Pengembangan Manajemen Kawasan Ekowisata Budaya Candi Muara Takus Kampar Riau

(1)

PENGEMBANGAN MANAJEMEN KAWASAN EKOWISATA

BUDAYA CANDI MUARA TAKUS KAMPAR RIAU

DODI SUKMA R.A

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan Manajemen Kawasan Ekowisata Budaya Candi Muara Takus Kampar Riau adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2017

Dodi Sukma R.A NIM E352130051


(4)

RINGKASAN

DODI SUKMA R.A. Pengembangan Manajemen Kawasan Ekowisata Budaya Candi Muara Takus Kampar Riau. Dibimbing oleh SAMBAS BASUNI dan TUTUT SUNARMINTO.

Candi Muara Takus (CMT) merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang berasal dari agama Buddha dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata. Pengembangan kawasan ekowisata budaya CMT sebagai cagar budaya, destinasi wisata serta tempat ibadah perlu dilakukan sebagai langkah untuk menjaga kawasan CMT dan meningkatkan ekonomi masyarakat. Apabila pariwisata budaya dikelola dengan cermat, sehingga memiliki potensi ekonomi yang menjadi motivasi bagi pemangku kebudayaan tersebut untuk memberikan penghargaan dan perlindungan terhadap warisan budaya. Dengan kata lain, pariwisata budaya mempunyai kebermaknaan ganda yaitu mampu meningkatkan nilai ekonomi dan nilai budaya. Penelitian bertujuan untuk pengembangan manajemen kawasan ekowisata budaya CMT.

Metode yang digunakan adalah metode survei (survey methods) dengan teknik kuesioner, yaitu suatu pengumpulan data yang memberikan daftar pertanyaan/pernyataan kepada informan/responden dengan harapan memberikan respon atas daftar pertanyaan tersebut. Kuesioner yang digunakan terelaborasi dari gabungan pertanyaan/pernyataan yang berpola terbuka, tertutup dan berskala (rating).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa para pihak mendukung pengembangan manajemen kawasan ekowisata CMT. Menghilangkan gap/kesenjangan dengan cara membentuk sebuah lembaga untuk mengelola CMT agar tidak terjadi tumpah tindih kebijakan serta memudahkan komunikasi, koordinasi, kolaborasi pihak terkait untuk mencapai tujuan yang diinginkan.


(5)

SUMMARY

DODI SUKMA R.A. Development of Management Area Eco-cultural Tourism Muara Takus Temple Kampar Riau. Supervised by SAMBAS BASUNI and TUTUT SUNARMINTO.

Muara Takus Temple (MTT) is a relic of the kingdom of Sriwijaya derived from Buddhism and it has the potential to be developed as a tourist attraction. MTT cultural development of the ecotourism area as a cultural heritage, tourist destinations and places of worship need to be done as a measure to keep the MTT area and improve the local economy. If cultural tourism will be managed carefully, it will be had the economic potential as the motivation for the cultural stakeholders to provide rewards and protection of cultural heritage. In other words, cultural tourism has a double significance that is able to increase the economic value and cultural value. The research aimed to develop ecotourism management of cultural MTT.

The used method was the method of survey (survey methods) with a questionnaire technique, which was a collection of data that provided a list of questions / statements to the informant / respondent hoped of providing a response to the questionnaire. The used questionnaire was elaborated from the combination question / statement patterned open, closed and scale (rating).

The research showed that the parties were supported the development of management area eco-cultural tourism muara takus temple. Eliminating the gaps by establishing an agency has been to manage the MTT in order to avoid overlapping policies and has been facilitated communication, coordination, collaboration parties were involved to achieve the desired objectives.


(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan

PENGEMBANGAN MANAJEMEN KAWASAN EKOWISATA

BUDAYA CANDI MUARA TAKUS KAMPAR RIAU

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017


(8)

(9)

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 ini adalah Ekowisata Budaya Candi Muara Takus, dengan judul Pengembangan Manajemen Kawasan Ekowisata Budaya Candi Muara Takus Kampar Riau.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS dan Bapak Dr Ir Tutut Sunarminto, M.Si selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir Ricky Avenzora, M.ScF yang telah banyak memberi saran. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Agoes Tri Mulyono dari Balai Pengelola Cagar Budaya (BPCB) Sumbar, Bapak Drs Amirullah selaku ketua yayasan matankari yang mewakili ahli waris, serta Bapak/Ibu dari Disparekraf Provinsi Riau, Disdikbud Provinsi Riau, Bappeda Provinsi Riau, Balitbang Provinsi Riau, Lembaga Adat Melayu Riau, Walubi Riau, Disparpora Kampar, Disdikbud Kampar, Dinas Kehutanan Kampar, Camat XIII Koto Kampar, Lurah Batu Besurat, Tokoh Pemuda serta Tokoh Masyarakat yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2017


(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Konsep Ekowisata Untuk Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan 3

Eco–Cultural Tourism 4

Fungsi Manajemen 5

Teori Organisasi 6

Teori Persepsi 6

Teori Motivasi dan Preferensi 7

Teori Partisipasi 9

Analisis Gap 11

3 METODE 12

Kerangka Pemikiran 12

Lokasi dan Waktu Penelitian 13

Alat dan Obyek Penelitian 13

Jenis Data 13

Pengumpulan Data 14

Analisis Data 15

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 16

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 16

Kompleks Candi Muara Takus 18

Para Pihak di Kawasan Candi Muara Takus (CMT) 29

Implementasi Manajemen 30

Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) 32

Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 33

Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kampar 34

Zonasi Kawasan Candi Muara Takus 35

Analisis Persepsi, Motivasi, Preferensi dan Partisipasi Para Pihak 36

Analisis Stakeholder 62

Analisis Gap 69


(12)

5 KESIMPULAN DAN SARAN 82

Kesimpulan 82

Saran 82

DAFTAR PUSTAKA 83

LAMPIRAN 83

RIWAYAT HIDUP 103

DAFTAR TABEL

1 Tipologi Partisipasi 10

2 Model Akuntabilitas GAP 11

3 Data Pokok dan Data Penunjang 14

4 Pengumpulan Data 15

5 Implementasi Manajemen 30

6 Persepsi Parapihak Terhadap Budaya 37

7 Persepsi Parapihak Terhadap Wisata Budaya 38

8 Persepsi Parapihak Terhadap Peninggalan Budaya Material 39 9 Persepsi Parapihak Terhadap Peninggalan Budaya Immaterial 39 10 Persepsi Parapihak Terhadap Potensi Peninggalan Budaya MH 41 11 Persepsi Parapihak Terhadap Potensi Peninggalan Budaya IH 41

12 Infrastruktur Kawasan CMT 42

13 Fasilitas Kawasab CMT 44

14 Rata-Rata Persepsi Para Pihak 45

15 Motivasi Ekonomi MH Parapihak 46

16 Motivasi Ekologi MH Parapihak 47

17 Motivasi Sosial Budaya MH Parapihak 47

18 Motivasi Ekonomi IH Parapihak 48

19 Motivasi Ekologi IH Parapihak 49

20 Motivasi Sosial Budaya IH Parapihak 50

21 Rata-Rata Motivasi Para Pihak 51

22 Preferensi Infrastruktur dan Fasilitas 52

23 Preferensi Pelatihan Masyarakat 53

24 Preferensi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat 53

25 Preferensi Pembangunan Image Ekowisata 54

26 Preferensi Monitoring dan Controling Image Ekowisata 55

27 Preferensi Penguatan Image Ekowisata 56

28 Preferensi Pelatihan dan Pembinaan 57

29 Preferensi Redistribusi Manfaat 58

30 Rata-Rata Preferensi Para Pihak 58

31 Partisipasi Wisatawan 59

32 Partisipasi Pemerintah 60

33 Partisipasi Masyarakat Terlibat Langsung 61

34 Partisipasi Masyarakat Tidak Terlibat Langsung 62

35 Partisipasi Para Pihak 62


(13)

37 Penilaian Pada Aspek Kepentingan Aturan 64

38 Penilaian Pada Aspek Kekuatan Aturan 65

39 Penilaian Pada Aspek Kepentingan di Lapangan 66

40 Penilaian Pada Aspek Kekuatan di Lapangan 67

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran Pengembangan Manajemen 12

2 Kerangka Operasional Pengembangan Manajemen 12

3 Lokasi Penelitian 13

4 Danau PLTA Koto Panjang 17

5 Situs Candi Muara Takus 18

6 Pagar Keliling 19

7 Candi Tua 20

8 Candi Mahligai 21

9 Candi Palangka 21

10 Candi Bungsu 22

11 Bangunan I dan Bangunan II 23

12 Bangunan III dan Bangunan IV 23

13 Bangunan V dan Bangunan VI 24

14 Tanggul Kuno 24

15 Fragmen Arca Dewi 25

16 Fragmen Lapik arca dan Kaki Arca 26

17 Lingkaran/ Cinci 26

18 Lempengan Perunggu Ganapati/Ganesa 27

19 Vajra (Simbol Petir) 28

20 Meja Miniatur 28

21 Lapik Arca berbentuk yoni 29

22 Struktur Organisasi BPCB 32

23 Struktur Organisasi DISPAREKRAF Riau 33

24 Struktur Organisasi DISPARPORA Kampar 34

25 Zonasi Candi Muara Takus 36

26 Upacara Ritual Agama Budha 40

27 Upacara Ritual Pengambilan Air Suci 40

28 Infrastruktur Kawasan CMT 43

29 Fasilitas Kawasan CMT 45

30 Kategori Stakeholder Berdasarkan Tupoksi/Aturan 65

31 Kategori Stakeholder Berdasarkan di Lapangan 68

32 Struktur Organisasi Lembaga CMT 71

33 Ilustrasi Pintu Gerbang Utama dan Pintu Masuk CMT 72

34 Ilustrasi Jalan Setapak 73

35 Ilustrasi Play Ground Area 73

36 Ilustrasi Souvenir Shop 74

37 Ilustrasi Café and Resto serta Mini Cafe 74

38 Ilustrasi Dermaga 75

39 Ilustrasi Museum CMT 75


(14)

41 Ilustrasi Camping Ground 76

42 Ilustrasi Kolam Pancing 77

43 Ilustrasi Mesjid 77

44 Ilustrasi Tracking and Animal Watching 78

45 Ilustrasi Toilet 78

46 Ilustrasi Area Parkir 79

47 Ilustrasi Transportasi Air 79

48 Rencana Kawasan Ekowisata Budaya CMT 80

DAFTAR LAMPIRAN

1 Indikator dan Verifier 86


(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak peninggalan budaya, mulai dari bahasa, kesenian tradisional, tempat tinggal sampai sistem kehidupan di setiap suku berbeda dari Sabang sampai Merauke. Menurut (BPS 2010) ada 1.128 suku yang tersebar dalam 33 provinsi dan keragaman bahasa terbesar di dunia. Sekitar 7000 bahasa di dunia, 742 bahasa di Indonesia. Jadi dari semua bahasa yang ada di dunia, lebih dari 10% ada di Indonesia. Banyaknya budaya yang ada di Indonesia hanya 17 budaya Indonesia yang telah diakui secara resmi oleh UNESCO. Warisan budaya Indonesia yang diakui dunia adalah: Taman nasional komodo, taman nasional ujung kulon, taman nasional lorentz, hutan hujan tropis, situs sangiran, candi borobudur, candi prambanan, wayang kulit, keris, angklung, gamelan, batik, noken, subak, sekaten, tari saman serta lumpia (UNESCO 2015).

