PESAN NASIONALISME DALAM FILM (Analisis Isi Pada Film “Tanah Surga… Katanya?” Karya Herwin Novianto)

(1)

i SKRIPSI

PESAN NASIONALISME DALAM FILM

(Analisis Isi Pada Film “Tanah Surga…Katanya?” Karya Herwin Novianto)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang

Sebagai Persyaratan untuk mendapatkan Gelar Sarjana (S1)

Oleh

Doan Krisnawan

201310040312504

Dosen Pembimbing :

1. Drs. Farid Rusman, M.Si

2. Sugeng Winarno, S.sos, MA

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


(2)

ii LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

Nama : Doan Krisnawan NIM : 201310040312504 Jurusan : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Judul Skripsi : PESAN NASIONALISME DALAM FILM (Analisis Isi Pada Film “Tanah Surga…Katanya?” Karya Herwin Novianto)

Disetujui,

Pembimbing I

Drs. Farid Rusman, M.Si

Pembimbing II

Sugeng Winarno, S.sos, MA

Mengetahui,

Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi


(3)

iii LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Doan Krisnawan

NIM : 201310040312504

Jurusan : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Judul Skripsi : PESAN NASIONALISME DALAM FILM (Analisis Isi Pada Film “Tanah Surga…Katanya?” Karya Herwin Novianto)

Telah dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang

Dan dinyatakan LULUS

Pada hari : Selasa

Tanggal : 11 November 2014 Tempat : Ruang 605, GKB 1 UMM

Dewan Penguji:

1. Nasrullah, M.Si ( )

2. Jamroji, MA ( )

3. Farid Rusman, Drs, M.Si ( )


(4)

iv PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Doan Krisnawan

Tempat, tanggal lahir : Tuban, 02 September 1987

NIM : 201310040312504

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jurusan : Ilmu Komunikasi

Menyatakan bahwa karya ilmiah (skripsi) dengan judul:

PESAN NASIONALISME DALAM FILM (Analisis Isi Pada Film “Tanah Surga…Katanya?” Karya Herwin Novianto)

1. adalah bukan karya tulis ilmiah (skripsi) orang lain, baik sebagian ataupun seluruhnya kecuali penulisan dalam bentuk kutipan dan catatan kaki (footnote) dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya.

2. Hasil Tulisan Skripsi / Karya Ilmiah dari penelitian yang saya lakukan merupakan Hak Bebas Royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapatkan sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Malang, Yang menyatakan,


(5)

v BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI

1. Nama : Doan Krisnawan 2. NIM : 201310040312504

3. Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 4. Jurusan : Ilmu Komunikasi

5. Konsentrasi : Audio Visual

6. Judul Skripsi : PESAN NASIONALISME DALAM FILM

(Analisis Isi Pada Film “Tanah Surga…Katanya?”

Karya Herwin Novianto) 7. Pembimbing : 1. Drs. Farid Rusman, M.Si

2. Sugeng Winarno, S.sos, MA

8. Kronologi Bimbingan :

Malang, Oktober 2014 Disetujui,

Pembimbing I

Drs. Farid Rusman, M.Si

Pembimbing II

SSugeng Winarno, S.sos, MA

Tanggal Paraf Dosen Pembimbing Keterangan

Pembimbing I Pembimbing II

14 Maret 2013 Acc Judul

08 Agustus 2013 Acc Proposal

12 Desember 2013 Acc BAB I

12 Desember 2013 Acc BAB II

12 Desember 2013 Acc BAB III

20 Februari 2014 Acc BAB IV

12 Juni 2014 Acc BAB V

21 Agustus 2014 Acc BAB VI


(6)

vi ABSTRAKSI

DOAN KRISNAWAN

PESAN NASIONALISME DALAM FILM (Analisis Isi Pada Film “Tanah

Surga, Katanya?” Karya Herwin Novianto)

Dosen Pembimbing: Drs. Farid Rusman, M.Si dan Sugeng Winarno S.Sos. MA Kata Kunci: Pesan Nasionalisme, Film, Analisis Isi.

Film sebagai salah satu media massa bukan lagi suatu hal yang hanya sekedar ditonton ataupun disaksikan, namun juga sebagai media penyampaian informasi, kaya akan makna sosial dan banyak mengandung unsur yang membangun moral. Peredaran film sekarang ini memang jauh lebih berkembang daripada beberapa dekade lalu. Terbukti banyak karya film yang lahir dalam kurun waktu tersebut. Kehadiran film “Tanah Surga… Katanya?” atau film-film yang bertema Nasionalisme seolah oase di tengah redupnya rasa nasionalisme masyarakat Indonesia. Dalam film ini digambarkan bahwa permasalahan nasionalisme merupakan taruhan setiap hari bagi masyarakat di perbatasan Kalimantan Barat dengan Serawak, Malaysia.

