ilmiah para sarjana dan ahli yang berupa literatur, majalah, jurnal, sehingga dapat mendukung, membantu, melengkapi, dan membahas masalah-masalah
yang timbul dalam skripsi ini.
1.4.4 Analisis Bahan Hukum
Proses analisis bahan hukum merupakan proses menemukan jawaban dari pokok permaslahan. Proses ini dimulai dari pengumpulan bahan-bahan untuk
disusun secara sistematis dan dilanjutkan dengan analisis bahan penelitian. Hasil analisis bahan penelitian tersebut kemudian dibahas untuk
mendapatkan pemahaman atas permasalahan sehingga dari pembahasan tersebut dapat
ditarik kesimpulan
yang dapat
dipertanggungjawabkan dengan
menggunakan metode deduktif, yaitu dengan cara pengembalian dari kesimpulan dari pembahasan yang bersifat umum menjadi kesimpulan yang bersifat khusus.
Dengan demikian, maka dapat dicapai tujuan yang diiinginkan di dalam penulisan skripsi, yaitu untuk menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan. Sehingga pada
akhirnya penulis dapat memberikan preskripsi mengenai apa yang seharusnya dilakukan dan dapat diterapkan. Bahan hukum sekunder, yang berupa buku-buku
teks, hasil penelitian dan komentar-komentar atas putusan pengadilan yang terkait dengan permasalahan yang dibahas.
Bahan-bahan hukum yang telah didapatkan kemudian disusun secara sistematis dan terarah untuk kemudian dilakukan analisis dengan memberikan
preskripsi mengenai apa yang seharusnya merupakan esensi dari penelitian hukum karena hal tersebut penelitian dilakukan. Analisis bersifat preskriptif artinya
sesuai dengan karakter ilmu hukum yang mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma
hukum. Pemberian preskripsi bukan merupakan suatu yang telah ditetapkan atau yang sudah ada. Oleh karena itulah yang dihasilkan oleh penelitian hukum
sekalipun bukan azas hukum yang baru atau teori baru, paling tidak argumen baru. Bertolak dari argumen baru itulah diberikan preskripsi sehingga preskripsi
tersebut bukan merupakan sesuatu fantasi atau angan-angan kosong. Peter Mahmud Marzuki, 2009 : 41-42
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tindak Pidana Perkosaan 2.1.1 Pengertian Tindak Pidana
Penjelasan terhadap pengertian tindak pidana sangatlah penting untuk dibahas, karena penjelasan tersebut akan memberikan pemahaman kapan suatu
perbuatan dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan atau tindak pidana dan kapan tidak. Tindak pidana merupakan terjemahan kata strafbaarfeit dalam bahasa
Belanda. Dari kata strafbaarfeit kemudian diterjemahkan dalam berbagai bahasa Indonesia oleh para sarjana-sarjana di Indonesia, antara lain: tindak pidana, delik,
dan perbuatan pidana. Menurut Moeljatno 1993: 54 yang menggunakan istilah
“perbuatan pidana” untuk mengartikan strafbaar feit, yaitu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan
tersebut disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Dapat
dikatakan pula bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam pidana, larangan
ditujukan pada perbuatan yaitu suatu keadaan atau kejadian yang timbul akibat kelakuan seseorang, sedangkan ancaman pidananya
ditujukan pada pelaku kejadian tersebut. Istilah “tindak pidana” itu sendiri sering dipakai dalam perundang-
undangan karena berasal dari pihak Kementerian Kehakiman. Meskipun kata “tindak” lebih pendek dari pada kata “perbuatan” tetapi “tindak” tidak menunjuk
kepada hal yang abstrak seperti perbuatan, melainkan hanya menyatukan keadaan konkrit, sebagaimana halnya dengan peristiwa dan perbedaan bahwa tindak
adalah kelakuan, gerak-gerik atau sikap jasmaniah seseorang. Oleh karena itu, kata “tindak” tidak begitu dikenal, sehingga dalam penjelasan-penjelasannya
Moeljatno hampir selalu menggunakan kata perbuatan. Menurut Simon dalam Moeljatno, 1993: 56 stafbaar feit adalah kelakuan
handeling yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu
bertanggungjawab.