Tingkat Bahaya Erosi dan Status Kesuburan Tanah di Wilayah Kerja PT Korintiga Hutani, Kalimantan Tengah

TINGKAT BAHAYA EROSI DAN STATUS KESUBURAN
TANAH DI WILAYAH KERJA PT KORINTIGA HUTANI,
KALIMANTAN TENGAH

WAHYU ISKANDAR

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tingkat Bahaya Erosi
dan Status Kesuburan Tanah di Lahan IUPHHK-HT PT Korintiga Hutani (PT
KTH) Kalimantan Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Wahyu Iskandar
NIM E14080105

ABSTRAK
WAHYU ISKANDAR. Tingkat Bahaya Erosi dan Status Kesuburan Tanah di
Wilayah Kerja PT Korintiga Hutani (PT KTH) Kalimantan Tengah. Dibimbing
oleh HENDRAYANTO.
Dinamika perubahan tutupan lahan dapat mempengaruhi aliran permukaan
dan selanjutnya erosi permukaan. Tebang habis, sebagai bentuk penerapan sistem
silvikultur tentunya akan menurunkan evapotranspirasi dan menyebabkan
meningkatnya jumlah air permukaan. Erosi permukaan sebagai dampak utama
dari peningkatan air permukaan, begitu nyata mempengaruhi peningkatan erosi
permukaan. Erosi dapat mencuci unrsur hara dan tentunya berdampak terhadap
penurunan kesuburan tanah. Penelitian ini memetakan tingkat bahaya erosi di PT
Korintiga Hutani (PT KTH) Kalimantan tengah. Dalam penelitian ini tercatat laju
erosi di area penanaman akasia (Acacia mangium), ekaliptus (Eucaliptus pellita),
DPSL (kawasan tidak terganggu), dan penebangan dan jalan sarad berturut-turut:

3.0, 3.2, 1.5, 4.8 dan 5.0 (ton/ha/tahun). Hampir seluruh area bertaraf kesuburan
rendah.
Kata kunci: laju erosi, tingkat kesuburan tanah

ABSTRACT
WAHYU ISKANDAR. Erosion Hazard Vulnerability and Soil Fertility Status in
Forest Plantation Concession Area of IUPHHK HT-PT Korintiga Hutani, Central
Kalimantan Supervised by HENDRAYANTO.
Land cover changes alter surface run off rate and erosion rate as well. The
land clearing, as a part of the implementation of silvicultural system of forest
plantation (THPB) remove all of vegetative covers which temporarily reduce
evapotranpiration and hence increase surface erosion. Surface erosion may erode
soil particles, leach nutrients and decrease soil fertility. This research estimates
and maps the rate of erosion, erosion hazard vulnerability, and soil fertility status
in forest plantation concession of PT Korintiga Hutani, Central Kalimantan. The
results show that soil rate in Acacia mangium and Eucalyptus pellita plantations,
DPSL (undisturbed area), harvesting area and skidding road are: 3.0, 3.2, 1.5, 4.8,
dan 5.0 (ton/ha/year) respectively, and the soil fertility status of the area is low.
Keywords: erosion, forest plantation, soil fertility


Ringkasan
WAHYU ISKANDAR. Tingkat Bahaya Erosi dan Status Kesuburan Tanah di Wilayah Kerja PT
Korintiga Hutani (PT KTH) Kalimantan Tengah. Dibimbing oleh HENDRAYANTO.
Dinamika perubahan tutupan lahan dapat mempengaruhi aliran permukaan dan
selanjutnya erosi permukaan. Tebang habis, sebagai bentuk penerapan sistem silvikultur tentunya
akan menurunkan evapotranspirasi dan menyebabkan meningkatnya jumlah air permukaan. Erosi
permukaan sebagai dampak utama dari peningkatan air permukaan, begitu nyata mempengaruhi
peningkatan erosi permukaan. Erosi dapat mencuci unrsur hara dan tentunya berdampak terhadap
penurunan kesuburan tanah. Penelitian ini memetakan tingkat bahaya erosi di PT Korintiga
Hutani (PT KTH) Kalimantan tengah. Baik untuk memetakan erosi maupun untuk menentukan
kesuburan tanah, contoh tanah diambil sebanyak 45 titik hasil kombinasi jenis tanah dan
penggunaan lahan. Pendugaan erosi menggunakan formulasi USLE yang dikembangkan oleh
Wischmeier dan Smith (1978) dengan beberapa pembaharuan. Selanjutnya sebaran erosi dan
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) dipetakan menggunakan perangkat lunak Arc GIS 10.1. Dalam
penelitian ini tercatat laju erosi di area penanaman akasia (Acacia mangium), ekaliptus
(Eucaliptus pellita), DPSL (kawasan tidak terganggu), dan penebangan dan jalan sarad berturutturut: 3.0, 3.2, 1.5, 4.8 dan 5.0 (ton/ha/tahun). Hampir seluruh area bertaraf kesuburan rendah.
Kata kunci: laju erosi, tingkat kesuburan tanah

TINGKAT BAHAYA EROSI DAN STATUS KESUBURAN
TANAH DI WILAYAH KERJA PT KORINTIGA HUTANI,

KALIMANTAN TENGAH

WAHYU ISKANDAR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Tingkat Bahaya Erosi dan Status Kesuburan Tanah di Wilayah
Kerja PT Korintiga Hutani, Kalimantan Tengah
Nama
: Wahyu Iskandar