Melalui metode penelitian analisis isi dengan pendekatan deskriptif kuantitatif di mana data yang diperoleh berasal dari mengamati film “Tanah Surga Katanya” dan kemudian di analisis sesuai struktur kategori yang telah ditentukan yang merujuk pada unsur Pesan Nasionalisme. Unit Analisis dalam penelitian ini adalah 86 scene dengan durasi 90 menit dalam film “Tanah Surga Katanya”. Satuan ukur dari penelitian ini adalah frekuensi kemunculan pesan nasionalisme lewat durasi satuan detik dari kategori yang terdapat dalam setiap scene. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi dengan uji reliabilitasnya menggunakan rumus Holsty.

Hasil penelitian berdasarkan pengkodingan data yang dilakukan dalam film “Tanah Surga Katanya” yang terdiri dari 86 Scene atau 5400 detik terdapat 36 Scene atau 1772 detik dalam film “tanah surga Katanya” yang mengandung pesan Nasionalisme. Porsi kemunculan kategori paling besar adalah kategori Nasionalisme Kewarganegaraan dengan durasi sebanyak 736 detik yang terdiri dari tiga indikator, yaitu indikator Mewujudkan Negara sebanyak 449 detik atau 25%, indikator Mengakui Negara sebanyak 188 detik atau 11%, serta indikator Membela Negara sebanyak 99 detik atau 6%. Kategori Nasionalisme Budaya terdapat 481 detik masing-masing terdapat pada dua indikator, yaitu indikator Memperjuangkan budaya terdapat sebesar 338 detik atau 19%, serta indikator Kecintaan akan budaya terdapat sebesar 143 detik atau 8%. Kategori Nasionalisme Kenegaraan terdapat 332 detik, masing-masing terdapat pada dua indikator, yaitu indikator Negara sebagai alasan perjuangan sebesar 148 detik atau 8%, serta indikator Keinginan membentuk Negara sebesar 184 detik atau 10%. Dan yang terakhir Kategori Nasionalisme Etnis terdapat 223 detik masing-masing


(7)

vii terdapat pada dua indikator, yaitu indikator Kebanggaan atas etnis sebesar 65 detik atau 4%, serta indikator Memperjuangkan etnis sebesar 158 detik atau 9%.

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa film ini memberikan porsi yang banyak pada kategori nasionalisme kewarganegaraan untuk menunjukkan bahwa biarpun sulitnya hidup di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia dengan segala ketimpangannya, masyarakat perbatasan masih mengakui dan membela Negara Indonesia sebagai Negara tempat tinggal mereka dan terus berjuang untuk mewujudkan Negara mereka. Sedangkan kategori nasionalisme etnis mendapatkan porsi paling sedikit karena dalam film ini masih menunjukkan kenyataannya bahwa masih banyak warga perbatasan yang rela meninggalkan Indonesia untuk berpindah kewarganegaraan ke Malaysia demi kehidupan yang lebih baik.

Menyetujui,


(8)

viii KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul PESAN NASIONALISME DALAM FILM (Analisis Isi Pada Film “Tanah Surga… Katanya?” Karya Herwin Novianto) ini setelah melalui proses yang sangat panjang, penuh perjuangan dan kesabaran sebagai syarat untuk meraih gelar sarjana pada Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang.

Penulis berharap dengan adanya skripsi ini bisa memberikan pengetahuan dan informasi bagi pembaca, khususnya bagi teman-teman yang akan melakukan penelitian tentang pesan nasionalisme, analisis isi. Ini juga sekaligus memberikan jawaban bahwa pesan nasionalisme juga memiliki bobot yang sama pentingnya dalam sebuah proses komunikasi.

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan dan dorongan dari semua pihak, maka dalam hal ini penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnyakepada:

1. Allah SWT dan Junjungannya Nabi Muhammad SAW

2. Kedua orang tua saya Bapak Sutrisno dan Ibu Iswati, serta kakak saya Heru Isnawan dan adik saya Ulil Albab Akbar tercinta yang telah senantiasa tidak ada henti untuk mendo’akan, memotivasi dan memberikan kasih sayang yang melimpah sehingga terselesaikannya skripsi ini.

