Analisis Deskriptif Fenomena Gelombang Pasang Bono Di Muara Sungai Kampar, Riau

ANALISIS DESKRIPTIF FENOMENA GELOMBANG
PASANG BONO DI MUARA SUNGAI KAMPAR, RIAU

IKROM MUSTOFA

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Deskriptif
Fenomena Gelombang Pasang Bono di Muara Sungai Kampar, Riau adalah benar
karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing tugas akhir. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2015
Ikrom Mustofa
NIM G24110066

ABSTRAK
IKROM MUSTOFA. Analisis Deskriptif Fenomena Gelombang Pasang Bono di
Muara Sungai Kampar, Riau. Dibimbing oleh HIDAYAT PAWITAN.
Daerah Muara Sungai Kampar memiliki fenomena khusus yang disebut
gelombang pasang Bono. Bono tercatat pertama kali tahun 1615 M dengan
ketinggian antara 4-6 m dan jangkauan 50 km dari muara sungai. Gelombang ini
merupakan tidal bore yaitu gelombang pasang surut yang bertemu dengan arus
Sungai Kampar sehingga mampu menggerakkan air menuju ke bagian hulu. Bono
sangat mematikan namun memiliki potensi untuk dimanfaatkan. Pengetahuan
lokal mengenai Bono telah ada di masyarakat namun analisis fenomena Bono
Sungai Kampar belum banyak dilakukan sehingga perlu adanya penelitian tentang
fenomena Bono dengan bukti dan analisis data terkait. Penelitian ini
menggunakan metode analisis deskriptif dengan data kuantitatif dari instansiinstansi terkait. Data menunjukkan bahwa Muara Sungai Kampar memiliki
kedalaman 2-4 m, lebih dangkal dibanding wilayah di sekitarnya. Terjadinya
pendangkalan di muara menyebabkan gelombang hasil pertemuan arus laut dan
sungai terhalang masuk sehingga menimbulkan lonjakan gelombang yang sangat

tinggi menuju hulu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bono terjadi hampir
setiap hari, dengan Bono tertinggi terjadi pada tanggal 1 dan 15 setiap bulan
Qamariah. Pasang tertinggi dan terendah di Muara Sungai Kampar adalah 3.8 m
dan 0.2 m. Pergerakan arus menuju Muara Sungai Kampar terjadi saat pasang
tinggi dan menimbulkan gelombang Bono. Peningkatan curah hujan pada bulanbulan tertentu seperti Juli, November, dan Desember berpengaruh pada
peningkatan tinggi Bono. Hanya sekitar 20% dari jumlah curah hujan bulanan di
wilayah kajian yang berpengaruh terhadap tinggi pasang surut maksimum ratarata di Muara Sungai Kampar. Analisis terkait Bono dapat dipakai sebagai
kebijakan pemanfaatan potensi maupun menghadapi Bono di masa depan.
Kata kunci: Bono, Kearifan lokal, Muara Sungai Kampar, Pasang surut, tidal bore

ABSTRACT
IKROM MUSTOFA. Descriptive Analysis of Bono Tidal Bore in Kampar River
Estuary, Riau. Supervised by HIDAYAT PAWITAN.
Kampar River Estuary has a special phenomenon called Bono tidal waves.
Bono was first recorded in 1615 AD with a height of between 4-6 m and a range
of 50 km from the river mouth. This wave is a kind of tidal bore as the tidal wave
that meets the Kampar River current which move water toward the upstream side.
Bono highly lethal but has the potential to be developed. Local knowledge about
Bono already exist in the community, but the analysis of the Bono phenomenon in
Kampar River has not been done so that need more research on the Bono

phenomenon with the evidences and analysis of related data. This research used
descriptive analysis with quantitative data from related institutions. Data show
that the Kampar River estuary has a depth of 2-4 m, shallower than the
surrounding regions. Silting at the mouth causes of the meeting result waves of
ocean currents and rivers shut out causing very high surge toward the upstream.
The results showed that Bono happens almost every day, with the highest Bono
occurred on the 1st and 15th of every Qamariah (lunar) month. The highest and
lowest tides in the estuary of the Kampar River are 3.8 m and 0.2 m. Current
movement towards Kampar River Estuary occurred during high tide and it causes
Bono waves. Increased rainfall in certain months such as July, November, and
December have high effect on the increasing of Bono. Only about 20% of the total
monthly rainfall in the study area effect the height of average maximum in
Kampar River Estuary. Related analysis about Bono can be used as a policy or
face the Bono potential utilization in the future.
Keyword : Bono, local wisdom, River Kampar Estuary, Tide, Tidal bore

ANALISIS DESKRIPTIF FENOMENA GELOMBANG
PASANG BONO DI MUARA SUNGAI KAMPAR, RIAU

IKROM MUSTOFA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Mayor Meteorologi Terapan

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat, Taufik serta
Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Analisis Deskriptif Fenomena Gelombang Pasang Bono di Muara Sungai
Kampar, Riau” sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana di Departemen
Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.

Penulis berterima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam
penyelesaian usulan penelitian ini, yaitu
1. Bapak Prof. Hidayat Pawitan selaku pembimbing skripsi dan juga
pembimbing akademik atas bimbingan, ilmu, motivasi, waktu, semangat, dan
nasihat selama penulis menjadi mahasiswa.
2. Bapak, Ibu, 4 kakak super (Mbak Min, Mbak Yati, Mas Bambang, Bang
Masril), Keponakan berprestasi (Yafi, Lia, Zaidan), dan keluarga besar atas
do’a, dukungan, kasih sayang, motivasi, dan semangat.
3. Ibu Tania June selaku Ketua Departemen GFM, Seluruh dosen, dan staff Tata
Usaha Departemen Geofisika dan Meteorologi.
4. Mas Huda, Mas Irfan, Mas Sigit, Mbak Himma, Dian Nita, Nizam, Alvin,
Erma, Mbak Trini, Dini, Asrol, Amir, dan Rias atas persaudaraan yang begitu
erat.
5. Seluruh pihak yang telah membantu proses penyelesaian tugas akhir ini
(Frida, Aryo, Mas Kamil, Dani, dll).
6. Sahabat satu bimbingan (Diah, Isnaeni, Okta) dan rekan-rekan GFM atas
dukungan dan motivasinya (Niha, Gigih, Pradit, Furqon, Alfi, Hawa, Ririn,
Derri, Anis, Adit, Indri, Ina, Taufik, Adit, dkk).
7. Keluarga besar CSSMoRA IPB, CSSMoRA IPB 48 & BPH CSS IPB, UKM
FORCES IPB & BPH FORCES IPB (Bibah, Elis, Awi, dkk), Al-Fath Family

(Kak Oshi, Kak Teki, Iqbal, Adi, Amir, Iskan, dkk), Keluarga KMNU IPB
dan KMNU Nasional, Sherly Group (Arli, Istiq, Deni, Asya, dkk), SUIJI-SLP
(Bundo, Hanifah, Rindu, dkk), Keluarga Mapres IPB 2015 (Cyntia, Uju, Dije,
Citra, Ferigo, Tegar, dkk), Keluarga Pesantren Teknologi Riau (Ustadz
Ustadzah dan Rekan Santri), Adik-adik bimbingan KMNU Berprestasi (Isna,
Nurul, naila, Hasan, dkk).
8. Semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu per
satu.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu segala kritik dan saran akan diterima guna memperbaiki penelitian ini.
penulis berharap semoga penelitian ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2015
Ikrom Mustofa

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

iii


DAFTAR LAMPIRAN

iv

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

1


Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Sains, Alam, Budaya, dan Manusia

2

Sungai Kampar

3


Kajian Muara Sungai

3

Fenomena Pasang Surut

4

Gelombang Pasang Bono sebagai Tidal Bore

4

METODE

5

Waktu dan Tempat Penelitian

5


Bahan

5

Alat

5

Prosedur Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Bono Sungai Kampar (Kajian Sains Budaya)

8


Lokasi Bono Sungai Kampar

8

Analisis Pasang Surut di Muara Sungai Kampar

11

Analisis Arus dan Batimetri Sungai

13

Analisis Curah Hujan Sepanjang Sungai Kampar

17

Bono di Masa Depan

20

Pariwisata Bahari Berbasis Kearifan Lokal

20

Penguatan Tim Pelestari Wisata Bono

20

Sistem Peringatan Dini Ancaman Gelombang Bono

21

SIMPULAN DAN SARAN

22

Simpulan

22

Saran

22

DAFTAR PUSTAKA

23

LAMPIRAN

24

RIWAYAT HIDUP

25

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Gambar 9

Gambar 10

Gambar 11

Gambar 12
Gambar 13

Gambar 14

Gambar 15

Gambar 16

Prosedur analisis data
Bagan terbentuknya gelombang pasang Bono
Lokasi terjadinya gelombang pasang Bono
Gelombang Bono di Sungai Kampar (Sumber: (a) idfl.me, (b)
paradiso.co.id, (c) travel.detik.com, (d) www.indonesia.travel)
Pasang surut harian di Muara Sungai Kampar
Prakiraan pasang surut Bulan Maret 2015 di Muara Sungai
Kampar
Prakiraan pasang surut Bulan September 2015 di Muara
Sungai Kampar
Prakiraan pasang surut Bulan Desember 2015 di Muara Sungai
Kampar
Hubungan tinggi pasang surut harian Muara Sungai Kampar
(a) dengan arah dan kecepatan arus Muara Sungai Kampar (b)
tanggal 22 Januari 2015
Hubungan tinggi pasang surut harian Muara Sungai Kampar
(a) dengan arah dan kecepatan arus Muara Sungai Kampar (b)
tanggal 12 Juli 2015
Perbandingan kecepatan arus pasang surut Muara Sungai
Kampar pada pasang purnama (6 Maret 2015) dengan pasang
perbani (13 Maret 2015)
Peta batimetri Muara Sungai Kampar
Pola musiman curah hujan bulanan sepanjang tahun 2014 di
wilayah (a) Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, (b) Tanjung
Balai Karimun, dan (c) Hang Nadim Batam
Pola distribusi jumlah curah hujan bulanan wilayah kajian
tahun 2014 dan tinggi pasang surut maksimum rata-rata Muara
Sungai Kampar
Korelasi jumlah curah hujan bulanan di Stasiun Hang Nadim
Batam dan tinggi pasang surut maksimum rata-rata di Muara
Sungai Kampar
(a) eksploitasi alam di sudut wisata Bono, (b) anjungan wisata
Bono yang kurang terawat, (c) akses jalan menuju wisata Bono
yang kurang memadai, dan (d) papan informasi petunjuk jalan
yang masih minim

6
9
10
10
11
12
13
13

14

15

16
17

18

19

19

21

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1

Lampiran 2

Korelasi jumlah curah hujan bulanan di Stasiun Bandara SSK
II Pekanbaru dan tinggi pasang surut maksimum rata-rata di
Muara Sungai Kampar
Korelasi jumlah curah hujan bulanan di Stasiun Tanjung Balai
Karimun dan tinggi pasang surut maksimum rata-rata di Muara
Sungai Kampar

24

24

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Muara Sungai Kampar di wilayah Kabupaten Pelalawan, Riau merupakan
kesatuan wilayah daerah aliran sungai yang tidak terlepas pengaruhnya dari wilayah
hulu dan tengah sungai. Topografi yang sangat landai dan interaksi yang sangat
kuat dengan wilayah laut membuat Muara Sungai Kampar erat dengan kejadian
hidrologi, seperti banjir, pendangkalan dasar sungai, dan fenomena pasang surut.
Salah satu kejadian hidrologi yang terjadi di wilayah muara Sungai Kampar adalah
fenomena Bono Sungai Kampar.
Bono adalah salah satu fenomena tidal bore yang terjadi karena kondisi
muara sungai mengalami pendangkalan berat sehingga air pasang tidak dapat
bergerak ke hulu dengan lancar namun tercegah oleh endapan (Chanson et al.
2010). Bono disebabkan oleh gelombang pasang surut yang bertemu dengan arus
Sungai Kampar (Yulistiyanto 2009). Ketinggian gelombang Bono bervariasi
berkisar antara 4-6 m (Khezri 2012). Perbedaan ketinggian disebabkan oleh kondisi
pasang surut air laut yang berbeda-beda setiap bulannya. Ketinggian maksimal
gelombang Bono terjadi saat pasang purnama dan rendah saat pasang perbani
(Bonneton 2011). Gelombang ini merupakan ombak tinggi yang sangat mematikan
namun memiliki potensi yang belum banyak dimanfaatkan (Pan et al. 2007).
Fenomena gelombang pasang Bono erat kaitannya dari pengetahuan
masyarakat setempat sebagai sebuah kearifan lokal. Kearifan lokal sendiri
merupakan gagasan setempat yang telah tertanam dan secara konsisten diikuti oleh
masyarakatnya (Sartini 2004). Pada dasarnya, berbagai nilai kearifan lokal yang
telah tumbuh di masyarakat dapat dijelaskan melalui kajian ilmiah. Hal ini
didukung oleh pendapat Kongprasertamorn (2007) yang menyatakan bahwa
kearifan lokal mengacu pada pengetahuan yang datang dari pengalaman suatu
komunitas dan merupakan akumulasi dari pengetahuan lokal. Pengalaman sebagai
sebuah studi empiris dapat dijelaskan lebih lanjut melalui kajian sains, alam, dan
budaya.
Perumusan Masalah
Bono sebagai fenomena yang telah ada di Masyarakat Muara Sungai
Kampar sejak dahulu memiliki cerita asal mula terjadinya secara turun-temurun
dari generasi ke generasi sebagai sebuah kearifan lokal. Penelitian ini mengkaji
berbagai pengetahuan lokal tentang Bono Sungai Kampar yang diyakini oleh
Masyarakat setempat keberadaannya dalam sebuah kajian deskriptif melalui bukti
dan analisis data terkait. Hal ini diarahkan untuk mengkaji kembali potensi Bono
Sungai Kampar sebagai sebuah objek pariwisata, potensi sumber energi, maupun
ancaman karena sifatnya yang merusak dan mematikan.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah melakukan analisis fenomena Bono Sungai
Kampar dalam sebuah kajian deskriptif melalui bukti dan analisis data terkait yang

2
diarahkan untuk menjelaskan pengetahuan lokal masyarakat mengenai Bono dan
mengkaji kembali potensi maupun ancaman Bono Sungai Kampar.
Manfaat Penelitian
Hasil analisis yang dilakukan pada penelitian terkait fenomena gelombang
pasang Bono di Muara Sungai Kampar memiliki manfaat sebagai berikut:
1. memberikan gambaran fenomena gelombang pasang Bono sebagai sebuah
fenomena hidrologi dalam kajian sains, alam, dan budaya
2. memberikan gambaran potensi maupun ancaman adanya gelombang pasang
Bono sebagai upaya pendayagunaan, adaptasi, dan mitigasi terhadap suatu
fenomena alam
Ruang Lingkup Penelitian
Analisis fenomena gelombang pasang Bono ini dilakukan di Muara Sungai
Kampar. Aspek yang dikaji dalam penelitian ini adalah fenomena gelombang
pasang Bono yang ada di Muara Sungai Kampar dengan melakukan analisis
terhadap pemahaman budaya masyarakat setempat yang dibuktikan dengan kajian
ilmiah (sains). Selain itu, dilakukan analisis pengaruh berbagai unsur-unsur terkait
seperti debit Sungai Kampar, pasang surut, arah dan kecepatan arus di wilayah
kajian, curah hujan, serta kondisi morfologi sungai yang secara langsung maupun
tidak langsung mempengaruhi terjadinya gelombang pasang Bono di muara Sungai
Kampar.

TINJAUAN PUSTAKA
Sains, Alam, Budaya, dan Manusia
Budaya merupakan suatu sistem yang bekerja dalam kehidupan masyarakat.
Budaya terkonstruksi melalui pemikiran dan diwariskan. Kebudayaan yaitu sistem
pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran
manusia, yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia melalui cipta, rasa, dan
karsanya, sehingga dalam kehidupan sehari-hari kesemuanya dapat ditujukan untuk
membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat
(Koentjaraningrat 2002). Kata kebudayaan berasal dari (bahasa Sansekerta)
buddayah yang merupakan bentuk jamak kata “buddhi” yang berarti budi atau akal.
Kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal.
Budaya atau istilah culture berasal dari kata Latin colere yakni mengolah atau
mengerjakan sehingga diartikan sebagai mengubah atau mengolah alam.
Kluckhohn (1953) seorang antropolog menjelaskan bahwa budaya memiliki
unsur kebudayaan atau dapat disebut cultural universal, yakni mencakup: (a)
bahasa; (b) sistem pengetahuan; (c) organisasi sosial; (d) sistem peralatan hidup dan
teknologi; (e) sistem mata pencaharian hidup; (f) sistem religi; dan (g) kesenian.
Ketujuh unsur kebudayaan tersebut terintegrasi satu sama lain, bersifat universal,
dan bisa didapatkan di setiap kebudayaan di dunia. Sistem pengetahuan dalam
budaya menurut Berkes (1999) yang disebutkan sebagai traditional ecological
knowledge merupakan:

3
“a cumulative body of knowledge, practice and belief, evolving by
adaptive processes and handed down through generations by cultural
transmission, about the relationship of living beings (including humans)
with one another and with their environment”.
Sungai Kampar
Sungai Kampar yang mengalir mulai dari lereng timur Pegunungan Bukit
Barisan di Propinsi Sumatera Barat, bermuara di perairan laut Riau. Muara Sungai
Kampar berada dalam wilayah administrasi Kecamatan Teluk Meranti, tepat pada
batas wilayah administrasi dengan Kecamatan Kuala Kampar. Jalur Sungai Kampar
dari muara sampai Kota Teluk Meranti berada dalam wilayah administrasi
Kecamatan Teluk Meranti, tempat yang selalu dihampiri Bono.
Daerah aliran sungai Kampar mencakup kawasan seluas 24.548 km2 dan
terletak pada 100°10"- 103°15" BT dan 0°41 "LU- 0°35"LS, dengan panjang 580
km, lebar 100-300 m, dan kedalaman 6-10 m. Sungai Kampar melintasi dua
Provinsi yaitu Provinsi Sumatera Barat dan Riau. Di Provinsi Sumatera Barat,
Sungai Kampar melintasi tiga kabupaten yaitu Kabupaten Pasaman, Sawah
Lunto/Sijunjung dan Lima Puluh Kota, serta melintasi tujuh kabupaten di Provinsi
Riau yaitu Kabupaten Kampar, Kuantan Singingi, Pelalawan, Indragiri Hulu,
Indragiri Hilir, Siak, dan Pekanbaru.
Topografi daerah aliran sungai (DAS) Kampar berada pada ketinggian 0 800 m di atas permukaan laut. DAS Kampar bagian Hulu didominasi oleh
ketinggian >500 m di atas permukaan laut. DAS Kampar bagian tengah didominasi
oleh ketinggian antara 50-250 m di atas permukaan laut dan Bagian Hilir
didominasi oleh ketinggian 0-50 m di atas permukaan laut.
Kajian Muara Sungai
Muara Sungai adalah bagian hilir sungai yang langsung berhubungan
dengan laut, berfungsi sebagai pengeluaran air sungai. Mulyanto (2007)
menjelaskan bahwa sifat aliran pada muara sungai sangat tergantung pada bentuk
bukaan mulut dan alurnya:
a. pada muara yang berubah-ubah lebar dan dalamnya, atau terdapat
percabangan dan pulau-pulau kecil, muka air di dalamnya pada saat pasang
naik akan berubah dengan cepat yaitu menurun pada pelebaran dan
meninggi pada penyempitan.
b. Pada muara dengan bukaan dan alur yang sempit, gelombang pasang akan
cepat lenyap dan pada saat surut muka airnya hampir serentak turun di
sepanjang alurnya.
c. Pada bukaan dan alur yang lebar dan dangkal serta arus yang kuat, akan
terjadi hydraulic bore di situ, yaitu muka aliran air yang hampir vertikal.
d. Muara dengan bukaan berbentuk terompet sangat ideal untuk navigasi
karena pada saat air pasang naiknya muka air di dalam alur hampir
mendekati horisontal.
Muara sungai selalu cenderung berubah-ubah, baik secara lateral ke samping
(transversal) maupun dalam arah memanjang sungai (longitudinal) (Ongkosongo
2010).

4
Fenomena Pasang Surut
Pasang surut atau disingkat sebagai pasut merupakan gejala alam yang
terlihat nyata di lautan sebagai suatu gerakan vertikal dari partikel massa air laut
dari permukaan sampai bagian terdalam dari dasar laut yang disebabkan oleh
pengaruh gaya tarik-menarik antara bumi dan benda-benda angkasa terutama
matahari dan bulan. Terjadi perubahan periodik ketinggian muka air di bagian
sungai pasang surut (Mulyanto 2007). Air dari laut akan masuk ke posisi tersebut
pada saat pasang naik (flood tide) dan mengalir kembali ke laut saat surut (ebb
tide). Pada sungai pasang surut terjadi dua aliran, yaitu debit air tawar dari hulu ke
hilir, dan air laut pada saat pasang naik naik ke arah hulu. Estuari (muara sungai)
adalah bagian dari sungai yang dipengaruhi oleh fenomena pasang surut.
Ongkosongo (2010) membagi klasifikasi pasang surut ke dalam lima macam, yaitu
sangat rendah (kurang dari 1 m), rendah (1-2 m), sedang (2-3 m), tinggi (3-4 m),
dan sangat tinggi (lebih dari 4 m).
Menurut Suyasa (2010) terdapat dua macam pasang surut, yaitu pasang
purnama (spring tide) dan pasang surut perbani (neap tide). Pasang purnama
merupakan pasang surut dengan amplitudo besar karena medan gravitasi bulan dan
matahari menarik air laut pada arah yang sama, biasanya terjadi pada bulan baru
atau bulan penuh. Pasang perbani merupakan pasang surut dengan amplitudo kecil
yang terjadi karena gaya gravitasi matahari posisinya tegak lurus dengan gaya
gravitasi bulan, sehingga memberikan efek yang kecil, biasanya terjadi ketika
perempat bulan pertama dan perempat bulan terakhir.
Gelombang Pasang Bono sebagai Tidal Bore
Bono merupakan fenomena alam yang terjadi karena adanya pendangkalan
di muara sungai sehingga ketika air pasang datang dari laut, air pasang tidak dapat
bergerak ke hulu dengan lancar namun tercegah oleh endapan (Chanson et al.
2010). Bono di Sungai Kampar merupakan fenomena alam yang disebabkan oleh
bertemunya gelombang pasang surut dengan arus Sungai Kampar. Kondisi muara
yang berbentuk divergen memungkinkan pertemuan kedua jenis arus tersebut.
Gelombang Bono merupakan istilah lain dari tidal bore, yaitu fenomena
pergerakan massa air gelombang pasang menjalar menuju ke hulu dengan kekuatan
yang bersifat merusak (Chanson 2003). Tidak semua muara sungai ataupun teluk
bisa membangkitkan gelombang pasang semacam Bono. Catatan yang pernah ada
sebagaimana dilaporkan TBRS (tidal bore research society), bore yang terjadi di
Buy of Fundy Canada adalah tertinggi dari lebih seratus kejadian Bono yang di
pantau di 60 tempat di seluruh dunia. Chanson menjelaskan beberapa fenomena
Bono yang pernah terjadi di negara lain seperti di Batang Lupar (Malaysia), Sungai
Styx dan Daly (Australia), Sungai Shubenacadie dan Sungai Stewackie (Kanada).
Pasang surut yang ada di Muara Sungai Kampar mempunyai tinggi
gelombang sekitar 4 m. Yulistiyanto (2009) menjelaskan bahwa pasang surut
tersebut berupa pasang surut tipe Campuran Condong ke Harian Ganda, dimana
dalam 1 hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi pasang surut
yang pertama dan kedua berbeda. Periode gelombang pasang surut sekitar 12 jam
25 menit.

5

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2015 hingga Oktober 2015, di
Laboratorium Hidrometeorologi Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB.
Penelitian dikerjakan dengan terlebih dahulu merumuskan masalah, mengumpulkan
data, melakukan analisis, dan kemudian menarik kesimpulan. Daerah kajian
penelitian adalah lokasi terjadinya gelombang pasang Bono di Muara Sungai
Kampar yang terletak sepanjang Pulau Muda, Penyalai, hingga Tanjung Balai
Karimun yang secara geografis masuk ke dalam wilayah administrasi pemerintahan
Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau.
Bahan
Data yang digunakan untuk menunjang penelitian adalah sebagai berikut:
1. Data curah hujan harian 3 stasiun (Stasiun Meteorologi Sultan Syarif Qasim
II Pekanbaru, Stasiun Meteorologi Raja Haji Abdullah Tanjung Balai
Karimun, dan Stasiun Meteorologi Hang Nadim Batam) pada tahun 2014
dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)
2. Data pasang surut di wilayah Tanjung Balai Karimun (Muara Sungai
Kampar) tahun 2015 dari Dinas Hidrografi dan Oseanografi (Dishidros)
3. Data Arus pasang surut di wilayah Selat Riau (Bagian Selatan) tahun 2015
dari Dinas Hidrografi dan Oseanografi (Dishidros)
4. Peta Batimetri Muara Sungai Kampar dari Dinas Hidrografi dan
Oseanografi (Dishidros)
5. Data sejarah masyarakat setempat (pengetahuan lokal) terkait gelombang
pasang Bono dari Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga
Kabupaten Pelalawan, Riau
6. Peta Provinsi Riau dan Muara Sungai Kampar dari google map.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Perangkat komputer yang
dilengkapi dengan program Microsoft office 2007, software surfer, dan program
terkait lainnya yang dapat mendukung pengerjaan penelitian.
Prosedur Analisis Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang ditujukan untuk membuat gambaran
tentang kejadian atau situasi tertentu (Suryabrata 1991). Tujuan dari penelitian yang
menggunakan analisis deskriptif ini adalah untuk membuat gambaran sistematis
dan akurat mengenai fakta-fakta yang ada dalam lingkup kajian yang dilakukan.
Analisis data dilakukan dengan tahapan yang teratur yang dimulai dari
identifikasi masalah, pendeskripsian masalah, dan analisis dengan beberapa
parameter terkait untuk menghasilkan simpulan. Adapun prosedur analisis data dari
pengerjaan tugas akhir ini disajikan dalam bagan sebagai berikut:

6

Identifikasi gelombang Bono

Deskripsi gelombang Bono

Analisis deskriptif

Pasang surut

Arus pasang
surut

Curah hujan

Analisis
batimetri

Pengetahuan
lokal

Gambar 1 Prosedur analisis data
Analisis Pasang Surut
Analisis pasang surut menggunakan data peramalan pasang surut pada
tahun 2015 yang bersumber dari data Dinas Hidrografi dan Oseanografi
(Dishidros). Lokasi yang diambil adalah wilayah pengukuran Tanjung Balai
Karimun yang terletak pada 0°59’01’’ lintang utara dan 103°26’01’’ bujur timur.
Ramalan pasang surut tersebut telah dilakukan perhitungan dan analisis
berdasarkan metode admiralty dengan menggunakan data Tetapan Harmonis. Data
pasang surut tersaji setiap jam dalam waktu satu tahun. Melalui data tersebut,
diambil data rata-rata pasang surut, data maksimum, dan data minimum pasang
surut setiap harinya. Kemudian dilakukan penentuan data pasang rata-rata, pasang
maksimum, dan pasang minimum setiap bulannya.
Analisis Arus Pasang Surut
Analisis arus pasang surut menggunakan data peramalan arus pasang surut
pada tahun 2015 yang bersumber dari data Dinas Hidrografi dan Oseanografi
(Dishidros). Perhitungan prediksi arus pasang surut dilakukan berdasarkan metode
admiralty, yaitu metode perhitungan prediksi arus pasang surut berdasarkan data
harmonis 9 konstanta arus pasut (M2, S2, K2, N2, O1, K1, P1, MS4, dan M4).
Lokasi yang diambil adalah wilayah Selat Riau (bagian Selatan) yang terletak pada
0°48’15’’ Lintang Utara dan 104°20’30’’ Bujur Timur. Data yang tersaji adalah
data kecepatan arus pasang surut dengan satuan Knot. Melalui data tersebut, dapat
ditentukan arah arus pasang surut. Berdasarkan wilayah kajian di Selat Riau (bagian
Selatan), arah arus positif menuju arah 60° (menuju ke arah antara Timur Laut dan
Timur) dan nilai negatif menuju arah 240° (menuju arah antara Barat Daya dan
Barat).

7

Analisis Batimetri
Analisis batimetri ini dilakukan secara rinci dengan tahapan-tahapan
tertentu.
1. Registrasi peta yang merupakan proses input data image/citra yang akan
digunakan sebagai peta dasar yang dikoreksi terlebih dahulu posisinya
terhadap bumi.
2. Digitasi peta yang merupakan proses penggambaran bentuk muka bumi
dalam bidang datar. Penelitian ini menggunakan digitasi darat, laut, dan titik
kedalaman.
3. Membuat peta batimetri yang merupakan tahapan penggambaran kedalaman
dasar laut. Analisis batimetri ini menggunakan IDW.
4. Melakukan layout peta sebagai input terakhir dari proses registrasi peta,
digitasi peta, dan analisis batimetri ke dalam sebuah frame untuk dijelaskan
kepada pengguna.
Analisis Curah Hujan
Data curah hujan didapatkan dari data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG) dengan wilayah kajian terletak baik yang dilalui Sungai
Kampar maupun pada daerah Muara Sungai Kampar. Stasiun yang dijadikan
wilayah kajian dalam penelitian ini berjumlah tiga stasiun. Ketiga stasiun tersebut
adalah Stasiun Meteorologi Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru yang terletak pada
0°28'1" LU dan 101°25'48" BT (27 mdpl), wilayah Stasiun Meteorologi Raja Haji
Abdullah Tanjung Balai Karimun yang terletak di 1°3'0" LU dan 103°23'0" BT (1
mdpl), serta wilayah Stasiun Meteorologi Hang Nadim yang terletak di 1°7'1" LU
dan 104°7'12" BT (28 mdpl).

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Bono Sungai Kampar (Kajian Sains Budaya)
Nazir (1985) menjelaskan bahwa di Indonesia, Bono hanya dapat ditemui di
Sungai Rokan dan Sungai Kampar yang merupakan air pasang tinggi dan masuk ke
dalam muara sungai dengan ketinggian 3-4 m dan kecepatan 10-30 km/jam. Bono
terjadi karena Selat Malaka semakin ke selatan semakin sempit. Gelombang Bono
mulai terlihat pada tanggal 9-18 (bulan Qamariah) dan mengecil tanggal 26 atau 28,
dan kembali mengecil pada tanggal 19, 20 sampai 24 jika pasang mati. Disbudpar
(2014) menerangkan bahwa Bono tercatat pertama kali tahun 1615 M. Sungai
kampar saat itu masih bernama Laut Embun.
Pengetahuan lokal tentang Bono telah ada dan berkembang sejak lama di
tengah masyarakat wilayah Sungai Kampar dan Muara Sungai Kampar. Nama lokal
Bono juga berasal dari penamaan masyarakat setempat yang berarti benar. Nenek
moyang terdahulu menyebutkan bahwa Bono merupakan jelmaan tujuh ekor kuda.
Pada suatu hari penghulu suku Sinho Bono menembak seekor dari kuda itu sampai
mati. Akibatnya Bono menjadi tak dapat beraktivitas kembali. Menurut
kepercayaan masyarakat setempat, gelombang Bono dianggap sebagai perwujudan
tujuh hantu yang bergentayangan di sepanjang Muara Sungai Kampar. Tujuh hantu
tersebut sering sekali membolak-balikkan kapal serta memakan korban. Dari cerita
Melayu lama berjudul Sentadu Gunung Laut, disebutkan bahwa setiap pendekar
Melayu pesisir harus dapat menaklukkan ombak Bono untuk meningkatkan
keahlian bertarung mereka.
Terlepas dari cerita tersebut, hal ini sebenarnya masuk akal, karena pada
hakikatnya mengendarai Bono intinya adalah menjaga keseimbangan badan.
Karena kondisi pengetahuan lokal masyarakat setempat masih sangat sakral, maka
untuk mengendarai Bono harus dengan upacara semah yang dilakukan pagi atau
siang hari. Upacara dipimpin oleh Bomo, Datuk, atau tetua kampung dengan
maksud agar pengendara Bono selalu mendapat keselamatan dan dijauhkan dari
segala bahaya. Di samping itu, ada juga cerita lain yang berhubungan dengan
gelombang Bono yakni tentang Banjir Darah di Mempusun atau Mempusun
Bersimbah Darah dan terbentuknya Kerajaan Pelalawan di tahun 1822 Masehi.
Kajian analisis deskriptif fenomena gelombang pasang Bono salah satunya
membutuhkan berbagai informasi terkait Bono dari periode terdahulu hingga
sekarang. Dari berbagai referensi yang didapatkan, Penulis belum menemukan
informasi lengkap baik mengenai kondisi Bono maupun perkembangan gelombang
Bono dari berbagai periode.
Lokasi Bono Sungai Kampar
Bono merupakan tidal bore yaitu pergerakan air menuju ke bagian hulu
sebagai interaksi laut dan sungai (Chanson 2003). Jarak tempuh gelombang Bono
dari muara sungai hingga ke hulu dapat mencapai 50 km. Studi kasus mengenai
Tidal bore di Sungai Garonne dapat mencapai jarak tempuh 150 km dari muara
sungai (Bonneton 2011). Gelombang Bono terbentuk melalui beberapa tahapan
(Gambar 2).

9
Terjadinya
fenomena pasang
surut di Muara
Sungai Kampar

Permukaan laut di
Selat Melaka dan
Laut Cina Selatan
meningkat

Terbentuk
gelombang pasang
raksasa dengan
kecepatan tinggi

Gelombang pasang
bertemu perairan
dangkal Muara
Sungai Kampar
yang sempit

Tercipta ombak
setinggi 2 m atau
lebih selama 2 Jam
dengan kecepatan
stabil

Ombak kecil di
muara, lalu
membesar ketika
bergerak ke hulu

Suara ombak yang
mirip tsunami dan
terdapat kabut air
di atasnya

Ombak Bono
mengecil bahkan
menghilang seiring
bertambahnya
jarak dari muara

Gambar 2 Bagan terbentuknya gelombang pasang Bono
Bono dibangkitkan oleh bertemunya arus pasang dengan arus sungai pada
Muara Sungai Kampar yang berbentuk divergen (Gambar 3). Bono yang berasal
dari laut menjalar menuju ke hulu melewati alur sungai yang semakin menyempit
(Yulistiyanto 2009). Saat melewati Pulau Muda, gelombang pasang ini terpisah
menjadi dua, sebagian lewat alur di sebelah Selatan, dan sebagian lagi lewat alur
sebelah Utara Pulau Muda. Tepat di Tanjung Perbilahan, Bono yang terpisah
tersebut saling bertemu, menghasilkan momentum yang mengakibatkan gelombang
Bono semakin besar. Penduduk setempat menyebut peristiwa ini sebagai Bono
yang bertepuk. Bono dengan momentum yang lebih besar tersebut terus bergerak
melewati wilayah Tanjung Perbilahan dan menuju Teluk Meranti. Morfologi
Sungai Kampar di wilayah Teluk Meranti mengalami pembelokan yang cukup
tajam, sehingga sebagian gelombang Bono akan bergerak mengikuti alur sungai,
dan sebagian lainnya akan menghantam tepian Teluk Meranti. Bono yang
menghantam tersebut akan memantul ke sungai kembali dan menjadi Bono
pantulan. Bono inilah yang sering menyebabkan kecelakaan perahu atau kapal yang
sedang menyeberangi Sungai Kampar.
Pemangku adat setempat (Muhammad Yusuf) menjelaskan bahwa
terjadinya Bono dapat berubah-ubah waktunya. Besarnya gelombang Bono pada 3
bulan pertama terjadi pada siang hari, 3 bulan berikutnya terjadi pada malam hari,
dan tiga bulan selanjutnya terjadi pada siang dan malam. Pemangku adat tersebut
juga menjelaskan bahwa Bono memiliki 3 efek ombak yang berbeda, yaitu:
Pemulang (pantulan ombak yang menuju ke suatu tempat dan dibawa ke belakang
lagi), Bakat (ombak yang cukup rapat yang juga dipantulkan ke belakang kembali),
dan Biancha (ombak yang berada di pusat arus yang memiliki arah tak menentu).
Gambar 4 merupakan beberapa dokumentasi terkait kejadian Bono Sungai Kampar.

10
1˚12’

103˚6’12’’

102˚34’14’’

103˚36’32’’

104˚7’41’’

0˚54’13’’

0˚36’35’’

Pulau Muda
Pergerakan Bono

Tanjung Perbilahan
0˚16’59’’

0˚8’5’’

Teluk Meranti

Gambar 3 Lokasi terjadinya gelombang pasang Bono

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 4 Gelombang Bono di Sungai Kampar (Sumber: (a) idfl.me, (b)
paradiso.co.id, (c) travel.detik.com, (d) www.indonesia.travel)

11
Analisis Pasang Surut di Muara Sungai Kampar

Tinggi pasang surut (m)

Perhitungan ramalan pasang surut dilakukan berdasarkan metode Admiralty
dengan menggunakan data Tetapan Harmonis. Analisis pasang surut ditetapkan di
wilayah pengukuran Tanjung Balai Karimun yang terletak pada 0°59’01’’ Lintang
Utara dan 103°26’01’’ Bujur Timur (Dishidros 2015). Alasan menggunakan
wilayah tersebut ialah karena posisi Tanjung Balai Karimun terletak sangat dekat
dengan daerah Muara Sungai Kampar sehingga pengaruh pasang surut masih sangat
kuat di daerah tersebut.
Pasang surut di wilayah Muara Sungai Kampar bertipe campuran condong
ke harian ganda (Mixed tide, prevailing semidiurnal) (Dishidros 2015). Dalam satu
hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi pasang surut yang
pertama dan kedua berbeda (Gambar 5).
5
4
3
2
1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Jam
22 Januari

12 Juli

27-Nov

Gambar 5 Pasang surut harian di Muara Sungai Kampar
Terdapat perbedaan antara tinggi pasang surut periode pertama dengan
kedua, yang disebut tipe campuran condong ke harian ganda (Gambar 5). Tinggi
pasang surut yang berbeda setiap harinya dapat dilihat pada grafik tanggal 22
Januari berbeda dengan tanggal 12 Juli maupun 27 November. Pasang surut hari
tertentu dengan ketinggian maksimum lebih tinggi dari hari lain, memiliki
ketinggian minimum yang juga jauh lebih rendah. Hal ini yang memicu terjadinya
gelombang yang digerakkan oleh arus menuju muara sungai sebagai tempat
bertemunya arus sungai dan laut.
Periode gelombang pasang surut di Muara Sungai Kampar sekitar 12 jam 25
menit (Yulistiyanto 2009). Hal ini dapat dilihat pada data pasang surut harian pada
3 hari tersebut dengan melihat satu periode penuh dari pasang surut. Terdapat
perbedaan antara tinggi pasang surut periode pertama dengan periode kedua yang
disebut sebagai tipe pasang surut campuran condong ke harian ganda.
Tanjung Balai Karimun (Muara Sungai Kampar) merupakan wilayah dengan
kondisi pasang surut lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain seperti
Malahayati, Teluk Sangkulirang, dan Gorontalo. Pasang surut di wilayah Muara
Sungai Kampar tergolong sebagai pasut tinggi (Ongkosongo 2010).

12

Tinggi pasut (m)

Prakiraan pasang surut rata-rata di Muara Sungai Kampar pada bulan Maret
2015 mencapai 1.90 m dengan pasang tertinggi sebesar 3.6 m dan pasang terendah
0.2 m (Gambar 6). Kondisi pasang dan surut pada bulan maret tidak terlalu tinggi
dan lebih bersifat normal. Peristiwa Bono terbesar jatuh pada tanggal 1 dan 15 pada
sistem penanggalan Qamariah yang bertepatan dengan tanggal 6 Maret 2015 dan 22
Maret 2015. Pada tanggal 6 Maret 2015, wilayah Muara Sungai Kampar memiliki
pasang yang cukup tinggi dibandingkan pada hari-hari lainnya, begitu pula pada
tanggal 22 Maret 2015. Pasang tertinggi sepanjang satu bulan tersebut terjadi pada
tanggal 22 Maret 2015.

4
3
2
1
0
1

3

5

7

9

Minimum

11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31
Waktu (hari ke-)

Rata-rata

Maksimum

Gambar 6 Prakiraan pasang surut Bulan Maret 2015 di Muara Sungai Kampar
Prakiraan pasang surut rata-rata di Muara Sungai Kampar pada bulan
September mencapai 1.898 m dengan pasang tertinggi sebesar 3.6 m dan pasang
terendah 0.2 m (Gambar 7). Kondisi pasang dan surut pada bulan September tidak
terlalu tinggi dan salah satunya disebabkan oleh debit Sungai Kampar yang juga
tidak cukup tinggi. Tanggal 1 dan 15 pada sistem penanggalan Qamariah bertepatan
dengan tanggal 15 September 2015 dan 29 September 2015. Pada tanggal 15
September 2015, wilayah Muara Sungai Kampar memiliki pasang yang cukup
tinggi dibandingkan pada hari-hari lainnya, begitu pula pada tanggal 29 September
2015.
Prakiraan pasang surut rata-rata di Muara Sungai Kampar pada bulan
Desember 2015 mencapai 1.90 m dengan pasang tertinggi sebesar 3.8 m dan pasang
terendah 0.2 m (Gambar 8). Kondisi pasang dan surut pada bulan Desember cukup
tinggi dan salah satunya disebabkan oleh debit Sungai Kampar yang tinggi.
Menurut Yulistiyanto, Peristiwa Bono terbesar jatuh pada tanggal 15 dan 1 pada
sistem penanggalan Komariah yang bertepatan dengan tanggal 13 Desember 2015
dan 27 Desember 2015. Pada tanggal 13 Desember 2015, wilayah Muara Sungai
Kampar memiliki pasang yang cukup tinggi dibandingkan pada hari-hari lainnya,
begitu pula pada tanggal 27 Desember 2015. Pada kedua tanggal tersebut, tinggi
pasang maksimum mencapai 3.7 m.

Tinggi pasut (m)

13

4
3
2
1
0
1

3

5

7

9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
Waktu (hari ke-)

Minimum

Rata-rata

Maksimum

Tinggi pasut (m)

Gambar 7 Prakiraan pasang surut Bulan September 2015 di Muara Sungai
Kampar
4
3
2
1
0
1

3

5

7

9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31
Waktu (hari ke-)

Minimum

Rata-rata

Maksimum

Gambar 8 Prakiraan pasang surut Bulan Desember 2015 di Muara Sungai
Kampar
Analisis Arus dan Batimetri Sungai
Dinas Hidrografi dan Oseanografi (2015) menyatakan bahwa perhitungan
prediksi arus pasang surut dilakukan berdasarkan metode admiralty, yaitu metode
perhitungan prediksi arus pasang surut berdasarkan data harmonis 9 konstanta arus
pasut (M2, S2, K2, N2, O1, K1, P1, MS4, dan M4). Penelitian ini menggunakan
data arus pasang surut pada Selat Riau (bagian Selatan) yang terletak pada
0°48’15’’ Lintang Utara dan 104°20’30’’ Bujur Timur. Arah arus pasang surut
memiliki hubungan terhadap tinggi rendahnya pasang surut tersebut. Dalam
keterangan yang disajikan dalam sumber, nilai positif (+) dan negatif (-) pada
kecepatan arus menunjukkan arah arus tersebut. Daerah pengukuran arus di Selat
Riau (bagian Selatan) memiliki arah arus positif menuju arah 60° (menuju ke arah
antara Timur Laut dan Timur) dan nilai negatif menuju arah 240° (menuju arah
anatara Barat Daya dan Barat).
Tinggi pasang surut di Muara Sungai Kampar pada Tanggal 22 Januari 2015
cenderung tinggi (Gambar 9a). Hal ini dipengaruhi oleh kondisi hari yang hampir
mendekati pasang purnama. Tanggal 22 Januari bertepatan dengan tanggal 12

14

Tinggi pasut (m)

Rabiul Akhir pada sistem penanggalan Qamariah, sedangkan pasang purnama
sendiri terjadi tanggal 15 pada sistem penanggalan Qamariah.
6

22-Jan

4
2
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
waktu (jam)

(a)
Kecepatan (knot)

300

22-Jan

200
100
0

-100
-200

1

2

3

4

5

6

7

8

9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

waktu (jam)

Gambar 9 Hubungan tinggi pasang surut harian Muara Sungai Kampar (a)
dengan arah dan kecepatan arus Muara Sungai Kampar (b) tanggal
22 Januari 2015
Dapat dilihat pada grafik (Gambar 9) bahwa tinggi pasang surut berbanding
terbalik dengan kecepatan pasang surutnya. Artinya ketika terjadi pasang tertinggi,
maka kecepatan pasang surutnya akan bernilai negatif. Begitu juga saat kondisi
pasang terendah, kecepatan arus akan meninggi bahkan mencapai angka maksimal.
Pengukuran arus dilakukan di wilayah Selat Riau (bagian Selatan) yang memiliki
arah arus positif menuju arah 60° (menuju ke arah antara Timur Laut dan Timur)
dan nilai negatif menuju arah 240° (menuju arah anatara Barat Daya dan Barat).
Saat kondisi pasang terendah dengan nilai kecepatan arus cukup tinggi (bernilai
positif), maka arus pasang surut akan menuju ke arah antara Timur Laut dan Timur.
Jika dilihat pada peta, arah ini bersifat menjauhi wilayah kepulauan kecil sekitar
Sungai Kampar. Begitu juga saat pasang tinggi dengan nilai kecepatan arus kecil
bahkan bernilai negatif, arah arus pasang surut akan menuju ke arah antara Barat
Daya dan Barat atau mendekati wilayah Muara Sungai Kampar.
Kondisi pasang surut yang tinggi pada waktu-waktu tertentu di Muara
Sungai Kampar yang mengakibatkan kenaikan muka air laut dan diikuti oleh arah
arus pasang surut yang menuju ke Muara semakin menguatkan konsep terjadinya
Bono di Sungai Kampar. Bono selain dipengaruhi oleh perbedaan ketinggian air di
Muara Sungai dengan di Laut, juga dipengaruhi oleh arus pasut (Sariningsih 2002).
Tinggi pasang surut di Muara Sungai Kampar pada tanggal 12 Juli 2015
cenderung rendah (Gambar 10a). Kondisi yang terjadi pada tanggal 12 Juli 2015
bertepatan dengan tanggal 25 Syawal pada penanggalan Qamariah. Jika dilihat pada

15

Tinggi pasut (m)

posisi bulan dan matahari, maka kondisi pada hari tersebut bertepatan dengan
pasang perbani dengan posisi bulan dan matahari tidak berada dalam satu garis
lurus.
4

12-Jul

3
2
1
0
1

2

3

4

5

6

7

8

9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Kecepatan (knot)

waktu (jam)

100

12-Jul

50
0
-50
-100

Gambar 10

1

2

3

4

5

6

7

8

9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

waktu (jam)

Hubungan tinggi pasang surut harian Muara Sungai Kampar (a)
dengan arah dan kecepatan arus Muara Sungai Kampar (b) tanggal
12 Juli 2015
Dapat dilihat grafik bahwa ketinggian maksimum pasang surut pada tanggal
12 Juli 2015 tidak lebih dari 3 m dan ketinggian minimum yang mencapai 1.2 m
(Gambar 10). Hal ini menyebabkan kecepatan arus yang terjadi juga cukup rendah.
Kecepatan arus maksimum pada tanggal tersebut hanya mencapai 90 knot. Kondisi
tersebut berbeda jauh dengan kecepatan arus maksimum saat kondisi pasang
purnama yang dapat mencapai 200 knot. Keadaan yang saling berhubungan
tersebut didukung oleh pernyataan Rampengan (2009) yang menjelaskan bahwa
kondisi arus disebabkan oleh keadaan tinggi pasang surut wilayah tersebut.
Kecepatan pasang surut di Muara Sungai Kampar selalu berbeda-beda
setiap harinya. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi pasang surut itu sendiri. Grafik
tersebut mengambil contoh dua hari yang berbeda kondisi pasang surutnya, grafik
pertama adalah kecepatan pasang surut pada tanggal 6 Maret 2015 yang bertepatan
dengan pasang purnama, dan grafik kedua pada tanggal 13 Maret 2015 yang
bertepatan dengan pasang perbani (Gambar 11).

16

Kecepatan (Knot)

200
150
100
50
0
-50
-100
-150

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Waktu (Jam)
6 Maret 2015

13 Maret 2015

Gambar 11 Perbandingan kecepatan arus pasang surut Muara Sungai Kampar
pada pasang purnama (6 Maret 2015) dengan pasang perbani (13
Maret 2015)
Kecepatan arus terbesar terjadi saat pasang purnama yang ditunjukkan
grafik pada tanggal 6 Maret 2015 (Gambar 11). Kecepatan arus saat pasang perbani
(13 Maret 2015) tidak sebesar saat pasang purnama. Saat kondisi purnama gaya
tarik bulan dan matahari mencapai maksimum sehingga selain menyebabkan muka
laut mengalami kenaikan tertinggi juga mengakibatkan pergerakan arus oleh pasang
surut menjadi maksimal maka kecepatan arus yang terjadi menjadi besar,
sedangkan saat pasang perbani, gaya tarik bulan dan matahari menjadi lebih kecil
sehingga muka air laut mengalami kenaikan yang rendah, dan ini mengakibatkan
pergerakan arus pasang surut menjadi lebih kecil.
Gambar 12 merupakan peta batimetri wilayah Muara Sungai Kampar sebagai
pertemuan arus laut dan arus sungai secara bersamaan. Berdasarkan peta batimetri
tersebut, dapat dilihat kedalaman muara sungai dan laut yang beragam. Secara
umum, perairan di sekitar Muara Sungai Kampar tergolong dangkal dengan
kedalaman berkisar antara 4–36 m. Disbudpar (2014) menjelaskan bahwa
gelombang Bono terjadi akibat benturan tiga arus air yang berasal dari Selat
Melaka, Laut Cina Selatan, dan aliran air Sungai Kampar. Arus yang berbenturan di
Muara Sungai Kampar tersebut kemudian mendesak masuk ke hulu sehingga
menimbulkan gelombang besar yang menggulung dan menghempas jauh ke dalam
sungai hingga menempuh jarak 50 km. Terbentuknya Bono salah satunya
dipengaruhi oleh kondisi muara sungai yang mengalami pendangkalan berat,
sehingga air pasang tidak dapat bergerak ke hulu dengan lancar dan menimbulkan
gelombang tinggi menuju ke hulu. Hal ini dapat diartikan bahwa di Muara Sungai
Kampar terjadi pendangkalan yang cukup berat. Terlihat pada gambar di atas
bahwa perairan sekitar Pulau Mendol yang merupakan ujung Muara Sungai
Kampar merupakan daerah yang cukup dangkal dibandingkan wilayah lainnya.
Kedalamannya hanya berkisar sekitar 2-4 m.

17

Gambar 12 Peta batimetri Muara Sungai Kampar
Analisis Curah Hujan
Data curah hujan didapatkan dari data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG) dengan wilayah kajian terletak baik yang dilalui Sungai
Kampar maupun pada daerah Muara Sungai Kampar. Stasiun yang dijadikan
wilayah kajian dalam penelitian ini berjumlah tiga stasiun. Ketiga stasiun tersebut
adalah Stasiun Meteorologi Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru yang terletak pada
0°28'1" LU dan 101°25'48" BT (27 mdpl), wilayah Stasiun Meteorologi Raja Haji
Abdullah Tanjung Balai Karimun yang terletak di 1°3'0" LU dan 103°23'0" BT (1
mdpl), serta wilayah Stasiun Meteorologi Hang Nadim yang terletak di 1°7'1" LU
dan 104°7'12" BT (28 mdpl).
Curah hujan di wilayah Muara Sungai Kampar memiliki tipe ekuatorial
dengan dua puncak musim hujan maksimum (Gambar 13). Yulianti (2013)
menerangkan bahwa pola curah hujan bulanan di wilayah Pekanbaru, Riau selama
12 tahun terakhir memiliki puncak hujan maksimum pada bulan Maret dan
November. Berdasarkan data di wilayah kajian pada tahun 2014, puncak hujan
maksimum di Stasiun SSK II Pekanbaru adalah April dan Oktober, Stasiun Tanjung
Balai Karimun adalah Agustus dan Desember, serta Stasiun Hang Nadim adalah
Mei dan Desember.

CH Bulanan
(mm)

18
400
200
0
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Okt Nov Dec
Bulan

CH Bulanan
(mm)

(a)
600
400
200
0
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Okt Nov Dec
Bulan

CH Bulanan
(mm)

(b)
400
200
0
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Okt Nov Dec
Bulan
(c)
Gambar 13 Pola musiman curah hujan bulanan sepanjang tahun 2014 di
wilayah (a) Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, (b) Tanjung Balai
Karimun, dan (c) Hang Nadim Batam
Gambar 14 menjelaskan tentang pola distribusi curah hujan bulanan di tiga
stasiun pada tahun 2014 dan tinggi pasang surut maksimum rata-rata di Muara
Sungai Kampar. Pola distribusi yang dihasilkan memiliki nilai korelasi yang
berbeda-beda. Korelasi bernilai positif terjadi pada hubungan pola distribusi pasang
surut di Muara Sungai Kampar dengan Stasiun Tanjung Balai Karimun dan Stasiun
Hang Nadim Batam dengan nilai korelasi berturut-turut 0.36 dan 0.48. Korelasi
negatif terjadi pada hubungan pola distribusi pasang surut di Muara Sungai Kampar
dengan Stasiun SSK II Pekanbaru dengan nilai korelasi -0.36. Stasiun SSK II
Pekanbaru terletak di wilayah yang cukup jauh dari Sungai Kampar maupun Muara
Sungai Kampar. Hal ini berbeda dengan dua stasiun lainnya yaitu Tanjung Balai
Karimun dan Hang Nadim. Kedua stasiun tersebut terletak di dekat Muara Sungai
Kampar sehingga memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap kondisi
pasang surut di Muara Sungai Kampar. Mardiansyah et al. (2014) menjelaskan
bahwa tinggi curah hujan bulanan memiliki korelasi positif terhadap anomali
pasang surut di suatu wilayah kajian. Hal ini dapat dilihat pada peningkatan jumlah
curah hujan bulanan pada bulan-bulan tertentu, yang diikuti oleh peningkatan
ketinggian pasang surut (Gambar 14). Korelasi yang berbeda-beda dari tiap stasiun

19

500

3.35
3.3
3.25
3.2
3.15
3.1
3.05

400
300
200
100
0

Pasang Surut (m)

Curah Hujan (mm)

menunjukkan bahwa letak lokasi hujan berpengaruh kuat terhadap tinggi pasut.
Wilayah yang cukup jauh dari Muara Sungai Kampar tidak memiliki hubungan
yang cukup signifikan terhadap peristiwa pasang surut. Sebaliknya, curah hujan di
wilayah laut di sekitar Muara Sungai Kampar memiliki pengaruh terhadap kenaikan
tinggi pasang surut.

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Bulan
SSQ II PKU

Tanjung Balai Karimun

Hang Nadim

Pasut

Pasang sutut (mm)

Gambar 14 Pola distribusi jumlah curah hujan bulanan wilayah kajian tahun
2014 dan tinggi pasang surut maksimum rata-rata Muara Sungai
Kampar

3.32
3.3
3.28
3.26
3.24
3.22
3.2
3.18
3.16
3.14

y = 0.0002x + 3.1872
R² = 0.228
0

50

100
150
200
250
Curah hujan (mm)/ bulan

300

350

Gambar 15 Korelasi jumlah curah hujan bulanan di Stasiun Hang Nadim
Batam dan tinggi pasang surut maksimum rata-rata di Muara
Sungai Kampar
Bono terbesar terjadi pada saat bulan purnama atau mati (tanggal 15 dan 1
kalender Komariah), terutama bulan-bulan dengan jumlah curah hujan bulanan
yang tinggi. Hasil regresi linier tinggi pasang surut maksimum rata-rata di Muara
Sungai Kampar dengan jumlah curah hujan bulanan di wilayah Stasiun Hang
Nadim Batam menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.228 (Gambar
15). Hal tersebut menjelaskan bahwa hanya sekitar 20% jumlah curah hujan
bulanan di Stasiun Hang Nadim Batam berpengaruh terhadap tinggi pasang surut

20
maksimum rata-rata di Muara Sungai Kampar. Nilai koefisien determinasi (R2)
yang berbeda juga ditunjukkan untuk stasiun lain. Koefisien determinasi (R2)
sebesar 0.1263 ditunjukkan pada korelasi antara jumlah curah hujan bulanan di
Stasiun SSK II Pekanbaru dengan tinggi pasang surut maksimum rata-rata di Muara
Sungai Kampar (Lampiran 1). Koefisien determinasi (R2) lainnya sebesar 0.1331
ditunjukkan pada korelasi antara jumlah curah hujan bulanan di Stasiun Tanjung
Balai Karimun dengan t