Alih Ragam Hujan Menjadi Limpasan di Sub DAS Moa Wilayah Kerja PT Korintiga Hutani, Kalimantan Tengah
ALIH RAGAM HUJAN MENJADI LIMPASAN DI SUB DAS MOA
WILAYAH KERJA PT KORINTIGA HUTANI
KALIMANTAN TENGAH
MUHAMAD NIZAR ZULKARNAEN HASIBUAN
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Alih Ragam Hujan
Menjadi Limpasan di Sub DAS Moa Wilayah Kerja PT Korintiga Hutani (PT KTH)
Kalimantan Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013
Muhammad Nizar Zulkarnaen Hasibuan
NIM E14080115
ABSTRAK
MUHAMAD NIZAR ZULKARNAEN HASIBUAN. Alih Ragam Hujan Menjadi
Limpasan di Sub DAS Moa Wilayah Kerja PT Korintiga Hutani (PT. KTH)
Kalimantan Tengah. Dibimbing oleh HENDRAYANTO
Hutan alam di Indonesia telah beralih fungsi penggunaanya, salah satunya
menjadi hutan tanaman.Perubahan penggunaan lahan dari hutan alam menjadi
Hutan Tanaman Industri (HTI) diduga menjadi salah satu penyebab meningkatnya
frekuensi kejadian banjir. Respon Daerah Aliran Sungai (DAS), dalam hal ini alih
ragam hujan menjadi limpasan dipengaruhi oleh iklim dan karakteristik DAS
tersebut. Penggunaan lahan merupakan karakteristik DAS yang dapat berubah
akibat ulah manusia dan memberikan dampak signifikan dalam terjadinya
limpasan. Penelitian ini dilakukan di Sub DAS Moa yang penggunaan lahannya
telah berubah dari hutan alam menjadi hutan tanaman. Untuk menduga pengaruhpengaruh tersebut terhadap alih ragam hujan menjadi limpasan telah
dikembangkan model hubungan antara iklim, karakteristik DAS dengan limpasan,
yaitu dengan menggunakan model Soil and Water Assessment Tool (SWAT).
Model SWAT merupakan model berskala DAS yang cocok untuk menduga
dampak dari perubahan penggunaan lahan terhadap limpasan. Pendugaan debit
menggunakan model SWAT dengan input curah hujan hasil pengukuran hujan di
tiga stasiun hujan PT. Korintiga Hutani berhasil mendapatkan hasil yang
memuaskan dengan nilai R2>0,51 dan 0,36 < NS < 0,75. Hasil simulasi
menunjukan bahwa perubahan hutan alam menjadi hutan tanaman meningkatkan
nilai koefisien limpasan dari 0,43 menjadi 0,63 dan menaikkan debit limpasan
maksimum harian dari 55,9 m3/s menjadi 81,7 m3/s.
Kata kunci: alih ragam hujan menjadi limpasan, perubahan lahan, model SWAT
ABSTRAK
MUHAMAD NIZAR ZULKARNAEN HASIBUAN. Rainfall – Run Off
Transformation on Moa Sub Watershed, Working Area of PT.
Korintiga Hutani, Central Kalimantan (PT. KTH). Supervised by
HENDRAYANTO
Natural forest in Indonesia has been changed into other land uses, such as
Industrial Plantation Forest (HTI). Change of Natural forest into other uses,
including HTI, has thought to be one cause of floods occurrence frequency
increased. The rainfall-runoff transformation is affected by the climate and the
characteristics of the watershed. The changes of watershed characterstics by
human behaviour can give a significant impact in the occurence of runoff. This
study was conducted at Moa Sub Watershed, an area which has undergone a land
use change from natural forest into plantation forest. To predict the influences
towards the rainfall-runoff transformation, a model has been developed to know
the relationship between climate and watershed characteristics with runoff by
using Soil and Water Assessment Tool (SWAT) model. SWAT model is a
watershed-scale model which is suitable to predict the impact of land use changes
on run-off. The prediction of water flow using SWAT model with the input of
rainfall from the rain measurement in three rain station at PT. Korintiga Hutani
has succeed to get a satistying result with the value R2>0,51 and 0,36 < NS <
0,75. The result of the simulation shows that the change of natural forest into
plantation forest has increased the value of runoff coefficient from 0,43 to 0,63
and increased the maximum daily runoff from 55,9 m3/s to 81,7 m3/s.
Keywords: land use, run off-rainfall transformation, SWAT Model
ALIH RAGAM HUJAN MENJADI LIMPASAN DI SUB DAS MOA
WILAYAH KERJA PT KORINTIGA HUTANI
KALIMANTAN TENGAH
MUHAMAD NIZAR ZULKARNAEN HASIBUAN
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
Judul Skripsi : Alih Ragam Hujan Menjadi Limpasan di Sub DAS Moa Wilayah
Kelja PT Korintiga Hutani, Kalimantan Tengah
Nama
NIM
: Muhamad Nizar Zulkarnaen Hasibuan
: E14080115
Disetujui oleh
Dr r HepYa;,anto, MAgr
セ
Pembimbing
/
セ
Tanggal Lulus
ZエャイNヲェX[
ゥ[ョャA。、@
Budiaman, MSc FTrop
Ketua Depaliemen
2 1 NOV 20 3
Judul Skripsi : Alih Ragam Hujan Menjadi Limpasan di Sub DAS Moa Wilayah
Kerja PT Korintiga Hutani, Kalimantan Tengah
Nama
NIM
: Muhamad Nizar Zulkarnaen Hasibuan
: E14080115
Disetujui oleh
Dr Ir Hendrayanto, MAgr
Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Ahmad Budiaman, MSc FTrop
Ketua Departemen
Tanggal Lulus
:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, karena
atas rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Penelitian ini berjudul Alih Ragam Hujan Menjadi Limpasan Sub
DAS Moa di Wilayah Kerja PT Korintiga Hutani, Kalimantan Tengah.Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam rencana
pengelolaan lahan di lokasi penelitian.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Hendrayanto, MAgr
selaku pembimbing. Disamping itu terimakasih penulis sampaikan kepada PT.
Korintiga Hutani yang telah mendukung terlaksananya penelitian ini, Ucapan
terimakasih juga penulis sampaikan kepada orang tua dan keluarga penulis, rekanrekan IFSA LC-IPB dan Laboratorium Hidrologi Hutan MNH serta teman-teman
Manajemen Hutan angkatan 45 atas doa, kebersamaan dan semangat bagi penulis.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih belum sempurna. Oleh
karena itu penulis berharap adanya saran dan masukan yang membangun demi
perbaikan karya ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, November 2013
Muhamad Nizar Zulkarnaen Hasibuan
DAFTAR ISI
PRAKATA
iv
DAFTAR ISI
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
2
METODE
3
Lokasi dan Waktu Penelitian
3
Alat dan Bahan
3
Analisis Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
9
Iklim
9
Penggunaan Lahan
9
Tanah
10
Topografi
11
Hydrological Responses Units (HRU)
12
Debit Observasi dan Debit Dugaan Model SWAT
13
Perbandingan Debit Simulasi Model
15
SIMPULAN DAN SARAN
17
Simpulan
17
Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
18
19
DAFTAR TABEL
1. Luas penggunaan lahan di Sub Das Moa
10
2. Jenis tanah di Sub DAS Moa
11
3. Luas per kelas kemiringan lahan di Sub DAS Moa
12
4. Penggunaan lahan, jenis tanah dan luasan setiap HRU di Sub DAS Moa
13
DAFTAR GAMBAR
1. Lokasi penelitian
3
2. Diagram alir penelitian
8
3. Rata-rata curah hujan wilayah bulanan
9
4. Sebaran penggunaan lahan di Sub DAS Moa
10
5. Sebaran jenis tanah di Sub DAS Moa
11
6. Sebaran ruang kelas kemiringan lahan di Sub DAS Moa
12
7. Sebaran HRU di Sub DAS Moa
13
8. Perbandingan debit model dengan debit observasi
14
9. Hubungan koefisien determinasi debit model dengan debit observasi
14
10. Hyetograph curah hujan aktual dengan hidrograf debit model
15
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Respon Daerah Aliran Sungai (DAS), dalam hal ini alih ragam hujan
menjadi limpasan dipengaruhi oleh iklim dan karakteristik DAS tersebut. Faktorfaktor utama iklim yang mempengaruhi alih ragam hujan menjadi limpasan adalah
hujan, dan evapotranspirasi, sedangkan karakteristik DAS yang mempengaruhi
alih ragam hujan menjadi limpasan adalah sifat geologi dan tanah, morfometri,
penutupan dan penggunaan lahan (Slamet et al. 2006).