3. Bapak Drs. Farid Rusman, M.Si selaku dosen pembimbing I dan bapak Sugeng Winarno S.Sos. MA selaku dosen pembimbing II yang telah sabar dalam menyampaikan ilmunya, memberikan pencerahan, bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat segera terselesaikan.

4. Seluruh dosen jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang yang telah membantu dalam bentuk sumbangan pemikiran tentang hal-hal yang terkait dalam skripsi ini, serta telah memberikan motivasi sehingga skripsi ini dapat segera terselesaikan.


(9)

ix 5. Seluruh penulis buku yang telah menjadi sumber inspirasi dan membantu dalam memberikan ilmu pengetahuan, wawasan serta pemahan tentang segala hal yang terkandung dalam penulisan skripsi ini.

6. Seluruh teman-teman Ilmu Komunikasi khususnya “teman seperjuangan skripsi”. Terima kasih atas bantuan dan dukungannya selama ini serta telah menjadi sahabat selama kuliah di UMM.

7. Semiotic Pictures, Terima kasih sudah menjadi keluarga, sahabat dan teman bermain serta produksi selama kuliah di UMM.

8. Daus, Restu, Dwi, Agus, Ardian, Cumi, Memed, Agung, Bimo, Imen, Suneo, Sam Dharul, Arin Chan-ku, VS, Sadam, Gori Arie, Yuni, Yulia (Gudeer), Rias, Ucup, Tino berbagi canda tawa dan pengalaman dengan kalian sungguh mengesankan.

9. Untuk para follower twitter @OpaDKK, terima kasih telah mensuport dengan membaca komik karya saya yang masih jauh dari kata bagus. Secara tidak langsung, kalian telah memberi saya semangat ketika saya jenuh dengan skripsi.

10.Serta kepada seluruh sahabat-sahabatku dan pihak lain yang juga turut memberikan bantuan dan belum sempat saya sebutkan satu-persatu, semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan dengan pahala yang berlipat.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karenanya, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.


(10)

x LEMBAR PERSEMBAHAN

Untuk kedua orang tua tercinta, Ibu dan Bapak yang senantiasa mendukung dan mendo’akan.”


(11)

xi DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI ... v

ABSTRAKSI ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Film Sebagai Media Komunikasi Massa ... 9

A.1 Fungsi Film Pendidikan Dalam Kajian Ilmu Komunikasi ... 13

B. Sejarah Nasionalisme dan Perkembangannya ... 14

C. Film Dan Nasionalisme ... 16

C.1 Era Nasionalisme dalam Film ... 21

C.2 Nasionalisme di Era Globalisasi ... 27

D. Komunikasi Audio Visual ... 30

D.1 Peranan audio visual ... 31

E. Unsur Pesan dalam Film ... 33

F.Definisi Konseptual ... 35

F.1 Film ... 35


(12)

xii

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

A. Metode Dan Pendekatan Penelitian ... 43

B. Ruang Lingkup Penelitian ... 43

C. Teknik Pengumpulan Data ... 48

D. Teknik Analisis Data ... 48

E. Uji Reliabilitas dan Validitas ... 50

BAB IV GAMABARAN UMUM FILM “TANAH SURGA… KATANYA” 52

A. Profil PT. Citra Sinema ... 54

B. Struktur Kru Film “Tanah Surga… Katanya” ... 55

C. Profil Pemain Film “Tanah Surga… Katanya” ... 55

D. Profil Herwin Novianto (Sutradara Film “Tanah Surga… Katanya”) ... 56

E. Profil Deddy Mizwar (Eksekutif Produser Film “Tanah Surga… Katanya”) 57

F.Profil Danial Rifki (Penulis Naskah Film “Tanah Surga… Katanya”)... 58

BAB V HASIL PENELITIAN: PESAN NASIONALISME DALAM FILM (Analisis Isi Pada Film “Tanah Surga… Katanya?” Karya Herwin Novianto) ... 60

A. Sinopsis Film “Tanah Surga… Katanya” ... 60

B. Kategori Nasionalisme Kewarganegaraan ... 62

C. Kategori Nasionalisme Etnis ... 75

D. Kategori Nasionalisme Budaya ... 79

E. Kategori Nasionalisme Kenegaraan ... 84


(13)

xiii

BAB VI PENUTUP ... 100

A. Kesimpulan ... 100

B. Saran ... 101

B.1 Saran Akademis ... 101

B.2 Saran Praktis ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... xv LAMPIRAN :

