Algoritma Semut Untuk Mencari Jalur Terpendek

ALGORITMA SEMUT UNTUK MENCARI JALUR TERPENDEK YAAYU 060803040
DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ALGORITMA SEMUT UNTUK MENCARI JALUR TERPENDEK SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
YAAYU 060803040
DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PERSETUJUAN

Judul
Kategori Nama Nomor Induk Mahasiswa Program Studi Departemen Fakultas

: ALGORITMA SEMUT UNTUK MENCARI JALUR TERPENDEK : SKRIPSI : YAAYU : 060803040 : SARJANA (S!) MATEMATIKA : MATEMATIKA : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dituliskan di Medan, 27 Juni 2012


Komisi Pembimbing

:

Pembimbing 2

Pembimbing 1

Dra. Elly Rosmaini, M.Si NIP. 19600520 198503 2 002
Diketahui/Disetujui oleh Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,

Drs. James P. Marbun, M.Kom NIP. 19580611 198603 1 002

Prof. Dr. Tulus, M.Si NIP. 19620901 198803 1 002

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PERNYATAAN ALGORITMA SEMUT UNTUK MENCARI JALUR TERPENDEK
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya. Medan, 27 Juni 2012 YAAYU 060803040

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENGHARGAAN
Dengan segala kerendahan hati penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, dengan limpahan karunia-Nya kertas kajian ini mampu diselesaikan dalam yang telah ditetapkan.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Drs. James P. Marbun, M.Kom. dan Dra. Elly Rosmaini, M.Si. selaku pembimbing pada penyelesaian skripsi ini yang telah memberikan panduan dan penuh keprcayaan kepada saya untuk menyempurnakan kajian ini. Panduan ringkas dan padat serta profesional telah diberikan kepada saya agar penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada ketua dan sekretaris Departemen Prof. Dr. Tulus, M.Si. dan Dra. Mardiningsih M.Si., Bapak dan Ibu Dosen di Departemen Matematika FMIPA USU dan Staf Administrasi Departemen Matematika FMIPA USU. Penulis mengucapkan terima kasih terkhusus kepada kedua orangtua tercinta, Alm. Ayahanda Hadi Wasito dan Ibunda Latifa atas do’a, kasih sayang, keprcayaan serta dukungan moril maupun materil yang menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi penulis untuk tetap semangat dalam perkuliahan dan penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada adik-adik penulis Nur Laila, Wijannatun dan Nurjannah atas do’a dan dukungannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat penulis (Ade Junita Parinduri, Laila Syafitri, Siti Sahara, Misna Wati, Novi Juanda Lubis, M. Haikal dan Rini Andria Ningsih) buat persahabatan, kebersamaan, dukungan, dan motivasinya bagi penulis selama perkuliahan dan penulisan skripsi ini. Pehulis juga mengucapkan terima kasih kepada Abang dan Kakak senior atas nasehat, motivasi dan bantuannya selama perkuliahan serta dalam penyusunan skripsi ini dan juga kepada adik-adik junior yang telah membantu dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ABSTRAK Secara umum, pencarian jalur terpendek dapat dibagi menjadi dua metode yaitu metode konvensional dan metode heuristik. Metode konvensional cenderung lebih mudah dipahami daripada metode heuristik, tetapi metode heuristik lebih variatif dan waktu perhitungan yang diperlukan lebih singkat. Pada metode heuristik terdapat beberapa algoritma, salah satunya algoritma semut. Algoritma semut adalah algoritma yang diadopsi dari perilaku koloni semut. Secara alamiah koloni semut mampu menemukan jalur terpendek dalam perjalanan dari sarang menuju sumber makanan berdasarkan jejak kaki pada jalur yang telah dilaluinya. Semakin banyak semut yang melewati suatu jalur, maka akan semakin jelas bekas jejak kakinya. Algoritma semut tepat digunakan untuk diterapkan dalam penyelesaian masalah optimasi, salah satunya adalah untuk menentukan jalur terpendek.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ANT ALGORITHM FOR FIND THE SHORTEST PATH ABSTRACT
In general, the search for the shortest path can be divided into two methods, namely conventional methods and heuristic methods. Conventional methods tend to be more easily understood than the heuristic method, but more varied and heuristic methods the computation time required is shorter. In the heuristic method, there are several algorithms, one of which ant algorithms. Ant algorithm is an algorithm that was adopted from the behavior of ant colonies. Ant colonies naturally able to find the shortest path on the way from nest to food sources based on a path of footprints that have been passed. The more ants that pass through a lane, it will be more clearly exfootprint. Ant algorithm is used to apply the proper completion of the optimization problem, one of which is to determine the shortest path.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR ISI
Persetujuan Pernyataan Penghargaan Abstrak Abstract Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah 1.3 Pembatasan Masalah 1.4 Tinjauan Pustaka 1.5 Tujuan Penelitian 1.6 Kontribusi Penelitian 1.7 Metode Penelitian
Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Dasar Graf 2.1.1 Graf Berbobot (Weighted Graph) 2.1.2 Representasi Graf 2.2 Optimisasi 2.2.1 Pengertian Optimisasi 2.2.2 Pengertian Nilai Optimasi 2.2.3 Macam-Macam Permasalahan Optimisasi 2.2.4 Penyelesaian Masalah Optimisasi 2.3 Jalur Terpendek (Shortest Path) 2.3.1 Penerapan Algoritma Semut 2.3.2 Contoh Kasus
Bab 3 Pembahasan 3.1 Algoritma Semut 3.2 Cara Kerja Semut Mencari Jalur Terpendek 3.3 Analisis Algoritma Semut Untuk Mencari Nilai Optimal Menggunakan Graf 3.4 Penyelesaian Masalah dengan Algoritma Semut
Bab 4 Kesimpulan dan Saran 4.1 Kesimpulan 4.2 Saran

Daftar Pustaka

Halaman
ii iii iv v vi vii viii x
1 1 3 3 4 7 7 7
8 8 11 11 14 14 14 14 15 16 16 16
18 18 19
21 24
39 39 39
40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jarak Antarkota d ij Tabel 3.2 Visibilitas Antarkota η = 1
d ij Tabel 3.3 Probabilitas Kota untuk Dikunjungi Siklus Ke-1 Kasus 1 Tabel 3.4 Panjang Jalur Semut Siklus Ke-1 Kasus 1 Tabel 3.5 Perubahan Harga Intensitas Jejak Kaki Semut τ ij
Antarkota Siklus Ke-2 Kasus 1 Tabel 3.6 Probabilitas Kota untuk Dikunjungi Siklus Ke-2 Kasus 1
dengan τ ij Telah Diperbaharui Tabel 3.7 Panjang Jalur Semut Siklus Ke-2 Kasus 1 Tabel 3.8 Perubahan Harga Intensitas Jejak Kaki Semut τ ij
Antarkota Siklus Ke-3 Kasus 1 Tabel 3.9 Probabilitas Kota untuk Dikunjungi Siklus Ke-3 Kasus 1
dengan τ ij Telah Diperbaharui Tabel 3.10 Panjang Jalur Semut Siklus Ke-3 Kasus 1 Tabel 3.11 Probabilitas Kota untuk Dikunjungi Siklus Ke-1 Kasus 2 Tabel 3.12 Panjang Jalur Semui Siklus Ke-1 Kasus 2 Tabel 3.13 Perubahan Harga Intensitas Jejak Kaki Semut τ ij