NIM
: E14080105

Disetujui oleh

Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret-Mei 2012 ini ialah
erosi, dengan judul Tingkat Bahaya Erosi dan Status Kesuburan Tanah di Wilayah

Kerja PT Korintiga Hutani, Kalimantan Tengah.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr
selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada PT
KTH yang telah mendukung terlaksananya penelitian ini. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, rekan-rekan UKF dan
rekan kelas MNH 45 atas segala doa, kasih sayang, gagasan dan tempaan yang
dikaruniakan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2013
Wahyu Iskandar

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1


METODE

2

Waktu dan Lokasi Penelitian

2

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

2

Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

6


Sifat Fisika-Kimia dan Kesuburan Tanah

6

Laju Erosi, Tingkat Bahaya Erosi (TBE), dan Laju Kehilangan Hara

8

SIMPULAN DAN SARAN

11

Simpulan

11

Saran

11


DAFTAR PUSTAKA

12

LAMPIRAN

14

RIWAYAT HIDUP

15

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6


Sifat fisika dan kimia tanah yang dianalisis
Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Dephut (1998)
Sifat fisika contoh tanah di wilayah kerja PT KTH Kalteng
Hasil uji t terhadap nilai BD antar lokasi pengambilan contoh tanah
Sifat kimia contoh tanah di kerja PT KTH
Laju erosi (ton/ha/thn) dan erosi total (Et) di berbagai penggunaan
lahan di PT KTH
7 Laju kehilangan unsur hara

3
5
6
6
7
8
11

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Lokasi wilayah kerja PT KTH
Lokasi pengambilan contoh tanah
Proses pembuatan peta sebaran erosi dan TBE
Sebaran erosi di wilayah kerja PT KTH (ton/ha/tahun)
Sebaran Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di wilayah kerja PT KTH

2
3
5
8
10

DAFTAR LAMPIRAN
1 Parameter penentu kesuburan tanah
2 Parameter penentu kepekaan tanah tererosi (indeks erodibilitas)

14
14

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Penerapan sistem silvikultur tebang habis dengan permudaan buatan
(THPB) dalam pembangunan hutan tanaman mengakibatkan berubahnya sifatsifat penutupan lahan, dan tanah serta selanjutnya mengubah laju dan jumlah
limpasan dan erosi permukaan. Pembersihan lahan (land clearing) dalam
rangkaian penerapan Sistem Silvikultur THPB, selain meniadakan vegetasi, dapat
pula menyebabkan pemadatan tanah (soil compaction) dan menghilangkan lapisan
permukaan tanah (top soil) akibat aktivitas alat berat (Bruijnzeel 1997;
Matangaran 2002). Dampak tersebut meningkatkan limpasan permukaan dan
berimplikasi menyebabkan percepatan erosi permukaan (Arsyad 2010; Khasanah
et al. 2004).
Limpasan permukaan dan erosi permukaan dapat menyebabkan penurunan
kesuburan tanah di tempat (in-site) akibat tercuci dan terangkatnya unsur hara
(Fölster and Kanna 1997; Khasanah et al. 2004; Storey 2003). Hartemink (2003)
menambahkan bahwa pengusahaan hutan tanaman menurunkan kandungan unsur
hara tanah. Hutan tanaman (HT) mengurangi kandungan unsur hara dari tanah dan
mengubah ke dalam bentuk biomasa kayu (Fölster and Kanna 1997). Selain itu,
pengolahan tanah yang intensif di HT dapat mengubah sifat fisika dan kimia tanah
yang dapat mempengaruhi kesuburan tanah (Mackensen 2000).
Penelitian tentang laju erosi, tingkat bahaya erosi (TBE), dan status
kesuburan tanah hutan yang dikelola dengan Sistem Silvikultur THPB di
Indonesia dinilai masih sedikit, padahal luas hutan produksi tetap tersebut
termasuk di dalamnya yang dikelola dengan sistem silvikultur THPB mencapai
34.142.045 ha (Kemenhut 2012). PT Korintiga Hutani (PT KTH) merupakan
salah satu perusahaan yang menerapkan Sistem Silvikultur THPB dalam
mengelola hutan produksi tetap seluas 94440 ha, yang diduga mengalami
percepatan erosi dan penurunan tingkat kesuburan tanah terutama di lahan bekas
tebangan.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menduga Tingkat Bahaya Erosi (TBE) dan
status kesuburan tanah di lahan yang masih berhutan alam dan di lahan lokasi
penerapan THPB di wilayah kerja PT KTH.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi PT
KTH dalam mengelola lahan agar dapat menjaga dan meningkatkan status
kesuburan tanahnya dan mengurangi dampak negatif erosi hingga batas ambang
batas yang diperbolehkan.

2

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Pengambilan data di lapangan dilaksanakan pada bulan Maret-Mei 2012 di
wilayah kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman
(IUPHHK-HT) PT KTH. PT KTH terletak di dua wilayah kabupaten, yaitu
Kabupaten Kotawaringin Barat (Kec. Arut Utara dan Kec. Arut Selatan) dan
Kabupaten Lamandau (Kec. Mentobi Raya), Kalimantan Tengah dengan luas
94440 ha. Jarak dari Palangkaraya ke Basecamp ± 200 km (Gambar 1).

