Pertumbuhan dan Kadar Alkaloid Tanaman Leunca (Solanum americanum Miller) pada Dosis Nitrogen yang Berbeda

PERTUMBUHAN DAN KADAR ALKALOID
TANAMAN LEUNCA (Solanum americanum Miller)
PADA DOSIS NITROGEN YANG BERBEDA

MARCHELLA PUTRIANTARI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pertumbuhan dan
Kadar Alkaloid Tanaman Leunca (Solanum americanum Miller) pada Dosis
Nitrogen yang Berbeda” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014

Marchella Putriantari
A24100057

ABSTRAK
MARCHELLA PUTRIANTARI. Pertumbuhan dan Kadar Alkaloid Tanaman
Leunca (Solanum americanum Miller) pada Dosis Nitrogen yang Berbeda.
Dibimbing oleh EDI SANTOSA.
Buah leunca merupakan sayuran indigenous terutama bagi masyarakat Jawa
Barat. Dalam rangka meningkatkan produktivitas dan kualitas buah leunca, perlu
dilakukan kajian budidaya khususnya pemupukan. Penelitian ini bertujuan
menentukan dosis pupuk nitrogen terbaik untuk meningkatkan pertumbuhan dan
produktivitas tanaman leunca, serta mengkaji pengaruh pupuk nitrogen terhadap
kadar alkaloid tanaman leunca. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan
Leuwikopo IPB pada bulan Desember 2013-April 2014. Percobaan menggunakan
Rancangan Kelompok Lengkap Teracak satu faktor dengan empat ulangan. Faktor
dosis pupuk nitrogen diaplikasikan empat taraf, yaitu 0 kg/ha, 60kg/ha, 120 kg/ha,

dan 180 kg/ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan dan
produktivitas tanaman terbaik dihasilkan oleh perlakuan dosis pupuk nitrogen 180
kg/ha. Kadar alkaloid bervariasi pada perlakuan dosis pupuk nitrogen. Dari hasil
perhitungan, produktivitas buah leunca sebanyak sembilan kali panen mencapai
18 445 kg/ha.
Kata kunci: alkaloid, produkvitas, sayuran indigenous, Solanum nigrum

ABSTRACT
MARCHELLA PUTRIANTARI. Growh and Alkaloids Contens of Leunca
(Solanum americanum Miller) of Different Nitrogen Aplication. Supervised by
EDI SANTOSA.
Leunca fruit is indigenous vegetable and widely used as vegetables mainly
in West Java. In order to improve productivity and quality, levels of nitrogen were
examined. Objective of the experiment was to determine the level of nitrogen on
growth and productivity, and the alkaloid content. The experiment was conducted
at Leuwikopo Experimental Farm, IPB in December 2013-April 2014.
Experiment was arranged in a Randomized Complete Block Design with single
factor in four replications. Nitrogen fertilizer of four levels were applied, i.e., 0
kg/ha, 60 kg/ha, 120 kg/ha, and 180 kg/ha. The results showed that growth and
productivity of leunca were affected by nitrogen applications. The highest

production of leunca 18 445 kg/ha was obtained from nitrogen fertilizer at rate of
180 N/ha, and alkaloids content varied among N levels.
Key words: alkaloid, indigenous vegetable, productivity, Solanum nigrum

PERTUMBUHAN DAN KADAR ALKALOID
TANAMAN LEUNCA (Solanum americanum Miller)
PADA DOSIS NITROGEN YANG BERBEDA

MARCHELLA PUTRIANTARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Judul Skripsi : Pertumbuhan dan Kadar Alkaloid Tanaman Leunca (Solanum
americanum Miller) pada Dosis Nitrogen yang Berbeda
Nama
: Marchella Putriantari
NIM
: A24100057

Disetujui oleh

Dr Edi Santosa, SP MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MSc Agr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian adalah pemupukan, dengan judul Pertumbuhan dan Kadar Alkaloid
Tanaman Leunca (Solanum americanum Miller) pada Dosis Nitrogen yang
Berbeda.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr Edi Santosa, SP MSi
selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama
penelitian dan penulisan skripsi. Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr
Tatiek Kartika, MS selaku pembimbing akademik yang telah memberikan
motivasi dalam belajar. Terima kasih penulis sampaikan kepada teknisi lapang KP
Leuwikopo, Bapak Haryanto yang membantu kelancaran penelitian ini dan staf
Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Ilmu Kimia, FMIPA, IPB, Ibu Nunung
yang telah membantu dalam kegiatan analisis kimia. Ungkapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada bapak, ibu, dan adik-adikku yang telah memberikan
dukungan dan doa, serta teman-teman yang telah memberikan semangat dan
bantuan selama penelitian hingga penulisan skripsi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

Marchella Putriantari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Tujuan

2

TINJAUAN PUSTAKA

3

Pemanfaatan dan Biologi

3

Pemupukan Nitrogen

3

Alkaloid


4

METODE

5

Tempat dan Waktu

5

Bahan dan Alat

5

Prosedur Percobaan

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

9
9

Pertumbuhan Tanaman

14

Produksi Buah

18

Pembahasan

30

SIMPULAN DAN SARAN

32


Simpulan

32

Saran

32

DAFTAR PUSTAKA

33

LAMPIRAN

35

RIWAYAT HIDUP

40


DAFTAR TABEL
1 Rekapitulasi hasil analisis ragam peubah karakter agronomi tanaman
leunca pada perlakuan dosis pupuk nitrogen pada 1-16 MST

14

2 Rekapitulasi hasil analisis ragam peubah produktivitas tanaman leunca
pada perlakuan dosis pupuk nitrogen pada umur 7-16 MST

15

3 Rekapitulasi hasil analisis ragam pengamatan destruktif tanaman leunca
pada perlakuan dosis pupuk nitrogen pada umur 6 dan 12 MST

15

4 Tinggi tajuk tanaman leunca pada perlakuan dosis pupuk nitrogen

16

5 Tinggi percabangan utama tanaman leunca pada perlakuan dosis pupuk
nitrogen

16

6 Jumlah daun tanaman leunca pada perlakuan dosis pupuk nitrogen

17

7 Jumlah cabang tanaman leunca pada perlakuan dosis pupuk nitrogen

18

8 Jumlah rangkaian bunga tanaman leunca pada perlakuan dosis pupuk
nitrogen

19

9 Jumlah rangkaian buah tanaman leunca pada perlakuan dosis pupuk
nitrogen

20

10 Bobot panen mingguan tanaman leunca per tanaman pada perlakuan
dosis pupuk nitrogen (ditimbang dalam bentuk rangkaian buah)

21

11 Produksi buah per tanaman leunca bedeng pada perlakuan dosis pupuk
nitrogen (berdasarkan konversi dari produksi buah per tanaman pada
tanaman contoh)

22

12 Produksi buah per bedeng tanaman leunca pada perlakuan dosis pupuk
nitrogen (berdasarkan hasil panen petak percobaan)

23

13 Produktivitas buah per hektar tanaman leunca pada perlakuan dosis
pupuk nitrogen (berdasarkan konversi dari produksi buah per tanaman
pada tanaman contoh)

24

14 Produktivitas buah per hektar tanaman leunca pada perlakuan dosis
pupuk nitrogen (berdasarkan hasil panen petak percobaan)

