Sistem Ekonomi

TEORI EKONOMI DAN PERKEMBANGANNYA (Kuliah I )

  Teori pasar murni dikemukanan pertama kali oleh Adam Smith (1723- 1790) dan kemudian sering disebut sebagai sistem kapitalisme yang terdesentralisasi. Dimana pemerintah sama sekali tidak boleh mengatur perekonomian. Teori ini mempercayai adanya invisible hand, yang dapat mengatur sendiri keadaan ekonomi suatu negara. Dimana semua orang dianggap akan terpuaskan dengan sendirinya apabila setiap orang diberi kebebasan untuk mengejar kepentingan masing-masing sehingga akhirnya tercapai kesejahteraan umum (general welfare)

  Dalam kenyataannya konsep ideal dari teori Adam Smith sering tidak tercapai seperti yang direncanakan, tetapi sering terjadi kesenjangan antara teori dan keadaan sebenarnya. Cukup banyak kendala-kendala yang sering terjadi untuk pencapaian kesejahteraan umum seperti yang dicita-citakan dari teori Adam Smith ini. Seringkalai muncul dampak-dampak negatif dari teori ini, misalnya munculnya Monopoli, pengejaran kepentingan perorangan yang terlalu berlibihan, kecenderungan produksi barang yang tidak berkualitas yang hanya mengutamakan kepentingan perusahaan tanpa melihat dampak terhadap konsumen, dampak lingkungan seperti polusi, pencemaran, exploitasi alam membabi buta.

  Mengacu pada kelemahan-kelemahan ini, maka ada beberapa teori yang menjadi tandingan dari teori Adam Smith ini, misalnya Sistem Capitalism (State Capitalsim, atau economic Nationalism), yaitu suatu sistem kapitalisme yang diatur dan dipimpin oleh negara, yang diusulkan oleh Friedrich List (teori ini sering kali dianggap sebagai teori capitalis semu oleh Ersatz Capitalism).

  Model capitalsm ini selanjutnya disempurnakan dalam bentuk model kapitalism welfare state atau sistem kapitalism dengan pengaturan alokasi dana- dana pemerintahan untuk mendistribusikan kekayaan nasional. Ini merupakan model kapitalisme yang telah disempurnakan (J.M. Keynes (1936)) dan kemudian disebut sebagai sistem ekonomi campuran (mixed economy)

  Dari uraian tersebut kita telah mengetahui ada 3 sistem ekonomi yang mendasar yaitu state capitalism, welfare state dan mixed economy). Ke tiga sistem ini berseberangan dengan sistem ekonomi sosialisme (baik itu sistem sosialisme murni, maupun sistem sosial yang bercampur dengan sistem pasar (mixed socialism). Dalam kenyataanya sistem sosial murni diterapkan secarara penuh di Uni Soviet dan sejumlah negara Eropa Timur mulai dari tahun 1922 (Lenin), sedangan sosialisme campuran diterapkan di RRC, Yugoslavia, serta sejumlah negara Afrika. Kemudian ada satu lagi sistem ekonomi kelima yang sering disebut sistem pasar sosialis (social market economy).

  Pada masanya Amerika Serikat sering disebut sebagai pemimpin negara “paling kanan” dan hampir semua negara-negara Eropa Barat dimasukkan dalam kategori negara-negara kalitalis campuran, sedangakan Uni Sovyet sering disebut sebagai pemimpin negara “paling kiri: dimana hampir semua negara- negara di Eropa Timur dimasukan ke dalam negara-negara sosialis. Sedangkan negara-negara dunia ketiga atau sering disebut sebagai negara berkembang, atau nonblok, memiliki sistem ekonomi kapital seperti chile, Kenya dan Singapura, negara state capitalism seprti Mexico, Nigeria dan Indonesia, dan sebagian ada yang sistem ekonomi sosialism seperti Mandagaskar, Irak dan Myanmar) Pada kenyataannya setiap negara bebas untuk mengatur kebijakan ekonomi apa yang akan diterapkan dan paling cocok untuk mencapai tujuan negara.

  Setelah tahun 1989, dimana pada waktu itu terjadi penyatuan antara Jerman Timur dan Jerman Barat, dan diiringi oleh perubahan fundamental sistem ekonomi Rusia dan negara-negara Eropa Timur lainnya, maka sistem kapitalsime dan variasinya lebih diterapkan di lebih banyak negara. Meskipun demikian sistem ekonomi sejumlah negara komunis tidak serta merta berubah secara radikal dan tetap berpegangn pada sistem sosialisme (sistem pasar sosialisme). Di negara-negara tersebut kepemilikan faktor-faktor produksi oleh perorangan mulai dilonggarkan, tetapi perencanaan terpusat tetap dipertahankan dan perusahaan negara berperanan besar dalam struktur ekonomi nasional.

  Jika kita membandingkan dengan kondisi sistem ekonomi di Indonesia, pada kenyataannya selama 54 tahun kemerdekaan, Indonesia mengalami 3 tahap pembangunan nasional,yaitu pembangunan politik (1945-69), pembangunan ekonomi (1969-94) dan pembangunan sosial (1994-2019)(Lane, Jane Erik & Svante Ersson (1997)). Pembangungan politik sering disebut sebagai sebagai pembangunan bangsa (nasional building), sedangkan pembangunan ekonomi menekankan pada peningka tan pendapatan per kapita,kemudian pembangunan sosial meliputi pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.