Perpaduan antara sumber daya alam dan budaya tersebut, membuat Indonesia berpotensi besar dalam pengembangan eco-cultural tourism. Kedua produk ekowisata tersebut saat ini semakin prospektif untuk dikembangkan karena sesuai dengan trend pasar pariwisata global yang bergerak ke arah back to nature dan back to local culture. Pemahaman bahwa eco-cultural tourism sebagai alat yang tepat untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan lingkungan ekologis dan kebudayaan, serta ekonomi masyarakat perlu terus disosialisasikan kepada publik agar menjadi kesadaran bersama dalam menjaga keseimbangan hidup (Avenzora 2008).

Riau memiliki keragaman kebudayaan yang menjadi daya tarik wisata budaya. Contoh daya tarik wisata budaya yang terdapat di Riau adalah istana siak dan candi muara takus. Istana Siak merupakan peninggalan kerajaan Siak Sri Indrapura. Candi Muara Takus merupakan peninggalan budaya yang memuat nilai sejarah dan purbakala serta keberadaannya tidak terlepas kaitannya dengan Kedatuan Sriwijaya (Depdikbud 1993).

Candi Muara Takus (CMT) merupakan benda cagar budaya yang harus dijaga. Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, Situs cagar Budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan melalui proses penetapan (UU No 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya).

Kawasan CMT berpotensi untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata nasional yang memberi pengetahuan, pengalaman sejarah serta budaya. Manajemen kawasan CMT saat ini masih mendekati agak baik karena masih terjadi tumpang tindih kebijakan. Implementasi manajemen CMT saat ini dimanfaatkan sebagai cagar budaya, destinasi wisata serta tempat ibadah.

Pengembangan kawasan ekowisata budaya CMT sebagai cagar budaya, destinasi wisata serta tempat ibadah perlu dilakukan sebagai langkah untuk menjaga kawasan CMT dan meningkatkan ekonomi masyarakat, sejalan dengan (Damanik 2013) mengatakan bahwa jika parwisata budaya dikelola dengan cermat, sehingga memiliki potensi ekonomi yang menjadi motivasi bagi para pihak. Kebudayaan tersebut untuk memberikan penghargaan dan perlindungan terhadap warisan budaya. Dengan kata lain, pariwisata budaya mempunyai kebermaknaan ganda apabila ia mampu meningkatkan nilai ekonomi sekaligus dengan nilai budaya (Nurrochsyam 2010).


(16)

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sebuah solusi atau masukan terkait pengelolaan dan kebijakan terkait menjaga warisan dan nilai-nilai budaya yang terdapat pada kawasan tersebut dengan cara melakukan sebuah pengembangan manajemen kawasan CMT, agar dapat terus terjaga keberadaannya serta CMT dapat menjadi destinasi wisata nasional di Provinsi Riau yang berbasis pada sejarah dan kebudayaan lokal.

Perumusan Masalah

Kawasan CMT dimanfaatkan sebagai cagar budaya, destinasi wisata dan tempat ibadah. Pengelola kawasan ini terdiri atas berbagai stakeholder, setiap stakeholder memiliki kepentingan dan tujuan masing-masing. Semua stakeholder beranggapan bahwa kepentingannya merupakan prioritas utama, sehingga menyebabkan tumpang tindih kebijakan. Berdasarkan uraian masalah yang telah dipaparkan maka dapat dirumuskan bahwa :

1. Merumuskan manajemen CMT sebagai cagar budaya, destinasi wisata dan tempat ibadah.

2. Mempertemukan kepentingan-kepentingan atau tujuan dari setiap stakeholder.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum dalam penelitian ini yaitu pengembangan manajemen kawasan ekowisata budaya CMT. Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut :

1. Menganalisis implementasi manajemen CMT selaku cagar budaya, destinasi wisata dan tempat ibadah

2. Menganalisis persepsi, motivasi, preferensi dan partisipasi yang dimiliki masing-masing pihak terhadap pengembangan CMT

3. Menganalisis kategori stakeholder berdasarkan aturan dan implementasi dilapangan

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini yaitu :

1. Memberikan pandangan baru dalam Manajemen Candi Muara Takus sesuai dengan kapasitas, tanpa mengurangi manfaat kelestarian ekonomi, ekologi dan sosial budaya sebagai Objek Daya Tarik Wisata (ODTW) Nasional.

2. Sebagai landasan bagi pengelola dalam mengambil kebijakan dalam pengelolaan Candi Muara Takus, sehingga pengelolaan yang dilakukan dapat dilaksanakan secara optimal dan berkelanjutan.


(17)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Ekowisata Untuk Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan

Pariwisata berkelanjutan atau sustainable tourism adalah sebuah konsep turunan dari konsep pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan generasi yang akan datang untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Hal yang dapat menjamin terpeliharanya kegiatan membangun adalah tersedianya sumberdaya secara berkelanjutan untuk melaksanakan pembangunan. Jika dikaitkan dengan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya maka konteksnya adalah upaya pemanfaatan sumberdaya untuk pembangunan (kesejahteraan manusia), sedemikian rupa sehingga laju (tingkat) pemanfaatan tidak melebihi daya dukung (carrying capacity) sumberdaya tersebut untuk menyediakannya. Dengan kata lain keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya sangat ditentukan oleh tingkat pemanfaatan sumberdaya tersebut yang tidak melebihi daya dukungnya.

Salah satu mekanisme dari pariwisata berkelanjutan adalah ekowisata yang merupakan perpaduan antara konservasi dan pariwisata, yaitu pendapatan yang diperoleh dari pariwisata seharusnya dikembalikan untuk kawasan yang perlu dilindungi untuk pelestarian sumberdaya pariwisata. Ekowisata merupakan salah satu konsep baru dalam perkembangan pariwisata. Konsep ini muncul, berawal dari adanya gerakan back to nature yang mulai menyebar secara global pada tahun 80-an (Avenzora 2008). Gerak80-an Back to Nature merupakan sebuah landasan dan pergerakan aktif dalam pengembangan pariwisata secara berkelanjutan.

Nugroho (2011) mengungkapkan bahwa ekowisata merupakan bagian dari sustainable tourism. Pada dasarnya sustainability tourism mengisyaratkan untuk membangun dan memelihara 3 pilars of sustainability, yaitu pilar ekologi, pilar sosial-budaya dan sosial-ekonomi (Avenzora 2008). Ekowisata dianggap dapat menjaga ekosistem dengan mencegah erosi, memelihara integritas biologis, mempromosikan pendidikan konservasi dan menyediakan dorongan ekonomi serta menjaga keutuhan sosial budaya masyarakat setempat (Lash 1997).

Konsep ekowisata berikutnya dikemukakan oleh Damanik dan Weber (2006) yang mengemukakan bahwa : Ekowisata dapat dilihat dari tiga perspektif, yakni: pertama, ekowisata sebagai produk: kedua, sebagai pasar: dan ketiga, sebagai pendekatan pengembangan. Sebagai produk, ekowisata merupakan semua atraksi yang berbasis pada sumberdaya alam. Sebagai pasar, ekowisata merupakan perjalanan yang diarahkan pada upaya-upaya pelestarian lingkungan. Akhirnya sebagai pendekatan pengembangan, ekowisata merupakan metode pemanfaatan dan pengelolaan sumbersaya pariwisata secara ramah lingkungan .

Ekowisata memang dianggap sebagai sebuah “responsible travel” yang mengarahkan wisatawan untuk menggiatkan upaya-upaya konservasi demi kelestarian sumberdaya wisata. Namun jika dipandang sebagai product, maka akan terbuka peluang bagi setiap stakeholder untuk menciptakan produk yang berbeda dan bertolak belakang dengan gagasan yang diemban ecotourism dan jika dikaitkan dengan pengembangan maka pendekatan diatas juga diharapkan mampu menjadi driven-force bagi kematangan bidang ilmu ekowisata itu sendiri: baik dari segi


(18)

komprehensifitas lingkup keilmuan ataupun dalam segi spesialisasi keahlian (Avenzora 2008).

Beberapa istilah ekowisata (ecotourism) dikemukakan oleh Avenzora (2008) yaitu eco-forest tourism, eco-agro tourism, eco-marine tourism, eco-coastal tourism, eco-rural tourism, dan eco-city tourism. Dalam berbagai konteks, terminologi ekowisata hendaknya bukan hanya dimaknai sebagai suatu kegiatan wisata di destinasi alam saja, namun harus dimaknai sebagai roh dan jiwa dari setiap bentuk kegiatan wisata yang diwujudkan dalam bentuk menegakkan 7 pilar utama yang terdiri dari : (a) ekologi, (b) sosial budaya, (c) ekonomi, (d) pengalaman, (e) kepuasan, (f) kenangan dan (g) pendidikan. Dijelaskan, tiga pilar pertama erat kaitannya dengan paradigm pembangunan berkelanjutan, sedangkan 3 pilar kedua berkaitan dengan kebutuhan dasar wisatawan. Adapun pilar pendidikan merupakan pengejawantahan dari tingginya kebutuhan untuk mendidik semua pihak agar mempunyai kesadaran kolektif (baik dalam konteks kognitif, afektif maupun konteks motorik) guna secara sadar mewujudkan pembangunan berkelanjutan secara bersama-sama dan serentak (Avenzora 2013).

EcoCultural Tourism

Menurut (Avenzora 2008) Saat ini hampir tidak ada wilayah yang bebas dari sentuhan masyarakat manusia dengan kebudayaannya, termasuk di destinasi-destinasi ekowisata. Oleh sebab itu, para wisatawan ekowisata juga tidak hanya tertarik pada keindahan alam bebas tetapi juga pada aspek kebudayaan masyarakat lokal (local people) dan masyarakat adat/asli. Kesadaran terhadap pentingnya aspek budaya dalam ekowisata telah memunculkan istilah baru dalam kajian ekowisata, yaitu eco-cultural tourism. Istilah tersebut pada awalnya digunakan oleh para aktivis budaya yang mencintai lingkungan dan diadopsi oleh usaha perjalanan wisata dalam menawarkan diversifikasi kemasan produk ekowisata yang dibuatnya. Adapun telaahan konsep eco-cultural tourism baru dilakukan secara serius oleh (Walace dan Russell 2004 dalam Avenzora 2008) yang mendefinisikan konsep tersebut sebahai berikut.

Eco-cultural tourism is presented as a concept in which ecological and cultural aspects of landscape are combined to created a site for tourists. It is proposed as a way for communities with otherwise marginal cultural or ecological resources to develop.

Konsep eco-cultural tourism dengan demikian merupakan salah satu produk wisata hasil kombinasi dari daya tarik ekologis suatu destinasi dengan dengan aspek budaya dari masyarakat yang hidup di sekitarnya. Eco-cultural tourism merupakan konsep pengembangan pariwisata yang sangat cocok untuk memelihara keberlanjutan lingkungan terutama di wilayah-wilayah sensitif yang di dalamnya hidup nilai-nilai dan budaya marginal dari local people dan indigenous people.