25

15 Bobot 100 butir buah tanaman leunca pada perlakuan dosis pupuk
nitrogen

25

16 Persentase edible portion buah tanaman leunca pada perlakuan dosis
pupuk nitrogen

26

17 Persentase buah masak pada perlakuan dosis pupuk nitrogen

27

18 Jumlah dan ukuran bagian tanaman pada sampel destruktif tanaman
leunca pada perlakuan dosis pupuk nitrogen

27

19 Bobot basah tanaman leunca pada perlakuan dosis pupuk nitrogen

28

20 Bobot kering tanaman leunca pada perlakuan dosis pupuk nitrogen

29

21 Kadar air tanaman leunca pada perlakuan dosis pupuk nitrogen

29

22 Kadar alkaloid tanaman leunca pada perlakuan dosis pupuk nitrogen

30

DAFTAR GAMBAR

1

Cara mengamati pertumbuhan dan produksi tanaman

7

2

Gejala kerusakan daun akibat serangan hama pada pembibitan leunca

9

3

Gulma dominan di lahan percobaan

11

4

Hama yang menyerang tanaman leunca di lahan percobaan

11

5

Kerusakan akibat serangan hama

12

6

Bercak pada daun yang terkena penyakit karat

13

7

Pecah buah akibat faktor abiotik

13

DAFTAR LAMPIRAN
1

Hasil analisis tanah di lahan penelitian KP Leuwikopo dan pupuk
kandang

35

2

Kriteria penilaian sifat kimia tanah

36

3

Data curah hujan harian Dramaga, Bogor (Desember 2013-April 2014)

37

4

Data suhu dan kelembaban udara Dramaga Bogor (Desember 2013April 2014)

38

5

Tanaman leunca pada umur 3 MST dan 7 MST

39

6

Bentuk batang, daun, bunga, dan buah leunca, kriteria buah siap panen
dan lewat masak, buah yang banyak dalam 1 rangkaian

39

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Leunca (Solanum americanum Miller sinonim Solanum nigrum auct. non
L.) adalah salah satu sayuran indigenous yang berasal dari Amerika Selatan
(Siemonsma dan Jansen 1994). Di Indonesia, leunca tersebar di Pulau Jawa dan
Sumatera. Menurut Siemonsma dan Jansen (1994), terdapat dua jenis leunca di
Jawa Barat, yaitu leunca yang buahnya berukuran kecil, berdiameter ± 0.5 cm dan
berwarna kebiruan hingga hitam saat masak, hanya daunnya yang dimanfaatkan
sebagai sayuran yang disebut leunca manuk atau leunca ayam. Jenis yang lain
buahnya berukuran lebih besar, berdiameter ± 1 cm dan berwarna mengkilap
keunguan hingga hitam saat masak, buah hijau dan daunnya dimanfaatkan sebagai
sayuran yang disebut leunca biasa atau leunca badak. Leunca biasanya tumbuh di
kebun dan di pekarangan rumah.
Masyarakat memanfaatkan daun muda dan buah mudanya sebagai sayuran
dan dimasak dengan cara ditumis atau direbus, dan khususnya buah dikonsumsi
sebagai lalapan mentah. Setiap 100 gram buah leunca segar mengandung 90 g air,
1.9 g protein, 0.1 g lemak, 7.4 g karbohidrat, 274 mg Ca, 4.0 g Fe, 0.5 g karoten,
0.1 mg vitamin B1, dan 17 mg vitamin C (Siemonsma dan Jansen 1994).
Berdasarkan Penelitian Pratiwi (2011), 56.4% dari 90 responden di Jawa Barat
menyatakan suka mengonsumsi leunca. Namun demikian, perkembangan leunca
belum sepesat sayuran komersial karena kurangnya informasi tentang cara
mengolahnya (Pratiwi 2011). Pratiwi (2011) menyatakan bahwa sayuran
indigenous, salah satunya leunca, telah memasuki pasar modern dan rumah makan
sebagai lalapan atau sayuran. Namun demikian, kemungkinan besar pasokan
sayuran indigenous ke pasar induk Bogor relatif terbatas. Praktek budidaya yang
belum optimal menyebabkan produktivitas di tingkat petani beragam dan relatif
rendah. Pratiwi (2011) menyatakan bahwa produktivitas leunca di daerah Ciapus
yang ditanam secara tumpangsari di bawah tegakan pohon sebesar 179 kg/ha,
sedangkan di daerah Ciampea yang dibudidayakan lebih intensif produktivitasnya
mencapai 1 248 kg/ha.
Selain dikonsumsi sebagai sayur, leunca dimanfaatkan sebagai obat
tradisional. Di Jawa Barat, leunca direkomendasikan sebagai aprodisiak
(Siemonsma dan Jansen 1994), yakni zat yang merangsang daya seksual. Menurut
Siemonsma dan Jansen (1994), rebusan daunnya digunakan sebagai lotion untuk
penyakit patek dan mengurangi rasa sakit serta buahnya sebagai pencahar, diuretik,
dan untuk menyembuhkan penyakit mata ayam. Penelitian Ravi et al. (2009)
menunjukkan ekstrak metanol buah leunca mencegah pembentukan edema yang
disebabkan oleh agen iritasi karagenan pada tikus. Hal tersebut menunjukkan
bahwa ekstrak metanol leunca memiliki aktivitas anti-inflamasi. Leunca
menunjukkan aktivitas antioksidan dari metode uji DPPH yang memiliki potensi
sebanding dengan asam askorbat (Sudhanshu 2012). Pada penelitian Karmakar et
al. (2010), ekstrak buah leunca menunjukkan aktivitas analgesik, anti diare,
antibakteri, antioksidan, dan sitotoksik. Ekstrak etanol leunca menunjukkan
aktivitas analgesik pada tikus yang diinduksi asam asetat yang signifikan
sebanding dengan natrium diklofenak sebagai obat standar (Karmakar et al. 2010).

2
Hal tersebut menunjukkan bahwa ekstrak etanol leunca menunjukkan aktivitas
analgesik. Ekstrak etanol leunca menunda dan menghambat terjadinya diare pada
tikus yang diinduksi minyak jarak (Karmakar et al. 2010). Ekstrak etanol leunca
memiliki aktivitas antibakteri moderat terhadap Enterococcus faecalis,
Streptococcus agalactiae, dan Pseudomonas aeruginosa yang diuji menggunakan
metode difusi cakram (Karmakar et al. 2010). Jain et al. (2011) menyatakan
bahwa leunca terbukti memiliki aktivitas antiploriferasi (antitumorigenik dan
pencegah kanker), antiepilepsi, antioksidan, anti-inflamasi, hepatoprotektif,
diuretik, dan antipiretik.
Pada penelitian Gogoi dan Islam (2012), buah leunca mengandung alkaloid,
saponin, tannin, dan flavonoid. Selain itu, terdapat gula pereduksi, glikosida, gum,
dan steroid (Karmakar et al. 2010). Jenis alkaloid pada leunca yaitu solamargin,
solasonin, dan solanin yang termasuk ke dalam kelompok senyawa tropana (Jain
et al. 2011). Alkaloid yang terkandung pada daun yaitu solasonin dan solamargin,
sedangkan pada buah terdapat solanin, solamargin, solasonin, α dan β-solanigrin,
dan solasodin, serta solanin pada biji (Karmakar et al. 2010). Secara spesifik,
solanin memfasilitasi pembukaan transisi permeabilitas saluran mitokondria
dengan menurunkan potensial membran dan menghambat Bcl-2 pada kasus
kanker hati HepG2 (Jain et al. 2011). Pada penelitian Yolanda (2011), pemberian
solasodin pada tikus (Rattus norvegicus) jantan dewasa menyebabkan penurunan
kadar testosteron darah, yang diduga dapat menyebabkan penurunan kemampuan
seksual. Hal tersebut menunjukkan bahwa leunca berpotensi sebagai obat KB
terutama untuk pria.
Potensi pengembangan yang besar tersebut, perlu didukung teknik budidaya
yang baik khususnya pemupukan. Pupuk nitrogen dipilih sebagai perlakuan
karena biasanya nitrogen memberikan pengaruh yang nyata dan cepat terhadap
pertumbuhan vegetatif dan reproduktif tanaman. Selain itu, nitrogen merupakan
komponen penyusun alkaloid (Sirait 2007), sehingga tingkat kadar alkaloid
mungkin dipengaruhi oleh pemupukan nitrogen. Namun demikian, pemberian
nitrogen yang berlebihan dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi nitrat yang
tinggi pada tanaman sayur, sehingga penentuan dosis nitrogen yang tepat sangat
penting. Dosis pupuk nitrogen terbaik ditentukan dari perlakukan yang
mendukung produktivitas tinggi dan komposisi senyawa-senyawa metabolit
sekunder yang menguntungkan. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
membantu meningkatkan produksi dan kualitas tanaman leunca.