  Pada hakikatnya ketiga proses ini yaitu pembangunan politik, ekonomi dan sosial terjadi pula di negara-negara lainnya dalam konteks dan kondisi yang berbeda-beda. Dan pada umumnya pula pembangunan ekonomi merupakan merupakan prioritas utama, karena pemenuhan kebutuhan pokok seperti sandang pangan dan papan selalu harus didahulukan sebeum memenuhi kebutuhan-kebutuhan lainnya seperti pendidikan, kesehatan dan kebutuhan sosial lainnya. Pembangunan Sosial

  Menurut Nancy Birdsall dari Bank Dunia mengatakan bahwa investasi dalam bidang kesehatan dan pendidikan yang biasanya masuk kategori pembangunan sosial, dan dalam waktu tidak lama dapat berdampak positip pada pertumbuhan ekonomi nasioanl. Artinya pengeluaran-pengeluaran nasional yang berupa investasi sosial telah memungkinkan manusia meningkatkan kualitas sebagai sumber daya yang mampu menghasilkan produksi materiil yang lebih tinggi dari sebelumnya. Dengan perkataan lain mengadakan investasi dalam pengembangan sosial merupakan ilmu ekonomi yang baik. Atau dengan kata lain pembangunan sosial tidak lain daripada pembangunan ekonomi.

  Pada gilirannya model-model pembangunan ekonomi seringkali hanya memasukkan variable-variable ekonomi saja dan variable non ekonomi dianggap tidak penting atau diabaikan. Sehingga akibatnya. Perkembangan beberapa teori lainnya pada awalnya bersumber dari reaksi adanya ketidak percayaan terhadap kesejahteraan masyarakat, walaupun diakui seringkali terjadi kesejahteraan yang luar biasa tinggi tetapi terjadi hanya pada sekelompok orang saja. Kelompok lainnya malah semakin miskin. Pemilik modal biasanya diuntungkan tetapi buruh sering dirugikan karena tidak memiliki modal yang cukup. Selanjutnya bisa terjadi kesenjangan antara dua klas masyarakat. Dan hal ini dibahas oleh Karl Max, yang tercantum dalam tulisannya Manifesto Komunis (1848) kemudian dilanjutkan kembali dalam tiga jilid bukunya Das Kapital (1867).

  Meskipun teori ekonomi sosialisme Marx dianggap gagal diterapkan di Uni Sovyet dengan akibat bubarnya Uni Soviet itu sendiri tahun 1991, tetapi teori kapitalisme juga mengalami kritikan yang tidak sedikit. Sekitar tahun 1936 sistem kapitalisme mengalami depresi, menyengsarakan semua elemen ekonomi, seperti buruh, tuan tanah, pemodal dll.

  J.M Keynes yang memelopori teori yang bersifat umum dapat menunjukkan kekeliruan teori pendahulunya yang terlalu sempit dan khusus, seperti teori Klasik dan Neoklasik, tetapi mengungkap juga kesalahan mendasar dari teori ekonomi kapitalisme ala Adam Smith. Dengan teori barunya Keynes dianggap bersjasa menyelamatkan kapitalisme itu sendiri dan sistem kapitalisme yang sudah disempurnakan yang akhirnya teori nya cukup dapat mengglobal dan merajai sistem ekonomi dunia.

  Selanjutnya bila kita tillik, sistem ekonomi Indonesia sedang bergulat dalam masalah pergulatan paradigmatik, perjuangan para pakar ekonomi tentang perlunya dikembangkan paradigma baru dalam pemikiran-pemikiran ekonomi untuk memecahkan persoalan bangsa. Setelah paradigma baru yang lebih tepat dapat diterima, yang mengandung sistem nilai atau ideologi bangsa yaitu Pancasila, maka kekeliruan-kekeliruan asumsi teori lama dapat dihilangkan.Dan akhirnya pembangunan pun dapat mengacu pada teori ekonomi baru. Ini seharusnya menjadi misi dan visi para ekonomi Indonesia.

  Pada kenyataaanya negara Indonesia telah mengambil langkah keliru di masa lalu dimana kita terlalu menekannkan pada pertumbuhan ekonomi material yang akibanya melebarkan jurang antara yang miskin dan kaya. Jadi selanjutnya sebaiknya diupayakan pembangunan lebih diarahakn pada pembangunan sumber daya manusia. Krisis Ekonomi

  Krisis ekonomi yang pernah terjadi di negara Indonesia sebenarnya merupakan akibat logis dari dari investasi berlebihan dalam beberapa sektor seperti real estate yang sebenarnya kurang produktif tetapi sangat menguntungkan. Usaha-usaha spekulatif dari sektor ini seringkali dibiayai dengan kredit-kredit perbankan, yang pada giliranya perbankan turut terimbas krisis ekonomi ini. Banyak sekali bank-bank tutup dan pemerintah terpaksa turun tangan dengan program rekapitalisasi dan restukturisasi. Sehingga kenyataanya seringkali terjadi tarik ulur antara pemerintah dan swasta, Dunia usaha yang pada awalnya tidak mau diatur pemerintah, dalam keadaan krisis ekonomi ternyata menggantungkan diri pada kebijaksanaan pemerintah.