Antarkota Siklus Ke-2 Kasus 2 Tabel 3.14 Probabilitas Kota untuk Dikunjungi Siklus Ke-2 Kasus 2
dengan τ ij Telah Diperbaharui Tabel 3.15 Panjang Jalur Semut Siklus Ke-2 Kasus 2 Tabel 3.16 Perubahan Harga Intensitas Jejak Kaki Semut τ ij
Antarkota Siklus Ke-3 Kasus 2 Tabel 3.17 Probabilitas Kota untuk Dikunjungi Siklus Ke-3 Kasus 2
dengan τ ij Telah Diperbaharui Tabel 3.18 Panjang Jalur Semut Siklus Ke-3 Kasus 2 Tabel 3.19 Probabilitas Kota untuk Dikunjungi Siklus Ke-1 Kasus 3 Tabel 3.20 Panjang Jalur Semui Siklus Ke-1 Kasus 3 Tabel 3.21 Perubahan Harga Intensitas Jejak Kaki Semut τ ij
Antarkota Siklus Ke-2 Kasus 3 Tabel 3.22 Probabilitas Kota untuk Dikunjungi Siklus Ke-2 Kasus 3
dengan τ ij Telah Diperbaharui Tabel 3.23 Panjang Jalur Semut Siklus Ke-2 Kasus 3 Tabel 3.24 Perubahan Harga Intensitas Jejak Kaki Semut τ ij
Antarkota Siklus Ke-3 Kasus 3 Tabel 3.25 Probabilitas Kota untuk Dikunjungi Siklus Ke-3 Kasus 3
dengan τ ij Telah Diperbaharui Tabel 3.26 Panjang Jalur Semut Siklus Ke-3 Kasus 3

Halaman
25 25
26 26
27
27 27
28
28 28 29 29
30
30 30
31
31 31 32 32

33
33 33
34
34 34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tabel 3.27 Probabilitas Kota untuk Dikunjungi Siklus Ke-1 Kasus 4 Tabel 3.28 Panjang Jalur Semui Siklus Ke-1 Kasus 4 Tabel 3.29 Perubahan Harga Intensitas Jejak Kaki Semut τ ij
Antarkota Siklus Ke-2 Kasus 4 Tabel 3.30 Probabilitas Kota untuk Dikunjungi Siklus Ke-2 Kasus 4
dengan τ ij Telah Diperbaharui
Tabel 3.31 Panjang Jalur Semut Siklus Ke-2 Kasus 4 Tabel 3.32 Perubahan Harga Intensitas Jejak Kaki Semut τ ij
Antarkota Siklus Ke-3 Kasus 4 Tabel 3.33 Probabilitas Kota untuk Dikunjungi Siklus Ke-3 Kasus 4
dengan τ ij Telah Diperbaharui
Tabel 3.34 Panjang Jalur Semut Siklus Ke-3 Kasus 3

35 35
36
36 36
37
37 37


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Graf G(4,5) Gambar 2.2 Graf Berarah Gambar 2.3 Graf Tak-berarah Gambar 2.4 Graf Terhubung Gambar 2.5 Graf Tak-terhubung Gambar 2.6 Graf Berbobot Gambar 2.7 Dua Buah Graf dengan Matriks ketetanggaannya
Masing-Masing Gambar 2.8 Graf dengan Matriks Bersisian Gambar 2.9 Graf dengan Daftar ketetanggaan Gambar 2.10 Graf Berarah dan Berbobot Gambar 3.1 Jalur Awal Semut Menuju Tempat Makanan Gambar 3.2 Jalur Optimal Semut Menuju Tempat Makanan Gambar 3.3 Jalur Awal Semut Menuju Tempat Makanan Gambar 3.4 Jalur Semut Menuju Sarang Gambar 3.5 Jalur Semut Menuju Makanan pada Iterasi Ke-1 Gambar 3.6 Jalur Semut Menuju Sarang pada Iterasi Ke-2 Gambar 3.7 Jalur Optimal Semut Untuk Menuju Tempat Makanan Gambar 3.8 Contoh Kasus

Halaman
8 9 10 10 10 11
12 13 13 17 19 20 21 22 22 23 23 26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ABSTRAK Secara umum, pencarian jalur terpendek dapat dibagi menjadi dua metode yaitu metode konvensional dan metode heuristik. Metode konvensional cenderung lebih mudah dipahami daripada metode heuristik, tetapi metode heuristik lebih variatif dan waktu perhitungan yang diperlukan lebih singkat. Pada metode heuristik terdapat beberapa algoritma, salah satunya algoritma semut. Algoritma semut adalah algoritma yang diadopsi dari perilaku koloni semut. Secara alamiah koloni semut mampu menemukan jalur terpendek dalam perjalanan dari sarang menuju sumber makanan berdasarkan jejak kaki pada jalur yang telah dilaluinya. Semakin banyak semut yang melewati suatu jalur, maka akan semakin jelas bekas jejak kakinya. Algoritma semut tepat digunakan untuk diterapkan dalam penyelesaian masalah optimasi, salah satunya adalah untuk menentukan jalur terpendek.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ANT ALGORITHM FOR FIND THE SHORTEST PATH ABSTRACT
In general, the search for the shortest path can be divided into two methods, namely conventional methods and heuristic methods. Conventional methods tend to be more easily understood than the heuristic method, but more varied and heuristic methods the computation time required is shorter. In the heuristic method, there are several algorithms, one of which ant algorithms. Ant algorithm is an algorithm that was adopted from the behavior of ant colonies. Ant colonies naturally able to find the shortest path on the way from nest to food sources based on a path of footprints that have been passed. The more ants that pass through a lane, it will be more clearly exfootprint. Ant algorithm is used to apply the proper completion of the optimization problem, one of which is to determine the shortest path.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah untuk mencari jalur terpendek di dalam graf merupakan salah satu masalah optimisasi. Graf yang digunakan dalam pencarian jalur terpendek adalah graf yang setiap sisinya memiliki suatu nilai atau bobot atau yang lebih dikenal dengan graf berbobot (weighted graph).
Bobot yang ada pada setiap sisinya dapat menyatakan jarak antarkota, waktu pengiriman pesan, ongkos pembangunan, waktu tempuh antarkota dan lain sebagainya. Namun kata “terpendek“ dalam masalah ini tidak selalu diartikan secara fisik sebagai panjang minimum, sebab kata “terpendek” berbeda-beda maknanya, tergantung pada jenis masalah yang akan diselesaikan sehingga secara umum “terpendek“ berarti meminimisasi bobot pada suatu jalur di dalam graf. Asumsi yang digunakan adalah bahwa semua bobot bernilai positif. Persoalan jalur terpendek ini memiliki tujuan untuk menemukan jalur terpendek namun bukan untuk sebuah sirkuit Hamilton yang terdapat pada Traveling Salesman Problem (TSP) melainkan jalur terpendek dari sebuah simpul ke simpul lainnya.
Secara umum, pencarian jalur terpendek dapat dibagi menjadi dua metode, yaitu metode konvensional dan metode heuristik. Metode konvensional ini lebih mudah dipahami daripada metode heuristik. Akan tetapi metode heuristik seperti Simulated Annealing, Algoritma Semut, Algoritma Genetika, Tabu Search, dan lain sebagainya memiliki hasil yang lebih variatif dan waktu yang diperlukan lebih singkat karena pada metode konvensional lebih cenderung digunakan perhitungan yang manual sehingga menggunakan waktu yang lebih lama.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Algoritma semut diadopsi dari perilaku koloni semut dalam mencari makanan yang diperkenalkan oleh Marco Dorigo tahun 1990 untuk mencari jalur terpendek pada graf, digunakan untuk menyelesaikan masalah optimisasi kombinatorial dengan perhitungan waktu yang lebih singkat terutama pada masalah dasar graf (Dorigo dan St tzle, 2004).
Secara alamiah koloni semut mampu menemukan jalur terpendek dalam perjalanan dari sarang ke tempat-tempat sumber makanan. Koloni semut dapat menemukan jalur terpendek antara sarang dan sumber makanan berdasarkan jejak kaki pada jalur yang telah dilalui. Semakin banyak semut yang melalui suatu jalur, maka akan semakin jelas bekas jejak kakinya. Hal ini akan menyebabkan jalur yang dilalui semut dalam jumlah sedikit, semakin lama akan semakin berkurang kepadatan semut yang melewatinya, atau bahkan akan tidak dilewati sama sekali. Sebaliknya, jalur yang dilalui semut dalam jumlah banyak, semakin lama akan semakin bertambah kepadatan semut yang melewatinya, atau bahkan semua semut akan melalui jalur tersebut.
Pada algoritma semut setiap semut ditempatkan di semua titik graf (dalam hal ini titik–titik yang dikunjungi) yang kemudian akan bergerak mengunjungi seluruh titik. Setiap semut akan membuat jalur masing-masing sampai ke tempat tujuan yanng telah ditentukan. Jika sudah mencapai keadaan ini, maka semut telah menyelesaikan sebuah siklus (tour). Solusi akhir adalah menemukan jalur terpendek yang dihasilkan oleh pencarian semut-semut tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari algoritma semut telah banyak digunakan dalam berbagai bidang untuk persoalan seperti:
1. Traveling Salesman Problem (TSP) 2. Quadratic Assignment Problem (QAP) 3. Job-shop Scheduling Problem (JSP) 4. Vehicle Routing Problem (VRP) 5. Pengaturan jalur kendaraan 6. Pewarnaan graf Implementasi pada jaringan komunikasi 7. Network routing
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dalam hal ini salah satu algoritma optimisasi yang akan digunakan adalah algoritma semut yang merupakan suatu algoritma optimisasi yang cara kerjanya mengadopsi kehidupan perilaku kelompok semut dalam mencari makanan dengan beberapa kriterianya termasuk yang berhubungan dengan nilai optimum dari masalah yang juga sering dihadapi oleh kelompok semut dalam mencari sumber makanannya. Dengan membuat suatu asumsi permasalahan yang dihadapi oleh kelompok semut, maka akan ditemukan suatu solusi efektif yang berhubungan dengan permasalahan dalam kehidupan manusia untuk mencari jalur terpendek.
.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh nilai parameter α dan β terhadap nilai probabilitas kota untuk dikunjungi dan pengaruh nilai parameter ρ terhadap nilai τ ij pada pencarian jalur terpendek dengan menggunakan algoritma semut.
1.3 Pembatasan Masalah

