yang dapat menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat. Meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah dan bersih. Ruang terbuka hijau kota (RTHK) adalah area memanjang atau jalur dana tau mengelompok, yang penggunaannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

Fungsi kawasan ruang terbuka hijau kota yaitu membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah), serta manfaat tidak langsung yaitu pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala


(46)

26

isi flora dan fauna yang ada (Permen PU No.05/PRT/M/2008). RTHK Kota Denpasar diatur dalam Perda Kota Denpasar Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Tahun 2011-2031 Pasal 42.

Penataan ruang kawasan perkotaan diselenggarakan untuk:

1. Mencapai tata ruang kawasan perkotaan yang optimal, serasi, selaras, dan seimbang dalam pengembangan kehidupan manusia.

2. Meningkatkan fungsi kawasan perkotaan secara serasi, selaras, dan seimbang antara perkembangan lingkungan dengan tata kehidupan masyarakat

3. Mengatur pemanfaatan ruang guna meningkatkan kemakmuran rakyat dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan alam, lingkungan buatan, dan lingkungan sosial (UU Nomor 26 Tahun 2007).

2.9.Kesesuaian Lahan

Menurut Djaenudin, dkk. (2003), kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu, sebagai contoh lahan sesuai untuk sawah irigasi, tambak, pertanian tanaman tahunan atau pertanian tanaman semusim. Macam klasifikasi kesesuaian lahan yaitu:

1. Kesesuaian lahan kualitatif: kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu dinyatakan dalam istilah kualitatif tanpa perhitungan biaya dan pendapatan, terutama untuk studi tingkat tinjau

2. Kesesuaian lahan kuantitatif : kesesuaian untuk penggunaan tertentu yang dinyatakan dalam istilah kuantitatif perhitungan ekonomi ratio biaya keuntungan dimungkinkan, utuk studi detil.

3. Kesesuaian lahan aktual : klasifikasi didasarkan pada kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu pada kondisi saat ini sebelum dilakukan usaha perbaikan.


(47)

27

4. Kesesuaian potensial : klasifikasi didasarkan pada kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu setelah dilakukan perbaikan terhadap faktor pembatasnya.

Menururt FAO (1976) struktur klasifikasi kesesuaian lahan dibagi menjadi empat kategori yaitu: Order Kesesuaian, Kelas Kesesuaian, Subkelas Kesesuaian, dan Unit Kesesuaian. Order Kesesuaian lahan dapat dibagi menjadi dua yaitu : Order sesuai (S) dan order tidak sesuai (N) bagi penggunaan yang dipertimbangkan. Order sesuai (S) dapat dibagi menjadi kelas-kelas. Jumlah kelas pada order sesuai tidak ditentukan, tetapi diusahakan sedikit mungkin untuk memudahkan interpretasi. Dalam hal ini terdapat tiga kelas dalam order sesuai yang didefenisikan secra kuantitatif adalah sebagai berikut (1). S1 (sangat sesuai) yaitu lahan yang tidak mempunyai pembatas yang tidak berarti yang secara nyata berpengaruh terhadap produksinya dan tidak menaikkan masukan melebih yang biasa diberikan. (2). S2 (cukup sesuai) yaitu lahan yang mempunyai pembatas agak berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas tersebut mengurangi produktivitas dan keuntungan, dan meningkatkan masukan yang diperlukan. Dan (3). S3 (sesuai marginal) yaitu lahan yang mempunyai pembatas yang sangat berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas atau keuntungan dan perlu menaikkan masukan yang diperlukan.

Order N (tidak sesuai ) biasanya ada dua kelas yaitu : (1) kelas N1 (tidak sesuai saat ini) yaitu lahan yang mempunyai pembatas berat, tetapi masih memungkinkan untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengetahuan sekarang ini dengan biaya yang rasional. (2) kelas N2 (tidak sesuai untuk selamanya) yaitu lahan yang mempunyai pembatas sangat berat, sehinga tidak mungkin untuk digunakan bagi suatu penggunaan yang lestari.


(48)

28

Subkelas kesesuaian lahan mencerminkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan dalam suatu kelas. Tiap kelas dapat dibagi menjadi satu atau lebih subkelas tergantung dari jenis pembatas yang ada. Untuk kelas S1 tidak ada faktor pembatas. Sebagai contoh kelas S2 yang mempunyai faktor pembatas kedalaman efektif (r) akan menurunkan sub kelas menjadi S2r.