Produk ekowisata tersebut adalah peninggalan budaya atau heritage, menurut (Avenzora 2008) peninggalan budaya atau heritage terbagi dua yaitu material dan immaterial : material heritage yaitu candi, tugu, monument, istana hingga masjid, gereja, pure dan klenteng adalah contoh-contoh material heritage berupa bangunan yang secara umum mudah dan dikenal oleh masyarakat. Sedangkan keris, belati,


(19)

Mandau hingga berbagai keramik dan berbagai tenun kuno adalah dapat digolongkan sebagai material heritage. Sedangkan immaterial heritage yaitu seni musik saluang dan rabab di Sumatra Barat, angling dan kecapi di Jawa Barat, hingga berbagai musik seni gamelan di Jawa Tengah dan Jawa Timur, ataupun seni musik bamboo di Tana Toraja adalah contoh-contoh seni yang termasuk dalam kelompok immaterial heritage.

Fungsi Manajemen

Secara sederhana, manajemen adalah apa yang dilakukan manajer. Menurut Robbins (2002) manajemen adalah sebuah proses mengkoordinasi kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Adapun fungsi-fungsi dari manajemen yaitu :

Planning (Perencanaan)

Fungsi perencanaan itu mencakup proses merumuskan sasaran, menetapkan suatu strategi untuk mencapai sasaran tersebut, dan menyusun rencana guna memadukan dan mengkoordinasikan sejumlah kegiatan.

Organizing (Pengorganisasian)

Fungsi pengorganisasian mencakup proses menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana cara mengelompokan tugas-tugas itu, siapa melapor kepada siapa, dan pada tingkatan apa keputusan harus diambil.

Actuating (Menggerakkan)

Setiap organisasi mencakup orang-orang, dan tugas manajemen adalah bekerja dengan melalui seseorang guna mencapai sasaran organisasi. Itu merupakan Fungsi kepemimpinan yaitu menggerakkan. Apabila manajer memotivasi bawahannya, mempengaruhi individu atau tim sewaktu mereka bekerja, memilih saluran komunikasi yang paling efektif, atau menyelesaikan masalah perilaku karyawan dengan cara apapun, mereka itu memimpin.

Controlling (Pengendalian)

Fungsi manajemen yang terakhir yaitu dilakukan oleh para manajer adalah pengendalian. Setelah sasaran ditentukan dan rencana dirumuskan (fungsi perencanaan), pengaturan strukturnya ditentukan (fungsi organisasi), dan orang-orang dipekerjakan, dilatih dan diberi motivasi (fungsi menggerakan) ada sejumlah evaluasi untuk mengetahui apakah segala sesuatunya berjalan sesuai rencana. Untuk menjamin agar segala sesuatu berjalan sebagaimana mestinya, para manajer harus memantau dan mengevaluasi kinerja. Kinerja aktual harus diperbandingkan dengan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Seandainya terdapat penyimpangan yang berarti, tugas manajemen adalah mengembalikan pekerjaan itu pada jalurnya. Proses memantau, memperbandingkan dan mengkoreksi itulah yang kita maksudkan dengan fungsi pengendalian.


(20)

Teori Organisasi

Organisasi adalah pengaturan yang disengaja terhadap sejumlah orang untuk mencapai tujuan tertentu (Robbins 2002). Secara sederhana Gibson (2005) mengemukakan pendapatnya organisasi adalah unit yang dikoordinasikan dan berisi paling tidak dua orang atau lebih yang fungsinya adalah untuk mencapai tujuan bersama atau seperangkat tujuan bersama. Organisasi dibentuk agar dapat menjadi unit sosial yang paling efektif dan efisien. Efektivitas organisasi diukur dari tingkat sejauh mana mencapai tujuannya, sedangkan efisiensi organisasi dikaji dari segi jumlah sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan suatu unit masukan. Biasanya masukan berkaitan erat, tetapi tidak sama dengan tujuan organisasi.

Tujuan organisasi mencakup beberapa fungsi, yaitu memberikan pengarahan dengan cara menggambarkan keadaan masa akan datang yang senantiasa berusaha dikejar dan diwujudkan oleh organisasi. Dengan demikian, tujuan tersebut menciptakan pula sejumlah pedoman bagi landasan kegiatan organisasi. Tujuan juga merupakan sumber legitimasi yang membenarkan setiap kegiatan organisasi, serta eksistensi organisasi itu sendiri. Selain itu, tujuan berfungsi sebagai patokan yang dapat dipergunakan oleh anggota organisasi maupun kalangan luar untuk menilai keberhasilan organisasi, misalnya dari segi efektivitas maupun efisiensi. Tujuan organisasi juga berfungsi sebagai tolak ukur bagi para ilmuan dibidang organisasi gunanya mengetahui seberapa jauh organisasi berjalan secara baik.

Teori Persepsi

Persepsi merupakan proses kognitif yang memungkinkan kita untuk menginterpretasikan dan memahami lingkungan sekitar kita atau dikatakan suatu proses dalam menginterpretasikan suatu lingkungan (Kreitner dan Kinicki 2010). Persepsi juga dimaknai sebagai suatu proses dimana individu mengorganisir dan menginterpretasikan tanggapan kesan mereka dengan maksud memberi makna pada lingkungan mereka namun apa yang kita rasakan dapat berbeda secara substansial dari realitas objektif (Robbins dan Judge 2011). Sementara Sarwono (2003) mengungkapkan persepsi adalah kemampuan seseorang untuk mengorganisir suatu pengamatan, dimana kemampuan tersebut mencakup; kemampuan untuk membedakan, kemampuan untuk mengelompokkan dan kemampuan untuk menfokuskan. Oleh karena itu seseorang bisa saja memiliki persepsi yang berbeda walaupun obyeknya sama. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya perbedaan dalam hal sistem nilai dan ciri kepribadian individu yang bersangkutan.

Berdasarkan pada konsep teori persepsi yang dikemukakan beberapa ahli tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan suatu proses pemaknaan terhadap sesuatu dengan menggunakan alam batiniyah dan jasmaniah guna menginterpretasikan sesuatu obyek atau sasaran secara baik dan benar. Alam batiniyah yang dimaksud adalah alam kalbu sementara alam jasmani meliputi mata, telinga, hidung, lidah dan kulit.

Menginterpretasikan apa yang kita lihat, interpretasi kita sangat dipengaruhi oleh karaterisktik personal kita. Karateristik yang mempengaruhi persepsi kita termasuk sikap, kepribadian, motif, kepentingan, pengalaman masa lalu, dan harapan. Sebaliknya, karateristik dari target yang kita amati juga mempengaruhi


(21)

apa yang kita rasakan. Orang yang suka berbicara keras mungkin lebih diperhatikan dalam kelompok daripada pendiam. Demikian juga orang yang sangat menarik dan tidak menarik. Karena kita tidak menempatkan target dalam isolasi, hubungan antar target dengan latar belakangnya juga mempengaruhi persepsi (Wibowo 2013).

Menurut Sarwono (2003) perbedaan persepsi antar individu atau kelompok disebabkan oleh beberapa hal yaitu (1) perhatian, dimana manusia biasanya tidak mampu menangkap seluruh rangsangan yang ada disekitarnya secara sekaligus, (2) set, adalah kesiapan mental seseorang untuk menghadapi sesuatu rangsangan yang akan timbul dengan cara tertentu, (3) kebutuhan, dimana kebutuhan-kebutuhan sesaat maupun yang menetap pada diri seseorang akan mempengaruhi persepsi orang tersebut, (4) sistem nilai, dimana sistem nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat berpengaruh terhadap persepsi, (5) tipe kepribadian, (6) gangguan kejiwaan.

Teori Motivasi dan Preferensi

Hamzah (2008) menjelaskan istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah lakunya, berupa rangsangan dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu. Hamalik (2004) menjelaskan motivasi dapat berupa dorongan-dorongan dasar atau internal dan intensif diluar individu atau hadiah. Motivasi adalah proses membangkitkan, mempertahankan, dan mengontrol minat-minat. Sedangkan Purwanto (2003) menyebutkan bahwa motivasi mengandung tiga komponen pokok yaitu menggerakan, mengarahkan atau menyalurkan tingkah laku dan menopang serta menjaga tingkah laku. Pendapat lain mengenai motivasi juga dikemukakan oleh Dimyati dan Mudjiono (2009) yang mengatakan bahwa motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia.

Teori motivasi mulai dikenal pada tahun 1950-an. Secara khusus pada awalnya ada tiga teori motivasi antara lain, teori hierarki kebutuhan (the hierarchy of needs theory), teori dua faktor (two factor theory), dan teori X dan Y (theories X dan Y) (Bangun 2011). Teori hierarki kebutuhan yang pertama kali dikemukakan oleh Abraham Maslow, mungkin bisa dikatakan teori inilah yang paling popular bila dibandingkan dengan teori motivasi lainnya. Teori ini menjelaskan bahwa setiap manusia mempunyai kebutuhan (need) yang munculnya sangat tergantung pada kepentingannya secara individu.

Berdasarkan hal tersebut, Maslow membagi kebutuhan manusia tersebut menjadi lima tingkatan, sehingga teori motivasi ini disebut sebagai “the five hierarchy need” mulai dari kebutuhan yang pertama sampai pada kebutuhan yang tertinggi. Adapun kelima tingkatan kebetuhan tersebut antara lain, Kebutuhan fisiologis (physiological need), kebutuhan rasa aman (safety need), kebutuhan sosial (social need), kebutuhan harga diri (esteem need) dan kebutuhan untuk aktualisasi diri (need for self actualization).


(22)

Kebutuhan fisiologis

Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan yang paling dasar yang harus dipenuhi untuk hidup. Manusia dalam hidupnya lebih mengutamakan kebutuhan fisiologis, karena kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi hidup manusia. Setelah kebutuhan ini terpenuhi, manusia baru dapat memikirkan kebutuhan yang lebih tinggi. Kebutuhan fisiologis ini sering juga disebut kebutuhan tingkat pertama (the first need), antara lain, kebutuhan makan, minum, tempat tinggal, seks dan istirahat.

Kebutuhan rasa aman

Setelah kebutuhan tingkat pertama terpenuhi maka muncul kebutuhan tingkat kedua sebagai penggantinya, yaitu kebutuhan rasa aman. Ini merupakan kebutuhan akan keselamatan dan perlindungan atas kerugian fisik. Manusia mendirikan rumah yang bebas dari bahaya, seperti mendirikan rumah yang bebas dari ancaman binatang buas, dan bebas dari banjir.

Kebutuhan sosial

Kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan sosial, setiap manusia ingin untuk berkelompok. Kebutuhan sosial mencakup kasih sayang, rasa memiliki, rasa diterima dengan baik, dan persahabatan. Umumnya manusia setelah dapat memenuhi kebutuhan fisiologis dan rasa aman ingin memenuhi kebutuhan sosial. Pada tingkat ini manusia sudah ingin bergabung dengan kelompok-kelompok lain di tengah-tengah masyarakat.

Kebutuhan harga diri

Kebutuhan harga diri menyangkut faktor penghormatan diri seperti harga diri, otonomi dan prestasi; dan faktor penghormatan dari luar misalnya, status, pengakuan dan perhatian. Pada tingkat ini, manusia sudah menjaga image, karena merasa harga dirinya sudah meningkat dari sebelumnya. Perilakunya sudah berbeda dari sebelumnya baik cara bicara, tidak sembarang tempat untuk berbelanja dan lain sebagainya.