- Preview Film “Tanah Surga… Katanya” tiap Scene - Lembar Koding Penelitian


(14)

xiv DAFTAR TABEL

Tabel 1 Lembar kerja koding ... 49 Tabel 2 Frekuensi Kemunculan Pesan Nasionalisme Pada Film “Tanah

Surga… Katanya?” ... 62 Tabal 3 Total Observed Agreement Antara Peneliti dan Koder I Berdasarkan

Frekuensi Kemunculan durasi perdetik ... 96 Tabel 4 Expected Agreement Peneliti dan Koder I Berdasarkan Frekuensi

Kemunculan durasi perdetik ... 97 Tabel 5 Total Observed Agreement Antara Peneliti dan Koder II Berdasarkan

Frekuensi Kemunculan durasi perdetik ... 98 Tabel 6 Expected Agreement Peneliti dan Koder II Berdasarkan Frekuensi


(15)

xv DAFTAR PUSTAKA

Althusser, Louis 2007. Filsafat sebagai Senjata Revolusi. Yogyakarta, Resist Book

Baksin, Askurifai, 2003. Membuat Film Indie Itu Gampang. Bandung : Katarsis Barker, Chris, 2008. Cultural Studies Teori dan Praktik. Yogyakarta, Kreasi

Wacana

Kohn, Hans, 1984. Nasionalisme Arti dan Sejarahnya. Jakarta, Erlangga

Krippendorff, Klaus, 2004, Analisis Isi Pengantar Teori dan Metodologi, Jakarta Rajawali Pers

McQuail, Denis. 1987. Teori Komunikasi Massa; Suatu Pengantar, Jakarta: Erlangga.

______________. 1996. Teori Komunikasi Massa Jakarta: Erlangga

Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. _______. 2003. Komunikasi Massa. Malang: Cespur.

Pratista, Himawan. 2008. Memahami Film. Jakarta: Homerian Pustaka

Rahmat, Jalaludin. 2002. Metodelogi Penelitian Komunikasi, Bandung: Remaja Rosda Karya.

Sumarno, Marselli. 1996. Dasar-Dasar Apresiasi Film. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia


(16)

xvi Non Buku :

Alfian, Muhammad, Membangkitkan Nasionalisme Melalui Industri Kreatif,

http://blog.ub.ac.id/muhammadalfian/2013/10/05/membangkitkan-nasionalisme-melalui-industri-kreatif/, Akses 10 Desember 2013, 20.35 WIB

Fitriani, Rani, Review Film “Tanah Surga Katanya”, http://ruangcatatanranee.wordpress.com/2013/01/04/review-film-tanah-surga-katanya/, Akses 25 Januari 2014, 10.45 WIB


(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Media massa, dalam disiplin ilmu komunikasi adalah sebuah alat untuk menyampaikan pesan atau untuk berkomunikasi. Dalam konteks masyarakat modern, merupakan instrument dengan apa berbagai bentuk komunikasi dilangsungkan. Media massa merupakan sebuah bentuk dari adanya komunikasi massa, misalnya melalui surat kabar, majalah, televis, radio, maupun film. Media massa sebagai sarana komunikasi massa yang mulai tumbuh dan berkembang sangat pesat, merupakan salah satu bentuk komunikasi sosial dengan bersifat khusus, yaitu antara komunikator dan komunikan tidak saling mengenal. Komunikan merupakan khalayak yang luas, heterogen dan anonim.

Komunikasi merupakan kebutuhan yang penting bagi kelangsungan hidup manusia. Dikatakan demikian karena dalam kehidupan manusia, komunikasi menjadi alat yang membantu dalam segala kegiatan yang ada. Begitu cepatnya perkembangan teknologi komunikasi dewasa ini, yang tanpa disadari dapat membawa perubahan sosial yang sangat besar terhadap kehidupan umat manusia. Media massa adalah salah satunya. Media massa seperti internet, film, radio, televisi dan lain-lain telah menjadi kebutuhan dan mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat dewasa ini. Selain menjadi sumber dominan bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif untuk memperoleh gambaran dan citra relitas, media massa juga memberikan segala informasi dan hiburan guna


(18)

2 memenuhi kebutuhan masyarakat. Demikian pentingnya media massa bagi masyarakat (McQuail, 1996:3).