Faktor iklim, sifat geologi dan tanah, morfometri merupakan faktor yang
relatif tidak dapat diubah manusia dibandingkan dengan penutupan dan
penggunaan lahan (Paimin et al. 2010 dan Seyhan. 1977). Lahan berupa hutan
alam yang dicirikan dengan tutupan vegetasi yang rapat dan bertingkat merupakan
penutupan lahan yang berfungsi mengurangi hujan yang sampai di permukaan
tanah mineral, mengurangi jumlah dan laju aliran permukaan, dan mengurangi
jumlah dan laju erosi (Chang, 2006). Karakteristik hutan alam tersebut dapat
mengurangi potensi kejadian banjir dan sedimentasi di sungai (Asdak, 2002).
Perubahan penutupan dan penggunaan lahan berupa hutan alam menjadi
hutan tanaman mengakibatkan perubahan sifat penutupan lahan, sifat tanah dan
juga morfometri DAS, yang selanjutnya akan mempengaruhi transformasi hujan
menjadi limpasan. Tingkat pengaruhnya ditentukan oleh intensitas dan besaran
perubahan penutupan lahan, sifat tanah dan morfometri DAS (Bruijnzeel, 1996).
Hutan alam di Indonesia telah banyak berubah menjadi penggunaan lahan
lainnya, diantaranya menjadi Hutan Tanaman Industri (HTI). Di Indonesia
terdapat 249 izin usaha HTI dengan luas 10.046.839,43 Ha (Kemenhut, 2012).
Perubahan hutan alam menjadi penggunaan lain, termasuk menjadi HTI diduga
menjadi salah satu penyebab frekuensi kejadian banjir meningkat (Bruijnzeel,
2004).
PT. Korintiga Hutani (KTH) merupakan perusahaan pemegang IUPHHKHT. Untuk mengetahui besaran pengaruh perubahan hutan alam menjadi Hutan
Tanaman Industri, khususnya di wilayah kerja PT KTH terhadap limpasan
permukaan perlu dilakukan kajian alih ragam hujan menjadi limpasan permukaan.
Salah satu model yang dapat digunakan untuk menduga alih ragam hujan
menjadi limpasan akibat perubahan penggunaan lahan adalah model Soil and
Water Assessment Tool (SWAT) (Neitsch et al. 2002). Model SWAT merupakan
model berskala DAS yang cocok untuk menduga dampak dari pengelolaan
penggunaan lahan terhadap kuantitas air (Gassman et al. 2007)
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alih ragam hujan menjadi
limpasan di Sub DAS Moa, Wilayah Kerja PT Korintiga Hutani, Kalimantan
Tengah menggunakan model Soil and Water Assessment Tool (SWAT).
2
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan bagi pengelola hutan tanaman khususnya PT. Korintiga Hutani
dalam rangka mengendalikan limpasan permukaan.
3
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sub DAS Moa, DAS Lamandau, yang
memiliki luas 16.464 Ha. Secara geografis areal ini berada di koordinat
111°46’26” - 111°53’44” BT dan 2°2’47” - 2°0’55” LS. Sub DAS Moa
merupakan Sub DAS terluas di wilayah kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) PT Korintiga Hutani yang
berada di dua kabupaten yaitu Kabupaten Lamandau dan Kabupaten
Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah. Lokasi penelitian ditunjukan
pada Gambar 1. Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret hingga Mei 2012.
Gambar 1. Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
GPS Garmin 60 CSX
Ring Sample tanah
Meteran
Bola pingpong
Ombrometer
4
6. Komputer, MS Excel 2007, MS Word 2007, Software Arcview dengan
extensi AVSWAT
7. Kertas label
8. Alat – alat tulis
9. Data spasial meliputi:
a. Peta digital topografi IUPHHK HTI PT. Korintiga Hutani
b. Peta digital penutupan lahan IUPHHK HTI PT. Korintiga Hutani
c. Peta digital jenis tanah IUPHHK HTI PT. Korintiga Hutani
berdasarkan hasil kajian Lembaga Penelitian Tanah.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan meliputi data areal kerja PT. Korintiga Hutani
(PT. KTH), data iklim dan curah hujan, data debit, data jenis dan sifat fisik tanah,
data tutupan lahan dan batas sub DAS lokasi penelitian.
Data areal kerja PT. KTH, data curah hujan, data jenis tanah dan data
tutupan lahan di PT. KTH bersumber dari peta-peta dan laporan yang dibuat oleh
PT. KTH. Data Curah hujan didapat dari tiga lokasi penakar curah hujan milik PT.
KTH. Data curah hujan yang digunakan adalah data sejak 18 Mei 2010 sampai
dengan 13 Mei 2012. Lokasi penakar curah hujan disajikan juga pada Gambar 1.
Data debit aliran sungai di titik patusan (outlet) Sub DAS Moa diukur secara
tidak langsung dengan mengukur kecepatan aliran dan luas penampang basah titik
patusan. Kecepatan aliran sungai diukur menggunakan pelampung bola pimpong.
Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali dalam sehari, yaitu pada pukul 07.00,
pukul 12.00 dan pukul 17.00 selama 15 hari. Langkah-langkah pengukuran yaitu
sebagai berikut:
a. Bola pingpong dilemparkan beberapa meter dari hulu
b. Mencatat waktu yang diperlukan oleh aliran untuk menghanyutkan pelampung
mulai dari pelampung melewati garis pertama hingga garis terakhir (hilir)
c. Pengukuran kecepatan aliran tersebut dilakukan sebanyak tiga kali ulangan
pengukuran tiap satu meter lebar sungai.
Luas penampang basah sungai diukur dengan langkah sebagai berikut:
a. Menentukan lokasi segmen aliran air yang akan diukur
b. Mengukur lebar aliran air dengan menggunakan meteran dengan cara
mengukur jarak dari satu dinding ke dinding lainnya tepat di permukaan aliran
air.
c. Mengukur kedalaman tiap satu meter lebar sungai secara manual memakai
tongkat ukur
Data sifat fisik tanah yang dikumpulkan meliputi kerapatan bongkah (bulk
density), porositas, permeabilitas, kandungan bahan organik dan tekstur tanah.
Data sifat fisik tanah didapat dari hasil analisis data contoh tanah tidak terganggu
(undisturbed soil samples) dan contoh tanah terganggu (disturbed soil samples).
Contoh tanah tidak terganggu diambil dengan menggunakan ring sample yang
mewakili kedalaman 0-15 cm. Sedangkan contoh tanah terganggu didapat di titik
pengambilan yang sama dengan titik pengambilan contoh tanah terganggu. Lokasi
pengambilan contoh tanah ditentukan berdasarkan perbedaan jenis tanah dan
tutupan lahan.
5
Jumlah contoh tanah yang diambil sebanyak 18 contoh dari areal kerja PT.
Korintiga Hutani yang digunakan untuk mewakili areal Sub DAS Moa yang
diteliti. Selanjutnya contoh tanah yang telah diambil dianalisis sifat fisik tanahnya
di Laboratorium Fisika Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Data tutupan lahan diperoleh dari peta digital areal kerja dan tutupan lahan
skala 1:25.000 dari tim GIS PT. Korintiga Hutani, Kabupaten Kotawaringin Barat,
Provinsi Kalimantan Tengah lalu dilakukan pengecekan langsung di lapangan.
Data batas sub DAS Moa diperoleh dengan menggunakan software
ArcView versi 3.2. Tahapan pembuatan batas wilayah sub DAS yaitu dengan cara
persiapan data (Generating DEM dari data kontur) generalisasi jaringan sungai
dan terakhir dengan melakukan generalisasi batas DAS dan Sub DAS.
Analisis Data
Analisis Koefisien Aliran Permukaan
Koefisien aliran permukaan (C) menggambarkan jumlah air hujan yang
menjadi aliran permukaan. Perubahan nilai C dapat mencirikan perubahan
karakteristik suatu DAS, terutama karakteristik yang relatif mudah berubah, yaitu
penggunaan lahan. Nilai C yang besar menunjukan bahwa lebih banyak air hujan
yang menjadi aliran permukaan (Asdak, 2002). Koefisien aliran permukaan (C)
dihitung menggunakan persamaan (1) dan (2).