Kebutuhan aktualisasi diri

Kebutuhan ini muncul setelah keempat kebutuhan sebelumnya terpenuhi. Kebutuhan ini merupakan dorongan agar menjadi seseorang yang sesuai dengan ambisinya yang mencakup pertumbuhan, pencapaian potensi, dan pemenuhan kebutuhan diri.

Kebutuhan yang telah memberikan kepuasan, maka kebutuhan yang berikutnya menjadi dominan. Dari titik pandangan motivasi, teori Maslow mengatakan bahwa meskipun tidak ada kebutuhan yang terpenuhi secara lengkap, suatu kebutuhan yang dapat memberikan kepuasan yang cukup banyak tidak akan termotivasi lagi. Selanjutnya, Maslow membagi kelima kebutuhan tersebut menjadi kebutuhan order tinggi (high order need) dan order rendah (low order need). Kebutuhan order rendah termasuk kebutuhan fisiologis dan kebutuhan rasa aman, sedangkan kebutuhan order tinggi termasuk kebutuhan sosial, harga diri, dan aktualisasi diri. perbedaan antara kedua order itu adalah pada kebutuhan order tinggi dipenuhi secara internal yaitu berasal dari dalam diri orang tersebut,


(23)

sedangkan kebutuhan order rendah dipenuhi secara eksternal atau berasal dari luar diri orang tersebut seperti upah, kontrak serikat buruh, dan masa kerja (Bangun 2011).

McShane dan Glinow (2010) memberikan definisi motivasi sebagai kekuatan dalam diri seseorang, yang mempengaruhi arah (direction), intensitas (intensity) dan ketekunan (persistence) perilaku sukarela. Pekerja yang termotivasi berkeinginan menggunakan tingkat usaha tertentu (intensity), untuk sejumlah waktu tertentu (persistence) terhadap tujuan tertentu (direction). Sedangkan Kreitner dan Kinicki (2005) menyatakan motivasi merupakan proses psikologis yang membangkitkan (arausal), mengarahkan (direction) dan ketekunan (persistence) dalam melakukan tindakan secara sukarela yang diarahkan pada pencapaian tujuan.

Pengertian preferensi merupakan sesuatu yang menjadi pilihan atau keinginan dari masing-masing individu atau kelompok dalam memandang suatu hal. Menurut Sugono (2008) preferensi memiliki arti sebagai hak istimewa, pengutamaan, pilihan yang paling disukai, kecenderungan atau hal yang didahulukan dan diprioritaskan, pilihan kecenderungan atau kesukaan dalam menggunakan atau memanfaatkan sesuatu. Atas pengertian tersebut maka preferensi dalam kaitannya dengan pemanfaatan lahan kultural adalah mencakup keinginan atau kemauan yang lebih disukai berbagai stakeholder atau pemanfaat lahan kultural (baik masyarakat personal, masyarakat desa, pemerintah, dan pengusaha/investor) terhadap pemanfaatan lahan kultural sehingga mampu menciptakan keberlanjutan lahan-lahan kultural dalam kegiatan kepariwisataan.

Teori Partisipasi

Secara umum partisipasi dimaknai sebagai suatu rangkaian keterlibatan masyarakat dalam satu proses pembangunan baik yang dilakukan secara aktif maupun pasif. Berikut ini dipaparkan teori-teori partisipasi oleh beberapa ahli, yang dikutip dari Theresia et al. (2014) sebagai berikut:

a. Partisipasi adalah tindakan untuk “mengambil bagian” yaitu kegiatan atau pernyataan untuk mengambil bagian dari kegiatan dengan maksud untuk memperoleh manfaat.

b. Partisipasi merupakan keikutsertaan seseorang di dalam kelompok sosial untuk mengambil bagian dari kegiatan masyarakatnya di luar pekerjaan atau profesinya sendiri.

c. Partisipasi khususnya partisipasi yang tumbuh karena pengaruh atau tumbuh karena adanya rangsangan dari luar, merupakan gejala yang dapat diindikasikan sebagai proses perubahan sosial yang eksogen (exogenous change). Karateristik dari proses partisipasi ini adalah semakin mantapnya jaringan sosial (social networking) yang “baru” yang membentuk suatu jaringan sosial bagi terwujudnya suatu kegiatan untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang diinginkan.

d. Suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan pembagian kewenangan, tanggungjawab, dan manfaat. Tumbuhnya interaksi dan komunikasi tersebut dilandasi oleh adanya kesadaran yang dimiliki oleh yang bersangkutan mengenai (1) kondisi yang tidak memuaskan dan harus diperbaiki, (2) kondisi tersebut dapat diperbaiki melalui kegiatan manusia atau masyarakatnya sendiri, (3) kemampuannya untuk berpartisipasi dalam kegiatan


(24)

yang dapat dilakukan, (4) adanya kepercayaan diri, bahwa ia dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat dalam suatu kegiatan. Berdasarkan pemaparan para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa, partisipasi merupakan keterlibatan masyarakat dalam suatu kegiatan pembangunan untuk tujuan yang bermanfaat, yang dilakukan untuk memperbaiki kondisi tertentu dalam berbagai aspek kehidupan. Membedakan partisipasi berdasarkan tipologinya sebagaimana tertera pada Tabel 1 berikut di bawah ini:

Tabel 1. Tipologi partisipasi

Tipologi Karakteristik

Partisipasi pasif/ manipulatif

Masyarakat diberitahu apa yang sedang atau telah terjadi

Pengumuman sepihak oleh pelaksana proyek tanpa memperhatikan tanggapan masyarakat.

Informasi yang dipertukarkan terbatas pada kalangan profesional di luar kelompok sasaran.

Partisipasi informatif

Masyarakat menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian

Masyarakat tidak diberi kesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses penelitian.

Akurasi hasil penelitian tidak dibahas bersama masyarakat. Partisipasi

konsultatif

Orang luar mendengarkan, menganalisis masalah dan pemecahannya Tidak ada peluang untuk pembuatan keputusan bersama

Para profesional tidak berkewajiban untuk mengajukan pandangan Masyarakat (sebagai masukan) untuk ditindaklanjuti

Partisipasi insentif Masyarakat memberikan korbanan/ jasanya untuk memperoleh imbalan berupa insentif/ upah

Masyarakat tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran atau eksperimen-eksperimen yang dilakukan

Masyarakat tidak memiliki andil untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan setelah insentif dihentikan

Partisipasi fungsional

Masyarakat membentuk kelompok untuk mencapai tujuan proyek Pembentukan kelompok (biasanya) setelah ada keputusan-keputusan utama yang disepakati

Pada tahap awal, masyarakat tergantung kepada pihak luar, tetapi secara bertahap menunjukkan kemandiriannya

Partisipasi interaktif

Masyarakat berperan dalam analisis untuk perencanaan kegiatan dan pembentukan atau penguatan kelembagaan

Cenderung melibatkan metode indisipliner yang mencari keragaman perspektif dalam proses belajar yang terstruktur dan sistematik

Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol atas (pelaksanaan) keputusan-keputusan mereka sehingga memiliki andil dalam keseluruhan proses kegiatan

Self Mobilization (Mandiri)

Masyarakat mengambil inisiatif sendiri secara bebas (tidak dipengaruhi oleh pihak luar) untuk mengubah sistem atau nilai-nilai yang mereka miliki

Masyarakat mengembangkan kontak dengan lembaga-lembaga lain untuk mendapatkan bantuan-bantuan teknis dan sumber daya yang diperlukan

Masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumber daya yang ada dan atau digunakan


(25)

Analisis Gap

Analisis Gap mengidentifikasi empat dimensi utama yang membuat organisasi menjadi lebih akuntabel terhadap pemangku kepentingan, yaitu transparansi, partisipasi, evaluasi, dan keluhan serta perbaikan (Kovach 2009). Semakin tinggi kualitas dan tingkatan kelekatan dimensi-dimensi ini di semua kebijakan organisasi, proses dan praktek, semakin akuntabel pula organisasi tersebut. Model akuntabilitas Gap, selengkapnya disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Model akuntabilitas Gap

Model akuntabilitas Gap

Dimensi Deskripsi dimensi

Transparansi Transparansi merujuk kepada mengimplikasikan aliran informasi yang bersifat bebas: proses yang langsung bisa diakses kepada pemangku kepentingan dan informasi yang cukup disediakan untuk memahami dan memantau mereka. Dimensi ini menyangkut derajat informasi yang disediakan oleh organisasi kepada publik, mengeksplorasi akses terhadap pembuatan keputusan internal melalui informasi mengenai misi organisasi, aktivitas dan keuangan.

Partisipasi Partisipasi merujuk kepada derajat organisasi yaitu sejauh mana melibatkan pemangku kepentingan mereka (internal dan eksternal) di semua tingkatan pembuat keputusan di dalam organisasi. Partisipasi tidak hanya meliputi isu tata pengurusan internal, misalnya, dengan melihat soal keterwakilan, transparansi dan tingkat kontrol oleh dewan pengurus dan eksekutif yang dimiliki di dalam organisasi, tetapi juga meluas kepada keterlibatan organisasi dengan pemangku kepentingan eksternal melalui konsultasi dan kerjasama di tingkatan proyek maupun kebijakan Evaluasi Dimensi ini merujuk pada kehadiran atau efektifitas peralatan dan

prosedur untuk mengevaluasi kinerja sebuah organisasi. Evaluasi mengakui adanya kebutuhan akan dua tipe evaluasi untuk membantu organisasi meningkatkan akuntabilitasnya evaluasi internal (dilaksanakan oleh staf yang menilai pekerjaan mereka sendiri) dan evaluasi eksternal (di mana informasi dievaluasi oleh otoritas independen yang kompeten). Perangkat evaluasi bisa dikombinasikan dengan proses partisipasi untuk membangun mekanisme akuntabilitas eksternal ke bawah melalui keikutsertaan sistematis dari pemangku kepentingan dalam mengevaluasi organisasi

Keluhan dan perbaikan

Dimensi ini merujuk kepada mekanisme dimana organisasi memungkinkan pemangku kepentingannya (internal dan eksternal) untuk menyatakan keluhan terhadap keputusan dan tindakannya, dan memastikan bahwa keluhan-keluhan ini dikaji secara tepat dan tindakan akan diambil (De Las Casas, 2005). Memudahkan pemangku kepentingan untuk membawa keluhan terhadap organisasi adalah aspek kritis dari akuntabilitas.


(26)

3

METODE

Kerangka Pemikiran

Kerangka Penelitian ini terdiri dari input, proses dan output. Output dapat dikategorikan output yang diinginkan dan output yang tak diinginkan. Output yang tak diinginkan merupakan hal yang tidak dapat dihindari dan kadang-kadang diidentifikasi sebagai pengaruh negatif bagi kinerja sistem. Output yang tidak diinginkan perlu ditindaklanjuti dengan manajemen agar input terkontrol dan menghasilkan output yang diinginkan (Gambar 1 dan Gambar 2).