(1)

Gambar 2.1. Grafik Luas Subak di Masing-masing Kecamatan Kota Denpasar Pada Tahun 1943-2012

Selanjutnya disampaikan oleh Lanya (2012) berdasarkan Gambar 2.1, dapat dijelaskan bahwa pola penurunan luas sawah (alih fungsi lahan) di Kota Denpasar tergolong sangat tinggi berada pada tahun 1997- tahun 2000. Pada tahun tersebut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Denpasar 1999-2004 dan sebelum RTRW Denpasar 2011-2031. Denpasar tidak mempunyai RTRW dari tahun 2005 – 2011 awal. Pola penurunan lahan sawah di masing-masing kecamatan mendatar setelah tahun 2000. Ini menunjukkan bahwa sebelum reformasi sampai dengan tahun 2000 terjadi alih fungsi lahan yang tinggi. Adanya RTRW Kota Denpasar tahun 1999 – 2004 dapat mengendalikan alih fungsi lahan yang ditunjukkan oleh pola grafik mendatar sampai dengan 2007. Bom Bali sangat berpengaruh terhadap alih fungsi lahan; Pola penurunan terjadi lagi setelah tahun 2007. ini menunjukkan bahwa pariwisata pulih kembali setelah tahun 2007.

Penurunan luas sawah tertinggi dialami oleh wilayah Kecamatan Denpasar Selatan dan Denpasar Barat sebelum adanya Denpasar Utara. Kedua wilayah ini


(2)

merupakan daerah yang berbatasan dengan pusat pariwisata Kuta (Denpasar Barat) dan Sanur (Denpasar Selatan). Adanya RTRW Kota Denpasar 2011 – 2031 diharapkan dapat mengendalikan alih fungsi lahan. (Lanya,2012).

2.7. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Denpasar

Pembangunan Kota Denpasar dilaksanakan secara nyata dan berencana. Untuk mendukung hal tersebut terutama dalam menciptakan dan kelancaran pelaksanaannya, maka pemerintah Kota Denpasar mengusahakan agar pembangunan yang dilaksanakan dapat mewujudkan Kota Denpasar yang berwawasan budaya. Salah satu upaya yang harus ditempuh adalah melakukan kegiatan penataan ruang yang mencakup perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, pengendalian pemanfaatan ruang, serta pelayanan perijinan tata ruang dan bangunan.

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah kebijaksanaan pemerintah Kota Denpasar yang diatur dalam Peraturan Daerah Kota Denpasar Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Tahun 2011-2031, menetapkan lokasi dari kawasan yang harus dilindungi, lokasi pengembangan kawasan budidaya termasuk kawasan produksi dan kawasan permukiman, pola jaringan prasarana dan utilitas Kota.

Rencana Tata Ruang Wilayah bertujuan untuk : a. Mewujudkan pola pemanfaatan ruang yang lebih terarah dan lebih optimal dengan tidak mengorbankan aspek kelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup b. Menciptakan kemudahan bagi masing-masing instansi sektoral maupun dinas di lingkungan pemerintah Kota Denpasar yang terkait dalam pengembangan potensi Kota Denpasar, pengembangan kegiatan sosial ekonomi serta pengaturan sistem


(3)

pergerakan dan koordinasi pengembangannya baik penentuan program, pendanaan maupun dalam penyiapan peraturannya c. Menetapkan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah Kota Denpasar dan masyarakat d. Mencegah terjadinya benturan kepentingan antar sektor dalam usaha-usaha yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang e. Menyusun rencana rinci tata ruang di Kota Denpasar serta pelaksanaan pembangunan dalam pemanfaatan ruang bagi kegiatan pembangunan dan merupakan dasar dalam mengeluarkan perijinan pembangunan. Wilayah perencanaan mencakup keseluruhan wilayah di Kota Denpasar yang meliputi : Kecamatan Denpasar Barat, Kecamatan Denpasar Timur, dan Kecamatan Denpasar Selatan, dengan luas wilayah 12.778 ha.