Media massa juga semakin banyak melalui transformasi sosial. Media penyiaran, surat kabar, film novel-novel, dan bentuk komunikasi lain menciptakan kerangka berpikir yang sama begi semua warga masyarakat. Media massa menemukan pengetahuan serta nilai-nilai dari generasi terdahulu, (Sobur, 2003: 31). Melihat perkembangan pengetahuan dan teknologi yang mengalami kemajuan pesat. Salah satunya adalah film yang merupakan produk dari komunikasi massa di tanah air yang sudah maju pesat, membuat film bukan lagi suatu hal yang hanya sekedar ditonton ataupun disaksikan. Namun film juga menjadi suatu sarana yang menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, humor, bahkan juga sebagai media penyampaian informasi, kaya akan makna sosial dan banyak mengandung unsur yang membangun moral (McQuail, 1987:13). Peredaran film sekarang ini memang jauh lebih berkembang daripada beberapa dekade lalu. Terbukti banyak karya film yang lahir dalam kurun waktu tersebut. Namun, beberapa bulan terakhir terjadi penurunan kualitas film nasional.

Film sebagai salah satu media massa merupakan media hiburan yang sangat berpengaruh dibandingkan dengan keberadaan radio dan surat kabar. Hal ini dikarenakan kekuatan audio visual dalam film dapat mempengaruhi emosi penonton seperti menangis, tertawa, marah, sedih dan lain-lain.

Bersama radio dan televisi, film termasuk kategori media massa periodik. Artinya, kehadirannya tidak secara terus menerus tetapi berpriode dan termasuk


(19)

3 media elektronik, yakni media yang dalam penyajiannya sangat tergantung dengan adanya sumber energi listrik. Sebagai media massa elektronik dan adanya unsur kesenian yang lain, film memerlukan proses lama dan mahal dalam proses produksinya. Seni film sangat mengandalkan teknologi, baik sebagai bahan produksi maupun penyajian terhadap penonton. Film merupakan penjelmaan keterpaduan antara berbagai unsur sastra, teater, seni rupa, teknologi, dan sarana publikasi (Baksin, 2003:2).

Kehadiran film bertema nasionalisme seolah oase di tengah redupnya rasa nasionalis masyarakat Indonesia. Memudarnya rasa nasionalisme dan patriotisme masyarakat dan generasi muda dikarenakan oleh arus globalisasi yang membawa pengaruh negatif. Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi, yakni pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi juga merasuk dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain sebagainya.

Hadirnya film “Tanah Surga....Katanya” yang disutradarai Herwin Novianto diharapkan mampu membangun rasa nasionalisme generasi muda, adegan film ini dibuka dengan gambar indah sosok lelaki tua mengayuh sampan di keremangansenja. Sosok itu adalah Kakek Hasyim (Fuad Idris) bersama dua cucunya, Salman (Osa Aji Santoso) dan Salina (Tissa Biani Azzahra). Mereka tinggal di perbatasan Indonesia (Kalimantan Barat) -Malaysia. Ayah kedua anak tersebut, Haris (Ence Agus) yang sudah membuka usaha kedai di Malaysia ingin mengajak kedua anaknya yang sudah ditinggal wafat oleh ibunya itu, bersamanya


(20)

4 hidup di negara tetangga. Hanya Salina yang memenuhi ajakan sang ayah, sementara Salman bertekad untuk tetap bersama sang kakek yang juga adalah veteran konfrontasi Malaysia-Indonesia. Lihatlah bagaimana ironi ketika sang dokter Anwar (alias dokter Intel) yang terpaksa kebingungan karena uang rupiahnya “tidak dianggap” karena yang lebih laku Ringgit Malaysia, atau ketika lagu lawas Koes Plus “Kolam Susu” ternyata lebih dikenal dibanding lagu “Indonesia Raya” di sekolah yang diasuh oleh ibu guru Astuti.

Dalam film Tanah Surga, Katanya? Digambarkan bahwa permasalahan nasionalisme merupakan taruhan setiap hari bagi masyarakat di perbatasan Kalimantan Barat dengan Serawak, Malaysia. Terjadi disparitas yang nyata antara perbatasan di Malaysia dan Indonesia. Dalam salah satu adegan digambarkan bahwa Jalan-jalan di perbatasan Malaysia sudah diaspal, sedangkan di Indonesia masih tanah. Inilah penyebab fenomena berpindahnya kewarganegaraan WNI menjadi warga negara Malaysia seperti yang terjadi pada Ayah Salman-Salina (Haris) yang memutuskan untuk menjadi warganegara Malaysia karena selain kecewa terhadap pemerintah yang tidak memperhatikan orang-orang di daerah perbatasan, Ia juga merasa lebih sejahtera dengan menjadi warga Negara Malaysia dibandingkan menjadi WNI, walaupun di Malaysia, Haris dijadikan oleh Istri barunya yang dari Malaysia seperti pekerja (budak).