  Penyimpangan yang amat besar dengan konsekuensi analitik serius oleh ekonom masa kini, padahal dianggap sangat penting oleh Adam Smith. Pandangan ini sebenarnya lebih relevan dengan keyakianan bangsa Indonesia tentang adanya kebenaran asas kekeluargaan (brotherhood) dan bentuk usaha bersama yang tercantum dalam pasal 33 UUD 1945, yang selanjutnya diartikan sebagai asas demokrasi ekonomi atau asas kerakyatan. Sistem ekonomi yang berasas kekeluargaan bukan berarti bebas untuk bersaing saling mematikan. Sebenarnya kita sudah memiliki konsep-konsep mendasar dari sistem ekonomi sendiri, meskipun terkadang pada kenyataan kita terlalu berusaha memenuhi kriteria-kriteria pada ekonomi asing.

  Frans Seda yang ikut berkiprah dalam kegiatan ekonomi praktis menyatakan bahwa ekonomi pancasila lahir dari suatu political will, yang merupakan tanggapan terhadap amanat penderitaan rakyat. Perkembangan Gagasan Ekonomi Indonesia

  Dalam kenyataannya studi tentang sejarah ekonoi sungguh amat penting karena disamping begitu banyak masalah-masalah ekonomi masa kini sebenarnya bermula dari masa lalu. Sejarah dan kejadian selalu berulang.

  Dewasa ini dalam suasana liberalisasi dan globalisasi tidak terlihat semangat kaum elit untuk mempercayai potensi ekonomi rakyat. Seharusnya pemerintah lebih memihak pada ekonomi rakyat. Tetapi pada gilirannya pemerintah mendapat tekanan luar biasa sebab pada kenyataannya sektor ekonomi modern lebih dikuasai oleh pengusaha-pengusaha besar.

  Kita perlu belajar dari sejarah demi masa depan yang lebih baik dari anak cucu kita. Paradigma Pembangunan Ekonomi Indonesia. Berbagai teori ekonomi yang berkembang di Barat pada umumnya lebih dilihat dari sisi pandangan kaum elit atau kaum borjuis. Sehingga akibatnya setiap kemajuan cenderung dari seberapa besar peranan kaum elit terhadap perekonomian bukan seberapa besar peran rakyat. Dalam kenyataannya sejak jaman Belanda sampai menjelang kemerdekaan Indonesia petani dan rakyat kecilah yang sebenarnya menjadi penyumbang paling besar bagi keberhasilan penjajahan Belanda di Indonesia selama 350 tahun.Tetapi sebaliknya rakyatnya menjadi kuli-kuli yang hidup miskin.Jadi eksploitasi kolonialme dan imperalialisme merupakan penyebab utama kemiskinan dan kemerdekaanlah yang dapat membebaskan rakyat Indonesia dari kemiskinan, kebodohan dan ketertinggalan.

  Selama 21 tahun pertama Indonesia merdeka (1945-1966) perekonomian bangsa menghadapi tantangan dan ujian berat termasuk masalah politik dalam dan luar negeri, yang nyaris mempengaruhi sektor-sektor ekonomi.Meskipun pada tahun 1959 paham kapitalisme –liberalisme secara konstutional ditolak dengan berlakunya UUD 1945, tetapi sistem ekonomi Nasional ternyatak berkembang menjadi sisteim etatistik (serba negara) yang mematikan segala daya kreasi masyarakat. Ekonomi komando yang berlangsung selama tujuh

  650% pada tahun 1966, hampir melumpuhkan seluruh sitem produksi dan distribusi nasional.

  Menjelang berakhirnya Orde lama (1963) Soekarnao menyampaikan konsep ekonomi yang terkenal dengan sebutan Dekon (Deklarasi Ekonomi) semacam janji atau tekad untuk menggunakan sistem ekonomi pasa, sebagai koreksi atas prakte-praktek ekonomi komando.Tekad ini sayang tidak dapat terlaksana karena partai-partai politik menafsirkan secara berbeda-beda. Prinsip Dekon akhirnya dilupakan orang.

  Ekonomi orde baru mulai 1966 secara radikal membalikan arah perjalanan ekonomi Indonesia. Paradigma pembangunan mengarah pada penerapan demokrasi ekonomi dan politik ekonomi diarahkan pada upaya dan cara menggerakan kembali roda ekonomi nasional dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pencetakan uang yang berlangsung tanpa kendali dihentikan, anggaran belanja pemerintah dibuat berimbang, dan produksi dalam negeri, pangan dirangsang untuk memenuhi kebutuhan nasional yang terus bertambah.Pembangunan ekonomi diatur melalui serangkaian REPELITA.

  Pembangunan yang mensejahterakan Rakyat Menurut Mubyarto dalam membangun sistem ekonomi. Selama 54 tahun

  Republik Indonesia dapa dikenal ada trilogi pembangunan dalam konteks sejarah perjalanan bangsa sbb :

  1. Tahap pembangunan bangsa (national building) 1945-1969

  2. Tahap pembangunan ekonomi (1969-1994)

  3. Tahap pembangunan manusia (1994-2019) Dari segi teori ekonomi pembangunan, pembangunan ekonomi disebut berhasil apabila ada kenaikan besa dalam volume dan nilai produksi barang dan jasa, sehingga kesejahteraan masyarakat meningkat.Akan tetapi dalam kenyataannya belum tentu barang dan jasa yang diproduksi suatu bangsa bisa dibagi secara merata, karena sering terjadi ada sebagian warga belum dapat ikut menikmati. Mereka mereka termasuk masyarakat di bawah garis kemiskinan.

  Dalam perjalanan sejarah pembangunan di Indonesia, selalu ada semacam kontes antara yang menginginkan peran besar dari negara sesuai pasal 33, UUD 45, dan ada sebagian yang menginginkan kebebasan sistem pasar yang mampu mengembangkan demokrasi ekonomi sesuai penjelasan pasa 33. Jamie Mackie dan Andrew Macintyre mewadahi berbagai kepentingan yang berkontes ini ke dalam tiga mazhab politik ekonomi sbb :

  1. Kaum teknokrat (ekonomi) yang kompak dan berpaham bebas (free marketers), dan mereka berada pada di tiga pusat kekuasaan yaitu Departemen Keuangan, Bappenas dan Bank Indonesia.

  2. Kaum Intervensionis yang menginginkan peran besar dari negara dalam pembangunan khususnya dalam proses menuju industiralisasi.

  3. Kaum Nasionalis pola lama (old style nationalist) yang ingin selalu berpegang teguh pada ideologi bangsa sebagaimana tercantum dalam 33 Dalam prakteknya bisa terjadi penyeberangan-penyebaerangan dari suatu mahzab ke mahzab lain, sehingga bisa dikatakan bahwa teori tadi kurang tepat dalam kondisi yang ada di Indonesia, atau memang kondisi di negara Indonesia adalah kondisi yang khusus sehingga tidak dapat dianalisis menggunakan teori- teori dari dunia barat.

  

TEORI EKONOMI DAN PERKEMBANGANNYA (Kuliah

II )

  Ekonomi Pancasila Ada pertanyaan yang sering dilontarkan dan menjadi perdebatan

nasional tentang bagaimana konsep Pancasila itu. Apakah politik ekonomi

yang terjadi serakang ini masih tetap setia atau tidak dengan Pancasila

dan UUD45 Beberapa pengamat menganggap bahwa politik

pemerintahana kadang sebenarnya masih berdasarkan pada apa yang

menjadi landasan negara tetapi dibawah para teknokrat sering

menyimpang karena politik liberalisme sering dipakai sebagai pedoman. Pembangunan yang adil dan merata

Yang menjadi permasalaha adalah apakah kita perlu untuk mengubah

paradigma pembangunan kita dari prioritas ekonomi materiil ke aspek

kualitas sumber daya manusia. Sebab pada kenyataanya sering terjadi

ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial. Sehingga patut

dikhawatirkan pembangunan itu hanya menguntungkan sekelompok

orang tertentu saja yang jumlahnya sedikit, dan belum mampu

mengurangi jumlah kelompok miskin. Dan sepertinya ada yang

menyalahkan bahwa pertumbuhan ekonomi itu merupakan penyebab

terjadinya kesenjangan ekonomi dan sosial yang makin besar.

  Pada awalnya paradigma trilogi pembangunan adalah

menempatkan stabilitas nasional pada urutan pertama, kemudian

pertumbuhan ekonomi dan terakhir pemerataan. Namun seiring

berjalannya waktu seringkali urutannya berubah-rubah. Sehingga dalam

hal ini masih ada toleransi kepada adanya kesenjangan ekonomi dan

sosial yang seringkali menonjol dan seringkali malah menimbulkan

permasalah besar.

  Kebanyakan teori ekonomi pembangunan dari Barat tidak

mengajarkan adanya keadilan sosial. Dan berdasarkan pengalaman di

banyak negara, ada banyak akibat fatal dari negara-negara yang pesat

pertumbuhan ekonominya tetapi melupakan pemerataan dan hasil-

hasilnya menuju terwujudnya keadilan sosial.

  Sebenarnya ada kelemahan-kelemahan dari teori-teori barat yang

sering membuat kita keliru meanganalisis masalah-masalah ekonomi yang

terjadi di negara kita.Dalam teori Barat ada model-model yang

mengasumsikan faktor-faktor ekonomi sebagai tak mudah berubah.

  Ada kekhasan dari falsafah bangsa Indonesia, dan seharusnya kita

tidak terlalu kaku berpegang pada teori dari luar. Sepertinya pemerintaqh

perlu memandang digunakannya ukuran-ukuran Demokrasi Pancasila,

yaitu demokrasi asli bangsa Indonesia yangmenunjuk pada kebebasan

tetapi sungguh-sungguh bertanggung jawab. Potensi Ekonomi Rakyat Ekonomi Rakyat merupakan tulang punggung ekonomi nasional

yang seharusnya bisa diandalkan dan sering kurang disadari sejak

terjadinya proses konglomerasi ekonomi sekitar tahun 1987-1988, di

mana sepertinya kita lebih mempercayai proses konglomerasi ekonomi

dan bukan koperasi yang merupakan sokoguru eknomi nasionla.

Sebenarnya ekonomi rakyat kuat daya tahannya, sedangkan sebaliknya

perusahaan besar sering keropos dan bisa merepotkan pemerintah.

  Menelantarkan ekonomi rakyat akan berakibat fatal dalam jangka

panjang. Dan tugas utama dari pembangunan ekonomi adalah

sebenarnya untuk meningkatkan daya beli rakyat. Sebab perusahaan-

perusahaan besar bisa mengalami kegagalan akibat terlalu jenuhnya

pasar dalam negeri yang selanjutnya sering minta kemudahan-

kemudahan ekspor bagi pemasaran barang-barangnya ke luar negeri,

karena harga baranya tidak mampu bersaing dengan produk negara

pesaing di pasar dunia.

  Jika menilik dari pasal 33 (ayat 2 dan 3) UUD 1945, sebenarnya

negara yang menguasai pokok-pokok kemakmuran rakyat, harus

memihak kepada kepentingan rakyat banyak, dan pasal 34 menegasikan

bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh

negara.Pembangunan yang mensejahterakan rakyat yang membuka

peluang kepada masyarakan untuk dapat hidup adil dan makmur

berdasarkan pancasila dan UUD45 memerlukan paradigma baru

pemngaunan yaitu bukan sekedar mementingkan pertumbuhan ekonomi

atau pertumbuhan dengan pemerataan saja tetapi lebih tegas

pertumbuhan yand dicapai melalui pemerataan (growth via equity).

  Paradigma baru pembangunan ekonomi

Masalah eknomi yang sering dihadapi adalah melencengnya pelaksanaan

kebijaksanaan dari yang seharusnya. Meskipun sesungguhnya kekuatan

pasa sudah dibebaskan, terutama sejak deregulasi Juni 1983, dan melalui

pakto 88. Ternyata kekuatan pasar yang sudah dibebaskan sekalipun tidak

  

terjadinya proteksi industri substitutsi import tertentu sering menciptakan

kekuatan-kekuatan ekonomi monopoli atau oligopoli yang membangun

benteng-benteng eknomi proteksi yang tidak mudah ditembus.

  Selanjutnya dari berabagai ungkapan dan pendapat beberapa pakar

bisa disimpulkan bahwa nampak ada penyimpangan-penyimpangan

kebijaksanaan yang kini harus diluruskan lagi. Terdapat kekhawatiran

kurang dihubungkannnya pembangunan ekonomi dnegan realitas

ekonomi dan realitas politik. Atau lebih serius lagi dianggap

kebijaksanaan-kebijaksanaan telah didasarkan pada teori-teori yang

padadirinya keliru.

  Teori-teori ekonomi yang keliru pada dasarnya akibat penggunaan

teori-teori ekonomi yuang kita pakai memnga berasal dan dikembangkan

di negara barat. Ilmuwan-ilmuwan Indonesia harus diakui belum banyak

yang benar-benar berhasil mengembangkan teori-teori eknomi

berdasarkan fatka-fakta empirik di Indonesia. Bahkan teori eknomi paling

sederhanampun, yaitu sistem ekonomi Pancasila kebanyakan ekonom-

ekonom kita kurant tertarik untuk membahasnya.

  Padahal kebutuhan akan teori ekonomi tentang pembangunan

ekonomi Indonesia untuk mematangkan proses pengembangan teori

ekonomi tentang pembangunan Indonesia dirasakan sangat penting dan

diperlukan paradigma-paradigma baru yang cukup mendesak untuk

memecahkan masalah bangsa.

  Menurut Mubyarto, Namun dapat juga terjadi adanya kesepakatan

dengan melakukan kombinasi antara pengendalian perilaku konglomerat

dengan pengembangan ekonomi rakyat. Mengembangkan ekonomi

rakyat berarti adanya upaya-upaya khusus memberdayakan masyarakat,

khususnya masyarakat lapisan bawah. Apabila keduanya dikaitkan maka

bisa diupayakan terwujudnya sistem ekonomi Pancasila.

KINERJA DAN MASALAH EKONOMI INDONESIA (Kuliah III )

  Gejolak politik dan Dampak Ekonominya Ketidak pastian di bidang ekonomi disebabkan oleh ketidakpastian

politik dan keamanan yang masih sangat tinggi. Beberapa indikator

positip dalam perekonomian dapat terganggu karenanya. Kasus-kasus

masalah kemananan seperti contohnya yang terjadi di Ambon dan Aceh,

pada gilirannya memberikan kontribusi pada ketidakpastian ekonomi.

  Adanya pertarungan politik diantara elit politik dan diikuti oleh

berbagai penggunaan hak-hak politik anggota legislatif dengan target

tertentu , tentu telah membuat nilai tukar rupiah dan indeks harga saham

di pasar modal Indonesia yang merupakan salah satu variable yang cukup

menentukan dalam perekonomian nasional cukup merosot.

  Kemerosotan nilai rupiah tersebut potensial menimbulkan efek

domino yang menyeret pada kemerosotan variable-variable makro

ekonomi yang lainnya.Jika yang terjadi adalah nilai rupiah yang merosot,

maka inflasi akan meningkat terus, sehingga ekspor akan mengurangi

aktivitasnya, kemudian pertumbuhan ekonomi akan melamban, atau

bahkan negatif, dan pada gilirannya pengangguran dan kembali

kemiskinan akan semakin meluas. Situasi inilah yang terjadi pada bulan

Mei 1997, dimana kemerosotan nilai tukar rupiah telah mengimbas pada

kemerosotan ekonomi secara keseluruhan yang dibarengi krisis politik dan

keamanan. Oleh karena itu tanpa adanya perbaikan dalam perilaku elit

politik yang terus saling memainkan kekuasaannya tanpa visi untuk

mengeluarkan perekonomian Indonesia dari krisis , maka perekonomian

Indonesia potensial memasuki krisis ekonomi berkali-kali.

  Namun demikian jika terdapat tanda-tanda pemulihan dalam

perekonomian seperti kenaikan konsumsi masyarakat, akan mendorong

gairah pada beberapa sektor ekonomi, dan ikut memperceat laju

pertumbuhan ekonomi. Faktor ini sebenarnya tidak mudah untuk

dipertahankan karena faktor-faktor non eknomi memberikan kontribusi

yang cukup besar pula pada proses perlambatan dan pertumbuhan

perekonomian di Indonesia.

