KARYA TULIS ILMIAH PERSEPSI KONSUMEN APOTEK TERHADAP APOTEKER FARMASI KOMUNITAS DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

PERSEPSI KONSUMEN APOTEK TERHADAP APOTEKER FARMASI KOMUNITAS DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN

BANJARNEGARA, JAWA TENGAH

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh derajat Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh Sucianna Dwi Setyawati

20120350086

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh derajat Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh Sucianna Dwi Setyawati

20120350086

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

(4)

xv

The research aimed at finding the perception of pharmacy consumers towards community pharmacist. It was descriptive non experimental research in nature. The technique of sample collection was with purposive sampling. The data collection was conducted by direct survey in the places by using questionnaire. One hundred samples of respondents were taken from four drugstore. The data analysis was using descriptive statistic analysis and using frequency statistics.

The result of the reserach showed that 74% respondents could differentiate between pharmacist and other staffs in the drugstore and 87% respondents knew that they could consult about medicine to the pharmacist. The perception about pharmacist roles as information source on medicine belonged to satisfied category (38%) and very satisfied one (28%). Consumer satisfaction towards pharmacist characteristics belonged satisfied category (61%). The respondent expectation on the development of pharmacist service was 85%.


(5)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis, dimana pada pasal 5 ayat 2 setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau (Depkes,2009). Kesehatan yaitu “afiat” yang berarti perlindungan Allah untuk hamba-Nya dari segala macam bencana dan tipu daya dan berarti sehat yang sempurna. Dalam hal ini afiat merujuk pada manfaat dan kebaikan, sedangkan sehat diartiakan pada keadaan baik (Quraish Shihab).

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya, di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam surga yang penuh kenikmatan". (Surat Yunus Ayat 9).


(6)

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu setiap tenaga kesehatan, khususnya apoteker, wajib memberikan pelayanan terbaik untuk menunjang kesehatan warga negara Indonesia melalui praktik pelayanan kefarmasian.

Apoteker yang bekerja di apotek adalah Apoteker farmasi komunitas. Apoteker farmasi komunitas merupakan tenaga kesehatan yang paling mudah ditemui oleh masyarakat dan melayani obat-obatan baik dengan resep atau tanpa resep. Selain itu, di farmasi komunitas dilakukan konseling obat baik resep maupun tanpa resep kepada pasien, sebagai sumber informasi obat bagi tenaga kesehatan, pasien, dan masyarakat, serta turut berpartisipasi dalam program pelayanan kesehatan promotif (WHO, 1990).

Farmasi komunitas adalah area praktik apoteker dimana obat dan produk kesehatan lainnya dijual atau disediakan langsung kepada masyarakat secara eceran, baik melalui resep dokter maupun tanpa resep dokter (FIP, 1998). Di Indonesia dikenal dengan sebutan apotek, dengan diterbitkannya PP No. 51 tahun 2009 definisi apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker. Apoteker di farmasi komunitas sebagai pemegang peran utama dalam pelayanan kefarmasian komunitas, menghadapi sebuah permasalahan dalam menyeimbangkan aspek komersial dan profesional sebagai tenaga kesehatan (Wirth dkk.,2011). Pelayanan yang bermutu sesuai standar kode etik dan profesi selain dapat menurunkan risiko medication error,


(7)

3

juga akan memberikan persepsi yang baik terhadap apotek karena sesuai kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Persepsi konsumen terhadap pelayanan apotek yang buruk akan merugikan apotek dari aspek bisnis karena konsumen akan beralih ke apotek lain (Handayani., 2009)

Persepsi masyarakat terhadap apoteker farmasi komunitas menjadi faktor penting untuk membantu apoteker memformulasikan pengembangan perannya dalam sebuah system pelayanan kesehatan. Berdasarkan penelitian Rudi Hartono, S.Farm (2008) yang dilakukan di Apotek Buhamala Medan, pelayanan di Apotek Buhamala Medan cukup baik. Hal ini dapat dilihat apoteker pengelola apotek selalu berada di apotek sehingga pasien dapat bertanya dan mendapatkan informasi yang lengkap mengenai obat. Oleh karena itu, penelitian bertujuan untuk mengetahui seperti apa persepsi konsumen terhadap apoteker farmasi komunitas di kota Banjarnegara sehingga dapat menjadi acuan pengembangan pelayanan profesi apoteker di kota Banjarnegara.

B. Perumusan Masalah

Masih rendahnya persepsi konsumen terhadap pentingnya keberadaan farmasi komunitas dibebarapa kota besar di Indonesia sehingga masyarakat belum dapat memanfaatkan keberadaan apoteker dalam upaya membantu pemilihan pengobatan yang rasional.

Berdasarkan pendapat diatas maka timbul pertanyaan dalam penelitian ini: 1. Bagaimana gambaran kemampuan konsumen dalam mengenali


(8)

2. Bagaimana gambaran persepsi konsumen terhadap peran apoteker sebagai sumber informasi obat?

3. Bagaimana gambaran tingkat kepercayaan konsumen terhadap apoteker?

4. Bagaimana gambaran kepuasan konsumen terhadap karakter apoteker? 5. Bagaimana gambaran harapan konsumen terhadap pengembangan

pelayanan apoteker dan apotek? C. Keaslian Penelitian

Penelitian Persepsi Konsumen Apotek Terhadap Apoteker Farmasi Komunitas sudah pernah dilakukan di kota Yogyakarta oleh Sekar Tyas Hutami mahasiswi Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan hasil penelitian menunjukan bahwa 75% responden mengetahui bisa melakukan konsultasi obat dengan apoteker dan sebanyak 62% responden mampu membedakan apoteker dengan petugas lain di apotek. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini dilakukan di kota Banjarnegara.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui gambaran kemampuan konsumen dalam mengenali apoteker di apotek.

2. Untuk mengetahui persepsi konsumen terhadap peran apoteker sebagai sumber informasi obat.


(9)

5

3. Untuk mengetahui tingkat kepercayaan konsumen terhadap apoteker. 4. Untuk mengetahui kepuasan konsumen terhadap karakter apoteker.

5. Untuk mengetahui harapan konsumen terhadap pengembangan pelayanan apoteker dan apotek.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian adalah:

1. Bagi mahasiswa farmasi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi sebagai calon apoteker untuk lebih giat menempa diri agar menjadi apoteker yang baik dan lebih professional.

2. Bagi apoteker, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang persepsi konsumen terhadap keberadaan dan fungsi apoteker. 3. Bagi Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), penelitian ini diharapkan dapat

memberikan tambahan informasi untuk menentukan arah pengembangan profesi apoteker.


(10)

6

A. Tinjauan Pustaka

1. Persepsi

Persepsi diartikan sebagai proses individu dalam memilih, mengorganisasi, dan menafsirkan informasi yang ada untuk menciptakan sebuah gambar yang bermakna tentang dunia (Kotler, 2008).

Menurut Robins (1999-124), persepsi adalah suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka untuk memberikan makna terhadap lingkungannya.

Menurut Miftah Thoha (2003), proses terbentuknya persepsi didasari pada beberapa tahapan :

a. Stimulus atau rangsangan

Terjadinya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan pada suatu stimulus atau rangsangan yang hadir dari lingkungannya.

b. Registrasi

Dalam proses registrasi, suatu gejala yang nampak adalah mekanisme fisik berupa penginderaan dan syaraf seseorang yang berpengaruh melalui alat indera yang dimilikinya. Seseorang dapat mendengarkan atau melihat informasi yang terkirim kepadanya.


(11)

7

Kemudian mendaftar semua informasi yang terkirim kepadanya tersebut.

c. Interprestasi

Interprestasi merupakan suatu aspek kognitif dari persepsi yang sangat penting yaitu proses memberikan arti kepada stimulus yang diterimanya. Proses interprestasi bergantung pada cara pendalamannya, motivasi, dan kepribadian seseorang.

Nelson dan Quick (1997) menyatakan terdapat tiga factor yang berpengaruh dalam pembentukan persepsi sosial. Faktor-faktor tersebut yaitu:

1. Karakteristik pembuat persepsi, karakter tersebut dibangun oleh:

a. Kefamilieran pembuat persepsi dengan objek persepsi. Kefamilieran dengan objek persepsi akan membuat pembuat persepsi lebih mudah untuk melakukan observasi atau penilaian. Meskipun pada saat observasi berlangsung pembuat persepsi harus mendapatkan data yang tepat sehingga bisa membuat penelitian yang akurat, sering kali akan dijumpai dimana pembuat persepsi akan membuang data yang tidak sesuai dengan gambarannya tentang objek persepsi ketika data dan gambaran karena kedekatan yang terjalin tidak sejalan.

b. Prinsip hidup pembuat persepsi. Sebagai contoh, di Nigeria belum pernah ada seorang pemimpin perempuan sejak merdeka, sehingga akan berkembang anggapan bahwa perempuan tidak akan pernah mampu memimpin Negara.


(12)

c. Suasana hati pembuat persepsi. Saat suasana hati orang sedang buruk maka cenderung memandang segala sesuatu disekitarnya negative, begitu pula sebaliknya.

d. Konsep diri pembuat persepsi. Ketika seseorang memiliki konsep diri yang positif maka akan cenderung membentuk persepsi positif terhadap objek persepsi. Semakin mampu mengenali konsep diri, akan semakin mudah menilai dengan akurat.

e. Kerangka pemikiran pembuat persepsi. Sudut pandang atau pemikiran orang akan mempengaruhi persepsi mereka terhadap sesuatu secara signifikan.

2. Karakter objek, dibangun oleh:

a. Penampilan fisik objek. Salah satu karakter objek yang paling penting adalah penampilan fisik. Termasuk di dalamnya tinggi badan, berat badan, usia, ras, dan jenis kelamin. Sebagai tambahan, cara berpakaian juga menentukan objek diterima. Lebih penting lagi, pembuat persepsi akan lebih mudah menangkap penampilan yang baru atau asing bagi mereka.

b. Komunikasi verbal antara pembuat persepsi dan objek persepsi. Komunikasi verbal yang mempengaruhi persepsi seseorang, misalnya nada bicara dan akses.

c. Komunikasi non-verbal antara pembuat persepsi dan objek. Komunikasi non-verbal lebih mempengaruhi persepsi tentang seseorang dari pada komunikasi verbal. Kontak mata, mimik wajah,


(13)

9

bahasa tubuh, dan postur badan merupakan hal-hal yang berpengaruh pada pembuat persepsi. Mimik wajah yang bersifat cenderung menyampaikan makna universal, sedangkan komunikasi non-verbal lainnya mempunyai peluang pemaknaan yang berbeda dengan perbedaan budaya.

d. Tujuan interaksi objek dan pembuat persepsi. Dugaan pembuat persepsi terhadap tujuan interaksi dengan objek persepsi harus diakui berpengaruh terhadap proses terjadinya persepsi.

3. Situasi pembentukan persepsi, yang bergantung pada:

a. Konteks interaksi saat pembuat persepsi dan objek berinteraksi. Kontek sosial pada saat terjadinya interaksi merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesan individu. Misalnya orang-orang yang bertemu dengan direktur eksekutif sebuah bank dalam suasana kampanye politik akan memiliki kesan yang jauh berbeda dengan orang yang bertemu direktur eksekutif tersebut di kantornya.

b. Kekuatan situasi interaksi antara pembuat persepsi dan objek. Kekuatan situasi kondisional merupakan indikasi jelas perilaku dapat diterima. Akan ada beberapa situasi yang situasi tersebut mempengaruhi perilaku individu, namun tidak terlalu mempengaruhi pembawaan atau sikap individu tersebut terhadap objek. Hal tersebut disebut prinsip diskon dalam persepsi sosial. Sebuah ilustrasi akan prinsip diskon adalah situasi saat seorang petugas pemasaran bank yang ramah menyapa Anda untuk menanyakan hobi Anda dan


(14)

pengetahuan Anda terhadap industry perbankan. Apakah sikap ramah petugas akan menunjukkan kepribadiannya? Hal tersebut tidak akan dikategorikan sikap ramah sebagai kepribadiannya karena kondisi yang ada. Pada dasarnya, dalam konteks tersebut petugas pemasaran bank sedang mencari prospek untuk memperkenalkan pelayanan bank di tempat bekerja.

2. Apoteker Farmasi Komunitas

Sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980. Apoteker dipercaya menjadi satu-satunya pemilik izin apotek sehingga bertanggung jawab penuh atas setiap aktivitas yang di selenggarakan apotek. Peran apoteker kini juga semakin berkembang dengan adanya kewajiban menjalankan apotek sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian yang berorientasi pada peningkatan kualitas hidup pasien, sebagaimana yang telah ditegaskan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang pelayanan kefarmasian di apotek. Tanggung jawab apoteker akan pekerjaan kefarmasian sudah diatur dengan jelas pada bagian kesatu pasal 5 yaitu meliputi pengadaan, produksi, distribusi, dan pelayanan sediaan farmasi.

Wiedenmeyer dkk.,2006 menyebutkan tentang peran apoteker dalam pelayanan kesehatan dengan istilah 8 bintang (Eight-Star Pharmacist), yaitu:


(15)

11

a. Care giver, artinya apoteker dapat memberi pelayanan kepada pasien, memberi informasi obat kepada masyarakat dan kepada tenaga kesehatan lainnya.

b. Decision maker, artinya apoteker mampu mengambil keputusan, tidak hanya mampu mengambil keputusan dalam hal manajerial namun harus mampu mengambil keputusan terbaik terkait dengan pelayanan kepada pasien, sebagai contoh ketika pasien tidak mampu membeli obat yang ada dalam resep maka apoteker dapat berkonsultasi dengan dokter atau pasien untuk pemilihan obat dengan zat aktif yang sama namun harganya lebih terjangkau.

c. Communicator, artinya apoteker mampu berkomunikasi dengan baik dengan pihak ekstern (pasien atau customer) dan pihak intern (tenaga profesional kesehatan lainnya).

d. Leader, artinya apoteker mampu menjadi seorang pemimpin di apotek. Sebagai seorang pemimpin, apoteker merupakan orang yang terdepan di apotek, bertanggung jawab dalam pengelolaan apotek mulai dari manajemen pengadaan, administrasi, manajemen SDM serta bertanggung jawab penuh dalam kelangsungan hidup apotek.

e. Manager, artinya apoteker mampu mengelola apotek dengan baik dalam hal pelayanan, pengelola manajemen apotek, pengelolaan tenaga kerja dan administrasi keuangan. Untuk itu apoteker harus mempunyai kemampuan manajerial yang baik, yaitu keahlian dalam menjalankan prinsip-prinsip ilmu manajemen.


(16)

f. Life long learner, artinya apoteker harus terus-menerus menggali ilmu pengetahuan, senantiasa belajar, menambah pengetahuan dan keterampilannya serta mampu mengembangkan kualitas diri.

g. Teacher, artinya apoteker harus mampu menjadi guru, pembimbing bagi stafnya, harus mau meningkatkan kompetensinya, harus mau menekuni proesinya, tidak hanya berperan sebagai orang yang tahu saja, namun harus dapat melaksanakan profesinya dengan baik.

h. Researcher, berkaitan dengan peran sebagai life long learner, apoteker dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dengan melakukan penelitian baru yang bermanfaat bagi dunia kesehatan.

Berdasarkan KepMenKes RI No. 1027/MenKes/SK/IX/2004, apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi yang telah megucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian. Apoteker farmasi komunitas adalah apoteker yang melakukan praktik pelayanan kefarmasian di komunitas. Tempat praktik apoteker farmasi komunitas adalah apotek. Tanggung jawab apoteker dalam pengelolaan suatu apotek meliputi:

a. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat.

b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya.


(17)

13

c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi:

1) Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi diberikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat.

2) Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan atau suatu obat dan perbekalan farmasi lainnya.

(Depkes, 2004) 3. Konsumen

Pasal 1 ayat(2) tentang Undang-Undang Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun 1999, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Dalam praktik kefarmasian, konsumen apotek atau pasien berhak mendapatkan:

a. Informasi obat sekurang-kurangnya cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.

b. Konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah.

c. Monitoring penggunaan obat.


(18)

e. Pelayanan residensial (home care) khususnya pasien lansia atau penyakit kronis.

4. Tingkat Kepercayaan

Kepercayaan adalah kemauan seseorang untuk bertumpu pada orang lain dimana kita memiliki keyakinan padanya. Kepercayaan merupakan kondisi mental yang didasarkan oleh situasi seseorang dan konteks sosialnya. Ketika seseorang mengambil suatu keputusan, ia akan lebih memilih keputusan berdasarkan pilihan dari orang-orang yang lebih dapat ia percaya dari pada yang kurang dipercayai (Moorman, 1993). Dalam pelayanan kesehatan, pasien akan membangun dan meningkatkan kepercayaan mereka dengan tenaga kesehatan berdasarkan pengalaman mereka mengenalnya. Ketika pasien tidak familier dengan tenaga kesehatan yang dimaksud, maka mereka menggunakan keyakinan. Keyakinan menimbulkan ekspektasi bahwa mereka tidak akan dikecewakan (Gidman, 2012).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepercayaan konsumen adalah kesediaan satu pihak menerima resiko dari pihak lain berdasarkan keyakinan dan harapan bahwa pihak lain akan melakukan tindakan sesuai yang diharapkan, meskipun kedua belah pihak belum mengenal satu sama lain.

5. Kepuasan Terhadap Karakter Apoteker

Kepuasan konsumen adalah sejauh mana manfaat sebuah produk dirasakan (perceived) sesuai dengan apa yang diharapkan pelanggan


(19)

15

(Amir,2005). Penilaian terhadap kepuasan konsumen dapat dilakukan dengan menanyakan seara langsung apakah konsumen puas atau tidak terhadap produk/jasa yang diperoleh (Rangkuti, 2000). Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen terbentuk dari model diskonfirmasi ekspektasi, yaitu menjelaskan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan konsumen merupakan dampak dari perbandingan antara harapan pelanggan sebelum pembelian dengan sesungguhnya yang diperoleh pelanggan dari produk atau jasa tersebut (Sumarwan, 2003). Bila kepuasan konsumen terhadap produk/jasa jauh dari apa yang diharapkan, maka konsumen akan kehilangan minat terhadap produsen/penyedia jasa dalam hal tersebut adalah apoteker, demikian pula sebaliknya, jika barang/jasa yang mereka nikmati memenuhi/melebihi tingkat kepentingannya, maka konsumen akan cenderung memakai lagi barang/jasa tersebut (Kotler, 2008).

Penelitian Didik Setiawan dkk. (2009) yang dilakukan di wilayah kabupaten Tegal, menyatakan bahwa profil pelayanan kefarmasian di apotek kabupaten Tegal sudah cukup baik, ditunjukan dengan kehadiran apoteker setiap hari di apotek serta peran aktif apoteker dalam pelayanan kefarmasian di apotek. Untuk penilaian kepuasan pasien, di peroleh hasil sangat puas pada dimensi responsivines, reliability, dan empathy.

Sedangkan pada dimensi assurance dan tangibes masuk dalam kategori puas.


(20)

6. Harapan Terhadap Pengembangan Pelayanan Apoteker dan Apotek Berdasarkan teori harapan, dapat dipahami bahwa harapan merupakan sesuatu yang dapat dibentuk dan dapat digunakan sebagai langkah untuk perubahan. Komponen harapan dari Synder (1994) terdiri dari 3 komponen, yaitu tujuan (goals), willpower, dan waypower. Tujuan (goals) dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang menjadi target atau titik akhir dari urutan aktivitas mental. Willpower mengarah pada motivasi yang diperlukan untuk memulai dan mempertahankan langkah menuju tujuan. Menurut Braithwaite (2004), willpower merupakan persepsi diri yang dapat digunakan sepanjang jalan untuk mencapai tujuan. Memiliki

willpower bermanfaat untuk memulai sesuatu dan mempertahankan ketekunan dalam perjalanan mencapai tujuan. Waypower merupakan langkah atau jalan menuju tujuan yang diinginkan, diperlukan untuk mencapai tujuan dan mengarahkan individu jika menjumpai halangan.

Dalam PP No.51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian yang dimaksud dengan pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatan mutu kehidupan pasien (Depkes, 2009).


(21)

17

B. Kerangka Konsep

Gambar 1. Kerangka Konsep

APOTEKER

PELAYANAN FARMASI

KLINIK

Dispensing

Pelayanan Informasi Obat

Konseling

Pelayanan Kefarmasian Di Rumah

PERSEPSI KONSUMEN

Mengetahui

Tidak


(22)

C. Keterangan Empirik

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang persepsi konsumen meliputi : kemampuan konsumen dalam mengenali apoteker, peran apoteker sebagai sumber informasi obat, tingkat kepercayaan konsumen kepada apoteker dibandingkan dengan tenaga kesehatan lain, kepuasan konsumen terhadap karakter apoteker, dan harapan konsumen akan pengembangan pelayanan apoteker serta apotek yang berada di wilayah kota Banjarnegara.


(23)

19

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian termasuk penelitian deskriptif non eksperimental terhadap konsumen apotek di wilayah kecamatanBanjarnegara.Data penelitian diperoleh langsung dari responden menggunakan metode kuesioner.Data yang diambil merupakan data primer yang diisi secara langsung oleh responden.Teknik sampling yang dipilih yaitu purpose sampling, yaitu berdasarkan kriteria inklusi yang telah ditetapkan.

B. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di empat apotek yang terletak di wilayah kecamatanBanjarnegara pada bulan Juni sampai dengan bulan Juli 2015. Lokasi empat apotek tempat pengambilan data adalah:

1. Apotek Hidayah 2. Apotek Pahala 3. Apotek Salma 4. Apotek Alip Farma C. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian, sedangkan sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2006).Populasi yang digunakan dalam penelitian adalah seluruh konsumen apotek di KecamatanBanjarnegara.Sampel penelitian adalah konsumen pengunjung apotek di saat penulis mengambil data.


(24)

Teknik pengambilan sampel dipilih secara purposive sampling yaitu pengambilan sampel dengan kriteria tertentu.

Apotek tempat pengambilan sampel adalah apotek yang berlokasi di wilayah KecamatanBanjarnegara, ramai pengunjung, dan mengijinkan peneliti mengambil sampel konsumen. Jumlah apotek yang akan digunakan sebagai tempat pengambilan sampel dapat dihitung berdasarkan rumus berikut (Nazir, 1988) :

� = � − � + − �. −

Keterangan: n = jumlah sampel minimum N = ukuran populasi = 12 apotek

p = proporsi populasi persentase kelompok I = 0,5 D = derajad perkiraan membuat kekeliruan = 10%

1-p = proporsi sisa di dalam populasi = 0,5

Proporsi populasi sampel tidak diketahui sehingga diambil harga maksimum p dan (1-p), yaitu masing-masing 0,5. Dalam perhitungan, digunakan nilai derajad perkiraan membuat kekeliruan sebesar 10% (0,10) dan N yaitu 12 apotek berdasarkan data apotek di Kecamatan Banjarnegara. Berdasarkan rumus tersebut diperoleh nilai n = 2,22, sedangkan pada penelitian tersebut apotek yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah 4 apotek.


(25)

21

Untuk menghitung jumlah sampel responden apotek digunakan rumus berikut (Nawawi, 2005):

� ≥ . �� ²

Keterangan : n = jumlah sampel minimum

p = proporsi populasi persentase kelompok = 0,5 q = proporsi sisa di dalam populasi (1-p) = 0,5

Z1/2α = derajad konfidensi pada 95% = 1,96

b = persentase perkiraan membuat kekeliruan = 10% Jumlah sampel apotek digunakan rumus Nawawi karena tidak diketahui jumlah populasi serta proporsi populasi sampel juga tidak diketahui sehingga diambil harga maksimum p dan (1-p), yaitu masing-masing 0,5. Dalam perhitungan digunakan persentase perkiraan membuat kekeliruan sebesar 10%. Berdasarkan rumus tersebut diperoleh n = 96, pada penelitian diambil sampel sebanyak 100responden.

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 1. Kriteria Inklusi

a. Konsumen apotek yang berusia di atas 17 tahun b. Bersedia mengisi kuesioner


(26)

2. Kriteria Eksklusi

Keluarga yang berasal dari pegawai apotek tersebut Konsumen yang tidak mampu dalam mengisi kuesioner Apoteker Pemilik Apotek tidak ganti atau tetap

E. Identifikasi VariabelPenelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas : Apoteker

b. Variabel tergantung : Persepsi konsumen apotek terhadap apoteker c. Variabel perancu : Sarana fisik (tangible), Ketanggapan

(responsiveness), Kepedulian (emphaty) 2. Definisi Operasional

Agar terdapat keseragaman persepsi penelitian, maka dibuat suatu definisi operasional penelitian sebagai berikut:

a. Apotek

Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker dan berlokasi di Wilayah KecamatanBanjarnegara.

b. Konsumen

Konsumen adalah pengunjung apotek yang mendapatkan pelayanan kefarmasian di apotek hidayah, apotek pahala, apotek salma, dan apotek alip farma.


(27)

23

c. Apoteker farmasi komunitas

Apoteker farmasi komunitas adalah apoteker yang melakukan praktik kefarmasian di apotek hidayah, apotek pahala, apotek salma, dan apotek alip farma.

d. Petugas apotek

Petugas apotek adalah pegawai di apotek hidayah, aptek pahala, apotek salma, dan apotek alip farma selain apoteker. e. Informasi obat

Informasi obat yang dimaksud dalam penelitian tersebut adalah informasi mengenai:

1) Saran pemilihan obat tanpa resep. 2) Informasi aturan pakai obat. 3) Informasi mengenai obat herbal

4) Informasi mengenai efek samping obat 5) Informasi mengenai biaya obat

6) Informasi penyimpanan obat.

7) Informasi lamanya durasi pengobatan.

8) Informasi mengenai makanan dan minuman yang harus dihindari selama pengobatan.

9) Informasi mengenai aktivitas yang harus dihindari selama pengobatan.


(28)

10)Informasi mengenai obat lain yang boleh atau tidak boleh digunakan selama menjalani pengobatan.

f. Karakter apoteker

Karakter apoteker yang dinilai kepuasannya pada penelitian adalah:

1) Bahasa yang digunakan

2) Kemampuan memilihkan alternatife obat

3) Kelengkapan dalam menyampaikan informasi penggunaan obat

4) Kebijakan dalam melayani

5) Kelengkapan dalam menyampaikan informasi cara kerja obat dalam tubuh

6) Kemampuan apoteker dalam menjawab pertanyaan dari pasien

7) Perhatian apoteker terhadap kesehatan pasien 8) Hubungan profesional apoteker dengan pasien 9) Menjaga privasi dalam pelayanan

10)Waktu yang digunakan untuk penyampaian g. Pengembangan pelayanan apoteker

Pengembangan pelayanan apoteker yang dimaksud dalam penelitian adalah monitoring terapi oleh apoteker, kemudahan menghubungi apoteker di luar jam kerja, dan penarikan biaya


(29)

25

jasa apoteker untuk konsultasi obat resep, non resep, dan saran umum atas keluhan pasien.

h. Pengembangan pelayanan apotek

Pengembangan pelayanan apotek yang dimaksud dalam penelitian adalah jam buka apotek 24jam, ketersediaan alat diagnosa dan ruangan konsultasi obat, keberadaan dokter praktik, dan kelengkapan obat.

i. Data primer

Data primer menunjukkan data yang diambil langsung dari responden.


(30)

F. Instrumen penelitian 1. Alat

a. Instrumen berupa kuesioner yang diisi oleh respondenterdiri atas dua kelompok pertanyaan sebagai berikut:

1) Pertanyaan mengenai data diri responden meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, dan pekerjaan.

2) Pertanyaan mengenai gambaran konsumen terhadap apoteker farmasi komunitas yang terdiri dari lima bagian :

a). Pengenalan masyarakat terhadap apoteker yang terdiri dari pertanyaan tentang kemampuan masyarakat mengenali apoteker, pengetahuan dan pengalaman masyarakat dalam berkonsultasi obat dengan apoteker, dan frekuensi kunjungan konsumen ke apotek. Pertanyaan pada bagian ini merupakan hasil modifikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Sekar Tyas Hutami (2013).

b). Tingkat kepercayaan konsumen terhadap apoteker, berupa pertanyaan tentang frekuensi konsumen dalam berkonsultasi kepada apoteker mengenai masalah kesehatan dan masalah obat. Bagian ini merupakan hasil modifikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Sekar Tyas Hutami (2013).

c). Apoteker sebagai sumber informasi obat. Bagian ini merupakan hasil modifikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Sekar Tyas Hutami (2013), yang memuat perbandingan


(31)

27

frekuensi pemberian informasi obat oleh apoteker dan dokter dalam pandangan konsumen, serta pilihan yang diambil konsumen dalam pandangan konsumen, serta pilihan yang diambil konsumen dalam menangani gejala penyakit ringan. d). Kepuasan konsumen terhadap karakter apoteker dalam melayani konsumen. Karakter yang dinilai kepuasannya meliputi bahasa yang digunakan, pemenuhan permintaan khusus pasien, kelengkapan penyampaian penggunaan obat dan cara kerja obat, kebijakan apoteker dalam melayani, hubungan professional apoteker dengan pasien, perhatian apoteker terhadap kesehatan pasien, privasi dalam pelayanan, dan waktu yang digunakan untuk penyampaian merupakan hasil modifikasi penelitian Sekar Tyas Hutami (2013).

e). Harapan konsumen terhadap pengembangan pelayanan apoteker dan apotek. Pengembangan pelayanan apoteker yang dimaksud adalah kemudahan apoteker dihubungi di luar jam kerja, praktik monitoring terapi oleh apoteker, serta penarikan biaya jasa konsultasi obat resep atau non resep dan saran umum atas keluhan pasien. Pengembangan pelayanan apotek yang dimaksud adalah jam buka apotek 24 jam, ketersediaan ruangan konsultasi obat dan alat diagnosis, keberadaan dokter praktik, dan kelengkapan obat. Penentuan jenis pengembangan


(32)

pelayanan apoteker yang diajukan kepada pasien merupakan hasil modifikasi penelitian Sekar Tyas Hutami (2013).

b. Program Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi15yang digunakan untuk mengolah data angket (kuesioner).

c. Program Microsof Excel 2010 untuk mengolah data kuesioner berupa scoring hasil data.

2. Bahan

Bahan penelitian adalah data primer yang diperoleh melalui jawaban responden pada kuesioner.

G. Cara Kerja

Cara kerja penelitian terdiri dari: 1. Tahap persiapan

Tahap persiapan terdiri dari studi pustaka, penyusunan proposal, dan pengurusan izin penelitian.

2. Tahap pelaksanaan

Pengambilan data penelitian. 3. Tahap penyelesaian

Pengolahan data penelitian dan pembahasan data meliputi penyusunan laporan penelitian dan penarikan kesimpulan. Pengumpulan data yang dilakukan adalah pengumpulan data primer. Data primer yang didapatkan dari pengisian kuesioner terdiri dari: Gambaran persepsi responden apotek


(33)

29

terhadap apoteker farmasi komunitas yang terdiri dari lima bagian, yaitu pengenalan masyarakat terhadap apoteker, tingkat kepercayaan terhadap apoteker, apoteker sebagai sumber informasi obat, kepuasan terhadap karakter apoteker, harapan terhadap pengembangan pelayanan apoteker. Data ini diperoleh melalui wawancara dan pengamatan langsung terhadap pasien dengan menggunakan kuesioner yang telah disipkan.