Tujuan
1.
2.

Tujuan dari penelitian ini adalah:
Menentukan dosis pupuk nitrogen yang tepat untuk meningkatkan
pertumbuhan dan produktivitas tanaman leunca.
Mengkaji pengaruh pupuk nitrogen terhadap kadar alkaloid tanaman leunca.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Pemanfaatan dan Biologi
Leunca dapat digolongkan sebagai sayuran indigenous. Sayuran indigenous
adalah sayuran lokal yang telah banyak diusahakan dan dikonsumsi, atau sayuran
introduksi yang telah lama dimanfaatkan secara tradisional di masyarakat
(Putrasamedja 2005). Saat ini banyak sayuran indigenous mulai dikenal
masyarakat kota, sehingga nilai ekonominya terus meningkat. Umumnya
konsumen menyatakan masih agak sulit mengolah sayuran indigenous karena
kurangnya informasi tentang cara mengolahnya (Pratiwi 2011).
Leunca termasuk famili Solanaceae tahunan yang tumbuh tegak. Tingginya
dapat mencapai 1.5 m dan tidak berduri. Batangnya memiliki karakteristik
berwarna hijau tua atau merah keunguan dan berbentuk silinder. Daunnya
tersusun spiral berpasangan dan berbentuk seperti bulat telur meruncing 1-16 cm x
1-12 cm dengan tangkai daun 1-9 cm. Bunga tanaman leunca termasuk jenis
bunga majemuk yang tersusun dalam rangkaian. Satu rangkaian bunga memiliki
2-20 tangkai bunga. Bunga berbentuk lonceng 1-3 mm. Buahnya berbentuk bulat,
berdiameter 0.5-1 cm, berwarna hijau kebiruan atau hitam keunguan ketika
matang. Di dalam buahnya terdapat 40-100 biji yang berbentuk cakram,
berukuran 1-1.5 mm, dan berwarna krem. Leunca diperbanyak dengan biji. Benih
berkecambah 6 hari setelah tanam (HST). Pembungaan mulai muncul pada 8
minggu setelah berkecambah atau 5 minggu setelah pindahtanam. Buah muncul
10 hari setelah antesis dan dipanen 8 hari kemudian (Siemonsma dan Jansen
1994).

Pemupukan Nitrogen
Nitrogen adalah salah satu hara esensial bagi tanaman. Di atmosfer jumlah
nitrogen melimpah, tetapi tidak dapat diserap oleh tanaman. Demikian juga
nitrogen di dalam tanah tidak 100% tersedia bagi tanaman. Lebih dari 90%
nitrogen dalam tanah tersusun dalam bentuk organik yang belum tersedia bagi
tanaman (Barchia 2009). Senyawa nitrogen harus diubah dalam bentuk nitrat
(NO3-) dan ammonium (NH4+) agar dapat diserap tanaman. Nitrat merupakan
bentuk senyawa yang paling disukai tanaman untuk pertumbuhan, meskipun
diberi pupuk ammonium tanaman cenderung menyerap nitrat (Pamungkas 2012).
Nitrogen di dalam tanah dapat berasal dari sisa organisme, fiksasi oleh
tanaman legum, dan dari senyawa terbawa hujan seperti nitrat (Barchia 2009).
Pemberian pupuk nitrogen bertujuan untuk memenuhi kebutuhan nitrogen
tanaman yang tidak terpenuhi oleh tanah. Namun demikian, dapat terjadi
kehilangan nitrogen dari volatilisasi ammonia berkisar 0-50% dari jumlah pupuk
yang diberikan setelah aplikasi pemupukan pada lahan pertanian (Barchia 2009).
Kebutuhan nitrogen pada masing-masing jenis tanaman berbeda-beda.
Nitrogen merupakan komponen utama senyawa asam amino, amida, protein,
klorofil, dan alkaloid di dalam tanaman. Senyawa yang mengandung nitrogen
menyusun 40-45% protoplasma (Agustina 2004). Selain itu, nitrogen berfungsi

4
sebagai penyusun asam nukleat, peningkat pertumbuhan dan perkembangan
semua jaringan, peningkat kualitas daun sayur-sayuran dan kandungan protein
biji-bijian (Munawar 2011).
Kecukupan pasokan nitrogen pada tanaman ditandai oleh aktivitas
fotosintesis yang tinggi, pertumbuhan vegetatif yang baik dan warna tanaman
yang hijau tua (Pamungkas 2012). Untuk itu, ketersediaan nitrogen yang dapat
diserap tanaman harus cukup memenuhi kebutuhan tanaman agar pertumbuhan
tanaman tidak terganggu dan dapat berproduksi baik.
Berdasarkan penelitian Balemi (2008), pemberian dosis pupuk nitrogen
yang semakin tinggi memberikan respon positif meningkatkan produksi dan
pertumbuhan tanaman tomat dengan taraf perlakuan 110 kg N/ha, 80 kg N/ha, dan
50 kg N/ha. Pada tahun pertama, produksi buah tomat yang dihasilkan oleh
tanaman dengan perlakuan dosis pupuk 110 kg N/ha dan 80 kg N/ha tidak berbeda
nyata, namun berbeda nyata pada tahun kedua. Selain itu, tanaman dengan
perlakuan dosis pupuk 110 kg N/ha menghasilkan buah yang layak pasar nyata
lebih tinggi dibandingkan tanaman dengan perlakuan dosis pupuk nitrogen 50 kg
N/ha pada tahun pertama, serta berbeda nyata dengan perlakuan dosis 50 kg N/ha
dan 80 kg N/ha pada tahun kedua. Masing-masing perlakuan dosis pupuk nitrogen
memberikan respon yang berbeda nyata terhadap parameter tinggi tanaman. Nilai
rata-rata tinggi tanaman tertinggi dihasilkan oleh perlakuan dosis pupuk 110 kg
N/ha. Jumlah buah per klaster dan bobot 10 butir buah juga dipengaruhi oleh
perlakuan dosis pupuk nitrogen. Nilai rata-rata jumlah buah per klaster tertinggi
dihasilkan oleh tanaman dengan perlakuan dosis pupuk 110 kg N/ha yang berbeda
nyata dengan kedua perlakuan lainnya. Namun demikian, nilai rata-rata bobot 10
buah tertinggi dihasilkan oleh tanaman dengan perlakuan dosis pupuk 80 kg N/ha
yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan dosis pupuk 50 kg N/ha dan yang
berbeda nyata dengan perlakuan dosis pupuk 110 kg N/ha.
Alkaloid
Alkaloid merupakan salah satu senyawa yang mengandung nitrogen.
Pengunaan nama alkaloid berasal dari alkali, karena alkaloid bersifat basa. Namun
demikian, tingkat kebasaannya sangat bervariasi, tergantung pada struktur
molekul alkaloid dan keberadaan serta lokasi kelompok fungsional lainnya. Satu
atau lebih atom nitrogen yang hadir, biasanya sebagai amina primer, sekunder,
atau tersier, memberikan sifat basa pada alkaloid (Dewick 2002).
Atom-atom nitrogen alkaloid berasal dari asam amino. Menurut Dewick
(2002), prekursor asam amino yang terlibat dalam biosintesis alkaloid yaitu
ornitin, lisin, asam nikotinat, tirosin, triptofan, asam antranilat, dan histidin.
Bangun blok dari asetat, sikimat, atau jalur fosfat deoxyxylulose juga sering
dimasukkan ke dalam struktur alkaloid (Dewick 2002). Sirait (2007) membagi
alkaloid berdasarkan kemiripan struktur dari elemen nitrogen dengan metabolit
sekunder, yaitu hasil metabolisme primer asam-asam amino seperti lisin, prolin,
histidin, fenilalanin, tirosin, dan triptofan, dan hasil metabolisme primer bukan
asam amino seperti xanthin, dan pyridinkarbonat.
Berdasarkan penelitian Roladani (2001), kadar alkaloid tertinggi per 25
gram serbuk jahe dihasilkan oleh tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) dengan