Gambar 1 Lokasi Wilayah Kerja PT KTH
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan mencakup data areal kerja PT KTH, realisasi
penanaman, RKT 2012, pembukaan wilayah hutan, curah hujan harian, jenis tanah,
sifat fisika-kimia jenis tanah, topografi, dan penggunaan lahan di lokasi penelitian.
Data areal kerja PT KTH, realisasi tanaman, RKT 2011, pembukaan
wilayah hutan, jenis tanah, topografi, dan penggunaan lahan bersumber dari petapeta dan laporan yang dibuat oleh PT KTH. Data curah hujan harian bersumber
dari pengukuran curah hujan harian di empat lokasi pengamatan di wilayah kerja
PT KTH. Sifat fisik dan kimia tanah didapat dari analisis laboratorium terhadap
contoh tanah tidak terganggu dan komposit.

3
Contoh tanah tidak terganggu untuk analisis sifat fisik tanah diambil dari 3
jenis tanah dominan dengan 5 jenis penggunaan lahan yang berbeda, yaitu tegakan
Acacia mangium (akasia), tegakan Eucalyptus pellita (ekaliptus) masing-masing
berumur 6 tahun, Daerah Pelestarian Satwa Liar (DPSL) sebagai kawasan tidak
terganggu, area penebangan, dan jalan sarad. Contoh tanah diambil dari
permukaan tanah di kedalaman 0-10 cm, masing-masing diambil 3 contoh tanah
sebagai ulangan. Lokasi pengambilan contoh tanah disajikan dalam Gambar 2.

Gambar 2 Lokasi pengambilan contoh tanah
Contoh tanah komposit untuk analisis sifat kimia tanah diambil dari 5 titik
dalam wilayah 1 m2 di sekitar pengambilan contoh tanah tidak terganggu.
Prosedur pengambilan contoh tanah mengacu pada Panduan Pengambilan Contoh
Tanah Utuh (Balitbang Tanah 2006). Contoh tanah dianalisis di Laboratorium
Ilmu Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian
IPB tanggal 20 Mei 2012 hingga 20 Juni 2012. Sifat fisika dan kimia tanah yang
dianalisis disajikan dalam Tabel 1.

Sifat Tanah
Fisika
Kimia

Tabel 1 Sifat fisika dan kimia tanah yang dianalisis
Jenis data
bulk density, porositas, kadar air, permeabilitas, tekstur tanah,
dan air tersedia
pH, C-organik, kandungan hara makro, kandungan hara mikro,
kandungan Al, kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa
(KB)

4

Analisis Data
Pendugaan erosi dalam penelitian ini menggunakan Universal Soil Loss
Equation (USLE) (Wischmeier dan Smith 1978). Model USLE adalah sebagai
berikut:
.................................................................................... (1);
dengan A adalah jumlah tanah tererosi (ton/ha/tahun), R = indeks erosivitas, K =
indeks erodibilitas, LS = indeks panjang dan kemiringan lereng C = Indeks
tanaman dan P = Indeks pengelolaan lahan.
Indeks erosivitas (R) dihitung dari data curah hujan harian menggunakan
persamaan Lenvain (DHV 1989), dengan persamaan sebagai berikut:
........................................................................................ (2);
dengan R dalam satuan Joule ha-1 mm h-1dan Pb adalah curah hujan bulanan (mm).
K menunjukkan resistensi partikel tanah terhadap pelepasan dan
pengangkutan partikel-partikel tanah tersebut oleh daya kinetik hujan (Asdak
2002). Dalam penelitian, K dihitung dengan menggunakan persamaan yang
dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1978) seperti berikut ini:
........................................... (3);
dengan K dalam ton (Joule mm h ) ; M merupakan % debu dan pasir sangat
halus x (100 - % liat); a adalah % karbon organik; b = kelas struktur tanah; dan c
= kelas permeabilitas tanah. Nilai M, a, b, dan c didapat dari hasil analisis sifat
tanah yang dipadukan dengan klasifikasi menurut Wischmeier dan Smith (1978)
LS merupakan bilangan pembanding antara besarnya kehilangan tanah
untuk panjang dan kemiringan lereng tertentu dengan besarnya kehilangan tanah
untuk lokasi dengan panjang lereng 22.1 m dan kemiringan lereng 9 % (petak
percobaan Wischmeier dan Smith (1978)). Dalam penelitian ini, indeks LS
diperoleh dari persamaan yang dikembangkan oleh Mitasova (1999), sebagai
-1 -1

berikut:

................................................................. (4);

dengan X = panjang lereng (m); = kemiringan lereng (%). Indeks C dan P
berdasarkan Tabel Indeks C dan P dalam Arsyad (2010).
Tingkat Bahaya Erosi ditentukan selain memperhatikan laju erosi hasil
perhitungan USLE, juga mempertimbangkan solum tanah. Klasifikasi TBE
mengacu pada kriteria Departemen Kehutanan (1998), sebagaimana disajikan
dalam Tabel 2 dan secara diagramtik, alur klasifikasi TBE disajikan dalam
Gambar 3.

5
Informasi
Curah
Hujan

Informasi
Sifat Fisika
dan Kimia
Tanah

Peta Kontur

Kalkulasi Faktor
Erosivitas Hujan

Kalkulasi Faktor
Erodibilitas

Pembuatan Peta DEM
(Digital Elevation
Model)

Peta Flow
Accumulation

Peta Isohyet

Peta Erodibilitas

Peta
Tutupan
Lahan

Informasi
Tebal Solum

Peta Slope

Peta LS

Peta Faktor
C dan P

Peta Erosi

Peta TBE

Gambar 3 Proses pembuatan peta sebaran erosi dan TBE.
Tabel 2 Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Dephut (1998)
Erosi (ton/ha/thn)
Tebal solum
< 15
15 – 60
60 – 180 180 – 480
> 480
>90
SR
R
S
B
SB
60 – 90
R
S
B
SB
SB
30 – 60
S
B
SB
SB
SB
< 30
B
SB
SB
SB
SB
SR = sangat ringan, R = ringan, S = sedang, B = berat, SB = sangat berat

Penilaian status kesuburan tanah menggunakan kriteria KTK, KB,
ketersediaan unsur C, P, dan K (Fahrunsyah 2012) sebagaimana disajikan dalam
lampiran 4. Kehilangan unsur hara akibat erosi permukaan diduga dengan
persamaan berikut:

.......................................................................... (4).
Y adalah jumlah unsur hara yang hilang bersama erosi (kg/ha/tahun), X adalah
kandungan unsur hara makro dan/atau mikro dalam tanah (% atau ppm), dan E
adalah jumlah erosi di setiap tipe penggunaan lahan (kg/ha/tahun).

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisika-Kimia dan Status Kesuburan Tanah
Nilai rata-rata ( dan simpangan baku (σ) sifat fisika contoh tanah hasil
analisis di laboratorium disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Sifat fisika contoh tanah di wilayah kerja PT KTH
BD
Porositas
Permeabilitas
Penggunaan Lahan
(g/cm3)
(%)
(cm/jam)
1.37
48.18
10.72
Akasia
σ
0.10
3.59
1.43
1.28
51.59
11.34
Ekaliptus
σ
0.12
4.64
2.05
1.10
58.66
12.32
DPSL
σ
0.14
5.33
1.96
1.15
56.69
13.03
Penebangan
σ
0.18
6.64
2.18
1.27
52.17
11.25
Jalan Sarad
σ
0.09
3.36
1.72
Keterangan: BD = Bulk Density, K= Erodibilitas, = nilai rata-rata, σ = simpangan baku

K
0.16
0.16
0.14
0.15
0.17

DPSL = Daerah Pelestarian Satwa Liar

Tanah hutan tanaman akasia, ekaliptus, lokasi penebangan dan jalan sarad
relatif lebih padat dibandingkan dengan tanah di DPSL. Kepadatan tanah di 4
lokasi-lokasi terganggu tersebut dicirikan dengan nilai BD yang lebih tinggi,
porositas yang lebih rendah dan permebilitas yang lambat. Secara umum tanah di
lokasi terganggu tersebut rentan tererosi dibandingkan dengan tanah DPSL yang
ditunjukkan dengan nilai K yang lebih besar. Hasil uji t untuk mengetahui
signifikansi perbedaan BD disajikan berikut ini:
Tabel 4 Nilai t-hitung uji nilai rata-rata BD antar lokasi pengambilan contoh tanah
Lokasi
Akasia
Ekaliptus
DPSL Penebangan
Jalan Sarad
Akasia
1.73tn 4.89*
3.38*
2.43*
tn
tn
Ekaliptus
1.73
- 3.00*
1.89
0.30tn
DPSL
4.89*
3.00*
0.69tn
3.09*
tn
tn
Penebangan
3.38*
1.89
0.69
1.82tn
Jalan Sarad
2.43*
0.30tn 3.09*
1.82tn
tn
Keterangan
: t 0.05/2; 9-1 (t-tabel) = 2.30; Terima H0 : tidak ada beda nyata nilai BD antar
kedua lokasi; ** Terima H1 : ada beda nyata nilai BD antar kedua lokasi; DPSL = Daerah
Pelestarian Satwa Liar

Nilai BD di jalan sarad menujukkan kepadatan yang relatif lebih rendah
daripada di dua lokasi akasia dan ekaliptus namun lebih tinggi daripada lokasi
DPSL dan lokasi penebangan. Walaupun demikian berdasarkan uji signifikansi
antara BD jalan sarad dengan ekaliptus yang memiliki nilai rata-rata yang tidak
jauh berbeda dengan nilai t-hitung = 0.30, yang berimplikasi terima H0 atau
dengan kata lain tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara BD lokasi jalan

7
sarad dengan BD ekaliptus. Sehingga dapat dikatakan bahwa secara uji statistik,
BD di ekaliptus tidak lebih padat daripada BD jalan sarad dan secara umum BD
DPSL ≤ penebangan ≤ ekaliptus ≤ jalan sarad < akasia.
Rendahnya BD di lokasi penebangan dibandingkan dengan BD di lokasi
tegakan (akasia dan ekaliptus) diduga karena pemanenan dengan menggunakan
alat berat sering kali memfungsikan daun dan ranting-ranting untuk mengurangi
pemadatan tanah (Matangaran 2002). Limbah penebangan menyediakan ruang
dalam tanah sehingga porositas dan permeabilitas relatif lebih tinggi. Hal ini juga
diperkuat dengan melimpahnya limbah yang hancur akibat terlindas alat berat
selanjutnya terbenam di dalam tanah dengan ditunjukkan oleh kadar C-organik
tertinggi di lokasi penebangan.
Tabel 5 Sifat kimia contoh tanah di kerja PT KTH
Lokasi

pH (H2O)

pH (KCl)

KTK (me/100
mg)

KB (%)

Al (me/100
Status
mg)
Kesuburan

Dystropepts
Akasia
Ekaliptus
DPSL
Penebangan
Jalan Sarad

4.00 (SM)
4.00 (SM)
4.30 (SM)
3.90 (SM)
4.20 (SM)

3.30 (SM)
3.30 (SM)
3.60 (SM)
3.20 (SM)
3.50 (SM)

13.59 (R)
8.54 (R)
8.65 (R)
14.76 (R)
14.92 (R)