Kehidupan yang ditawarkan di Malaysia yang jauh lebih baik memang menjadi salah satu faktor pendorong orang-orang di perbatasan rela melepas status WNI-nya, namun permasalahan utamanya adalah perhatian yang sangat minim


(21)

5 oleh pemerintah RI terhadap daerah-daerah perbatasan. Terutama dalam masalah pendidikan dan kesehatan yang sebenarnya sudah diamanatkan oleh UUD 1945.

Pendidikan dan kesehatan di daerah perbatasan merupakan barang yang langka di daerah perbatasan. Digambarkan dalam film bahwa di daerah perbatasan hanya mempunyai satu ruang kelas dibagi dua untuk kelas 3 dan 4. Selain itu, tenaga pengajar yaitu Guru juga hanya ada satu yaitu Ibu Astuti dan Ia juga bertugas di situ karena kebetulan dan terpaksa. Inilah yang kemudian menjadi problem pendidikan di daerah-daerah perbatasan yaitu minimnya fasilitas sarana pra-sarana sekolah di daerah perbatasan dan kurangnya tenaga pengajar juga keengganan mereka untuk ditempatkan di daerah-daerah perbatasan. Begitu juga dengan bidang kesehatan yang digambarkan di sana hanya terdapat satu dokter yaitu dokter Anwar (Dokter Intel) dan Ia juga ditugaskan di sana karena kalah bersaing dengan dokter-dokter di Bandung dan ingin mencoba pengalaman baru. Jadi, jelas sebenarnya terjadi disparitas yang begitu jauh antara Jakarta atau kota-kota besar lainnya dengan daerah-daerah perbatasan yang di mana kota-kota-kota-kota besar sudah memiliki sangat banyak tenaga pengajar dan tenaga medis yang bahkan sudah terspesialisasi dengan sangat jelas. Berbeda jauh dengan di daerah perbatasan yang digambarkan dalam salah satu adegan ketika Dokter Intel diminta untuk mengobati Sapi salah satu warga padahal Ia bukanlah dokter Hewan.

Di film juga digambarkan bahwa penghargaan terhadap simbol-simbol negara di daerah perbatasan kehilangan maknanya dan mengalami penurunan nilai. Seperti penggunaan Ringgit sebagai mata uang sehari-hari atau para murid yang lebih hafal lagu kolam susu dibandingkan Indonesia Raya, para murid kelas


(22)

6 3 yang tidak tahu bentuk bendera putih, dan penggunaan bendera merah-putih sebagai alas untuk menaruh dagangan. Ini menunjukkan bahwa simbol-simbol negara mengalami degradasi nilai dan makna. Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya sosialisasi mengenai nilai nasionalisme dan pengenalan terhadap simbol-simbol negara yang harusnya merupakan tugas institusi pendidikan.

Fungsi pendidikan (lembaga sekolah) untuk menjadikan peserta didik sebagai good person dan smart person rasanya harus dikubur dalam-dalam bagi orang-orang perbatasan, jika permasalahan-permasalahan tersebut belum sepenuhnya diselesaikan. Seperti yang digambarkan dalam salah satu adegan di film bahwa hanya ada 2 anak kelas 4 yang tidak mendapatkan nilai “nol”. Selain itu, permasalahan di daerah perbatasan juga adalah banyak anak yang terpaksa bekerja dan berhenti sekolah karena banyaknya pengangguran di sana.

Dan juga jangan melupakan peran dan fungsi keluarga sebagai alat sosialisasi utama dan pertama bagi anak yang di film digambarkan Kakek Salman yang merupakan mantan pejuang selalu mengajarkan nilai-nilai nasionalisme kepada cucu-cucunya melalui cerita-cerita perjuangannya sehingga cucu-cucunya yaitu Salman dan Salina mempunyai rasa nasionalisme yang tinggi.