  Jika dibandingkan dengan negara lain yang dianggap lebih parah

krisisnya seperti Thailan, tetapi dalam waktu yang tidak terlalu lama

dapat bangkit kembali, Indonesia termasuk tertinggal dalam memulihkan

perekonomiannya kembali. Hal yang sama juga terjadi pada negara Korea

selatan yang dengan waktu yang tidak terlalu lama bisa melepaskand iri

dari krisis ekonomi, dan kemudian tumbuh mendekati dua digit.

Sedangkan dilain pihak Indonesia mengalami krisis cenderung

berkepanjangan, terjadi tawar-menawar dengan IMF dalam rangka

  

faktual seakan kedaulatan eknomi Indoneisa sudah berada di tangan

lembaga keuangan Internasional tersebut. Berbagai kebijaksanaan dalam

perekonomian waktu itu harus mendapat persetujuan dari IMF.

  Ketergantungan tersebut ternyata masih bisa sedikit diatasi dengan

adanya oil bom yaitu meningkatnya harga minyak dunia, sehingga arus

devisa yang masuk ke anggaran pemerintah meningkat. Sehingga secara

umum dapat mengamankan APBN pada kurun waktu itu. Dan pada

gilirannya Indonesia dapat dapat menghentikan kontrak kerja sama

dengan IMF mulai Januari 2004, meskipun masih dipantau oleh lembaga

Internasional.

  Disamping permasalahan diatas ada juga permasalahan lainnya

yaitu masalah restrukturisasi perbankan. Ada lembaga yang disebut

sebagai BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) yang diharapkan

dapat menyehatkan perbankan nasional, tetapi malah sebaliknya

terjebak dalam ketidaksehatan internalnya. Dengan tingkat otonomi yang

tinggi ternyata tetap sulit untuk melakukan peran utamanya dalam

menstrukturisasi sektor perbankan nasional. Kelemahan Struktural

Jika melihat secara struktural dan dari indikator yang ada dalam struktur

bisnis dan ekonomi Indonesia, maka kelemahannya adalah dalam struktur

ekonominya. Jadi kita tidak dapat menyalahkan faktro lain seperti

ketidakpastian politik, hukum, dan keamanan saja, tetapi kita juga harus

memperhatikan variable-variable ekonominya itu sendiri.Dalam level

mikro ketidak efisienan manajemen perusahaan dalam mengelola

aktivitasnya merupakan hal yang sering terjadi pula. Banyak perusahaan-

perusahaan sering terjadi terjadi ketidak stadarana kualitas dan

pelayanan yang kurang profesional. Sehingga daya saingnya terhadap

negara dibandikan negara-negara lainnya bahkan di Asia tenggara.

  Untuk mengukur daya saing ada berbagai variable yang diteliti y ang kemudian dibuat indeks dayasaing (competitiveness index) Sementara itu BUMN yang diharapkan menjadi agen of development

ternyata sebagian besar berada pada posisi yang tidak sehat atau kurang

sehat.Lemahnya kemampuan manajemen, dan intervensi birokrasi yang

masih sangat besar pada BUMN merupakan faktor dominan yang

menyebabkan BUMN dengan modal besar tetapi tidak dapat berbuat apa-

apa. Masalah semakin berat dengan adanya indikasi-indikasi mencuatnya

sinyalemen kembali maraknya permasalahan korupsi dsb. Kendala Program pemulihan Ekonomi Ketidakpastian yang sering terjadi di bidang politik dan keamanan di

Indonesia maka keraguan para investor untuk melakukan penanaman

  

ekonomi kita yang sejauh ini didorong oleh peningkatan konsumsi rumah

tangga. Selama kenaikan konsumsi ini masih bisa diimbangi kapasitas

produksi yang ada dan yang menganggur, maka pertumbuhan masih bisa

berlanjut. Namun pertumbuhan ekonomi yang didorong permintaan

konsumsi ini akan tersendat apabila kapasitas yang ada sudah penuh, dan

tidak ada tambahan investasi baru yang memadai. Akibatnya ancaman

inflasi sangat tinggi pada masa masa mendatang.

  Inilah persoalan yang kita hadapi ke depan, yaitu meningkatnya sisi

supply yang memerlukan adanya peningkatan investasi tersebut.

Mekanisme sisi supply ini tidak berfungsi seperti yang seharusnya,

sebagai akibat dari kerusakan kelembagaaan yang cukup parah dan

menyebabkan daya respon (elastis) supply sangat merosot. Untuk

mendorong bangkitnya investasi swasta dan ekspor sangat bergantung

pada keberhasilan mengembalikan kepercayaan investor dan

menghilangkan pada sisi supply tersebut. (Boodiono, 2000 h, 2).

  Secara umum potensi untuk pemulihan ekonomi dapat terwujud

jika stabilitas variable non-ekonomi tetap terjaga. Dari telaah yang

dilakukan Internation Institute f Management Development (IMD) yang

berpusat di Switzerland menyimpulkan bahwa tingkat daya saing

Indonesia sangat rendah. Peringkat daya saing yang dihitung dengan

mencakup 290 variable, sehingga cukup akurat untuk menilai derajat

dayasaing anntar negara tersebut. Pada tahun 1999 Indoneisa berada

pada posisi nomor 47 dan 49 pada tahun 2001, Pada tahun 2002 posisi

Indonesia hanya naik satu tingkat dibanding tahun sebelumnya yaitu

peringkat 48 dari 49 negara.Tahun 2003 berada pada posisi 57 dari 59

negara. Lemahnya daya saing ini jelas berarti pada era keterbukaan

ekonomi dapat berimplikasi pada sulitnya produk Indonesia masuk negara

lain, dan terancamnyanya pasar domestik oleh produk asing, termasuk

sektor perbankan.

  Kinerja Ekonomi Indonesia di Tengah Ekonomi Dunia.

  Dari survey yang dilakukan tahun 2001 riset tentang indeks korupsi

dunia yang dilakukan oleh lembaga Transparency International (IT), telah

menempatkan Indonesia sebagai negara paling korup di Asia, yaitu bahwa

dari 91 negara yang disurvey, Indonesia menempati posisi keempat paling

korup setelah Bangladesh, Nigeria dan Uganda. Data tersebujt

menggambarkan terus bertahannyha Indonesia sebagai negara korup di

dunia, memberikan peringatan akan perlunya langkah serius yang jelas

dan tegas untuk menurunkan korupsi tersebut. Langkah tegas ini tidak

hanya berkaitan dengan penegakan hukum yang tegas dan keras,

melainkan juga menyangkut pemberian kontraprestasi yang memadai

  

untuk melakukan penyalahgunaan kekuasaaan yang merugikan

masyarakat luas.

  Data keburukan Indonesia semakin bertambah panjang jka belihat

julukan lainnya seperti negara yang paling tinggi tingkat pembajakan hak

milik, misalnya pembajakan milik intelektual, foto kopi, buku, kaset,

software komputer yang berlangsung dengan mudah. Ada julukan sebagai

negara berkembang pengutang terbesar di dunia.Dengan utang luar

negeri pemerintah dan swasta yang mencapai sekitar 140 milar dolar

amerika (2004), telah menimbulkan beban berat bagi perekonomian.

  Laporan Pembangunan Manusia 1999 dari UNDP menyimpulkan

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berada pada peringkat 105 dari 174

degara yang disurvey. Survey terbatu tahun 2000 mengalami penuruna

menjadi peringkat 109 yang menunjukkan pembangunan kualitas SDM di

Indoneisa semakin tertinggal jauh dari negara lainnya. Pada tahun 2002

dan 2003 menurun kembali peringkatnya menjadi 110 dari 173 negara

dan 112 dari 175 negara. Posisi Indonesia berada di bawah negara-negara

seperti Suriname, tunisia, Sri langka, ataupun Vietnam. Rendahnya IPM

tidak terlepas dari rendahnya anggaran untuk bidang tersebut. Misalnya

pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan dan kesehatan posisinya

sangat kecil (1,4 % dari GNP) lebih rendah dibandingkan Pakistan (1,4%),

Sri langka (3,4%) dan China (2,3%).

  Reformasi dari sisi ekonomi pada hakikatnya adalah upaya

mengoptimalkan produktivitas semua faktor produksi yang ada. Reformasi

ini termasuk dalam lembaga-lembaga ekonomi yang ada yang kinerjanya

tidak bagus.Banyak sekali BUMN dengan berbagai fasilitasnya ternyata

malah menjadikannya banyak yang tidak sehat. Lembaga usaha swasta

besar, yang merajai perekonomian, ternyata hanya semu

perkembangannya dan banyak mengandalkan fasilitas. Lembaga

perbankan yang merupakan jantung perekonomian juga rapuh. Bank

pemerintah masih dikendalikan birokrasi, bank swasta juga dikelola

pemilik yang berjiwa petualan, memanfaatkan bank tersebut untuk

memperoleh dana murah atau menjadi kasir kelompok usahanya.

  Ketidak beresan ini pula dapat dilihat dari BBPN (Badan Penyehatan

Perbankan Nasional) , unit ekonomi yang fungsinya untuk menyehatkan

perbankan dan menguasai ratusan trilliun asset negara, ternyata masih

dipertanyakan pula kesehatannya.

  Mencari Bentuk Sistem Ekonomi Indonesia Menurut John F due, manakala kita berbicara tentang Sistem

Ekonomi sama artinya berbicara tentang segala aspek yang berkaitan

dengan perilaku hidup dan kehidupam masyarakat. Karena suatu sistem

  

yang dijadikan tuntutan oleh masyarakat tersebut dalam mencapai tujuan

yang telah ditetapkan.

  Dalam konteks perekonomian, sistem ini menjadi dasar atau

tuntutan yang digunakan untuk menjawab persoalan eknomi yang ada

dalam suatu masyarakat, paling tidak ada ada tiga persoalan utama yang

harus dipercaya oleh sistem tersebut :

  

1. Barang dan jasa apa yang akan dihasilkan dan berapa jumlahnya

  2. Bagaimana pola dan cara memproduksi barang dan jasa itu

  3. Untuk siapa barang tersebut dihasilkan dan bagaimana mendistribusikan barang tersebut ke masyarakat.

  Masalah utama yang perlu dijawab adalah outpun apa yang akan

dihasilkan. Dalam perekonomian kita, barang yang harus mendapat

prioritas utama untuk diproduksi adalah barang dan jasa menyankut

kebutuhan dasar dan memberikan manfaat bagi kepentingan hidup orang

banyaak, seperti sarana jalan, pendidikan, kesehatan dan sebagainya.

  Akan tetapi ini tidak dimaksudkan bahwa jenis produksi diluar yang

disebutkan diata menjadi tidak boleh diproduksi. Sebab apabila produksi

melulu pada barang-barang primer, maka bangsa kita masih tetap

terbelakang. Potensi yang ada baik sumber daya manusianya maupun

sumberdaya alamnya akan tetap tidak terolah. Hal ini jelas tidak sesuan

dengan cita-cita dan tujuan hidup bangsa Indonesia. Karena itu barang

dan jasa sekunder maupun tersier tetap perlu dikembangkan. Hanya saja

dalam pengembangan produk yang demikian jangan sampai

mengorbankan produk yang menyangkut kebutuhan pokok sebagian

besar manusia itu.

  Berapa banyak output tersebut harus dihasilkan? Pertama-pertama

minimal segenap anggota masyarakat terpenuhi kebutuhan pokoknya.

Jika sudah tercukupi maka selanjutnya orientasi produk diarahkan pada

permintaan pasar secara global dalam rangka mendorong pertumbuhan

ekonomi nasional.

  Jika melihat penjelasan Pasal 33 UUD 45, secara terurat :

...kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran

seseorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama

berdasarkan atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai

dengan itu adalah koperasi.

  Penjelasan ini mengandung makna bahwa koperasi seharusnya

menjadi unit usaha yang dominan dalam sistem ekonomi Indonesia.

Namun demikian sangat ironis bahwa dalam kenyataannya koperasi

tertinggal jauh dibandingkan sektor lainnya.

  Selanjutnya permasalahan yang dihadapi adalah menentukan untuk

siapa barang yang dihasilkan itu dihasilkan dan bagaimana

  

mewujudkan kesejahteraan rakyat dan mewujudkan keadilan sosial maka

produksi yang kita hasilkan seharusnya diarahkan untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat luas, buka untuk segelintir orang yang kebetulan

mempunyai daya beli yang berlebihan. Disamping itu pendistribusian

produksi itu juga harus bersifat adil, sedemikian rupa sehingga tidak

menimbulkan ketegangan dalam masyarakat.

  Makna kata adil kiranya lebih tepat jika dikatanan bahwa kebutuhan

pokok sudah terpenuhi secara layak, dan setela itu barulah kebutuhan

lainnya didsarkan atas sumbangannya atas proses produksi.

GLOBALISASI DAN KEAJAIBAN EKONOMI ASIA (Kuliah IV )

  Globalisasi adalah perluasan kegiatan ekonomi menlitas batas-batas politik nasional dan regional dalam bentuk peningkatan gerakan barang dan jasa termasuk buruh (tenaga kerja), modal, teknologi dan informasi perdagangan. Namun demikian globalisasi kadang diartikan berbeda-beda oleh banyak orang.

  Dalam kaitan dengan globalisasi ini maka setiap ada argumen untuk pemberdayakan ekonomi rakyat, banyak pertanyaan mengenai apa manfaat persiapan tersebut apakah relevan dengan globalisasi tersebut. Apakah justru dibutuhkan memperkuat sejumlah perusahan besar Indonesia agar menjadi andalan Indonesia. Lalu apakah dengan memberdayakan ekonoi rakyat itu hanya membuang energi saja.

  Memang pada dasarnya globalisasi ini suka atau tidak suka akan memasuki kehidupan kita.Lalu siapakah sebenarnya yang memulai gerakan globalisasi ini. Ternyata globalisasi eknonomi merupakan gerakan yang datang dari kalangan negara-negara industri maju. Dimana mereka dengan sistem kapitalsimenya mulai jenuh di dalam batasan-batasan negara mereka. Sehingga mereka berusaha bergerak keluar mencari pasar yang lebih luas. Maka sepertinya batas-batas negara lain mereka terjang demi keleluasaan nya. Ini sering disebut sebagai “fundamentalisme pasa bebas”.

  Ada beberapa negara yang menentang arus tentang kebebasan ini, seperti Cina yang menolak kebebasan penuh dalam perdagangan mata uang asing. Tapi kebijaksanaan itu kini terbukti merupakan kebijakan yang tidak perlu disesali karena masih dapat memberikan manfaat. Sebab banyak sekali kebijakan-kebijakan dari APEC WTO ternyata banyak yang hanya menguntungkan kepentingan negara-negara kaya yang industrinya sudah maju yangmembutuhkan pasar dunia yang lebih luas lagi , dibandingkan mendukung negara-negara miskin yang tertinggal.

  Namun anehnya pada era Orde Baru Indonesia malah ikut memelopori menjadi tuan rumah pada pertemuan ke dua gerakan globalisasi ala APEC yang ke dua di Bogor tahun 1994. Yang menjadi pertanyaan apakah Indonesia sudah cukup kuat sehingga mampu mengikuti pasar bebas tersebut. Sebab yang terjadi sekarang adalah kita malah akan merasakan dampak negatif dari adanya pasar global tersebut sebab kita masih mengalami krisis yang berkepanjangan, dan kemungkinan akan sulit untuk bersaing dengan serangan yang masuk dari pihak asing. Meskipun memang krisis yang terjadi di Indonesia lebih diakibatkan oleh adanya pengaruh dari faktor korupsi yang terlalu merajalela. Tapi bisa terjadi krisis yang terjadi di Indonesia karena disebabkan oleh tidak adanya ideologi bangsa yang mendasari sistem perekonomian kita.