5
perlakuan tanpa dipupuk nitrogen (0N). Namun demikian, tanaman dengan
perlakuan dipupuk dua kali dosis anjuran nitrogen menghasilkan kadar alkaloid
lebih tinggi dibandingkan tanaman dengan perlakuan dipupuk satu kali dosis
anjuran. Hasil penelitian Rolandani tersebut menunjukkan kadar alkaloid lebih
tinggi dihasilkan oleh tanaman dengan kondisi miskin hara atau kelebihan hara.
Penelitian Palumbo et al. (2007) pada tanaman yaupon (Ilex vomitoria) yang di
pupuk ammonium nitrat menghasilkan alkaloid methylxanthine total lebih tinggi
dibandingkan tanpa dipupuk. Pupuk ammonium nitrat diberikan sebanyak 250 mg
nitrogen per minggu.

METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB pada bulan Desember 2013
sampai April 2014. Analisis biomassa dilakukan di Laboratorium Pasca Panen,
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, sedangkan
analisis alkaloid dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Ilmu
Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah benih tanaman leunca asal lokal Bogor,
pupuk Urea, pupuk KCl, pupuk SP-36, pupuk kandang kambing, dolomit, dan bak
semai. Bahan untuk analisis alkaloid adalah buah leunca sesuai kriteria panen
(masih muda dan berwarna hijau), heksana, metanol, asam sitrat 1 M, etil asetat,
dan ammonium hidroksida 6 M. Alat yang digunakan adalah meteran, timbangan,
timbangan analitik, pH meter, kamera digital, corong pisah, kertas saring, oven,
dan rotary evaporator.

Prosedur Percobaan
Pelaksanaan
1. Persemaian
Benih leunca disemai pada bak semai di dalam rumah kaca. Media
persemaian yang digunakan yaitu campuran tanah dan pupuk kandang dengan
perbandingan 1:1. Setiap hari persemaian disiram agar tercipta kondisi yang
lembab untuk membantu perkecambahan benih. Setelah 5 minggu, tinggi bibit ±
15 cm, bibit ditanam di lapangan.
2. Perlakuan
Dosis N, P, dan K mengacu pada standar pemupukan tanaman tomat yaitu
120 kg N/ha, 120 kg P/ha, 120 kg K/ha (Setiawati et al. 2007). Pertimbangannya
karena leunca dan tomat berasal dari famili yang sama yaitu Solanaceae. Selain itu,
pertumbuhan dan pembungaan leunca dan tomat relatif mirip.

6
Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Kelompok Lengkap
Teracak (RKLT) dengan satu faktor yaitu dosis nitrogen (N). Dosis nitrogen
terdiri atas empat taraf, yaitu 0 kg/ha, 60 kg/ha, 120 kg/ha, dan 180 kg/ha.
Perlakuan pupuk N diberikan 2 kali yaitu 1/3 dosis diberikan pada satu minggu
setelah tanam (MST) dan sisanya 2/3 dosis diberikan pada 6 MST dengan cara
disebar di sekitar tanaman lalu ditimbun tanah. Seluruh pupuk P dan K diberikan
pada 1 MST dengan dosis masing-masing yaitu 120 kg/ha, diberikan dengan cara
ditabur di sekitar tanaman. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 4 kali,
sehingga terbentuk 16 satuan percobaan.
Pada setiap satuan percobaan, penanaman dilakukan pada 3 bedengan.
Ukuran bedengan adalah 7 m x 1 m dengan jarak antar bedengan adalah 50 cm.
Jarak tanam yang digunakan adalah 50 cm x 70 cm (populasi 17 777 tanaman/ha).
Setiap bedengan terdiri atas 2 baris, sehingga terdapat 20 tanaman dalam satu
bedeng.
3. Pengolahan Lahan dan Penanaman
Dolomit diberikan dua minggu sebelum penanaman dengan dosis 1 ton/ha
dengan cara disebar merata. Pemberian pupuk kandang kambing dilakukan satu
minggu sebelum tanam. Pupuk kandang diletakkan di sekitar lubang tanam
dengan dosis 10 ton/ha. Analisis hara tanah secara lengkap dilakukan setelah
dilakukan pengolahan tanah dan pemberian kapur, yaitu pada 2 minggu setelah
pemberian kapur (setelah hujan deras).
4. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman dan pengendalian organisme
pengganggu tanaman (OPT). Penyiraman dilakukan setiap hari bila tidak ada
hujan. Penyiangan gulma dilakukan secara manual. Pengendalian OPT lain,
seperti hama, dilakukan dengan membuang bagian tanaman yang terserang atau
menjauhkan hama tersebut dari areal penanaman dan menggunakan pestisida yang
sering digunakan pada tanaman tomat.
5. Panen
Kegiatan panen dimulai pada 7 MST yakni panen buah muda. Kriteria buah
muda yang dipanen adalah buah berwarna hijau dan hampir mencapai ukuran
maksimum. Panen dilakukan setiap satu minggu sekali. Panen dilakukan sebanyak
sembilan kali selama penelitian. Pada 12 MST tidak dilakukan panen karena
merupakan masa peralihan dari periode pembungaan pertama ke periode
pembungaan kedua sehingga tidak terdapat buah yang siap panen.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan setiap minggu dimulai pada 1 MST hingga 16 MST.
Pada setiap satuan percobaan diambil sepuluh tanaman contoh. Pengamatan
dilakukan terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Peubah-peubah yang
diamati, yaitu:
1. Tinggi tajuk tanaman dan tinggi percabangan utama
Tinggi tajuk tanaman diukur dari permukaan tanah hingga pucuk tanaman
tertinggi, sedangkan tinggi percabangan utama diukur dari permukaan tanah
hingga cabang utama yang berbentuk V.

7
2.