Dari dasar latar belakang itulah film tersebut diangkat kedalam sebuah penelitian yang menggunakan analisis isi untuk mengetahui bagaimana dan seberapa besar porsi dari sisi nasionalisme di film tersebut


(23)

7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang ingin diungkap peneliti adalah “Berapa besar frekuensi kemunculan pesan-pesan nasionalisme dalam film “Tanah Surga Katanya” ?.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan di adakannya penelitian ini adalah untuk menghitung seberapa besar frekuensi kemunculan pesan nasionalisme dalam film “Tanah

Surga Katanya” dengan menggunakan analisis isi.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain :

1. Manfaat teoritis

a. Memperluas pengetahuan peneliti dalam hal isi pesan yang terdapat pada sebuah film, khususnya film “Tanah Surga

Katanya”.

b. Memberi sumbangan dan penelitian dalam bidang film, khususnya pada pesan-pesan nasionalisme di dalam sebuah film.

2. Manfaat Praktis

a) Dapat di gunakan para insan perfilman untuk mengukur bukti secara ilmiah tentang isi pesan nasionalisme dalam pembuatan sebuah film.


(24)

8 b) Bagi kalangan akademis, dapat menambah bidang penelitian terutama dalam bidang perfilman, dalam hal ini tentang pesan-pesan nasionalisme dalam sebuah film


(1)

media elektronik, yakni media yang dalam penyajiannya sangat tergantung dengan adanya sumber energi listrik. Sebagai media massa elektronik dan adanya unsur kesenian yang lain, film memerlukan proses lama dan mahal dalam proses produksinya. Seni film sangat mengandalkan teknologi, baik sebagai bahan produksi maupun penyajian terhadap penonton. Film merupakan penjelmaan keterpaduan antara berbagai unsur sastra, teater, seni rupa, teknologi, dan sarana publikasi (Baksin, 2003:2).

Kehadiran film bertema nasionalisme seolah oase di tengah redupnya rasa nasionalis masyarakat Indonesia. Memudarnya rasa nasionalisme dan patriotisme masyarakat dan generasi muda dikarenakan oleh arus globalisasi yang membawa pengaruh negatif. Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi, yakni pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi juga merasuk dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain sebagainya.

Hadirnya film “Tanah Surga....Katanya” yang disutradarai Herwin Novianto diharapkan mampu membangun rasa nasionalisme generasi muda, adegan film ini dibuka dengan gambar indah sosok lelaki tua mengayuh sampan di keremangansenja. Sosok itu adalah Kakek Hasyim (Fuad Idris) bersama dua cucunya, Salman (Osa Aji Santoso) dan Salina (Tissa Biani Azzahra). Mereka tinggal di perbatasan Indonesia (Kalimantan Barat) -Malaysia. Ayah kedua anak tersebut, Haris (Ence Agus) yang sudah membuka usaha kedai di Malaysia ingin mengajak kedua anaknya yang sudah ditinggal wafat oleh ibunya itu, bersamanya


(2)

hidup di negara tetangga. Hanya Salina yang memenuhi ajakan sang ayah, sementara Salman bertekad untuk tetap bersama sang kakek yang juga adalah veteran konfrontasi Malaysia-Indonesia. Lihatlah bagaimana ironi ketika sang dokter Anwar (alias dokter Intel) yang terpaksa kebingungan karena uang rupiahnya “tidak dianggap” karena yang lebih laku Ringgit Malaysia, atau ketika lagu lawas Koes Plus “Kolam Susu” ternyata lebih dikenal dibanding lagu “Indonesia Raya” di sekolah yang diasuh oleh ibu guru Astuti.

Dalam film Tanah Surga, Katanya? Digambarkan bahwa permasalahan nasionalisme merupakan taruhan setiap hari bagi masyarakat di perbatasan Kalimantan Barat dengan Serawak, Malaysia. Terjadi disparitas yang nyata antara perbatasan di Malaysia dan Indonesia. Dalam salah satu adegan digambarkan bahwa Jalan-jalan di perbatasan Malaysia sudah diaspal, sedangkan di Indonesia masih tanah. Inilah penyebab fenomena berpindahnya kewarganegaraan WNI menjadi warga negara Malaysia seperti yang terjadi pada Ayah Salman-Salina (Haris) yang memutuskan untuk menjadi warganegara Malaysia karena selain kecewa terhadap pemerintah yang tidak memperhatikan orang-orang di daerah perbatasan, Ia juga merasa lebih sejahtera dengan menjadi warga Negara Malaysia dibandingkan menjadi WNI, walaupun di Malaysia, Haris dijadikan oleh Istri barunya yang dari Malaysia seperti pekerja (budak).