10.82 (SR)
17.68 (SR)
23.58 (R)
9.62 (SR)
7.91 (SR)

18.25 (R)
39.11 (T)
17.23 (R)
43.50 (T)
25.80 (S)

R
R
R
R
R

Hapluduults
Akasia
Ekaliptus
DPSL
Penebangan
Jalan Sarad

4.20 (SM)
4.40 (SM)
4.50 (M)
4.40 (M)
4.90 (SM)

3.50 (SM)
3.80 (SM)
3.80 (SM)
3.80 (SM)
4.20 (SM)

9.38 (R)
10.43 (R)
15.92 (R)
15.21 (R)
19.59 (R)

17.16 (SR)
6.52 (SR)
11.68 (SR)
22.16 (R)
4.59 (SR)

25.48 (S)
20.52 (R)
29.59 (S)
8.42 (SR)
3.27 (SR)

R
R
R
R
R

Tropaquults
Akasia
4.30 (SM)
3.60 (SM)
6.99 (R)
10.16 (SR)
41.63 (T)
R
Ekaliptus
4.20 (SM)
3.50 (SM)
9.65 (R)
14.09 (SR)
26.63 (S)
R
DPSL
4.00 (SM)
3.30 (SM)
13.47 (R)
13.07 (SR)
36.82 (T)
R
Penebangan
4.90 (M)
4.20 (SM)
16.08 (R)
12.00 (SR)
14.61 (R)
R
Jalan Sarad
4.30 (SM)
3.60 (SM)
14.51 (R)
17.37 (SR)
8.82 (SR)
R
Keterangan: M = masam, SM = sangat masam, R = sendah, S = sedang , T= tinggi, SR = sangat
rendah, DPSL = Daerah Pelestarian Satwa Liar; KTK = kapasitas tukar kation; KB = kejenuhan
basa; Al = kadar alumunium

Berdasarkan analisis sifat kimia tanah, C-organik, N-total, Ca, K, dan Na di
lokasi penebangan berturut-turut sebesar 3.11 %, 0.29 %, 53.44 ppm, 12.86 ppm,
12.86 ppm dan terbesar daripada penggunaan lahan lainnya. Namun untuk unsur
hara makro lainnya, P, Mg, terbesar terdapat di lokasi DPSL dengan nilai berturutturut 11.3 ppm, 21.81 ppm. Tingginya kadar C dan N di lokasi penebangan diduga
karena penebangan dengan menggunakan alat berat membenamkan limbah
penebangan dan selanjutnya terurai menjadi sebagai bahan organik. Tingginya
bahan organik dapat meningkatkan jumlah kation dikarenakan pada umumnya
bahan organik bersifat anion sehingga dapat mengikat kation seperti Ca, K, dan
Na (Indranada 1989).
Tanah di wilayah kerja PT KTH umumnya sangat masam. Menurut
Indranada (1989); Hardjowigeno (2007) kemasaman tanah menurunkan

8
ketersediaan sebagaian besar hara makro. Terbatasnya unsur hara makro
menurunkan KB dan selanjutnya menurunkan KTK yang merupakan parameter
penentu kesuburan tanah. Rendahnya KTK menyebabkan tanaman kesulitan
mengabsopsi unsur hara. Tanah masam juga mengandung banyak kation asam; H+
dan Al3+ yang dapat mengikat P dan K. Al3+ dapat pula bersifat toksik sehingga
dapat melukai dan menghambat pertumbuhan akar. Selain itu, keracunan juga
dapat terjadi karena tanah masam memungkinkan kandungan sulfat dan, unsur
hara mikro tinggi (Hardjowigeno 2007). Pertimbangan lain seperti yang
disebutkan dalam Hardjowigeno (2007) adalah terbatasnya perkembangan
mikroorganisme mutualistik bagi tanaman pada pH rendah.
Laju Erosi, Tingkat Bahaya Erosi (TBE), dan Laju Kehilangan Hara
Hasil pendugaan laju erosi permukaan menggunakan persamaan USLE (1)
disajikan dalam Tabel 5, dan sebarannya disajikan dalam Gambar 4.
Tabel 6 Laju erosi (ton/ha/thn) dan erosi total (Et) (ton/thn) di berbagai
penggunaan lahan di PT KTH
Penggunaan Lahan

Jenis Tanah
DPSL
Dystropepts

Erosi
Et

Hapludults

Erosi
Et

Tropaquults

Erosi
Et

Rata-rata Erosi

Akasia

Ekaliptus

Penebangan

Jalan Sarad

1.55

4.70

4.42

6.17

3.32

12314.54

14307.16

48325.91

15364.88

234.10

1.58

2.27

3.25

5.09

6.44

6348.65

34195.42

46493.06

27042.10

966.53

1.52

2.03

1.83

3.25

5.15

1478.78

11994.03

8233.56

9568.23

428.67

1.55

3.00

3.17

4.84

4.97

20141.96
60496.61
103052.52
51975.21
1629.30
∑ Et
Keterangan: DPSL = Daerah Pelestarian Satwa Liar; Et = erosi total (ton/thn); luas akasia = 24020
ha; luas ekaliptus = 29722; luas DPSL = 12922 ha; luas penebangan = 10741 ha; luas jalan sarad =
304 ha.