Jumlah daun
Daun yang dihitung adalah yang telah membuka sempurna dan memiliki
panjang helai daun ≥ 1.5 cm. Diasumsikan helai daun berukuran ≥ 1.5 cm adalah
daun yang normal secara morfologi.
3. Jumlah cabang per tanaman
Cabang dihitung jika memiliki panjang ≥ 2 cm. Alasannya secara visual
mudah dibedakan dengan tunas buah. Pengamatan dilakukan setiap satu minggu
sekali.
4. Jumlah rangkaian bunga per tanaman
Rangkaian bunga yang dihitung adalah rangkaian bunga yang masih
menguncup hingga terdapat minimal satu bunga yang mekar dalam rangkaian
tersebut.
5. Jumlah rangkaian buah
Rangkaian buah yang dihitung adalah semua rangkaian buah yang dipanen.
6. Bobot basah dan bobot kering tanaman
Sampel destruktif diambil pada 6 dan 12 MST dengan cara mencabut
tanaman. Setelah dicabut, akar dibersihkan dan masing-masing bagian tanaman
dipisahkan, yaitu akar, batang, daun, bunga, buah ukuran kecil berdiameter ≤ 3
mm, buah ukuran sedang berdiameter antara > 3 hingga ≤ 7 mm, dan buah ukuran
besar berdiameter > 7 mm. Akar dipotong dari batang pada leher akar. Masingmasing bagian ditimbang untuk memperoleh bobot basah. Selain itu, jumlah daun,
jumlah akar, jumlah cabang, jumlah rangkaian bunga, jumlah buah kecil, jumah
buah sedang, jumlah buah besar, panjang akar, dan panjang cabang juga diamati.
Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 1 tanaman per satuan percobaan.
Pengukuran terhadap bobot kering tanaman dilakukan setelah tanaman
dikeringkan menggunakan oven pada suhu 80 °C selama 3 x 24 jam. Tanaman

e
a
c

d

b

a) tinggi, b) tinggi percabangan utama, c) helai daun, d) cabang, e) rangkaian bunga/rangkaian
buah.

Gambar 1 Cara mengamati pertumbuhan dan produksi tanaman

8
yang telah kering kemudian ditimbang menggunakan timbangan analitik.
Pengukuran terhadap kadar air tanaman dilakukan dengan mengambil
sampel dari tanaman yang diukur bobot basah dan bobot kering tanaman. Kadar
air dihitung dengan menggunakan rumus:

7.

Bobot 100 butir buah
Bobot 100 butir buah diukur menggunakan timbangan analitik. Buah
ditimbang tanpa tangkai, diambil sampel dari buah yang telah dipanen.
8. Persentase bagian yang dapat dikonsumsi (edible portion)
Pengukuran terhadap persentase bagian tanaman yang dapat dikonsumsi
dilakukan terhadap buah muda yang dipanen. Persentase edible portion dihitung
dengan rumus:

9.

Persentase buah masak
Dari rangkaian buah yang dihitung saat panen, dihitung jumlah rangkaian
buah yang telah masak. Persentase buah masak dihitung dengan rumus:

10. Produktivitas tanaman
Perhitungan produktivitas tanaman dilakukan setiap kali panen, mulai 7
MST. Produktivitas total tanaman sebanyak sembilan kali panen dihitung
berdasarkan rumus:

11. Analisis alkaloid
Kandungan alkaloid diuji dengan metode ekstraksi pada buah leunca.
Sebanyak 100 g buah leunca direndam heksana. Residunya disaring, kemudian
direndam metanol. Filtrat metanol disaring dan dievaporasikan menggunakan
rotary evaporator. Ekstrak pekat dihasilkan, kemudian diasamkan dengan asam
sitrat 1 M sampai pH 3. Ekstrak dipartisi etil asetat hingga menghasilkan fase etil
asetat dan fase asam. Fase asam diambil dan dibasakan dengan ammonium
hidroksida (NH4OH) 6 M sampai pH 9. Ekstrak dipartisi lagi dengan etil asetat,
sehingga terdapat fase basa dan fase etil asetat. Fase etil asetat dikeringkan,
kemudian ditimbang total ekstrak alkaloid.

Analisis Data
Model rancangan penelitian yang digunakan adalah:
Yijk = µ + αi + βj + εij
Keterangan:
Yij
: nilai pengamatan pada perlakuan pemupukan N ke-i dan kelompok ke-j
µ
: nilai rataan umum
αi
: pengaruh perlakuan pemupukan N ke-i

9
βj
εij

: pengaruh pengelompokan ke-j
: pengaruh galat percobaan perlakuan pemupukan N ke-i dan kelompok
ke-j
Pengolahan data dilakukan dengan Uji-F, apabila menunjukkan hasil yang
berbeda nyata dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada
taraf 5%. Pada saat uji DMRT, koefisien keragaman (KK) > 25% maka dilakukan
transformasi menggunakan
.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Persemaian
Pada satu minggu setelah semai (MSS), benih mulai tumbuh dengan
persentase daya tumbuh sebesar 63.03%. Pada 2 MSS, semua benih tumbuh 100%.
Beberapa benih leunca yang ditanam memiliki kecepatan daya tumbuh yang
berbeda sehingga tidak seragam. Sebelum ditanam di lahan, dipilih bibit yang
seragam.
Pada saat di pembibitan, beberapa tanaman leunca mengalami serangan
organisme pengganggu tanaman (OPT). Beberapa gejala kerusakan pada daun
diduga disebabkan oleh serangan hama (Gambar 2). Hama penggorok daun
(Liriomyza huidobrensis Blanchard) memakan jaringan mesofil daun, sehingga
menampakkan bercak memanjang berwarna putih (Gambar 2a dan 2b). Selain
hama penggorok daun, ditemukan gejala serangan larva kumbang koksi
(Henosepilachna sp.) yang memakan bagian daun tanaman (Gambar 2c).
Pengendalian hama dilakukan secara manual dengan cara membuang bagian
tanaman yang terserang.

a

b

c

a dan b) Gejala serangan penggorok daun, c) Gejala serangan larva kumbang koksi.

Gambar 2 Gejala kerusakan daun akibat serangan hama pada pembibitan leunca
Pada 5 MSS, bibit dipindah tanam ke lahan. Tanaman yang baru ditanam di
lahan percobaan mudah layu. Diduga tanaman membutuhkan waktu beberapa hari

10
untuk menyesuaikan dengan kondisi di lahan yang mendapatkan penyinaran
matahari penuh.
Kandungan Hara Tanah dan Pupuk Kandang
Hasil analisis tanah di Kebun Percobaan Leuwikopo memiliki pH (H2O)
masam yaitu 4.5. Kandungan C-organik sangat rendah yaitu 0.95%. Kandungan
N-total tergolong rendah yaitu 0.1%. Unsur P (Bray I) dan P (HCl 25%) tergolong
rendah, masing-masing bernilai 5.6 ppm dan 173.16 ppm. Kandungan K sebesar
0.3 me/100 g tergolong rendah. Kandungan hara makro lainnya yaitu S-tersedia
0.04%, S-total 0.1%, Ca 1.52 me/100 g tergolong sangat rendah, dan Mg 0.39
me/100 g tergolong sedang. Kapasitas tukar kation (KTK) tanah sebesar 10.46
me/100 g tergolong rendah. Kandungan hara lainnya dapat dilihat pada Lampiran
1.
Hasil analisis menunjukkan bahwa pupuk kandang kambing memiliki pH
(H2O) agak alkali yaitu 7.6. Pupuk kandang kambing mengandung N-total yang
rendah yaitu 0.12%. Namun demikian, pupuk kandang kambing memiliki
kandungan P (Bray I) yang sangat tinggi yaitu 60.9 ppm dan P (HCl 25%) yang
sedang yaitu 404.04 ppm. Selain itu, kandungan K yang tinggi dimiliki oleh
pupuk kandang kambing yaitu 23.75 me/100 g (Lampiran 1). Referensi analisis
tanah disajikan pada Lampiran 2.
Lingkungan Tumbuh
Penelitian dilaksanakan pada pertengahan musim hujan hingga awal musim
kemarau yaitu pada bulan Desember hingga April. Selama penelitian berlangsung,
curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari yaitu 702.0 mm/bulan. Curah
hujan terendah yaitu 281.4 mm/bulan pada bulan Maret. Jumlah hari hujan per
bulan berkisar antara 22-27 hari hujan. Suhu dan kelembaban selama penelitian
berada pada rentang yang tidak terlalu besar. Suhu bulanan tertinggi yaitu 26.2 °C
pada bulan April dan suhu terendah yaitu 24.6 °C pada bulan Januari.
Kelembaban udara bulanan terendah dan tertinggi masing-masing 85% pada bulan
April dan 89% pada bulan Januari dan Februari (Lampiran 3 dan 4).
Organisme Pengganggu Tanaman
Selama penelitian, terdapat gulma, hama, dan penyakit yang menyerang
tanaman leunca. Gulma yang dominan tumbuh di lahan percobaan adalah
Borreria latifolia Aubl., Croton hirtus L’Herit., Ageratum conyzoides L., dan
Mimosa pudica L. (Gambar 3). Selain itu, terdapat gulma lain seperti Melastoma
affine D. Don, Phyllanthus niruri L., Emilia sanchifolia L., Cleome rutidosperma
DC., Eleusine indica L., dan Axonopus compressus Swartz.. Gulma dikendalikan
secara manual. Selama penelitian, penyiangan gulma dilakukan sebanyak tiga kali
dengan interval waktu kurang lebih satu bulan.
Bebarapa jenis hama yang menyerang yaitu belalang (Valanga nigricornis),
kumbang koksi (Henosepilachna sp.), ulat, kutu daun (Aphis gossypii), kepik
hijau (Nezara viridula), dan rayap (Gambar 4). Belalang memakan daun tanaman
leunca dan meninggalkan lubang-lubang bekas gigitan pada daun yang diserang
(Gambar 5a). Kutu yang berada di permukaan bawah daun menghisap cairan daun,
sehingga daun menjadi keriput dan melengkung ke dalam (Gambar 5b). Jika

11

a

b

c

d

a) Borreria latifolia Aubl., b) Croton hirtus L’Herit., c) Ageratum conyzoides L.,
d) Mimosa pudica L.

Gambar 3 Gulma dominan di lahan percobaan
tanaman yang masih muda terserang hebat, pertumbuhannya menjadi kerdil dan
daunnya keriting ke dalam (Pracaya 2007).
Kumbang koksi menyerang tanaman leunca pada fase larva. Larva kumbang
koksi memakan daun dan meninggalkan lubang-lubang bekas gigitan yang khas

a

b

d

e

a) Larva kumbang koksi, b) Nimfa kepik hijau, c) Rayap, d) Ulat, e) Kutu daun

Gambar 4 Hama yang menyerang tanaman leunca di lahan percobaan

c

12

a

b

c

d

f

e

g

a) lubang bekas gigitan belalang, b) daun melengkung ke dalam akibat serangan kutu daun, c)
bekas gigitan yang khas oleh larva kumbang koksi, d) jalinan daun akibat serangan ulat, e) Warna
buah pucat dan terdapat bintik pada kulit buah akibat serangan kepik hijau, f) akar rusak karena
dimakan rayap, g) rongga pada pangkal batang akibat dimakan rayap.

Gambar 5 Kerusakan akibat serangan hama
(Gambar 5c). Pada tingkat serangan yang parah, ketika daun tanaman sudah habis
dimakan, larva kumbang koksi memakan kulit batang dan buah leunca. Ulat
menyerang bagian daun tanaman. Ulat memakan, menggulung, dan menjalin daun
tanaman leunca (Gambar 5d). Kepik hijau menyerang bagian buah. Nimfa kepik
hijau menghisap buah sehingga meninggalkan bintik-bintik putih dipermukaan
kulit buah. Bintik-bintik putih terlihat lebih jelas pada buah yang berwarna ungu
kehitaman. Selain terdapat bintik-bintik putih, buah yang diserang kepik hijau
berwarna lebih pucat (Gambar 5e). Rayap menyerang bagian akar dan batang
tanaman leunca. Gejala yang ditunjukkan oleh tanaman yang diserang rayap
adalah tanaman menjadi layu dan akhirnya mati. Awalnya tanaman diduga terkena
penyakit layu bakteri atau penyakit layu fusarium. Akan tetapi, setelah tanaman
dicabut, pada bagian akar yang tersisa ditemukan rayap (Gambar 5f dan 5g).
Rayap juga membuat rongga pada batang, yang menjadi tempat rayap bersarang.

13
Terdapat gejala berupa bercak berwarna coklat pada daun seperti karat
(Gambar 6) dan daun mudah gugur. Selain itu, terdapat bercak berwarna coklat
pada batang. Batang lebih lemah sehingga cabang-cabang cenderung rebah ke
samping. Tanaman dengan gejala tersebut memiliki kenampakan yang lebih kerdil
dibandingkan tanaman normal dan produksinya lebih rendah. Tanaman diduga
terkena penyakit karat yang disebabkan cendawan karat. Gejala yang sama
dinyatakan oleh Pracaya (2007), yaitu terdapat bercak-bercak yang awalnya
berwarna kuning muda kemudian menjadi kuning jingga di sisi bawah daun dan
daun gugur sebelum waktunya akibat serangan cendawan karat.

a

b

a) permukaan atas daun yang terkena karat, b) permukaan bawah daun
yang terkena karat.

Gambar 6 Bercak pada daun yang terkena penyakit karat
Selain penyakit karat, ditemukan penyakit pecah buah. Gejala serangan
pecah buah yaitu terdapat bercak berwarna coklat pada ujung buah, yang akhirnya
mengerut (Gambar 7). Pada tahap pembesaran buah, buah tidak dapat mencapai
ukuran normal dan akhirnya pecah pada bagian yang terdapat bercak. Pecah buah
diduga disebabkan oleh fluktuasi suhu dan kelembaban udara dan tanah, serta
ketersediaan air di sekitar perakaran. Air dibutuhkan untuk pembentukan buah.
Pada cuaca panas, air di sekitar perakaran banyak menguap, sehingga kelembaban
tanah rendah dan kebutuhan air tanaman tidak tercukupi. Hal tersebut

a

b

a) bercak pada buah yang masih kecil, b) buah pecah ketika ukuran
buah membesar.

Gambar 7 Pecah buah akibat faktor abiotik

14
mengakibatkan pertumbuhan buah terhambat, bahkan kematian sel atau jaringan.
Ketika turun hujan, terjadi perubahan jumlah air di perakaran yang mendadak. Hal
tersebut menyebabkan peningkatan penyerapan air ke bagian tanaman. Aliran air
ke buah merangsang sel membesar, tetapi sel yang mati mengalami tekanan
hingga terjadi pecah buah.
Pecah buah mirip dengan penyakit blossom-end rot pada tomat. Gejala
tomat yang terkena blossom-end rot yaitu terdapat lession pada buah dan jaringan
yang sakit tersebut menyusut (Walker 1957). Raleigh dan Chucka (1944)
menyatakan, blossom-end rot terjadi ketika nitrogen relatif tinggi dan kalsium
rendah. Pecah buah yang ditemukan pada penelitian ini mungkin terkait hal
tersebut, karena kandungan Ca pada lahan penelitian tergolong sangat rendah dan
pada beberapa perlakuan, dosis pupuk nitrogen yang diaplikasikan cukup tinggi.
Ca berperan sebagai penyusun dinding sel serta perekat antar dinding sel (Garder
et al. 2008). Kekurangan Ca menyebabkan permeabilitas sel menjadi lemah,
sehingga ketika terjadi penyerapan air dan hara yang mendadak, namun tidak
diimbangi pertumbuhan sel kulit buah, pecah buah sangat rentan terjadi.
Hama dan penyakit dominan yang ditemukan di lahan percobaan yaitu
kumbang koksi, rayap, karat, dan pecah buah. Hama dan penyakit tersebut cukup
mengganggu pertumbuhan tanaman dan diduga berpengaruh terhadap penurunan
produksi buah tanaman leunca.
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan penyemprotan
insektisida dan fungisida. Insektisida yang digunakan berbahan aktif profenofos
500 g/l dan fungisida yang digunakan berbahan aktif propineb 70%.
Penyemprotan dilakukan seminggu sekali. Namun demikian, panyemprotan yang
telah dilakukan agaknya kurang efektif dalam mengendalikan hama dan penyakit
di lahan percobaan.

Pertumbuhan Tanaman
Pengaruh Perlakuan Terhadap Peubah-peubah yang Diamati
Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk nitrogen
berpengaruh sangat nyata terhadap peubah tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah
cabang, dan jumlah rangkaian bunga, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap
peubah tinggi percabangan utama (Tabel 1). Tanaman leunca yang diberi
perlakuan dosis pupuk nitrogen yang lebih tinggi menunjukkan pertumbuhan yang
Tabel 1

Rekapitulasi hasil analisis ragam peubah karakter agronomi tanaman
leunca pada perlakuan dosis pupuk nitrogen pada 1-16 MST

Peubah
TT (cm)
TPU (cm)
JD (helai)
JC (buah)
JRB (buah)

1
tn
tn
tn
-

2
tn
*
tn
**
tn

3
*
tn
**
**
tn

4
**
tn
**
**
**

Hasil analisis ragam pada minggu ke5 6
7
8
9 10 11 12
** ** ** ** ** **
tn tn
** **
** ** ** ** ** ** - **
** ** ** ** ** ** - **

13

14

15

16

**
**

**
**

**
**

**
**

TT: tinggi tanaman, JD: jumlah daun, TPU: tinggi percabangan utama, JC: jumlah cabang, JRB:
jumlah rangkaian bunga; tn: tidak berpengaruh nyata, *: berpengaruh nyata pada taraf 5%, **:
berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%.

15
lebih baik. Pada peubah tinggi tanaman dan jumlah daun, respon perlakuan mulai
terlihat pada 3 minggu setelah tanam (MST) atau 2 minggu setelah perlakuan
(MSP). Pada peubah jumlah cabang, respon perlakuan mulai terlihat pada 2 MST,
sedangkan pada peubah jumlah rangkaian bunga respon perlakuan mulai terlihat
pada 4 MST.
Tabel 2 Rekapitulasi hasil analisis ragam peubah produktivitas tanaman leunca
pada perlakuan dosis pupuk nitrogen pada umur 7-16 MST
Peubah

7
*
**
**
**
**
tn
-

Jumlah rangkaian buah (buah)
Produksi/tanaman (g)
Produksi/ bedeng (g)
Produktivitas (kg)
Bobot 100 butir buah (g)
Persentase edible portion (%)
Persentase buah masak (%)

Hasil analisis ragam pada minggu ke8
9
10 11 13 14 15
** **
tn
**
*
** **
*
** ** ** ** ** **
*
** ** ** ** ** **
** ** ** ** ** ** **
*
**
*
tn
**
tn
**
tn
tn
*
*
tn
*
*
tn
tn
*
tn
tn
tn
tn

16
**
**
**
**
tn

tn: tidak berpengaruh nyata, *: berpengaruh nyata pada taraf 5%, **: berpengaruh sangat nyata
pada taraf 1%.

Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk nitrogen
berpengaruh sangat nyata terhadap semua peubah produksi, kecuali persentase
buah masak (Tabel 2). Produksi dan produktivitas buah lebih tinggi dihasilkan
oleh tanaman leunca yang mendapatkan perlakuan dosis pupuk nitrogen daripada
tanaman tanpa pemupukan nitrogen. Respon perlakuan terhadap peubah-peubah
tersebut mulai terlihat pada 7 MST atau panen pertama.
Tabel 3

Rekapitulasi hasil analisis ragam pengamatan destruktif tanaman
leunca pada perlakuan dosis pupuk nitrogen pada umur 6 dan 12 MST
BB (g)

Bagian tanaman
Daun
Akar
Cabang
Bunga
Buah kecil
Buah sedang
Buah besar

6
**
**
**
**
tn
tn
tn

12
**
*
**
**
tn
*
*

BK (g)
KA (%)
Σ
P (cm)
Hasil analisis ragam pada minggu ke6
12
6
12
6
12
6
12
**
**
tn
tn
**
**
**
**
tn
*
**
tn
*
**
**
tn
tn
**
**
**
**
**
**
*
tn
**
**
tn
tn
tn
tn
**
tn
tn
tn
tn
tn
tn
*
tn
tn
tn
tn
tn
*
-

BB: bobot basah, BK: bobot kering, KA: kadar air, Σ: jumlah, P: panjang; buah kecil: d ≤ 3
mm, buah sedang: 3 mm > d ≥ 7 mm, buah besar: d > 7 mm; tn: tidak berpengaruh nyata, *:
berpengaruh nyata pada taraf 5%, **: berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%.

Pada sampel destruktif yang diamati, hasil uji F menunjukkan bahwa
perlakuan dosis pupuk nitrogen berpengaruh nyata terhadap peubah bobot basah,
bobot kering, jumlah, dan panjang yang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Respon perlakuan yang berpengaruh nyata terlihat pada kedua waktu pengamatan
yaitu pada 6 dan 12 MST. Tanaman yang mendapatkan perlakuan dosis pupuk
nitrogen menghasilkan biomassa yang lebih banyak, hal tersebut terlihat pada data

16
bobot basah dan bobot kering yang lebih tinggi.
Tinggi Tajuk Tanaman
Tabel 4 memperlihatkan bahwa perlakuan dosis pupuk nitrogen berpengaruh
nyata terhadap tinggi tanaman, respon perlakuan mulai terlihat pada 3 MST.
Tinggi tanaman berbeda nyata antara tanaman yang diberi pupuk nitrogen dengan
tanaman tanpa dipupuk nitrogen. Namun demikian, tinggi tanaman yang
dihasilkan oleh perlakuan dosis pupuk nitrogen 60 kg/ha, 120 kg/ha, dan 180
kg/ha tidak berbeda nyata. Tinggi tanaman bertambah secara signifikan pada 2
MST hingga 5 MST. Pada 6 MST hingga 10 MST, laju pertambahan tinggi
tanaman turun. Hal tersebut terjadi karena tajuk tanaman rebah.
Tabel 4 Tinggi tajuk tanaman leunca pada perlakuan dosis pupuk nitrogen
Umur tanaman
(MST)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Tinggi tanaman pada dosis N (kg/ha)
0
60
120
180
p
------------------------------ (cm) ---------------------------17.94a
18.40a
18.61a
17.15a
26.31a
27.43a
27.81a
26.19a
46.99b
50.73a
51.17a
49.62ab
75.26b
86.23a
88.28a
85.77a
83.00b
95.98a
98.27a
99.28a
89.33c
104.18b
106.81ab
109.86a
89.87c
105.46b
109.28ab
112.01a
90.25b
105.68a
109.10a
112.39a
89.98b
106.30a
104.13a
109.37a
92.83b
110.72a
111.27a
112.84a

KK (%)

5.86
3.61
3.71
4.35
2.62
2.89
3.63
4.30
4.53
4.19

KK: koefisien keragaman; MST: minggu setelah tanam; pangka-angka pada baris yang sama
diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Tinggi Percabangan Utama
Perlakuan dosis pupuk nitrogen tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi
percabangan utama tanaman leunca (Tabel 5). Hasil pengujian pada 2 MST
Tabel 5 Tinggi percabangan utama tanaman leunca pada perlakuan dosis pupuk
nitrogen
Umur Tanaman
(MST)
2
3
4
5
6