................................................................(1)
........................................................................................(2)
Keterangan:
C
: Koefisien limpasan
Q
: Debit aliran langsung (m3/detik)
A
: Luas Area (ha)
DRO : Aliran langsung (mm/hari)
CH
: Curah hujan (mm/hari)
Q didapat dari pengurangan debit total hasil pengukuran dengan aliran
dasarnya (baseflow).
Analisis Debit Menggunakan Model SWAT
Analisis hidrologi sub DAS Moa dilakukan dengan bantuan ArcView GIS
dengan ekstensi AVSWAT 2000 Blackland Research Center- Ver.1.0. Respon
hidrologi yang dianalisis adalah debit aliran sungai Sub DAS Moa. Pada analisis
hidrologi ini, disediakan data sebagai input dalam model SWAT adalah data
iklim, data tanah, dan data penggunaan lahan.
6
Adapun prosedur Analisis adalah:
1. Pembentukan Hidrologic Respons Unit (HRU)
HRU merupakan unit analisis hidrologi yang mempunyai karakteristik
tanah dan penggunaan lahan yang spesifik, sehingga dapat dipisahkan antara satu
HRU dengan lainnya. HRU diperoleh melalui overlay peta DEM, peta tanah dan
peta penggunaan lahan yang ketiganya telah di reprojected. Output pada tahap ini
adalah bentuk DAS yang terdiri atas beberapa sub-basin yang telah diberi nomor.
Pada tahap ini juga dapat ditentukan threshold dari presentase total landuse, jenis
tanah, dan slope. Sehingga landuse, jenis tanah, dan slope yang lebih kecil dari
threshold yang ditentukan akan diabaikan.
2. Perhitungan Debit
Setelah unit atau kelompok lahan terbentuk maka langkah selanjutnya
adalah menjalankan model SWAT. Dalam operasi SWAT, unit lahan yang
terbentuk dihubungkan dengan data iklim sesuai dengan file database yang telah
disediakan.
Siklus hidrologi yang disimulasikan dalam SWAT berdasarkan pada
persamaan (3) water balance (Neitsch et al., 2004)
………….(3)
Keterangan:
SWt : kandungan akhir air tanah (mmH2O)
SWO : kandungan air tanah awal pada hari ke-i (mmH2O)
ROday : Jumlah presipitasi pada hari ke-i (mmH2O)
QSurf : Jumlah surface runoff pada hari ke-i (mmH2O)
Ea
: Jumlah evapotranspirasi pada hari ke-i (mmH2O)
Wseep : Jumlah air yang memasuki vadose zone pada profil tanah pada hari ke- I
(mmH2O)
Qgw : Jumlah air yang kembali pada hari ke-i (mmH2O)
Swat menggunakan metode SCS-CN (Soil Conservation Service - curve
number) dalam menduga limpasan permukaan (Qsurf). Metode ini dikembangkan
untuk menghitung run off tutupan lahan dan jenis tanah yang bervariasi.
Persamaan SCS-CN disajikan pada persamaan (4) dan (5) (Neitsch et. al. 2004).
.....................................................(4)
.………………………………....(5)
Keterangan:
Rday : curah hujan per hari (mm)
Qsurf : limpasan permukaan (mm)
S
: parameter retensi tanah (mm)
CN
: SCS Curve Number
7
3. Evaluasi Model
Evaluasi model dilakukan dengan kalibrasi dan validasi bertujuan agar
output dari model yang digunakan hasilnya mendekati output dari DAS yang
sebenarnya. Kalibrasi dilakukan dengan cara merubah beberapa nilai parameter
sensitif yang berpengaruh terhadap nilai debit hasil simulasi. Proses kalibrasi
dilakukan dengan menggunakan Calibration tool di ekstensi AVSWAT 2000.
Sedangkan proses validasi dilakukan dengan membandingkan debit hasil kalibrasi
dengan debit hasil pengukuran langsung di lapangan. Hasil perbandingan tersebut
dievaluasi berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) dan effisiensi NashSutcliffe (Ahl et al. 2008). Persamaan model yang digunakan disajikan pada
persamaan (6) dan (7):
……………….(6)
……………….(7)
Keterangan:
Qobs,i
Qcal,i
: debit observasi (m3/detik)
: debit hasil simulasi (m3/detik)
: debit observasi rata-rata (m3/detik)
: debit hasil simulasi rata-rata (m3/detik)
Hasil simulasi dianggap baik jika nilai R2 > 0,51 dan NS > 0,74 (Amatya et.
al. 2008). Hasil terbaik dapat terpenuhi dengan merubah parameter-parameter
input yang berhubungan dengan aliran air, yaitu limpasan permukaan, limpasan
bawah permukaan dan aliran air bawah tanah. Parameter input yang dilakukan
perubahan dalam penelitian ini yaitu data curah hujan.
Proses penelitian ini dapat digambarkan dalam diagram alir penelitian
pada Gambar 2.
8
Mulai
Pengumpulan Data
DEM
Deliniasi
Pengelompokan Data
Peta dan karakteristik
Peta dan karakteristik
Penggunaan Lahan
Tanah
Pemasukan Data
Iklim
HRUs
Debit
Debit
DAS
Observasi
Simulasi Model SWAT
NS>0.75 (baik) atau
0.36 0,51 dan NS > 0,74 atau 0.36 <
NS < 0.75 memuaskan (Amatya et. al. 2008), maka dengan nilai R2 sebesar 0,652
dan nilai NS sebesar 0,493 maka debit yang digambarkan oleh model ini
memuaskan. Akan tetapi nilai evaluasi model ini masih belum bisa mewakili
keadaan sebenarnya karena jangka waktu debit observasi masih pendek. Agar hasil
dari model dapat mewakili kondisi debit aktual perlu dilakukan pengukuran debit
observasi dalam kurun waktu yang lama, atau lebih dari satu tahun.
15
Dengan menggunakan model SWAT dengan input curah hujan sejak
tanggal 18 Mei 2010 sampai dengan akhir masa penelitian, 13 Mei 2012 diperoleh
hasil debit dugaan SWAT. Hidrograf debit dugaan model SWAT dan hyetograph
di Sub DAS Moa disajikan pada Gambar 10.
Gambar 10. Hyetograph curah hujan aktual dan hidrograf debit model
Perbandingan Debit Simulasi Model
Laju pengurangan luas tutupan hutan Indonesia sudah sangat
mengkhawatirkan. Pada aspek hidrologi dan konservasi tanah, alih fungsi hutan
yang tidak dilakukan secara cermat akan membawa dampak negatif berupa
melonjaknya debit puncak aliran sungai, terganggunya distribusi debit bulanan,
erosi dan sedimentasi (Narendra, 2008).
Untuk mengetahui perbedaan respon Sub DAS Moa ketika berhutan
semua dengan penggunaan lahan sekarang dilakukan simulasi debit di Sub DAS
Moa dengan tutupan lahan sebelum berubah menjadi HTI dengan input hujan
yang sama.
Simulasi limpasan dengan model SWAT dilakukan dengan mengubah
nilai CN menggunakan metode SCS-Curve Number. Rata-rata nilai CN pada
kondisi penggunaan HTI aktual adalah sebesar 74, sedangkan CN hutan alam
adalah 68,5. Semakin kecil nilai CN berarti semakin besar kemampuan retensi
tanah sehingga peluang terjadinya limpasan semakin kecil.
Perbandingan debit sungai Sub DAS Moa pada saat ini (terdapat praktek
HTI) dengan debit simulasi, yaitu ketika Sub DAS Moa seluruhnya masih
berhutan juga disajikan dalam Gambar 10.
Dari hidrograf tersebut dapat dilihat perilaku alih ragam hujan menjadi
limpasan dan nilai koefisien limpasan pada kondisi aktual dan keadaan yang
disimulasikan, yaitu tutupan lahan berupa hutan seluruhnya. Debit puncak
tertinggi selama periode penelitian pada kondisi penutupan lahan aktual sebesar
81,7 m3/s terjadi pada tanggal 6 September 2010, bersamaan dengan terjadinya
curah hujan maksimum sebesar 94,7 mm. Debit puncak pada saat penutupan
lahan simulasi, yaitu hutan alam seluruhnya sebesar 55,9 m3/s terjadi pada saat
16
yang sama dengan curah hujan maksimum namun lebih kecil dibandingkan
dengan debit maksimum pada penutupan lahan aktual. Debit minimum hasil
simulasi terjadi pada tanggal 18 Mei 2010 sebesar 0,023 m3/s pada kondisi aktual
dan 0.016 m3/s pada simulasi hutan alam. Jika dibandingkan debit total pada tahun
2011, debit pada kondisi aktual sebesar 4321,2 m3/s, lebih besar dari debit total
hasil simulasi hutan alam sebesar 2960 m3/s. Berdasarkan hasil analisis diketahui
kofisien limpasan pada debit puncak di kondisi aktual sebesar 0,45 sedangkan
pada simulasi hutan alam sebesar 0,31. Sedangkan jika dilihat dari setiap kejadian
hujannya diketahui kofisien limpasan rata rata di kondisi aktual sebesar 0,63
sedangkan pada simulasi hutan alam sebesar 0,43.
Hal ini menjelaskan bahwa pada kondisi aktual yang sekarang ini Sub
DAS Moa memiliki kemampuan mengalihragamkan hujan menjadi limpasan rata
rata sebesar 63%. Sedangkan apabila kondisi Sub DAS Moa masih berupa hutan
alam hanya 43% hujan yang akan dialihragamkan menjadi limpasan. Dengan kata
lain perubahan penggunaan lahan dari hutan alam menjadi HTI yang sekarang ini
meningkatkan alih ragam hujan menjadi limpasan di Sub DAS Moa sebesar 20%.
Berdasarkan hasil dari perubahan alih ragam hujan menjadi limpasan pada
penggunaan lahan dari hutan alam menjadi hutan tanaman di lokasi HTI PT.
Korintiga Hutani diperlukan sebuah rencana pengelolaan untuk mengendalikan
aliran permukaan.
17
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pendugaan debit menggunakan model SWAT dengan input curah hujan di
Sub DAS Moa, wilayah kerja PT. Korintiga Hutani mendapatkan hasil yang
memuaskan, yaitu apabila dibandingkan dengan debit hasil pengukuran didapat
nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,652 dan nilai efisiensi model NashSutcliffe (NS) sebesar 0,49.
Perbandingan debit Sub DAS Moa hasil model SWAT pada kondisi
tutupan lahan saat ini (terdapat praktek HTI) dengan debit simulasi Sub DAS Moa
masih berupa hutan alam seluruhnya diketahui bahwa perubahan penggunaan
lahan berupa hutan alam menjadi HTI saat ini di Sub DAS Moa menaikan
koefisien limpasan sebesar 20%, yaitu dari 43% menjadi 63%, ini berarti hujan
yang dialihragamkan menjadi limpasan meningkat.
Saran
Pendugaan debit menggunakan model SWAT masih kurang akurat, hal ini
disebabkan keterbatasan data parameter yang dibutuhkan dan minimnya data
untuk validasi model. Perlu dilakukan pengukuran tinggi muka air secara
berkelanjutan menggunakan AWLR yang lebih akurat di SPAS sub DAS Moa.
Perlu dilakukan pengukuran parameter terutama terkait dengan tutupan lahan,
yang mana PT. Korintiga Hutani merupakan HTI untuk kayu fast growing
sehingga lebih mudah terjadi perubahan tutupan lahan. Selain itu diperlukan
database mengenai karakteristik tanah dan tutupan lahan lokal, karena belum
tersedianya data di model SWAT.
Untuk mengurangi laju dan jumlah limpasan, diperlukan tindakan
konservasi tanah dan air di bidang lahan tanaman, baik secara vegetatif, sipil
teknis maupun kombinasinya. Pembuatan guludan teras datar dan menempatkan
bagian tanaman yang ditinggalkan sepanjang guludan akan meningkatkan
infiltrasi dan mengurangi laju limpasan permukaan. Selain itu, mempertahankan
fungsi riparian buffer zone yang masih baik, dan mengembalikan, meningkatkan
fungsi lahan di kiri-kanan sungai yang telah terganggu atau rusak sebagai riparian
buffer zone perlu dilakukan. Mengembalikan dan meningkatkan fungsi lahan di
kiri-kanan sungai sebagai riparian buffer zone dapat dilakukan dengan penanam
jenis-jenis tanaman asli setempat dan penguatan lereng (slopes) sungai.
18
DAFTAR PUSTAKA
Ahl RS, Woods SW, Zuurig HR. 2008. Hydrologic calibration and validation of
SWAT in a snow-dominated Rocky Mountain watershed. Montana (US):
Journal of The American Water Resources Association. 44(6): 1411.
Amatya DM, Haley EB, Levine NS, Callahan TJ, Pawlik AR, Jha MK. 2008.
Calibration and validation of the SWAT model for a forested watershed
in Coastal South Carolina. 2008 June 29 - July 2. Rhode Island. United
State (US): ASABE.
Asdak C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta (ID):
UGM Pr.
Bruijnzeel LA. 1996. Predicting the Hydrological Effects of Land Cover
Transformation in the Humid Tropics. Chicester (UK): Wiley
Bruijnzeel LA. 2004. Hydrological Functions of Tropical Forest: Not Seeing the
soil for the trees?. Amsterdam (NL): Elsevier B. V.
Chang M. 2006. Forest Hydrology: An Introduction to Water and Forest. Texas
(US): Taylor and Francis Group
Gassman PW, Reyes MR, Green CH, Arnold JG. 2007.The soil and water
assessment tool: historical development, applications, and future research
directions. Iowa (US): Center for Agricultural and Rural development,
Iowa State University.
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2012. Statistik Kehutanan Indonesia 2011.
Jakarta (ID): Kemenhut
Manan ME. 1982. Klimatologi Dasar. Bogor (ID): IPB pr.
Narendra BH. 2008. Alih Fungsi (Konversi) Kawasan Hutan Indonesia: Tinjauan
Aspek Hidrologi dan Konservasi Tanah. Bogor (ID): Pusat Penelitian
Sosial Ekonomi Kehutanan
Neitsch SL, Arnold JG, Kiniry JR, Srinivasan R, William JR. 2002. Soil and
Water Assesment Tool: User’s Manual Version 2000. Texas (US):
Agricultural Research Service US.
Neitsch SL, Arnold JG, Kiniry JR, Srinivasan R, William JR. 2004.
Soil and Water Assesment Tool Input/Output File Documentation Version
2005. Texas (US): Agricultural Research Service US
Paimin, Sukresno, Purwanto. 2010. Sidik Cepat Degradasi Sub Daerah Aliran
Sungai (Sub DAS). Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan
Konservasi dan Rehabilitasi, badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan
Seyhan E. 1977. Dasar-Dasar Hidrologi. Yogyakarta (ID): Gajah Mada
University Pr.
Slamet B, Syaufina L, Hendrayanto. 2006. Modifikasi Model Hidrograf Satuan
Sintetik Gama 1 di Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu. Peronema
Forestry Science Journal. 2(2): 2.
19
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 5 Januari 1991 sebagai anak
pertama dari tujuh bersaudara pasangan Bapak Muhammad Erwin dan Ibu
Jueriyah. Penulis menyelesaikan pendidikan formal di TK Pertiwi Ciawi (19951996), SD Negeri Bangka 3 Bogor (1996-2002), SMP PGRI 1 Ciawi (2002-2004),
SMP Muhammadiyah 1 Purbalingga (2004-2005), SMA Negeri 1 Purbalingga
(2005-2008). Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Manajemen
Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2008.
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum
matakuliah Inventarisasi Sumberdaya Hutan (2010), mata kuliah Hidrologi Hutan
(2010-2011), mata kuliah Pengelolaan Ekosistem Hutan dan Daerah Aliran
Sungai (2012) dan asisten Praktikum Pengelolaan Hutan (2012). Penulis aktif di
organisasi kemahasiswaan International Forestry Students’ Association Local
Committee IPB (IFSA LC IPB) sebagai Kepala Divisi Public Relation (20092010) dan sebagai Ketua IFSA LC IPB (2010-2011), serta di Himpunan Profesi
Forest Management Students Club (FMSC) sebagai staf Bagian Hubungan
Masyarakat (2009-2011) dan sebagai Badan Pengawas Himpunan Profesi FMSC
(2010-2011). Selain itu penulis juga aktif di kegiatan United Nations of
Environment Programme (UNEP) sebagai Indonesia National Youth Advisor
(2011-2013), delegasi South East Youth Environment Network (SEAYEN)
Singapura dan Urban Environment Accords UNEP Youth Forum di Gwangju,
Korea Selatan.
Penulis melaksanakan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan
(PPEH) di Gunung Kamojang dan Cagar Alam Sancang Barat, Jawa Barat (2010),
Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW)
dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT Korintiga Hutani, Kalimantan Tengah
(2012).
WILAYAH KERJA PT KORINTIGA HUTANI
KALIMANTAN TENGAH
MUHAMAD NIZAR ZULKARNAEN HASIBUAN
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Alih Ragam Hujan
Menjadi Limpasan di Sub DAS Moa Wilayah Kerja PT Korintiga Hutani (PT KTH)
Kalimantan Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013
Muhammad Nizar Zulkarnaen Hasibuan
NIM E14080115
ABSTRAK
MUHAMAD NIZAR ZULKARNAEN HASIBUAN. Alih Ragam Hujan Menjadi
Limpasan di Sub DAS Moa Wilayah Kerja PT Korintiga Hutani (PT. KTH)
Kalimantan Tengah. Dibimbing oleh HENDRAYANTO
Hutan alam di Indonesia telah beralih fungsi penggunaanya, salah satunya
menjadi hutan tanaman.Perubahan penggunaan lahan dari hutan alam menjadi
Hutan Tanaman Industri (HTI) diduga menjadi salah satu penyebab meningkatnya
frekuensi kejadian banjir. Respon Daerah Aliran Sungai (DAS), dalam hal ini alih
ragam hujan menjadi limpasan dipengaruhi oleh iklim dan karakteristik DAS
tersebut. Penggunaan lahan merupakan karakteristik DAS yang dapat berubah
akibat ulah manusia dan memberikan dampak signifikan dalam terjadinya
limpasan. Penelitian ini dilakukan di Sub DAS Moa yang penggunaan lahannya
telah berubah dari hutan alam menjadi hutan tanaman. Untuk menduga pengaruhpengaruh tersebut terhadap alih ragam hujan menjadi limpasan telah
dikembangkan model hubungan antara iklim, karakteristik DAS dengan limpasan,
yaitu dengan menggunakan model Soil and Water Assessment Tool (SWAT).
Model SWAT merupakan model berskala DAS yang cocok untuk menduga
dampak dari perubahan penggunaan lahan terhadap limpasan. Pendugaan debit
menggunakan model SWAT dengan input curah hujan hasil pengukuran hujan di
tiga stasiun hujan PT. Korintiga Hutani berhasil mendapatkan hasil yang
memuaskan dengan nilai R2>0,51 dan 0,36 < NS < 0,75. Hasil simulasi
menunjukan bahwa perubahan hutan alam menjadi hutan tanaman meningkatkan
nilai koefisien limpasan dari 0,43 menjadi 0,63 dan menaikkan debit limpasan
maksimum harian dari 55,9 m3/s menjadi 81,7 m3/s.
Kata kunci: alih ragam hujan menjadi limpasan, perubahan lahan, model SWAT
ABSTRAK
MUHAMAD NIZAR ZULKARNAEN HASIBUAN. Rainfall – Run Off
Transformation on Moa Sub Watershed, Working Area of PT.
Korintiga Hutani, Central Kalimantan (PT. KTH). Supervised by
HENDRAYANTO
Natural forest in Indonesia has been changed into other land uses, such as
Industrial Plantation Forest (HTI). Change of Natural forest into other uses,
including HTI, has thought to be one cause of floods occurrence frequency
increased. The rainfall-runoff transformation is affected by the climate and the
characteristics of the watershed. The changes of watershed characterstics by
human behaviour can give a significant impact in the occurence of runoff. This
study was conducted at Moa Sub Watershed, an area which has undergone a land
use change from natural forest into plantation forest. To predict the influences
towards the rainfall-runoff transformation, a model has been developed to know
the relationship between climate and watershed characteristics with runoff by
using Soil and Water Assessment Tool (SWAT) model. SWAT model is a
watershed-scale model which is suitable to predict the impact of land use changes
on run-off. The prediction of water flow using SWAT model with the input of
rainfall from the rain measurement in three rain station at PT. Korintiga Hutani
has succeed to get a satistying result with the value R2>0,51 and 0,36 < NS <
0,75. The result of the simulation shows that the change of natural forest into
plantation forest has increased the value of runoff coefficient from 0,43 to 0,63
and increased the maximum daily runoff from 55,9 m3/s to 81,7 m3/s.
Keywords: land use, run off-rainfall transformation, SWAT Model
ALIH RAGAM HUJAN MENJADI LIMPASAN DI SUB DAS MOA
WILAYAH KERJA PT KORINTIGA HUTANI
KALIMANTAN TENGAH
MUHAMAD NIZAR ZULKARNAEN HASIBUAN
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
Judul Skripsi : Alih Ragam Hujan Menjadi Limpasan di Sub DAS Moa Wilayah
Kelja PT Korintiga Hutani, Kalimantan Tengah
Nama
NIM
: Muhamad Nizar Zulkarnaen Hasibuan
: E14080115
Disetujui oleh
Dr r HepYa;,anto, MAgr
セ
Pembimbing
/
セ
Tanggal Lulus
ZエャイNヲェX[
ゥ[ョャA。、@
Budiaman, MSc FTrop
Ketua Depaliemen
2 1 NOV 20 3
Judul Skripsi : Alih Ragam Hujan Menjadi Limpasan di Sub DAS Moa Wilayah
Kerja PT Korintiga Hutani, Kalimantan Tengah
Nama
NIM
: Muhamad Nizar Zulkarnaen Hasibuan
: E14080115
Disetujui oleh
Dr Ir Hendrayanto, MAgr
Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Ahmad Budiaman, MSc FTrop
Ketua Departemen
Tanggal Lulus
:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, karena
atas rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Penelitian ini berjudul Alih Ragam Hujan Menjadi Limpasan Sub
DAS Moa di Wilayah Kerja PT Korintiga Hutani, Kalimantan Tengah.Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam rencana
pengelolaan lahan di lokasi penelitian.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Hendrayanto, MAgr
selaku pembimbing. Disamping itu terimakasih penulis sampaikan kepada PT.
Korintiga Hutani yang telah mendukung terlaksananya penelitian ini, Ucapan
terimakasih juga penulis sampaikan kepada orang tua dan keluarga penulis, rekanrekan IFSA LC-IPB dan Laboratorium Hidrologi Hutan MNH serta teman-teman
Manajemen Hutan angkatan 45 atas doa, kebersamaan dan semangat bagi penulis.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih belum sempurna. Oleh
karena itu penulis berharap adanya saran dan masukan yang membangun demi
perbaikan karya ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, November 2013
Muhamad Nizar Zulkarnaen Hasibuan
DAFTAR ISI
PRAKATA
iv
DAFTAR ISI
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
2
METODE
3
Lokasi dan Waktu Penelitian
3
Alat dan Bahan
3
Analisis Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
9
Iklim
9
Penggunaan Lahan
9
Tanah
10
Topografi
11
Hydrological Responses Units (HRU)
12
Debit Observasi dan Debit Dugaan Model SWAT
13
Perbandingan Debit Simulasi Model
15
SIMPULAN DAN SARAN
17
Simpulan
17
Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
18
19
DAFTAR TABEL
1. Luas penggunaan lahan di Sub Das Moa
10
2. Jenis tanah di Sub DAS Moa
11
3. Luas per kelas kemiringan lahan di Sub DAS Moa
12
4. Penggunaan lahan, jenis tanah dan luasan setiap HRU di Sub DAS Moa
13
DAFTAR GAMBAR
1. Lokasi penelitian
3
2. Diagram alir penelitian
8
3. Rata-rata curah hujan wilayah bulanan
9
4. Sebaran penggunaan lahan di Sub DAS Moa
10
5. Sebaran jenis tanah di Sub DAS Moa
11
6. Sebaran ruang kelas kemiringan lahan di Sub DAS Moa
12
7. Sebaran HRU di Sub DAS Moa
13
8. Perbandingan debit model dengan debit observasi
14
9. Hubungan koefisien determinasi debit model dengan debit observasi
14
10. Hyetograph curah hujan aktual dengan hidrograf debit model
15
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Respon Daerah Aliran Sungai (DAS), dalam hal ini alih ragam hujan
menjadi limpasan dipengaruhi oleh iklim dan karakteristik DAS tersebut. Faktorfaktor utama iklim yang mempengaruhi alih ragam hujan menjadi limpasan adalah
hujan, dan evapotranspirasi, sedangkan karakteristik DAS yang mempengaruhi
alih ragam hujan menjadi limpasan adalah sifat geologi dan tanah, morfometri,
penutupan dan penggunaan lahan (Slamet et al. 2006).
Faktor iklim, sifat geologi dan tanah, morfometri merupakan faktor yang
relatif tidak dapat diubah manusia dibandingkan dengan penutupan dan
penggunaan lahan (Paimin et al. 2010 dan Seyhan. 1977). Lahan berupa hutan
alam yang dicirikan dengan tutupan vegetasi yang rapat dan bertingkat merupakan
penutupan lahan yang berfungsi mengurangi hujan yang sampai di permukaan
tanah mineral, mengurangi jumlah dan laju aliran permukaan, dan mengurangi
jumlah dan laju erosi (Chang, 2006). Karakteristik hutan alam tersebut dapat
mengurangi potensi kejadian banjir dan sedimentasi di sungai (Asdak, 2002).
Perubahan penutupan dan penggunaan lahan berupa hutan alam menjadi
hutan tanaman mengakibatkan perubahan sifat penutupan lahan, sifat tanah dan
juga morfometri DAS, yang selanjutnya akan mempengaruhi transformasi hujan
menjadi limpasan. Tingkat pengaruhnya ditentukan oleh intensitas dan besaran
perubahan penutupan lahan, sifat tanah dan morfometri DAS (Bruijnzeel, 1996).
Hutan alam di Indonesia telah banyak berubah menjadi penggunaan lahan
lainnya, diantaranya menjadi Hutan Tanaman Industri (HTI). Di Indonesia
terdapat 249 izin usaha HTI dengan luas 10.046.839,43 Ha (Kemenhut, 2012).
Perubahan hutan alam menjadi penggunaan lain, termasuk menjadi HTI diduga
menjadi salah satu penyebab frekuensi kejadian banjir meningkat (Bruijnzeel,
2004).
PT. Korintiga Hutani (KTH) merupakan perusahaan pemegang IUPHHKHT. Untuk mengetahui besaran pengaruh perubahan hutan alam menjadi Hutan
Tanaman Industri, khususnya di wilayah kerja PT KTH terhadap limpasan
permukaan perlu dilakukan kajian alih ragam hujan menjadi limpasan permukaan.
Salah satu model yang dapat digunakan untuk menduga alih ragam hujan
menjadi limpasan akibat perubahan penggunaan lahan adalah model Soil and
Water Assessment Tool (SWAT) (Neitsch et al. 2002). Model SWAT merupakan
model berskala DAS yang cocok untuk menduga dampak dari pengelolaan
penggunaan lahan terhadap kuantitas air (Gassman et al. 2007)
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alih ragam hujan menjadi
limpasan di Sub DAS Moa, Wilayah Kerja PT Korintiga Hutani, Kalimantan
Tengah menggunakan model Soil and Water Assessment Tool (SWAT).
2
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan bagi pengelola hutan tanaman khususnya PT. Korintiga Hutani
dalam rangka mengendalikan limpasan permukaan.
3
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sub DAS Moa, DAS Lamandau, yang
memiliki luas 16.464 Ha. Secara geografis areal ini berada di koordinat
111°46’26” - 111°53’44” BT dan 2°2’47” - 2°0’55” LS. Sub DAS Moa
merupakan Sub DAS terluas di wilayah kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) PT Korintiga Hutani yang
berada di dua kabupaten yaitu Kabupaten Lamandau dan Kabupaten
Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah. Lokasi penelitian ditunjukan
pada Gambar 1. Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret hingga Mei 2012.
Gambar 1. Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
GPS Garmin 60 CSX
Ring Sample tanah
Meteran
Bola pingpong
Ombrometer
4
6. Komputer, MS Excel 2007, MS Word 2007, Software Arcview dengan
extensi AVSWAT
7. Kertas label
8. Alat – alat tulis
9. Data spasial meliputi:
a. Peta digital topografi IUPHHK HTI PT. Korintiga Hutani
b. Peta digital penutupan lahan IUPHHK HTI PT. Korintiga Hutani
c. Peta digital jenis tanah IUPHHK HTI PT. Korintiga Hutani
berdasarkan hasil kajian Lembaga Penelitian Tanah.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan meliputi data areal kerja PT. Korintiga Hutani
(PT. KTH), data iklim dan curah hujan, data debit, data jenis dan sifat fisik tanah,
data tutupan lahan dan batas sub DAS lokasi penelitian.
Data areal kerja PT. KTH, data curah hujan, data jenis tanah dan data
tutupan lahan di PT. KTH bersumber dari peta-peta dan laporan yang dibuat oleh
PT. KTH. Data Curah hujan didapat dari tiga lokasi penakar curah hujan milik PT.
KTH. Data curah hujan yang digunakan adalah data sejak 18 Mei 2010 sampai
dengan 13 Mei 2012. Lokasi penakar curah hujan disajikan juga pada Gambar 1.
Data debit aliran sungai di titik patusan (outlet) Sub DAS Moa diukur secara
tidak langsung dengan mengukur kecepatan aliran dan luas penampang basah titik
patusan. Kecepatan aliran sungai diukur menggunakan pelampung bola pimpong.
Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali dalam sehari, yaitu pada pukul 07.00,
pukul 12.00 dan pukul 17.00 selama 15 hari. Langkah-langkah pengukuran yaitu
sebagai berikut:
a. Bola pingpong dilemparkan beberapa meter dari hulu
b. Mencatat waktu yang diperlukan oleh aliran untuk menghanyutkan pelampung
mulai dari pelampung melewati garis pertama hingga garis terakhir (hilir)
c. Pengukuran kecepatan aliran tersebut dilakukan sebanyak tiga kali ulangan
pengukuran tiap satu meter lebar sungai.
Luas penampang basah sungai diukur dengan langkah sebagai berikut:
a. Menentukan lokasi segmen aliran air yang akan diukur
b. Mengukur lebar aliran air dengan menggunakan meteran dengan cara
mengukur jarak dari satu dinding ke dinding lainnya tepat di permukaan aliran
air.
c. Mengukur kedalaman tiap satu meter lebar sungai secara manual memakai
tongkat ukur
Data sifat fisik tanah yang dikumpulkan meliputi kerapatan bongkah (bulk
density), porositas, permeabilitas, kandungan bahan organik dan tekstur tanah.
Data sifat fisik tanah didapat dari hasil analisis data contoh tanah tidak terganggu
(undisturbed soil samples) dan contoh tanah terganggu (disturbed soil samples).
Contoh tanah tidak terganggu diambil dengan menggunakan ring sample yang
mewakili kedalaman 0-15 cm. Sedangkan contoh tanah terganggu didapat di titik
pengambilan yang sama dengan titik pengambilan contoh tanah terganggu. Lokasi
pengambilan contoh tanah ditentukan berdasarkan perbedaan jenis tanah dan
tutupan lahan.
5
Jumlah contoh tanah yang diambil sebanyak 18 contoh dari areal kerja PT.
Korintiga Hutani yang digunakan untuk mewakili areal Sub DAS Moa yang
diteliti. Selanjutnya contoh tanah yang telah diambil dianalisis sifat fisik tanahnya
di Laboratorium Fisika Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Data tutupan lahan diperoleh dari peta digital areal kerja dan tutupan lahan
skala 1:25.000 dari tim GIS PT. Korintiga Hutani, Kabupaten Kotawaringin Barat,
Provinsi Kalimantan Tengah lalu dilakukan pengecekan langsung di lapangan.
Data batas sub DAS Moa diperoleh dengan menggunakan software
ArcView versi 3.2. Tahapan pembuatan batas wilayah sub DAS yaitu dengan cara
persiapan data (Generating DEM dari data kontur) generalisasi jaringan sungai
dan terakhir dengan melakukan generalisasi batas DAS dan Sub DAS.
Analisis Data
Analisis Koefisien Aliran Permukaan
Koefisien aliran permukaan (C) menggambarkan jumlah air hujan yang
menjadi aliran permukaan. Perubahan nilai C dapat mencirikan perubahan
karakteristik suatu DAS, terutama karakteristik yang relatif mudah berubah, yaitu
penggunaan lahan. Nilai C yang besar menunjukan bahwa lebih banyak air hujan
yang menjadi aliran permukaan (Asdak, 2002). Koefisien aliran permukaan (C)
dihitung menggunakan persamaan (1) dan (2).
................................................................(1)
........................................................................................(2)
Keterangan:
C
: Koefisien limpasan
Q
: Debit aliran langsung (m3/detik)
A
: Luas Area (ha)
DRO : Aliran langsung (mm/hari)
CH
: Curah hujan (mm/hari)
Q didapat dari pengurangan debit total hasil pengukuran dengan aliran
dasarnya (baseflow).
Analisis Debit Menggunakan Model SWAT
Analisis hidrologi sub DAS Moa dilakukan dengan bantuan ArcView GIS
dengan ekstensi AVSWAT 2000 Blackland Research Center- Ver.1.0. Respon
hidrologi yang dianalisis adalah debit aliran sungai Sub DAS Moa. Pada analisis
hidrologi ini, disediakan data sebagai input dalam model SWAT adalah data
iklim, data tanah, dan data penggunaan lahan.
6
Adapun prosedur Analisis adalah:
1. Pembentukan Hidrologic Respons Unit (HRU)
HRU merupakan unit analisis hidrologi yang mempunyai karakteristik
tanah dan penggunaan lahan yang spesifik, sehingga dapat dipisahkan antara satu
HRU dengan lainnya. HRU diperoleh melalui overlay peta DEM, peta tanah dan
peta penggunaan lahan yang ketiganya telah di reprojected. Output pada tahap ini
adalah bentuk DAS yang terdiri atas beberapa sub-basin yang telah diberi nomor.
Pada tahap ini juga dapat ditentukan threshold dari presentase total landuse, jenis
tanah, dan slope. Sehingga landuse, jenis tanah, dan slope yang lebih kecil dari
threshold yang ditentukan akan diabaikan.
2. Perhitungan Debit
Setelah unit atau kelompok lahan terbentuk maka langkah selanjutnya
adalah menjalankan model SWAT. Dalam operasi SWAT, unit lahan yang
terbentuk dihubungkan dengan data iklim sesuai dengan file database yang telah
disediakan.
Siklus hidrologi yang disimulasikan dalam SWAT berdasarkan pada
persamaan (3) water balance (Neitsch et al., 2004)
………….(3)
Keterangan:
SWt : kandungan akhir air tanah (mmH2O)
SWO : kandungan air tanah awal pada hari ke-i (mmH2O)
ROday : Jumlah presipitasi pada hari ke-i (mmH2O)
QSurf : Jumlah surface runoff pada hari ke-i (mmH2O)
Ea
: Jumlah evapotranspirasi pada hari ke-i (mmH2O)
Wseep : Jumlah air yang memasuki vadose zone pada profil tanah pada hari ke- I
(mmH2O)
Qgw : Jumlah air yang kembali pada hari ke-i (mmH2O)
Swat menggunakan metode SCS-CN (Soil Conservation Service - curve
number) dalam menduga limpasan permukaan (Qsurf). Metode ini dikembangkan
untuk menghitung run off tutupan lahan dan jenis tanah yang bervariasi.
Persamaan SCS-CN disajikan pada persamaan (4) dan (5) (Neitsch et. al. 2004).
.....................................................(4)
.………………………………....(5)
Keterangan:
Rday : curah hujan per hari (mm)
Qsurf : limpasan permukaan (mm)
S
: parameter retensi tanah (mm)
CN
: SCS Curve Number
7
3. Evaluasi Model
Evaluasi model dilakukan dengan kalibrasi dan validasi bertujuan agar
output dari model yang digunakan hasilnya mendekati output dari DAS yang
sebenarnya. Kalibrasi dilakukan dengan cara merubah beberapa nilai parameter
sensitif yang berpengaruh terhadap nilai debit hasil simulasi. Proses kalibrasi
dilakukan dengan menggunakan Calibration tool di ekstensi AVSWAT 2000.
Sedangkan proses validasi dilakukan dengan membandingkan debit hasil kalibrasi
dengan debit hasil pengukuran langsung di lapangan. Hasil perbandingan tersebut
dievaluasi berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) dan effisiensi NashSutcliffe (Ahl et al. 2008). Persamaan model yang digunakan disajikan pada
persamaan (6) dan (7):
……………….(6)
……………….(7)
Keterangan:
Qobs,i
Qcal,i
: debit observasi (m3/detik)
: debit hasil simulasi (m3/detik)
: debit observasi rata-rata (m3/detik)
: debit hasil simulasi rata-rata (m3/detik)
Hasil simulasi dianggap baik jika nilai R2 > 0,51 dan NS > 0,74 (Amatya et.
al. 2008). Hasil terbaik dapat terpenuhi dengan merubah parameter-parameter
input yang berhubungan dengan aliran air, yaitu limpasan permukaan, limpasan
bawah permukaan dan aliran air bawah tanah. Parameter input yang dilakukan
perubahan dalam penelitian ini yaitu data curah hujan.
Proses penelitian ini dapat digambarkan dalam diagram alir penelitian
pada Gambar 2.
8
Mulai
Pengumpulan Data
DEM
Deliniasi
Pengelompokan Data
Peta dan karakteristik
Peta dan karakteristik
Penggunaan Lahan
Tanah
Pemasukan Data
Iklim
HRUs
Debit
Debit
DAS
Observasi
Simulasi Model SWAT
NS>0.75 (baik) atau
0.36 0,51 dan NS > 0,74 atau 0.36 <
NS < 0.75 memuaskan (Amatya et. al. 2008), maka dengan nilai R2 sebesar 0,652
dan nilai NS sebesar 0,493 maka debit yang digambarkan oleh model ini
memuaskan. Akan tetapi nilai evaluasi model ini masih belum bisa mewakili
keadaan sebenarnya karena jangka waktu debit observasi masih pendek. Agar hasil
dari model dapat mewakili kondisi debit aktual perlu dilakukan pengukuran debit
observasi dalam kurun waktu yang lama, atau lebih dari satu tahun.
15
Dengan menggunakan model SWAT dengan input curah hujan sejak
tanggal 18 Mei 2010 sampai dengan akhir masa penelitian, 13 Mei 2012 diperoleh
hasil debit dugaan SWAT. Hidrograf debit dugaan model SWAT dan hyetograph
di Sub DAS Moa disajikan pada Gambar 10.
Gambar 10. Hyetograph curah hujan aktual dan hidrograf debit model
Perbandingan Debit Simulasi Model
Laju pengurangan luas tutupan hutan Indonesia sudah sangat
mengkhawatirkan. Pada aspek hidrologi dan konservasi tanah, alih fungsi hutan
yang tidak dilakukan secara cermat akan membawa dampak negatif berupa
melonjaknya debit puncak aliran sungai, terganggunya distribusi debit bulanan,
erosi dan sedimentasi (Narendra, 2008).
Untuk mengetahui perbedaan respon Sub DAS Moa ketika berhutan
semua dengan penggunaan lahan sekarang dilakukan simulasi debit di Sub DAS
Moa dengan tutupan lahan sebelum berubah menjadi HTI dengan input hujan
yang sama.
Simulasi limpasan dengan model SWAT dilakukan dengan mengubah
nilai CN menggunakan metode SCS-Curve Number. Rata-rata nilai CN pada
kondisi penggunaan HTI aktual adalah sebesar 74, sedangkan CN hutan alam
adalah 68,5. Semakin kecil nilai CN berarti semakin besar kemampuan retensi
tanah sehingga peluang terjadinya limpasan semakin kecil.
Perbandingan debit sungai Sub DAS Moa pada saat ini (terdapat praktek
HTI) dengan debit simulasi, yaitu ketika Sub DAS Moa seluruhnya masih
berhutan juga disajikan dalam Gambar 10.
Dari hidrograf tersebut dapat dilihat perilaku alih ragam hujan menjadi
limpasan dan nilai koefisien limpasan pada kondisi aktual dan keadaan yang
disimulasikan, yaitu tutupan lahan berupa hutan seluruhnya. Debit puncak
tertinggi selama periode penelitian pada kondisi penutupan lahan aktual sebesar
81,7 m3/s terjadi pada tanggal 6 September 2010, bersamaan dengan terjadinya
curah hujan maksimum sebesar 94,7 mm. Debit puncak pada saat penutupan
lahan simulasi, yaitu hutan alam seluruhnya sebesar 55,9 m3/s terjadi pada saat
16
yang sama dengan curah hujan maksimum namun lebih kecil dibandingkan
dengan debit maksimum pada penutupan lahan aktual. Debit minimum hasil
simulasi terjadi pada tanggal 18 Mei 2010 sebesar 0,023 m3/s pada kondisi aktual
dan 0.016 m3/s pada simulasi hutan alam. Jika dibandingkan debit total pada tahun
2011, debit pada kondisi aktual sebesar 4321,2 m3/s, lebih besar dari debit total
hasil simulasi hutan alam sebesar 2960 m3/s. Berdasarkan hasil analisis diketahui
kofisien limpasan pada debit puncak di kondisi aktual sebesar 0,45 sedangkan
pada simulasi hutan alam sebesar 0,31. Sedangkan jika dilihat dari setiap kejadian
hujannya diketahui kofisien limpasan rata rata di kondisi aktual sebesar 0,63
sedangkan pada simulasi hutan alam sebesar 0,43.
Hal ini menjelaskan bahwa pada kondisi aktual yang sekarang ini Sub
DAS Moa memiliki kemampuan mengalihragamkan hujan menjadi limpasan rata
rata sebesar 63%. Sedangkan apabila kondisi Sub DAS Moa masih berupa hutan
alam hanya 43% hujan yang akan dialihragamkan menjadi limpasan. Dengan kata
lain perubahan penggunaan lahan dari hutan alam menjadi HTI yang sekarang ini
meningkatkan alih ragam hujan menjadi limpasan di Sub DAS Moa sebesar 20%.
Berdasarkan hasil dari perubahan alih ragam hujan menjadi limpasan pada
penggunaan lahan dari hutan alam menjadi hutan tanaman di lokasi HTI PT.
Korintiga Hutani diperlukan sebuah rencana pengelolaan untuk mengendalikan
aliran permukaan.
17
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pendugaan debit menggunakan model SWAT dengan input curah hujan di
Sub DAS Moa, wilayah kerja PT. Korintiga Hutani mendapatkan hasil yang
memuaskan, yaitu apabila dibandingkan dengan debit hasil pengukuran didapat
nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,652 dan nilai efisiensi model NashSutcliffe (NS) sebesar 0,49.
Perbandingan debit Sub DAS Moa hasil model SWAT pada kondisi
tutupan lahan saat ini (terdapat praktek HTI) dengan debit simulasi Sub DAS Moa
masih berupa hutan alam seluruhnya diketahui bahwa perubahan penggunaan
lahan berupa hutan alam menjadi HTI saat ini di Sub DAS Moa menaikan
koefisien limpasan sebesar 20%, yaitu dari 43% menjadi 63%, ini berarti hujan
yang dialihragamkan menjadi limpasan meningkat.
Saran
Pendugaan debit menggunakan model SWAT masih kurang akurat, hal ini
disebabkan keterbatasan data parameter yang dibutuhkan dan minimnya data
untuk validasi model. Perlu dilakukan pengukuran tinggi muka air secara
berkelanjutan menggunakan AWLR yang lebih akurat di SPAS sub DAS Moa.
Perlu dilakukan pengukuran parameter terutama terkait dengan tutupan lahan,
yang mana PT. Korintiga Hutani merupakan HTI untuk kayu fast growing
sehingga lebih mudah terjadi perubahan tutupan lahan. Selain itu diperlukan
database mengenai karakteristik tanah dan tutupan lahan lokal, karena belum
tersedianya data di model SWAT.
Untuk mengurangi laju dan jumlah limpasan, diperlukan tindakan
konservasi tanah dan air di bidang lahan tanaman, baik secara vegetatif, sipil
teknis maupun kombinasinya. Pembuatan guludan teras datar dan menempatkan
bagian tanaman yang ditinggalkan sepanjang guludan akan meningkatkan
infiltrasi dan mengurangi laju limpasan permukaan. Selain itu, mempertahankan
fungsi riparian buffer zone yang masih baik, dan mengembalikan, meningkatkan
fungsi lahan di kiri-kanan sungai yang telah terganggu atau rusak sebagai riparian
buffer zone perlu dilakukan. Mengembalikan dan meningkatkan fungsi lahan di
kiri-kanan sungai sebagai riparian buffer zone dapat dilakukan dengan penanam
jenis-jenis tanaman asli setempat dan penguatan lereng (slopes) sungai.
18
DAFTAR PUSTAKA
Ahl RS, Woods SW, Zuurig HR. 2008. Hydrologic calibration and validation of
SWAT in a snow-dominated Rocky Mountain watershed. Montana (US):
Journal of The American Water Resources Association. 44(6): 1411.
Amatya DM, Haley EB, Levine NS, Callahan TJ, Pawlik AR, Jha MK. 2008.
Calibration and validation of the SWAT model for a forested watershed
in Coastal South Carolina. 2008 June 29 - July 2. Rhode Island. United
State (US): ASABE.
Asdak C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta (ID):
UGM Pr.
Bruijnzeel LA. 1996. Predicting the Hydrological Effects of Land Cover
Transformation in the Humid Tropics. Chicester (UK): Wiley
Bruijnzeel LA. 2004. Hydrological Functions of Tropical Forest: Not Seeing the
soil for the trees?. Amsterdam (NL): Elsevier B. V.
Chang M. 2006. Forest Hydrology: An Introduction to Water and Forest. Texas
(US): Taylor and Francis Group
Gassman PW, Reyes MR, Green CH, Arnold JG. 2007.The soil and water
assessment tool: historical development, applications, and future research
directions. Iowa (US): Center for Agricultural and Rural development,
Iowa State University.
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2012. Statistik Kehutanan Indonesia 2011.
Jakarta (ID): Kemenhut
Manan ME. 1982. Klimatologi Dasar. Bogor (ID): IPB pr.
Narendra BH. 2008. Alih Fungsi (Konversi) Kawasan Hutan Indonesia: Tinjauan
Aspek Hidrologi dan Konservasi Tanah. Bogor (ID): Pusat Penelitian
Sosial Ekonomi Kehutanan
Neitsch SL, Arnold JG, Kiniry JR, Srinivasan R, William JR. 2002. Soil and
Water Assesment Tool: User’s Manual Version 2000. Texas (US):
Agricultural Research Service US.
Neitsch SL, Arnold JG, Kiniry JR, Srinivasan R, William JR. 2004.
Soil and Water Assesment Tool Input/Output File Documentation Version
2005. Texas (US): Agricultural Research Service US
Paimin, Sukresno, Purwanto. 2010. Sidik Cepat Degradasi Sub Daerah Aliran
Sungai (Sub DAS). Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan
Konservasi dan Rehabilitasi, badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan
Seyhan E. 1977. Dasar-Dasar Hidrologi. Yogyakarta (ID): Gajah Mada
University Pr.
Slamet B, Syaufina L, Hendrayanto. 2006. Modifikasi Model Hidrograf Satuan
Sintetik Gama 1 di Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu. Peronema
Forestry Science Journal. 2(2): 2.
19
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 5 Januari 1991 sebagai anak
pertama dari tujuh bersaudara pasangan Bapak Muhammad Erwin dan Ibu
Jueriyah. Penulis menyelesaikan pendidikan formal di TK Pertiwi Ciawi (19951996), SD Negeri Bangka 3 Bogor (1996-2002), SMP PGRI 1 Ciawi (2002-2004),
SMP Muhammadiyah 1 Purbalingga (2004-2005), SMA Negeri 1 Purbalingga
(2005-2008). Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Manajemen
Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2008.
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum
matakuliah Inventarisasi Sumberdaya Hutan (2010), mata kuliah Hidrologi Hutan
(2010-2011), mata kuliah Pengelolaan Ekosistem Hutan dan Daerah Aliran
Sungai (2012) dan asisten Praktikum Pengelolaan Hutan (2012). Penulis aktif di
organisasi kemahasiswaan International Forestry Students’ Association Local
Committee IPB (IFSA LC IPB) sebagai Kepala Divisi Public Relation (20092010) dan sebagai Ketua IFSA LC IPB (2010-2011), serta di Himpunan Profesi
Forest Management Students Club (FMSC) sebagai staf Bagian Hubungan
Masyarakat (2009-2011) dan sebagai Badan Pengawas Himpunan Profesi FMSC
(2010-2011). Selain itu penulis juga aktif di kegiatan United Nations of
Environment Programme (UNEP) sebagai Indonesia National Youth Advisor
(2011-2013), delegasi South East Youth Environment Network (SEAYEN)
Singapura dan Urban Environment Accords UNEP Youth Forum di Gwangju,
Korea Selatan.
Penulis melaksanakan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan
(PPEH) di Gunung Kamojang dan Cagar Alam Sancang Barat, Jawa Barat (2010),
Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW)
dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT Korintiga Hutani, Kalimantan Tengah
(2012).