Screening of Significant Medium Components for Biosurfactant Production by Potential Bacteria of DSW17 using Plackett- Burman Experimental Design and Its Application as Food Preservative Agent

PENENTUAN KOMPONEN MEDIA SIGNIFIKAN UNTUK
PRODUKSI BIOSURFAKTAN DARI BAKTERI DSW17
MENGGUNAKAN DESAIN EKSPERIMEN PLACKETTBURMAN DAN APLIKASINYA SEBAGAI BAHAN
PENGAWET MAKANAN

SWASTIKA PRAHARYAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul Penentuan
Komponen Media Signifikan untuk Produksi Biosurfaktan dari Bakteri DSW17
Menggunakan Desain Eksperimen Plackett-Burman dan Aplikasinya sebagai
Bahan Pengawet Makanan adalah karya saya dengan arahan dari Komisi
Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013

Swastika Praharyawan
NRP P051100061

RINGKASAN
SWASTIKA PRAHARYAWAN. Penentuan Komponen Media Signifikan untuk
Produksi Biosurfaktan dari Bakteri DSW17 Menggunakan Desain Eksperimen
Plackett-Burman dan Aplikasinya sebagai Bahan Pengawet Makanan. Dibimbing
oleh KHASWAR SYAMSU dan DWI SUSILANINGSIH.
Biosurfaktan atau mikrobial surfaktan yang dihasilkan oleh berbagai
mikroorganisme mampu menurunkan tegangan permukaan dan antarmuka, serta
memiliki aplikasi yang luas, baik untuk industri maupun lingkungan.
Mikroorganisme potensial penghasil biosurfaktan berhasil diisolasi dari bakteri
kontaminan di Laboratorium Bioenergi dan Bioproses, Pusat Penelitian
Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Berdasarkan analisa

sekuens 16S rRNA dan pohon filogenetik, bakteri DSW17 termasuk ke dalam
genus Bacillus dan memiliki kemiripan sebesar 97% dengan Bacillus altitudinis
TAZ1-5 HQ236061.
Pada penelitian ini, penapisan komponen media signifikan untuk produksi
biosurfaktan oleh bakteri DSW17 dilakukan menggunakan desain eksperimen
Plackett-Burman. Sembilan dari sebelas komponen media yang diuji diketahui
signifikan dalam memengaruhi proses produksi biosurfaktan oleh isolat DSW17.
FeSO4.7H2O, NaNO3, minyak jelantah, CaCl2.2H2O, K2HPO4 dan sukrosa adalah
komponen media signifikan yang besar konsentrasinya di dalam media
berkorelasi positif dengan proses produksi biosurfaktan, sementara ZnSO4.7H2O,
KH2PO4 and MgSO4.7H2 merupakan komponen media signifikan yang besar
konsentrasinya di dalam media berkorelasi negatif dengan proses produksi
biosurfaktan pada rentang konsentrasi yang digunakan.
Beberapa media modifikasi diformulasi berdasarkan hasil eksperimen
Plackett-Burman dengan tujuan utuk memvalidasi komposisi media optimum
yang didapat. Proses produksi menggunakan media modifikasi 1 (MM1) sebagai
media optimum (2.13 g/L) berhasil meningkatkan produksi biosurfaktan sebesar
124% bila dibandingkan dengan media yang belum dioptimasi (0.95 g/L) atau
media modifikasi 6 (MM6). Media optimum terbukti memiliki keunggulan dari
sisi performa produksi biosurfaktan dan juga sisi ekonomi dibandingkan dengan

kelima media modifikasi yang lain.
Biosurfaktan yang diproduksi oleh Bacillus sp. DSW17 memiliki aktivitas
dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Karakter tersebut menjadi dasar dalam
aplikasi biosurfaktan sebagai bahan pengawet makanan. Aplikasi biosurfaktan
yang diproduksi menggunakan media optimum sebagai bahan pengawet pada
bahan pangan tahu, jus stroberi dan jus tomat menunjukkan bahwa biosurfaktan
mampu memperpanjang umur simpan dari bahan makanan tersebut selama 4, 2
dan 1 jam, secara berturut-urut. Namun, biosurfaktan tidak mampu
memperpanjang umur simpan dari daging sapi dan daging ayam.
Kata Kunci: biosurfaktan, produksi biosurfaktan, optimasi, Plackett-Burman,
bahan pengawet

SUMMARY
SWASTIKA PRAHARYAWAN. Screening of Significant Medium Components
for Biosurfactant Production by Potential Bacteria of DSW17 using PlackettBurman Experimental Design and Its Application as Food Preservative Agent.
Supervised by KHASWAR SYAMSU dan DWI SUSILANINGSIH.
Biosurfactant or microbial surfactants produced by variety of microbes are
capable of reducing surface and interfacial tension and have a wide range of
industrial and environmental applications. Potential biosurfactant-producing
microbe was successfully isolated from the Laboratory of Bioenergy and

Bioprocess, Research Center for Biotechnology, LIPI. Based on the analysis of
16S rRNA sequence and phylogenetic tree, microorganisms DSW17 was 97%
identical to Bacillus altitudinis TAZ1-5 HQ236061.
In the present research, statistical screening of media components for
biosurfactant production by microorganism DSW17 was carried out using
Plackett-Burman experimental design. Nine out of eleven factors of the
production medium were found to be significantly affecting the production
process of biosurfactant. FeSO4.7H2O, NaNO3, waste vegetable oil, CaCl2.2H2O,
K2HPO4 and sucrose were directly proportional to the biosurfactant production
while ZnSO4.7H2O, KH2PO4 and MgSO4.7H2 showed inversely proportional
correlation with the biosurfactant production in the selected experimental range.
Several modified mediums were formulated based on the statistical
Plackett-Burman screening result in order to validate the optimum media
composition in producing biosurfactant. Modified medium combination 1 (MM1)
as an optimized medium (2.13 g/L) showed 124% increase in biosurfactant
production over the unoptimized medium or MM6 (0.95 g/L). From the validation
result obtained, it was known that the optimized medium was proven to show
better performance in the biosurfactant production, while it was also economically
applicable compared to the other modification media.
The biosurfactant produced by Bacillus sp. DSW17 in optimized medium

showed antimicrobial activity against spoilage microorganisms. Based on the
antimicrobial properties of the biosurfactant, it was then applied as a preservative
agent in foods (tofu, beef and chicken meat) and also beverages (strawberry and
tomato juice). Biosurfactant from Bacillus sp. DSW17showed the ability to extend
the shelf life of tofu, strawberry juice and tomato juice for 4 hours, 2 hours and 1
hour, respectively. While in beef and chicken meat, biosurfactant were not able to
extend its shelf-life.
Keywords: biosurfactant, biosurfactant production, statistical optimization,
Plackett-Burman, preservative agent

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang
wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


PENENTUAN KOMPONEN MEDIA SIGNIFIKAN UNTUK
PRODUKSI BIOSURFAKTAN DARI BAKTERI DSW17
MENGGUNAKAN DESAIN EKSPERIMEN PLACKETTBURMAN DAN APLIKASINYA SEBAGAI BAHAN
PENGAWET MAKANAN

SWASTIKA PRAHARYAWAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Bioteknologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi: Dr. Mulyorini Rahayuningsih, MSi


Judul Penelitian

Nama
NIM

Penentuan Komponen Media Signifikan untuk Produksi
Biosurfaktan dari Bakteri DSW 17 Menggunakan Desain
Eksperimen Plackett-Burman dan Aplikasinya sebagai
Bahan Pengawet Makanan
Swastika Praharyawan
P051100061

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Khaswar Syamsu, MS
Ketua

Dr Dwi Susilaningsih, M.Pharm
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Bioteknologi

Prof Dr Ir Suharsono, DEA

Tanggal Ujian:
29 Juli 2013

Tanggal Lulus:

1 1 0CT 2013

Judul Penelitian

:

Nama

NIM

:
:

Penentuan Komponen Media Signifikan untuk Produksi
Biosurfaktan dari Bakteri DSW17 Menggunakan Desain
Eksperimen Plackett-Burman dan Aplikasinya sebagai
Bahan Pengawet Makanan
Swastika Praharyawan
P051100061

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Dwi Susilaningsih, M.Pharm
Anggota

Prof Dr Ir Khaswar Syamsu, MS
Ketua


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Bioteknologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Suharsono, DEA

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
29 Juli 2013

Tanggal Lulus:
11 Oktober 2013

PRAKATA
Puji serta syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT karena berkat

Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul
“Penentuan Komponen Media Signifikan untuk Produksi Biosurfaktan dari
Bakteri DSW17 Menggunakan Desain Eksperimen Plackett-Burman dan
Aplikasinya sebagai Bahan Pengawet Makanan”.

1.

2.
3.

4.
5.
6.

7.

8.

Ucapan teimakasih penulis sampaikan kepada:
Prof Dr Ir Khaswar Syamsu, MS sebagai ketua komisi pembimbing, serta Dr
Dwi Susilaningsih, M.Pharm sebagai anggota komisi pembimbing yang
telah memberikan bimbingan, arahan dan ilmunya kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.
Dr Mulyorini Rahayuningsih, MSi selaku dosen penguji luar komisi yang
telah memberikan saran dan masukan yang sangat berguna demi
kesempurnaan tesis ini.
Kementrian Riset dan Teknologi Republik Indonesia yang telah memberikan
beasiswa pendidikan, sehingga penulis bisa menyelesaikan studi pada
program Pascasarjana Bioteknologi IPB.
Kedua orangtua yang telah mendoakan dan memberikan banyak perhatian
serta dukungan kepada penulis.
Istri tercinta dan anak-anak tersayang atas doa, pengertian, perhatian dan
dukungannya kepada penulis.
Keluarga besar Laboratorium Bioenergi dan Bioproses, Pusat Penelitian
Bioteknologi, LIPI yang telah banyak memberikan dukungan dan bantuan
atas kelancaran penelitian ini.
Segenap rekan mahasiswa S2 Bioteknologi IPB angkatan 2010 yang telah
memberikan motivasi dan bantuan. Terimakasih atas kebersamaannya
selama ini.
Segenap karyawan serta staf administrasi Program Studi Bioteknologi IPB,
yang telah banyak membantu penulis dalam kelancaran proses administrasi.

Serta semua pihak yang telah banyak memberikan motivasi dan dukungannya,
serta menjadi inspirasi bagi penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013

Swastika Praharyawan

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

Halaman
x

DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Hipotesis

1
1
2
2

TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Keunggulan dan Keterbatasan Biosurfaktan
Optimasi Produksi Biosurfaktan
Aplikasi Biosurfaktan dalam Industri Pangan
Penutup

3
3
3
4
7
7

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Bahan
Isolasi Bakteri Potensial Penghasil Biosurfaktan
Isolasi DNA Bakteri DSW17
Identifikasi Bakteri DSW17 dengan Analisa Sekuens 16S rRNA
Persiapan Bibit Kultur
Persiapan Media Uji
Produksi Biosurfaktan
Seleksi Komponen Media Signifikan menggunakan Desain
Plackett-Burman
Verifikasi Hasil Penentuan Komponen Media Signifikan
Analisa Biosurfaktan
Oil Displacement Assay
Indeks Emulsifikasi (E24)
Pengukuran Tegangan Permukaan
Pengaruh Temperatur dan pH terhadap Indeks Emulsifikasi
Pengukuran Aktivitas Penghambatan Pertumbuhan Mikroba
Uji Biosurfaktan sebagai Pengawet pada Bahan Pangan

8
8
8
8
8
9
9
9
9
10
11
11
11
12
12
12
12
13

HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi dan Identifikasi Bakteri Potensial Penghasil Biosurfaktan
Isolasi Bakteri Potensial Penghasil Biosurfaktan
Identifikasi Bakteri DSW17

14
14
14
14

Halaman
Komponen Media untuk Produksi Biosurfaktan
16
Produksi Biosurfaktan oleh Bakteri DSW17
16
Penentuan Komponen Media Signifikan untuk Produksi Biosurfaktan
menggunakan desain eksperimen Plackett-burman
17
Komponen media yang signifikan dalam proses produksi
biosurfaktan
19
Komponen media yang tidak signifikan dalam proses produksi
biosurfaktan
22
Verifikasi Hasil Penentuan Komponen Media Signifikan
22
Karakterisasi Biosurfaktan yang Dihasilkan Oleh Bacillus sp. DSW17
24
Pengukuran Indeks Emulsifikasi (E24)
25
Pengaruh Temperatur dan pH pada aktivitas Emulsifikasi
Biosurfaktan
25
Uji Penghambatan Pertumbuhan Mikroba oleh Biosurfaktan
26
Aplikasi Biosurfaktan sebagai Bahan Pengawet Makanan
27
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

31
31
31

DAFTAR PUSTAKA

32

RIWAYAT HIDUP

35

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Peningkatan yield produksi biosurfaktan (surfaktin) pada setiap tahap
optimasi yang menggunakan pendekatan statistik
2 Desain eksperimen Plackett-Burman untuk 11 faktor
3 Komponen media uji dan konsentrasinya pada tingkat bawah (-1) dan atas
(+1)
4 Hasil optimasi desain eksperimen Plackett-Burman untuk 11 faktor dan
respon tegangan permukaan (dyne.cm-1)
5 Analisis statistik (ANOVA) untuk mengevaluasi signifikansi komponen
media
6 Rancangan percobaan verifikasi hasil penentuan komponen media
signifikan
7 Hasil verifikasi hasil penentuan komponen media signifikan
8 Indeks emulsifikasi (%) biosurfaktan pada berbagai fase non-polar
9 Aktivitas penghambatan pertumbuhan mikroba oleh biosurfaktan

6
10
11
18
19
23
24
25
27

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Media NA+minyak mentah yang terkontaminasi mikroorganisme
terindikasi penghasil biosurfaktan
14
2 Potensi bakteri DSW17 dalam menghasilkan biosurfaktan. (A) Bakteri
DSW17 pada permukaan media NA+minyak mentah; (B) Bakteri DSW17
Pada permukaan media NA+minyak mentah setelah 24 jam; (C) Zona bening
larutan biosurfaktan yang diprodksi oleh bakteri DSW17 dari uji Oil
Displacement
15
3 Pohon filogenetik bakteri DSW17 berdasarkan sekuens 16S rRNA
15
4 Pengaruh pH dan temperatur terhadap Indeks Emulsifikasi (%)
biosurfaktan
26
5 Performa uji biosurfaktan sebagai bahan pengawet pada tahu
28
6 Performa uji biosurfaktan sebagai bahan pengawet pada (A) Daging sapi
dan (B) Daging ayam
29
7 Kemampuan biosurfaktan 0.2% dalam menghambat pertumbuhan Serratia
marcescens pada sampel daging ayam
29
8 Performa uji biosurfaktan sebagai bahan pengawet pada (A) Jus Stroberi
dan (B) Jus Tomat
30

1
1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Nilai biosurfaktan di pasar dunia pada tahun 2018 diperkirakan akan
mencapai US$ 2.21 miliar, meningkat dari US$ 1.735 miliar di tahun 2011
(Focus on surfactants 2012). Hal tersebut didorong oleh keinginan manusia untuk
menggantikan penggunaan surfaktan berbasis kimia dengan surfaktan yang
berasal dari agen hayati atau disebut biosurfaktan. Biosurfaktan, salah satunya
mikrobial surfaktan, memiliki keunggulan tersendiri bila dibandingkan dengan
surfaktan berbasis kimia, yaitu memiliki sifat dapat didegradasi oleh mahluk
hidup (biodegradabel), kompatibilitas yang tinggi terhadap lingkungan, toksisitas
yang rendah, kemampuan membentuk busa yang lebih baik, serta aktivitasnya
stabil pada lingkungan dengan salinitas, temperatur dan pH yang ekstrim
(Mukherjee et al. 2008). Hal tersebut membuat biosurfaktan memiliki potensi
yang besar dalam aplikasinya di berbagai bidang, seperti kesehatan, lingkungan,
industri pangan ataupun industri farmasi. Kendala aplikasi biosurfaktan
disebabkan karena ketersediaannya yang masih sangat terbatas mengingat
kemampuan mikroorganisme dalam memproduksi metabolit sekunder ini masih
rendah (Mukherjee et al. 2006). Oleh karena itu, usaha dalam rangka mencari
mikroorganisme potensial penghasil biosurfaktan dan optimasi produksinya perlu
dilakukan.
Berdasarkan proses penapisan dan pengujian dengan menggunakan teknik
oil-spreading assay (Morikawa et al. 2000), isolat DSW17 diketahui memiliki
aktivitas yang tinggi dalam memproduksi biosurfaktan. Dalam penelitian ini,
optimasi produksi biosurfaktan dari isolat DSW17 akan dilakukan. Salah satu
strategi awal yang dilakukan dalam rangka optimasi produksi biosurfakan adalah
optimasi komponen media pertumbuhan mikroba potensial penghasil biosurfaktan
(Mukherjee et al. 2008). Formulasi media optimum melibatkan pemilihan nutrisi
yang tepat sehingga dapat mendukung produksi biosurfaktan oleh isolat potensial
DSW17. Untuk keperluan tersebut, desain eksperimen Plackett-Burman dapat
digunakan dan telah terbukti dapat menghasilkan komposisi media yang optimum
dalam meningkatkan produksi biosurfaktan (Mukherjee et al. 2008: Nawawi et al.
2010). Optimisasi produksi metabolit dengan menggunakan metode statistik dapat
meminimalisir jumlah eksperimen yang harus dilakukan sehingga bisa
menghemat biaya, waktu dan tenaga (Mukherjee et al. 2008). Desain eksperimen
Plackett-Burman merupakan rancangan percobaan dengan jumlah eksperimen
sebanyak N (kelipatan 4) untuk menapis sejumlah N-1 faktor dengan
menggunakan matriks orthogonal (Plackett dan Burman 1946). Desain PlackettBurman dapat digunakan dalam optimasi komposisi media produksi biosurfaktan.
Dalam hal ini, metode tersebut ditujukan untuk menemukan komponen media
yang berpengaruh secara signifikan dalam produksi biosurfaktan. Desain
eksperimen Plackett-Burman dengan 11 faktor dan 12 percobaan akan digunakan
Peningkatan kemampuan produksi biosurfaktan akan mendorong
aplikasinya di berbagai bidang, termasuk pada bidang pangan. Seiring dengan
meningkatnya kesadaran konsumen untuk mengurangi penggunaan bahan
tambahan makanan yang berbasis kimia dan menggantinya dengan bahan yang

berasal dari alam, maka biosurfaktan berpotensi untuk dikembangkan sebagai
bahan pengawet mengingat biosurfaktan memiliki aktivitas dalam menghambat
pertumbuhan mikroba (Rufino et al. 2011), sekaligus lebih tidak toksik
dibandingkan dengan bahan pengawet berbasis kimia yang secara ilegal banyak
digunakan, seperti formalin ataupun boraks. Aplikasi biosurfaktan sebagai bahan
pengawet makanan hingga saat ini belum pernah dilaporkan.

Tujuan
1. Penentuan komponen media signifikan untuk produksi biosurfaktan dari
isolate DSW17 menggunakan desain eksperimen Plackett-Burman.
2. Uji efikasi biosurfaktan dan aplikasinya sebagai bahan pengawet makanan
pada berbagai bahan pangan, yaitu tahu, daging sapi, daging ayam, jus stroberi
dan jus tomat.

Hipotesis
1. Desain eksperimen Plackett-Burman dapat dmenentukan ketepatan komponen
media yang dibutuhkan oleh mikroorganisme DSW17 dalam produksi
metabolit spesifiknya (biosurfaktan).
2. Biosurfaktan dari mikroorganisme DSW17 memiliki aktivitas sebagai bahan
pengawet makanan.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan
Produksi surfaktan di dunia pada saat ini telah mencapai angka 15.5 M ton
per tahun atau setara dengan US $34.72 Miliar. Jumlah produksi surfaktan
tersebut diperkirakan akan terus bertambah sebanyak 500000 ton setiap tahunnya.
Surfaktan yang diproduksi sekitar 60% digunakan untuk keperluan detergen
rumah tangga, 30% digunakan untuk kegiatan teknik di industri, 7% untuk bahan
pembersih di industri dan institusi-institusi, dan 6% digunakan dalam produkproduk perawatan diri (Edser, 2006). Sebagian besar surfaktan yang diproduksi
merupakan surfaktan berbasis kimia. Walaupun produksi surfaktan berbasis kimia
efisien dan tidak mahal, namun penggunaannya memiliki dampak negatif
terutama bagi kelestarian lingkungan karena sifatnya yang sulit didegradasi.
Mengingat perhatian manusia yang semakin meningkat terhadap lingkungan,
maka penggunaan surfaktan berbasis kimia harus dikurangi dan diganti dengan
komponen lain yang juga memiliki fungsi yang sama namun dalam
penggunaaannya lebih ramah terhadap lingkungan. Senyawa tersebut adalah
biosurfaktan yang juga memiliki aktivitas yang sama dengan surfaktan dalam
menurunkan tegangan permukaan dan antar-muka yang dapat menggantikan peran
surfaktan berbasis kimia, sekaligus memiliki sifat yang biodegradable atau ramah
terhadap lingkungan.
Biosurfaktan adalah metabolit sekunder yang dihasilkan oleh berbagai
spesies mikroorganisme yang memiliki aktivitas dalam menurunkan tegangan
permukaan dan tegangan antar-muka. Berdasarkan atas komposisi kimia dan atas
mikroorganisme yang menghasilkannya, biosurfaktan dapat diklasifikasikan
menjadi 5 kelompok besar, yaitu glikolipida, lipopeptida, biosurfaktan asam
lemak, biosurfaktan polimer, dan biosurfaktan partikulat. Mikroorganisme
penghasil biosurfaktan tersebar mulai dari genus Pseudomonas, Bacillus,
Mycobacterium, Acinetobacter, Torulopsis, Candida, dan lain sebagainya.

Keunggulan dan Keterbatasan Biosurfaktan
Biosurfaktan atau mikrobial surfaktan memiliki keunggulan tersendiri bila
dibandingkan dengan surfaktan berbasis kimia, yaitu biosurfaktan memiliki sifat
dapat didegradasi oleh mahluk hidup (biodegradabel), tidak toksik, serta efektif
dalam lingkungan dengan temperatur dan pH yang ekstrim (Cameotra dan
Makkar, 1998). Hal tersebut memungkinkan biosurfaktan untuk dimanfaatkan
secara luas di berbagai bidang. Menurut Mukherjee et al. (2006) dalam reviewnya
yang berjudul “Towards commercial production of microbial surfactants”
menyebutkan beberapa aplikasi biosurfaktan yang diantaranya adalah peranannya
dalam meningkatkan proses recovery minyak bumi (enhanced oil recovery),
bioremediasi lingkungan, pemrosesan bahan pangan dan farmasetikal. Luasnya
aplikasi biosurfaktan memicu ketertarikan para peneliti dalam melakukan
berbagai penelitian mengenai biosurfaktan. Berbagai mikroba potensial telah
berhasil diisolasi dan diketahui sebagai strain potensial penghasil biosurfaktan.

Meskipun begitu, aplikasi biosurfaktan masih sangat terbatas, sehingga belum
dapat menggantikan posisi surfaktan berbasis kimia yang hingga saat ini sudah
dimanfaatkan secara luas di berbagai bidang. Keterbatasan tersebut terutama
disebabkan oleh ketidakmampuan mikroorganisme penghasil biosurfaktan dalam
memproduksi biosurfaktan pada skala komersial.
Untuk keperluan aplikasi biosurfaktan yang lebih luas ke depannya, maka
biosurfaktan harus sudah dapat diproduksi secara komersial. Namun, saat ini
kemampuan mikroorganisme yang terbatas dalam memproduksi biosurfaktan
masih menjadi penghalang untuk aplikasi biosurfaktan dalam menggantikan
surfaktan berbasis kimia. Oleh karena itu, upaya optimasi produksi biosurfaktan
oleh mikroorganisme potensial harus dilakukan. Penggunaan metode statistik
dalam suatu rancangan penelitian optimasi produksi biosurfaktan telah terbukti
mampu untuk meningkatkan yield produksi beberapa kali lipat (Khire, 2010).
Terdapat beberapa jenis metode statistik yang dapat digunakan dalam proses
optimasi produksi biosurfaktan, diantaranya adalah desain eksperimen PlackettBurman, Taguchi, Box-Behnken, Central Composite Design (CCD) dan lain-lain.

Optimasi Produksi Biosurfaktan
Produksi biosurfaktan sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti
komponen media, temperatur, pH dan adanya inducer. Namun, tidak semua faktor
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap proses produksi biosurfaktan. Oleh
karena itu, tahap awal proses optimasi produksi biosurfaktan ditujukan untuk
menapis berbagai faktor yang secara nyata berdampak signifikan terhadap hasil
produksi biosurfaktan. Untuk keperluan tersebut, desain eksperimen PlackettBurman dapat digunakan. Desain eksperimen Plackett-Burman merupakan desain
percobaan yang sesuai untuk digunakan dalam proses penapisan sejumlah faktor
yang diketahui berpengaruh dalam suatu proses. Desain Plackett-Burman biasa
digunakan pada saat awal penelitian.
Desain eksperimen Plackett-Burman dapat diaplikasikan pada proses
perancangan suatu media yang digunakan dalam proses produksi suatu senyawa.
Berbagai komponen yang terdapat dalam suatu media memiliki pengaruh yang
tidak sama terhadap keluaran proses produksi. Beberapa komponen memberikan
pengaruh signifikan secara positif terhadap proses produksi, artinya peningkatan
kadar komponen tersebut dalam komposisi media akan meningkatkan yield
produksi, dan sebaliknya. Sementara komponen yang lain memberikan pengaruh
signifikan secara negatif terhadap proses produksi, artinya peningkatan kadar
komponen tersebut dalam komposisi media akan menurunkan yield produksi, dan
sebaliknya. Ada juga komponen yang tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap proses produksi, artinya komponen tersebut tidak perlu digunakan dalam
komposisi media produksi. Pada akhirnya, media produksi hanya mengandung
komponen-komponen yang memberikan pengaruh signifikan terhadap
peningkatan yield produksi, baik itu pengaruh secara positif ataupun secara
negatif.
Mukherjee et al. (2008) mengaplikasikan desain eksperimen PlackettBurman dalam menapis sejumlah komponen media yang memberikan pengaruh
signifikan terhadap peningkatan yield produksi biosurfaktan oleh bakteri laut.

Hasil penelitian mereka menunjukkan adanya peningkatan yield produksi
biosurfaktan sebanyak 84.7% bila dibandingkan dengan menggunakan media
dengan komposisi nutrisi yang belum dioptimasi. Beberapa komponen nutrisi
dalam media yang digunakan, yaitu Glukosa, NH4NO3, FeSO4.7H2O, K2HPO4,
KH2PO4 dan MgSO4.7H2O, diketahui memberikan pengaruh signifikan terhadap
produksi biosurfaktan berdasarkan perhitungan secara statistik dengan
menggunakan Analysis of Variance (ANOVA). Mukherjee et al. membandingkan
produksi biosurfaktan dengan menggunakan beberapa medium termodifikasi yang
didasarkan atas hasil yang didapat dengan menggunakan desain eksperimen
Plackett-Burman. Medium termodifikasi terdiri atas 5 macam, yang pertama
adalah MM-1 yaitu medium mengandung komponen nutrisi kritis dengan
komposisi +1 (level atas) untuk komponen yang pengaruhnya positif dan -1 (level
bawah) untuk komponen yang pengaruhnya negatif. Medium termodifikasi yang
kedua adalah MM-2, yaitu medium mengandung komponen nutrisi kritis dengan
komposisi -1 (level atas) untuk komponen yang pengaruhnya positif dan +1 (level
bawah) untuk komponen yang pengaruhnya negatif. Medium termodifikasi yang
ketiga adalah MM-3, yaitu medium mengandung semua komponen nutrisi kritis
dengan komposisi 0 (level dasar). Sedangkan MM-4 mengandung semua
komponen nutrisi kritis dengan komposisi +1 (level atas) dan MM-5 mengandung
semua komponen nutrisi kritis dengan komposisi -1 (level bawah). Pembuktian
tersebut menunjukkan bahwa medium yang mengandung komponen nutrisi kritis
dengan komposisi berdasarkan atas hasil yang didapat dengan desain eksperimen
Plackett-Burman, yaitu MM-1, menghasilkan produksi biosurfaktan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan medium termodifikasi lain.
Dengan menggunakan desain eksperimen Plackett-Burman, Mukherjee et
al. (2008) dalam penelitiannya berhasil memperoleh komposisi medium yang
hanya mengandung komponen nutrisi kritis yang diperlukan untuk produksi
biosurfaktan oleh bakteri laut. Hasil tersebut semakin diperkuat oleh percobaan
selanjutnya yang membandingkan produksi biosurfaktan dengan menggunakan 5
medium termodifikasi yang berbeda. Medium termodifikasi dengan komposisi
nutrisi kritis berdasarkan atas hasil yang didapat dengan menggunakan desain
eksperimen Plackett-Burman terbukti mampu memproduksi biosurfaktan lebih
tinggi dibandingkan dengan medium termodifikasi lain. Hal tersebut
menunjukkan bahwa desain eksperimen Plackett-Burman tidak hanya mampu
menentukan jenis nutrisi kritis, tetapi juga mampu menentukan pengaruh yang
diberikan terhadap keluaran proses, apakah itu positif atau negatif pada rentang
kadar yang digunakan dalam percobaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Nawawi et al. (2010) juga menunjukkan
bahwa dengan menggunakan desain eksperimen Plackett-Burman, komponenkomponen yang secara signifikan mempengaruhi produksi biosurfaktan mikroba
potensial dapat diketahui. Pada percobaan yang mereka lakukan, KH2PO4, FeSO4,
NaNO3, MgSO4, glukosa dan sukrosa diketahui sebagai komponen nutrisi kritis
yang mempengaruhi produksi biosurfaktan oleh mikroba S02. Dari keenam
komponen tersebut, hanya KH2PO4 saja yang memberikan pengaruh signifikan
secara positif, sementara FeSO4, NaNO3, MgSO4, glukosa dan sukrosa
berpengaruh signifikan secara negatif terhadap produksi biosurfaktan pada
rentang konsentrasi yang digunakan dalam desain eksperimen. Sekali lagi, desain

eksperimen Plackett-Burman terbukti mampu untuk menapis sejumlah faktor yang
signifikan terhadap peningkatan produksi biosurfaktan.
Pada tabel di bawah ini dapat dilihat perbandingan proses produksi
surfaktin (biosurfaktan yang dihasilkan oleh Bacillus subtilis) sebelum dan
sesudah proses optimasi dilakukan, baik itu optimasi medium dan kondisi
lingkungan produksi. Metode Response Surface digunakan dalam meningkatkan
yield produksi surfaktin.
Tabel 1 Peningkatan yield produksi biosurfaktan (surfaktin) pada setiap tahap
optimasi yang menggunakan pendekatan statistik
Yield Crude
%
Kondisi Proses Fermentasi
Surfactin
Peningkatan
(CMC-1)
yield
36
 Media dan kondisi tidak teroptimasi
45
25
 Media teroptimasi
 Teroptimasi (media+kondisi
54
50
lingkungan)
 Teroptimasi (media+kondisi
58
61.1
lingkungan+kondisi inokulum) –
Proses Curah
 Teroptimasi (media+kondisi
62
72.2
lingkungan+kondisi inokulum) –
Proses sinambung
(Mukherjee et al. 2006)
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa metode statistik dapat digunakan
untuk mengoptimasi proses produksi biosurfaktan melalui berbagai tahap hingga
mencapai yield yang tinggi apabila dibandingkan dengan yield produksi tanpa
optimasi. Desain eksperimen Plackett-Burman umumnya digunakan dalam tahap
awal proses optimasi, yaitu untuk mengetahui faktor apa saja yang memberikan
pengaruh secara signifikan pada yield produksi biosurfaktan. Faktor yang
signifikan tersebut mencakup komponen nutrisi kritis serta kondisi lingkungan
dan kondisi inokulum.
Selain biosurfaktan, desain eksperimen Plackett-Burmann juga digunakan
dalam proses optimasi produksi metabolit yang lain, seperti asam laktat (Chauhan
et al. 2007), karotenoid (Elsanhoty et al. 2012), enzim alkaline protease (Reddy et
al. 2008) dan lain lain. Pada optimasi produksi enzim alkaline protease dengan
menggunakan desain ekesperimen Plackett-Burman, Reddy et al. (2008) berhasil
menemukan komponen nutrisi yang secara signifikan mempengaruhi hasil
produksi enzim alkaline protease. Reddy et al. (2008) juga menggunakan metode
permukaan respon dalam mencari konsentrasi optimum dari komponen nutrisi
yang diketahui memiliki pengaruh signifikan dalam proses produksi alkaline
protease. Dengan menggunakan kombinasi desain eksperimen Plackett-Burman
dan Response Surface Method, Reddy et al. (2008) berhasil meningkatkan hasil
produksi alkaline protease sebanyak 2.3 kali lipat dibandingkan dengan media
yang tidak dioptimasi. Desain eksperimen Plackett-Burman telah terbukti mampu
untuk membantu para peneliti dalam menemukan faktor yang secara signifikan
mempengaruhi keluaran suatu proses. Dengan menggunakan desain Plackett-

Burman, beberapa penelitian telah dilaporkan berhasil meningkatkan keluaran
proses, di antaranya adalah Pujari dan Chandra (2000) berhasil meningkatkan
produksi riboflavin sebanyak 35% oleh mutan Eremothecium ashbyii, Rao et al.
(2000) berhasil meningkatkan produksi hirudin oleh rekombinan Saccharomyces
cerevisae sebanyak 35%, Liul et al. (2003) berhasil meningkatkan produksi nicin
dan lain sebagainya.

Aplikasi Biosurfaktan dalam Industri Pangan
Proses optimasi proses produksi biosurfaktan memungkinkan aplikasinya
di berbagai bidang dapat terealisasi. Aplikasi biosurfaktan tersebut di antaranya
adalah pada proses recovery minyak bumi (enhanced oil recovery), bioremediasi
lingkungan, pemrosesan bahan pangan dan farmasetikal. Di industri pangan,
biosurfaktan dapat digunakan sebagai bahan pengemulsi, bahan penstabil
(stabilizer), bahan peningkat konsistensi dan tekstur, bahan pembentuk busa
(foaming agent), bahan pembasah (wetting agent), bahan antilekat (anti tacky
agent), dan lain-lain, seperti halnya surfaktan berbasis kimia yang sudah lebih
dulu banyak digunakan dalam industri pangan. Potensi biosurfaktan untuk
digunakan dalam industri pangan terkait dengan karakteristik yang dimilikinya,
yaitu kemampuannya dalam menurunkan tegangan permukaan dan antar-muka;
toleransinya terhadap pH, suhu dan kekuatan ion; toksisitasnya yang rendah;
kemampuan emulsifikasi dan demulsifikasinya; serta aktivitas antimikroba
(Nitschke dan Costa, 2007).
Atas dasar karakteristik yang dimilikinya, seperti yang tersebut di atas,
maka biosurfaktan berpotensi untuk dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan
pangan (food additive). Salah satu bahan tambahan pangan yang banyak mendapat
perhatian adalah bahan pengawet mengingat tingginya tingkat penyalahgunaan
zat-zat berbahaya yang ditambahkan ke dalam produk pangan dengan maksud
untuk memperpanjang umur simpan produk pangan tersebut. Zat-zat berbahaya
yang banyak ditambahkan ke dalam produk pangan antara lain formalin, tawas
ataupun boraks. Di Indonesia sendiri, penggunaan zat-zat berbahaya tersebut pada
proses preparasi atau produksi pangan masih tinggi.
Berbagai produk pangan yang kerap kali ditambahkan zat-zat berbahaya,
seperti formalin, dengan maksud untuk memperpanjang umur simpannya adalah
tahu, daging sapi, daging ayam, produk minuman jus, seperti jus tomat dan jus
stroberi. Hal tersebut disebabkan karena produk dan bahan pangan tersebut
memiliki karakteristik yang kondusif bagi pertumbuhan mikroorganisme yang
dapat menyebabkan terjadinya proses pembusukan sehingga tidak layak lagi
untuk dikonsumsi. Atas dasar hal itu, maka tahu, daging sapi, daging ayam, jus
tomat dan jus stroberi dijadikan sebagai model bahan pangan dalam menguji
efikasi biosurfaktan sebagai bahan pengawet makanan.
Dengan mengoptimasi proses produksi biosurfaktan, maka aplikasi
biosurfaktan di berbagai bidang, khususnya di bidang pangan, diharapkan dapat
terealisasi. Optimasi proses produksi biosurfaktan yang dilakukan dengan
pendekatan statistik diharapkan dapat menghasilkan yield produksi biosurfaktan
yang tinggi dengan tetap mempertimbangkan efisiensi waktu, biaya dan tenaga.

3 METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan mulai Januari 2012 – Mei 2013 di Laboratorium
Bioenergi dan Bioproses, Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia, Cibinong, Bogor.

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat bakteri
DSW17 sebagai penghasil biosurfaktan yang diisolasi dari lingkungan Cibinong
Science Center, bahan pangan uji, yaitu tahu, daging sapi, daging ayam, jus tomat
dan jus stroberi.

Isolasi Bakteri Potensial Penghasil Biosurfaktan
Isolasi bakteri penghasil biosurfaktan dilakukan dengan menggunakan
metode “Pick up Colony” pada media 1/5 Nutrient Agar yang dilapisi minyak
mentah pada permukaan agar yang terkontaminasi oleh bakteri yang memiliki
kemampuan dalam membentuk zona bening pada permukaan media (indikator
penghasil biosurfaktan). Metode kuadran digunakan dalam mengisolasi koloni
tunggal setiap bakteri dan kemudian kode diberikan pada setiap bakteri. Pada
setiap bakteri yang berhasil diisolasi, penapisan kemampuan bakteri dalam
menghasilkan zona bening pada permukaan crude oil di media agar dilakukan
kembali. Bakteri yang mampu menghasilkan zona bening pada permukaan agar
dianggap sebagai isolat potensial penghasil biosurfaktan. Salah satu isolat
potensial dipilih sebagai objek penelitian (DSW17).

Isolasi DNA Bakteri DSW17
DNA bakteri DSW17 diisolasi untuk keperluan identifikasi isolat dengan
menggunakan teknik analisis 16S rRNA. DNA bakteri DSW17 diisolasi dengan
menggunakan kit Prep ManTM Ultra. 100 µl Reagen Prep ManTM Ultra diambil
kemudian dimasukkan ke dalam tabung microsentifuge. 1 loop penuh koloni isolat
DSW17 diambil dari kultur agar cawan petri, kemudian koloni dimasukkan ke
dalam 100 µl Reagen Prep ManTM Ultra pada tabung microsentifuge. Tabung
microsentifuge ditutup, lalu divortex selama 20 detik. Larutan kultur kemudian
dipanaskan pada temperatur 95-100 oC selama 10 menit dengan menggunakan DriBlock®DB-2D. Setelah pemanasan selesai, larutan kultur didinginkan pada suhu
ruang. Setelah itu, larutan kultur disentrifugasi pada kecepatan 11000 rpm selama
2 menit. 50 µl supernatan diambil dan dipindahkan ke dalam tabung
microsentifuge yang baru. DNA hasil isolasi dari bakteri DSW 17 itu kemudian
disimpan di dalam freezer.

Identifikasi Bakteri DSW17 dengan Analisis Sekuens 16S rRNA
DNA isolat DSW17 yang berhasil diisolasi direaksikan dengan primer 9F
(5'-GAGTTTGATCCTGGCTCAG-3') dan 1510R (5’GGCTACCTTGTTACGA3') dengan menggunakan metode Reaksi Polimerisasi Berantai (PCR). Kondisi
reaksi yang digunakan adalah 94oC selama 20 detik, 35 oC selama 40 detik dan
72 oC selama 2 menit, ketiganya dilakukan selama 40 siklus, lalu suhu 72oC
selama 7 menit. Produk PCR kemudian dielektroforesis untuk memverifikasi hasil
reaksi DNA dengan primer 9F dan 1510R pada kondisi tegangan 50 V selama 50
menit. Jika hasil verifikasi positif, maka selanjutnya produk PCR disekuens untuk
mendapatkan urutan basa 16S rRNA dari bakteri DSW17. Hasil sekuens
kemudian dianalisa secara online dengan menggunakan Ribosomal Database
Project, kemudian analisa pohon filogenetik dilakukan dengan menggunakan
software MEGA5 untuk mengetahui hubungan kekerabatan bakteri DSW17
dengan mikroorganisme lain hasil analisa sebelumnya.

Persiapan Bibit Kultur
Satu loop penuh koloni bakteri uji yang sebelumnya dipelihara di media
Nutrient Agar diambil dan dipindahkan ke 10 ml media Nutrient Broth. Kultur
tersebut ditumbuhkan dengan menggunakan alat rotary shaker pada suhu ruang
selama 8 jam. Inokulum tersebut akan ditransfer ke media uji setelah mencapai
nilai serapan 1.700 pada panjang gelombang 600 nm yang menandakan bahwa
mikroba telah berada pada akhir fase eksponensial dalam pertumbuhannya.

Persiapan Media Uji
Media uji yang digunakan diformulasi berdasarkan informasi yang
diperoleh dari penelitian terdahulu (Makkar dan Cameotra 1998; Mukherjee et al.
2008; Nawawi et al. 2010) dan memiliki komposisi sebagai berikut (g/l): Minyak
Jelantah (1% v/v), sukrosa (10), NH4NO3 (3.3), NaNO3 (0.5), K2HPO4 (2.2),
KH2PO4 (0.14), MgSO4.7H2O (0.6), FeSO4.7H2O (0.2), CaCl2.2H2O (0.04),
ZnSO4.7H2O (0.00185), dan MnSO4.4H2O (0.00139). Media disterilisasi pada
suhu 121oC selama 15 menit. Inkubasi dilakukan di dalam labu Erlenmeyer 250
ml dengan volume kerja sebanyak 100 ml. Sebelum inokulum bakteri dipindahkan
ke media uji, terlebih dahulu media uji didinginkan hingga mencapai suhu kamar.
Kultur selanjutnya diinkubasi pada rotary shaker di suhu kamar selama 72 jam.
Semua percobaan dilakukan triplo.

Produksi Biosurfaktan
Pre-prekultur isolat bakteri DSW17 disiapkan dalam 100 ml media
Nutrient Broth (pH 7). Inkubasi kultur dilakukan selama 24 jam. Selanjutnya, 1
ml pre-prekultur dipindahkan ke 9 ml media Nutrient Broth untuk diinkubasi
selama 8 jam. Setelah 8 jam, 10 ml pre-kultur dipindahkan ke dalam 100 ml

media uji (berdasarkan desain eksperimen Plackett-Burman). Kultur uji diinkubasi
selama 72 jam. Selanjutnya, kultur dibebas-selkan dengan cara disentrifugasi pada
kecepatan 6000 rpm selama 15 menit. Supernatan yang didapat selanjutnya
diasamkan dengan menggunakan HCl 6 N hingga mencapai pH 2 agar terjadi
pengendapan biosurfaktan (Joshi et al. 2008). Larutan kemudian disimpan di
dalam suhu 4 oC selama 24 jam. Setelah 24 jam, larutan kemudian disaring,
presipitat yang didapat dilarutkan dalam larutan NaOH pH 8 sehingga akan
terbentuk emulsi. Emulsi yang didapat kemudian dientrifugasi kembali pada
kecepatan 6000 rpm selama 15 menit untuk memisahkan fase minyak. Fase air
diambil kemudian pengendapan menggunakan HCl 6 N hingga mencapai pH 2
dilakukan. Endapan yang diperoleh merupakan ekstrak kasar biosurfaktan yang
akan digunakan pada pengujian selanjutnya. Ekstrak kasar biosurfaktan kemudian
dilarutkan di dalam buffer fosfat pH 7 dan disebut sebagai larutan biosurfaktan.

Seleksi Komponen Media Signifikan Menggunakan Desain Plackett-Burman
Desain statistik Plackett-Burman (Plackett dan Burman 1946) digunakan
untuk menapis pengaruh sejumlah besar parameter dalam suatu percobaan,
sehingga parameter penentu yang memiliki kontribusi signifikan dalam suatu
proses dapat ditentukan. Dalam penelitian ini, sejumlah komponen di dalam
media uji memiliki pengaruh yang berbeda terhadap produksi biosurfaktan. Oleh
karena itu, dengan desain Plackett-Burman diharapkan dapat diketahui komponen
media uji yang memberikan pengaruh signifikan dalam produksi biosurfaktan
oleh isolat DSW17. Dalam penelitian ini, desain Plackett-Burman digunakan
untuk menapis 11 komponen dalam media uji dengan melakukan 12 eksperimen
sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2. Analisa hasil penapisan dengan metode
Plackett-Burman dilakukan dengan menggunakan software trial Design-Expert®
versi 8.0.7.1 dari Stat-Ease.
Tabel 2 Desain eksperimen Plackett-Burman untuk 11 faktor

Eksperimen
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

A
+1
-1
+1
-1
-1
-1
+1
+1
+1
-1
+1
-1

B
+1
+1
-1
+1
-1
-1
-1
+1
+1
+1
-1
-1

C
-1
+1
+1
-1
+1
-1
-1
-1
+1
+1
+1
-1

D
+1
-1
+1
+1
-1
+1
-1
-1
-1
+1
+1
-1

Faktor (Kode)
E
F
G
+1 +1 -1
+1 +1 +1
-1 +1 +1
+1 -1 +1
+1 +1 -1
-1 +1 +1
+1 -1 +1
-1 +1 -1
-1
-1 +1
-1
-1
-1
+1 -1
-1
-1
-1
-1

H
-1
-1
+1
+1
+1
-1
+1
+1
-1
+1
-1
-1

I
-1
-1
-1
+1
+1
+1
-1
+1
+1
-1
+1
-1

J
+1
-1
-1
-1
+1
+1
+1
-1
+1
+1
-1
-1

K
-1
+1
-1
-1
-1
+1
+1
+1
-1
+1
+1
-1

Tabel 3 Komponen media uji dan konsentrasinya pada tingkat bawah (-1) dan atas
(+1)
Kode
Tingkat Bawah (-1) Tingkat Atas (+1)
Komponen Media
Variabel
(g/L)
(g/L)
A
Minyak Jelantah
0.5% v/v
1.5% v/v
B
Sukrosa
5
15
C
NH4NO3
1.1
5.5
D
NaNO3
0.2
0.8
E
K2HPO4
0.6
3.8
F
KH2PO4
0.07
0.21
G
MgSO4.7H2O
0.3
0.9
H
FeSO4.7H2O
0.1
0.3
I
CaCl2.2H2O
0.02
0.06
J
ZnSO4.7H2O
9.25 x 10-4
2.775 x 10-3
-4
K
MnSO4.4H2O
6.95 x 10
2.085 x 10-3

Verifikasi Hasil Penentuan Komponen Media Signifikan
Komponen media signifikan hasil optimasi menggunakan desain
eksperimen Plackett-Burman diverifikasi dengan cara dibandingkan dengan
beberapa media termodifikasi dan media standar. Media modifikasi 1 (MM1)
adalah media optimum yang mengandung komponen signifikan pada tingkat
optimum. Media modifikasi 2 (MM2) adalah media yang mengandung komponen
signifikan pada tingkat yang berlawanan dengan tingkat optimum. Media
modifikasi 3 (MM3) adalah media yang mengandung komponen signifikan pada
tingkat atas (+1). Media modifikasi 4 (MM4) adalah media yang mengandung
komponen signifikan pada tingkat bawah (-1). Media modifikasi 5 (MM5) adalah
media yang mengandung komponen signifikan pada tingkat dasar (0) dan media
modifikasi 6 (MM6) adalah media yang mengandung semua komponen media
standar pada tingkat dasar (0). Parameter yang digunakan adalah tegangan
permukaan larutan biosurfaktan, bobot biosurfaktan yang dihasilkan, diameter
zona bening pada pengujian Oil Displacement Assay dan biomassa sel.

Analisa Biosurfaktan
Oil Displacement Assay
Pengujian Oil Displacement dilakukan menggunakan metode Morikawa et
al. (2000) yang dimodifikasi. 10 µl minyak mentah ditambahkan ke permukaan 40
ml akuades pada cawan petri sehingga lapisan tipis minyak terbentuk. 10 µl
supernatant kultur ditambahkan perlahan ke bagian tengah lapisan tipis crude oil.
Zona bening akan terbentuk jika supernatan kultur mengandung biosurfaktan.
Besarnya diameter zona bening memiliki korelasi dengan aktivitas dan kuantitas
surfaktan.

Indeks Emulsifikasi (E24)
Pengukuran Indeks Emulsifikasi (E24) dilakukan menggunakan metode
Cooper dan Goldenberg (1987) yang dimodifikasi. 2 ml hidrokarbon dicampurkan
dengan 2 ml larutan biosurfaktan di dalam tabung reaksi, kemudian dicampur
selama 2 menit dengan menggunakan vortex, lalu didiamkan pada keadaan tegak
selama 24 jam. Indeks emulsifikasi atau E24 dinyatakan dalam persentase tinggi
lapisan emulsi dibagi dengan tinggi total kolom cairan. Larutan Tween 20 dan
Triton X-100 pada konsentrasi 1% digunakan sebagai kontrol positif.
Pengukuran Tegangan Permukaan
Pengukuran tegangan permukaan dilakukan dengan menggunakan alat
tensiometer dengan prinsip metode cincin Du Nuoy. 30 mL larutan biosurfaktan
dimasukkan ke dalam wadah pengukuran, kemudian diletakkan di platform
tensiometer. Cincin tensiometer dicelupkan ke dalam larutan biosurfaktan dan
secara perlahan ditarik keluar larutan untuk mengukur tegangan permukaan dalam
satuan mN/m. Di antara pengukuran sampel, cincin tensiometer dibilas dengan air
dan dipanaskan dengan api untuk selanjutnya dibiarkan mengering. Kalibrasi alat
dilakukan dengan menggunakan akuades (Tegangan Permukaan=71.5 mN/m ±
0.5).
Pengaruh Temperatur dan pH terhadap Indeks Emulsifikasi
Pengaruh temperatur dan pH terhadap aktivitas permukaan biosurfaktan
diukur dengan menggunakan Indeks Emulsifikasi sebagai parameternya. Aktivitas
emulsifikasi larutan biosurfaktan diukur pada kisaran temperatur antara 40 sampai
100oC. Sebelum indeks emulsifikasi diukur, larutan biosurfaktan diletakkan pada
temperatur 40-100 oC selama 30 menit. Sementara untuk melihat pengaruh pH,
ekstrak kasar biosurfaktan dilarutkan pada larutan buffer dengan kisaran nilai pH
antara 6 sampai 12.

Pengukuran Aktivitas Penghambatan Pertumbuhan Mikroba
Pengukuran aktivitas penghambatan pertumbuhan mikroba oleh
biosurfaktan dilakukan dengan menggunakan metode mikrodilusi di dalam
mikroplate plastik 96 sumur yang mengacu pada Rufino et al. (2011) pada
konsentrasi biosurfaktan 1.5625 mg/mL; 3.125 mg/mL; 12.5 mg/mL dan 25
mg/mL. Bakteri uji yang digunakan adalah Listeria monocytogenes BTCC,
Bacillus subtilis BTCC, Staphylococcus aureus BTCC, Escherichia coli BTCC
dan Serratia marcescens. Turbiditas dari masing-masing sumur diukur pada
panjang gelombang 600 nm menggunakan varioscan (Thermostar) setelah
diinkubasi selama 48 jam. Persentase penghambatan pertumbuhan pada tiap-tiap
konsentrasi biosurfaktan dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:
% Penghambatan pertumbuhan = 1 −

100

Ac adalah absorbansi sumur dengan konsentrasi biosurfaktan sebesar c, sementara
Ao adalah absorbansi dari kontrol positif.

Uji Biosurfaktan Sebagai Pengawet pada Bahan Pangan
Bahan makanan uji direndam dalam larutan steril biosurfaktan 0.2% dan
dalam aquades steril sebagai kontrol negatif. Kontrol positif yang digunakan
untuk tahu, daging sapi, daging ayam, jus stroberi dan jus tomat adalah 0.2%
formalin 37%, Untuk bahan pangan tahu, daging sapi dan daging ayam, air
rendaman digunakan dalam analisa pertumbuhan mikroba non-patogen
menggunakan metode Total Plate Count (TPC) (Kim et al. 2007). Sementara
untuk jus stroberi dan tomat, cairan jus digunakan langsung dalam analisa
pertumbuhan mikroba. Setiap pengujian dilakukan dalam dua ulangan.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi dan Identifikasi Bakteri Potensial Penghasil Biosurfaktan
Isolasi bakteri potensial penghasil biosurfaktan
Penelitian ini bermula dari kontaminasi yang terjadi pada media Nutrient
Agar (NA) yang permukaannya dilapisi minyak mentah (crude oil).
Mikroorganisme kontaminan yang tumbuh pada media NA+minyak mentah
terindikasi dapat memproduksi biosurfaktan. Hal tersebut ditandai oleh
terbentuknya zona bening pada permukaan media yang dilapisi minyak mentah,
seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Media NA+minyak mentah
yang
terkontaminasi
mikroorganisme terindikasi
penghasil biosurfaktan
Proses isolasi mikroorganisme dari kontaminan dilakukan dengan
menggunakan metode kuadran (Benson 2001). Dari proses isolasi yang dilakukan,
5 isolat potensial penghasil biosurfaktan didapat. Dari kelima isolat potensial
tersebut, proses seleksi dilakukan dengan cara membandingkan kelima isolat
dalam menghasilkan biosurfaktan dimana hasil uji Oil Displacement dari kelima
isolat digunakan sebagai penentu dalam memilih isolat yang akan digunakan pada
penelitian ini. Isolat dengan kode DSW17 terpilih sebagai mikroorganisme uji
untuk tahap selanjutnya. Kemampuan isolat DSW17 dalam menghasilkan
biosurfaktan dapat dilihat pada Gambar 2.
Identifikasi Bakteri DSW17
Proses identifikasi isolat DSW17 dilakukan dengan menggunakan
pendekatan molekular, yaitu analisa 16S rRNA serta pohon filogenetik
menggunakan perangkat lunak MEGA5. Sekuens 16S rRNA dari isolat DSW17
yang didapat kemudian dibandingkan dengan sekuens 16S rRNA lain yang ada di
database GenBank menggunakan NCBI BLAST. Sekuens gen 16S rRNA dari

mikroorganisme terpilih diperoleh dari GenBank dan kemudian disusun dengan
menggunakan perangkat BioEdit bersama dengan sekuens 16S rRNA isolat
DSW17. Dari sekuens-sekuens yang telah disusun tersebut kemudian dibuat
pohon filogenetik menggunakan metode neighbor-joining dan pohon filogenetik
seperti pada Gambar 3 diperoleh.

A

B

C

Gambar 2 Potensi bakteri DSW17 dalam menghasilkan biosurfaktan. (A) Bakteri
DSW17 pada permukaan media NA+minyak mentah; (B) Bakteri
DSW17 pada permukaan media NA+minyak mentah setelah 24 jam;
(C) Zona bening larutan biosurfaktan yang diprodksi oleh bakteri
DSW17 dari uji Oil Displacement
Dari hasil analisa tersebut diketahui bahwa bakteri DSW17 memiliki
kesamaan identitas paling dekat dengan Bacillus altitudinis TAZ1-5 HQ236061.
Dari analisa kesamaan identitas antara bakteri DSW17 dengan Bacillus altitudinis
TAZ1-5 HQ236061 yang dilakukan menggunakan perangkat lunak BioEdit
diketahui bahwa kedua bakteri itu memiliki 97% kesamaan identitas berdasarkan
perbandingan sekuens 16S rRNA. Atas hasil tersebut dapat diketahui bahwa
bakteri DSW17 masuk ke dalam genus Bacillus dan berbeda spesie dengan
Bacillus altitudinis. Bakteri yang termasuk ke dalam genus Bacillus biasanya
memproduksi biosurfaktan yang termasuk ke dalam golongan lipopeptida, seperti
surfaktin, iturin atau kurstakin (Jacques 2011). Bacillus subtilis dikenal sebagai
penghasil surfaktin yang merupakan biosurfaktan yang telah banyak diteliti dan
diketahui memiliki aktivitas antimikroba (Sullivan 1998).

Gambar 3 Pohon filogenetik bakteri DSW17 berdasarkan sekuens 16S rRNA

Komponen Media untuk Produksi Biosurfaktan
Komposisi media standar yang digunakan dalam proses optimasi produksi
biosurfaktan diformulasi berdasarkan informasi yang diperoleh dari penelitian
terdahulu (Makkar & Cameotra 1998; Mukherjee et al. 2008; Nawawi et al. 2010)
dan memiliki komposisi sebagai berikut (g/l): minyak jelantah 1% v/v, sukrosa
1%, NH4NO3 0.33%, NaNO3 0.05%, K2HPO4 0.22%, KH2PO4 0.014%,
MgSO4.7H2O 0.06%, FeSO4.7H2O 0.02%, CaCl2.2H2O 0.004%, ZnSO4.7H2O
9.25 x 10-5% dan MnSO4.4H2O 6.95 x 10 -5%.
Di dalam formulasi media, minyak jelantah berperan sebagai penginduksi
proses produksi biosurfaktan bagi Bacillus sp. DSW17. Tanpa adanya minyak
jelantah, biosurfaktan tidak dapat dihasilkan oleh Bacillus sp.DSW17. Minyak
jelantah merupakan komponen hidrofobik dalam media yang dapat menstimulasi
Bacillus sp.DSW17