Tinggi percabangan utama pada dosis N (kg/ha)
0
60
120
180
-------------------------- (cm)p ------------------------22.00c
34.60a
28.53b
34.25a
41.87a
44.95a
44.65a
42.99a
47.44a
51.09a
50.99a
48.44a
48.13a
51.56a
51.52a
48.97a
48.20a
51.65a
51.69a
49.53a

KK (%)
4.58
4.31
3.86
3.74
3.95

KK: koefisien keragaman; MST: minggu setelah tanam; pangka-angka pada baris yang sama
diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

17
menunjukkan hasil yang berbeda nyata disebabkan oleh waktu munculnya
percabangan utama yang tidak seragam. Perbedaan waktu tersebut mempengaruhi
nilai rataan yang pada akhirnya mempengaruhi hasil pengujian. Tinggi
percabangan utama bertambah secara signifikan pada 3 MST dan 4 MST. Pada 5
MST dan 6 MST tinggi percabangan utama telah mencapai tinggi maksimum.
Jumlah Daun
Tabel 6 memperlihatkan bahwa perlakuan dosis pupuk nitrogen berpengaruh
nyata terhadap jumlah daun tanaman leunca. Respon perlakuan mulai terlihat pada
3 MST. Pertambahan jumlah daun terjadi secara signifikan pada 2 MST hingga 6
MST. Jumlah daun yang dihasilkan oleh tanaman tanpa dipupuk nitrogen berbeda
nyata dengan tanaman yang diberi pupuk nitrogen. Semakin tinggi dosis pupuk
nitrogen yang diberikan memberikan respon positif meningkatkan jumlah daun
yang dihasilkan. Tanaman dengan perlakuan dosis pupuk nitrogen 60 kg/ha
menghasilkan jumlah daun berbeda nyata dengan tanaman yang diberi perlakuan
dosis pupuk nitrogen 120 kg/ha dan 180 kg/ha pada 6 MST. Namun demikian,
jumlah daun yang dihasilkan oleh tanaman dengan perlakuan dosis pupuk
nitrogen 120 kg/ha dan 180 kg/ha tidak berbeda nyata. Jumlah daun terbanyak
dihasilkan oleh tanaman dengan perlakuan dosis pupuk nitrogen 180 kg/ha.
Tabel 6 Jumlah daun tanaman leunca pada perlakuan dosis pupuk nitrogen
Umur Tanaman
(MST)
1
2
3
4
5
6

Jumlah daun pada dosis N (kg/ha)
0
60
120
180
p
------------------------- (helai) -----------------------6.7a
7.2a
7.2a
6.9a
20.5a
22.4a
23.0a
21.2a
54.7b
62.9a
62.4a
66.2a
97.3b
129.6a
141.1a
134.2a
167.6b
237.5a
270.0a
278.4a
211.5c
313.0b
368.2a
402.7a

KK (%)
4.6
5.9
5.0
7.5
11.7
9.9

KK: koefisien keragaman; MST: minggu setelah tanam; pangka-angka pada baris yang sama
diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Jumlah Cabang
Perlakuan dosis pupuk nitrogen berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang
tanaman leunca yang mulai terlihat pada 3 MST (Tabel 7). Pemberian dosis pupuk
nitrogen yang semakin tinggi memberikan respon positif meningkatkan jumlah
canbang yang dihasilkan. Jumlah cabang yang dihasilkan oleh tanaman tanpa
dipupuk nitrogen berbeda nyata dengan tanaman yang diberi pupuk nitrogen.
Perlakuan dosis pupuk nitrogen 60 kg/ha berbeda nyata dengan perlakuan dosis
pupuk nitrogen 120 kg/ha pada 7 MST hingga 9 MST. Perlakuan dosis pupuk
nitrogen 120 kg/ha berbeda nyata dengan perlakuan dosis pupuk nitrogen 180
kg/ha pada 10 MST, 15 MST dan 16 MST. Jumlah cabang tertinggi dihasilkan
oleh tanaman yang mendapatkan perlakuan dosis pupuk nitrogen 180 kg/ha.
Jumlah cabang bertambah dengan bertambahnya umur tanaman. Jumlah
cabang bertambah secara signifikan ditunjukkan oleh data pada 6 MST dan 10
MST (Tabel 7). Pertambahan jumlah cabang yang signifikan pada 6 MST diduga

18
Tabel 7 Jumlah cabang tanaman leunca pada perlakuan dosis pupuk nitrogen
Umur Tanaman
(MST)
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11r
12
13
14
15
16

Jumlah cabang pada dosis N (kg/ha)
0
60
120
180
-------------------------- (buah)p -------------------------4.4a
4.5a
4.7a
4.3a
10.6b
12.3a
12.6a
12.2a
16.8b
22.9a
24.5a
23.8a
19.7b
27.1a
29.6a
29.3a
25.4c
36.8b
42.8ab
45.5a
27.4c
41.1b
49.1a
53.0a
28.4c
46.9b
53.6a
58.3a
32.6c
54.3b
64.2a
69.8a
37.9c
74.0b
85.9b
104.5a
58.0
88.2
84.5
134.5
59.2c
98.7b
124.2ab
148.5a
60.3c
100.4b
125.9ab
151.0a
62.3c
101.9b
126.9ab
154.4a
64.9c
102.9b
126.0b
156.6a
66.1c
105.0b
127.0b
159.7a

KK
(%)
12.6
3.7
7.7
8.0
10.9
10.2
6.4
8.5
13.5
15.6
16.3
16.2
16.1
16.7

KK: koefisien keragaman; MST: minggu setelah tanam; pangka-angka pada baris yang sama
diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%; rmencakup
data 1 ulangan sehingga tidak dapat diuji.

dipengaruhi oleh curah hujan yang tinggi hampir sepanjang minggu pada 3 MST
hingga 5 MST. Zulkarnain (2009) menyatakan bahwa pucuk dapat mengalami
kematian akibat pengaruh kemarau, tetapi akan kembali tumbuh pada setiap awal
musim penghujan. Pertambahan jumlah cabang yang signifikan pada 10 MST
merupakan awal fase vegetatif kedua setelah berakhirnya masa pembungaan
pertama yang ditunjukkan dengan menurunnya jumlah rangkaian bunga yang
dihasilkan hingga 9 MST (Tabel 8).

Produksi Buah
Jumlah Rangkaian Bunga
Jumlah rangkaian bunga tanaman leunca nyata dipengaruhi oleh perlakuan
dosis pupuk nitrogen. Perlakuan dosis pupuk nitrogen yang semakin tinggi
menunjukkan respon positif menghasilkan jumlah rangkaian bunga yang semakin
banyak. Respon jumlah rangkaian bunga akibat perlakuan dosis pupuk nitrogen
mulai terlihat pada 4 MST. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 8, jumlah
rangkaian bunga yang dihasilkan tanaman dengan perlakuan dosis pupuk nitrogen
0 kg/ha berbeda nyata dengan perlakuan dosis pupuk nitrogen 60 kg/ha, 120 kg/ha,
dan 180 kg/ha. Selain itu, jumlah rangkaian bunga tanaman dengan perlakuan
dosis pupuk nitrogen 60 kg/ha berbeda nyata dengan tanaman yang diberi
perlakuan dosis pupuk nitrogen 120 kg/ha dan 180 kg/ha pada 6 MST hingga 8
MST. Jumlah rangkaian bunga tanaman dengan perl