2.8. Ruang Terbuka Hijau Kota (RTHK) Kota Denpasar

Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian kawasan dari penataan ruang kota dengan tujuan menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air yang dapat menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat. Meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah dan bersih. Ruang terbuka hijau kota (RTHK) adalah area memanjang atau jalur dana tau mengelompok, yang penggunaannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

Fungsi kawasan ruang terbuka hijau kota yaitu membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah), serta manfaat tidak langsung yaitu pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala


(4)

isi flora dan fauna yang ada (Permen PU No.05/PRT/M/2008). RTHK Kota Denpasar diatur dalam Perda Kota Denpasar Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Tahun 2011-2031 Pasal 42.

Penataan ruang kawasan perkotaan diselenggarakan untuk:

1. Mencapai tata ruang kawasan perkotaan yang optimal, serasi, selaras, dan seimbang dalam pengembangan kehidupan manusia.

2. Meningkatkan fungsi kawasan perkotaan secara serasi, selaras, dan seimbang antara perkembangan lingkungan dengan tata kehidupan masyarakat

3. Mengatur pemanfaatan ruang guna meningkatkan kemakmuran rakyat dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan alam, lingkungan buatan, dan lingkungan sosial (UU Nomor 26 Tahun 2007).

2.9.Kesesuaian Lahan

Menurut Djaenudin, dkk. (2003), kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu, sebagai contoh lahan sesuai untuk sawah irigasi, tambak, pertanian tanaman tahunan atau pertanian tanaman semusim. Macam klasifikasi kesesuaian lahan yaitu:

1. Kesesuaian lahan kualitatif: kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu dinyatakan dalam istilah kualitatif tanpa perhitungan biaya dan pendapatan, terutama untuk studi tingkat tinjau

2. Kesesuaian lahan kuantitatif : kesesuaian untuk penggunaan tertentu yang dinyatakan dalam istilah kuantitatif perhitungan ekonomi ratio biaya keuntungan dimungkinkan, utuk studi detil.

3. Kesesuaian lahan aktual : klasifikasi didasarkan pada kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu pada kondisi saat ini sebelum dilakukan usaha perbaikan.


(5)

4. Kesesuaian potensial : klasifikasi didasarkan pada kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu setelah dilakukan perbaikan terhadap faktor pembatasnya.

Menururt FAO (1976) struktur klasifikasi kesesuaian lahan dibagi menjadi empat kategori yaitu: Order Kesesuaian, Kelas Kesesuaian, Subkelas Kesesuaian, dan Unit Kesesuaian. Order Kesesuaian lahan dapat dibagi menjadi dua yaitu : Order sesuai (S) dan order tidak sesuai (N) bagi penggunaan yang dipertimbangkan. Order sesuai (S) dapat dibagi menjadi kelas-kelas. Jumlah kelas pada order sesuai tidak ditentukan, tetapi diusahakan sedikit mungkin untuk memudahkan interpretasi. Dalam hal ini terdapat tiga kelas dalam order sesuai yang didefenisikan secra kuantitatif adalah sebagai berikut (1). S1 (sangat sesuai) yaitu lahan yang tidak mempunyai pembatas yang tidak berarti yang secara nyata berpengaruh terhadap produksinya dan tidak menaikkan masukan melebih yang biasa diberikan. (2). S2 (cukup sesuai) yaitu lahan yang mempunyai pembatas agak berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas tersebut mengurangi produktivitas dan keuntungan, dan meningkatkan masukan yang diperlukan. Dan (3). S3 (sesuai marginal) yaitu lahan yang mempunyai pembatas yang sangat berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas atau keuntungan dan perlu menaikkan masukan yang diperlukan.

Order N (tidak sesuai ) biasanya ada dua kelas yaitu : (1) kelas N1 (tidak sesuai saat ini) yaitu lahan yang mempunyai pembatas berat, tetapi masih memungkinkan untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengetahuan sekarang ini dengan biaya yang rasional. (2) kelas N2 (tidak sesuai untuk selamanya) yaitu lahan yang mempunyai pembatas sangat berat, sehinga tidak mungkin untuk digunakan bagi suatu penggunaan yang lestari.


(6)

Subkelas kesesuaian lahan mencerminkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan dalam suatu kelas. Tiap kelas dapat dibagi menjadi satu atau lebih subkelas tergantung dari jenis pembatas yang ada. Untuk kelas S1 tidak ada faktor pembatas. Sebagai contoh kelas S2 yang mempunyai faktor pembatas kedalaman efektif (r) akan menurunkan sub kelas menjadi S2r.