Gambar 1. Kerangka Umum Pemikiran Pengembangan Manajemen Ekowisata Budaya Candi Muara Takus

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Pengembangan Manajemen Ekowisata Budaya Candi Muara Takus


(27)

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau pada bulan Januari sampai Maret 2016. Penelitian ini dimulai dari Observasi lapangan pada bulan Februari 2015 dan Pengambilan data dimulai dari bulan Januari sampai Maret 2016. (Gambar 2).

Sumber: Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat (2015)

Gambar 3. Lokasi Penelitian

Alat dan Obyek Penelitian

Obyek penelitian adalah kawasan Candi Muara Takus, dengan obyek penelitian yaitu pelaku ekowisata yang terlibat dalam kegiatan ekowisata di Candi Muara Takus Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Alat yang digunakan adalah alat tulis, instrumen, kamera, dan komputer yang dilengkapi perangkat lunak Microsoft Office 2010.

Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data pokok dan data penunjang. Data pokok dan data penunjang diperoleh dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dan dikumpulkan langsung dari lokasi penelitian. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui buku, jurnal dan referensi lainnya (Tabel 3).


(28)

Tabel 3. Data Pokok dan Data Penunjang

Klasisfikasi Data Jenis Data Sumber Data

Primer Sekunder

Pokok Struktur Organisasi Peta Zonasi

Peta Candi Muara Takus SDM Persepsi Motivasi Preferensi Partisipasi √ √ √ √ √ √ √ √

Penunjang Foto Peninggalan CMT √

Pengumpulan Data

Besar ukuran sampel pengunjung pada tiap obyek wisata ditetapkan dengan mengacu pada saran Roscoe (1982 dalam Sugiyono 2012) yang menyatakan bahwa apabila sampel dibagi dalam kategori, maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30 responden. Dengan demikian maka total jumlah responden wisatawan pada obyek wisata adalah 30 orang responden. Sedangkan informan dalam penelitian ini berjumlah 17 orang, dari instansi pemerintahan berjumlah 10 terdiri dari BPCB Sumbar, Disparekraf Riau, Disdikbud Riau, Bappeda Riau, Balitbang Riau, Disparpora Kampar, Disdikbud kampar, Dishut Kampar, Kecamatan XIII Koto Kampar dan Kelurahan Batu Besurat , informan dari masyarakat yang terlibat langsung berjumlah tiga orang terdiri dari Juru kunci/ Yayasan matankari, Tokoh Pemuda dan Pedagang Souvenir. Informan dari masyarakat yang tidak terlibat langsung berjumlah empat orang terdiri dari Dosen ilmu budaya, Dosen Kehutanan, LAM Riau dan Walubi Riau.

Penentuan informan dari instansi pemerintahan, masyarakat terlibat langsung dan masyarkat tidak terlibat langsung dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu dilakukan berdasarkan kebutuhan data yang diinginkan dengan ketentuan peran serta informan dalam kegiatan wisata, pertimbangan lain adalah kemudahan dalam wawancara dan kesediaan untuk memberikan informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan penelitian. Sementara itu penentuan responden wisatawan dilakukan dengan metode accidental sampling, dengan pertimbangan cara ini dilakukan berdasarkan kemudahan pengambilan data yaitu dilakukan terhadap responden kebetulan berada di kawasan CMT. Adapun pengumpulan data penelitian disajikan pada (Tabel 4).

Metode yang digunakan adalah metode survei (survey methods) dengan teknik kuesioner, yaitu suatu pengumpulan data yang memberikan daftar pertanyaan/pernyataan kepada informan/responden dengan harapan memberikan respon atas daftar pertanyaan tersebut. Kuesioner yang digunakan terelaborasi dari gabungan pertanyaan/pernyataan yang berpola terbuka, tertutup dan berskala (rating). Skala yang digunakan untuk pertanyaan adalah 1-7 (merupakan pengembangan dari skala Likert 1-5). Penggunaan skala 1-7 diterapkan karena sesuai dengan karakter masyarakat Indonesia yang mengartikulasikan suatu nilai dengan sangat detail (Avenzora 2008).


(29)

Tabel 4. Pengumpulan Data

Sampel Para Pihak Jumlah

Sampel Deskripsi Sampel

Responden Wisatawan 30 Terdiri atas 30 pengunjung pada objek wisata Candi Muara Takus

Informan Pemerintah 10 Terdiri dari BPCB Sumbar, Disparekraf Riau, Disdikbud Riau, Bappeda Riau, Balitbang Riau, Disparpora Kampar, Disdikbud kampar, Dishut Kampar, Kecamatan XIII Koto Kampar dan Kelurahan Batu Besurat Masyarakat Telibat

Langsung

3 Terdiri dari Ahli waris/ Yayasan Matankari, Tokoh Pemuda dan Pedagang Souvenir.

Masyarakat Tidak Terlibat Langsung

4 Terdiri dari Dosen ilmu budaya, Dosen Kehutanan, LAM Riau dan Walubi Riau.

Analisis Data Analisis Implementasi Manajemen CMT

Menganalisis implementasi manajemen wisata di CMT, dengan cara menilai perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating) dan pengawasan (controling) manajemen CMT saat ini berdasarkan kriteria dan indikator yang telah dibangun.

Analisis One Score-One Indicator System

Analisis One Score-One Indicator System digunakan untuk pengukuran persepsi, motivasi, preferensi dan partisipasi dengan pemberian skor 1 (satu), untuk 1 (satu) indikator, dengan skala yang digunakan adalah 1-7 (merupakan pengembangan dari skala Likert 1-5). Penggunaan skala 1-7 diterapkan karena sesuai dengan karakter masyarakat Indonesia yang mengartikulasikan suatu nilai dengan sangat detail (Avenzora 2008). Nilai skor 1-7 diberikan pernyataan sebagai berikut: (1) sagat tidak setuju (2) tidak setuju (3) agak tidak setuju (4) ragu-ragu (5) agak setuju (6) setuju, dan (7) sangat setuju.

Analisis Stakeholder

Analisis stakeholders bertujuan untuk membantu dalam upaya mencapai keberhasilan dalam pengelolaan serta membantu penyelesaian masalah yang melibatkan banyak pihak. Menurut (Bryson 2004) analisis stakeholders dilakukan untuk mengenali dan memahami suatu isu atau menyelesaikan masalah. Teknik dalam analisis stakeholders yang dapat digunakan adalah dengan membuat kuadran power (kekuatan) dan interest (kepentingan). Analisis stakeholders dapat


(30)

menggunakan matriks pengaruh dan kepentingan dengan mengklasifikasikan stakeholder ke dalam Key players, context setters, subjects, dan crowd.

Pengaruh (influence) merujuk pada kekuatan (power) yang dimiliki stakeholders untuk mengontrol proses dan hasil dari suatu keputusan. Kepentingan (interest) merujuk pada kebutuhan stakeholders dalam pencapaian output dan tujuan. Penilaian yang dilakukan dengan menggunakan skala likert yang disesuaikan, yaitu skala 1: sangat tidak tinggi; skala 2: tidak tinggi; skala 3: agak tidak tinggi; skala 4: cukup/ biasa saja; skala 5: agak tinggi; skala 6: tinggi dan skala 7: sangat tinggi (Avenzora 2008).

Analisis Gap

Analisis Gap yaitu untuk melihat kesenjangan antara keinginan dan kenyataan yang terjadi dilapangan. Parasuraman et al. (1985:42) menyebutkan bahwa GAP analisis atau kualitas pelayanan (service quality) adalah hasil perbandingan antara harapan konsumen dengan kinerja pelayanan aktual. Sementara Lewis dan Boom (1983; dalam Parasuraman et al. 1985: 42) mengatakan bahwa gap analisis merupakan ukuran seberapa baik suatu layanan menemui kecocokan dengan harapan pelanggan. Maka daripada itu, hasil skoring dari rata-rata preferensi para pihak dibandingkan dengan hasil persepsi, motivasi dan partisipasi para pihak. Sehingga didapatlah gap keinginan dan kenyataan yang terjadi di kawasan CMT

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Menurut BPS Kabupaten Kampar (2015) Kecamatan XIII Koto Kampar luas wilayahnya lebih kurang 92.036 Ha. Batas wilayah Kecamatan XIII Koto Kampar meliputi; utara berbatasan dengan Kecamatan Tapung, selatan berbatasan dengan Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Barat berbatasan dengan Kecamatan Koto Kampar Hulu dan Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatra Barat serta timur berbatasan dengan Kecamatan Bangkinang Barat, Kecamatan Salo dan Kecamatan Kampar Kiri. Jumlah penduduk sebanyak 21.941 jiwa pada tahun 2014. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 11.482 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 10.513 jiwa, dengan 5.399 jumlah Kepala Keluarga (KK). Terdapat 13 Desa/ Kelurahan di Kecamatan XIII Koto Kampar, terdiri dari; Balung, Pulau Gadang, Tanjung alai, Batu Bersurat, Koto tuo, Muara takus, Gunung, Bungsu, Koto Mesjid, Lubuk agung, Ranaha, Sungkai, Binamang, Pongkai istiqomah dan Koto tuo barat. Pusat pemerintahan berada di Kelurahan Batu Bersurat, Kelurahan Batu Bersurat memiliki jumlah penduduk terbanyak yaitu sebanyak 2.782 jiwa, 1.428 jiwa penduduk laki-laki dan 1.354 jiwa penduduk perempuan. Desa yang paling sedikit penduduknya adalah Desa pongkai istiqomah dengan jumlah penduduk sebanyak 691 jiwa, terdiri dari 346 jiwa laki-laki dan 345 jiwa penduduk perempuan.

Mata pencaharian masyarakat Kecamatan XIII Koto Kampar adalah petani. Pertanian adalah kegiatan ekonomi utama masyarakat kecamatan XIII Koto kampar, rata-rata masyarakat di beberapa desa di kecamatan XIII Koto Kampar memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bergantung pada kelapa sawit, hampir mencapai angka


(31)

presentase 15% dan sebagian lagi bercocok tanam palawija. Selain pertanian terdapat juga budi daya perikanan di desa Koto Mesjid yang dinobatkan sebagai sentra patin Se-Kabupaten Kampar, karena dari 535 kepala keluarga (KK), 98 persennya dibidang budi daya ikan patin dan sisanya sektor pertanian karet.

Kecamatan XIII Koto Kampar memiliki budaya berkaitan erat dengan kesejahteraan, keindahan, kebijaksanaan dan ketentraman, oleh karena itu budaya akan berkembang apabila masyarakat makmur dan sejahtera. Mayoritas masyarakat di Kecamatan XIII Kota Kampar adalah Islam yang ditunjukan dengan 20 buah mesjid, 61 buah surau/mushola dan tidak ditemukan tempat peribadatan agama lain, sehingga diperkirakan lebih dari 97 persen adalah agama Islam, sedangkan 3 persen sisanya adalah agama lain. Selain itu Kecamatan XIII Koto Kampar juga menyimpan potensi wisata. Banyak objek wisata yang belum dioptimalkan potensinya dalam rangka mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD) maupun mendongkrak ekonomi masyarakat di beberapa kawasan wisata tersebut. Potensi wisata itu adalah CMT dan Danau PLTA Koto Panjang. CMT yang merupakan wisata budaya dan danau PLTA Koto Panjang wisata alam yang terbentuk karena pembangunan proyek PLTA Koto Panjang. Danau ini membentang luas di atas perkampungan desa-desa dan kelurahan di Kecamatan XIII Koto Kampar mulai dari Pulau Gadang, Muara Mahat, Tanjung Alai, Batu Bersurat, Koto Tuo, Pongkai, Gunung Bungsu hingga Muara Takus (Gambar 4).

Gambar 4. Danau PLTA Koto Panjang

Selain dikenal sebagai wisata budaya dan wisata alam di Kecamatan XIII Koto Kampar juga terdapat oleh-oleh khas Kampar yaitu nuget patin yang terletak di Desa Koto Mesjid, nuget patin merupakan salah satu andalan masyarakat yang mampu menopang perekomian mereka. Nuget patin merupakan ciri khas bagi


(32)

Kecamatan XII Koto Kampar maupun Kabupaten Kampar yang dijadikan sebagai wisata kuliner dan dijadikan oleh-oleh.

Kompleks Candi Muara Takus

Muara Takus berasal dari nama sebuah anak sungai kecil bernama Takus yang bermuara ke Batang Kampar Kanan. Muara Takus terdiri dari dua kata yaitu “Muara” dan “Takus”, Muara yaitu suatu tempat dimana sebuah sungai mengakhiri alirannya ke laut atau ke sungai yang lebih besar, sedangkan “Takus” berasal dari bahasa Cina yang artinya : TA = Besar, KU = Tua, dan SE = Candi. Jadi arti keseluruhannya adalah Candi tua besar yang terletak di muara sungai.

Situs Candi Muara Takus dikelilingi oleh tembok yang berbentuk bujur sangkar berukuran 74 x 74 meter, dengan tinggi tembok ± 80 cm yang terbuat dari batu putih di luar arealnya terdapat pula tembok tanah berukuran 1.5 km2 x 1.5 km2, mengelilingi kompleks ini sampai ke pinggir Sungai Kampar Kanan. Di dalam kompleks ini terdapat beberapa bangunan candi yang disebut dengan Candi tua, Candi Bungsu, Mahligai dan Palangka (Gambar 5).

Gambar 5. Situs Candi Muara Takus.

Menurut para ahli, jumlah candi keseluruhan berjumlah tujuh buah, sedangkan di kawasan Candi Muara Takus baru terdapat empat gugusan candi yang baru dijumpai. Berarti masih ada tiga buah candi yang belum ditemukan. Peninggalan arkeologis yang ada dalam kawasan Candi Muara Takus tidak semua dapat diidentifikasi fungsinya. Hal ini dikarenakan sebagian bangunan tidak memiliki kelengkapan struktur. Peninggalan-peninggalan yang masih dapat diketahui fungsinya adalah pagar keliling, Candi Tua, Candi Bungsu, Candi Mahligai, Candi Palangka, bangunan I dan II, bangunan III, bangunan IV, bangunan V dan VI, bangunan VII, dan Tanggul Kuno (Arden Wall). Para ahli sepakat


(33)

terhadap situs yang belum jelas bentuk dan namanya, diistilahkan dengan bangunan. Deskripsi dari tiap-tiap bangunan dijelaskan sebagai berikut;

Pagar Keliling

Pagar terbuat dari balok-balok batu pasir berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 74 m2 x 74 m2 dan berorientasi Barat Laut-Tenggara. Pagar tersebut mengelilingi bangunan Candi Muara Takus, dengan ketinggian 1 meter dan lebar + 1,20 meter. Pada bagian utara pagar terdapat pintu masuk menuju kawasan utama Candi Muara Takus.

Keberadaan pagar keliling dalam bangunan berperan sebagai batas pemisah sektor dalam suatu kawasan percandian yang memiliki beberapa kadar kesakralan atau kesucian yang berbeda dan bertingkat. Area di dalam batas pagar batu keliling merupakan bagian paling penting dan suci. Hal ini didukung pula dengan penemuan sisa stupa terbesar pada kawasan tersebut (Gambar 6).

Gambar 6. Pagar Keliling

Candi Tua

Candi Tua merupakan candi yang terbesar di kawasan CMT. Bangunan ini terbuat dari batu bata cetak dan batu pasir (tuff) dan terletak. sebelah utara Candi Bungsu. Candi Tua berukuran 32.80 m2 x 21.80 m2 dengan tinggi 8.50 m. Pada sisi timur dan barat terdapat tangga yang menurut perkiraan dihiasi stupa, sedangkan pada bagian bawah dihiasi patung singa dalam posisi duduk. Bangunan ini mempunyai 36 sisi dan terdiri dari bagian kaki I, bagian kaki II, bagian tubuh dan puncak. Namun, bagian puncaknya telah rusak dan batu-batunya banyak yang hilang. Volume Candi Tua adalah 2.235 m3 yang terdiri dari 2.028 m3 bagian kaki, 150 m3 bagian tubuh, dan 57 m3 bagian puncak.

Berdasarkan sejarah kawasan, pada bagian atas candi diperkirakan berdiri sebuah stupa yang sangat besar. Namun, saat ini yang tersisa hanya bagian dasarnya saja sehingga tidak dapat memberi petunjuk yang berkaitan dengan bentuk dari stupa tersebut. Dilihat dari bentuk denah candi yang bertingkat dan memiliki ragam segi, susunan ini mengingatkan pada struktur sebuah “yantra”. Yantra adalah alat pembantu dalam ritual Tantrayana. Jenis “yantra” yang menjadi patokan dalam pembangunan candi ini belum dapat dipastikan.


(34)

Ciri utama bangunan berupa ukuran yang sangat besar, adanya dua tangga masuk di sisi barat dan timur serta keberadaan selasar yang cukup memadai untuk melakukan ritual pradaksina, menandakan bahwa bangunan candi tua adalah candi utama. Pradaksina adalah ritual Buddhist yang dilakukan dengan cara berjalan mengelilingi stupa dengan mengikuti arah jarum jam (Gambar 7).

Sumber: (b) Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat, (2015)

Gambar 7. Candi Tua

Candi Mahligai

Candi Mahligai adalah candi dengan kelengkapan struktur bangunan paling baik jika dibandingkan dengan candi-candi lainnya. Keunikan candi terdapat pada bentuknya yang seperti menara. Ahli sejarah memperkirakan pada puncak menara terdapat stupa dan kelengkapan lainnya. Sedangkan, pada bagian dasarnya dengan mengacu pada struktur dasar stupa agama Budha candi Mahligai memiliki badan menara yang ditopang oleh pelipit berbentuk kelopak lotus. Bangunan Candi Mahligai berbentuk bujur sangkar berukuran 10.44 m2 x 10.60 m2. Tingginya

sampai ke puncak 14.30 m yang berdiri di atas pondamen segi delapan (astakomas) dan bersisikan sebanyak 28 buah. Pada alasnya terdapat teratai berganda, yang di tengahnya menjulang menara. Berdasarkan penelitian Cornet De Groot (1860) dalam (Depdikbud, 1993), pada bagian puncak candi diperkirakan terdapat makarel tetapi tidak ditemukan. Selain itu, De Groot menemukan patung singa dalam posisi duduk pada setiap sisi candi. Di sebelah timur terdapat teras bujur sangkar dengan ukuran 5.10 m2 x 5.10 m2 dan di depannya terdapat sebuah tangga. Volume

bangunan Candi Mahligai adalah 423.20 m3.

Bentuk fisik dari struktur Candi Mahligai stupa telah banyak mengalami perubahan, tetapi konsep yang disimbolkan oleh candi tersebut tidak berubah. Peran candi Mahligai sebagai stupa membuat tingkat peranan candi cukup penting tetapi belum sebanding dengan peranan dan fungsi candi utama. Hal ini didukung oleh fakta penggunaan figur minor dalam ikonografi Budha yang ditempatkan di bagian puncak candi. Meskipun demikian, penemuan inskripsi yang berisi mantra berbingkai wajra pada bagian depan candi Mahligai menyatakan bahwa candi tersebut juga berperan dalam ritual-ritual keagamaan yang dilakukan masyarakat Budhis pada masa lampau, khususnya aliran Mahayana-Wajrayana, atau aliran Tantrayan-Mantrayana yang sering melakukan ritual dengan banyak mantra (Gambar 8).


(35)

Sumber: (b), (c) Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat, (2015)

Gambar 8. Candi Mahligai

Candi Palangka

Bangunan Candi Palangka terletak 3.85 m sebelah timur Candi Mahligai dan terbuat dari bata merah. Candi ini adalah candi terkecil di kawasan Candi Muara Takus. Di bagian sebelah utara terdapat tangga dalam keadaan rusak, sehingga tidak diketahui bentuk aslinya. Kaki candinya berbentuk segi delapan dengan sudut banyak berukuran panjang 6.60 m, lebar 5.85 m dan tinggi 1.45 m dari permukaan tanah dengan volume 52.90 m3. Candi Palangka yang terdiri dari Bagian Kaki dan Tubuh Candi. Relung-relung penyusunan batu candi ini tidak sama dengan dinding Candi Mahliga. Sebelum dipugar bagian kaki Candi Palangka terbenam lebih kurang satu meter. Candi Palangka mulai dipugar pada tahun 1987 dan selesai tahun 1989. Pemugaran dilaksanakan hanya pada bagian kaki dan tubuh candi karena bagian puncaknya waktu ditemukan tahun 1860 sudah tidak ada lagi (Gambar 9).

Sumber: (b) Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat, (2015)


(36)

Candi Bungsu

Candi Bungsu terletak di sebelah barat Candi Mahligai. Bangunannya terbuat dari dua jenis batu, yaitu batu pasir (tuff) pada bagian depan dan batu bata pada bagian belakang. Candi Bungsu berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran 7.50 m2 x 16.28 m2, dan tinggi (setelah dipugar) 6.20 m dari permukaan tanah, serta volumenya 365.80 m3. Candi bungsu memiliki struktur kepurbakalaan yang unik, karena pada bangunan terdapat dua karakter susunan stupa yang terletak pada satu platform (Gambar 10a). Pada bagian selatan platform terdapat sisa bangunan yang menunjukan pada platform tersebut terdapat sebuah stupa besar yang dikelilingi oleh 8 stupa yang lebih kecil. Gambaran ini memiliki kesamaan konfigurasi dengan yantra dari India, salah satu pusat penyebaran agama Budha. Pada bagian selatan platform Candi Bungsu, terlihat denah stupa tunggal. Bagian kaki yang menopang stupa saat ini sudah tidak terlihat. Pada platform Candi Bungsu hanya terdapat satu tangga naik, yaitu di bagian utara candi. Hal ini diperkirakan terkait erat dengan runutan prosesi upacara ritual keagamaan yang pernah dilakukan dalam kawasan (Gambar 10).

Sumber: (b) Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat, (2015)

Gambar 10. Candi Bungsu

Bangunan I dan Bangunan II

Situs pembakaran jenazah terdapat disebelah timur Candi Tua. Situs terdiri dari gundukan tanah yang menutup sisa-sisa reruntuhan bangunan. Situs pembakaran jenazah terbuat dari balok-balok batu pasir dan memiliki dua lubang dalam onggokan tanahnya. Situs ini diperkirakan berfungsi sebagai tempat pembakaran jenazah, dimana lubang pertama berfungsi sebagai pintu masuk bagi jenazah yang akan di kremasi sementara lubang kedua berfungsi untuk tempat mengeluarkan abu dari jenazah tersebut. Situs tempat pembuangan abu jenazah terletak di sebelah selatan situs pembakaran jenazah. situs tersebut merupakan bekas pondasi bangunan yang terbuat batu pasir (tuff) berbentuk segi empat. Saat ini situs tersebut sudah tidak tersisa lagi, yang tampak hanya gundukan tanah. Kondisi struktur situs yang minim membuat fungsi situs sampai saat ini belum diketahui secara pasti (Gambar 11).


(37)

Gambar 11. Bangunan I dan Bangunan II

Bangunan III dan Bangunan IV

Bangunan ini terletak 135 m di sebelah barat Candi Mahligai dan berada di luar pagar keliling. Bangunan III ini berbentuk segi empat dengan ukuran 3 m2

x 2.40 m2, dikelilingi oleh pagar dari batu bata dengan ukuran 4,92 m2 x 5.94 m2, dan tidak ada pintu masuk. Volume bangunan 12.90 m3 dan volume pagar 3.40 m3. Bagian tubuh bangunan rata, tidak memiliki pelipit. Bagian kaki mempunyai tonjolan di dua sisi sebelah barat laut dan barat daya. Bangunan ini selesai dipugar tahun 1983 bersamaan dengan selesainya pemugaran Candi Mahligai. Berdasarkan penelitian 1994 bangunan III belum diketahui fungsinya namun diperkirakan berkaitan dengan upacara pengambilan air yang digunakan dalam upacara keagaman di Candi Muara Takus.

Bangunan IV Bangunan ini terletak 298 m di sebelah barat laut Candi Mahligai dan berada di tengah hutan karet. Bangunan ini ditemukan pada eskavasi tahun 1983, dan disertai dengan penemuan fragmen tangkai cermin perunggu dan pecahan keramik Cina di sela-sela struktur lantai Bangunan IV yang terbuat dari susunan bata. Bangunan IV diduga adalah bekas lantai kolong dari sebuah rumah panggung yang penghuninya berasal dari kalangan atas. Kemungkinan bangunan ini adalah sisa permukiman, namun tidak menutup kemungkinan bahwa cermin perunggu yang ditemukan adalah cermin perunggu yang dipakai sebagai salah satu ritual pendeta Budha. Bangunan ini telah tertutup tanah sehingga tidak terlihat lagi (Gambar 12).


(38)

Bangunan V, Bangunan VI dan Bangunan VII

Bangunan V dan VI terletak 334 meter sebelah barat pusat Candi Mahligai dan berada di seberang Sungai Kampar. Dua bangunan ini ditemukan ketika dilakukan penggalian. Keadaannya hanya tinggal pondasi dan tubuh. Bagian puncak sudah rusak dan roboh. Bangunan VII terletak di sebelah utara Sungai Umpamo berupa struktur lantai bata. Menurut informasi Malik dan Hasmi, staf teknis pemugaran Candi Tua, di sebelah utara jembatan Sungai Umpamo pernah ditemukan struktur lantai bata. tetapi tahun 1994 Bangunan VII sudah tidak dapat dilihat lagi karena rusak akibat kegiatan pembangunan jalan (Gambar 13).

Gambar 13. Bangunan V dan Bangunan VI

Tanggul Kuno (Arden Wall)

Tanggul Kuno (Arden Wall) Tanggul kuno berjarak lebih kurang 20 m dari tepi timur Sungai Kampar Kanan. Berdasarkan penelitian tahun 1982, tanggul tersebut diperkirakan adalah pagar kedua yang melindungi kawasan situs dari luapan Sungai Kampar Kanan di saat hujan atau saat terkena pasang. Bentuk denah dari tanggul kuno adalah temu gelang dengan panjang keliling 4.19 km. Struktur tanggul kuno terbuat dari gabungan tanah yang dipadatkan dengan rangkaian krikil dan batu bata (Gambar 14).


(39)

Selain dari gugusan CMT atau bangunan-bangunan CMT, ditemukan juga benda-benda peninggalan budaya yang terdapat di dalam kawasan CMT. Benda tersebut saat ini di simpan di Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat, karena di CMT belum terdapat museum. Adapun deskripsi dari benda-benda temuan tersebut adalah sebagai berikut;

Fragmen Arca Dewi

Fragmen arca dewi dari kotak U7T3 (SS 1003). Menurut (BPCB 2015) fragmen arca dewi ditemukan dalam kondisi terlapisi patina, berukuran panjang/tinggi 119.19 mm, lebar bahu 28.29 mm, lebar pinggul 19.91 mm, lebar pinggang 12.81 mm, tebal 5.92 mm-15.50 mm, dan berat 0.14 kg. Digambarkan dalam posisi berdiri dan kedua kaki rapat (samabhanga), namun kedua telapak kaki telah hilang (tersisa sebatas di atas mata kaki). Bertangan dua, namun tangan kanan hanya tersisa hingga di atas siku, sedangkan tangan kirinya telah kehilangan telapak tangan (tersisa hingga pergelangan tangan). Busana berupa kain panjang yang dikenakan menutupi bagian di bawah pusar hingga batas pergelangan kaki. Selain itu pada badannya dihiasi tali upavita (tali kasta) yang melingkar dari bahu kiri ke arah payudaranya hingga ke sisi pinggang kanannya. Bagian kepala dihiasi mahkota yang dibentuk dari jalinan rambutnya (jaṭāmukuṭa), membentuk sanggul di atas kepalanya, sementara sisa bagian belakang dibiarkan tergerai (Gambar 15).

Sumber: Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat, (2015)

Gambar 15. Fragmen Arca Dewi

Fragmen Lapik Arca dan Kaki Arca

Fragmen lapik arca dan kaki arca dari kotak U6T3 (SS 1502). Menurut (BPCB 2015) kedua objek ini sebenarnya adalah bagian dari satu arca, namun ditemukan sudah dalam kondisi fragmentaris. Jika dalam kondisi utuh arcanya berdiri di suatu lapik padma bertingkat dua; padma atas berdiameter 60 mm, tinggi 15.53 mm; padma bawah berdiameter 67.21 mm, tinggi 15.44 mm, dan tebal 5.14 mm. Sementara fragmen kaki arca berukuran panjang 24.03 (diukur telapak kakinya), lebar 11.68 mm, tinggi 16.46 mm, tinggi pengait (anchor) yang berada di


(1)

No. Motivasi Ekologi

Skor motivasi sangat

tidak tinggi

tidak tinggi

agak tidak tinggi

Sedang agak tinggi tinggi

sangat tinggi c. Membuat turap dipinggir sungai mengelilingi

kawasan CMT untuk mencegah longsor dan erosi 1 2 3 4 5 6 7

d.

Mengintegrasikan waduk PLTA (kota panjang) dengan CMT agar pemandangan yang indah dan keanekaragaman jenis ikan dapat dijaga dengan baik

1 2 3 4 5 6 7

e. Merawat dan memperbaiki tanggul kuno untuk

mencegah banjir dan longsor kawasan CMT 1 2 3 4 5 6 7

f.

Menjaga keindahan taman dari tangan usil manusia dan hewan ternak sehingga dibuat pagar yang indah dengan menggunakan tanaman pagar

1 2 3 4 5 6 7

g.

Menjaga kelestarian candi dari hewan ternak dan tangan usil manusia sehingga dibuat 1 pintu masuk dan pemagaran yang indah

1 2 3 4 5 6 7

No. Motivasi Sosial Budaya

Skor motivasi sangat

tidak tinggi

tidak tinggi

agak tidak tinggi

Sedang agak tinggi tinggi

sangat tinggi a. Sebagai tempat untuk melangsungkan aktifitas budaya 1 2 3 4 5 6 7

b. Sebagai tempat untuk mendukung aktifitas religi

dan spiritual 1 2 3 4 5 6 7

c. Sebagai tempat untuk penelitian dan menggali

kekayaan peninggalan budaya 1 2 3 4 5 6 7

d. Sebagai tempat untuk melestarikan kebudayaan

local 1 2 3 4 5 6 7

e. Sebagai tempat untuk mengembangkan

kebudayaan local 1 2 3 4 5 6 7

f. Sebagai tempat untuk memajukankan

kebudayaan local 1 2 3 4 5 6 7

g. Sebagai tempat untuk meningkatkan interaksi

sosial lintas agama 1 2 3 4 5 6 7

D. Aspek Preferensi

1. Apa preferensi anda terhadap pengembangan tapak dan destinasi di Candi Muara Takus ?

No. Preferensi Infrastruktur dan Fasilitas

Skor motivasi sangat

tidak tinggi

tidak tinggi

agak tidak tinggi

Sedang agak tinggi tinggi

sangat tinggi

a. Revitalisasi gerbang masuk CMT 1 2 3 4 5 6 7

b. Pembangunan sarpras interpretasi (label,

petunjuk arah, papan informasi dst.) 1 2 3 4 5 6 7

c. Penataan jalan setapak (akses tersier) 1 2 3 4 5 6 7

d. Penataan ruang aktivitas pengunjung 1 2 3 4 5 6 7

e. Penataan ruang aktivitas ritual/religi 1 2 3 4 5 6 7

f. Penataan ruang aktivitas perdagangan 1 2 3 4 5 6 7

g. Pembangunan sarpras kesehatan 1 2 3 4 5 6 7

h Pembangunan sarpras kuliner 1 2 3 4 5 6 7

i Pembangunan sarpras public 1 2 3 4 5 6 7

j Pembangunan sarana kebersihan 1 2 3 4 5 6 7

k Pembangunan sarana sanitasi dan air bersih 1 2 3 4 5 6 7

l Penyediaan aliran listrik pada obyek wisata 1 2 3 4 5 6 7

m Penyediaan sarana kesehatan dan P3K pada

obyek 1 2 3 4 5 6 7

n Peningkatan akses jalan langsung ke CMT

melalui akses darat maupun sungai 1 2 3 4 5 6 7

o Penyediaan dermaga untuk persinggahan

transportasi air 1 2 3 4 5 6 7

p Pembangunan turap dipinggir sungai

mengelilingi kawasan CMT 1 2 3 4 5 6 7


(2)

No. Preferensi Infrastruktur dan Fasilitas

Skor motivasi sangat

tidak tinggi

tidak tinggi

agak tidak tinggi

Sedang agak tinggi tinggi

sangat tinggi

r Pembangunan drainase 1 2 3 4 5 6 7

s Pembangunan jalan dua jalur dari pintu gerbang

menuju pusat wisata CMT 1 2 3 4 5 6 7

t Pembangunan ruang terbuka hijau 1 2 3 4 5 6 7

u Pembangunan tourist information center 1 2 3 4 5 6 7

v

Pembangunan museum warisan budaya daerah sebagai wadah pelestarian kekayaan budaya dan wahana edukasi

1 2 3 4 5 6 7

2. Apa preferensi anda terhadap pemberdayaan masyarakat lokal di Candi Muara Takus ?

No. Preferensi Pelatihan Masyarakat Lokal

Skor motivasi sangat

tidak tinggi

tidak tinggi

agak tidak tinggi

Sedang agak tinggi tinggi

sangat tinggi a. Memberikan pelatihan interpretasi/ pemandu

wisata 1 2 3 4 5 6 7

b. Memberikan pelatihan manajemen usaha wisata 1 2 3 4 5 6 7

c. Memberikan pelatihan bahasa asing 1 2 3 4 5 6 7

d. Memberikan pelatihan manajemen koperasi 1 2 3 4 5 6 7

e. Memberikan pelatihan industri rumah tangga 1 2 3 4 5 6 7

f. Memberikan pelatihan seni budaya 1 2 3 4 5 6 7

g. Memberikan pelatihan souvenir 1 2 3 4 5 6 7

h Memberikan pelatihan kuliner 1 2 3 4 5 6 7

i Memberikan pelatihan pelestarian hutan 1 2 3 4 5 6 7

j Memberikan pelatihan ternak dan budidaya ikan 1 2 3 4 5 6 7

No. Preferensi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Lokal

Skor motivasi sangat

tidak tinggi

tidak tinggi

agak tidak tinggi

Sedang agak tinggi tinggi

sangat tinggi a. Memberikan insentif untuk penyediaan pondok wisata 1 2 3 4 5 6 7

b. Memberikan insentif untuk penyediaan sarana

wisata 1 2 3 4 5 6 7

c. Memberikan insentif untuk kelompok seni

budaya 1 2 3 4 5 6 7

d. Memberikan insentif untuk pengembangan

koperasi 1 2 3 4 5 6 7

e. Memberikan insentif untuk industri rumah tangga 1 2 3 4 5 6 7 f. Memberikan insentif untuk kelompok sadar

wisata 1 2 3 4 5 6 7

g. Memberikan insentif untuk usaha souvenir 1 2 3 4 5 6 7

h Memberikan insentif untuk usaha kuliner 1 2 3 4 5 6 7

i Memberikan insentif untuk pelestarian hutan 1 2 3 4 5 6 7

j Memberikan insentif untuk ternak dan budidaya

ikan 1 2 3 4 5 6 7

3. Apa preferensi anda terhadap pemasaran dan promosi ekowisata budaya Candi Muara Takus (CMT) ?

No. Preferensi Pembangunan image ekowisata budaya CMT

Skor motivasi sangat

tidak tinggi

tidak tinggi

agak tidak tinggi

Sedang agak tinggi tinggi

sangat tinggi

a. Pembuatan standar pelayanan jasa wisata 1 2 3 4 5 6 7

b. Pembuatan standar pengemasan produk wisata 1 2 3 4 5 6 7

c. Pembuatan standar kode etik dan perilaku

wisatawan 1 2 3 4 5 6 7

d. Pembuatan standar kebersihan, keamanan,

ketertiban 1 2 3 4 5 6 7

e. Pembuatan standar arsitektur dan desain

bangunan 1 2 3 4 5 6 7

f. Pembuatan standar harga jasa wisata 1 2 3 4 5 6 7

g. Pembuatan standar sistem informasi wisata 1 2 3 4 5 6 7


(3)

No. Preferensi Pembangunan image ekowisata budaya CMT

Skor motivasi sangat

tidak tinggi

tidak tinggi

agak tidak tinggi

Sedang agak tinggi tinggi

sangat tinggi

i Pembuatan standar penginapan 1 2 3 4 5 6 7

j Pembuatan standar fasilitas dan pelayanan

kesehatan 1 2 3 4 5 6 7

k Pembuatan standar fasilitas MCK 1 2 3 4 5 6 7

l Pembuatan standar saluran pembuangan libah

dan drainase 1 2 3 4 5 6 7

No.

Preferensi Monitoring dan Controling image ekowisata budaya CMT

Skor motivasi sangat

tidak tinggi

tidak tinggi

agak tidak tinggi

Sedang tinggi agak tinggi sangat tinggi a. Monitoring dan Controling pelayanan jasa wisata 1 2 3 4 5 6 7

b. Monitoring dan Controling pengemasan produk

wisata 1 2 3 4 5 6 7

c. Monitoring dan Controling kode etik dan

perilaku wisatawan 1 2 3 4 5 6 7

d. Monitoring dan Controling kebersihan,

keamanan, ketertiban 1 2 3 4 5 6 7

e. Monitoring dan Controling arsitektur dan desain

bangunan 1 2 3 4 5 6 7

f. Monitoring dan Controling harga jasa wisata 1 2 3 4 5 6 7

g. Monitoring dan Controling sistem informasi 1 2 3 4 5 6 7

No. Preferensi Penguatan image ekowisata budaya CMT

Skor motivasi sangat

tidak tinggi

tidak tinggi

agak tidak tinggi

Sedang tinggi agak tinggi sangat tinggi a. Penguatan image standar asia untuk pelayanan

jasa wisata 1 2 3 4 5 6 7

b. Penguatan image standar asia untuk pengemasan

produk wisata 1 2 3 4 5 6 7

c. Penguatan image standar asia untuk kode etik dan

perilaku wisatawan 1 2 3 4 5 6 7

d. Penguatan image standar asia untuk kebersihan,

keamanan, ketertiban 1 2 3 4 5 6 7

e. Penguatan image standar asia untuk arsitektur

dan desain bangunan 1 2 3 4 5 6 7

f. Penguatan image standar asia untuk harga jasa

wisata 1 2 3 4 5 6 7

g.

Penyelenggaraan standar asia untuk event promosi wisata budaya CMT bekerjasama dengan usaha dan asosiasi pariwisata, serta pihak yang terkait

1 2 3 4 5 6 7

E. Aspek Partisipasi

1. Apa partisipasi pemerintah untuk mendukung pembangunan ekowisata (CMT) ?

No. Partisipasi Wisatawan

Skor motivasi sangat

tidak tinggi

tidak tinggi

agak tidak tinggi

Sedang agak tinggi tinggi

sangat tinggi a.

Wisatawan berpartisipasi aktif menjaga kebersihan dan keindahan serta memelihara fasilitas di kawasan wisata

1 2 3 4 5 6 7

b. Wisatawan berpartisipasi aktif membeli produk-produk lokal (souvenir, makanan dan minuman) 1 2 3 4 5 6 7

c. Wisatawan berpartisipasi aktif menjaga tata

krama sesuai dengan budaya local 1 2 3 4 5 6 7

d. Wisatawan interaksi sosial dengan masyarakat local berpartisipasi aktif melakukan 1 2 3 4 5 6 7

e. Wisatawan berpartisipasi aktif memberikan


(4)

No. Partisipasi Wisatawan Skor motivasi sangat tidak tinggi tidak tinggi agak tidak tinggi

Sedang agak tinggi tinggi

sangat tinggi f. Wisatawan berpartisipasi aktif turut

mempromosikan daya tarik wisata 1 2 3 4 5 6 7

g. Wistawan berpartisipasi aktif memberikan

masukan terhadap pengelolaan ekowisata budaya 1 2 3 4 5 6 7

No. Partisipasi Pemerintah

Skor motivasi sangat tidak tinggi tidak tinggi agak tidak tinggi

Sedang tinggi agak tinggi sangat tinggi

a.

Berpartisipasi aktif meningkatkan kapasitas para pelaku kegiatan wisata melalui pelatihan kompetensi (bahasa inggris, administrasi, dsb)

1 2 3 4 5 6 7

b. Berinisiatif mendokumentasikan benda – benda

budaya dan peninggalan budaya di CMT 1 2 3 4 5 6 7

c.

Berinisiatif melibatkan para pelaku seni di CMT dalam event-event budaya yang diselenggarakan oleh Pemerintah

1 2 3 4 5 6 7

d.

Berpartisipasi aktif melakukan promosi kegiatan wisata budaya di CMT (brosur, pameran, iklan TV dsb)

1 2 3 4 5 6 7

e. Berinisiatif melakukan pengaturan promosi

wisata budaya ke luar negeri 1 2 3 4 5 6 7

f.

Mendorong aparaturnya turut melestarikan budaya tradisional di CMT (anjuran penggunaan baju tradisional pada hari tertentu, penyajian makanan tradisional dalam event resmi)

1 2 3 4 5 6 7

g. Berpartisipasi aktif melakukan rehabilitasi sarana

dan prasarana wisata budaya di CMT 1 2 3 4 5 6 7

No. Partisipasi Masyarakat Terlibat Langsung

Skor motivasi sangat tidak tinggi tidak tinggi agak tidak tinggi

Sedang agak tinggi tinggi

sangat tinggi a.

Masyarakat disiplin menjaga keamanan dan ketertiban dengan membentuk sistem keamanan lingkungan

1 2 3 4 5 6 7

b.

Masyarakat memiliki inovasi pengelolaan sampah dalam bentuk Bank sampah berbasis komunitas

1 2 3 4 5 6 7

c.

Masyarakat memiliki inisiatif memelihara keramahtamahan dan kepedulian terhadap wisatawan dengan sikap senyum dan terbuka

1 2 3 4 5 6 7

d.

Masyarakat memiliki inisiatif memelihara kenyamanan udara dengan menjaga ruang terbuka hijau di area pekarangan rumah

1 2 3 4 5 6 7

e.

Masyarakat berpartisipasi aktif menjaga ketertiban lalu lintas dengan mengatur kendaraan yang melintasi lokasi wisata

1 2 3 4 5 6 7

f. Masyarakat berpartisipasi aktif mempromosikan

potensi wisata budaya kepada masyarakat luas 1 2 3 4 5 6 7 g. Masyarakat berpartisipasi aktif memelihara

sarana prasarana wisata 1 2 3 4 5 6 7

No. Partisipasi Masyarakat Tidak Terlibat Langsung

Skor motivasi sangat tidak tinggi tidak tinggi agak tidak tinggi

Sedang agak tinggi tinggi

sangat tinggi a. Memiliki inisiatif mengumpulkan modal usaha secara mandiri 1 2 3 4 5 6 7

b.

Memiliki inisiatif meningkatkan kompetensi bidang kesenian (seni lukis, seni tari, seni drama, seni suara)


(5)

No. Partisipasi Masyarakat Tidak Terlibat Langsung

Skor motivasi sangat

tidak tinggi

tidak tinggi

agak tidak tinggi

Sedang agak tinggi tinggi

sangat tinggi c. Memiliki inisiatif mempromosikan program

wisata budaya melalui berbagai media 1 2 3 4 5 6 7

d.

Memiliki inisiatif melakukan inovasi dalam menghasilkan produk – produk kerajinan yang berkualitas (modifikasi bentuk dan warna) serta inovasi memasarkannya

1 2 3 4 5 6 7

e. Memiliki inisiatif mengumpukan modal usaha

secara kelompok (komunal) 1 2 3 4 5 6 7

f.

Memiliki inisiatif membangun jaringan kemitraan bersama para pengelola wisata budaya sesuai peran dan keahlian masing-masing

1 2 3 4 5 6 7


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tembilahan pada tanggal 6 Oktober 1989 sebagai anak

kedua dari empat bersaudara, dari Ayah bernama Roza’i Mustafa, SE dan Ibu

bernama Asmawati. Pendidikan SD, SMP, dan SMA ditempuh di Tembilahan dan

menamatkan SMA pada tahun 2007. Penulis memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

(S.Hut) pada tahun 2013 di Jurusan Ilmu Kehutanan, Fakultas Kehutanan,

Universitas Lancang Kuning Pekanbaru. Setelah menyelesaikan studi S1, penulis

melanjutkan studi S2 pada tahun 2013 di Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada

Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan.