Bapak Gusti tinggal ditanah seluas sepuluh are dengan luas bangunan seluas lima are. Rumah yang ditempati merupakan rumah dengan tipologi rumah tradisional Bali.
Beliau tinggal bersama istri dan kakak ipar beliau yang merupakan seorang janda dan sedang menderita penyakit kaki gajah, disamping itu anak dari kakak ipar beliau telah
meninggal karena kecelakaan, sedangkan anak-anak Pak Gusti bekerja dan tinggal di Kabupaten Badung. Anak-anak Pak Gusti biasanya pulang ke kampong halaman saat
libur panjang atau saat ada upacara keagamaan. Pak Gusti merupakan lulusan SMA Seni Rupa dan dulunya pernah tinggal di Denpasar dan bekerja disebuah hotel sebelum
memutuskan untuk kembali ke desa pada tahun 2001.
1.2 Ekonomi Keluarga Dampingan
1.2.1 Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga Pak Gusti tidak menentu setiap bulannya, pendapatan tersebut bersumber dari hasil pertanian dan ternak. Pak Gusti memiliki sawah
seluas 50 are dan memiliki hewan ternak seperti sapi sebanyak dua ekor dan babi sebanyak empat ekor. Sawah yang dimiliki Pak Gusti digarap oleh Pak Gusti
sendiri serta dibantu oleh satu orang. Pak Gusti juga mendapat pemasukan dari kirimin anaknya yang tinggal di
Kabupaten Badung. Jumlah uang yang dikirim oleh anaknya juga tidak menentu tergantung kebutuhan anak Pak Gusti. Nominal yang paling besar adalah sekitar
Rp. 500.000, setiap bulannya dan nominal paling sedikit adalah sekitar Rp. 300.000,00.
1.2.2 Pengeluaran Keluarga
a. Kebutuhan Sehari-Hari
Layaknya kehidupan sebuah keluarga pada umumnya, kebutuhan sehari- hari keluarga Pak Gusti meliputi kebutuhan makan, kebutuhan listrik, air dan
kebutuhan tambahan yang tidak terduga. Menurut penuturan Pak Gusti, keluarga beliau menghabiskan rata-rata Rp. 10.000,00 untuk biaya konsumsi
perharinya termasuk beras dan lauk pauk. Keperluan untuk MCK sekitar Rp. 25000,00 per bulannya serta kebutuhna listrik dan air kurang lebih Rp.
40.000,00 perbulannya.
Berikut merupakan kebutuhan keluarga Pak Gusti selama satu bulan Konsumsi
: Rp. 10.000,00 x 30 hari = Rp. 300.000,00 Keperluan MCK
= Rp. 30.000,00 Iuran Banjar
= Rp. 10.000,00 Kebutuhan Upacara
= Rp. 30.000,00 Listrik dan Air
= Rp. 40.000,00 + = Rp. 410.000
b. Pendidikan
Pak Gusti bersama istri dan kakak iparnya bisa dikatakan telah masuk golongan lanjut usia, anak-anak Pak Gusti pun telah bekerja sehingga tidak
ada biaya pendidikan yang perlu dikeluarkan oleh Pak Gusti. c.
Kesehatan Salah satu anggota keluarga Pak Gusti, yaitu Ibu Jero Ketut Tirta sedang
menderita penyakit kaki gajah. Menurut penuturan Ibu Jero sakit pada kakinya akan kambuh ketika Ibu Jero salah makan atau kelelahan. Penangan untuk
menanggulangi rasa sakit pada kaki dilakukan dengan berobat ke Puskesmas. Biaya yang dikeluarkan untuk sekali berobat suntik adalah sekitar Rp.
75.000,00 dan biasanya kambuh dalam rentang waktu tiga bulan. Pak Gusti juga menuturkan bahwa penyakit yang biasa dialami oleh
keluarganya adalah pusing yang disebabkan karena kelelahan, panas, flu, batuk dan lain-lain. Tempat berobat terdekat yang biasa dikunjungi Pak Gusti
adalah Puskesmas Desa Buahan, Puskesmas Desa Buahan Kaja, atau Puskesmas Payangan. Pak Gusti juga sudah memiliki jaminan kesehatan
berupa JKBM Jaminan Kesehatan Bali Mandara sehingga saat berobat biaya yang dikeluarkan dapat ditekan.
d. Sosial
Pengeluaran di bidang sosial atau sering disebut dengan menyama braya termasuk diantaranya adalah iuran yang dikeluarkan tiap bulan oleh Pak Gusti
untuk iuran banjar. Nominal yang dikeluarkan adalah Rp. 10.000 – Rp.15.000
tiap bulannya tergantung kegiatan yang dilakukan pada suatu banjar setiap bulannya. Selain bantuan berupa uang, Pak Gusti juga menyumbangkan
tenaga untuk membantu kegiatan yang ada di Banjar Jaang.
Selain iuran di banjar, pengeluaran sosial juga dapat berupa pengeluaran yang digunakan untuk membeli bahan-bahan yang akan di bawa ke tempat
orang yang sedang menikah atau ketika ada kematian. Pengeluaran tersebut untuk pembelian bahan-bahan seperti gula, kopi dan beras sekitar Rp.
15000,00. e.
Kerohanian Keluarga Pak Gusti adalah keluarga Hindu yang sangat identik dengan
adatnya. Kebutuhan rohani dapat meliputi odalan dan kewajiban mebanten setiap harinya. Kewajiban mebanten membutuhkan sarana canang Guna
memenuhi kebutuhan tersebut Bu Gusti membuat canang sendiri dan bahan yang digunakan untuk membuat canang yaitu daun kelapa diambil dari kebun,
sehingga untuk kebutuhan sehari-hari tidak perlu membeli canang lagi. Kebutuhan sarana persembahyangan pada saat hari raya tidak
sepenuhnya bisa dibuat sendiri dan ada beberapa hal yang harus dibeli. Jumlah uang yang diperlukan untuk satu kali upacara keagamaan yang tidak terlalu
besar sekitar Rp. 30.000 sudah termasuk alat persembahyangan, canang dan buah-buahan.
BAB II IDENTIFIKASI DAN PRIORITAS MASALAH