Analisis fungsi ekosistem dan sumberdaya estuaria sebagai penunjang perikanan berkelanjutan (Studi kasus Sungai Sembilang Musi Banyuasin Sumatera Selatan )
ANALISIS FUNGSl EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA ESTUARIA
SEBAGAI PENUNJANG PERIKANAN PERKELANJUTAN
(Studi Kasus Stwgai Sembilang Musi Banyuasin Sumatera Selatan)
OLEH
:
MOH. INDAH GlNTlNG
PSL. 985068
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002
ABSTRAK
MOHAMAD INDAH GINTING. Analisis
Fungsi Ekosistem dan
Sumberdaya Estuaria Sebagai Penunjang Perikanan Berkelanjutan. (Studi
Kasus Sungai Sembilang Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan).
Dibimbing oleh M. SRI SAENI, SUTRISNO SUKIMIN, dan ASlKlN
DJAMALI.
Tingkat stabilitas ekosistern perairan Sungai Sembilang masih baik
dengan ditunjukan pola suksesi ekologi yang ditemukan mencirikan
ekosistem perairan estuaria yaitu, ditunjukan oleh stadia juvenile sarnpai
stadia maksimum diversitas. Lingkungan perairan estuaria Sungai
Sembilang rnasih sangat mendukung kehidupan organisme perairan
dengan ditunjukan kandungan logam berat Pb, Hg, dan Cd masih berada
di bawah ambang batas baku mutu golongan C dan mernpunyai tingkat
kesuburan tinggi.
Potensi sumberdaya di perairan estuaria Sungai Sembilang sangat
ditentukan oleh fungsi ekosistemnya dalam proses peremajaan
(recruitment) udang penaeid yang digunakan sebagai daerah nursery
ground dan feeding ground dan ditunjukan dengan tingginya tingkat
kepadatan larva penaeid.
Tingkat pemanfaatan udang sudah mendekati gejala over fishing
ditunjukan dengan 68% dari udang yang diekspor adatah ukuran di atas
30 ekorlkg. Oleh karena itu, diperlukan pengendalian penangkapan udang
disesuaikan dengan biologi reproduksi agar proses peremajaan dapat
berjalan dengan baik.
Kawasan estuaria Sungai Sernbilang merupakan kawasan
konservasi, namun perairannya merupakan daerah eksploitasi perikanan
dikarenakan potensi sumberdaya ikan khususnya udang yang sangat
besar. Pola pemanfaatan sumberdaya ikan perlu diperhatikan dengan
menjaga ekosistemnya agar stock udang tetap lestari.
Beberapa kebijakan pengelolaan lingkungan dan sumberdaya ikan
yang sudah ada belum menyentuh akar permasalahan di estuaria,
sehingga sering menimbulkan konflik antar stakeholders.
ABSTRACT
MOHAMAD INDAH GINTING. The Analysis of Estuary Ecosystems and
Resources Function as Supporting Sustainable Fisheries. (A Case Study
at Sungai Sembilang, Musi Banyuasin, South Sumatera). Under the
guidance of M. SRI SAENI, SUTRISNO SUKlMlN and ASlKlN DJAMALI.
The level of ecosystem stability in Sungai Sembilang water is still
good. Here, we can see an ecology succession models which is found in
the ecosystem of estuary water, that was showed by juvenile stage until
maximum diversity stage.
Estuary water of Sungai Sembilang
environment is in need for the living water organism. It is shown by
content of heavy metal Pb, Hg and Cd which are still below the standard
mutual hireshold group C and having the high level of fertility.
Potential resources in Sungai Sembilang estuary is determined by
the function of ecosystem in recruitment process of penaeid shrimp for
nursery ground and feeding ground and also shown by the high level of
penaeid larva's density.
The level of shrimp exploitation has approached nearly over fishing
which is shown by the size of the exported shrimp which 68% is over than
30 shrimps per kg. Because of it, it is needed to control the shrimp
catching which must be adapted with reproduction biology, to make the
recruitment process goes well.
Sungai Sembilang estuary area is in a conservation area but the
other hand, Sungai Sembilang region is a fishing exploitation area
because of its potential fish resources particularly the shrimps. Exploitation
models of fisheries resources in supposed to be considered by taking care
of sustainable shrimps stock.
The regulatory measures related to fish resources and environment
management is still not determining the problems in estuary so that it
takes sfakeholders in conflict.
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini Saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul :
ANALISIS FUNGSI EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA ESTUARIA
SEBAGAI PENUNJANG PERIKANAN BERKELANJUTAN
(Studi Kasus Sungai Sembilang Musi Banyuasin Sumatera Selatan)
Adalah
benar
merupakan hasil
karya
Saya
sendiri dan
belum
pernah
dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah
dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
ANALISIS FUNGSI EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA ESTUARIA
SEBAGAI PENUNJANG PERIKANAN BERKELANJUTAN
(Studi Kasus Sungai Sembilang Musi Banyuasin Sumatera Selatan)
OLEH :
MOH. INDAH GINTING
PSL. 985068
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Doktor pada Program Studi
llmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002
Judul Disertasi
: Analisis Fungsi Ekosistem dan Surnberdaya Estuaria
Sebagai Penunjang Perikanan Berkelanjutan
(Studi Kasus Sungai Sembilang Musi Banyuasin
Surnatera Selatan)
Nama Mahasiswa
: Moh. lndah Ginting
Nomor Pokok
: 985068
Program Studi
: llmu Pengelolaan Surnberdaya Alam dan Lingkungan
(PSL)
Mengetahui,
1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. M. Sri Saeni. MS
Ketua
4
4'
-
Dr. Ir. Sutrisno Sukimin. DEA
Anggota
2. Program Studi PSL
Dr. Ir. Asikin Diarnal~,
APU
Anggota
4
Pcaararn Pascasariana
Prof. Dr. Ir. M. Sri Saeni, MS
Ketua
7
Tanggal Lulus : 21 Februari 2002
1 2 MAR 2'P
Penulis dilahirkan tanggal
15 Maret
1947 di
kota
pegunungan
Kabanjahe Sumatera Utara dari ayah Alrn. Mburak Ginting dan Ibu Alrn.
Ny. Urnur Br Purba. Pendidikan diawali di SDN Laubaleng dan SDN 6 Pancur
Batu, SMP N Pancur Batu, SMAN 3 Medan dan S l Fakultas Perikanan IPB
Bogor. Setelah selesai dari Fakuktas Perikanan IPB Bogor langsung bekerja
tahun 1976 sebagai pernbantu peneliti pada Lernbaga Penelitian Perikanan
Laut (LPPL) Jakarta. Dari tahun 1978 sarnpai 1984 bekerja di Dinas
Perikanan Propinsi Maluku rnerangkap sebagai dosen luar biasa Fakultas
Perikanan UNPATI Arnbon ; tahun 1984 -1999 bekerja di Direktorat Jenderal
Perikanan di Jakarta. Kernudian 6 Agustus 7999 diangkat menjadi Kepala
Dinas Perikanan Propinsi Surnatera Selatan yang sekarang berubah narna
rnenjadi Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Surnatera Setatan. Semasa
bekerja di Jakarta mendapat izin belajar dari Direktorat Jenderal Perikanan
untuk rnelanjutkan Program 5 2 di STlE lPWl In-House LIP1 Jakarta (19951997) dan kernudian diberikan lagi izin belajar oleh Direktorat Jenderai
Perikanan untuk menernpuh Program 53 (Doktor) di PSL-IPB Bogor pada
tahun q998.
Sernasa rnenjadi mahasiswa S1 di IPB Bogor, aktif dalam organisasi
antara lain rnenjadi saiah satu dari 12 Anggota Majelis Perrnusyawaratan
Mahasiswa (MPM IPB Bogor), Ketua Asrarna Mahasiswa IPB Ekalokasari,
Sekretaris HMI Kornisariat Fakultas Perikanan IPB Bogor, Anggota Putra
Sunda Bogor, dan lain-lain. Sernasa bekerja di Ambon menjadi Sekretaris
Pardomuan yaitu perkumpulan masyarakat asal Surnatera Utara di Maluku.
Selarna bekerja di Jakarta menjadi Ketua Klub Renang Tunas Harapan
Jakarta
dan
Pengurus
Himpunan
Pengusaha
Pertarnbakan
Udang
(HIPPERINDO) Kabupaten Karawang Jawa Barat.
lstri
Ny. Tetira Yunus
asal
Bone
Bugis dinikahi pada tanggal
22 Oktober 1981 dan di karuniai 3 orang anak yaitu : Kin lsura Ginting lahir
27 Agustus 1984, ldota Ginting lahir 17 April 1990 dan Ersada Doni Ginting
lahir 25 April 1997, semuanya lahir di Jakarta.
Berbagai seminar tingkat daerah dan tingkat nasional telah diikuti,
antara lain : Oktober 1998 ketua DELRl ke Konferensi Fishing Capasity di
FA0 Roma Italia; tanggal 2
-
11 Desernber 2000 ketua panitia pameran
Indonesia di pameran lnternasional Salon Nautique International de Paris di
Perancis serta pernah mengikuti berbagai training dan studi banding datam
negeri dan luar negeri antara lain Thailand. Malaysia, Singapura dan
Australia.
KATA PENGANTAR
Kawasan estuaria Sungai Sembilang Kabupaten Musi Banyuasin
Propinsi Surnatera Seiatan merupakan kawasan perikanan yang sangat
potensial. Kawasan ini selain menjadi penghasil utama jenis-jenis ikan
komersial untuk konsumsi dalam negeri juga bertahun-tahun telah menjadi
ladang
komoditi ekspor
perikanan Sumatera
Selatan.
Beberapa jenis
crusfacea, fishes, rnollusca, menjadi andalan mata pencaharian penduduk
setempat. Kawasan ini menarik pula, karena kawasan hutan mangrove di
daratan yang mengelilingi estuaria ini adalah habitat bagi mamalia besar yang
langka seperti siamang, gajah, harimau, tapir dan sebagainya. Selain itu
kawasan ini menjadi tempat persinggahan (transit) burung-burung air yang
langka dari Australia dan Selandia Baru di selatan menuju Asia Tengah
(Siberia), sehingga kawasan mangrove di sini telah menjadi perhatian dunia
internasional.
Berkaitan
dengan
ha\
tersebut,
penulis
tertarik
untuk
mempelajari pengelolaan lingkungan dan surnberdaya ikan melalui prinsip
responsible fisheries (pemanfaatan sumberdaya perikanan yang bertanggung
jawab),
dalam
berkelanjutan).
sustainable
development
(sistem
pembangunan
yang
Penelitian dilakukan selama 6 bulan dari bulan Nopember
2000 sampai April 2001 yaitu dari musim barat ke rnusim peralihan barat ke
musim timur (dua musirn). Dengan judul penelitian "Analisis Fungsi Ekosistem
dan Sumberdaya Estuaria sebagai Penunjang Perikanan Berkelanjutan" :
(Studi Kasus Sungai Sembilang Musi Banyuasin Sumatera Selatan).
Atas tersusunnya disertasi ini penulis menyampaikan ucapan terima
kasih
pertama-tama kepada Prof. Dr. Ir. M. Sri Saeni, MS selaku
Komtsi
Pembimbing atas
bimbtngan dan
pengarahannya juga
Ketua
kepada
Dr. Ir. Sutrisno Sukimin, DEA, dan Dr. Ir. Asikin Djamali, APU masing-masing
sebagai Anggota Komisi Pembimbing. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada Prof. Dr. Ir. Daniel Monintja, MSc dari Pascasarjana lPB atas
bimbingan dalam penyempurnaan tulisan ini.
Ucapan terima kasih pula disampaikan kepada :
1. Bapak Direktur Jenderal Perikanan dan Bapak Gurbenur Sumatera
Selatan yang telah memberikan izin belajar kepada penulis.
2. Saudara Parino Teknisi Kelompok lkan Pusat Penelitian Oseanografi
LIP1 Jakarta atas bantuan teknis pengambilan sampel di lapangan.
3. Semua Staf laboratorium Pusat Penelitian Oseanografi
LlPl Jakarta
dan UNllAB Perdana, Jakarta yang turut menganalisis kualitas air dan
biota perairan di laboratorium
4. Sdr. Syamsu Darman S.Pi dan H. Saleh Cekmat Staf Dinas Kelautan
dan Perikanan Propinsi Sumatera Selatan sebagai pembantu teknisi
lapangan.
5. Semua Staf perpustakaan
PKPSL-IPB Bogor; Staf perpustakaan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Bogor; Staf perpustakaan
Pusat
Penelitian
Oseanografi
membantu menyediakan pustaka.
LIP1 Jakarta
yang
telah
banyak
6. ldota Ginting
(anak) dan
Ny. Tetira Yunus
(istri) atas bantuan
pengetikan dan persiapan keperluan lapangan.
7. Kin lsura Ginting (anak) dan Ersada Doni Ginting (anak) atas dorongan
moril dan do'a setiap saat untuk keberhasilan studi ini.
Bogor,
Februari 2002
Penulis
DAFTAR IS1
DAFTAR TABEL ..............................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................
vi
PENDAHULUAN ...........................................................................................
1
Latar Belakang ......................................................................................
1
Perumusan Masalah .........................................................................
6
Kerangka Pemikiran Dalam Pemecahan Masalah .................................
7
..
Tujuan Penel~t~an
...................................................................................
Hipotesis ...............................................................................................
..
Manfaat Penel~t~an
............................................................................
TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................
Kondisi Umum Estuaria Sungai Sembilang ...........................................
9
10
10
11
II
Pengelolaan Ekosistem Estuaria Secara Berkelanjutan ........................ 13
Parameter Lingkungan Perairan Estuaria .............................................. 21
BAHAN DAN METODE ...................................................................................
68
Tempat dan Waktu ...............................................................................
68
Bahan dan Alat ......................................................................................
68
Metode Pengumpulan Data ...................................................................
69
Metode Analis~sData .....................................................................
74
HASIL PENELlTIAN ........................................................................................
79
Kondisi Umum Estuaria Sungai Sembilang ...........................................
79
Parameter Fisika Kimia Perairan Estuaria ............................................
81
Logam Berat .........................................................................................
86
Fenol ....................................................................................................
89
Analisa Parameter Biologi ....................................................................
90
Analisis Komponen Utama Parameter Lingkungan .............................
102
Suksesi Ekologi Perairan Estuaria ......................................................
104
Komposisi Jenis-jenis lkan Tangkapan ................... .
.....................
119
Komposisi Hasil Tangkapan Udang ....................................................
120
Hubungan Panjang-Bobot Beberapa Jenis lkan yang Dominan
di Estuaria Sungai Sembilang .............................................................
122
Pola Pemanfaatan ..............................................................................
128
Pengelolaan dl Perairan Estuaria ......................................................
138
PEMBAHASAN ............................................................................................
149
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................
178
Kesimpuian .........................................................................................
178
Saran ..................................................................................................
179
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
381
DAFTAR TABEL
Teks
Halaman
Batas kandungan logam berat yang direkomendasikan
untuk konsumsi menurut ketentuan FAOlWHO ...................................
30
Standar kualitas lingkungan berdasarkan indeks
keanekaragaman plankton ...................................................................
38
Posisi stasiun penehtian di perairan estuaria
Sungai Sembilang, Sumatera Selatan .................................................
72
Kandungan logam berat Pb dan Hg di air pada saat
pasang dan surut di semua stasiun pengamatan
(tanggal 7 Nopember 2000) ..................................................................
86
Kandungan logam berat Hg, Pb dan Cd di air pada semua
stasiun pengamatan (tanggal 19 Desember 2000) ...............................
87
Kandungan logam berat Hg, Pb dan Cd di sedirnen pada semua
stasiun pengamatan (tanggal 19 Desernber 2000) ............................... 87
Kandungan logarn berat Hg, Pb dan Cd di air pada semua
stasiun pengamatan (tanggal 26 April 2001) ......................................... 88
Hasil pemeriksaan fenol pada saat pasang dan surut
di sernua stasiun pengarnatan (tanggal 26 April 2001) ......................... 89
Komposisi jenis alat tangkap di Kecamatan Banyuasin II ...................
130
Kepadatan rata-rata bulanan larva penaeid (ind.11000 rn3)
Bulan Nopember 2000 - April 2001 ....................................................
160
DAFTAR GAMBAR
Garnbar
Teks
Halarnan
1.
Kerangka pemikiran dan pemecahan masalah ...................................... 9
2.
Daur hidup udang windu. Penaeus monodon Fabricius
(Motoh 1981) ........................................................................................
42
Daur hidup udang jerbung. Penaeus merguiensis
(Munro 1968) ........................................................................................
42
3.
4.
Peta lokasi penelitian daerah estuaria Sungai Sembitang ..................... 70
5.
tokasi penelitian dan stasiun pengamatan .........................................
6.
Pola suksesi Atoplankton saat pasang pada bulan Nopember 2000 ... 105
7.
Pola suksesi fitoplankton saat pasang pada bulan Desernber 2000
8.
Pola suksesi fitoplankton saat pasang pada bulan Januari 2001 ........ 106
9.
Pola suksesi fitoplankton saat surut pada bulan Nopember 2000 ....... 107
10.
Pola suksesi fitoplankton saat surut pada bulan Desember 2000 ....... 107
I 1.
Pola suksesi frtoplankton saat surut pada bulan Januari 2001 ............ 108
12.
Pola suksesi fitoplankton saat pasang pada bulan Februari 2001
13.
Pola suksesi fitoplankton saat pasang pada bulan Maret 2001 ........... 109
14.
Pola suksesi fitoplankton saat pasang pada bulan April 2001 ............. 110
15.
Pola suksesi fitoplankton saat surut pada bulan Februari 2001 .......... 111
16.
Pola suksesi fitoplankton saat surut pada bulan Maret 2001 .............. 111
17.
Pola suksesi fitoplankton saat surut pada bulan April 2001 ................ 112
18.
Pola suksesi zooplankton saat pasang pada bulan Nopember 2000
19.
Pola suksesi zooplankton saat pasang pada bulan Desember 2000 .. 113
71
...
.......
..
105
109
113
Pola suksesi zooplankton saat pasang pada bulan Januari 2001
.......
114
Pola suksesi zooplankton saat surut pada bulan Nopember 2000 ...... 115
Pola suksesi zooplankton saat surut pada bulan Desernber 2000 ...... 115
Pola suksesi zooplankton saat surut pada bulan Januarj 2001 ........... 116
Pota suksesi zooplankton saat pasang pada bulan Februari 2001
......
116
PoIa suksesi zooplankton saat surut pada bulan Maret 2001 .............. 117
Pola suksesi zooplankton saat pasang pada bulan April 2001 ............ 117
Pola suksesi zooplankton saat surut pada bulan Maret 2001 .............. 118
Pola suksesi zooplankton saat surut pada bulan April 2001 ............... 119
Komposisi produksi udang dengan ukuran 30 .100 ekorlkg
perbulan ..............................................................................................
321
Komposisi produksi udang dengan ukuran > 100 ekorlkg
perbulan ..............................................................................................
?21
Komposisi produksi udang dengan ukuran < 30 ekorlkg
perbulan ..............................................................................................
122
Hubungan panjang-bobot ikan kuro ...............................................
123
Hubungan panjang-bobot ikan bawal putih .........................................
124
Hubungan panjang-bobot ikan bawal hitam ........................................
125
Hubungan panjang karapas -bobot udang api-api
(Metapenaeus affinis) ........................................................................
126
Hubungan panjang karapas-bobot kepiting bakau (Scylia serrata) ..... 127
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Teks
Halaman
Hasil pengamatan dan analisis parameter oseanografi
pengamatan I (Nopember 2000) .....................................................
202
Hasil pengamatan dan analisis parameter oseanografi
pengamatan I1 (Nopember 2000) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
203
Hasil pengamatan dan analisis parameter oseanografi
pengamatan 111 (Desember 2000) ........................................................
204
Hasil pengamatan dan analisis parameter oseanografi
pengamatan IV (Desember 2000).. ...................................................
205
Hasit pengamatan dan analisis parameter oseanografi
pengamatan V (Januari 2001) .............................................................
206
Hasil pengamatan dan analisis parameter oseanografi
pengamatan VI (Januari 2001) ............................................................
207
7.
Hasil pengarnatan dan analisis parameter oseanografi
pengamatan VI I (Februari 200 1) .................................
8.
Hasii pengarnatan dan analisis parameter oseanografi
pengamatan Vlll (Februari 2001) ...............................
9.
Hasil pengamatan dan analisis parameter oseanografi
pengamatan 1X (Maret 2003)..............................................................
210
10.
Hasil pengamatan dan analisis parameter oseanografi
pengamatan X (Maret 2001) .......................................
II.
Hasil pengamatan dan analisis parameter oseanografi
pengamatan XI (April 2001) ................................................................
212
Hasil pengamatan dan analisis parameter oseanografi
pengamatan XI1 (April 2001) ...................................... .
.
.....................
213
13.
Rata-rata parameter oseanografi seiuruh pengamatan .......................
214
14.
Hasil analisa komponen utama (PCA) antara stasiun
pengamatan dengan parameter Iingkungan pada
pengamatan waktu pasang..................................................................
215
12.
Hasil analisa komponen utama (PCA) antara stasiun
pengamatan dengan parameter lingkungan pada
pengamatan waktu surut ...........................................
Analisa hubungan panjang-bobot beberapa surnberdaya
ikan dominan di estuaria Sungai Sembilang .......................................
217
Ikan-ikan yang tertangkap dengan mini trawf di
perairan Sungai Sernbilang, Musi Banyuasin
Sumatera Selatan ...........................................................................
219
Ikan-ikan yang tertangkap dengan jaring klitik
(trammel net) di perairan Sungai Sembilang,
Musi Banyuasin Surnatera Selatan ......................................................
220
ikan-ikan yang tertangkap dengan kelong di
perairan Sungai Sembilang, Musi Banyuasin
Sumatera Selatan ................................................................................
223
Ekspor tangkapan udang (Headless) dari Sungai
Sembilang selama 12 bulan (Agustus 2000 sld Juli 2001) ..................
225
Produksi udang dari Sungai Sembilang selama
12 bulan (Agustus 2000 sld Juli 2001) .................................................
226
Presentase size udang dari Sungai Sembilang
12 bulan (Agustus 2000 sld Juli 2001) .................................................
227
Hasil identifikasi dan pencacahan fitoplankton Sungai
.
.
.228
Sernbilang pengamatan I (Nopember 2000) ..................................
Hasi\ identifikasi dan pencacahan fitoptankton Sungai
Sembilang pengarnatan II (Nopember 2000) ......................................
229
Hasil identifikasi dan pencacahan fitoplankton Sungai
Sembilang pengamatan IIi (Desember 2000) .....................................
230
Hasil identifikasi dan pencacahan fitoplankton Sungai
Sembilang pengamatan 1V (Desember 2000) ..................................... 231
Hasil identiftkasi dan pencacahan fitoplankton Sungai
Sernbilang pengarnatan V (Januari 2001) ..........................................
232
Hasil identifikas~dan pencacahan fitoplankton Sungai
Sernbilang pengarnatan VI (Januari 2001) ........................................
233
Hasil identifikasi dan pencacahan fitoplankton Sungai
Sembilang pengamatanVII (Februari 2001) .....................................
234
Hasil identifikasi dan pencacahan fitoplankton Sungai
Sembilang pengamatan Vlll (Februari 2001) ....................................
235
Hasil identifikasi dan pencacahan fitoplankton Sungai
Sernbilang pengamatan IX (Maret 2001) ..........................................
236
Hasil identifikasi dan pencacahan fitop\ankton Sungai
Sernbilang pengamatan X (Maret 2001) .............................. .............. 237
Hasil identifikasi dan pencacahan fitoplankton Sungai
Sembilang pengamatan XI (April 2001) ...........................................
238
Hasil identifikasi dan pencacahan fitoplankton Sungai
Sembilang pengamatan XI1 (April 2001) .......................................
239
Hasil identifikasi dan pencacahan zooplankton Sungai
Sembilang pengamatan I (Nopember 2000) .......................................
240
Hasil identifikasi dan pencacahan zooplankton Sungai
Sembilang pengamatan II (Nopember 2000) ......................................
241
Hasil identifikasi dan pencacahan zooplankton Sungai
Sembilang pengamatan lli (Desember 2000) ..................................... 242
Hasil identifikasi dan pencacahan zooplankton Sungai
Sembilang pengamatan IV (Desember 2000) ..................................... 243
Hasil identifikasi dan pencacahan zooplankton Sungai
Sembilang pengamatan V (Januari 2001) .........................................
244
Hasil identifikasi dan pencacahan zooplankton Sungai
Sembilang pengamatan V1 (Januari 2001) .........................................
245
Hasil identifikasi dan pencacahan zooplankton Sungai
Sembilang pengarnatan V11 (Pebruari 2001) ......................................
246
Hasil identifikasi dan pencacahan zooplankton Sungai
Sembilang pengarnatan Vtll (Pebruari 2001) .....................................
247
Hasil identifikasi dan pencacahan zooplankton Sungai
Sembilang pengamatan 1X (Maret 2001) .................... ..
248
viii
.................
Hasit identifikasi dan pencacahan zooplankton Sungai
Sembilang pengamatan X (Maret 2001) ............................................
249
Hasil identifikasi dan pencacahan zooplankton Sungai
Sembilang pengamatan Xi (April 2001) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
250
Hasil identifikasi dan pencacahan zooplankton Sungai
Sembilang pengamatan XI1 (April 2001) .............................................
251
Tambak Liar di dalam Calon Taman Nasional Sembilang
menurut Data Citra Satelit (10 Mei 2001) ............................................
252
Kegiatan berbahaya bagi lingkungan estuaria
Sungai Sembilang ..............................................................................
253
Jents surnberdaya ikan komersial di estuaria
Sungai Sernbilang ..........................................................................
254
Antenula (a), antena (b), dan telson (c) dari pasca
burayak Penaeus (Rornimohtarto dan Yuwana 1983).......................... 255
Pasca burayak (post-larva)dari Penaeus (Rornimohtarto
dan Yuwana 1983) ..............................................................................
255
Stadium protozoea I dari burayak Metapenaeus (Romirnohtarto
dan Yuwana 1983) ..............................................................................
256
Stadium protozoea 111 dari burayak Metapenaeus (Romirnohtarto
dan Yuwana 1983) ..............................................................................