(34)

H. Skema Langkah Kerja

Gambar 2. Skema Langkah Kerja Tahap Persiapan

Studi pustaka

Penyusunan proposal

Pengurusan izin penelitian

Tahap Pelaksanaan Pengambilan data penelitian

Tahap Penyelesaian

Pengelolaan data penelitian

Pembahasan data meliputi penyusunan laporan penelitian dan penarikan kesimpulan


(35)

31

I. Analisis Data

Menurut Nazir (1988), analisis data merupakan bagian yang penting dalam metode ilmiah, karena dengan analisis data akan diperoleh arti dan makna yang berguna untuk memecahkan masalah dalam penelitian. Oleh karena itu data diolah dan dianalisis sehingga mampu untuk menjelaskan variable penelitian yang telah ditentukan sesuai dengan pendekatan yang dipilih. Data primer yang didapatkan dari pengisian kuesioner terdiri dari dua macam data induk, yaitu :

1. Data karakteristik responden berupa identitas responden meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, pendapatan per bulan, dan pekerjaan.

2. Gambaran persepsi konsumen apotek terhadap apoteker farmasi komunitas yang terdiri dari lima bagian, yaitu pengenalan masyarakat terhadap apoteker, tingkat kepercayaan terhadap apoteker, apoteker sebagai sumber informasi obat, kepuasan terhadap karakter apoteker, harapan terhadap pengembangan pelayanan apoteker.

Penyajian gambaran persepsi konsumen apotek terhadap apoteker farmasi komunitas dilakukan dengan instrumen kuesioner yang menggunakan skala

Likert, Guttman, dan urutan bertingkat, serta menggunakan pengolahan data statistic deskriptif yang meliputi statistik frekuensi.

Data primer yang didapat dari penelitian selanjutnya diolah dan dianalisis dengan program SPSS versi 15 dan Microsoft Excel 2010.Cara analisis data pada masing-masing bagian terlihat pada tabel 1.


(36)

Tabel 1. Tabel Cara Analisa Data Pada Setiap Bagian Kuesioner

Bagian kuesioner Cara Analisa Data

Pengenalan konsumen terhadap apoteker Statistik deskriptif Tingkat kepercayaan terhadap apoteker Statistik deskriptif Apoteker sebagai sumber informasi obat Statistik deskriptif Kepuasan konsumen terhadap karakter apoteker Statistik deskriptif Harapan konsumen terhadap pengembangan

pelayanan apoteker

Statistik deskriptif

Skala Likert yang digunakan memiliki empat alternatifjawaban.Pemilihan jumlah alternatif jawaban genap karena responden cenderung memilih alternatif jawaban yang ada di tengah ketika jumlah alternatif jawaban ganjil (Arikunto, 2006).


(37)

33

Tabel 2. Tabel Pemberian Jawaban Pada Setiap Pertanyaan Kuesioner

Bagian Pertanyaan Instrumen

Kuesioner Skor

Pengenalan konsumen terhadap apoteker

Kemampuan

membedakan apoteker dengan petugas lain di apotek

Mengenali nama apoteker

Ya = 1 Tidak = 0 Pengalaman dan

pengetahuan

konsultasi obat dengan apoteker

Skala Guttman

Pengetahuan akan siapa yang

menyerahkan obat dan memberikan informasi obat

Frekwensi kunjungan ke apotek dalam setahun

Asisten apoteker = 1

Petugas lain = 2 Apoteker = 3 Tidak tahu = 4

1-4 kali = 1 4-8 kali = 2 9-12 kali = 3 Lebih dari 12 kali = 4 Tingkat

Kepercayaan

Frekwensi

berkonsultasi masalah kesehatan pada tenaga kesehatan

Tidak pernah =1 Kadang –kadang = 2

Frekwensi

berkonsultasi masalah obat kepada tenaga kesehatan

Skala Guttman Sering = 3 Sangat sering =4

Urutan tingkat kepercayaan kepada tenaga kesehatan

Urutan Bertingkat

Peringkat 1 = 5 Peringkat 2 = 4 Peringkat 3 = 3 Peringkat 4 = 2 Peringkat 5 = 1


(38)

Bagian Pertanyaan Instrumen

Kuesioner Skor

Apoteker sebagai sumber informasi obat

Kepuasan terhadap kejelasan informasi yang didapat dari dokter dan apoteker

Skala Likert

Sangat tidak puas = 1 Tidak puas = 2 Puas = 3 Sangat puas = 4

Pengatasan penyakit minor

Skala Guttman

Konsultasi dokter = 1 Konsultasi apoteker = 2 Merawat sendiri = 3 Kepuasan terhadap karakter apoteker Kepuasan terhadap apoteker Skala Likert Sangat tidak puas = 1 Tidak puas = 2 Puas = 3 Sangat puas = 4 Harapan terhadap pengembangan pelayanan apoteker dan apotek Harapan terhadap pengembangan apoteker Sangat tidak setuju =1 Tidak setuju = 2 Setuju = 3 Sangat setuju= 4 Harapan terhadap

pengembangan pelayanan apotek

Skala Likert Sangat tidak setuju = 1 Tidak setuju = 2 Setuju = 3 Sangat setuj = 4

Selanjutnya untuk data skala Gutman, analisis yang digunakan hanya meliputi frekuensi dan penyajian berupa diagram, sedangkan untuk skala Likert, masing-masing hasil skor setiap pertanyaan di jumlah, dipersentasekan, lalu dikategorikan.


(39)

35

Perhitungan kategori skala Likert sebagai berikut (Supranto, 2000) : Nilai tertinggi = 4 x 100 = 400

Nilai terendah = 1 x 100 = 100

�� � = �� �� ����� − �� �� � �ℎ = 4 −4

= 75

Dengan jarak interval 75, maka dapat dibuat pengelompokan nilai sebagai berikut:

Tabel 3. Tabel Kategorisasi Hasil Skala Likert

Nilai Persentase

Kategori

Bagian kepuasaan Bagian harapan 100 – 174 25,00% - 43,50% Sangat tidak puas Sangat tidak setuju 175 – 249 43,75% - 62,25% Tidak puas Tidak setuju 250 – 324 62,50% - 81,00% Puas Setuju 325 – 400 81,25% - 100% Sangat puas Sangat setuju


(40)

36

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Pada bab ini akan disajikan data berupa distribusi responden pada beberapa variabel, data disajikan dalam bentuk tabel dengan frekuensi dan persentase, data primer menunjukkan data yang diambil langsung kepada responden.

1. Karakteristik Responden

Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik jenis kelamin, umur, pendidikan, pendapatan dan pekerjaan

No Item Variabel Frekuensi Persen(%)

1 Jeniskelamin Laki-laki 42 42 Peremepuan 58 58

2 Umur

16-30 39 39

31-45 30 30

46-56 19 19

>56 12 12

3 Pendidikan

SD 8 8

SMP 5 5

SMA 42 42

PT 45 45

4 Pendapatan

< 1 juta 18 18

1-3 juta 47 47

3-5 juta 26 26

> 5 juta 9 9

5 Pekerjaan

PNS 27 27

IRT 13 13

Staf/swasta 32 32 Wiraswasta 23 23

Lainnya 5 5

Total 100 100


(41)

37

Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat karakteristik responden dalam penelitian ini, berdasarkan jenis kelamin mayoritas responden adalah perempuan sebanyak 58 responden, berdasarkan umur mayoritas responden berada pada kelompok umur 16 tahun sampai dengan 30 tahun sebanyak 39 responden, berdasarkan pendidikan kebanyakan responden sudah menempuh pendidikan perguruan tinggi sebanyak 45 responden, sedangkan berdasarkan pendapatan mayoritas responden memiliki pendapatan 1 juta sampai dengan 3 juta/bulan sebanyak 47 responden, dan berdasarkan pekerjaan mayoritas responden merupakan staf/karyawan swasta sebanyak 32 responden. 2. Pengenalan Masyarakat Terhadap Apoteker

Pada bagian ini akan disajikan data distribusi responden tentang pengenalan apoteker, konsultasi dan kunujungan ke apotek dalam setahun.

a. Pengenalan Terhadap Apoteker

Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Pengenalan Terhadap Apoteker

No Kategori Frekuensi Persen

1 Ya 74 74

2 Tidak 26 26

Total 100 100

Sumber : Data primer

Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat distribusi responden berdasarkan pengenalan terhadap apoteker, mayoritas responden sudah mengenal apoteker yaitu sebanyak 74 responden.


(42)

b. Mengetahui Nama Apoteker Yang Melayani

Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Nama Apoteker

No Kategori Frekuensi Persen

1 Ya 55 55

2 Tidak 45 45

Total 100 100

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat distribusi responden berdasarkan pengenalan nama apoteker oleh responden, dimana mayoritas responden sudah mengetahui nama apoteker sebanyak 55 responden.

c. Pengetahuan Tentang Petugas Yang Menyerahkan Obat

Tabel7.Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Petugas Yang Menyerahkan Obat

No Kategori Frekuensi Persen

1 Asisten apoteker 27 27

2 Apoteker 48 48

3 Petugas lain 6 6

4 Tidak tahu 19 19

Total 100 100

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat distribusi responden berdasarkan pengetahuan responden terhadap petugas yang menyerahkan obat diapotek, sebagian responden menganggap yang menyerahkan obat adalah apoteker sebanyak 48 responden.


(43)

39

d. Konsultasi Dengan Apoteker

Tabel 8. Distribusi Responden Berdasarkan Pernah Konsultasi Dengan Apoteker

No Kategori Frekuensi Persen

1 Ya 82 82

2 Tidak 18 18

Total 100 100

Sumber : data primer

Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat distribusi responden berdasarkan konsultasi yang pernah dilakukan dengan apoteker, mayoritas responden pernah konsultasi dengan apoteker yaitu sebanyak 82 responden.

e. Pengetahuan Tentang Layanan Konsultasi Apoteker

Tabel 9. Distribusi Responden Tentang Konsultasi Dengan Apoteker

No Kategori Frekuensi Persen

1 Tahu 87 87

2 Tidak tahu 13 13

Total 100 100

Sumber : data primer

Berdasarkan tabel 9 dapat dilihat distribusi responden berdasarkan pengetahuan tentang konsultasi dengan apoteker, mayoritas responden mengetahui dapat berkonsultasi dengan apoteker sebanyak 87 responden.


(44)

f. Jumlah Kunjungan Apotek Dalam Setahun

Tabel 10.Dsitribusi Responden Berdasarkan Kunjungan Ke Apotek Dalam Setahun

NO Kategori Frekuensi Persen

1 1-4 42 42

2 4-8 38 38

3 9-12 11 11

4 > 12 9 9

Total 100 100

Sumber : data primer

Berdasarkan tabel 10 dapat dilihat distribusi responden berdasarkan kunjungan ke apotek dalam setahun, mayoritas responden dalam setahun pernah mengunjungi apotek 1 sampai dengan 4 kali/tahun sebanyak 42 responden.

3. Tingkat Kepercayaan

Pada bagian ini dijelaskan akan disajikan hasil penelitian tentang seberapa sering responden melakukan konsultasi tentang masalah kesehatan yang dialami, konsultasi tentang obat yang diterima, dan prioritas berobat responden.

a. Konsultasi Masalah Kesehatan

Tabel 10.1 Konsultasi Kesehatan Dengan Dokter

No Kategori Frekuensi Persen

1 2

Tidak pernah Kadang

7 63

7 63

3 Sering 29 29

4 Sangat Sering 1 1

Total 100 100


(45)

41

Berdasarkan tabel 10.1 dapat dilihat distribusi responden berdasarkan konsultasi kesehatan dengan dokter, mayoritas responden mengatakan kadang-kadang berkonsultasi dengan dokter yaitu sebanyak 63 responden.

Tabel 10.2 Konsultasi Kesehatan Dengan Apoteker

No Kategori Frekuensi Persen

1 Tidak pernah 15 15

2 Kadang 69 69

3 Sering 14 14

4 Sangat sering 2 2

Total 100 100

Sumber : data primer

Berdasarkan tabel 10.2 dapat dilihat distribusi responden berdasarkan konsultasi kesehatan dengan apoteker, mayoritas responden mengatakan kadang-kadang berkonsultasi dengan apoteker yaitu sebanyak 69 responden.

Tabel 10.3 Konsultasi Kesehatan Dengan Bidan

No Kategori Frekuensi Persen

1 Tidak pernah 59 59

2 Kadang 27 27

3 Sering 13 13

4 Sangat sering 1 1

Total 100 100

Sumber : data primer

Berdasarkan tabel 10.3 dapat dilihat distribusi responden berdasarkan konsultasi kesehatan dengan bidan, mayoritas responden mengatakan tidak pernah berkonsultasi dengan bidan yaitu sebanyak 59 responden.


(46)

Tabel 10.4 Konsutlasi Kesehatan Dengan Perawat

No Kategori Frekuensi Persen

1 Tidak pernah 52 52

2 Kadang 38 38

3 Sering 9 9

4 Sangat sering 1 1

Total 100 100

Sumber : data primer

Berdasarkan tabel 10.4 dapat dilihat distribusi responden berdasarkan konsultasi kesehatan dengan perawat, mayoritas responden mengatakan tidak pernah berkonsultasi dengan perawat yaitu sebanyak 52 responden.

Tabel 10.5 Konsultasi Kesehatan Dengan Dokter Gigi

No Kategori Frekuensi Persen

1 Tidak pernah 43 43

2 Kadang 49 49

3 Sering 7 7

4 Sangat sering 1 1

Total 100 100

Sumber : data primer

Berdasarkan tabel 10.5 dapat dilihat distribusi responden berdasarkan konsultasi kesehatan dengan dokter gigi, mayoritas responden mengatakan kadang-kadang berkonsultasi dengan dokter gigi yaitu sebanyak 49 responden.


(47)

43

b. Konsultasi Tentang Obat Yang Diterima Tabel 11.1 Konsultasi Obat Dengan Dokter

No Kategori Frekuensi Persen

1 Tidak Pernah 15 15

2 Kadang 57 57

3 Sering 25 25

4 Sangat sering 3 3

Total 100 100

Sumber : data primer

Berdasarkan tabel 11.1 dapat dilihat distribusi responden berdasarkan konsultasi obat yang diterima dengan dokter, mayoritas responden mengatakan kadang-kadang berkonsultasi dengan dokter yaitu sebanyak 57 responden.

Tabel 11.2 Konsultasi Obat Dengan Apoteker

No Kategori Frekuensi Persen

1 Tidak Pernah 15 15

2 Kadang 61 61

3 Sering 23 23

4 Sangat sering 1 1

Total 100 100

Sumber : data primer

Berdasarkan tabel 11.2 dapat dilihat distribusi responden berdasarkan konsultasi obat yang diterima dengan apoteker, mayoritas responden mengatakan kadang-kadang berkonsultasi dengan apoteker yaitu sebanyak 61 responden.


(48)

Tabel 11.3 Konsultasi Obat Dengan Bidan

No Kategori Frekuensi Persen

1 Tidak pernah 61 61

2 Kadang 23 23

3 Sering 15 15

4 Sangat sering 1 1

Total 100 100

Sumber : data primer

Berdasarkan tabel 11.3 dapat dilihat distribusi responden berdasarkan konsultasi obat yang diterima dengan bidan, mayoritas responden mengatakan tidak pernah berkonsultasi dengan bidan yaitu sebanyak 61 responden.

Tabel 11.4 Konsultasi Obat Dengan Perawat

No Kategori Frekuensi Persen

1 Tidak pernah 49 49

2 Kadang 39 39

3 Sering 10 10

4 Sangat sering 2 2

Total 100 100

Sumber : data primer

Berdasarkan tabel 11.4 dapat dilihat distribusi responden berdasarkan konsultasi obat yang diterima dengan perawat, mayoritas responden mengatakan tidak pernah berkonsultasi dengan perawat yaitu sebanyak 49 responden

Tabel 11.5 Konsultasi Obat dengan Dokter gigi

No Kategori Frekuensi Persen

1 Tidak Pernah 51 51

2 Kadang 41 41

3 Sering 7 7

4 Sangat sering 1 1

Total 100 100


(49)

45

Berdasarkan tabel 11.5 dapat dilihat distribusi responden berdasarkan konsultasi obat yang diterima dengan doker gigi, mayoritas responden mengatakan tidak pernah berkonsultasi dengan dokter gigi yaitu sebanyak 51 responden.

c. Prioritas Berobat Pasien

Tabel 12.Prioritas Utama Pasien Saat Sakit Mengunjungi Tenaga Kesehatan

No Prioritas Tenaga kesehatan Jumlah

1 I Dokter 49

2 II Apoteker 39

3 III Dokter gigi 29

4 IV Perawat 31

5 V Bidan 40

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 12 dapat dilihat prioritas utama saat sakit dalam mengunjungi tenaga kesehatan, sebanyak 49 responden dari 100 responden memilih dokter yang pertama dikunjungi. Sedangkan prioritas kedua adalah apoteker sebanyak 39 responden, prioritas ketiga adalah dokter gigi sebanyak 29 responden, prioritas keempat perawat sebanyak 31 responden, dan yang ke lima adalah bidan sebanyak 40 responden.

4. Apoteker Sebagai Sumber Informasi

Pada bagian ini dijelaskan akan disajikan hasil penelitian tentang informasi yang didapat responden tentang pengobatan yang diberikan oleh dokter atau apoteker, dan cara responden mengatasi beberapa gejala penyakit.


(50)

a. Sumber Informasi Obat Yang Diberikan Oleh Dokter

Tabel 13.Kejelasan Informasi Obat Yang Diberikan Oleh Dokter

No Kategori Frekuensi Persen

1 Sangat puas 28 28

2 Puas 44 44

3 Tidak puas 20 20

4 Sangat Tidak puas 8 8

Total 100 100

Sumber : Data Primer

Dari tabel 13 dapat dilihat tingkat kepuasan responden tentang kejelasan informasi obat yang disampaikan oleh dokter, mayoritas responden menyatakan puas dengan informasi obat yang diberikan dokter sebanyak 44 responden.

b. Sumber Informasi Obat Yang Diberikan Oleh Apoteker Tabel 14.Informasi Obat Yang Diberikan Oleh Apoteker

No Kategori Frekuensi Persen

1 Sangat puas 28 28

2 Puas 38 38

3 Tidak puas 23 23

4 Sangat tidak puas 11 11

Total 100 100

Sumber : Data Primer

Dari tabel 14 dapat dilihat tingkat kepuasan responden tentang kejelasan informasi obat yang disampaikan oleh Apoteker, mayoritas responden menyatakan puas dengan informasi obat yang diberikan apoteker sebanyak 38 responden.


(51)

47

c. Cara Mengatasi Gejala Penyakit

Tabel 15. Cara Responden Mengatasi Gejala-Gejala Penyakit NO Gejala Penyakit Dokter Apoteker Mandiri

1 Sakit kepala 33 33 34

2 Sakit punggung 35 20 45

3 Nyeri otot 32 24 44

4 Jerawat/kulit

kemerahan 36 18 46

5 Batuk 25 54 21

6 Pilek 22 55 23

7 Kelelahan yang tidak

Wajar 52 15 33

8 Susah tidur 53 15 32

9 Masalah pencernaan 33 39 28

10 Susah BAB 29 39 32

11 Diare 31 44 25

12 Wasir 48 36 16

rata-rata 35.8 32.7 31.6

Sumber :Data Primer

Berdasarkan tabel 15 dapat dilihat cara responden dalam mengatasi gejala-gejala penyakit tertentu, responden dapat mengunjungi dokter untuk berobat, berkonsultasi tentang obat diapotek/apoteker, atau berobat secara mandiri baik membeli obat ataupun pengobatan tradisional. Dari tabel tersebut dapat dilihat rata-rata responden memilih untuk mengunjungi dokter jika mengalami gejala-gejala penyakit dengan nilai rata-rata sebesar 35,8.


(52)

5. Kepuasan Terhadap Karakter Apoteker Tabel 16. Kepuasan Terhadap Karakter Apoteker

No Kategori Frekuensi Persen

1 Sangat puas 32 32

2 Puas 61 61

3 Tidak puas 6 6

4 Sangat tidak puas 1 1

Total 100 100

Sumber : Data Primer

Dari tabel 16 dapat dilihat sebagian besar responden sudah merasa puas dengan karakter yang dimiliki oleh apoteker yaitu sebanyak 61 responden.

6. Harapan Terhadap Pengembangan Pelayanan Apoteker Tabel 17. Harapan Terhadap Pengembangan Pelayanan Apoteker

No Kategori Frekuensi Persen

1 Sangat setuju 4 4

2 Setuju 85 85

3 Tidak setuju 11 11

Total 100 100

Sumber : Data primer

Dari tabel 17 dapat dilihat sebagian besar responden setuju dengan pengembangan proses layanan yang diberikan oleh apoteker dengan jumlah responden sebanyak 85 responden.


(53)

49

B. Pembahasan

1. Gambaran Kemampuan Konsumen Dalam Mengenali Apoteker Di Apotek

Berdasarkan jenis kelamin responden yaitu perempuan yang dikenal lemah lembut, cantik, emosional atau keibuan, sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa (Setiawan et al. 2010). Sesuai dengan mayoritas responden yang mengisi kuesioner adalah perempuan. Literatur mengenai umur pada umumnya berpengaruh signifikan terhadap pola pikir dan respon individu, semakin berumur individu maka akan cenderung bereaksi (Duasa & Yusof, 2013). Mayoritas umur responden adalah 16tahun sampai dengan 30 tahun.

Mayoritas pendidikan responden adalah perguruan tinggi. Pendidikan dianggap sebagai sarana untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Karena, pendidikan mampu untuk menghasilkan pola pikir dan cara bertindak yang modern (Setiawan et al. 2010). Mayoritas responden berdasarkan pendapatan adalalah responden yang pendapatannya 1juta sampai dengan 3juta perbulan. Berdasarkan pekerjaan mayoritas responden adalah staf swasta atau karyawan. Karyawan merupakan faktor produksi yang bersifat senantiasa bergerak dan selalu berubah-ubah, mempunyai akal dan perasaan serta motivasi (Setiawan et al. 2010).


(54)

Berdasarkan tabel 5 distribusi responden dalam kemampuan mengenali apoteker diapotek didapatkan sebagian besar responden sudah mengenal apoteker yaitu sebanyak 74 responden, sedangkan pengenalan apoteker berkaitan dengan nama apoteker sebanyak 55 responden sudah mengetahui nama apoteker. Sedangkan pengetahuan responden tentang petugas yang menyerahkan obat di loket apotek sebagian besar menjawab apoteker yaitu sebanyak 48 responden.

Pelayanan farmasi yang diberikan oleh apoteker tidak hanya berkaitan dengan mendeskripsikan resep dokter kedalam bentuk obat yang siap diberikan kepada pasien, namun pelayanan kefarmasian lebih kepada memberikan asuhan kefarmasian. Apoteker dituntut untuk memberikan pelayanan standar apoteker yang telah dijelaskan menurut WHO, standar-standar tersebut adalah care giver, desicion maker, comunication, leader, manager, life long learner, teacher, dan researcher.

Dalammelakukan pelayanan seabagai care giver apoteker senantiasa memberikan informasi tentang obat kepada pasien dan tenaga kesehatan lainnya. Di apotek wilayah Banjarnegara apoteker senantiasa menggunakan identitas untuk mempermudah pasien dalam mengenal dan mengetahui petugas apoteker yang ada diapotek. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan apotek dan meningkatkan mutu pelayanan apoteker dengan menggunakan identitas diri berupa jas apoteker dan name tagdiharapkan loyalitas


(55)

51

konsumen dapat meningkat. Loyalitas konsumen dapat diukur dengan jumlah kunjungan konsumen dalam kurun waktu tertentu jumlah responden yang mengunjungi apotek 1 sampai dengan 4 kali dalam setahun sebanyak 42 responden, sedangkan yang berkunjung 4 sampai dengan 8 kali/tahun sebanyak 38 responden, yang berkunjung 9 sampai dengan 12 kali sebanyak 11 responden dan yang berkunjung ke apotek diatas 12 kali pertahun sebanyak 9 kali. Hal ini memperlihatkan kunjungan ke apotek tidak pernah kurang dari 2 kali setiap tahun yang berarti loyalitas konsumen yang dibangun apotek dan apoteker sudah baik.

2. Gambaran Tingkat Kepercayaan Konsumen Terhadap Apoteker

Berdasarkan tabel 10.1 sampai dengan tabel 11.5 dapat dilihat tingkat kepercayaan responden terhadap tanaga medis dalam hal konsultasi masalah kesehatan dan masalah obat yang dikonsumsi. Pada tabel 10.1 sampai dengan tabel 10.5 dapat dilihat tingkat kepercayaan responden dalam berkonsultasi masalah kesehatan dengan dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, dan bidan.

Berdasarkan tabel 10.1 dapat dilihat tingkat kunjungan responden ke dokter dalam melakukan konsultasi, dari tabel tersebut didapat 63 responden mengatakan kadang-kadang berkonsultasi dengan dokter dan pada tabel 10.2 dapat dilihat kunjungan konsultasi dengan apoteker, sebanyak 69 responden mengatakan kadang-kadang melakukan konsultasi dengan apoteker, hanya 27 responden yang


(56)

mengatakan kadang-kadang berkonsultasi masalah kesehatan dengan bidan. Sedangkan pada tenaga kesehatan seperti dokter gigi dan perawat mayoritas responden mengatakan tidak pernah melakukan konsultasi masalah kesehatan dengan dokter gigi ataupun bidan, hanya 27 responden yang kadang-kadang berkonsultasi masalah kesehatan dengan bidan dan 38 reponden yang berkonsultasi masalah kesehatan dengan perawat. Sedangkan pada dokter gigi sebagian besar responden mengatakan kadang-kadang berkonsultasi ke dokter gigi yaitu sebanyak 49 responden.

Selain masalah kesehatan, obat yang diterima sering menjadi salah satu yang rutin dikonsultasikan konsumen dengan tenaga kesehatan. Pada tabel 11.1 dan tabel 11.2 dapat dilihat sebagian responden kadang-kadang berkonsultasi masalah obat yang diterima dengan dokter dan apoteker. Sedangkan pada petugas kesehatan seperti bidan, dokter gigi dan perawat rata-rata responden tidak pernah berkonsultasi.

Konsultasi masalah kesehatan yang dilakukan oleh responden dilakukan berdasarkan beberapa faktor, salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan tenaga kesehatan adalah kepercayaan yang dibangun antara responden dengan tenaga kesehatan tersebut.Perbandingan antara jumlah dokter dan apoteker yang menaruh informasi jasa konsultasi juga berpengaruh terhadap pemilihan responden dengan siapa harus berkonsultasi, mayoritas


(57)

53

apoteker tidak menggunakan papan informasi jasa konsultasi kesehatan kepada masyarakat sehingga masyarakat lebih banyak melakukan konsultasi dengan dokter.

Berdasarkan ketentuan pelayanan farmasi menurut Depkes tahun 2001 menjelaskan kegiatan kefarmasian, dimana salah satu yang menjadi standar pelayanan adalah memberi informasi yang akurat pada pasien, informasi yang dimaksud adalah kapan obat diberikan dan berapa banyak, lama pemakaian obat, cara penggunaan, efek samping, interaksi obat, dan penyimpanan obat. Dari standar tersebut maka apoteker harus menyediakan waktu untuk memberikan informasi kepada pasien tentang obat yang diberikan. Salah satu sebab utama mengapa pasien tidak menggunakan obat dengan benar adalah karena pasien tidak mendapatkan penjelasan yang ada dari yang memberikan obat atau yang menyerahkan obat.

Gambaran tingkat kepercayaan responden terhadap pola konsultasi dengan tenaga kesehatan, mayoritas responden lebih percaya malakukan konsultasi dengan dokter dibandingkan dengan tenaga kesehatan lainnya.

3. Gambaran Persepsi Konsumen Terhadap Peran Apoteker Sebagai Sumber Informasi Obat

Berdasarkan tabel 14 dapat dilihat gambaran kepuasan responden terhadap pelayanan yang diberikan oleh apoteker dalam memberikan layanan informasi obat, terdapat 23 pasien merasa tidak


(58)

puas dengan pelayanan yang diberikan oleh apoteker, sedangkan sebanyak 28 responden merasa sudah sangat puas, dan 38 responden merasa puas dengan informasi yang diberikan oleh apoteker. Beberapa aspek yang sering dikeluhkan oleh responden antara lain informasi mengenai obat alternatif yang dapat di konsumsi responden seperti obat-obatan herbal dan saran mengenai pemilihan obat tanpa resep seperti obat flu. Sedangkan aspek yang sudah dianggap baik oleh responden adalah informasi aturan pakai obat, informasi mengenai biaya obat, informasi tentang obat lain yang boleh dan tidak boleh digunakan selama masa pengobatan, dan informasi mengenai makanan dan minuan yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi.

Sedangkan tingkat kepuasan responden terhadap komunikasi dokter dalam penyampaian obat dapat dilihat pada tabel 13, dimana pasien merasa tidak puas dengan informasi yang diberikan dokter tentang obat sebanyak 20 responden, yang sangat tidak puas sebanyak 8 responden, sedangkan yang masuk dalam katagori puas sebanyak 44 responden dan sangat puas sebanyak 28 responden. Aspek yang dianggap sangat memuaskan terutama diagnosa penyakit dan penjelasan tentang obat yang akan diberikan.

Pada tabel 15 dapat dilihat tentang cara responden mengatasi gejala penyakit ringan. Peran apoteker sebagai pemberi informasi mengenai obat sangat penting sehingga meningkatkan kepercayaan responden terhadap pelayanan apoteker di apotek. Dari tabel tersebut


(59)

55

dapat dilihat jika responden mengalami sakit kepala, responden memilih ke apoteker sebanyak 33 responden, 33 responden memilih ke dokter, dan mengobati sendiri 34 responden. Sedangkan pada sakit punggung seperti pegal-pegal yang dikarenakan duduk terlalu lama, kekakuan pada bahu yang menyebabkan pundak tidak dapat bergerak secara bebas responden memilih berkonsultasi dengan dokter sebanyak 35 responden dan 45 responden memilih untuk mengobati sendiri, hanya 20 responden yang memilih konsultasi dengan apoteker. Gejala nyeri otot responden lebih banyak memilih mengobati secara madiri sebanyak 44 responden, 32 responden memilih ke dokter, dan 24 responden memilih ke apoteker. Pada masalah kulit mayoritas responden mengatasi gejala secara mandiri dibandingkan ke dokter atau apoteker, yaitu sebanyak 46 responden. Gejala batuk dan flu, responden lebih memilih berkonsultasi dengan apoteker dibandingkan dengan dokter dan mengobati sendiri, pada gejala batuk sebanyak 54 responden dan gejala flu 55 responden. Gejala kelelahan yang tidak wajar, responden memilih konsultasi ke dokter sebanyak 52 responden, begitu juga dengan gangguan tidur sebanyak 53 responden lebih memilih konsultasi dengan dokter. Untuk masalah pencernaan seperti susah BAB dan diare, responden lebih sering berkonsultasi dengan apoteker, pada gejala masalah pencernaan sebanyak 39 responden, susah BAB sebanyak 39 responden, dan gejala diare sebanyak 44 responden. Sedangkan pada masalah wasir responden lebih memilih ke


(60)

dokter dari pada berobat sendiri ataupun ke apoteker yaitu sejumlah 48 responden.

Dari data-data diatas menunjukkan responden memiliki kepercayaan terhadap apoteker dalam mengatasi gejala-gejala penyakit ringan seperti batuk, pilek, masalah pencernaan, susah BAB, dan Diare. Kepercayaan responden dalam memilih berkonsultasi dengan apoteker bisa didapat dari pengalaman saat mengalami gejala yang sama. Hal ini didukung oleh teori Gidman (2012) dalam pelayanan kesehatan, pasien akan membangun dan meningkatkan kepercayaan mereka dengan tenaga kesehatan berdasarkan pengalaman. Selain itu, responden yang memilih berkonsultasi ke apoteker bisa berdasarkan saran atau rekomendasi dari pihak lain seperti keluarga dan teman yang mereka percayai atau jadikan panutan, hal ini sesuai dengan yang di ungkapkan Moorman (1993) ketika seseorang mengambil suatu keputusan, ia akan lebih memilih keputusan berdasarkan pilihan dari orang-orang yang lebih dapat ia percaya dari pada yang kurang dipercayai.

4. Gambaran Kepuasan Konsumen Terhadap Karakter Apoteker

Pada tabel 16 dapat dilihat tingkat kepuasan responden terhadap karakter apoteker dalam memberikan pelayanan, berdasarkan tabel tersebut mayoritas responden mengatakan puas sebanyak 61 responden, dan sangat puas sebanyak 32 responden. Jika dilihat karakter-karakter yang responden sangat puas diantaranya adalah


(61)

57

bahasa yang digunakan oleh apoteker, apoteker memenuhi permintaan khusus dari pasien seperti pemilihan alternative obat yang lebih murah, kelengkapan informasi penggunaan obat, dan keamanan privasi pasien selama pelayanan.

Kepuasan konsumen merupakan sejauh mana manfaat sebuah produk dirasakan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan (Amir, 2009). Kepuasan pelanggan mulai terbentuk saat konsumen membandingkan apa yang didapatkan dengan apa yang diharapkan oleh konsumen. Bila kepuasan konsumen terhadap produk jasa jauh dari apa yang diharapkan, maka konsumen kehilangan minat terhadap produsen jasa dalam hal ini adalah apoteker, demikian pula sebaliknya, jika barang atau jasa yang mereka nikmati memenuhi tingkat kepentingannya, maka konsumen akan cenderung memakai lagi barang atau jasa tersebut (Kotler, 2008).

Dari tabel diatas dapat disimpulkan kepuasan responden terhadap karakter apoteker selama pelayanan sudah baik terlihat dari kepuasan pasien tentang bahasa yang digunakan, kelengkapan informasi obat, dan privasi pasien yang terjaga.

5. Gambaran Harapan Konsumen Terhadap Pengembangan Pelayanan Apoteker Dan Apotek

Berdasarkan tabel 17 dapat dilihat harapan pasien terhadap pengembangan layanan farmasi di apotek, dari tabel tersebut didapatkan mayoritas responden setuju dengan pengembangan


(62)

pelayanan apoteker yaitu sebanyak 85 responden. Beberapa aspek yang diinginkan oleh responden diantaranya adalah apotek buka 24 jam sehari, apoteker bersedia dihubungi diluar jam kerja, dan obat-obatan yang tersedia di apotek lengkap. Namun ada beberapa aspek yang menurut responden tidak terlalu penting seperti apotek tidak harus menyediakan alat diagnose seperti alat cek kadar gula darah, asam urat, atau tensi darah.

Harapan merupakan sesuatu yang dibentuk dan dapat digunakan sebagai langkah untuk perubahan. Harapan pasien dalam memperoleh pelayanan farmasi yang sesuai dengan standar yang mereka harus dapatkan. Standar yang dimaksud dapat dilihat dalam PP No.51 tahun 2009 yang menyebutkan pelayanan farmasi merupakan suatu pelayanan langsung yang bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kehidupan pasien (Depkes, 2009).

C. Hubungan Karakter Responden Dengan Hasil Penelitian

Responden pada penelitian ini mayoritas berada pada usia dewasa awal atau 16 tahun sampai dengan 30 tahun (39%) dan dewasa akhir atau 31 tahun sampai dengan 45 tahun (30%), sedangkan jika dilihat berdasarkan pendidikan yang pernah ditempuh oleh responden, mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan SMA dan Pergurua Tinggi. Hal ini tentunya akan mempengaruhi kemampuan responden dalam mengenal dan mengidentifikasi keberadaan apoteker di apotek.


(63)

59

Usia yang mayoritas berada pada usia produktif juga mempengaruhi responden dalam proses belajar dan pengenalan. Menurut Hurlock (1998) dan Nursalam (2001) usia yang didefinisikan sebagai umur individu yang terhitung saat dilahirkan sampai berulang tahun, merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang. Semakin cukup kematangan seseorang maka akan lebih matang dalam berfikir dan berkerja. Pendidikan responden berada pada rentan SMA dan perguruan tinggi akan berpengaruh juga terhadap kemampuan responden dalam menilai kualitas pelayanan apoteker. Responden pada penelitian ini mayoritas merupakan perempuan yang melakukan pengobatan dan konsultasi kehamilan kepada dr kandungan yang ada di apotek tempat pengambilan data. Jika dilihat pada hasil penelitian tentang tingkat kepercayaan responden terhadap pelayanan apoteker, maka dapat digambarkan responden lebih sering melakukan konsultasi ke dokter (28%) dibandingkan dengan apoteker (14%), namun masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan bidan (13%), perawat (9%), dan dokter gigi (7%). Hal ini dikarenakan pasien sudah biasa melakukan kosultasi pertama ke dokter, dan baru melakukan konsultasi dengan tenaga medis lain saat mengalami keluhan yang berkaitan dengan tugas dan peran tenaga medis, sebagai contoh responden hanya melakukan konsultasi dengan dokter gigi hanya saat mengalami keluhan sakit gigi dan melakukan konsultasi kepada bidan hanya tentang persalinan atau kehamilan.


(64)

Begitupun pada hasil penelitian tentang frekuensi konsultasi obat, responden lebih sering melakukan konsultasi dengan dokter (25%) dibandingkan dengan apoteker (23%) namun masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan petugas yang lain. Walaupun apoteker berperan menyerahkan obat di apotek kemudian menjelaskan informasi yang ada pada obat, namun sebagian besar pasien lebih sering bertanya masalah obat yang diberikan oleh dokter langsung saat pengobatan sehingga tidak banyak dari responden yang bertanya pada apoteker yang memberikan obat.

Sedangkan jika dilihat karakter responden terhadap penilaian karakter apoteker di apotek. Dari hasil penelitian ini dapat dilihat mayoritas responden sudah puas dengan karakter apoteker. Pasien sudah merasa layanan yang diberikan oleh apoteker sudah cukup baik, responden sudah mendapat penjelasan yang baik tentang informasi obat yang diberikan dan bahasa yang digunakan mudah dipahami oleh responden.

D. Kelemahan Penelitian

Pada penelitian ini terdapat beberapa kelemahan yang disadari oleh peneliti dalam melakukan pengumpulan data maupun proses analisa data, diantara kelemahan penelitian ini adalah :


(65)

61

Pada penelitian ini peneliti menggunakan desain penelitian deskriptif, sehingga peneliti tidak melakukan analisa terhadap variabel-variabel yang berpengaruh terhadap hasil penelitian.

2. Proses pengambilan data

Data didapat dengan menyerahkan kuesioner kepada pasien, meski didampingi saat mengisi kuesioner namun ada beberapa responden yang nampak seperti kebingungan dalam pengisian, alangkah lebih baik lagi jika proses pengambilan data dilakukan dengan multi instrumen. Selain dengan mengisi kuesioner perlu dilakukan wawancara mendalam dan divalidasi dengan observasi.

3. Analisa data

Pengolahan data menggunakan deskriptif frekuensi, hal ini berkaitan dengan desain penelitian dan output yang peneliti inginkan. Akan lebih baik lagi jika penelitian ini menggunakan desain penelitian yang lebih kompleks seperti penelitian hubungan ataupun komparasi untuk mengetahui pengaruh atau hubungan antara variabel sehingga berdampak terhadap pengolahan data.


(66)

62

A. Kesimpulan

1. Kemampuan responden dalam mengenali apoteker di apotek relatif tinggi. Sebanyak 74% menyatakan mampu membedakan apoteker dengan petugas lain. Sebanyak 87% responden mengetahui bahwa mereka bisa melakukan konsultasi obat dengan apoteker, sehingga dapat disimpulkan responden mampu mengidentifikasi apoteker di apotek dan mengetahui salah satu peran apoteker.

2. Tingkat kepercayaan responden terhadap apoteker dalam melakukan konsultasi masalah kesehatan dan obat.

Lebih banyak responden berkonsultasi masalah kesehatan dengan dokter (29%) dibandingkan dengan apoteker (14%) dikarenakan pasien yang berkonsultasi ke dokter merupakan pasien dengan diagnosis tertentu dan penyakit berat, sedangkan yang berkonsultasi ke apoteker adalah pasien dengan penyakit ringan atau swamedikasi. Konsultasi obat, responden lebih memilih berkonsultasi dengan dokter dan apoteker dibandingkan tenaga kesehatan lainnya.

3. Persepsi responden terhadap peran apoteker dalam memberikan informasi tentang obat masuk dalam katagori puas (38%) dan sangat puas (28%).


(67)

63

4. Kepuasan responden terhadap karakter apoteker yang meliputi bahasa yang digunakan oleh apoteker, apoteker memenuhi permintaan khusus dari pasien seperti pemilihan alternative obat yang lebih murah, kelengkapan informasi penggunaan obat, dan keamanan privasi pasien selama pelayanan termasuk dalam kategori puas, dengan hasil penilaian rata-rata kepuasan terhadap karakter apoteker sebesar 61%.

5. Harapan responden terhadap pengembangan pelayanan apoteker dan apotek. Sebagian besar responden (85%) setuju dengan proses pengembangan pelayanan apoteker di Kecamatan Banjarnegara. B. Saran

1. Apoteker

Apoteker diharapkan tetap mempertahankan karakter profesionalisme sesuai dengan peraturan pemerintah Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 dalam melakukan asuhan kefarmasian. Apoteker mampu meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan

perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat dan mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik dan mampu mempertahankan kesantunan, identitas diri, nilai kesopanan, dan lain sebagainya dalam memberikan asuhan kefarmasian.


(68)

2. Apotek

Pelayanan farmasi di apotek harus memiliki kebijakan kendali mutu terhadap proses layanan farmasi yang diberikan dengan pelayanan apotek sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO).

3. Ikatan Apoteker Indonesia

IAI memiliki peranan yang sangat penting dalam pengembangan proses layanan farmasi yang berorientasi pada kepuasan konsumen dengan cara meningkatkan kompetensi anggota profesi apoteker dimasa mendatang dengan mengadakan seminar dan workshop berorientasi pada kepuasan pelanggan.

4. Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini masih sangat jauh dari kata sempurna, peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini dengan menganalisa setiap hubungan antara variabel.


(69)

65

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S., 2006, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi VI, 152-241, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 1989.

Depdagri, 1999, Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, 2, Pemerintah Republik Indonesia, Jakarta. Depkes, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1027/Menkes/SK/XII/2004 Tentang Standar Kefarmasian di Apotek, Departemen Kesehatan, Jakarta.

Depkes, 2009, Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, 2, Pemerintah Republik Indonesia, Jakarta.

Depkes, 2009, Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, 5-6, Pemerintah Republik Indonesia, Jakarta.

FIP. (1998). Good Pharmacy Practice (GPP) In Developing Countries. The Hague, The Netherlands: FIP Guidelines. September 1998.

Handayani, R.S., Raharni, dan Gitawati, R., 2009, Persepsi Konsumen Apotek Terhadap Pelayanan Apotek di Tiga Kota di Indonesia, Makara,

Kesehatan, 13 (1), 22-26, Departemen Kesehatan, Jakarta.

Kotler, P., Armstrong, G., 2008, Principle of Marketing, 12th edition, 13-15;122-137, Pearson Prentice Hall, New Jersey.

Luhmann, N., 1979, Trust and Power: Two Works, John Wiley and Sons,Brisbane cit. Gidman, W., Ward P., McGregor L., Understanding Public Trust in Services Provided by Community Pharmacist Relative to Those Provided by General Practitioners: a Qualitative Study, BMJ Open 2012, 2, 1-9, http://group.bmj.com, 22 Januari 2013.

Luhmann, N., 1988. Trust: making and breaking cooperative relations in: Gambetta D, ed. Familiarity, Confidence, Trust: Problems and Alternatives, 94-107, Basil Blackwell, Newyork.

Luhmann, N., 2005, Risk : A Sociological Theory, New Brunswick, New Jersey cit. Gidman, W., Ward P., McGregor L., Understanding Public Trust in


(1)

66

Services Provided by Community Pharmacist Relative to Those Provided

by General Practitioners: a Qualitative Study, BMJ Open 2012, 2, 1-9,

http://group.bmj.com, 22 Januari 2013.

Michener, H. A., DeLamater, J. D. dan Myers, D.J., 2004,

Social Psychology,

Fifth Edition, 106, Thomson Wadsworth, Belmont.

Nawawi, H., 2005, Metode Penelitian Bidang Sosial, Cetakan 7, 149-151, Gadjah

Mada University Press, Yogyakarta.

Nazir, M., 1988, Metodologi Penelitian, 158-220, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Nelson J.C, and Quick, D.L., 1997,

Organisational Behavior: Foundations,

Realities, and Challenges, 84-87, West Publishing Company, NewYork.

Ratiopharm, 2004,

The ratiopharm CFP Report on Pharmacy Services :

Consumer’s Percept

ion of Pharmacy, 2-5, Ratiopharm inc.,Mississauga.

Riwidikdo, H., 2013, Statistika Kesehatan, 61-63, Rohima Press, Yogyakarta.

Sekar Tyas Hutami, 2013, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Sukowati, I., 2009, Persepsi Konsumen Pengunjung Apotek Tentang Konseling

Obat di Apotek-apotek Wilayah Kota Yogyakarta, Skripsi, Fakultas

Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Supranto, J., 2000,

Statistik : Teori dan Aplikasi Jilid 1, Edisi 6, 64,

Erlangga,Jakarta.

WHO, 1990, The Role of the Pharmacist in The Health Care System, 10-12,

WHO, Geneva.

Wiedenmayer, K., R.D. Summers, C.A. Mackie, A.G. S. Gous, M. Everard, 2006,

Developing Pharmacy Practice: A Focus Patient Care, 15-17, World

Health Organization, Geneva.

Wirth, F., Tabone, F., Azzopardi, L.M., Gauci, M., Zarb-Adami, M. &

Serracino-Inglott, A., 2011, Consumer Perception of the Community Pharmacist and

Community Pharmacy Services in Malta,

Departement of Pharmacy,

University of Malta, Msida


(2)

(3)

PENGURUS CABANG

IKATAN APOTEKER INDONESIA (IAI)

The Indonesian Phamacist Association

BANJARNEGARA

Sekretariat : Apotek PELITA, Jl. S. Parman 12 A, Banjarnegara Telp. 0286 5985926 Banjarnegara, 22 Juni 2015 Nomor : 024/PCIA/BNA/VI/2015

Lampiran :

-Perihal : Rekomendasi Penelitian

Kepada Yth.

Pemilik Sarana Apotek Alip Farma di

Banjarnegara

Dengan hormat,

Sehubungan dengan adanya surat permohonan ijin penelitian dari Kepala Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Nomor : 885/D.2-II/FARM-UMY/VI/2015 (surat terlampir). Bersama ini kami selaku Pengurus Ikatan Apoteker Indonesia Cabang Banjarnegara memberikanRekomendasibagi mahasiswa :

Nama : Sucianna Dwi Setyawati

NIM : 20120350086

Rencana Judul Penelitian : Persepsi Konsumen Apotek Terhadap Apoteker

Farmasi Komunitas di Apotek Wilayah Kecamatan Banjarnegara

Pembimbing Penelitian : Dra. Sri Kadarinah, Apt

Untuk melakukan penelitian di Apotek Alip Farma, mohon kiranya Bapak/Ibu Pemilik Sarana Apotek berkenan untuk memberikan bimbingan bagi mahasiswa tersebut.

Demikian surat rekomendasi ini kami berikan, untuk dapat digunakan sebagaimana perlunya, terima kasih.

KETUA PC IAI BANJARNEGARA

Muslikhati, S.So., Apt

Tembusan :


(4)

Pemilik Sarana Apotek Hidayah di

Banjarnegara

Dengan hormat,

Sehubungan dengan adanya surat permohonan ijin penelitian dari Kepala Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Nomor : 885/D.2-II/FARM-UMY/VI/2015 (surat terlampir). Bersama ini kami selaku Pengurus Ikatan Apoteker Indonesia Cabang Banjarnegara memberikanRekomendasibagi mahasiswa :

Nama : Sucianna Dwi Setyawati

NIM : 20120350086

Rencana Judul Penelitian : Persepsi Konsumen Apotek Terhadap Apoteker

Farmasi Komunitas di Apotek Wilayah Kecamatan Banjarnegara

Pembimbing Penelitian : Dra. Sri Kadarinah, Apt

Untuk melakukan penelitian di Apotek Hidayah, mohon kiranya Bapak/Ibu Pemilik Sarana Apotek berkenan untuk memberikan bimbingan bagi mahasiswa tersebut.

Demikian surat rekomendasi ini kami berikan, untuk dapat digunakan sebagaimana perlunya, terima kasih.

KETUA PC IAI BANJARNEGARA

Muslikhati, S.So., Apt

Tembusan :


(5)

PENGURUS CABANG

IKATAN APOTEKER INDONESIA (IAI)

The Indonesian Phamacist Association

BANJARNEGARA

Sekretariat : Apotek PELITA, Jl. S. Parman 12 A, Banjarnegara Telp. 0286 5985926 Banjarnegara, 22 Juni 2015 Nomor : 026/PCIA/BNA/VI/2015

Lampiran :

-Perihal : Rekomendasi Penelitian

Kepada Yth.

Pemilik Sarana Apotek Pahala di

Banjarnegara

Dengan hormat,

Sehubungan dengan adanya surat permohonan ijin penelitian dari Kepala Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Nomor : 885/D.2-II/FARM-UMY/VI/2015 (surat terlampir). Bersama ini kami selaku Pengurus Ikatan Apoteker Indonesia Cabang Banjarnegara memberikanRekomendasibagi mahasiswa :

Nama : Sucianna Dwi Setyawati

NIM : 20120350086

Rencana Judul Penelitian : Persepsi Konsumen Apotek Terhadap Apoteker

Farmasi Komunitas di Apotek Wilayah Kecamatan Banjarnegara

Pembimbing Penelitian : Dra. Sri Kadarinah, Apt

Untuk melakukan penelitian di Apotek Pahala, mohon kiranya Bapak/Ibu Pemilik Sarana Apotek berkenan untuk memberikan bimbingan bagi mahasiswa tersebut.

Demikian surat rekomendasi ini kami berikan, untuk dapat digunakan sebagaimana perlunya, terima kasih.

KETUA PC IAI BANJARNEGARA

Muslikhati, S.So., Apt

Tembusan :


(6)

Pemilik Sarana Apotek Salma di

Banjarnegara

Dengan hormat,

Sehubungan dengan adanya surat permohonan ijin penelitian dari Kepala Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Nomor : 885/D.2-II/FARM-UMY/VI/2015 (surat terlampir). Bersama ini kami selaku Pengurus Ikatan Apoteker Indonesia Cabang Banjarnegara memberikanRekomendasibagi mahasiswa :

Nama : Sucianna Dwi Setyawati

NIM : 20120350086

Rencana Judul Penelitian : Persepsi Konsumen Apotek Terhadap Apoteker

Farmasi Komunitas di Apotek Wilayah Kecamatan Banjarnegara

Pembimbing Penelitian : Dra. Sri Kadarinah, Apt

Untuk melakukan penelitian di Apotek Salma, mohon kiranya Bapak/Ibu Pemilik Sarana Apotek berkenan untuk memberikan bimbingan bagi mahasiswa tersebut.

Demikian surat rekomendasi ini kami berikan, untuk dapat digunakan sebagaimana perlunya, terima kasih.

KETUA PC IAI BANJARNEGARA

Muslikhati, S.So., Apt

Tembusan :