Dari latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijelaskan, pencarian jalur terpendek dibatasi pada salah satu jenis algoritma yang digunakan dalam metode heuristik, yaitu Algoritma Semut. Batasan masalah yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu:
1. Masukan yang diperlukan berupa model representasi graf yang terdiri dari jumlah simpul (vertex) dan label simpulnya.
2. Jenis graf yang dipakai adalah graf berarah (direct graph). 3. Bobot antarsimpul yang digunakan hanyalah bobot jarak dan mengabaikan
bobot lainnya. 4. Laporan yang dihasilkan hanyalah berupa solusi antarsimpul dan jarak. 5. Program alat bantu untuk perhitungan yang digunakan dibangun dengan
menggunakan bahasa pemrograman C.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

1.4 Tinjauan Pustaka

Maharani (2009), menyatakan bahwa algoritma semut ini diinspirasi oleh tingkah laku koloni semut, bagaimana kemampuan individu dengan yang sederhana dapat menemukan jalur terpendek (sarang semut dengan sumber makanan) jika bersama dalam suatu koloni.

St tzle (2005), menyatakan bahwa Algoritma Semut adalah berbasis populasi, teknik pencarian umum untuk solusi dari masalah kombinatorial yang sulit yang terinspirasi oleh peletakkan jejak feromon perilaku koloni semut.

G nay (2007), menyatakan Algoritma Semut adalah suatu metaheuristik untuk optimasi kombinatorial yang terinspirasi dari perilaku semut mencari makanan yang pertama kali diusulkan oleh Marco Dorigo pada tahun 1992.

Mutakhiroh et al (2007), menyatakan bahwa koloni semut yang sudah terdistribusi ke sejumlah atau setiap kota, akan mulai melakukan perjalanan dari kota pertama masing-masing sebagai kota asal dan salah satu kota-kota lainnya sebagai kota tujuan. Kemudian dari kota kedua masing-masing, koloni semut akan melanjutkan perjalanan dengan memilih salah satu dari kota-kota yang tidak terdapat pada tabuk sebagai kota tujuan selanjutnya. Perjalanan koloni semut berlangsung terus menerus sampai semua kota satu per satu dikunjungi atau telah menempati tabuk. Jika s menyatakan indeks urutan kunjungan, kota asal dinyatakan sebagai tabuk(s) dan kota-kota lainnya dinyatakan sebagai {N-tabuk}, maka untuk menentukan kota tujuan digunakan persamaan probabilitas kota untuk dikunjungi sebagai berikut:

[ ] [ ]Pijk =

τ ij α .ηij β

[ ] [ ]τ ik' α .ηik' β

untuk

j ∈{N

− tabu k }dan k'∈{N

− tabu k }

Pijk = 0 , untuk j lainnya

dimana n

= Intensitas jejak semut antarkota dan perubahannya = Banyak kota

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Q = Tetapan siklus semut = Tetapan pengendali intensitas jejak semut = Tetapan pengendali visibilitas
m = Banyak semut = Tetapan penguapan jejak semut = Visibilitas antarkota


Jumlah siklus maksimum (Ncmax) bersifat tetap selama algoritma dijalankan, sedangkan akan selalu diperbaharui nilainya pada setiap siklus algoritma mulai dari siklus pertama (NC=1) sampai tercapai jumlah siklus maksimum (NC=Ncmax) atau sampai terjadi konvergensi. Setelah inisialisasi dilakukan, kemudian m semut ditempatkan pada kota pertama tertentu secara acak.

Perhitungan panjang jalur setiap semut dilakukan setelah satu siklus
diselesaikan oleh semua semut. Perhitungan ini dilakukan berdasarkan tabuk masingmasing dengan persamaan sebagai berikut:

n−1

L = d +k tabuk (n),tabuk (1)

d tabuk (s),tabuk (s+1)

s =1

dengan adalah jarak antara kota i ke kota j. Jika jarak antarkota tidak diketahui maka dapat dihitung berdasarkan persamaan:

dij = (xi − x j ) 2 − ( yi − y j )2

Setelah setiap semut dihitung maka akan didapat nilai minimal panjang jalur setiap siklus atau LminNC dan nilai minimal panjang jalur secara keseluruhan atau Lmin.
Koloni semut akan meninggalkan jejak-jejak kaki pada jalur antarkota yang dilaluinya. Adanya penguapan dan perbedaan jumlah semut yang lewat, menyebabkan


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

kemungkinan terjadinya perubahan nilai intensitas jejak kaki semut antarkota. Persamaan perubahan ini adalah:

m

∆τ ij =

∆τ

k ij

k =1

dengan

adalah perubahan nilai intensitas jejak kaki semut antarkota setiap

semut yang dihitung berdasarkan persamaan:

∆τ

k ij

=

Q Lk

untuk i,

j ∈ kota

asal dan kota tujuan dalam tabuk

∆τ

k ij

=

0

,

untuk i,

j lainnya

Nilai intensitas jejak kaki semut antarkota pada semua jalur antarkota ada kemungkinan berubah karena adanya penguapan dan perbedaan jumlah semut yang melewati. Untuk siklus selanjutnya, semut yang akan melewati jalur tersebut nilai intensitasnya telah berubah. Nilai intensitas jejak kaki semut antarkota untuk siklus selanjutnya dihitung dengan persamaan:

τ ij = (1 − ρ ).τ ij + ∆τ ij

Pengembalian nilai perubahan intensitas jejak kaki semut antarkota. Untuk siklus selanjutnya perubahan nilai intensitas jejak semut antarkota perlu diatur kembali agar memiliki nilai sama dengan nol. Tabu list perlu dikosongkan untuk diisi lagi dengan urutan kota yang baru pada siklus selanjutnya, jika jumlah siklus maksimum belum tercapai atau belum terjadi konvergensi maka algoritma diulang lagi dengan nilai parameter intensitas jejak kaki semut antarkota yang sudah diperbaharui.

1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penulisan ini adalah mencari jalur terpendek dengan memanfaatkan salah satu metode heuristik khususnya algoritma semut yang diterapkan dalam kasus-kasus sederhana.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

1.6 Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam penyelesaian dan perhitungan jalur terpendek dalam suatu aplikasi perangkat lunak yang lebih mudah digunakan oleh pihak lainnya. 1.7 Metode Penelitian Dalam melancarkan penelitian ini metode yang digunakan adalah dengan studi literatur berdasarkan rujukan pustaka dan pengembangan sistem, yaitu:
1. Menjelaskan pengertian dasar graf dan pengertian jalur terpendek. 2. Memberikan penjelasan penyelesaian dengan contoh kasus yang sederhana. 3. Membuat intruksi untuk menjalankan suatu fungsi pada perangkat keras
dalam perancangan program C.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1 Teori Dasar Graf

Graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V,E), ditulis dengan notasi G=(V,E), yang dalam hal ini V adalah himpunan tidak-kosong dari simpul-simpul (vertices atau simpul) dan E adalah himpunan sisi (edges atau arcs) yang menghubungkan sepasang simpul (Munir, 2005).

Definisi graf G(V,E) menyatakan bahwa simpul V tidak boleh kosong sedangkan sisi E boleh kosong karena tidak ada sisi yang tanpa simpul yang disebut graf trivial.

Simpul pada graf dapat menyatakan objek sembarang seperti kota, atom-atom

suatu zat, komponen alat elektronik, nama suatu objek dan sebagainya yang dinomori

dengan huruf, bilangan asli atau gabungan dari keduanya. Sedangkan sisi dapat

menunjukkan hubungan sembarang seperti ikatan atom, sambungan telepon, jalur

penerbangan, jalan raya dan sebagainya yang menghubung antarsimpul pada graf

dinyatakan dengan pasangan (u,v) atau dinyatakan dengan

Jika e adalah sisi

yang menghubungkan simpul u dengan simpul v maka e=(u,v).

A e1 B

e2 e3

e4

C e5

D

Gambar 2.1 Graf G(4,5)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

G(4,5) adalah graf dengan himpunan simpul V dan himpunan sisi E adalah: V = { A, B, C, D } E = { (A, B), (A, C), (A, D), (B, D), (C, D) }
={ }
Berdasarkan ada tidaknya gelang atau sisi ganda pada sautu graf, maka graf dapat digolongkon menjadi dua jenis:
1. Graf sederhana (simple graph) adalah graf yang tidak mengandung gelang (loop) maupun sisi ganda.
2. Graf tak-sederhana (unsimple-graph) adalah graf yang mengandung gelang (loop) maupun sisi ganda.
Berdasarkan orientasi arah pada sisi,maka secara umum graf dibedakan atas 2 jenis:
1. Graf berarah (directed graph atau digraph) adalah graf yang sisinya mempunyai orientasi arah dengan urutan pasangan simpul yang terhubung oleh sisi-sisinya diperhatikan maka (u,v) (v,u) adalah sisi yang berbeda. Pada graf berarah, gelang (loop) diperbolehkan tetapi sisi ganda tidak diperbolehkan.
A
BC
D Gambar 2.2 Graf berarah
2. Graf tak berarah (undirected graph) adalah graf yang sisinya tidak mempunyai orientasi arah dengan urutan pasangan simpul yang terhubung oleh sisi-sisinya tidak diperhatikan maka (u,v)=(v,u) adalah sisi yang sama.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

AB

CD Gambar 2.3 Graf tak-berarah
Graf tak-berarah G disebut graf terhubung (connected graph) jika untuk setiap pasang simpul u dan v pada himpunan V terdapat jalur atau sisi ei (yang juga harus berarti ada jalur atau sisi ei) pada himpunan E. Jika tidak, maka G disebut graf takberhubung (disconnected graph).
A CE

BD

F

Gambar 2.4 Graf terhubung

AF

C DE

H

BG Gambar 2.5 Graf tak-terhubung

Graf berarah G dikatakan terhubung jika graf tak-berarahnya terhubung (graf tak-berarah dari G diperoleh dengan menghilangkan arahnya).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.1.1 Graf Berbobot (Weighted Graph)

Graf berbobot adalah graf yang setiap sisinya diberi sebuah nilai atau bobot (Munir, 2005).

Bobot pada setiap sisi graf dapat berbeda-beda bergantung pada masalah yang dimodelkan. Bobot dapat menyatakan jarak antara dua buah kota, biaya perjalanan antara dua buah kota, waktu tempuh antara dua buah kota, waktu tempuh pesan antara simpul komunikasi dengan simpul komunikasi lainnya (dalam jaringan komputer), ongkos produksi dan sebagainya. Graf berbobot juga sering dikaitkan dengan istilah graf berlebel yang definisinya lebih luas lagi. Label tidak hanya diberikan pada sisi tapi juga pada simpul yang berupa bilangan non negatif.

P9Q

6

7 12

T

6

R9

S

Gambar 2.6 Graf berbobot

2.1.2 Representasi Graf

Ada beberapa representasi yang mungkin untuk graf yang sering digunakan, yaitu:

1. Matriks ketetangaan (adjacency matrix) Misalkan G = (V,E) adalah graf dengan n simpul,

. Matriks

ketetanggaan G adalah matriks bujursangkar yang berukuran n x n. Bila

matriks tersebut dinamakan

, maka

jika simpul i dan j

bertetanggaan, sebaliknya

jika simpul i dan j tidak bertetanggaan

(Munir, 2005). Matriks ketetanggaan untuk graf sederhana adalah simetris

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

dinyatakan 1 jika simpul i dan j bertetanggaan dan 0 untuk yang lainnya (Kenneth, 2003).
12
34

12

34

Gambar 2.7 Dua buah graf dengan matriks ketetanggaannya masing-masing

2 Matriks Bersisian (incidency matrix)

Misalkan G=(V,E) graf dengan n simpul dan m buah sisi. Matriks bersisian G

adalah matriks bujursangkar yang berukuran n x m. Baris menunjukkan label

simpul, sedangkan kolom menunjukkan label sisinya. Bila matriks tersebut

dinamakan

, maka

jika simpul i bersisian dengan sisi j,

sebaliknya

jika simpul i tidak bersisian dengan sisi j (Munir, 2005).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

1 35

24

6

Gambar 2.8 Graf dengan matriks bersisian
3 Daftar ketetanggaan (adjacency list) Representasi dengan daftar ketetanggaan dapat disajikan dengan membuat tabel simpul dan tetangga simpulnya (Amir Hamzah, 2011, hal: 40). Representasi dengan daftar ketetanggaan digunakan untuk mengatasi masalah pada graf yang matriksnya bersifat jarang yaitu mengandung banyak elemen nol, sedangkan elemen yang bukan nol sedikit. Simpul Simpul Tetangga A C, B, D BA C A, D, E D A, C, E E C, D
B AC
DE Gambar 2.9 Graf dengan daftar ketetanggaan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.2 Optimisasi
2.2.1 Pengertian Optimisasi
Optimisasi adalah suatu proses untuk mencapai hasil yang ideal atau optimal (nilai efektif yang dapat dicapai). Dalam disiplin matematika optimisasi merujuk pada studi permasalahan yang mencoba untuk mancari nilai minimal atau maksimal dari suatu fungsi nyata. Untuk dapat mencari nilai optimal baik minimal atau maksimal tersebut, secara sistematis dilakukan pemilihan nilai variabel integer atau nyata yang akan memberikan solusi optimal (Wardy, 2007).
2.2.2 Pengertian Nilai Optimal
Nilai optimal adalah nilai yang didapat melalui suatu proses dan dianggap menjadi suatu solusi jawaban yang paling baik dari semua solusi yang ada (Wardy, 2007).
Nilai optimal dapat dicari dengan dua cara, yaitu:
1. Cara konvensional, yaitu mencoba semua kemungkinan yang ada dengan mencatat nilai yang didapat. Cara ini kurang efektif karena optimasi akan berjalan sangat lambat.
2. Cara kedua adalah dengan menggunakan rumus sehingga nilai optimal dapat diperkirakan dengan cepat dan tepat.
2.2.3 Macam-Macam Permasalan Optimisasi
Permasalahan yang berkaitan dengan optimisasi sangat komplek dalam kehidupan sehari-hari. Nilai yang didapat dalam optimisasi dapat berupa besaran panjang, waktu, jarak dan lain-lain (Wardy, 2007). Berikut ini adalah termasuk beberapa permasalahan optimisasi:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

1. Menentukan jalur terpendek dari suatu tempat ke tempat yang lain. 2. Mengatur jalur kendaraan umum agar semua lokasi dapat dijangkau. 3. Mengatur routing jaringan kabel telpon agar biaya pemasangan kabel tidak
terlalu besar dan penggunaannya tidak boros. 4. Menentukan jumlah pekerja seminimal mungkin untuk melakukan suatu
proses produksi agar biaya pengeluaran biaya pekerja diminimalkan dan hasil produksi tetap maksimal.
Selain beberapa contoh di atas, masih banyak persoalan lainnya yang terdapat dalam berbagai bidang.
2.2.4 Penyelesaian Masalah Optimisasi
Secara umum penyelesaian masalah pencarian jalur terpendek dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode konvensional dan metode heuristik. Metode konvensional diterapkan dengan cara perhitungan matematis seperti biasa, sedangkan metode heuristik diterapkan dengan sistem pendekatan (Mutakhiroh et al, 2007).
Metode konvensional berupa metode yang menggunakan perhitungan matematis biasa. Ada beberapa metode konvensional yang biasa digunakan untuk melakukan pencarian jalur terpendek, diantaranya algoritma Djikstra, algoritma Floyd-Warshall, dan algoritma Bellman-Ford (Mutakhiroh et al, 2007).
Metode heuristik adalah suatu metode yang menggunakan sistem pendekatan dalam melakukan pencarian jalur terpendek. Ada beberapa algoritma pada metode heuristik yang biasa digunakan dalam pencarian jalur terpendek diantaranya algoritma Genetika, Algoritma Semut, logika Fuzzy, jaringan syaraf tiruan, dan lain-lain (Mutakhiroh et al, 2007).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.3 Jalur Terpendek (Shortest Path)
2.3.1 Penerapan Algoritma Semut
Algoritma semut telah digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menghasilkan penyelesaian yang mendekati optimal. Aplikasi algoritma semut dalam kehidupan sehari-hari mencakup beberapa persoalan, yaitu:
1. Quadratic Assignment Problem (QAP), yaitu menugaskan sejumlah n resources untuk ditempatkan pada sejumlah m lokasi dengan meminimalisasi biaya penugasan (assignment).
2. Job-shop Scheduling Problem (JSP) juga salah satu contoh aplikasi Ant Colony Optimization, yaitu untuk mencari jalur sejumlah n pekerjaan menggunakan sejumlah m mesin demikian sehingga seluruh pekerjaan diselesaikan dalam waktu yang seminimal mungkin.
3. Vehicle Routing Problem (VRP) adalah masalah optimisasi penentuan jalur dengan keterbatasan kapasitas kendaraan yang bertujuan meminimumkan total jarak yang ditempuh kendaraan dengan mengatur urutan-urutan yang harus dikunjungi serta kapan kembalinya kendaraan untuk mengisi kapasitasnya lagi.
4. Traveling Salesman Problem (TSP), yaitu untuk mencari jalur terpendek dalam sebuah graph yang menggunakan jalur Hamilton.
2.3.2 Contoh Kasus
Masalah jalur terpendek merupakan masalah yang berkaitan dengan penentuan sisisisi dalam sebuah jaringan yang membentuk jalur terpendek antara sumber dan tujuan. Tujuan dari permasalahan jalur terpendek adalah mencari jalur yang memiliki jarak terpendek antara titik asal dan titik tujuan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Permasalahan mencari jalur terpendek di dalam graf merupakan permasalahan optimisasi yang dapat dimodelkan dengan graf berbobot (weighted graph). Graf berbobot adalah suatu graf dengan masing-masing sisi diberi bobot dengan nilai suatu bilangan tertentu. Gambar 2.10 merupakan suatu graf ABCDEF yang berarah dan berbobot.

A5F

54

32

6

C2

D

3

46

B8

E

Gambar 2.10 Graf berarah dan berbobot

Gambar 2.10 di atas, misalkan dari kota A ingin menuju kota E. Untuk menuju kota E, dapat dipilih beberapa jalur yang tersedia yaitu:

Dari data tersebut, dapat dihitung jalur terpendek dengan mencari jarak antara jalur-jalur tersebut. Sehingga jalur terpendek dapat diketahui yaitu A – D – E = 9.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Algoritma Semut
Algoritma semut diadopsi dari perilaku semut yang dikenal sebagai sistem semut (Dorigo et al, 1996). Koloni semut merupakan algoritma yang bersifat heuristik untuk menyelesaikan masalah optimasi. Algoritma ini terinspirasi oleh lingkungan koloni semut pada saat mencari makanan. Semut mampu menemukan jalur terpendek dari suatu sumber makanan menuju sarangnya, tanpa harus melihatnya secara langsung. Semut mempunyai penyelesaian yang unik dan sangat maju, yaitu menggunakan jejak feromon pada suatu jalur untuk berkomunikasi dan membangun solusi, semakin banyak jejak feromon ditinggalkan maka jalur tersebut akan diikuti oleh semut lain.
Feromon adalah zat kimia yang berasal dari kelenjar endokrin yang digunakan oleh makhluk hidup untuk mengenali sesama jenis individu lain, kelompok dan untuk membantu proses reproduksi. Feromon menyebar keluar tubuh dan hanya dapat mempengaruhi dan dikenali oleh individu lain yang sejenis.
Proses peninggalan feromon ini dikenal dengan stigmery, yaitu sebuah proses memodifikasi lingkungan yang tidak hanya bertujuan untuk mengingat jalan pulang ke sarang, tetapi juga memungkinkan para semut berkomunikasi dengan koloninya.
Seiring waktu, bagaimanapun juga jejak feromon akan menguap dan akan mengurangi kekuatan daya tariknya. Lebih cepat setiap semut pulang pergi melalui jalur tersebut, maka feromon yang menguap lebih sedikit. Begitu pula sebaliknya jika semut lebih lama pulang pergi melalui jalur tersebut maka feromon yang menguap lagi banyak.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3.2 Cara Kerja Semut Mencari Jalur Optimal
Secara alamiah semut mampu menemukan jalur terpendek dalam perjalanan dari sarang ke tempat-tempat sumber makanan. Koloni semut dapat menemukan jalur terpendek antara sarang dan sumber makanan berdasarkan jejak kaki pada jalur yang dilaluinya. Semakin banyak semut yang melalui jalur tersebut maka akan semakin jelas jejak kakinya. Hal ini akan menyebabkan jalur yang dilalui semut dalam jumlah sedikit, semakin lama akan semakin berkurang kepadatan semut yang melewatinya, atau bahkan akan tidak dilalui sama sekali. Sebaliknya jalur yang akan dilalui semut dalam jumlah banyak, semakin lama semakin bertambah kepadatan semut yang melewatinya, atau bahkan semua semut akan melalui jalur tersebut.
Agar semut mendapatkan jalur optimal, diperlukan beberapa proses:
1. Pada awalnya semut berkeliling secara acak hingga menemukan makanan. Lihat gambar di bawah ini: B Jalur 1 A Jalur 2 Gambar 3.1 Jalur awal semut menuju tempat makanan Keterangan: A : Tempat awal koloni semut (sarang) B : Tujuan koloni semut (makanan) Jalur 1: Jalur yang ditempuh oleh semut 1 Jalur 2: Jalur yang ditempuh oleh semut 2
2. Ketika menemukan makanan mereka kembali ke koloninya sambil memberikan tanda dengan jejak feromon.
3. Jika semut-semut lain menemukan jalur tersebut, mereka tidak akan bepergian dengan acak lagi, melainkan akan mengikuti jejak tersebut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4. Kembali dan menguatkannya jika pada akhirnya mereka pun menemukan makanan.
5. Seekor semut yang tidak sengaja menemukan jalur optimal akan menempuh jalur ini lebih cepat dan melakukan round-trip lebih sering yang dengan sendirinya meninggalkan feromon lebih banyak dari jalur-jalur yang lambat ditempuh.
6. Feromon yang berkonsentrasi tinggi pada akhirnya akan menarik semutsemut lain untuk berpindah jalur menuju jalur yang optimal sedangkan jalur lainnya akan ditinggalkan.
7. Pada akhirnya semua semut yang tadinya menempuh jalur yang berbeda-beda akan beralih kesebuah jalur tunggal yang ternyata paling optimal dari sarang menuju ketempat makanan. Lihat gambar di bawah ini:
B
A Gambar 3.2 Jalur optimal semut menuju tempat makanan
Ketarangan: A : Tempat awal koloni semut (sarang) B : Tujuan koloni semut (makanan)
Jalur optimal adalah jalur yang dilewati semut setelah beberapa iterasi. Seluruh proses ini menunjukkan berlangsungnya optimisasi alami kaum semut yang bisa kita tiru dalam kehidupan sehari-hari.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3.3 Analisis Algoritma Semut untuk Mencari Nilai Optimal Menggunakan Graf
Algoritma semut menggunakan sistem multi agen, yang berarti mengerahkan seluruh koloni semut yang masing-masingnya bergerak sebagai agen tunggal. Setiap semut menyimpan daftar tabu yang memuat simpul-simpul yang sudah pernah dilalui, dimana ia tidak diijinkan untuk melalui simpul-simpul yang sama dua kali dalam satu kali perjalanan.
Sebuah koloni semut diciptakan dan setiap semut ditempatkan pada masingmasing simpul secara merata untuk menjamin bahwa tiap simpul memiliki peluang untuk menjadi titik awal dari jalur optimal yang dicari. Setiap semut selanjutnya harus melakukan perjalanan mengunjungi semua simpul-simpul pada graf tersebut.
Berikut ini adalah tahapan-tahapan algoritma semut menggunakan graf, yaitu:
1. Dari sarang semut berkeliling secara acak mencari makanan sambil mencatat jarak antara simpul yang ia lalui.
2. Ketika sampai ke makanan, total jarak dari tiap simpul yang ia tempuh dijumlahkan untuk mendapatkan jarak dari sarang ke makanan.
B Jalur 1 A
Jalur 2
Gambar 3.3 Jalur awal semut menuju tempat makanan
Keterangan: A : Tempat awal koloni semut (sarang) B : Tujuan koloni semut (makanan) Jalur 1: Jalur yang ditempuh oleh semut 1 Jalur 2: Jalur yang ditempuh oleh semut 2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3. Ketika kembali ke sarang, sejumlah konsentrasi feromon ditambahkan pada jalur tersebut yang telah ditempuh berdasarkan total jarak jalur tersebut. Makin kecil total jarak (makin optimal) maka makin banyak kadar feromon yang dibubuhkan pada masing-masing busur pada jalur tersebut. B Jalur 1 A Jalur 2 Gambar 3.4 Jalur semut menuju sarang
Keterangan: A : Sarang semut B : Tempat ditemukannya makanan Jalur 1: Jalur yang ditempuh oleh semut 1 dengan pemberian kadar feromon yang tinggi Jalur 2: Jalur yang ditempuh oleh semut 2 dengan pemberian kadar feromon yang rendah
4. Untuk melalui busur mana yang harus dilalui berikutnya, digunakan sebuah rumus yang pada intinya menerapkan suatu fungsi heuristik untuk menghitung intensitas feromon yang ditinggalkan pada suatu busur.
B Jalur 3 A Jalur 1
Jalur 2
Gambar 3.5 Jalur semut menuju makanan pada iterasi ke-1
Keterangan: A : Sarang semut B : Tempat ditemukannya makanan Jalur 1 : Jalur yang ditempuh oleh semut 1 karena kadar feromon yang tinggi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Jalur 2 : Jalur yang tidak ditempuh oleh semut karena kadar feromon yang rendah Jalur 3 : Jalur yang ditemukan oleh semut 2

5. Pada iterasi berikutnya, busur-busur yang mengandung feromon lebih tinggi ini akan cenderung dipilih sebagai busur yang harus ditempuh berikutnya berdasarkan rumus pemilihan busur. Akibatnya, lama-kelamaan akan terlihat jalur optimal pada graf yaitu jalur yang dibentuk oleh busur-busur dengan kadar feromon yag tinggi yang pada akhirnya akan dipilih oleh semua multi agen semut.

B Jalur 3 A Jalur 1
Jalur 2

Gambar 3.6 Jalur semut menuju sarang pada iterasi ke-2

Keterangan: A : Sarang semut B : Tempat ditemukannya makanan Jalur 1: Jalur yang ditempuh oleh semut 2 dengan pemberian kadar feromon yang rendah Jalur 2: Jalur yang tidak ditempuh Jalur 3: Jalur yang ditempuh oleh semut 2 dengan pemberian kadar feromon yang tinggi

Jalur 3

B

Jalur 2

A

Jalur 2

Gambar 3.7 Jalur optimal semut menuju tempat makanan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Keterangan: A : Sarang semut B : Tempat ditemukannya makanan Jalur 1 : Jalur yang tidak ditempuh karena kadar feromon yang rendah Jalur 2 : Jalur yang tidak ditempuh karena kadar feromon yang sangat rendah Jalur 3 : Jalur optimal yang ditempuh oleh semut karena kadar feromon yang tinggi
3.4 Penyelasaian Masalah dengan Algoritma Semut
Setiap semut akan berperan sebagai agen yang mampu melakukan tugas sederhana untuk melakukan solusi dengan kriteria:
1. Semut akan berpindah dari kota i ke kota j, pada interval antara t dan (t+1). Kota j dipilih berdasarkan probabilitas terhadap jarak antarkota dan juga jumlah jejak yang ada pada sisi yang menghubungkan antara i dan j.
2. Semut akan berpindah dari kota asal ke kota yang lain yang belum pernah dikunjunginya atau kota yang memungkinkan jaraknya maka akan sering untuk dikunjungi dan pada akhirnya semut tersebut akan sampai pada kota tujuan.
3. Jika jalur suatu jalur memiliki jarak paling pendek maka jumlah semut yang ada akan memilih jalur tersebut, sehingga semua semut akan berada pada jalur yang terpendek.
Berikut contoh kasus sederhana pencarian jalur terpendek dengan kota asal dan kota tujuan seperti yang terlihat pada graf di bawah ini dengan parameter-parameter yang berbeda pada setiap penyelesaiannya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

A D

B

E C Gambar 3.8 Contoh kasus

Tabel 3.1 Jarak antarkota dij ABCDE A0 5 7 3 0 B5 0400 C7 4 0 0 5 D3 0 0 0 4 E0 0540

Dari jarak kota yang telah diketahui dapat dihitung visibilitas antarkota

η = 1 sebagai berikut: d ij

Tabel 3.2 Visibilitas antarkota η = 1 d ij

ABCDE

A

0

0.2 0.143 0.33

0

B 0.2 0 0.25 0

0

C 0.143 0.25

0

0 0.2

D 0.33 0 0 0 0.25

E

0

0

0.2 0.25

0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Kasus 1:

Parameter-parameter yang digunakan adalah sebagai berikut:

α =1

β =1

m =3

n =5

Q =1

ρ = 0,5

τ ij (awal) = 0,1

NC max

=3

Kota awal = A

Kota tujuan = E

Dari intensitas jejak semut τ ij yang telah ditetapkan dan perhitungan visibilitas antarkota η = 1 maka dapat diketahui probabilitas kota untuk dikunjungi sebagai
d ij berikut:

Tabel 3.3 Probabilitas kota untuk dikunjungi siklus ke-1 kasus 1

ABCDE

A 0 0.146 0.104 0.240 0

B 0.146 0 0.182 0

0

C 0.104 0.182 0

0 0.146

D 0.240 0 0 0 0.183

E 0 0 0.146 0.183 0

Sehingga didapat panjang jalur semut pada siklus ke-1 sebagai berikut:

Tabel 3.4 Panjang jalur semut siklus ke-1 kasus 1

Semut

Jalur

Panjang Jalur

1 A–D–E

7

2 A–B–C–E

14

3 A–C–E

12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dari perjalan semut pada siklus ke-1 maka akan terjadi perubahan harga intensitas jejak kaki semut τ ij antarkota untuk siklus selanjutnya sebagai berikut:

Tabel 3.5 Perubahan harga intensitas jejak kaki semut τ ij antarkota siklus

ke-2 kasus 1

τ ij (awal) Pijk

∆τ ij1 ∆τ ij 2 ∆τ ij 3 ∆τ ij

τ NEW

A,B 0,1 0,146 0 1 0 0,071 0.5 x 0.1 + 0.071 = 0.121 14

A,C 0,1 0,104 0

0 1 0,083 0.5 x 0.1 + 0.083 = 0.133 12

A,D 0,1 0,240 1 0 0 0,143 0.5 x 0.1 + 0.143 = 0.193 7

B,C 0,1 0,182 0 1 0 0.071 0.5 x 0.1 + 0.071 = 0.121 14

C,E 0,1 0,146 0 1 1 0,163 0.5 x 0.1 + 0.163 = 0.213 14 12

D,E 0,1 0,182 1 0 0 0,143 0.5 x 0.1 + 0.143 = 0.193

7

Tabel 3.6 Probabilitas kota untuk dikunjungi siklus ke-2 kasus 1 dengan τ ij

telah diperbaharui

ABCDE

A 0 0.106 0.083 0.281 0

B 0.106 0 0.132 0

0

C 0.083 0.132 0

0 0.187

D 0.281 0 0 0 0.211

E 0 0 0.187 0.211 0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tabel 3.7 Panjang jalur semut siklus ke-2 kasus 1

Semut

Jalur

Panjang Jalur

1 A–C–E

12

2 A–D–E

7

3 A–B–C–A–D-E

23

Tabel 3.8 Perubahan harga intensitas jejak kaki semut τ ij antarkota siklus

ke-3 kasus 1

τ ij (awal) Pijk

∆τ ij1 ∆τ ij 2 ∆τ ij 3 ∆τ ij

τ NEW

A,B 0,121 0,106 0 0 1 0,043 23
A,C 0,133 0,083 1 0 1 0,126 12 23
A,D 0,193 0,281 0 1 1 0,186 7 23
B,C 0,121 0,132 0 0 1 0.043 23
C,E 0,213 0,187 1 0 0 0,083 12
D,E 0,193 0,211 0 1 1 0,186 7 23

0.5 x 0.121 + 0.043 = 0.1035
0.5 x 0.133 + 0.126 = 0.1925
0.5 x 0.193 + 0.186 = 0.2825
0.5 x 0.121 + 0.043 = 0.1035
0.5 x 0.213 + 0.083 = 0.1895
0.5 x 0.193 + 0.186 = 0.2825

Tabel 3.9 Probabilitas kota untuk dikunjungi siklus ke-3 kasus 1 dengan τ ij

telah diperbaharui

ABCDE

A 0 0.075 0.099 0.338 0

B 0.075 0 0.094 0

0

C 0.099 0.094 0

0 0.137

D 0.338 0 0 0 0.256

E 0 0 0.137 0.256 0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tabel 3.10 Panjang jalur semut siklus ke-3 kasus 1

Semut

Jalur

Panjang Jalur

1 A–D–E

7

2 A–C–E

12

3 A–D–E

7

Dari ke-3 siklus yang telah dilakukan akan diperoleh jalur terpendek dari kota asal A ke kota tujuan E yaitu A – D – E dengan panjang jalur 7. Karena siklus yang diinginkan hanya 3 siklus maka langkah selanjutnya tidak dikerjakan lagi karena sudah terjadi konvergensi.

Kasus 2:

Parameter-parameter yang digunakan adalah sebagai berikut:

α =2

β =2

m =3

n =5

Q =1

ρ = 0,5

τ ij (awal) = 0,1

NC max

=3

Kota awal = A

Kota tujuan = E

Tabel 3.11 Probabilitas kota untuk dikunjungi siklus ke-1 kasus 2

ABCDE

A 0 0.120 0.060 0.326 0

B 0.120 0 0.187 0

0

C 0.060 0.187 0

0 0.120

D 0.326 0 0 0 0.187

E 0 0 0.120 0.187 0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tabel 3.12 Panjang jalur semut siklus ke-1 kasus 2

Semut

Jalur

Panjang Jalur

1 A–D–E

7

2 A – B – C –A – D – E

23

3 A–B–C–E

14

Tabel 3.13 Perubahan harga intensitas jejak kaki semut τ ij antarkota

siklus ke-2 kasus 2

τ ij (awal) Pijk

∆τ ij1 ∆τ ij 2 ∆τ ij 3 ∆τ ij

τ NEW

A,B 0,1 0,120 0 1 1 0,114 0.5 x 0.1 + 0.114 = 0.164 23 14

A,C 0,1 0,060 0 1 0 0,043 0.5 x 0.1 + 0.043 = 0.093 23

A,D 0,1 0,326 1 1 0 0,186 0.5 x 0.1 + 0.186 = 0.236 7 23

B,C 0,1 0,187 0 1 1 0.114 0.5 x 0.1 + 0.114 = 0.164 23 14

C,E 0,1 0,120 0

0 1 0,071 0.5 x 0.1 + 0.071 = 0.121 14

D,E 0,1 0,187 1 7

0 1 0,214 0.5 x 0.1 + 0.214 = 0.264 14

Tabel 3.14 Probabilitas kota untuk dikunjungi siklus ke-2 kasus 2 dengan

τ ij telah diperbaharui

ABCDE

A 0 0.077 0.013 0.435 0

B 0.077 0 0.120 0

0

C 0.013 0.120 0

0 0.043

D 0.435 0 0 0 0.312

E 0 0 0.043 0.312 0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tabel 3.15 Panjang jalur semut siklus ke-2 kasus 2

Semut

Jalur

Panjang Jalur

1 A–D–E

7

2 A–D–E

7

3 A –C–E

12

Tabel 3.16 Perubahan harga intensitas jejak kaki semut τ ij antarkota

siklus ke-3 kasus 2

τ ij (awal) Pijk

∆τ ij1 ∆τ ij 2 ∆τ ij 3 ∆τ ij

τ NEW

A,B 0,164 A,C 0,093

0,077 0,013

0 0

A,D 0,236
B,C 0,164 C,E 0,121

0,435
0,120 0,043

1 7
0 0

D,E 0,264 0,312 0

0 0 0 0.5 x 0.164 + 0 = 0.082

0 1 0,083 0.5 x 0.093 + 0.083 = 12 0.130

1 0 0,286 0.5 x 0.236 + 0.286 = 7 0.404

0 0 0 0.5 x 0.164 + 0 = 0.082

0 1 0,083 0.5 x 0.121 + 0.083 = 7 0.114

1 1 0,286 0.5 x 0.264 + 0.286 =

77

0.409

Tabel 3.17 Probabilitas kota untuk dikunjungi siklus ke-3 kasus 2 dengan

τ ij telah diperbaharui

ABCDE

A 0 0.066 0.052 0.380 0

B 0.066 0 0.097 0

0

C 0.052 0.097 0

0 0.085

D 0.380 0 0 0 0.321

E 0 0 0.085 0.321 0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tabel 3.18 Panjang jalur semut siklus ke-3 kasus 2

Semut

Jalur

Panjang Jalur

1 A–D–E

7

2 A–D–E

7

3 A –D–E

7

Dari ke-3 siklus yang telah dilakukan akan diperoleh jalur terpendek dari kota asal A ke kota tujuan E yaitu A – D – E dengan panjang jalur 7. Karena siklus yang diinginkan hanya 3 siklus maka langkah selanjutnya tidak dikerjakan lagi karena sudah terjadi konvergensi.

Kasus 3:

Parameter-parameter yang digunakan adalah sebagai berikut:

α =1

β =1

m =3

n =5

Q =1

ρ = 0,6

τ ij (awal) = 0,1

NC max

=3

Kota awal = A

Kota tujuan = E

Tabel 3.19 Probabilitas kota untuk dikunjungi siklus ke-1 kasus 3

ABCDE

A 0 0.146 0.104 0.240 0

B 0.146 0 0.182 0

0

C 0.104 0.182 0

0 0.146

D 0.240 0 0 0 0.183

E 0 0 0.146 0.183 0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tabel 3.20 Panjang jalur semut siklus ke-1 kasus 3

Semut

Jalur

Panjang Jalur

1 A–D–E

7

2 A–B–C–E

14

3 A–C–E

12

Tabel 3.21 Perubahan harga intensitas jejak kaki semut τ ij antarkota

siklus ke-2 kasus 3

τ ij (awal) Pijk

∆τ ij1 ∆τ ij 2 ∆τ ij 3 ∆τ ij

τ NEW

A,B 0,1 0,146 0 1 0 0,071 0.4 x 0.1 + 0.071 = 0.111 14

A,C 0,1 0,104 0

0 1 0,083 0.4 x 0.1 + 0.083 = 0.123 12

A,D 0,1 0,240 1 0 0 0,143 0.4 x 0.1 + 0.143 = 0.183 7

B,C 0,1 0,182 0 1 0 0.071 0.4 x 0.1 + 0.071 = 0.111 14

C,E 0,1 0,146 0 1 1 0,163 0.4 x 0.1 + 0.163 = 0.203 14 12

D,E 0,1 0,182 1 0 0 0,143 0.4 x 0.1 + 0.143 = 0.183

7

Tabel 3.22 Probabilitas kota untuk dikunjungi siklus ke-2 kasus 3 dengan

τ ij telah diperbaharui

ABCDE

A 0 0.102 0.084 0.281 0

B 0.102 0 0.130 0

0

C 0.084 0.130 0

0 0.191

D 0.281 0 0 0 0.214

E 0 0 0.191 0.214 0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tabel 3.23 Panjang jalur semut siklus ke-2 kasus 3

Semut

Jalur

Panjang Jalur

1 A–C–E

12

2 A–D–E

7

3 A–B–C–A–D-E

23

Tabel 3.24 Perubahan harga intensitas jejak kaki semut τ ij antarkota

siklus ke-3 kasus 3

τ ij (awal) Pijk

∆τ ij1 ∆τ ij 2 ∆τ ij 3 ∆τ ij

τ NEW

A,B 0,111 0,102 0 0 1 0,043 23
A,C 0,123 0,084 1 0 1 0,126 12 23
A,D 0,183 0,280 0 1 1 0,186 7 23
B,C 0,111 0,130 0 0 1 0.043 23
C,E 0,203 0,191 1 0 0 0,083 12
D,E 0,183 0,214 0 1 1 0,186 7 23

0.4 x 0.111 + 0.043 = 0.0874
0.4 x 0.123 + 0.126 = 0.1596
0.4 x 0.183 + 0.186 = 0.2980
0.4 x 0.111 + 0.043 = 0.0874
0.4 x 0.203 + 0.083 = 0.1594
0.4 x 0.183 + 0.186 = 0.2592

Tabel 3.25 Probabilitas kota untuk dikunjungi siklus ke-3 kasus 3 dengan

τ ij telah diperbaharui

ABCDE

A 0 0.068 0.089 0.382 0

B