9

Gambar 4 Sebaran erosi di wilayah kerja PT KTH (ton/ha/tahun)
Erosi yang tinggi sebagian besar terjadi di jalan sarad (blok tebangan)
sebesar 4.97 ton/ha/tahun yang terletak di wilayah berbukit. Tingginya erosi
disebabkan oleh besarnya indeks panjang dan kemiringan lereng (LS) yang tinggi
dan tidak adanya penutupan lahan. Sistem THPB tidak hanya menghilangkan
vegetasi berkayu, tetapi semak belukar dan tumbuhan bawah juga hilang akibat
aktivitas alat berat saat pemanenan. Satu blok tebangan dipanen dengan habis
sebelum berpindah ke blok lain. Penyaradan kayu menggunakan alat berat selain
memadatkan tanah, mengakibatkan pula penggerusan tanah. Pemadatan tanah
menurunkan infiltrasi dan meningkatkan limpasan permukaan. Sementara tanah
yang tergerus sangat mudah tererosi. Dampak langsung dari penebangan dapat
pula meningkatkan perusakan oleh aliran, mempersingkat waktu konsentrasi, dan
meningkatkan beban sedimen hingga 20 kali (Douglas et al, 1992).
Laju erosi di lokasi bervegetasi, hutan tanaman berumur 5-6 tahun dan
DPSL, kurang dari 10 ton/ha/tahun (Tabel 5). Nilai dugaan ini lebih rendah
dibandingkan hasil penelitian Saptarini et al (2007) sebesar 26.02 ton/ha/thn
dengan rotasi 6 tahun dan 24.6 ton/ha/thn dengan rotasi 7 tahun di HT dengan
jenis yang sama.
Peran vegetasi penutupan lahan berupa hutan sangat besar dengan rentang
nilai C antara 0.001-1.0 (Arsyad 2010). Faktor lainnya, P, ditentukan sebesar 1.0
berdasarkan tidak adanya tindakan konservasi di setiap penggunaan lahan
sehingga nilai CP hanya dipengaruhi oleh faktor C. Dalam perhitungan ini nilai C
yang digunakan sebesar 0.005 untuk DPSL dengan pertimbangan bahwa di
kawasan tersebut masih berupa hutan alam yang baik, yang dicirikan dengan
keanekaragaman jenis yang tinggi disertai serasah yang tebal. Dengan niai C

10
tersebut berarti hutan dapat mereduksi 99.5 % erosi potensial yang disebabkan
karakter hujan, tanah, dan topografi. Walaupun bukit-bukit di DPSL bertopografi
curam, vegetasi dan serasah yang rapat dapat menjaga stabilitas tanah hingga sulit
tererosi (Asdak 2002; Chang, 2006). DPSL merupakan kawasan yang
diperuntukkan bagi pelestarian keanekaragaman hayati. Beberapa jenis pohon
raksasa dari keluarga dipterocarpaceae dengan tajuk yang lebar meredam energi
tumbukan air. Sementara kawasan hutan tanaman, nilai C yang digunakan adalah
0.5. Nilai ini merupakan rata-rata dalam satu daur yang dimulai dari persiapan
tanam, pemeliharaan hingga penebangan. Dengan nilai ini tegakan hutan tanaman
dapat menekan erosi potensial hingga setengah kali dari lahan tanpa tutupan
vegetasi di lokasi yang sama. Seperti yang dipaparkan oleh Chang (2006),
vegetasi setinggi 4 m dapat menurunkan energi tumbukan hujan terhadap tanah
hingga 69 % dari nilai energi tumbukan hujan dari ketinggian lebih dari 20 m.
Penjangkaran akar dapat pula meningkatkan infiltrasi dan mencegah tanah tererosi
dan/atau longsor (Arsyad 2010).
Solum tanah di wilayah kerja PT KTH termasuk dalam (> 0.6 m),
sehingga TBE di sebagian besar wilayah PT KTH tergolong rendah walaupun laju
erosinya tinggi. Sesuai klasifikasi TBE (Dephut 1998), 87.85 % luas lahan di
wilayah kerja PT KTH bertaraf TBE ringan. Penyebaran TBE di wilayah kerja PT
KTH disajikan dalam Gambar 5.

Gambar 5 Sebaran Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di wilayah kerja PT KTH
Walaupun TBE tergolong ringan, namun laju erosi di beberapa lokasi tinggi,
sehingga pencucian unsur hara tanah (leaching) melalui proses erosi tinggi. Unsur
hara baik makro maupun mikro turut hilang bersama hilangnya tanah. Laju

11
kehilangan hara melalui proses erosi berbanding lurus dengan hilangnya lapisan
tanah. Storey (2003) menerangkan bahwa unsur N dan P yang sebagian besar
terdapat di permukaan tanah akan hilang oleh pencucian hujan dan penggerusan
oleh alat berat. Ditambahkan pula bahwa N banyak hilang di area terbuka. Jumlah
kehilangan hara, C, N-total, P, dan K disajikan berikut:
Tabel 7 Laju kehilangan unsur hara (kg/ha/tahun)
Penggunaan Lahan
Akasia
Ekaliptus
DPSL
Penebangan
Jalan Sarad

C-org
57.38
69.44
42.80
145.54
70.85

Unsur Hara
N-total
P
5.40 0.03
7.05 0.03
3.87 0.02
13.05 0.04
7.20 0.34

K
0.05
0.12
0.03
0.41
0.39

Keterangan : DPSL = Daerah Pelestarian Satwa Liar

Tingginya laju kehilangan hara terutama di lokasi penebangan
memungkinkan penurunan kesuburan tanah. Kondisi ini memerlukan perhatian
khusus mengingat setelah penebangan aktivitas selanjutnya adalah penanaman.
Dengan laju kehilangan hara tersebut, diduga tanaman akan kesulitan tumbuh dan
berimplikasi menurunkan produktivitas.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Laju erosi di wilayah kerja PT KTH dari nilai terbesar hingga terkecil
berturut-turut: DPSL, tegakan akasia, tegakan ekaliptus, penebangan, dan jalan
sarad, dengan nilai berkisar 1.55 – 4.97 ton/ha/thn. Persentase luasan TBE di
wilayah kerja PT KTH sebagian besar (87.85%) tergolong ringan, lainnya sedang
(8.66%), sangat ringan (1.72%), berat (1.58%), dan sangat berat (0.18%). Tanah
di wilayah kerja PT KTH bersifat masam dan sangat masam, dengan KTK rendah,
KB sangat rendah, dan status kesuburan tanah rendah.

Saran
Pendugaan erosi menggunakan model USLE relatif sederhana dibandingkan
model lainnya yang ada, namun hasil pendugaannya cenderung kurang akurat, dan
umumnya lebih besar dari yang sebenarnya terjadi (over estimate). Perlu
dilakukan koreksi dengan melakukan pengukuran langsung di lapangan di
beberapa lokasi contoh. Selain itu perlu pula pemantauan sedimentasi di sungai di
beberapa oulet DAS ordo 1 – 3 dengan penggunaan lahan yang berbeda. Untuk
mengurangi laju erosi kesuburan disarankan mengurangi dampak pemadatan
tanah dengan memanfaatkan limbah penebangan, menanam tumbuhan penutup
lahan di lokasi bekas penebangan sebelum ditanami kembali, dan pemupukan.

12

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Press. 472hlm
Asdak C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta
(ID): Gadjah Mada University Press. 618hlm
[Balitbang Tanah] Badan Penelitian Tanah. 2006. Sifat Fisika Tanah dan Metode
Analisisnya. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian Sunberdaya lahan
Pertanian, Balitbang Pertanian Departemen Pertanian. 286hlm
Bruijzneel LAS. 1997. Hydrology of Forest Plantation in The Tropics. Di dalam:
Nambiar EKS, Brown AG, editor. Managemen of Soil, Nutrients and
Water in Tropical Plantation Forest. Canberra (AU): ACIAR Monograph
(43): 125-168p
Chang M. 2006. Forest Hydrology: An Introduction to Water and Forests. Texas
(US): Taylor and Francis Group. 474p
[Dephut] Departemen Kehutanan. 1998. Pedoman Penyusunan Rencana Teknik
Rehabilitasi Teknik Lapangan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran
Sungai. Jakarta (ID): Departemen Kehutanan.
DHV Consulting Engineeer. 1989. Study on Catchment preservation and on
Enviromental Impact of the Water Suplay Project of Bandung dan
Sukabumi. Ministry of Public Works. Directorate General Cipta Karya.
Douglas I, Spencerr T, Greer T, Bidin K, Sinun W, Wong WM. 1992. The Impact
of Selective Commercial Logging on Stream Hydrology, Chemistry and
Sediment load in The Ulu SAGAMA Rainforest, Sabah. London (UK): Phil.
TransR. Soc. Land. B335: 397-406p
Fahrunsyah. 2012. Studi Karakteristik Kimia Tanah dan Status Kesuburan Tanah
di Kawasan Sentra Produksi Tanaman Pangan Kabupaten Tana Tidung.
Samarinda (ID): Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas
Mulawarman. Zirra’ah. 33(1):1-9
Fölster H and Kanna PK. 1997. Dynamics of Nutrient Supply in Plantation Soils.
Di dalam: Nambiar EKS, Brown AG, editor. Managemen of Soil,
Nutrients and Water in Tropical Plantation Forest. Canberra (AU):
ACIAR Monograph (43): 339-378p
Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo. 233hlm
Hartemink A. 2003. Soil Fertility Decline in the Tropics with Case Studies on
Plantations. Wageningen (NL): International SoilReference and
Information Centre (ISRIC). 375p
Indranada HK. 1989. Pengelolahan Kesuburan Tanah. Jakarta (ID): Bina Aksara.
90hlm
Khasanah N, Lusiana B, Farida, Noordwijk M van. 2004. Simulasi Limpasan
Permukaan dan Kehilangan Tanah pada Berbagai Umur Kebun Kopi:
Studi Kasus di Sumberjaya, Lampung Barat. Bogor (ID): ICRAFT SE
Asia. Agrivita. 26(1)
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2012. Statistik Kehutanan Indonesia.
Kementerian Kehutanan 2011. Jakarta (ID): Kementerian Kehutanan.
Mackensen J. 2000. Pengelolaan Unsur Hara pada Hutan Tanaman Industri
(HTI) di Indonesia: Petunjuk praktis kearah pengelolaan unsur hara
terpadu. Sundawati L. penerjemah. Eschborn (DE): o.K.-Kopie. 133p

13
Matangaran JR. 2002. Pemulihan Kepadatan Tanah pada Jalan. Bogor (ID):
Laboratorium Keteknikan Pemanenan, Jurusan Teknologi Hasil Hutan,
Fakultas Kehutanan IPB. J Teknologi Hasil Hutan. 15 (2)
Mitasova H. et al. 1999. Using Soil Erosion Modeling for Improved Conservation
Planning: A GIS-based Tutorial [Internet]. Urbana (US): Geographic
Modelling System Laboratorium University of Illinois at UrbanaChampaign. [Diunduh 21 Januari 2013]
Saptarini NCL., Kironoto BA., Jayadi R., 2007. Kajian Perubahan Erosi
Permukaan Akibat Pembangunan Hutan Tanaman Industri di Areal
Pencadangan HTI Kabupaten Ketapang Propinsi Kalimantan Barat [Skripsi].
Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada
Storey. P. J. 2003. The Conservation and Improvement of Sloping Land. Volume
II: Practical Aplication and Soil Improvement. Schience Publishers.
Enfield-USA. 251p
Wischmeier WH. and Smith DD. 1978. PredictingRainfall Erosion Losses: A
Guide to Conservation Planning. Washington DC (US): Agriculture
Handbook No. 537. USDA/Science and Education Administration, Govt.
Printing Office. 58p

14
Lampiran 1 Parameter penentu kesuburan tanah.
Penggunaan Lahan
Dystropepts
Akasia
Ekaliptus
DPSL
Penebangan
Jalan Sarad
Hapludults
Akasia
Ekaliptus
DPSL
Penebangan
Jalan Sarad
Tropaquults
Akasia
Ekaliptus
DPSL
Penebangan
Jalan Sarad

KTK

Parameter
KB C-org

P

K

Kriteria
Kesuburan

R
R
R
R
R

SR
SR
R
SR
SR

S
S
R
S
R

SR
SR
SR
SR
R

S
R
R
R
R

R
R
R
R
R

R
R
R
R
S

SR
SR
SR
R
SR

R
S
T
S
SR

SR
R
SR
R
SR

R
R
R
S
R

R
R
R
R
R

R
R
R
R
R

SR
SR
SR
SR
SR

S
S
T
T
S

SR
SR
R
R
SR

R
S
R
R
S

R
R
R
R
R

Keterangan : KTK = kapasitas tukar kation; KB = kejenuhan basa; C-org = karbon organik; P =
fosfor; K = kalium; R= rendah; S = sedang; SR = sangat rendah; T = tinggi, DPSL = Daerah
Pelestarian Satwa Liar

Lampiran 2 Parameter penentu kepekaan tanah tererosi (indeks erodibilitas)
No

Lokasi

Tekstur (%)
Pasir sangat
Debu
halus

Liat

M

a

b

c

K

Hapludults
Akasia
9.52
18.24 50.02 1387.54 1.28
3
3
0.12
Ekaliptus
20.73
7.15 23.75 2125.85 2.23
3
5
0.21
DPSL
19.58
7.58 27.14 1979.17 3.03
1
4
0.10
Tebang
4.26
37.70 48.09 2178.30 2.95
4
3
0.19
Jalan
5.20
36.15 46.51 2211.92 0.88
4
4
0.24
Dystropept
6 Akasia
15.80
16.98 30.34 2283.73 2.15
3
4
0.20
7 Ekaliptus
15.62
12.58 35.36 1822.72 2.15
3
3
0.14
8 DPSL
5.75
35.16 45.69 2221.55 1.91
1
3
0.11
9 Tebang
2.72
28.00 62.95 1137.99 2.39
4
3
0.13
10 Jalan
2.94
5.46 84.75
128.05 1.36
4
3
0.07
Tropaquults
11 Akasia
23.00
5.89 17.43 2385.78 2.07
3
2
0.16
12 Ekaliptus
14.06
19.61 33.53 2237.91 2.23
3
2
0.14
13 DPSL
13.10
34.85 21.49 3764.40 3.35
1
4
0.21
14 Tebang
4.44
26.77 58.44 1296.96 4.00
4
3
0.12
15 Jalan
5.45
30.60 51.22 1758.71
2.15
4
4
0.19
Keterangan : M = % debu dan pasir sangat halus x (100 - % liat); a = % karbon organik; b = kelas
struktur tanah; c = kelas permeabilitas tanah; K = erodibilitas tanah, DPSL = Daerah Pelestarian
Satwa Liar
1
2
3
4
5

15

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor. 29 April 1989 dari pasangan M. Ishak dan S.
Wahyuni Maesaroh. Penulis merupakan anak kedua dari enam bersaudara.
Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di SDN Cibening 1 Kec.
Pamijahan. Kab. Bogor pada tahun 1995 – 2001. Selanjutnya penulis melanjutkan
studi sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Cibungbulang. Kec.
Cibungbulang. Kab. Bogor dan lulus pada tahun 2004. Pendidikan menengah atas
ditempuh penulis di SMA Negeri 1 Leuwiliang. Kec. Leuwiliang, Kab. Bogor.
Selanjutnya Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian
Bogor (IPB), Fakultas Kehutanan, Departemen Manajemen Hutan melalui jalur
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2008.
Selama masa studi di IPB. Penulis tercatat sebagai anggota dan pengurus
Himpunan Mahasiswa Managemen Hutan (Forest Managemen Student Club FMSC) dan Unit Kegiatan Mahasiswa Uni Konservasi Fauna (UKM UKF) IPB.
Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum beberapa mata kuliah diantaranya
Mata Kuliah Ilmu Ukur Tanah dan Pemetaan Wilayah, Hidrologi Hutan, dan
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai pada tahun 2010 - sekarang. Beberapa prestasi
penulis diantaranya: Lolos Program Kreativitas Mahsiswa (PKM) dibidang
kemasyarakatan dan artikel ilmian berturut-turut pada tahun 2011 dan 2012.
Sebagai tugas akhir, Penulis melakukan penelitian dengan judul “Tingkat
Bahaya Erosi dan Status Kesuburan Tanah di Wilayah Kerja PT Korintiga Hutani,
Kalimantan Tengah” di bawah bimbingan Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr.