Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Strategi Rehabilitasi Hutan Mangrove Kecamatan Birem Bayeun dan Kecamatan Rantau Selamat Kabupaten Aceh Timur

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN DAN
STRATEGI REHABILITASI HUTAN MANGROVE
KECAMATAN BIREM BAYEUN DAN
KECAMATAN RANTAU SELAMAT
KABUPATEN ACEH TIMUR

NURLAILITA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Evaluasi Kesesuaian
Lahan dan Strategi Rehabilitasi Hutan Mangrove Kecamatan Birem Bayeun dan
Kecamatan Rantau Selamat Kabupaten Aceh Timur adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor,

Februari 2015
Nurlailita
P052120041

RINGKASAN
NURLAILITA. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Strategi Rehabilitasi Hutan
Mangrove Kecamatan Birem Bayeun dan Kecamatan Rantau Selamat Kabupaten
Aceh Timur. Dibimbing oleh CECEP KUSMANA dan WIDIATMAKA.
Ekosistem mangrove merupakan wilayah yang berperan sebagai peralihan
antara daratan dan lautan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologi, sosial
ekonomi dan fisik. Menurunnya kualitas dan kuantitas hutan mangrove telah
mengakibatkan dampak yang sangat mengkhawatirkan, seperti abrasi yang
meningkat, penurunan tangkapan perikanan pantai, intrusi air laut yang semakin
jauh ke arah darat, malaria dan lainnya. Kecamatan Birem Bayeun dan Kecamatan

Rantau Selamat merupakan wilayah kecamatan di Kabupaten Aceh Timur yang
memiliki hutan mangrove dalam kondisi rusak. Faktor utama yang menyebabkan
kerusakan ini, antara lain alih fungsi hutan mangrove menjadi areal tambak, kebun
kelapa sawit, pemukiman baru dan penebangan pohon mangrove untuk dijadikan
kayu bakar dan bahan baku pembuatan arang.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi vegetasi mangrove,
mengidentifikasi luas dan sebaran mangrove, menentukan tingkat kesesuaian
lahan areal rehabilitasi mangrove dan merumuskan strategi rehabilitasi mangrove
di Kecamatan Birem Bayeun dan Kecamatan Rantau Selamat. Penelitian
dilakukan di Kecamatan Birem Bayeun dan Kecamatan Rantau Selamat
Kabupaten Aceh Timur Provinsi Aceh. Penentuan lokasi penelitian dilakukan
secara “purposive” dan metode penelitiannya menggunakan metode deskriptif
dengan teknik survei. Metode analisis yang digunakan meliputi analisis vegetasi,
analisis citra satelit, analisis luasan dan sebaran mangrove dengan Sistem
Informasi Geografis, matriks kesesuaian lahan hutan mangrove, analisis spasial
untuk mengetahui tingkat kesesuaian lahan mangrove dan analisis SWOT.
Hasil inventarisasi flora menunjukkan bahwa pada lokasi penelitian
dijumpai 10 jenis tumbuhan mangrove. Berdasarkan tingkat pertumbuhannya,
jenis-jenis yang dijumpai berada pada tingkat semai, pancang, tiang dan tingkat
pohon. Jenis R. apiculata dan B. gymnorrhiza mempunyai Indeks Nilai Penting

(INP) yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis yang lain.
Berdasarkan hasil analisis citra Satelit Landsat 7 ETM+, sebaran
mangrove di lokasi penelitian terdapat di 9 desa, area hutan mangrove menyebar
di kiri-kanan sungai dan tepi pantai. Untuk perubahan luasan hutan mangrove,
terlihat bahwa dibandingkan dengan tahun 2007, maka pada tahun 2010 terjadi
penambahan luasan hutan mangrove sekitar 160,93 ha (4,61%). Namun
sebaliknya apabila data luas hutan mangrove tahun 2010 dibandingkan dengan
tahun 2014, maka terjadi pengurangan luasan hutan mangrove sekitar 43,75 ha
(1,2%).
Analisis matriks kesesuaian lahan hutan mangrove dan analisis spasial
untuk mengetahui tingkat kesesuaian lahan mangrove, ada tiga jenis mangrove
yang dapat digunakan untuk program rehabilitasi di lokasi penelitian, yaitu:
Avicennia spp., Bruguiera gymnorrhiza dan Rhizophora spp. Berdasarkan tingkat
kesesuaian lahannya, jenis Rhizophora spp. mempunyai tingkat kesesuaian lahan
paling tinggi dibandingkan dengan jenis yang lain. Luasan lahan yang dapat
ditanami jenis Rhizophora spp. adalah seluas 2.170,74 ha (43,35%).

Berdasarkan diagram dan matriks SWOT, strategi rehabilitasi hutan
mangrove di lokasi penelitian berada pada sel 1 pada domain kekuatan dan
peluang yang merupakan strategi agresif. Strategi rehabilitasi mangrove yang

memungkinkan untuk diterapkan di lokasi penelitian adalah memanfaatkan
dukungan yang relatif tinggi dari pihak pemerintah, Lembaga Swadaya
Masyarakat dan perguruan tinggi; untuk melestarikan hutan mangrove bagi
kesejahteraan masyarakat.

Kata Kunci : analisis SWOT,
rehabilitasi.

ekosistem,

kesesuaian lahan, mangrove,

SUMMARY
NURLALITA. The Evaluation of Land Suitability and Strategy of Mangrove
Rehabilitation in Birem Bayeun and Rantau Selamat Sub-District East Aceh
Regency. Supervised by CECEP KUSMANA and WIDIATMAKA.
Mangrove ecosystem has role of interface ecosystem between land and
sea. It has social, economic and ecological functions. The decrease quality and
quantity of mangrove resulted in adverse impacts like abrasion, declaning
fisheries hauling, seawater intrusion farther to landward, and malaria epidemic.

Birem Bayeun and Rantau Selamat Sub-district have mangrove forest in damaged
condition because of conversion into fish ponds, oil palm plantations, and
settlements.
The purpose of this research was to determine the condition level of
mangrove vegetation, to identify the mangrove distribution, to determine the level
of land suitability of rehabilitated mangrove areas and to formulate some
strategies for mangrove rehabilitation. The research was conducted in Birem
Bayeun and Rantau Selamat Sub-district east Aceh Regency, Aceh. Location and
method of this research determined by purposive and descriptive with survey
techniques. Some analyses done in this study are: the analysis of vegetation,
extensive and distribution of mangrove, land suitability as well as the analysis of
description and SWOT.
The results show that mangroves in the study area consist of 10 species at
level of seedlings, saplings, poles and trees. In which R. apiculata and B.
gymnorrhiza have are dominant species.
Based on the interpretation of citra image Landsat 7 ETM+, mangroves in
the study area distribute at the river bank or the beach. In 2010, the areas of
mangroves increased around 160,93 ha (4.61%) compared to 2007 and declined
around 43,75 ha (1.2%) on 2014.
According to land suitability matrix and spatial analysis, there were three

types of mangroves that can be used for rehabilitation programs in the study area
like Avicennia spp., Bruguiera gymnorrhiza and Rhizophora spp. In land
suitability level, Rhizophora spp. had the highest of land suitability around
2.170,74 ha (43.35%).
Based on the SWOT’s diagram and matrix, mangrove rehabilitation
strategies were classified in cell 1 as aggressive strategy, so that it can be applied
in the location of research to take advantage of government, NGOs and
universities support to strengthen mangrove’s forests; in order to conserve the
mangrove forests for community welfare.
Keywords: ecosystem, land suitability, mangrove, rehabilitation, SWOT analysis.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


EVALUASI KESESUAIAN LAHAN DAN
STRATEGI REHABILITASI HUTAN MANGROVE
KECAMATAN BIREM BAYEUN DAN
KECAMATAN RANTAU SELAMAT
KABUPATEN ACEH TIMUR

NURLAILITA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


Penguji Luar Komisi pada Sidang Tesis : Dr. Ir. Omo Rusdiana, M.ScFTrop

Judul Tesis : Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Strategi Rehabilitasi Hutan
Mangrove Kecamatan Birem Bayeun dan Kecamatan Rantau
Selamat Kabupaten Aceh Timur
Nama
: Nurlailita
NIM
: P052120041

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS
Ketua

Dr Ir Widiatmaka, DAA
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 29 Januari 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu
wa ta’ala, atas segala karunia-Nya, sehingga Tesis ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian ini ialah rehabilitasi mangrove dengan judul:

Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Strategi Rehabilitasi Hutan Mangrove
Kecamatan Birem Bayeun dan Kecamatan Rantau Selamat Kabupaten Aceh
Timur.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS dan Bapak Dr Ir Widiatmaka, DAA yang
telah membimbing, mengarahkan dan memotivasi penulis selama menempuh
studi di institusi ini. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada
Bapak Dr. Ir. Omo Rusdiana, M.ScFTrop sebagai penguji luar komisi yang telah
memberikan saran dan koreksi konstruktif. Terima kasih juga penulis
disampaikan kepada Bupati Kabupaten Aceh Timur, Kepala BKPP Kabupaten
Aceh Timur dan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh
Timur yang telah memberikan tugas belajar hingga penulis menyelesaikan
program Magister di Sekolah Pascasarjana ini.
Selain itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Kepala Dinas
Perikanan dan Kelautan Kabupaten Aceh Timur, Camat, masyarakat dan tokoh
masyarakat Kecamatan Birem Bayeun dan Kecamatan Rantau Selamat Kabupaten
Aceh Timur, segenap tenaga pengajar dan pegawai Program Studi PSL SPS IPB.
Penulis menyampaikan terimakasih dan rasa hormat setinggi-tingginya
kepada suami tercinta Iswahyudi, SP MSi, (Alm) Abu Ahmad Dahlan Arifin,
Umi Nurchalidjah, kakak, abang dan adik, serta seluruh keluarga, atas segala doa

dan kasih sayangnya. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada teman-teman
PSL dan Ikatan Mahasiswa Pascasarjana Aceh (IKAMAPA) atas kebersamaan
selama ini, serta semua pihak yang telah membantu dalam diskusi, saran, doa
hingga tesis ini terselesaikan dengan baik.
Semoga tesis ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya.

Bogor, Februari 2015

Nurlailita

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

ix

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran

1
1
3
4
4
4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Mangrove
Deskripsi Hutan Mangrove
Fungsi dan Manfaat Mangrove
Jenis-jenis Mangrove
Pengelolaan Ekosistem Hutan Mangrove
Konsep Perlindungan dan Rehabilitasi Ekosistem Hutan Mangrove
Rehabilitasi Hutan Mangrove
Pemanfaatan Hutan Mangrove Berkelanjutan
Kesesuaian Lahan
Partisipasi Masyarakat

7
7
7
7
8
9
10
12
13
14
15

3 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Rancangan Penelitian
Variabel/Peubah yang Diamati
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data

16
16
16
16
16
18
21

4 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Letak dan Luas
Kondisi Biofisik
Kelas Lereng
Iklim
Jenis Tanah
Land System
Tutupan Lahan
Geologi
Kependudukan
Jumlah dan Sex Ratio Penduduk

25
25
27
20
28
30
33
35
38
20
20

Kepadatan Penduduk

20

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Komposisi Jenis dan Struktur Hutan Mangrove
Analisis Luas dan Sebaran Mangrove
Analisis Kesesuaian Lahan Rehabilitasi Hutan Mangrove
Matriks Kesesuaian Lahan Hutan Mangrove
Analisis Spasial Kesesuaian Lahan Areal Rehabilitasi Hutan
Mangrove
Partisipasi Masyarakat Dalam Rehabilitasi Mangrove
Strategi Rehabilitasi Hutan Mangrove
Analisis Faktor Strategis Internal
Analisis Faktor Strategis Eksternal
Penyusunan Matriks dan Diagram SWOT Rehabilitasi
Hutan Mangrove
Pembahasan

63
66

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

80
80
80

DAFTAR PUSTAKA

82

LAMPIRAN

86

RIWAYAT HIDUP

41
41
41
42
46
46
49
57
58
59
61

100

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Parameter, metode dan alat yang digunakan dalam analisis sifat
fisik, kimia tanah dan air
Matriks jenis data, sumber data, teknik pengumpulan data,
teknik analisa dan keluaran berdasarkan tujuan penelitian
Matriks kesesuaian lahan rehabilitasi hutan mangrove
Matriks analisis SWOT
Luas wilayah lokasi penelitian
Kelas lereng lokasi penelitian
Jenis tanah di lokasi penelitian
Luas sebaran jenis tanah lokasi penelitian
Land System di lokasi penelitian
Tutupan lahan di lokasi penelitian
Sebaran formasi geologi di lokasi penelitian
Jumlah penduduk dan sex ratio di lokasi penelitian
Jenis-jenis tumbuhan mangrove yang dijumpai di lokasi
penelitian
Indeks Nilai Penting (INP) vegetasi mangrove di lokasi
penelitian
Luas dan sebaran hutan mangrove dilokasi penelitian pada tiga
tahun pengamatan.
Perubahan luasan hutan mangrove di lokasi penelitian
Rincian kegiatan rehabilitasi mangrove di Kabupaten Aceh Timur
yang dilakukan oleh Satker BRR NAD-Nias.
Rincian kegiatan rehabilitasi mangrove di Kabupaten Aceh Timur
Hasil penilaian kriteria kesesuian lahan hutan mangrove
Kesesuaian lahan untuk rehabilitasi mangrove
Variabel faktor strategis internal
Variabel faktor strategis eksternal
Matriks perhitungan nilai SWOT
Matriks SWOT strategi rehabilitasi hutan mangrove

18
19
23
24
27
28
30
31
33
35
38
40
41
42
43
43
44
46
48
49
59
61
64
66

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

Kerangka pemikiran penelitian
Keterkaitan antar tiga ekosistem utama pesisir
Desain petak contoh vegetasi di lapangan
Peta pengambilan titik sampel
Tahapan untuk membuat peta sebaran dan luas hutan mangrove
Model matriks Grand Strategy
Peta administrasi lokasi penelitian
Peta kelas lereng lokasi penelitian
Peta jenis tanah lokasi penelitian
Peta Land System lokasi penelitian
Citra Landsat lokasi penelitian
Peta tutupan lahan lokasi penelitian
Peta geologi lokasi penelitian
Peta perubahan luasan mangrove
Peta pasang/kelas penggenangan
Peta tingkat salinitas
Peta tipe tekstur tanah
Peta kesesuaian lahan untuk Avicennia spp.
Peta kesesuaian lahan untuk B. gymnorrhiza
Peta kesesuaian lahan untuk Rhizophora spp.
Peta kesesuaian lahan untuk rehabilitasi mangrove
Diagram SWOT rehabilitasi hutan mangrove
Hutan mangrove yang tumbuh di muara Krueng Teungku
Aramiyah
Kerusakan yang terjadi pada hutan mangrove di lokasi penelitian
Rehabilitasi mangrove di Desa Bayeun Kecamatan Rantau
Selamat

6
13
17
20
22
24
26
29
32
34
36
37
39
45
50
51
52
53
54
55
56
64
69
70
71

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Indeks Nilai Penting (INP) mangrove tingkat semai di Kecamatan
Birem Bayeun
Indeks Nilai Penting (INP) mangrove tingkat pancang di
Kecamatan Birem Bayeun
Indeks Nilai Penting (INP) mangrove tingkat tiang di Kecamatan
Birem Bayeun
Indeks Nilai Penting (INP) mangrove tingkat pohon di Kecamatan
Birem Bayeun
Indeks Nilai Penting (INP) mangrove tingkat semai di Kecamatan
Rantau Selamat
Indeks Nilai Penting (INP) mangrove tingkat pancang di
Kecamatan Rantau Selamat
Indeks Nilai Penting (INP) mangrove tingkat tiang di Kecamatan
Rantau Selamat
Indeks Nilai Penting (INP) mangrove tingkat pohon di Kecamatan
Rantau Selamat
Hasil analisis tekstur tanah
Panduan Wawancara Kepala Dinas dan Kepala UPTD
Panduan Wawancara Nelayan/Petani, Masyarakat, dan Tokoh
Masyarakat

86
86
86
87
87
88
88
89
90
91
95

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan mangrove adalah hutan yang ditumbuhi vegetasi mangrove dan
dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Menurut Nybakken (1992), hutan
mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu
varietas komunitas pantai tropika yang didominasi oleh beberapa spesies pohonpohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh
dalam perairan masin. Jadi, ekosistem mangrove adalah suatu sistem dimana alam
menjadi tempat berlangsungnya kehidupan yang memiliki hubungan timbal balik
antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu
sendiri, yang terdapat di wilayah pesisir, dipengaruhi oleh pasang surut air laut,
dan juga didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu
tumbuh pada perairan masin atau payau.
Ekosistem mangrove merupakan wilayah yang berperan sebagai peralihan
antara daratan dan lautan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologi, sosial
ekonomi dan fisik. Fungsi ekologi sebagai tempat mencari makan, memijah dan
bertelurnya berbagai biota laut seperti ikan dan udang dan juga habitat untuk ikan
yang menempati terumbu karang, padang lamun dan zona pelagis. Selain itu
sebagai habitat berbagai jenis margasatwa. Fungsi sosial ekonomi sebagai
penghasil kayu dan non kayu (produksi madu, penghasil tanin) serta jasa (potensi
ecotourism) dan fungsi fisik seperti penghalang terhadap erosi pantai dan
gempuran ombak, pengolahan limbah organik (Chong et al. 1996; Cormier 2006;
Kusmana 2007).
Penurunan kualitas dan kuantitas ekosistem mangrove dapat mengancam
kelestarian mangrove sebagai habitat flora dan fauna. Selanjutnya hal ini akan
mengancam kehidupan fauna yang menggantungkan kehidupannya pada
ekosistem mangrove. Pemanfaatan mangrove yang tidak memperhatikan
kelestarian lingkungan akan mengakibatkan kemunduran terhadap fungsi-fungsi
ekosistem mangrove.
Kabupaten Aceh Timur merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Aceh
yang memiliki luasan hutan mangrove terbesar. Berdasarkan Surat Keputusan
Kepala Daerah Istimewa Aceh No. 19 tahun 1999, luas hutan mangrove di
Kabupaten Aceh Timur sebesar 23.437 ha yang terdiri atas (1) hutan lindung
sebesar 11.562 ha dan (2) hutan produksi tetap sebesar 11.875 ha. Hutan
mangrove ini tersebar di delapan kecamatan, yakni Kecamatan Birem Bayeun,
Peureulak, Rantau Selamat, Madat, Simpang Ulim, Darul Aman, Nurussalam dan
Sungai Raya. Hutan mangrove yang secara alami terdapat di sebagian besar
wilayah pesisir Kabupaten Aceh Timur merupakan salah satu hutan mangrove
terbaik yang dimiliki oleh Provinsi Aceh. Namun, pada saat ini luasan hutan
mangrove di Kabupaten Aceh Timur semakin berkurang luasannya. Dari 23.437
ha luas hutan mangrove pada tahun 1999, diperkirakan saat ini hanya tersisa 30%
tegakan mangrove yang masih pantas dibanggakan sebagai hutan khas pesisir di
wilayah Kabupaten Aceh Timur (Lembahtari 2013).

2
Faktor utama yang menyebabkan kerusakan ini antara lain alih fungsi
hutan mangrove menjadi areal tambak, pembukaan kebun kelapa sawit,
pembukaan pemukiman baru dan penebangan pohon mangrove untuk dijadikan
kayu bakar dan bahan baku pembuatan arang. Dari fenomena tersebut dapat
dilihat bahwa kebutuhan akan lahan untuk beraktivitas maupun untuk bermukim
akan semakin tinggi seiring makin tingginya pertambahan jumlah penduduk.
Apabila hal ini terus berlangsung, diperkirakan hutan mangrove di Kabupaten
Aceh Timur akan segera lenyap dalam kurun waktu 7-10 tahun mendatang bila
kegiatan perambahan, pembalakan dan pengalihfungsian lahan termasuk ekspansi
(perluasan) kebun kelapa sawit terus saja dibiarkan dan tidak segera ditertibkan
(Lembahtari 2013). Perubahan dari hutan mangrove primer dan sekunder menjadi
areal non hutan mangrove diakibatkan oleh konversi, terutama pembukaan areal
untuk pertambakan dan pertanian (Onrizal 2010).
Pada saat ini masyarakat telah banyak mendapat kerugian akibat dari
kerusakan hutan mangrove. Misalnya, karena sedikitnya hutan mangrove
menyebabkan kurangnya penahan gelombang pada saat terjadi tsunami di Provinsi
Aceh. Selain kerusakan yang disebabkan oleh faktor alami seperti bencana alam,
juga disebabkan perbuatan manusia yang sengaja maupun tidak sengaja
mengambil hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga maupun untuk
dijual dalam rangka pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga. Berdasarkan
kenyataan di atas, diperlukan suatu upaya pemulihan dan peningkatan
kemampuan fungsi dan produktifitas hutan dan lahan. Onrizal dan Kusmana
(2008) menyatakan menurunnya kualitas dan kuantitas hutan mangrove telah
mengakibatkan dampak yang sangat mengkhawatirkan, seperti abrasi yang
meningkat, penurunan tangkapan perikanan pantai, intrusi air laut yang semakin
jauh ke arah darat, malaria dan lainnya.
Kecamatan Birem Bayeun dan Kecamatan Rantau Selamat merupakan
wilayah kecamatan di Kabupaten Aceh Timur yang memiliki hutan mangrove
dalam kondisi rusak, yang sangat mendesak untuk dilakukan upaya rehabilitasi.
Upaya perbaikan kondisi mangrove dapat dilakukan dengan usaha rehabilitasi
dengan cara penanaman kembali mangrove dan hal ini telah dilakukan oleh
berbagai pihak antara lain BPDAS Krueng Aceh, Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Aceh Timur, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),
Pusat Studi Lingkungan di perguruan tinggi serta para pecinta lingkungan maupun
masyarakat umum yang peduli terhadap lingkungan. Namun, hasil dari kegiatan
tersebut sejauh ini kurang optimal. Hal ini terjadi karena dalam kegiatan
rehabilitasi tidak dilakukannya evaluasi kesesuaian lahan terhadap jenis mangrove
yang sesuai dengan kondisi biofisik daerah tersebut, selain itu juga karena
rendahnya tingkat partisipasi masyarakat lokal dalam kegiatan rehabilitasi.
Patang (2012) menyatakan bahwa dalam pengelolaan dan pengembangan hutan
mangrove diperlukan musyawarah antara pihak pemerintah dan masyarakat
tentang model pengelolaan hutan mangrove yang dapat dikembangkan.
Berbagai upaya perbaikan kondisi ekosistem hutan mangrove akan dapat
terlaksana dengan baik apabila tersedia informasi obyektif kondisi hutan dan
lahan secara menyeluruh. Penyediaan data dan informasi tersebut sangat
diperlukan terutama dalam menunjang formulasi strategi rehabilitasi yang
berdayaguna, sehingga diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengalokasian

3
sumberdaya secara proporsional. Dengan demikian diharapkan tercipta daya
dukung sumberdaya hutan dan lahan yang optimal dan lestari.
Perumusan Masalah
Kondisi hutan mangrove Kecamatan Birem Bayeun dan Kecamatan
Rantau Selamat saat ini telah mengalami kerusakan, disebabkan oleh perubahan
lingkungan di sekitarnya dan tekanan langsung dan tidak langsung terhadap
keberadaan hutan mangrove itu sendiri. Kondisi pengelolaan hutan di kedua
kecamatan tersebut (prasarana dan sarana, sumberdaya manusia, dana, data, dan
informasi) saat ini kurang optimal.
Faktor-faktor yang mendorong kerusakan hutan mangrove berasal dari
aktivitas manusia atau pembangunan di darat (industri, pemukiman, dan
pertanian) yang memberikan kontribusi tekanan berupa pencemaran (limbah cair),
sedimentasi, dan sampah, serta aktivitas manusia di perairan laut (perhubungan,
perikanan atau nelayan) yang memberikan dampak negatif (pencemaran minyak,
abrasi) terhadap pantai. Faktor lain yang mendorong kerusakan hutan mangrove
berasal dari aktivitas manusia pada hutan mangrove itu sendiri, berupa: budidaya
tambak, pembukaan perkebunan kelapa sawit dan penebangan kayu bakau untuk
bahan baku pembuatan arang. Meningkatnya kecenderungan pengrusakan
ekosistem hutan mangrove seiring dengan meningkatnya kebutuhan hidup
masyarakat lokal seperti penebangan pohon mangrove yang dijadikan kayu bakar
untuk kebutuhan rumah tangga tanpa memperhatikan daya dukung dan daya
pulihnya (Kusmana 2005). Aktivitas semua pihak pada ketiga tempat tersebut
(daratan atau hulu, hutan mangrove, dan perairan laut) telah menimbulkan
dampak negatif terhadap keberadaan dan keberlanjutan fungsi hutan mangrove.
Upaya rehabilitasi hutan mangrove yang mengalami kerusakan di
Kecamatan Birem Bayeun dan Kecamatan Rantau Selamat telah menjadi
perhatian pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Pusat Studi
Lingkungan di perguruan tinggi maupun masyarakat yang peduli terhadap
lingkungan. Permasalahan utama di dalam pengelolaan hutan mangrove di
Kecamatan Birem Bayeun dan Kecamatan Rantau Selamat adalah terjadinya
penurunan luas hutan mangrove dari tahun ke tahun akibat penebangan liar,
kesalahan teknis rehabilitasi dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam program
rehabilitasi yang dilakukan sehingga diperlukan suatu strategi rehabilitasi
mangrove yang berkelanjutan.
Kegiatan rehabilitasi dilakukan untuk memulihkan kondisi ekosistem
mangrove yang telah rusak agar ekosistem mangrove dapat menjalankan kembali
fungsinya dengan baik. Upaya rehabilitasi harus melibatkan seluruh lapisan
masyarakat yang berhubungan dengan kawasan mangrove. Demi suksesnya
program rehabilitasi mangrove, perlu menumbuhkan kesadaran masyarakat akan
pentingnya hutan mangrove. Dari pengalaman selama ini, memberi pelajaran
bahwa kurangnya dukungan masyarakat terhadap rehabilitasi hutan mangrove
membuat kegiatan rehabilitasi yang dilakukan tidak berhasil. Hal ini terjadi karena
masih terdapat anggapan bahwa hutan mangrove adalah milik bersama yang dapat
dimanfaatkan kapan saja dan oleh siapa saja.

4
Berdasarkan hal tersebut, maka terdapat empat rumusan masalah dalam
penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana kondisi vegetasi mangrove pada saat ini di Kecamatan Birem
Bayeun dan Kecamatan Rantau Selamat?
2. Berapa luasan dan bagaimana sebaran mangrove yang ada di Kecamatan
Birem Bayeun dan Kecamatan Rantau Selamat?
3. Bagaimana tingkat kesesuaian lahan areal rehabilitasi mangrove di
Kecamatan Birem Bayeun dan Kecamatan Rantau Selamat?
4. Bagaimana strategi rehabilitasi kawasan mangrove di Kecamatan Birem
Bayeun dan Kecamatan Rantau Selamat?
Tujuan Penelitian

1.
2.
3.
4.

Tujuan utama penelitian ini adalah mengevaluasi kesesuaian lahan
dan merumuskan strategi rehabilitasi hutan mangrove di Kecamatan Birem
Bayeun dan Kecamatan Rantau Selamat. Untuk mencapai tujuan utama
diatas maka dirancang tujuan antara sebagai berikut:
Menentukan kondisi vegetasi mangrove di Kecamatan Birem Bayeun dan
Kecamatan Rantau Selamat.
Mengidentifikasi luas dan sebaran mangrove yang ada di Kecamatan
Birem Bayeun dan Kecamatan Rantau Selamat.
Menentukan tingkat kesesuaian lahan areal rehabilitasi mangrove di
Kecamatan Birem Bayeun dan Kecamatan Rantau Selamat.
Merumuskan strategi rehabilitasi kawasan mangrove di Kecamatan Birem
Bayeun dan Kecamatan Rantau Selamat.
Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dasar bagi
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Timur, Dinas Perikanan dan
Kelautan Kabupaten Aceh Timur, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Pusat
Studi Lingkungan di perguruan tinggi serta para pecinta lingkungan maupun
masyarakat umum yang peduli terhadap lingkungan dalam kegiatan rehabilitasi
mangrove khususnya di Kecamatan Birem Bayeun dan Kecamatan Rantau
Selamat.
Kerangka Pemikiran
Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang
penting di wilayah pesisir. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia
hara bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi bermacam biota,
penahan abrasi, penahan angin dan tsunami, penyerap limbah, dan pencegah
intrusi air laut, hutan mangrove juga mempunyai fungsi ekonomis seperti
penyedia kayu, daun-daunan sebagai bahan baku obat obatan, dan fungsi sosial
sebagai lahan interaksi bagi masyarakat.

5
Kabupaten Aceh Timur merupakan kabupaten yang mempunyai potensi
hutan mangrove yang sangat menjanjikan. Namun lain halnya dengan kondisi
hutan mangrove yang ada saat ini. Ribuan hektar hutan mangrove yang ada di
Kabupaten Aceh Timur kini telah beralih fungsi menjadi areal tambak,
perkebunan kelapa sawit dan pemanfaatan pohon mangrove untuk bahan baku
pembuatan arang. Saat ini di Kabupaten Aceh Timur banyak terdapat dapur arang
yang beroperasi secara ilegal. Rendahnya kesadaran masyarakat dan rendahnya
komitmen Pemerintah Kabupaten Aceh Timur dalam pengelolaan hutan mangrove
menyebabkan semakin rusaknya ekosistem mangrove.
Penghancuran hutan mangrove terlihat dengan adanya pengusaha
perkebunan kelapa sawit yang menggunakan alat berat untuk menghancurkan
ekosistem mangrove dan membuat tanggul-tanggul supaya air laut tidak lagi
masuk ke areal pada saat pasang terjadi. Penggunaan alat berat berupa beco juga
mempercepat kehancuran ekosistem mangrove. Hal ini sangat meresahkan
masyarakat sehingga masyarakat yang dulu umumnya bermata pencaharian
sebagai nelayan dan pencari ikan, udang dan kepiting menjadi kesulitan dalam
memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
Di tahun-tahun 1980-an masyarakat sangat mudah berusaha mencari ikan,
udang dan kepiting, bahkan anak-anak sekalipun setiap pulang sekolah juga
melakukan ini dan akan sangat membantu keluarganya. Namun sekarang hanya
sebagian kecil yang memaksakan diri sebagai nelayan, itupun harus turun ke laut,
kalau tidak demikian maka tidak akan mendapatkan hasil apa-apa. Sungguh ironis
memang, masyarakat yang sejak dulu tinggal di pesisir dengan mata pencaharian
utama nelayan harus beralih mata pencaharian bekerja sebagai buruh di
perkebunan kelapa sawit yang juga jauh dari berkecukupan.
Kecamatan Birem Bayeun dan Kecamatan Rantau Selamat merupakan
kecamatan di Kabupaten Aceh Timur yang memiliki luasan hutan mangrove yang
besar, namun pada saat ini sebagian besar hutan mangrove yang terdapat di
kecamatan ini berada dalam kondisi rusak. Akibat dari kondisi ini, menyebabkan
tingginya tingkat abrasi sehingga penduduk yang bermukim di desa-desa yang
berada dekat pesisir harus direlokasi ke daerah lain yang lebih aman. Tingkat
kerusakan mangrove yang makin luas menyebabkan multifungsi mangrove secara
spasial dan temporal merosot tajam, sehingga daya dukungnya terhadap budidaya
kawasan pesisir sangat rendah. Kerusakan mangrove ini perlu dicari solusinya
agar dapat dirumuskan strategi untuk menciptakan kelestarian ekosistem
mangrove dengan tetap dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat dan
pertumbuhan ekonomi.
Seiring dengan semakin tingginya kerusakan hutan mangrove di
Kecamatan Birem Bayeun dan Kecamatan Rantau Selamat, diperlukan strategi
untuk rehabilitasi hutan mangrove tersebut. Agar permasalahan rehabilitasi
mangrove dapat direpresentasikan, maka perlu pemahaman mengenai faktorfaktor penentu keberhasilan rehabilitasi mangrove. Dalam hal ini, diperlukan
pemahaman tentang kondisi vegetasi mangrove, luasan dan sebaran mangrove,
kesesuaian lahan rehabilitasi mangrove dan tingkat partisipasi masyarakat dalam
rehabilitasi mangrove.
Serangkaian metode serta analisisnya sangat diperlukan untuk menjawab
permasalahan tersebut diatas. Keterlibatan masyarakat serta pemerintah dan
instansi swasta yang terkait juga sangat diperlukan terutama yang berhubungan

6
langsung dengan pemanfaatan ekosistem mangrove tersebut. Analisis kondisi
vegetasi mangrove dilakukan untuk mengetahui kondisi sumberdaya mangrove
yang mencakup kerapatan, frekuensi, tutupan serta nilai penting mangrove
berdasarkan hasil pengamatan langsung di lokasi penelitian. Luas dan sebaran
mangrove dapat dianalisis menggunakan teknik penginderaan jauh dan Sistem
Informasi Geografis (SIG) dengan mengadakan observasi langsung terlebih
dahulu di lokasi penelitian. Kesesuaian lahan mangrove dapat dianalisis dengan
menyusun matriks kesesuaian lahan hutan mangrove, analisis spasial untuk
mengetahui tingkat kesesuaian lahan untuk hutan mangrove, analisis tingkat
partisipasi masyarakat menggunakan analisis deskriptif, sedangkan analisis
SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity and Threat) digunakan untuk menyusun
strategi rehabilitasi mangrove. Secara rinci kerangka pemikiran penelitian ini
dapat dilihat pada Gambar 1.

Hutan mangrove
Kecamatan Birem Bayeun dan Kecamatan Rantau Selamat
Kerusakan ekosistem mangrove
(pengambilan kayu arang,
perkebunan kelapa sawit dan
pembukaan tambak)
Rehabilitasi hutan mangrove

Kondisi vegetasi
mangrove

Luas dan sebaran
mangrove

Kesesuaian lahan
mangrove

Analisis SWOT

Strategi
Rehabilitasi Mangrove
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

Partisipasi
masyarakat

7

2 TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Mangrove
Deskripsi hutan mangrove
Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan
bahasa Inggris grove (Macnae 1968 dalam Kusmana et al. 2005). Dalam bahasa
Inggris kata mangrove digunakan baik untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh
di daerah jangkauan pasang-surut maupun untuk individu-individu spesies
tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Adapun dalam bahasa Portugis
kata mangrove digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan, dan kata
mangal untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut.
Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di
sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di
suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai
dengan reaksi tanah an-aerob (Snedaker 1978 dalam Kusmana et al. 2005).
Adapun menurut Aksornkoae (1993), hutan mangrove adalah tumbuhan halofit
yang hidup di sepanjang areal pantai yang dipengaruhi oleh pasang tertinggi
sampai daerah mendekati ketinggian rata-rata air laut yang tumbuh di daerah
tropis dan sub-tropis.
Bengen (2004) menambahkan, hutan mangrove merupakan komunitas
vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang
mampu berkembang pada daerah pasang surut terutama pantai berlumpur seperti
jenis-jenis Rhizophora, Avicennia, Bruguiera dan Sonneratia dimana jenis-jenis
ini berasosiasi dengan jenis lain seperti nipah, anggrek dan tumbuhan bukan
mangrove lainnya.
Dengan demikian secara ringkas hutan mangrove dapat didefinisikan
sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai
yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pada saat pasang dan
bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi
terhadap garam. Adapun ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang
terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor
lingkungan dan dengan sesamanya di dalam suatu habitat mangrove
(Kusmana 2009).
Fungsi dan manfaat mangrove
Fungsi mangrove menurut Kusmana et al. (2005) dikategorikan kedalam
tiga macam fungsi, yaitu fungsi fisik, fungsi biologis (ekologis) dan fungsi
ekonomis. Fungsi-fungsi ini secara lebih rinci disajikan dibawah ini.
Fungsi Fisik
- Menjaga garis pantai dan tebing sungai dari erosi/abrasi agar tetap stabil;
- Mempercepat perluasan lahan.
- Mengendalikan intrusi air laut.

8
-

Melindungi daerah di belakang mangrove dari hempasan gelombang dan
angin kencang.
Mengolah limbah organik.

Fungsi Biologis/Ekologis
- Tempat mencari makan (feeding ground), tempat memijah (spawning
ground) dan tempat berkembang biak (nursery ground) berbagai jenis
ikan, udang, kerang dan biota laut lainnya.
- Tempat bersarang berbagai jenis satwa liar terutama burung.
- Sumber plasma nutfah.
Fungsi Ekonomis
- Hasil hutan berupa kayu.
- Hasil hutan bukan kayu seperti madu, obat-obatan, minuman dan
makanan, tanin dan lain-lain.
- Lahan untuk kegiatan produksi pangan dan tujuan lain (pemukiman,
pertambangan, industri, infrasruktur, transportasi, rekreasi dan lain-lain).
Sumberdaya mangrove yang berpotensi dimanfaatkan untuk meningkatkan
taraf hidup masyarakat dapat dilihat dari dua tingkatan, yaitu tingkat ekosistem
mangrove secara keseluruhan (lahan tambak, lahan pertanian, kolam garam,
ekowisata) dan tingkat komponen ekosistem sebagai primary biotic component
(masing-masing flora dan faunanya).
Jenis-jenis Mangrove
Di dunia dikenal banyak jenis mangrove yang berbeda-beda. Sampai saat
ini tercatat telah dikenali sebanyak sampai dengan 24 famili dan antara 54 sampai
dengan 75 spesies, berdasarkan pendapat berbagai pakar (Tomlinson 1986, Field
1995 dalam Kusmana et al. 2005). Asia merupakan daerah yang paling tinggi
keanekaragaman jenis mangrovenya. Di Thailand terdapat sebanyak 27 jenis
mangrove, di Ceylon ada 32 jenis, dan terdapat sebanyak 41 jenis di Filipina. Di
benua Amerika hanya terdapat sekitar 12 spesies mangrove, sedangkan Indonesia
disebutkan memiliki sebanyak tidak kurang dari 89 jenis pohon mangrove, atau
paling tidak menurut FAO terdapat sebanyak 37 jenis (FAO 1985 dalam
Kusmana et al. 2005). Dari berbagai jenis mangrove tersebut, yang hidup di
daerah pasang surut, tahan air garam dan berbuah vivipar terdapat sekitar 12
famili.
Dari berbagai jenis mangrove di Indonesia, jenis mangrove yang banyak
ditemukan antara lain adalah jenis api-api (Avicennia spp.), bakau
(Rhizophora spp.), tancang (Bruguiera spp.) dan bogem atau pedada (Sonneratia
spp.). Jenis-jenis mangrove tersebut adalah kelompok mangrove yang menangkap,
menahan endapan dan menstabilkan tanah habitatnya. Jenis api-api atau di dunia
dikenal sebagai black mangrove mungkin merupakan jenis terbaik dalam proses
menstabilkan tanah habitatnya karena penyebaran benihnya mudah, toleransi
terhadap temperartur tinggi, cepat menumbuhkan akar pernafasan (akar pasak)
dan sistem perakaran di bawahnya mampu menahan endapan dengan baik.
Mangrove merah atau red mangrove (Rhizophora spp.) merupakan jenis kedua

9
terbaik. Jenis-jenis tersebut dapat mengurangi dampak kerusakan terhadap arus,
gelombang besar dan angin (Kusmana et al. 2005).
Pengelolaan Ekosistem Hutan Mangrove
Saenger et al. (1983) menyatakan pengelolaan hutan mangrove harus
mencakup wilayah yang lebih luas dari ekosistem tersebut sehingga secara ideal
merupakan bagian dari pengelolaan wilayah pesisir. Aspek sosial dan ekonomi
menghendaki setiap bentuk manfaat yang diperoleh dari pengelolaan sumberdaya
alam diprioritaskan kepada daerah dan masyarakat lokal tempat sumberdaya alam
itu berada. Pengelolaan hutan mangrove dengan demikian tidak boleh
mengucilkan masyarakat setempat, namun harus membukakan akses kepada
masyarakat lokal terhadap distribusi manfaat baik secara langsung maupun tidak
langsung. Terbukanya akses ini akan membuat masyarakat menyadari arti penting
pengelolaan sumberdaya dan pada gilirannya akan menjamin kelestarian
sumberdaya tersebut.
Pelestarian hutan mangrove merupakan suatu unit usaha yang kompleks
untuk dilaksanakan karena kegiatan tersebut sangat mebutuhkan sifat akomodatif
terhadap pihak-pihak terkait baik yang berada di sekitar maupun diluar kawasan.
Kegiatan pelestarian mangrove pada dasarnya dilakukan demi memenuhi
kebutuhan dari berbagai kepentingan. Sifat akomodatif tersebut akan lebih
dirasakan manfaatnnya bila keberpihakan pada institusi yang rentan terhadap
sumberdaya mangrove, diberikan porsi yang lebih besar. Untuk itu yang perlu
diperhatikan adalah menjadikan masyarakat sebagai komponen penggerak
pelestarian hutan mangrove (Bengen 2001).
Pengelolaan mangrove di Indonesia didasarkan atas tiga tahapan utama
(isu-isu). Isu-isu tersebut adalah: isu ekologi dan sosial ekonomi, kelembagaan
dan perangkat hukum, serta strategi dan pelaksanaan rencana.
a.

Isu-isu Ekologi dan isu Sosial Ekonomi
Isu ekologi meliputi dampak ekologis intervensi manusia terhadap
ekosistem mangrove. Berbagai dampak kegiatan manusia terhadap ekosistem
mangrove harus diidentifikasi, baik yang telah terjadi maupun yang akan terjadi di
kemudian hari. Adapun isu sosial ekonomi mencakup aspek kebiasaan manusia
(terutama masyarakat sekitar hutan mangrove) dalam memanfaatkan sumberdaya
mangrove. Begitu pula kegiatan industri, tambak, perikanan tangkap, pembuangan
limbah, dan sebagainya di sekitar hutan mangrove harus diidentifikasi dengan
baik.
b. Isu Kelembagaan dan Perangkat Hukum
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan
dan Perikanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Dalam Negeri dan Badan
Pertanahan Nasional merupakan lembaga yang sangat berkompeten dalam
pengelolaan mangrove. Koordinasi antar instansi yang terkait dengan pengelolaan
mangrove sangat mendesak untuk dilakukan saat ini.
Aspek perangkat hukum adalah peraturan dan undang-undang yang terkait
dengan pengelolaan mangrove. Sudah cukup banyak undang-undang dan
peraturan yang dibuat oleh pemerintah dan instansi-instansi yang terkait dalam

10
pengelolaan mangrove. Adapun yang mendesak diperlukan sekarang ini adalah
penegakan hukum atas pelanggaran terhadap perangkat hukum tersebut.
c.

Strategi dan Pelaksanaan Rencana
Dalam kerangka pengelolaan dan pelestarian mangrove, terdapat dua
konsep utama yang dapat diterapkan. Kedua konsep tersebut pada dasarnya
memberikan legitimasi dan pengertian bahwa mangrove sangat memerlukan
pengelolaan dan perlindungan agar dapat tetap lestari. Kedua konsep tersebut
adalah perlindungan hutan mangrove dan rehabilitasi hutan mangrove
(Bengen 2001). Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam rangka perlindungan
terhadap keberadaan hutan mangrove adalah dengan menunjuk suatu kawasan
hutan mangrove untuk dijadikan kawasan konservasi, dan sebagai bentuk sabuk
hijau di sepanjang pantai dan tepi sungai.
Dalam konteks di atas, berdasarkan karakteristik lingkungan, manfaat dan
fungsinya, status pengelolaan ekosistem mangrove dengan didasarkan pada data
Tataguna Hutan Kesepakatan (Santoso 2000) yang terdiri atas: Kawasan Lindung
(hutan, cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman laut, taman hutan
raya, cagar biosfir) dan Kawasan Budidaya (hutan produksi, areal penggunaan
lain). Perlu diingat di sini bahwa wilayah ekosistem mangrove selain terdapat di
kawasan hutan juga terdapat di bukan kawasan hutan yang biasanya dikelola oleh
masyarakat (pemilik lahan) yang dipergunakan untuk budidaya perikanan,
pertanian, dan sebagainya.
Konsep Perlindungan dan Rehabilitasi Ekosistem Hutan Mangrove
Perlindungan hutan mangrove sebagai sumberdaya alam yang penting
ditujukan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi masyarakat dengan tetap
menjaga kelangsungan fungsi dan kemampuannya dalam menjaga kelestarian
lingkungan hidup.
Dalam kegiatan perlindungan tersebut diperlukan pengembangan terhadap
faktor-faktor pendukungnya antara lain:
1. Ilmu pengetahuan dan teknologi. Pelestarian, pemanfaatan, dan
pengembangan potensi mangrove harus berpijak pada dukungan ilmu dan
teknologi.
2. Diversifikasi pemanfaatan. Hutan mangrove merupakan salah satu induk
sumberdaya hayati yang memungkinkan perluasan pemanfaatan dengan
dasar genetika.
3. Keterpaduan pengelolaan. Setiap pelaksana kegiatan harus memenuhi tugas
dan fungsinya secara konsisten dan seoptimal mungkin dalam kaitannya
dengan semua kegiatan lain secara terpadu.
Tindakan yang paling penting untuk menghindari terjadinya kepunahan
flora-fauna dan mikroorganisme sesuai dengan Convention on Conservation of
Biodiversity adalah “save it, study it, and use it” (Alikodra 1995). Artinya
selamatkanlah suatu spesies atau ekosistem sebelum hilang (rusak), kemudian kaji
kegunaannya bagi peningkatan kesejahteraan hidup manusia secara berkelanjutan.

11
a. Save It (Mengamankan)
Mengamankan ekosistem mangrove berarti melindungi genetik, spesies,
habitat, dan ekosistem dengan cara:
 Menjaga penurunan kualitas dari komponen-komponen utama ekosistem.
 Mengembangkan upaya mengelola dan melindungi secara efektif.
 Mengendalikan spesies-spesies yang telah hilang kepada habitat aslinya
dan memeliharanya di genetik bank seperti kebun raya atau fasilitas ex situ
lainnya.
b. Study It (Mempelajari)
Mempelajari hutan mangrove dengan dokumentasi mengenai
karakteristik sifat biologi, ekologi, sosial ekonomi. Juga membina kesadaran
akan nilai-nilai ekosistem mangrove, memberikan kesempatan kepada
masyarakat untuk menghargai adanya keanekaragaman alam serta
memasukkan isu-isu ekosistem mangrove kedalam bagian kurikulum
pendidikan.
c. Use It (Memanfaatkan)
Memanfaatkan ekosistem hutan mangrove secara lestari dan seimbang
serta mengembangkan dengan teknik-teknik pemanfaatan yang dapat
mempertahankan keberadaan ekosistem hutan mangrove. Ekosistem mangrove
digunakan hanya untuk memperbaiki kehidupan manusia dan memberikan
jaminan bahwa sumber-sumber ini dimanfaatkan secara bersama-sama dan
secara adil.
Dahuri (1998), menyatakan bahwa dalam pengembangan wilayah pantai
yang lestari harus diperhatikan aspek daya dukung. Untuk itu dalam
pengembangan kegiatan ekonomi di wilayah pesisir secara lestari perlu dilakukan
penzonasian dalam pemanfaatannya. Hal ini dipertegas lagi oleh Aksornkoae
(1993), zonasi mangrove merupakan salah satu langkah pertama untuk
pengawasan dan pengelolaan ekosistem mangrove secara berkelanjutan. Menurut
persetujuan internasional terhadap zonasi mangrove, terdapat 3 zona utama, yaitu:
a) Zona Pemeliharaan, merupakan zona yang kaya akan hutan mangrove, tidak
terganggu oleh aktivitas manusia yang menyediakan sumber makanan dan
daerah berbiak bagi biota laut. Zona ini juga melindungi daerah pantai dari
angin, badai, dan erosi tanah.
b) Zona Perlindungan, merupakan zona dengan hutan mangrove yang sedikit.
Biasanya ditanam untuk tujuan tertentu dari pemerintah, ditebang dan
dibiarkan hutan mangrove tersebut regenerasi. Pada zona ini juga biasa
digunakan sebagai tempat pemancingan oleh masyarakat lokal.
c) Zona Pengembangan, merupakan zona dengan penutupan mangrove yang
sangat kecil (kerusakan parah) dan dibutuhkan penghijauan kembali atau
pengelolaan untuk kepentingan lain.
Sebagai layaknya kawasan konservasi di daratan, konservasi di wilayah
pesisir dan laut menerapkan prinsip dan kondisi yang sama, perbedaannya adalah
pada kawasan pesisir dan laut ada dua dimensi fisik yang cukup berbeda, yaitu
tanah (pantai) dan air (laut) dengan meliputi segenap flora dan fauna ikutannya.

12
Rehabilitasi Hutan Mangrove
Rehabilitasi ekosistem mangrove dilakukan dengan pendekatan penataan
tata ruang kawasan pesisir. Kerusakan ekosistem mangrove tidak hanya
disebabkan oleh aktifitas pada wilayah pesisir saja. Menurut Supriharyono (2000)
walaupun tumbuhan mangrove dapat berkembang pada lingkungan yang buruk,
tetapi setiap tumbuhan mangrove mempunyai kemampuan yang berbeda dalam
mempertahankan diri terhadap kondisi lingkungan fisik dan kimia di
lingkungannya. Empat faktor utama yang mempengaruhi penyebaran tumbuhan
mangrove yaitu: (a) frekuensi arus pasang; (b) salinitas tanah; (c) air tanah; dan
(d) suhu air. Keempat faktor tersebut akan menentukan dominan jenis mangrove
yang ada di tempat yang bersangkutan.
Upaya perbaikan kondisi mangrove dapat dilakukan dengan usaha
rehabilitasi dengan cara penanaman kembali mangrove. Hendrarto 1993 dalam
Setyawan et al. (2004), menyebutkan ada tiga permasalahan yang perlu
diperhatikan dalam upaya rehabilitasi kawasan mangrove yaitu: upaya
penghijauan kembali umumnya hanya menggunakan satu jenis mangrove saja,
program ini mungkin tidak didasarkan pada perhitungan sistem tata letak/ruang
daerah pantai, dan tidak disertakannya program monitoring untuk mengkaji
keberhasilan program ini dalam memulihkan kembali ekosistem pantai.
Lewis dan Marshall 1997 dalam Setyawan et al. (2004), menyatakan
bahwa beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk mencapai keberhasilan
dalam rehabilitasi magrove adalah pengetahuan tentang autecology (ekologi
individual dari suatu spesies) dari spesies mangrove di lokasi tersebut. Khususnya
mengenai pola reproduksi, distribusi propagul, dan penanaman bibit; pengetahuan
tentang pola hidrologi yang normal yang akan mengontrol penyebaran,
keberhasilan penancapan dan pertumbuhan dari spesies mangrove yang dituju;
mengukur tingkat perubahan yang telah terjadi dari lingkungan asli mangrove
yang menyebabkan terhambatnya suksesi mangrove; mendesain program restorasi
untuk menjaga kondisi hidrologi, dan menggunakan bibit mangrove alami untuk
rehabilitasi; hanya melakukan penanaman benih langsung, atau menanam semaian
hasil pengumpulan, atau menanam semaian hasil budidaya setelah menentukan
bahwa rekrutmen alami tidak akan mampu menyediakan jumlah semaian yang
tertanam dengan baik, tingkat stabilisasi, atau tingkat pertumbuhan yang
ditetapkan sebagai tujuan proyek restorasi.
Sebagai kawasan penyangga, mangrove merupakan pelindung kawasan
laut terhadap pengaruh pantai dan pelindung daratan akibat pengaruh laut.
Dahuri et al. (2001) menyebutkan bahwa perubahan yang terjadi pada ekosistem
pesisir (mangrove), cepat atau lambat akan mempengaruhi ekosistem lainnya.
Begitu pula jika pengelolaan kegiatan pembangunan (industri, pertanian,
pemukiman, dan lain-lain) di lahan atas suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) tidak
dilakukan secara bijaksana (berwawasan lingkungan), maka dampak negatifnya
akan berpengaruh pada tatanan dan fungsi ekologis kawasan pesisir. Keterkaitan
antar tiga ekosistem utama pesisir dapat dilihat pada Gambar 2.

13

Gambar 2 Keterkaitan antar tiga ekosistem utama pesisir
(Sumber: Dahuri et al. 2001).
Pemanfaatan Hutan Mangrove Berkelanjutan
Menurut Kusmana et al. (2005), secara garis besar ada tiga bentuk
pemanfaatan hutan mangrove yang berkelanjutan yang dapat dilakukan oleh
masyarakat:
(1) Tambak
a. Tambak Tumpangsari
Tambak tumpangsari ini merupakan unit tambak yang di dalamnya
mengkombinasikan bagian lahan untuk pemeliharaan kepiting/ikan dan
bagian lahan untuk penanaman mangrove.
b. Model Tambak Terbuka
Model tambak yang dimaksud merupakan kolam pemeliharaan ikan yang
sama sekali tidak ada tanaman mangrovenya (kolam tanpa tanaman
mangrove). Untuk memperbaiki lingkungan tambak, tanaman mangrove
dapat ditanam di sepanjang saluran primer dan sekunder pinggir sungai
maupun di sepanjang pantai.
(2) Hutan Rakyat
Hutan rakyat merupakan salah satu bentuk pemanfaatan mangrove yang dapat
dikelola secara berkelanjutan yang mana hasil utamanya berupa kayu bakar
atau arang atau serpih kayu;
(3) Budidaya mangrove untuk mendapatkan hasil selain kayu
Bentuk pemanfaatan ini dilakukan untuk mendapatkan hasil hutan ikutan
(hasil hutan bukan kayu), misalnya madu, tanin, pakan ternak, dan lain-lain;
(4) Bentuk kombinasi pemanfaatan mangrove secara simultan untuk
mendapatkan berbagai jenis produk sekaligus, misalnya untuk memperoleh
pakan ternak, ikan/kepiting, madu, dan kayu bakar/arang.

14
Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk
penggunaan tertentu. Sebagai contoh lahan sangat sesuai untuk irigasi, lahan
cukup sesuai untuk pertanian tanaman tahunan atau pertanian tanaman semusim.
Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini atau setelah
diadakan perbaikan (improvement).
Evaluasi lahan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara
kualitatif dan