256
Tingkat perkernbangan larva udang penaeid (Romimohtarto
dan Yuwana 1983) .......................................................................
257
Tingkat perkernbangan Trachypenaeus (Romimohtarto
dan Yuwana 1983) ..............................................................................
258
PENDAHULUAN
I1
Latar Belakang
Peningkatan kesadaran akan peran penting sumberdaya estuaria di
ekosistem perairan pantai telah mendorong upaya konservasi sumberdaya yang
bersangkutan. Sumberdaya daerah estuaria
Sungai
Sembilang,
Sumatera
Selatan termasuk di antara sumberdaya mangrove yang direncanakan sebagai
kawasan suaka margasatwa.
Berkaitan dengan itu sebagai aspek yang
berkaitan
alam
dengan
sumberdaya
ini
perlu dikaji
dan
ditelaah
untuk
meningkatkan efektivitas pemanfaatan serta upaya pengelolaannya.
Perhatian konservasi biologi dewasa ini terutama ditujukan kepada
keragaman hayati di ekosistem terestrial apabila dibandingkan dengan ekosistern
akuatik. Perhatian terhadap h~langnyakeragaman hayati di ekosistem akuatik
sangat rendah walaupun tingkat kerusakan lingkungan baik fisik, kirnia dan
biologi sudah diketahui sebagai masalah yang besar. Penyebab hilangnya
keanekaragaman
hayati
akuatik
antara
Lain
dapat
dtkategorikan
akibat
terdapatnya: (1) kompetisi penggunaan surnberdaya air, (2) perubahan habitat,
(3) pencemaran, (4) eksploitasi berlebih dari jenis-jenis yang bersifat komwsial,
dan (5) introduksi jenis-jertis ikan eksotik (Fiedler dan Jain, 1992).
Kawasan pesisir dan estuaria mernpunyai tantangan dan potensi yang
sangat beser.
Beberapa fungsi kawasan pesisir antara lain adalah sebagai
tempat berternunya pendatang dart bevbagiti daersth, kitwasan pestsir rnenjadi
rnoseik sosial dan budaya.
Secara urnum kawasan pesisir yang di daiamnya
tercakup kawasan mangrove dan estuaria sangat penting peranannya daiam
menjarnin pengadaan pangan. Setain itu, terdapat friksi dan ketidak-seirnbangan
daiam pemanfaatan surnberdaya di kawasan pantai, antara lain meningkatnya
persaingan untuk mendapatkan surnberdaya alam yang semakin langka dan
rnelebarnya jurang antara yang kaya dengan yang miskin rnenjadikan kawasan
pesisir berpotensi sebagai arena konflik.
Seperti didefinisikan oleh Cameron dan Pritchard (1963), estuaria adatah
perairan setengah tertutup dan perairan pantai yang rnempunyai hubungan
bebas dengan laut terbuka, pada daerah ini air laut banyak terencerkan oleh air
tawar yang berasai dari darat (Dyer 1979). Di sini kombinasi antara jumlah massa
air dari aliran sungai dan hujan melebihi jumlah rnassa air yang menguap.
Estuaria sangat penting meskipun hanya merupakan bagian perairan yang
sangat kecil dibandingkan dengan luas perairan dunia.
Karena umurnnya
perairan ini subur, terlindung dan mempunyai akses pelayaran bag1 daerah
pedalarnan, maka estuaria telah menjadi pusat kegiatan manusia. Akan tetapi
sering terjadi bahwa karena daya tariknya untuk pengembangan perdagangan
dan industri, telah rnembawa perubahan kesinarnbungan aiam yang besar
dengan berubahnya topografi estuaria untuk mernbuat alur pelayaran kapal-kapal
besar lebih mudah, sehingga terjadi pencemaran besar-besaran sebagai darnpak
industrialisasi dan pertambahan penduduk.
Perairan estuaria Sungai Sembilang belurn mengalami kondisi lingkungan
seperti kondisi urnum yang diterangkan sebeiurnnya.
Kegiatan manusia hanya
terlihat di sebuah dusun, yakni Dusun Sungai Sembitang yang terletak di tepi
tirnur agak ke dalam dari tanjung timur muara Sungai Sembilang, yang termasuk
Desa Sungsang 1V dengan jumlah penduduk 3674 jiwa (Mantri Statistik 1997).
Banyak perairan muara sungai di Indonesia merupakan daerah perikanan
yang penting. Sebagai contoh, rnuara Sungai Rokan Bagansiapi-api di Propinsi
Riau dan muara Sungai Asahan di Tanjung Balai, Propinsi Sumatera Utara yang
merupakan daerah yang
cukup
produktif di
lndonesia sef-ta tidak
kalah
pentingnya dengan muara Sungai Sembilang di Musi Banyuasin, Sumatera
Selatan.
Umurnnya daerah muara sungai tersebut ditumbuhi hutan mangrove
yang memegang peranan penting dalam kegiatan perikanan, terutama udang
(Macnae 1974).
Menurut Heald dan Odum (1972),daun-daun mangrove yang telah gugur,
jatuh ke dalam air akan menjadi substrat yang baik bagi bakteri dan jamur, yang
sekaligus berfungsi membantu proses pembusukan daun-daun menjadi detritus.
Detritus akan
digunakan oleh
pemakan detritus
seperti Amphipoda
dan
Mysidacea. Pemakan detritus akan dimakan oleh larva-larva ikan, kepiting, dan
udang. Rantai makanan ini cukup efisien sehingga komunitas biota yang ada di
perairan mangrove cukup beraneka ragam baik sebagai daerah asuhan maupun
sebagai daerah pemijahan.
Kebutuhan yang khusus akan pengelolaan kawasan pesisir dan pulaupulau kecil telah diutarakan dalam rekomendasi dan rancang tindak yang
dirumuskan pada berbagai konferensi internasional. Konferensi lnternasional
mengenai Lingkungan Hidup dan Pembangunan di Rio de Janeiro pada tahun
1992, Deklarasi Rio dan Agenda 21 merupakan cikal bakal dan pengembangan
pengeloiaan kawasan pesisir terpadu sebagai sebuah kerangka kerja. Konferensi
mengenai keanekaragaman hayati yang berlaku sejak tahun 1993. Tujuan dan
kesepakatan merupakan dasar perlindungan dan pendayagunaan berkelanjutan
dari keragarnan hayati, pernbagian rnanfaat dan akses terhadap inforrnasi dan
teknologt.
Konferensi
Tingkat
Tinggi
rnengenai
Pembangunan
Sosial
di
Kopenhagen pada tahun 1995, diakui secara resrni bahwa pembangunan sosial
ekonomi serta pelestarian lingkungan hidup sating mendukung satu sama lain.
Konferensi Global PBB mengenai Pernbangunan Berkelanjutan dari NegaraNegara Kepulauan Kecil yang Sedang Berkernbang di Barbados pada tahun
1994. Negara-negara ini secara khusus rnenghadapi bahaya dan tekanan dari
pernbangunan yang tidak berkelanjutan.
Plankton rnemainkan peranan penting dalam rantai rnakanan lingkungan
akuatik di samping sebagai rnakanan ikan dan udang serta krustasea lain (Chua
1980). Zooplankton, sebagai bagian dari plankton
merupakan kelompok biota
laut yang mendiarni lingkungan pelagik. Zooplankton ini rnendiami seluruh
lapisan perairan sarnpai yang terjeluk dimana alat pengarnbil sampel plankton
dapat digunakan (Raymont 1983). Zooplankton tersebar luas mulai dari sungai
sampai ke laut terbuka. Narnun pola sebaran dan kornposisi zooplankton
berbeda-beda menurut lingkungan perairan tempat hidupnya. Di perairan pantai
yang terdapat estuaria atau di perairan estuaria itu sendiri, yang ditandai dengan
salinitas air yang relatif rendah, beranekaragam rneroplankton atau plankton
larva dapat dijurnpai dalarn kepadatan tinggi. Pada saat-saat tertentu bahkan
dapat rnendorninasi populasi plankton (Rayrnont 1983). Jadi dalarn kornposisi
zooplankton di tingkungan perairan ini dapat diharapkan hadirnya plankton larva
dari berbagai jenis rnakro invertebrata dan ikan dalarn jumlah yang berarti. Hal
ini terkait dengan keberadaan induk-induknya yang tersebar di pantai dan
estuaria yang urnumnya dangkal dan subur.
Perairan Sungai Sembilang yang digolongkan ke dalam perairan estuaria,
meskipun
ttdak
seperti
yang
dijelaskan,
tetapi
menunjukkan
kepadatan
zooplankton yang berarti. Meroplankton yang ditemukan di perairan terdapat
dalam jumlah relatif besar, yaitu mencapai lebih dari 50 % dari seluruh kepadatan
zooplankton di perairan ini.
Hutan mangrove Sungai Sembilang, Sumatera Selatan adalah salah satu
hutan mangrove yang dilindungi dan dilestarikan di Indonesia karena merupakan
kawasan konservasi yang masih balk kondisinya. Abdullah (19821, menyatakan
bahwa hutan mangrove merupakan ekosistem peralihan antara darat dan laut
serta
mata
rantai yang
ekosistem perairan.
sangat
penting dalam
menunjang keseimbangan
Salah satu fungsi hutan mangrove adalah mempersubur
perairan sekitarnya yang sebahagian besar diperoleh dari serasah hutan
mangrove dan merupakan sumbangan zat organik yang sangat penting sebagai
rantai makanan untuk berbagai organisme, sehingga menjadi habitat yang baik
untuk berbagai jenis biota (Krishnamurthy 1975).
Beberapa parameter fisika-kimia oseanografi yang diamati di perairan
hutan mangrove ini yaitu fosfat, nitrat, nitrit, silika, ammonia, oksigen terlarut
(DO), derajat keasaman (pH), suhu dan salinitas sangat penting peranannya
dalam menunjang kehidupan organisme yang baik.
Fenomena yang menarik adalah evolusi zonasi komunitas terlihat sangat
berkaitan dengan proses fisika dan biologi. Proses fisika terdiri atas rangkaian
proses geologi (tinggi-rendah dan kemiringan) pantai kondisi oseanografi meliputi
arus, gelombang, sedimentasi dan karakteristik pasang-surut sedangkan proses
biologi meliputi penumpukan gugur serasah dan peninggian tanah oleh galian
kepiting yang berperan didalamnya (Suyarso 1999).
Dalarn kesempatan ini penulis rnencoba rnernpelajari ekologi yang lebih
lengkap rnengenai peranan parameter fisika-kimia oseanografi dan biologi serta
kebijakan pernanfaatan dalarn ekosistem perairan estuaria Sungai Sembilang,
Sumatera
Selatan
yang
diharapkan
dapat
dimanfaatkan
dalarn
upaya
peningkatan pengeiolaan perairan.
1.2.
Perurnusan Masalah
Ekosistern Sungai Sembilang walaupun sampai saat ini masih dalam
batas-batas pengelotaan yang baik, bila tidak dilakukan kehati-hatian di dalam
pernanfaatan sumberdaya yang ada seperti pemanfaatan sumberdaya ikan,
rnaka dikhawatirkan dalam jangka panjang akan terjadi penurunan kualitas
sumberdayanya. Perkembangan jumlah unit penangkapan ikan cenderung tidak
terkendali,
dernikian
juga
tingkat
produksi
ikan
yang
didapatkan
juga
pencatatannya belurn dilaksanakan dengan baik. Lernahnya sistern pengeloiaan
pemanfaatan
sumberdaya ikan
terlihat
dari
berkembangnya jumlah
unit
penangkapan ikan yang tidak jelas perizinannya dan penggunaan alat tangkap
ikan yang terlarang seperti frawl mini dan atat tangkap yang rnenyerupai frawl
mini yang sebenarnya masih terlarang rnenurut peraturan Keppres No. 39 Tahun
1980.
Masalah lain yang timbul adalah berkembangnya areal tambak liar dengan
cara mernbabat areal hutan mangrove di sebelah selatan dari kawasan estuaria
Sungai Sembilang.
Sampai saat ini telah dibuka tambak udang lebih dari
3000 ha oleh lebih dari 1500 kepala keluarga petambak, yang dilakukan dengan
membabat hutan mangrove tersebut.
kawasan Calon Tarnan
Kawasan tambak ini berada di daiam
Nasional Sembilang yang
sedang dalam proses
penetapan menjadi Tarnan Nasional Sembilang. Petambak liar ini datang secara
spontan dari Propinsi Larnpung atau dari propinsi-propinsi dj Pulau Jawa.
Apakah akibat pembukaan areal hutan mangrove tersebut berpengaruh terhadap
kondisi lingkungan dan sumberdaya ikan di estuaria Sungai Sernbilang, perlu
dilakukan pengkajian lebih rnendalam.
Di sarnping
itu dari
kenyataan di
lapangan ditemui bahwa kapal
penangkap ikan dari propinsi tain seperti propinsi di Jawa dan propinsi tetangga
ikut beroperasi di kawasan perairan Sungai Sernbilang untuk menangkap ikan
(tidak terdata jumlah kapal dan kapasitas produksinya).
Bahkan kapal-kapal
penangkap ikan dari negara tetangga seperti Thailand. Vietnam dan lain-lain
secara ilegal ikut pula memanfaatkan sumberdaya ikan di sekitar perairan Sungai
Sembilang.
1 3
Kerangka Pemikiran Daiam Pemecahan Masalah
Optirnalisasi
pemanfaatan
sumberdaya
ikan
di
estuaria
perlu
dipertahankan dan perlu dilakukan agar kelestarian sumberdaya ikan estuaria
dapat berlangsung secara berkelanjutan. Perlu pendekatan secara menyeluruh
dan terkoordinasi antara semua stakeholder dalarn suatu sistem atau model
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di estuaria, untuk menjaga
kondisi lingkungan dan sumberdaya ikan agar selatu berada dalarn keadaan
yang baik.
Langkah-langkah yang diarnbil dalarn pengelolaan dan pernanfaatan
lingkungan dan surnberdaya ikan yang dikenal dengan istilah pernbangunan
perikanan yang berkelanjutan dengan rnenerapkan prinsip responsible fisheries
(perikanan
yang
bertanggung
jawab),
sering
dipertentangkan
dengan
pernbangunan ekonomi dalarn artian sering dituding mengorbankan perturnbuhan
ekonorni serta dianggap mernbatasi kepentingan masyarakat pesisir pantai.
Persepsi ini tirnbul terutarna karena kegagalan rnemahami prinsip ekosistern
serta kegagalan dalarn menyadari biaya ekonomi akibat kerusakan kawasan
estuaria.
Memang upaya-upaya pembatasan pemanfaatan surnberdaya ikan dan
pencegahan kerusakan lingkungan estuaria, tidak akan dapat dilakukan apabila
pernaharnan tentang ekosistem estuaria hanya terbatas pada tataran wacana.
Oleh karena itu dibutuhkan penelitian yang intensif dan spesifik dengan
penerapan model pengelolaan suatu ekosistern estuaria.
dalarn pernecahan rnasalah disajikan pada Garnbar I.
Kerangka pernikiran
&a Biologi. Lingkungan
Fisika dan Kirnia
i-/
Pelestarian
Perlindungan
Pengawetan
Rehabilitasi
Pengawasan
-.-
+
--...--
Peraturan dan
Perundangan
Garnbar 1. Kerangka Pemikiran dan Pernecahan Masalah
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1.
Menentukan kondisi lingkungan estuaria untuk kepentingan
pengeloiaan
perikanan yang berkelanjutan.
2.
Mengkaji fungsi ekosistern estuaria.
3
f~lrrurnuskan pola
pemanfaatan dan
estuaria secara berkesinambungan
perlindungan
pada
lingkungan
1.5. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1.
Kondisi lingkungan estuaria Sungai Sembilang masih baik.
2.
Pemanfaatan
sumberdaya
ikan
di
sekitar
perairan
estuaria
Sungai
Sembilang sudah optimum.
Pola pemanfaatan sumberdaya di
3.
perairan Sungai Sembilang betum
dilakukan secara baik.
1.6.
Manfaat Penelitian
1. Memberikan surnbang pikiran
khususnya bagi pemerintah daerah dalam
pengelolaan sumberdaya ikan yang berkelanjutan di perairan estuaria.
2. Memberikan
kontribusi ilmiah dalam pengembangan penelitian wilayah
estuaria selanjutnya.
3. Menyampaikan informasi
khususnya bagi dunia usaha atas peluang bisnis
dan prinsip-prinsip responsible fisheries yakni perikanan yang bertanggung
jawab
dalam investasi dan pemanfaatan perikanan di perairan sekitar
estuaria.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Kondisi Umum Estuaria Sungai Sembilang
Sungai Sernbilang yang merupakan sebagian dari daerah perairan
mulai dari daerah hulu sampai muara sungai yang diteliti merupakan
lingkungan perairan yang kornpleks dan unik. Dari hulu sampai rnuara sungai
terdapat
11 percabangan sungai.
Hasil penelitian SEAMEO-BIOTROP
(1990) menunjukan bahwa Sungai Sembilang sebagai sungai yang dalam
dan sempit. Cebar sungai rnempunyai keragarnan antara 40 rn sampai 80 rn
di muara sungai dengan kedalarnan berkisar antara 22 m sampai 25 m.
Hasil
penelitian
SEAMEO-BIOTROP
(1990),
daerah
daratan
sepanjang kiri kanan Sungai Sernbilang terdiri dari enam formasi vegetasi
hutan yakni :
I.Forrnasi peralihan antara hutan garnbut dan hutan rawa atau hutan
campuran rawa-garnbut. Daerah ini terletak di bagian hulu sungai, yang
ditandai oleh lapisan garnbut yang tidak tebal dan susunan flora yang
hampir serupa dengan formasi hutan rawa (hulu Sungai Sirnpang Kodir).
2. Forrnasi hutan rawa air tawar yang biasanya terdapat di belakang forrnasi
hutan mangrove atau sepanjang pinggir sungai yang rnernpunyai tanggul
alami sebagai hasil sedimentasi butiran tanah akibat banjir sungai.
Tumbuh-turnbuhan yang terdapat di sini didominasi oleh Campnosperma,
Alstonia, dan Gluta rengas (Sungai Sirnpang Tengkorak).
3. Hutan mangrove terbentuk di tanah aluvial sebagai hasil sedimentasi
lurnpur yang dibawa dari sungai dan tertirnbun di daerah rnulut sungai
yang mendapat pengaruh gelombang laut yang lemah.
Jenis-jenis dari
marga tumbuh-tumbuhan pionir adalah Avicennia dan Sonneratia datam
kondisi tanah yang stabil, Rhizophora spp, Bruguiera sp. dan Xylocarpus
sp. akan menyerbu formasi mangrove ini (Sungai Simpang Satu).
4. Formasi Acrostichum, sisa dari formasi mangrove yang terbentuk secara
alarni oleh sedimentasi sungai sekitar dataran rata yang tidak lagi
dipengaruhi pasang-surut.
Formasi ini lambat laun akan mengganti
formasi mangrove dengan Acrostichum sebagai tutupan hutan yang dapat
mencapai 3 - 4 m tingginya (Sungai Simpang Bugis).
5. Formasi Nypa, memerlukan air untuk tumbuh, terdapat di sepanjang tepi
sungai yang memiliki aliran air yang tenang, Acrostichum ini dapat tumbuh
sebagai pionir pada sedimen lumpur.
6. Formasi nibung sangat penting sebagai batas antara hutan mangrove dan
hutan gambut, lebarnya berkisar antara $00 - 500 m (Sungai Simpang
Kayu Turun).
Ekosistem perairan sering digambarkan berdasarkan sifat produktivitas
primernya, baik oleh fitoplankton, rumput laut, mangrove, maupun lamun.
Produktivitas primer fitoplankton sangat bervariasi dari satu perairan ke
perairan lainnya dan dari satu lokasi ke lokasi lainnya dalam satu perairan.
Karena
produktivitas primer merupakan fungsi dari fotosintesis, maka
besarnya produktivitas primer fitoplankton sangat dipengaruhi oleh faktorfaktor yang mempengaruhi besarnya
suhu,
salinitas,
dan
nutrien.
laju fotosintesis, terutama
Faktor
yang
mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton.
disebutkan
di
cahaya,
atas
juga
Penelitian di laboratorium oleh
Jitts et a/.(1964) serta Kain dan Fogg (1958), menunjukan bahwa fitoplankton
laut mampu membelah diri dua sarnpai lima kali sehari pada kondisi cahaya,
suhu, salinitas, dan nutrien yang optimum.
Penelitian
produktivitas
primer
dapat
menunjukkan
kernampuan
potensial suatu perairan untuk menghasilkan sumberdaya alam hayati yang
ditentukan oleh produktivitas primernya (Ryther dan Yentsch 1957; Saijo dan
lchirnura 1960),yakni banyaknya zat-zat organik yang dapat dihasilkan dari
zat-zat anorganik melalui proses fotosintesis dalam satuan waktu dan volume
air tertentu. Di alam, proses fotosintesis hanya dapat terjadi pada tumbuhan
yang mengandung klorofil.
2.2.
Pengelolaan Ekosistem Estuaria Secara Berkelanjutan
2.2.1. Ekosistem Estuaria
Estuaria (Aestus, air pasang) adalah suatu badan air pantai setengah
tertutup yang berhubungan langsung dengan laut terbuka, jadi sangat
terpengaruh oleh gerakan pasang-surut, dimana air laut bercampur dan
biasanya diukur lebih cair dengan air tawar dari buangan air daratan (Odum
1998). Contohnya rnuara sungai, teluk pantai, rawa pasang surut. Estuaria
dapat dianggap sebagai zona ekoton atau peralihan antara dua atau lebih
habitat. Lebih jauh lagi pernanfaatan dan penyalahgunaan zona ini oleh
manusia semakin rnengkhawatirkan sehingga perlu sekali ciri-ciri estuaria
yang unik ini dikenal secara luas. Meskipun kondisi fisik di estuaria seringkali
penuh tekanan, dan keragaman jenis yang sesuai sedikit, tetapi keadaan
estuaria yang rnerupakan surnber potensi pangan maka akibatnya wilayah ini
dijejali berbagai kehidupan.
Estuaria yang berpotensi produktivitasnya tinggi kadang-kadang tidak
dihargai oleh rnanusia dan seringkali menggolongkan sebagai wilayah "tak
berharga" hanya c o w k untuk menurnpuk bahan limbah atau dianggap hanya
berguna kalau dikeringkan, ditirnbun atau diubah menjadi daratan.
Suatu
perubahan yang sangat menyedihkan karena berarti menghancurkan zona
yang paling produktif dan menciptakan wilayah pemukiman yang mudah
diserang badai. Potensi produksi protein makanan laut telah diubah menjadi
potensi masalah akibat timbulnya biaya ganda atas bencana atau biaya
perawatan yang tinggi atas frsik.
Estuaria juga rnerupakan ekosistem yang sangat sensitif menerima
segala macam limbah industri, limbah pertanian, lirnbah rumah tangga dan
limbah transportasi air yang terakumulasi dari tahun ke tahun.
Selanjutnya
dijelaskan bahwa semua limbah tersebut secara bersama atau sendiri-sendiri
berkontribusi bagi
pencemaran
degradasi
tersebut
bisa
habitat
di
estuaria.
mempengaruhi
Efek
terhadap
biologi
pola
dari
rnakan.
pertumbuhan, ketahanan dan recruitment biota perairan (Kennish, 1990).
Sesekumar et a1.(1992) menyimpulkan bahwa panen ikan di estuaria
dan laguna adalah proporsional atau seimbang dengan produktivitas primer
di daerah ini. Lenanton dan Potter (1987) mencatat ha1 kontroversial bahwa
antara tahun 1976 dan 1984 perikanan estuaria hanya memberikan kontribusi
20,3 % dari biomassa dan 2,4 % dari nilai total perikanan di Australia.
Kesimpulan yang lain mengatakan bahwa banyak spesies adalah bersifat
oportunis dan tidak bergantung pada ekosistem estuaria.
Perairan estuaria sekitar
Sungai Sembilang, rnerupakan daerah
mangrove yang sangat lebat sepanjang pantai dan sungai. Gambaran
morfologis ekologis mangrove Sungai Sembilang adalah dataran rendah yang
terpecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil oleh kanal-kanal pasang
surut. Secara fisik kanal-kanal ini cukup lebar dan dalam, akan tetapi
panjangnya relatif pendek, bentuknya berkelok-kelok merupakan bentuk khas
kanal pasang surut di hutan mangrove. Satu-satunya yang relatif panjang
adalah kanal Sembilang atau sering disebut sebagai Sungai Sembilang. Air
pada kana\-kanal ini umumnya berwarna kecoklatan karena mengandung
larutan gambut. Umumnya suhu air permukaan berkisar antara 26 - 32 "C,
sedangkan suhu udara berkisar antara 23 - 32
besar
yaitu
berkisar antara 0 "I,,
OC. Kisaran salinitas cukup
(tawar) sampai 29 ".,/
Terlihat di sini.
pengaruh air tawar cukup besar, terutama dijumpai pada ujung terjauh
Sungai Sembitang dan ini dapat dimengerti karena pada saat
air surut
pengaruh air tawar sangat dorninan. Dari segi keasaman air (pH) tampak
kisarannya tidak terlampau besar yaitu antara 6,l sampai 7.8. Berdasarkan
citra spot, kawasan mangrove di Sernbilang terdiri atas hutan mangrove
primer di Sungai Sembilang dengan luasan mencapai sekitar 15.400 ha;
hutan mangrove sekunder mempunyai luas sekitar 1.650 ha dan hutan nipah
dan
nibung
(Oncosperma
tigillarium)
masing-masing mempunyai
luas
sebesar 949 ha dan 7.700 ha (Pusat Penelitian dan Pengembangan
Oseanologi LIP1 1999).
Menurut French (1997) mernbagi tipe-tipe estuaria berdasarkan tipe
tekanan yang ada seperti konstruksi pantai, pencemaran, pemukirnan,
turisme, dan
industri.
Perubahan di hulu sungai seperti pembuatan
bendungan, perubahan sistem beberapa daerah aliran sungai (DAS) dapat
rnengakibatkan terjadi perubahan pola arus sungai, dan akibatnya akan
sampai di estuaria (Dahuri et al. 1996). Dapat disirnpulkan bahwa ekosistern
estuaria adalah suatu ekosistem sangat kornpleks dan penting serta sangat
rnenarik untuk dipelajari.
2.2.2. Ekosistem Mangrove
Mangrove rnerupakan tumbuhan pantai yang tumbuh di daerah tropis
dan sub tropis. Daerah pertumbuhan mangrove merupakan suatu
SEBAGAI PENUNJANG PERIKANAN PERKELANJUTAN
(Studi Kasus Stwgai Sembilang Musi Banyuasin Sumatera Selatan)
OLEH
:
MOH. INDAH GlNTlNG
PSL. 985068
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002
ABSTRAK
MOHAMAD INDAH GINTING. Analisis
Fungsi Ekosistem dan
Sumberdaya Estuaria Sebagai Penunjang Perikanan Berkelanjutan. (Studi
Kasus Sungai Sembilang Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan).
Dibimbing oleh M. SRI SAENI, SUTRISNO SUKIMIN, dan ASlKlN
DJAMALI.
Tingkat stabilitas ekosistern perairan Sungai Sembilang masih baik
dengan ditunjukan pola suksesi ekologi yang ditemukan mencirikan
ekosistem perairan estuaria yaitu, ditunjukan oleh stadia juvenile sarnpai
stadia maksimum diversitas. Lingkungan perairan estuaria Sungai
Sembilang rnasih sangat mendukung kehidupan organisme perairan
dengan ditunjukan kandungan logam berat Pb, Hg, dan Cd masih berada
di bawah ambang batas baku mutu golongan C dan mernpunyai tingkat
kesuburan tinggi.
Potensi sumberdaya di perairan estuaria Sungai Sembilang sangat
ditentukan oleh fungsi ekosistemnya dalam proses peremajaan
(recruitment) udang penaeid yang digunakan sebagai daerah nursery
ground dan feeding ground dan ditunjukan dengan tingginya tingkat
kepadatan larva penaeid.
Tingkat pemanfaatan udang sudah mendekati gejala over fishing
ditunjukan dengan 68% dari udang yang diekspor adatah ukuran di atas
30 ekorlkg. Oleh karena itu, diperlukan pengendalian penangkapan udang
disesuaikan dengan biologi reproduksi agar proses peremajaan dapat
berjalan dengan baik.
Kawasan estuaria Sungai Sernbilang merupakan kawasan
konservasi, namun perairannya merupakan daerah eksploitasi perikanan
dikarenakan potensi sumberdaya ikan khususnya udang yang sangat
besar. Pola pemanfaatan sumberdaya ikan perlu diperhatikan dengan
menjaga ekosistemnya agar stock udang tetap lestari.
Beberapa kebijakan pengelolaan lingkungan dan sumberdaya ikan
yang sudah ada belum menyentuh akar permasalahan di estuaria,
sehingga sering menimbulkan konflik antar stakeholders.
ABSTRACT
MOHAMAD INDAH GINTING. The Analysis of Estuary Ecosystems and
Resources Function as Supporting Sustainable Fisheries. (A Case Study
at Sungai Sembilang, Musi Banyuasin, South Sumatera). Under the
guidance of M. SRI SAENI, SUTRISNO SUKlMlN and ASlKlN DJAMALI.
The level of ecosystem stability in Sungai Sembilang water is still
good. Here, we can see an ecology succession models which is found in
the ecosystem of estuary water, that was showed by juvenile stage until
maximum diversity stage.
Estuary water of Sungai Sembilang
environment is in need for the living water organism. It is shown by
content of heavy metal Pb, Hg and Cd which are still below the standard
mutual hireshold group C and having the high level of fertility.
Potential resources in Sungai Sembilang estuary is determined by
the function of ecosystem in recruitment process of penaeid shrimp for
nursery ground and feeding ground and also shown by the high level of
penaeid larva's density.
The level of shrimp exploitation has approached nearly over fishing
which is shown by the size of the exported shrimp which 68% is over than
30 shrimps per kg. Because of it, it is needed to control the shrimp
catching which must be adapted with reproduction biology, to make the
recruitment process goes well.
Sungai Sembilang estuary area is in a conservation area but the
other hand, Sungai Sembilang region is a fishing exploitation area
because of its potential fish resources particularly the shrimps. Exploitation
models of fisheries resources in supposed to be considered by taking care
of sustainable shrimps stock.
The regulatory measures related to fish resources and environment
management is still not determining the problems in estuary so that it
takes sfakeholders in conflict.
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini Saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul :
ANALISIS FUNGSI EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA ESTUARIA
SEBAGAI PENUNJANG PERIKANAN BERKELANJUTAN
(Studi Kasus Sungai Sembilang Musi Banyuasin Sumatera Selatan)
Adalah
benar
merupakan hasil
karya
Saya
sendiri dan
belum
pernah
dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah
dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
ANALISIS FUNGSI EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA ESTUARIA
SEBAGAI PENUNJANG PERIKANAN BERKELANJUTAN
(Studi Kasus Sungai Sembilang Musi Banyuasin Sumatera Selatan)
OLEH :
MOH. INDAH GINTING
PSL. 985068
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Doktor pada Program Studi
llmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002
Judul Disertasi
: Analisis Fungsi Ekosistem dan Surnberdaya Estuaria
Sebagai Penunjang Perikanan Berkelanjutan
(Studi Kasus Sungai Sembilang Musi Banyuasin
Surnatera Selatan)
Nama Mahasiswa
: Moh. lndah Ginting
Nomor Pokok
: 985068
Program Studi
: llmu Pengelolaan Surnberdaya Alam dan Lingkungan
(PSL)
Mengetahui,
1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. M. Sri Saeni. MS
Ketua
4
4'
-
Dr. Ir. Sutrisno Sukimin. DEA
Anggota
2. Program Studi PSL
Dr. Ir. Asikin Diarnal~,
APU
Anggota
4
Pcaararn Pascasariana
Prof. Dr. Ir. M. Sri Saeni, MS
Ketua
7
Tanggal Lulus : 21 Februari 2002
1 2 MAR 2'P
Penulis dilahirkan tanggal
15 Maret
1947 di
kota
pegunungan
Kabanjahe Sumatera Utara dari ayah Alrn. Mburak Ginting dan Ibu Alrn.
Ny. Urnur Br Purba. Pendidikan diawali di SDN Laubaleng dan SDN 6 Pancur
Batu, SMP N Pancur Batu, SMAN 3 Medan dan S l Fakultas Perikanan IPB
Bogor. Setelah selesai dari Fakuktas Perikanan IPB Bogor langsung bekerja
tahun 1976 sebagai pernbantu peneliti pada Lernbaga Penelitian Perikanan
Laut (LPPL) Jakarta. Dari tahun 1978 sarnpai 1984 bekerja di Dinas
Perikanan Propinsi Maluku rnerangkap sebagai dosen luar biasa Fakultas
Perikanan UNPATI Arnbon ; tahun 1984 -1999 bekerja di Direktorat Jenderal
Perikanan di Jakarta. Kernudian 6 Agustus 7999 diangkat menjadi Kepala
Dinas Perikanan Propinsi Surnatera Selatan yang sekarang berubah narna
rnenjadi Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Surnatera Setatan. Semasa
bekerja di Jakarta mendapat izin belajar dari Direktorat Jenderal Perikanan
untuk rnelanjutkan Program 5 2 di STlE lPWl In-House LIP1 Jakarta (19951997) dan kernudian diberikan lagi izin belajar oleh Direktorat Jenderai
Perikanan untuk menernpuh Program 53 (Doktor) di PSL-IPB Bogor pada
tahun q998.
Sernasa rnenjadi mahasiswa S1 di IPB Bogor, aktif dalam organisasi
antara lain rnenjadi saiah satu dari 12 Anggota Majelis Perrnusyawaratan
Mahasiswa (MPM IPB Bogor), Ketua Asrarna Mahasiswa IPB Ekalokasari,
Sekretaris HMI Kornisariat Fakultas Perikanan IPB Bogor, Anggota Putra
Sunda Bogor, dan lain-lain. Sernasa bekerja di Ambon menjadi Sekretaris
Pardomuan yaitu perkumpulan masyarakat asal Surnatera Utara di Maluku.
Selarna bekerja di Jakarta menjadi Ketua Klub Renang Tunas Harapan
Jakarta
dan
Pengurus
Himpunan
Pengusaha
Pertarnbakan
Udang
(HIPPERINDO) Kabupaten Karawang Jawa Barat.
lstri
Ny. Tetira Yunus
asal
Bone
Bugis dinikahi pada tanggal
22 Oktober 1981 dan di karuniai 3 orang anak yaitu : Kin lsura Ginting lahir
27 Agustus 1984, ldota Ginting lahir 17 April 1990 dan Ersada Doni Ginting
lahir 25 April 1997, semuanya lahir di Jakarta.
Berbagai seminar tingkat daerah dan tingkat nasional telah diikuti,
antara lain : Oktober 1998 ketua DELRl ke Konferensi Fishing Capasity di
FA0 Roma Italia; tanggal 2
-
11 Desernber 2000 ketua panitia pameran
Indonesia di pameran lnternasional Salon Nautique International de Paris di
Perancis serta pernah mengikuti berbagai training dan studi banding datam
negeri dan luar negeri antara lain Thailand. Malaysia, Singapura dan
Australia.
KATA PENGANTAR
Kawasan estuaria Sungai Sembilang Kabupaten Musi Banyuasin
Propinsi Surnatera Seiatan merupakan kawasan perikanan yang sangat
potensial. Kawasan ini selain menjadi penghasil utama jenis-jenis ikan
komersial untuk konsumsi dalam negeri juga bertahun-tahun telah menjadi
ladang
komoditi ekspor
perikanan Sumatera
Selatan.
Beberapa jenis
crusfacea, fishes, rnollusca, menjadi andalan mata pencaharian penduduk
setempat. Kawasan ini menarik pula, karena kawasan hutan mangrove di
daratan yang mengelilingi estuaria ini adalah habitat bagi mamalia besar yang
langka seperti siamang, gajah, harimau, tapir dan sebagainya. Selain itu
kawasan ini menjadi tempat persinggahan (transit) burung-burung air yang
langka dari Australia dan Selandia Baru di selatan menuju Asia Tengah
(Siberia), sehingga kawasan mangrove di sini telah menjadi perhatian dunia
internasional.
Berkaitan
dengan
ha\
tersebut,
penulis
tertarik
untuk
mempelajari pengelolaan lingkungan dan surnberdaya ikan melalui prinsip
responsible fisheries (pemanfaatan sumberdaya perikanan yang bertanggung
jawab),
dalam
berkelanjutan).
sustainable
development
(sistem
pembangunan
yang
Penelitian dilakukan selama 6 bulan dari bulan Nopember
2000 sampai April 2001 yaitu dari musim barat ke rnusim peralihan barat ke
musim timur (dua musirn). Dengan judul penelitian "Analisis Fungsi Ekosistem
dan Sumberdaya Estuaria sebagai Penunjang Perikanan Berkelanjutan" :
(Studi Kasus Sungai Sembilang Musi Banyuasin Sumatera Selatan).
Atas tersusunnya disertasi ini penulis menyampaikan ucapan terima
kasih
pertama-tama kepada Prof. Dr. Ir. M. Sri Saeni, MS selaku
Komtsi
Pembimbing atas
bimbtngan dan
pengarahannya juga
Ketua
kepada
Dr. Ir. Sutrisno Sukimin, DEA, dan Dr. Ir. Asikin Djamali, APU masing-masing
sebagai Anggota Komisi Pembimbing. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada Prof. Dr. Ir. Daniel Monintja, MSc dari Pascasarjana lPB atas
bimbingan dalam penyempurnaan tulisan ini.
Ucapan terima kasih pula disampaikan kepada :
1. Bapak Direktur Jenderal Perikanan dan Bapak Gurbenur Sumatera
Selatan yang telah memberikan izin belajar kepada penulis.
2. Saudara Parino Teknisi Kelompok lkan Pusat Penelitian Oseanografi
LIP1 Jakarta atas bantuan teknis pengambilan sampel di lapangan.
3. Semua Staf laboratorium Pusat Penelitian Oseanografi
LlPl Jakarta
dan UNllAB Perdana, Jakarta yang turut menganalisis kualitas air dan
biota perairan di laboratorium
4. Sdr. Syamsu Darman S.Pi dan H. Saleh Cekmat Staf Dinas Kelautan
dan Perikanan Propinsi Sumatera Selatan sebagai pembantu teknisi
lapangan.
5. Semua Staf perpustakaan
PKPSL-IPB Bogor; Staf perpustakaan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Bogor; Staf perpustakaan
Pusat
Penelitian
Oseanografi
membantu menyediakan pustaka.
LIP1 Jakarta
yang
telah
banyak
6. ldota Ginting
(anak) dan
Ny. Tetira Yunus
(istri) atas bantuan
pengetikan dan persiapan keperluan lapangan.
7. Kin lsura Ginting (anak) dan Ersada Doni Ginting (anak) atas dorongan
moril dan do'a setiap saat untuk keberhasilan studi ini.
Bogor,
Februari 2002
Penulis
DAFTAR IS1
DAFTAR TABEL ..............................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................
vi
PENDAHULUAN ...........................................................................................
1
Latar Belakang ......................................................................................
1
Perumusan Masalah .........................................................................
6
Kerangka Pemikiran Dalam Pemecahan Masalah .................................
7
..
Tujuan Penel~t~an
...................................................................................
Hipotesis ...............................................................................................
..
Manfaat Penel~t~an
............................................................................
TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................
Kondisi Umum Estuaria Sungai Sembilang ...........................................
9
10
10
11
II
Pengelolaan Ekosistem Estuaria Secara Berkelanjutan ........................ 13
Parameter Lingkungan Perairan Estuaria .............................................. 21
BAHAN DAN METODE ...................................................................................
68
Tempat dan Waktu ...............................................................................
68
Bahan dan Alat ......................................................................................
68
Metode Pengumpulan Data ...................................................................
69
Metode Analis~sData .....................................................................
74
HASIL PENELlTIAN ........................................................................................
79
Kondisi Umum Estuaria Sungai Sembilang ...........................................
79
Parameter Fisika Kimia Perairan Estuaria ............................................
81
Logam Berat .........................................................................................
86
Fenol ....................................................................................................
89
Analisa Parameter Biologi ....................................................................
90
Analisis Komponen Utama Parameter Lingkungan .............................
102
Suksesi Ekologi Perairan Estuaria ......................................................
104
Komposisi Jenis-jenis lkan Tangkapan ................... .
.....................
119
Komposisi Hasil Tangkapan Udang ....................................................
120
Hubungan Panjang-Bobot Beberapa Jenis lkan yang Dominan
di Estuaria Sungai Sembilang .............................................................
122
Pola Pemanfaatan ..............................................................................
128
Pengelolaan dl Perairan Estuaria ......................................................
138
PEMBAHASAN ............................................................................................
149
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................
178
Kesimpuian .........................................................................................
178
Saran ..................................................................................................
179
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
381
DAFTAR TABEL
Teks
Halaman
Batas kandungan logam berat yang direkomendasikan
untuk konsumsi menurut ketentuan FAOlWHO ...................................
30
Standar kualitas lingkungan berdasarkan indeks
keanekaragaman plankton ...................................................................
38
Posisi stasiun penehtian di perairan estuaria
Sungai Sembilang, Sumatera Selatan .................................................
72
Kandungan logam berat Pb dan Hg di air pada saat
pasang dan surut di semua stasiun pengamatan
(tanggal 7 Nopember 2000) ..................................................................
86
Kandungan logam berat Hg, Pb dan Cd di air pada semua
stasiun pengamatan (tanggal 19 Desember 2000) ...............................
87
Kandungan logam berat Hg, Pb dan Cd di sedirnen pada semua
stasiun pengamatan (tanggal 19 Desernber 2000) ............................... 87
Kandungan logarn berat Hg, Pb dan Cd di air pada semua
stasiun pengamatan (tanggal 26 April 2001) ......................................... 88
Hasil pemeriksaan fenol pada saat pasang dan surut
di sernua stasiun pengarnatan (tanggal 26 April 2001) ......................... 89
Komposisi jenis alat tangkap di Kecamatan Banyuasin II ...................
130
Kepadatan rata-rata bulanan larva penaeid (ind.11000 rn3)
Bulan Nopember 2000 - April 2001 ....................................................
160
DAFTAR GAMBAR
Garnbar
Teks
Halarnan
1.
Kerangka pemikiran dan pemecahan masalah ...................................... 9
2.
Daur hidup udang windu. Penaeus monodon Fabricius
(Motoh 1981) ........................................................................................
42
Daur hidup udang jerbung. Penaeus merguiensis
(Munro 1968) ........................................................................................
42
3.
4.
Peta lokasi penelitian daerah estuaria Sungai Sembitang ..................... 70
5.
tokasi penelitian dan stasiun pengamatan .........................................
6.
Pola suksesi Atoplankton saat pasang pada bulan Nopember 2000 ... 105
7.
Pola suksesi fitoplankton saat pasang pada bulan Desernber 2000
8.
Pola suksesi fitoplankton saat pasang pada bulan Januari 2001 ........ 106
9.
Pola suksesi fitoplankton saat surut pada bulan Nopember 2000 ....... 107
10.
Pola suksesi fitoplankton saat surut pada bulan Desember 2000 ....... 107
I 1.
Pola suksesi frtoplankton saat surut pada bulan Januari 2001 ............ 108
12.
Pola suksesi fitoplankton saat pasang pada bulan Februari 2001
13.
Pola suksesi fitoplankton saat pasang pada bulan Maret 2001 ........... 109
14.
Pola suksesi fitoplankton saat pasang pada bulan April 2001 ............. 110
15.
Pola suksesi fitoplankton saat surut pada bulan Februari 2001 .......... 111
16.
Pola suksesi fitoplankton saat surut pada bulan Maret 2001 .............. 111
17.
Pola suksesi fitoplankton saat surut pada bulan April 2001 ................ 112
18.
Pola suksesi zooplankton saat pasang pada bulan Nopember 2000
19.
Pola suksesi zooplankton saat pasang pada bulan Desember 2000 .. 113
71
...
.......
..
105
109
113
Pola suksesi zooplankton saat pasang pada bulan Januari 2001
.......
114
Pola suksesi zooplankton saat surut pada bulan Nopember 2000 ...... 115
Pola suksesi zooplankton saat surut pada bulan Desernber 2000 ...... 115
Pola suksesi zooplankton saat surut pada bulan Januarj 2001 ........... 116
Pota suksesi zooplankton saat pasang pada bulan Februari 2001
......
116
PoIa suksesi zooplankton saat surut pada bulan Maret 2001 .............. 117
Pola suksesi zooplankton saat pasang pada bulan April 2001 ............ 117
Pola suksesi zooplankton saat surut pada bulan Maret 2001 .............. 118
Pola suksesi zooplankton saat surut pada bulan April 2001 ............... 119
Komposisi produksi udang dengan ukuran 30 .100 ekorlkg
perbulan ..............................................................................................
321
Komposisi produksi udang dengan ukuran > 100 ekorlkg
perbulan ..............................................................................................
?21
Komposisi produksi udang dengan ukuran < 30 ekorlkg
perbulan ..............................................................................................
122
Hubungan panjang-bobot ikan kuro ...............................................
123
Hubungan panjang-bobot ikan bawal putih .........................................
124
Hubungan panjang-bobot ikan bawal hitam ........................................
125
Hubungan panjang karapas -bobot udang api-api
(Metapenaeus affinis) ........................................................................
126
Hubungan panjang karapas-bobot kepiting bakau (Scylia serrata) ..... 127
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Teks
Halaman
Hasil pengamatan dan analisis parameter oseanografi
pengamatan I (Nopember 2000) .....................................................
202
Hasil pengamatan dan analisis parameter oseanografi
pengamatan I1 (Nopember 2000) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
203
Hasil pengamatan dan analisis parameter oseanografi
pengamatan 111 (Desember 2000) ........................................................
204
Hasil pengamatan dan analisis parameter oseanografi
pengamatan IV (Desember 2000).. ...................................................
205
Hasit pengamatan dan analisis parameter oseanografi
pengamatan V (Januari 2001) .............................................................
206
Hasil pengamatan dan analisis parameter oseanografi
pengamatan VI (Januari 2001) ............................................................
207
7.
Hasil pengarnatan dan analisis parameter oseanografi
pengamatan VI I (Februari 200 1) .................................
8.
Hasii pengarnatan dan analisis parameter oseanografi
pengamatan Vlll (Februari 2001) ...............................
9.
Hasil pengamatan dan analisis parameter oseanografi
pengamatan 1X (Maret 2003)..............................................................
210
10.
Hasil pengamatan dan analisis parameter oseanografi
pengamatan X (Maret 2001) .......................................
II.
Hasil pengamatan dan analisis parameter oseanografi
pengamatan XI (April 2001) ................................................................
212
Hasil pengamatan dan analisis parameter oseanografi
pengamatan XI1 (April 2001) ...................................... .
.
.....................
213
13.
Rata-rata parameter oseanografi seiuruh pengamatan .......................
214
14.
Hasil analisa komponen utama (PCA) antara stasiun
pengamatan dengan parameter Iingkungan pada
pengamatan waktu pasang..................................................................
215
12.
Hasil analisa komponen utama (PCA) antara stasiun
pengamatan dengan parameter lingkungan pada
pengamatan waktu surut ...........................................
Analisa hubungan panjang-bobot beberapa surnberdaya
ikan dominan di estuaria Sungai Sembilang .......................................
217
Ikan-ikan yang tertangkap dengan mini trawf di
perairan Sungai Sernbilang, Musi Banyuasin
Sumatera Selatan ...........................................................................
219
Ikan-ikan yang tertangkap dengan jaring klitik
(trammel net) di perairan Sungai Sembilang,
Musi Banyuasin Surnatera Selatan ......................................................
220
ikan-ikan yang tertangkap dengan kelong di
perairan Sungai Sembilang, Musi Banyuasin
Sumatera Selatan ................................................................................
223
Ekspor tangkapan udang (Headless) dari Sungai
Sembilang selama 12 bulan (Agustus 2000 sld Juli 2001) ..................
225
Produksi udang dari Sungai Sembilang selama
12 bulan (Agustus 2000 sld Juli 2001) .................................................
226
Presentase size udang dari Sungai Sembilang
12 bulan (Agustus 2000 sld Juli 2001) .................................................
227
Hasil identifikasi dan pencacahan fitoplankton Sungai
.
.
.228
Sernbilang pengamatan I (Nopember 2000) ..................................
Hasi\ identifikasi dan pencacahan fitoptankton Sungai
Sembilang pengarnatan II (Nopember 2000) ......................................
229
Hasil identifikasi dan pencacahan fitoplankton Sungai
Sembilang pengamatan IIi (Desember 2000) .....................................
230
Hasil identifikasi dan pencacahan fitoplankton Sungai
Sembilang pengamatan 1V (Desember 2000) ..................................... 231
Hasil identiftkasi dan pencacahan fitoplankton Sungai
Sernbilang pengarnatan V (Januari 2001) ..........................................
232
Hasil identifikas~dan pencacahan fitoplankton Sungai
Sernbilang pengarnatan VI (Januari 2001) ........................................
233
Hasil identifikasi dan pencacahan fitoplankton Sungai
Sembilang pengamatanVII (Februari 2001) .....................................
234
Hasil identifikasi dan pencacahan fitoplankton Sungai
Sembilang pengamatan Vlll (Februari 2001) ....................................
235
Hasil identifikasi dan pencacahan fitoplankton Sungai
Sernbilang pengamatan IX (Maret 2001) ..........................................
236
Hasil identifikasi dan pencacahan fitop\ankton Sungai
Sernbilang pengamatan X (Maret 2001) .............................. .............. 237
Hasil identifikasi dan pencacahan fitoplankton Sungai
Sembilang pengamatan XI (April 2001) ...........................................
238
Hasil identifikasi dan pencacahan fitoplankton Sungai
Sembilang pengamatan XI1 (April 2001) .......................................
239
Hasil identifikasi dan pencacahan zooplankton Sungai
Sembilang pengamatan I (Nopember 2000) .......................................
240
Hasil identifikasi dan pencacahan zooplankton Sungai
Sembilang pengamatan II (Nopember 2000) ......................................
241
Hasil identifikasi dan pencacahan zooplankton Sungai
Sembilang pengamatan lli (Desember 2000) ..................................... 242
Hasil identifikasi dan pencacahan zooplankton Sungai
Sembilang pengamatan IV (Desember 2000) ..................................... 243
Hasil identifikasi dan pencacahan zooplankton Sungai
Sembilang pengamatan V (Januari 2001) .........................................
244
Hasil identifikasi dan pencacahan zooplankton Sungai
Sembilang pengamatan V1 (Januari 2001) .........................................
245
Hasil identifikasi dan pencacahan zooplankton Sungai
Sembilang pengarnatan V11 (Pebruari 2001) ......................................
246
Hasil identifikasi dan pencacahan zooplankton Sungai
Sembilang pengarnatan Vtll (Pebruari 2001) .....................................
247
Hasil identifikasi dan pencacahan zooplankton Sungai
Sembilang pengamatan 1X (Maret 2001) .................... ..
248
viii
.................
Hasit identifikasi dan pencacahan zooplankton Sungai
Sembilang pengamatan X (Maret 2001) ............................................
249
Hasil identifikasi dan pencacahan zooplankton Sungai
Sembilang pengamatan Xi (April 2001) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
250
Hasil identifikasi dan pencacahan zooplankton Sungai
Sembilang pengamatan XI1 (April 2001) .............................................
251
Tambak Liar di dalam Calon Taman Nasional Sembilang
menurut Data Citra Satelit (10 Mei 2001) ............................................
252
Kegiatan berbahaya bagi lingkungan estuaria
Sungai Sembilang ..............................................................................
253
Jents surnberdaya ikan komersial di estuaria
Sungai Sernbilang ..........................................................................
254
Antenula (a), antena (b), dan telson (c) dari pasca
burayak Penaeus (Rornimohtarto dan Yuwana 1983).......................... 255
Pasca burayak (post-larva)dari Penaeus (Rornimohtarto
dan Yuwana 1983) ..............................................................................
255
Stadium protozoea I dari burayak Metapenaeus (Romirnohtarto
dan Yuwana 1983) ..............................................................................
256
Stadium protozoea 111 dari burayak Metapenaeus (Romirnohtarto
dan Yuwana 1983) ..............................................................................
256
Tingkat perkernbangan larva udang penaeid (Romimohtarto
dan Yuwana 1983) .......................................................................
257
Tingkat perkernbangan Trachypenaeus (Romimohtarto
dan Yuwana 1983) ..............................................................................
258
PENDAHULUAN
I1
Latar Belakang
Peningkatan kesadaran akan peran penting sumberdaya estuaria di
ekosistem perairan pantai telah mendorong upaya konservasi sumberdaya yang
bersangkutan. Sumberdaya daerah estuaria
Sungai
Sembilang,
Sumatera
Selatan termasuk di antara sumberdaya mangrove yang direncanakan sebagai
kawasan suaka margasatwa.
Berkaitan dengan itu sebagai aspek yang
berkaitan
alam
dengan
sumberdaya
ini
perlu dikaji
dan
ditelaah
untuk
meningkatkan efektivitas pemanfaatan serta upaya pengelolaannya.
Perhatian konservasi biologi dewasa ini terutama ditujukan kepada
keragaman hayati di ekosistem terestrial apabila dibandingkan dengan ekosistern
akuatik. Perhatian terhadap h~langnyakeragaman hayati di ekosistem akuatik
sangat rendah walaupun tingkat kerusakan lingkungan baik fisik, kirnia dan
biologi sudah diketahui sebagai masalah yang besar. Penyebab hilangnya
keanekaragaman
hayati
akuatik
antara
Lain
dapat
dtkategorikan
akibat
terdapatnya: (1) kompetisi penggunaan surnberdaya air, (2) perubahan habitat,
(3) pencemaran, (4) eksploitasi berlebih dari jenis-jenis yang bersifat komwsial,
dan (5) introduksi jenis-jertis ikan eksotik (Fiedler dan Jain, 1992).
Kawasan pesisir dan estuaria mernpunyai tantangan dan potensi yang
sangat beser.
Beberapa fungsi kawasan pesisir antara lain adalah sebagai
tempat berternunya pendatang dart bevbagiti daersth, kitwasan pestsir rnenjadi
rnoseik sosial dan budaya.
Secara urnum kawasan pesisir yang di daiamnya
tercakup kawasan mangrove dan estuaria sangat penting peranannya daiam
menjarnin pengadaan pangan. Setain itu, terdapat friksi dan ketidak-seirnbangan
daiam pemanfaatan surnberdaya di kawasan pantai, antara lain meningkatnya
persaingan untuk mendapatkan surnberdaya alam yang semakin langka dan
rnelebarnya jurang antara yang kaya dengan yang miskin rnenjadikan kawasan
pesisir berpotensi sebagai arena konflik.
Seperti didefinisikan oleh Cameron dan Pritchard (1963), estuaria adatah
perairan setengah tertutup dan perairan pantai yang rnempunyai hubungan
bebas dengan laut terbuka, pada daerah ini air laut banyak terencerkan oleh air
tawar yang berasai dari darat (Dyer 1979). Di sini kombinasi antara jumlah massa
air dari aliran sungai dan hujan melebihi jumlah rnassa air yang menguap.
Estuaria sangat penting meskipun hanya merupakan bagian perairan yang
sangat kecil dibandingkan dengan luas perairan dunia.
Karena umurnnya
perairan ini subur, terlindung dan mempunyai akses pelayaran bag1 daerah
pedalarnan, maka estuaria telah menjadi pusat kegiatan manusia. Akan tetapi
sering terjadi bahwa karena daya tariknya untuk pengembangan perdagangan
dan industri, telah rnembawa perubahan kesinarnbungan aiam yang besar
dengan berubahnya topografi estuaria untuk mernbuat alur pelayaran kapal-kapal
besar lebih mudah, sehingga terjadi pencemaran besar-besaran sebagai darnpak
industrialisasi dan pertambahan penduduk.
Perairan estuaria Sungai Sembilang belurn mengalami kondisi lingkungan
seperti kondisi urnum yang diterangkan sebeiurnnya.
Kegiatan manusia hanya
terlihat di sebuah dusun, yakni Dusun Sungai Sembitang yang terletak di tepi
tirnur agak ke dalam dari tanjung timur muara Sungai Sembilang, yang termasuk
Desa Sungsang 1V dengan jumlah penduduk 3674 jiwa (Mantri Statistik 1997).
Banyak perairan muara sungai di Indonesia merupakan daerah perikanan
yang penting. Sebagai contoh, rnuara Sungai Rokan Bagansiapi-api di Propinsi
Riau dan muara Sungai Asahan di Tanjung Balai, Propinsi Sumatera Utara yang
merupakan daerah yang
cukup
produktif di
lndonesia sef-ta tidak
kalah
pentingnya dengan muara Sungai Sembilang di Musi Banyuasin, Sumatera
Selatan.
Umurnnya daerah muara sungai tersebut ditumbuhi hutan mangrove
yang memegang peranan penting dalam kegiatan perikanan, terutama udang
(Macnae 1974).
Menurut Heald dan Odum (1972),daun-daun mangrove yang telah gugur,
jatuh ke dalam air akan menjadi substrat yang baik bagi bakteri dan jamur, yang
sekaligus berfungsi membantu proses pembusukan daun-daun menjadi detritus.
Detritus akan
digunakan oleh
pemakan detritus
seperti Amphipoda
dan
Mysidacea. Pemakan detritus akan dimakan oleh larva-larva ikan, kepiting, dan
udang. Rantai makanan ini cukup efisien sehingga komunitas biota yang ada di
perairan mangrove cukup beraneka ragam baik sebagai daerah asuhan maupun
sebagai daerah pemijahan.
Kebutuhan yang khusus akan pengelolaan kawasan pesisir dan pulaupulau kecil telah diutarakan dalam rekomendasi dan rancang tindak yang
dirumuskan pada berbagai konferensi internasional. Konferensi lnternasional
mengenai Lingkungan Hidup dan Pembangunan di Rio de Janeiro pada tahun
1992, Deklarasi Rio dan Agenda 21 merupakan cikal bakal dan pengembangan
pengeloiaan kawasan pesisir terpadu sebagai sebuah kerangka kerja. Konferensi
mengenai keanekaragaman hayati yang berlaku sejak tahun 1993. Tujuan dan
kesepakatan merupakan dasar perlindungan dan pendayagunaan berkelanjutan
dari keragarnan hayati, pernbagian rnanfaat dan akses terhadap inforrnasi dan
teknologt.
Konferensi
Tingkat
Tinggi
rnengenai
Pembangunan
Sosial
di
Kopenhagen pada tahun 1995, diakui secara resrni bahwa pembangunan sosial
ekonomi serta pelestarian lingkungan hidup sating mendukung satu sama lain.
Konferensi Global PBB mengenai Pernbangunan Berkelanjutan dari NegaraNegara Kepulauan Kecil yang Sedang Berkernbang di Barbados pada tahun
1994. Negara-negara ini secara khusus rnenghadapi bahaya dan tekanan dari
pernbangunan yang tidak berkelanjutan.
Plankton rnemainkan peranan penting dalam rantai rnakanan lingkungan
akuatik di samping sebagai rnakanan ikan dan udang serta krustasea lain (Chua
1980). Zooplankton, sebagai bagian dari plankton
merupakan kelompok biota
laut yang mendiarni lingkungan pelagik. Zooplankton ini rnendiami seluruh
lapisan perairan sarnpai yang terjeluk dimana alat pengarnbil sampel plankton
dapat digunakan (Raymont 1983). Zooplankton tersebar luas mulai dari sungai
sampai ke laut terbuka. Narnun pola sebaran dan kornposisi zooplankton
berbeda-beda menurut lingkungan perairan tempat hidupnya. Di perairan pantai
yang terdapat estuaria atau di perairan estuaria itu sendiri, yang ditandai dengan
salinitas air yang relatif rendah, beranekaragam rneroplankton atau plankton
larva dapat dijurnpai dalarn kepadatan tinggi. Pada saat-saat tertentu bahkan
dapat rnendorninasi populasi plankton (Rayrnont 1983). Jadi dalarn kornposisi
zooplankton di tingkungan perairan ini dapat diharapkan hadirnya plankton larva
dari berbagai jenis rnakro invertebrata dan ikan dalarn jumlah yang berarti. Hal
ini terkait dengan keberadaan induk-induknya yang tersebar di pantai dan
estuaria yang urnumnya dangkal dan subur.
Perairan Sungai Sembilang yang digolongkan ke dalam perairan estuaria,
meskipun
ttdak
seperti
yang
dijelaskan,
tetapi
menunjukkan
kepadatan
zooplankton yang berarti. Meroplankton yang ditemukan di perairan terdapat
dalam jumlah relatif besar, yaitu mencapai lebih dari 50 % dari seluruh kepadatan
zooplankton di perairan ini.
Hutan mangrove Sungai Sembilang, Sumatera Selatan adalah salah satu
hutan mangrove yang dilindungi dan dilestarikan di Indonesia karena merupakan
kawasan konservasi yang masih balk kondisinya. Abdullah (19821, menyatakan
bahwa hutan mangrove merupakan ekosistem peralihan antara darat dan laut
serta
mata
rantai yang
ekosistem perairan.
sangat
penting dalam
menunjang keseimbangan
Salah satu fungsi hutan mangrove adalah mempersubur
perairan sekitarnya yang sebahagian besar diperoleh dari serasah hutan
mangrove dan merupakan sumbangan zat organik yang sangat penting sebagai
rantai makanan untuk berbagai organisme, sehingga menjadi habitat yang baik
untuk berbagai jenis biota (Krishnamurthy 1975).
Beberapa parameter fisika-kimia oseanografi yang diamati di perairan
hutan mangrove ini yaitu fosfat, nitrat, nitrit, silika, ammonia, oksigen terlarut
(DO), derajat keasaman (pH), suhu dan salinitas sangat penting peranannya
dalam menunjang kehidupan organisme yang baik.
Fenomena yang menarik adalah evolusi zonasi komunitas terlihat sangat
berkaitan dengan proses fisika dan biologi. Proses fisika terdiri atas rangkaian
proses geologi (tinggi-rendah dan kemiringan) pantai kondisi oseanografi meliputi
arus, gelombang, sedimentasi dan karakteristik pasang-surut sedangkan proses
biologi meliputi penumpukan gugur serasah dan peninggian tanah oleh galian
kepiting yang berperan didalamnya (Suyarso 1999).
Dalarn kesempatan ini penulis rnencoba rnernpelajari ekologi yang lebih
lengkap rnengenai peranan parameter fisika-kimia oseanografi dan biologi serta
kebijakan pernanfaatan dalarn ekosistem perairan estuaria Sungai Sembilang,
Sumatera
Selatan
yang
diharapkan
dapat
dimanfaatkan
dalarn
upaya
peningkatan pengeiolaan perairan.
1.2.
Perurnusan Masalah
Ekosistern Sungai Sembilang walaupun sampai saat ini masih dalam
batas-batas pengelotaan yang baik, bila tidak dilakukan kehati-hatian di dalam
pernanfaatan sumberdaya yang ada seperti pemanfaatan sumberdaya ikan,
rnaka dikhawatirkan dalam jangka panjang akan terjadi penurunan kualitas
sumberdayanya. Perkembangan jumlah unit penangkapan ikan cenderung tidak
terkendali,
dernikian
juga
tingkat
produksi
ikan
yang
didapatkan
juga
pencatatannya belurn dilaksanakan dengan baik. Lernahnya sistern pengeloiaan
pemanfaatan
sumberdaya ikan
terlihat
dari
berkembangnya jumlah
unit
penangkapan ikan yang tidak jelas perizinannya dan penggunaan alat tangkap
ikan yang terlarang seperti frawl mini dan atat tangkap yang rnenyerupai frawl
mini yang sebenarnya masih terlarang rnenurut peraturan Keppres No. 39 Tahun
1980.
Masalah lain yang timbul adalah berkembangnya areal tambak liar dengan
cara mernbabat areal hutan mangrove di sebelah selatan dari kawasan estuaria
Sungai Sembilang.
Sampai saat ini telah dibuka tambak udang lebih dari
3000 ha oleh lebih dari 1500 kepala keluarga petambak, yang dilakukan dengan
membabat hutan mangrove tersebut.
kawasan Calon Tarnan
Kawasan tambak ini berada di daiam
Nasional Sembilang yang
sedang dalam proses
penetapan menjadi Tarnan Nasional Sembilang. Petambak liar ini datang secara
spontan dari Propinsi Larnpung atau dari propinsi-propinsi dj Pulau Jawa.
Apakah akibat pembukaan areal hutan mangrove tersebut berpengaruh terhadap
kondisi lingkungan dan sumberdaya ikan di estuaria Sungai Sernbilang, perlu
dilakukan pengkajian lebih rnendalam.
Di sarnping
itu dari
kenyataan di
lapangan ditemui bahwa kapal
penangkap ikan dari propinsi tain seperti propinsi di Jawa dan propinsi tetangga
ikut beroperasi di kawasan perairan Sungai Sernbilang untuk menangkap ikan
(tidak terdata jumlah kapal dan kapasitas produksinya).
Bahkan kapal-kapal
penangkap ikan dari negara tetangga seperti Thailand. Vietnam dan lain-lain
secara ilegal ikut pula memanfaatkan sumberdaya ikan di sekitar perairan Sungai
Sembilang.
1 3
Kerangka Pemikiran Daiam Pemecahan Masalah
Optirnalisasi
pemanfaatan
sumberdaya
ikan
di
estuaria
perlu
dipertahankan dan perlu dilakukan agar kelestarian sumberdaya ikan estuaria
dapat berlangsung secara berkelanjutan. Perlu pendekatan secara menyeluruh
dan terkoordinasi antara semua stakeholder dalarn suatu sistem atau model
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di estuaria, untuk menjaga
kondisi lingkungan dan sumberdaya ikan agar selatu berada dalarn keadaan
yang baik.
Langkah-langkah yang diarnbil dalarn pengelolaan dan pernanfaatan
lingkungan dan surnberdaya ikan yang dikenal dengan istilah pernbangunan
perikanan yang berkelanjutan dengan rnenerapkan prinsip responsible fisheries
(perikanan
yang
bertanggung
jawab),
sering
dipertentangkan
dengan
pernbangunan ekonomi dalarn artian sering dituding mengorbankan perturnbuhan
ekonorni serta dianggap mernbatasi kepentingan masyarakat pesisir pantai.
Persepsi ini tirnbul terutarna karena kegagalan rnemahami prinsip ekosistern
serta kegagalan dalarn menyadari biaya ekonomi akibat kerusakan kawasan
estuaria.
Memang upaya-upaya pembatasan pemanfaatan surnberdaya ikan dan
pencegahan kerusakan lingkungan estuaria, tidak akan dapat dilakukan apabila
pernaharnan tentang ekosistem estuaria hanya terbatas pada tataran wacana.
Oleh karena itu dibutuhkan penelitian yang intensif dan spesifik dengan
penerapan model pengelolaan suatu ekosistern estuaria.
dalarn pernecahan rnasalah disajikan pada Garnbar I.
Kerangka pernikiran
&a Biologi. Lingkungan
Fisika dan Kirnia
i-/
Pelestarian
Perlindungan
Pengawetan
Rehabilitasi
Pengawasan
-.-
+
--...--
Peraturan dan
Perundangan
Garnbar 1. Kerangka Pemikiran dan Pernecahan Masalah
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1.
Menentukan kondisi lingkungan estuaria untuk kepentingan
pengeloiaan
perikanan yang berkelanjutan.
2.
Mengkaji fungsi ekosistern estuaria.
3
f~lrrurnuskan pola
pemanfaatan dan
estuaria secara berkesinambungan
perlindungan
pada
lingkungan
1.5. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1.
Kondisi lingkungan estuaria Sungai Sembilang masih baik.
2.
Pemanfaatan
sumberdaya
ikan
di
sekitar
perairan
estuaria
Sungai
Sembilang sudah optimum.
Pola pemanfaatan sumberdaya di
3.
perairan Sungai Sembilang betum
dilakukan secara baik.
1.6.
Manfaat Penelitian
1. Memberikan surnbang pikiran
khususnya bagi pemerintah daerah dalam
pengelolaan sumberdaya ikan yang berkelanjutan di perairan estuaria.
2. Memberikan
kontribusi ilmiah dalam pengembangan penelitian wilayah
estuaria selanjutnya.
3. Menyampaikan informasi
khususnya bagi dunia usaha atas peluang bisnis
dan prinsip-prinsip responsible fisheries yakni perikanan yang bertanggung
jawab
dalam investasi dan pemanfaatan perikanan di perairan sekitar
estuaria.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Kondisi Umum Estuaria Sungai Sembilang
Sungai Sernbilang yang merupakan sebagian dari daerah perairan
mulai dari daerah hulu sampai muara sungai yang diteliti merupakan
lingkungan perairan yang kornpleks dan unik. Dari hulu sampai rnuara sungai
terdapat
11 percabangan sungai.
Hasil penelitian SEAMEO-BIOTROP
(1990) menunjukan bahwa Sungai Sembilang sebagai sungai yang dalam
dan sempit. Cebar sungai rnempunyai keragarnan antara 40 rn sampai 80 rn
di muara sungai dengan kedalarnan berkisar antara 22 m sampai 25 m.
Hasil
penelitian
SEAMEO-BIOTROP
(1990),
daerah
daratan
sepanjang kiri kanan Sungai Sernbilang terdiri dari enam formasi vegetasi
hutan yakni :
I.Forrnasi peralihan antara hutan garnbut dan hutan rawa atau hutan
campuran rawa-garnbut. Daerah ini terletak di bagian hulu sungai, yang
ditandai oleh lapisan garnbut yang tidak tebal dan susunan flora yang
hampir serupa dengan formasi hutan rawa (hulu Sungai Sirnpang Kodir).
2. Forrnasi hutan rawa air tawar yang biasanya terdapat di belakang forrnasi
hutan mangrove atau sepanjang pinggir sungai yang rnernpunyai tanggul
alami sebagai hasil sedimentasi butiran tanah akibat banjir sungai.
Tumbuh-turnbuhan yang terdapat di sini didominasi oleh Campnosperma,
Alstonia, dan Gluta rengas (Sungai Sirnpang Tengkorak).
3. Hutan mangrove terbentuk di tanah aluvial sebagai hasil sedimentasi
lurnpur yang dibawa dari sungai dan tertirnbun di daerah rnulut sungai
yang mendapat pengaruh gelombang laut yang lemah.
Jenis-jenis dari
marga tumbuh-tumbuhan pionir adalah Avicennia dan Sonneratia datam
kondisi tanah yang stabil, Rhizophora spp, Bruguiera sp. dan Xylocarpus
sp. akan menyerbu formasi mangrove ini (Sungai Simpang Satu).
4. Formasi Acrostichum, sisa dari formasi mangrove yang terbentuk secara
alarni oleh sedimentasi sungai sekitar dataran rata yang tidak lagi
dipengaruhi pasang-surut.
Formasi ini lambat laun akan mengganti
formasi mangrove dengan Acrostichum sebagai tutupan hutan yang dapat
mencapai 3 - 4 m tingginya (Sungai Simpang Bugis).
5. Formasi Nypa, memerlukan air untuk tumbuh, terdapat di sepanjang tepi
sungai yang memiliki aliran air yang tenang, Acrostichum ini dapat tumbuh
sebagai pionir pada sedimen lumpur.
6. Formasi nibung sangat penting sebagai batas antara hutan mangrove dan
hutan gambut, lebarnya berkisar antara $00 - 500 m (Sungai Simpang
Kayu Turun).
Ekosistem perairan sering digambarkan berdasarkan sifat produktivitas
primernya, baik oleh fitoplankton, rumput laut, mangrove, maupun lamun.
Produktivitas primer fitoplankton sangat bervariasi dari satu perairan ke
perairan lainnya dan dari satu lokasi ke lokasi lainnya dalam satu perairan.
Karena
produktivitas primer merupakan fungsi dari fotosintesis, maka
besarnya produktivitas primer fitoplankton sangat dipengaruhi oleh faktorfaktor yang mempengaruhi besarnya
suhu,
salinitas,
dan
nutrien.
laju fotosintesis, terutama
Faktor
yang
mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton.
disebutkan
di
cahaya,
atas
juga
Penelitian di laboratorium oleh
Jitts et a/.(1964) serta Kain dan Fogg (1958), menunjukan bahwa fitoplankton
laut mampu membelah diri dua sarnpai lima kali sehari pada kondisi cahaya,
suhu, salinitas, dan nutrien yang optimum.
Penelitian
produktivitas
primer
dapat
menunjukkan
kernampuan
potensial suatu perairan untuk menghasilkan sumberdaya alam hayati yang
ditentukan oleh produktivitas primernya (Ryther dan Yentsch 1957; Saijo dan
lchirnura 1960),yakni banyaknya zat-zat organik yang dapat dihasilkan dari
zat-zat anorganik melalui proses fotosintesis dalam satuan waktu dan volume
air tertentu. Di alam, proses fotosintesis hanya dapat terjadi pada tumbuhan
yang mengandung klorofil.
2.2.
Pengelolaan Ekosistem Estuaria Secara Berkelanjutan
2.2.1. Ekosistem Estuaria
Estuaria (Aestus, air pasang) adalah suatu badan air pantai setengah
tertutup yang berhubungan langsung dengan laut terbuka, jadi sangat
terpengaruh oleh gerakan pasang-surut, dimana air laut bercampur dan
biasanya diukur lebih cair dengan air tawar dari buangan air daratan (Odum
1998). Contohnya rnuara sungai, teluk pantai, rawa pasang surut. Estuaria
dapat dianggap sebagai zona ekoton atau peralihan antara dua atau lebih
habitat. Lebih jauh lagi pernanfaatan dan penyalahgunaan zona ini oleh
manusia semakin rnengkhawatirkan sehingga perlu sekali ciri-ciri estuaria
yang unik ini dikenal secara luas. Meskipun kondisi fisik di estuaria seringkali
penuh tekanan, dan keragaman jenis yang sesuai sedikit, tetapi keadaan
estuaria yang rnerupakan surnber potensi pangan maka akibatnya wilayah ini
dijejali berbagai kehidupan.
Estuaria yang berpotensi produktivitasnya tinggi kadang-kadang tidak
dihargai oleh rnanusia dan seringkali menggolongkan sebagai wilayah "tak
berharga" hanya c o w k untuk menurnpuk bahan limbah atau dianggap hanya
berguna kalau dikeringkan, ditirnbun atau diubah menjadi daratan.
Suatu
perubahan yang sangat menyedihkan karena berarti menghancurkan zona
yang paling produktif dan menciptakan wilayah pemukiman yang mudah
diserang badai. Potensi produksi protein makanan laut telah diubah menjadi
potensi masalah akibat timbulnya biaya ganda atas bencana atau biaya
perawatan yang tinggi atas frsik.
Estuaria juga rnerupakan ekosistem yang sangat sensitif menerima
segala macam limbah industri, limbah pertanian, lirnbah rumah tangga dan
limbah transportasi air yang terakumulasi dari tahun ke tahun.
Selanjutnya
dijelaskan bahwa semua limbah tersebut secara bersama atau sendiri-sendiri
berkontribusi bagi
pencemaran
degradasi
tersebut
bisa
habitat
di
estuaria.
mempengaruhi
Efek
terhadap
biologi
pola
dari
rnakan.
pertumbuhan, ketahanan dan recruitment biota perairan (Kennish, 1990).
Sesekumar et a1.(1992) menyimpulkan bahwa panen ikan di estuaria
dan laguna adalah proporsional atau seimbang dengan produktivitas primer
di daerah ini. Lenanton dan Potter (1987) mencatat ha1 kontroversial bahwa
antara tahun 1976 dan 1984 perikanan estuaria hanya memberikan kontribusi
20,3 % dari biomassa dan 2,4 % dari nilai total perikanan di Australia.
Kesimpulan yang lain mengatakan bahwa banyak spesies adalah bersifat
oportunis dan tidak bergantung pada ekosistem estuaria.
Perairan estuaria sekitar
Sungai Sembilang, rnerupakan daerah
mangrove yang sangat lebat sepanjang pantai dan sungai. Gambaran
morfologis ekologis mangrove Sungai Sembilang adalah dataran rendah yang
terpecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil oleh kanal-kanal pasang
surut. Secara fisik kanal-kanal ini cukup lebar dan dalam, akan tetapi
panjangnya relatif pendek, bentuknya berkelok-kelok merupakan bentuk khas
kanal pasang surut di hutan mangrove. Satu-satunya yang relatif panjang
adalah kanal Sembilang atau sering disebut sebagai Sungai Sembilang. Air
pada kana\-kanal ini umumnya berwarna kecoklatan karena mengandung
larutan gambut. Umumnya suhu air permukaan berkisar antara 26 - 32 "C,
sedangkan suhu udara berkisar antara 23 - 32
besar
yaitu
berkisar antara 0 "I,,
OC. Kisaran salinitas cukup
(tawar) sampai 29 ".,/
Terlihat di sini.
pengaruh air tawar cukup besar, terutama dijumpai pada ujung terjauh
Sungai Sembitang dan ini dapat dimengerti karena pada saat
air surut
pengaruh air tawar sangat dorninan. Dari segi keasaman air (pH) tampak
kisarannya tidak terlampau besar yaitu antara 6,l sampai 7.8. Berdasarkan
citra spot, kawasan mangrove di Sernbilang terdiri atas hutan mangrove
primer di Sungai Sembilang dengan luasan mencapai sekitar 15.400 ha;
hutan mangrove sekunder mempunyai luas sekitar 1.650 ha dan hutan nipah
dan
nibung
(Oncosperma
tigillarium)
masing-masing mempunyai
luas
sebesar 949 ha dan 7.700 ha (Pusat Penelitian dan Pengembangan
Oseanologi LIP1 1999).
Menurut French (1997) mernbagi tipe-tipe estuaria berdasarkan tipe
tekanan yang ada seperti konstruksi pantai, pencemaran, pemukirnan,
turisme, dan
industri.
Perubahan di hulu sungai seperti pembuatan
bendungan, perubahan sistem beberapa daerah aliran sungai (DAS) dapat
rnengakibatkan terjadi perubahan pola arus sungai, dan akibatnya akan
sampai di estuaria (Dahuri et al. 1996). Dapat disirnpulkan bahwa ekosistern
estuaria adalah suatu ekosistem sangat kornpleks dan penting serta sangat
rnenarik untuk dipelajari.
2.2.2. Ekosistem Mangrove
Mangrove rnerupakan tumbuhan pantai yang tumbuh di daerah tropis
dan sub tropis. Daerah pertumbuhan mangrove merupakan suatu