Kehidupan yang ditawarkan di Malaysia yang jauh lebih baik memang menjadi salah satu faktor pendorong orang-orang di perbatasan rela melepas status WNI-nya, namun permasalahan utamanya adalah perhatian yang sangat minim


(3)

oleh pemerintah RI terhadap daerah-daerah perbatasan. Terutama dalam masalah pendidikan dan kesehatan yang sebenarnya sudah diamanatkan oleh UUD 1945.

Pendidikan dan kesehatan di daerah perbatasan merupakan barang yang langka di daerah perbatasan. Digambarkan dalam film bahwa di daerah perbatasan hanya mempunyai satu ruang kelas dibagi dua untuk kelas 3 dan 4. Selain itu, tenaga pengajar yaitu Guru juga hanya ada satu yaitu Ibu Astuti dan Ia juga bertugas di situ karena kebetulan dan terpaksa. Inilah yang kemudian menjadi problem pendidikan di daerah-daerah perbatasan yaitu minimnya fasilitas sarana pra-sarana sekolah di daerah perbatasan dan kurangnya tenaga pengajar juga keengganan mereka untuk ditempatkan di daerah-daerah perbatasan. Begitu juga dengan bidang kesehatan yang digambarkan di sana hanya terdapat satu dokter yaitu dokter Anwar (Dokter Intel) dan Ia juga ditugaskan di sana karena kalah bersaing dengan dokter-dokter di Bandung dan ingin mencoba pengalaman baru. Jadi, jelas sebenarnya terjadi disparitas yang begitu jauh antara Jakarta atau kota-kota besar lainnya dengan daerah-daerah perbatasan yang di mana kota-kota-kota-kota besar sudah memiliki sangat banyak tenaga pengajar dan tenaga medis yang bahkan sudah terspesialisasi dengan sangat jelas. Berbeda jauh dengan di daerah perbatasan yang digambarkan dalam salah satu adegan ketika Dokter Intel diminta untuk mengobati Sapi salah satu warga padahal Ia bukanlah dokter Hewan.

Di film juga digambarkan bahwa penghargaan terhadap simbol-simbol negara di daerah perbatasan kehilangan maknanya dan mengalami penurunan nilai. Seperti penggunaan Ringgit sebagai mata uang sehari-hari atau para murid yang lebih hafal lagu kolam susu dibandingkan Indonesia Raya, para murid kelas


(4)

3 yang tidak tahu bentuk bendera putih, dan penggunaan bendera merah-putih sebagai alas untuk menaruh dagangan. Ini menunjukkan bahwa simbol-simbol negara mengalami degradasi nilai dan makna. Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya sosialisasi mengenai nilai nasionalisme dan pengenalan terhadap simbol-simbol negara yang harusnya merupakan tugas institusi pendidikan.

Fungsi pendidikan (lembaga sekolah) untuk menjadikan peserta didik sebagai good person dan smart person rasanya harus dikubur dalam-dalam bagi orang-orang perbatasan, jika permasalahan-permasalahan tersebut belum sepenuhnya diselesaikan. Seperti yang digambarkan dalam salah satu adegan di film bahwa hanya ada 2 anak kelas 4 yang tidak mendapatkan nilai “nol”. Selain itu, permasalahan di daerah perbatasan juga adalah banyak anak yang terpaksa bekerja dan berhenti sekolah karena banyaknya pengangguran di sana.

Dan juga jangan melupakan peran dan fungsi keluarga sebagai alat sosialisasi utama dan pertama bagi anak yang di film digambarkan Kakek Salman yang merupakan mantan pejuang selalu mengajarkan nilai-nilai nasionalisme kepada cucu-cucunya melalui cerita-cerita perjuangannya sehingga cucu-cucunya yaitu Salman dan Salina mempunyai rasa nasionalisme yang tinggi.

Dari dasar latar belakang itulah film tersebut diangkat kedalam sebuah penelitian yang menggunakan analisis isi untuk mengetahui bagaimana dan seberapa besar porsi dari sisi nasionalisme di film tersebut


(5)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang ingin diungkap peneliti adalah “Berapa besar frekuensi kemunculan pesan-pesan nasionalisme dalam film “Tanah Surga Katanya” ?.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan di adakannya penelitian ini adalah untuk menghitung seberapa besar frekuensi kemunculan pesan nasionalisme dalam film “Tanah Surga Katanya” dengan menggunakan analisis isi.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain :

1. Manfaat teoritis

a. Memperluas pengetahuan peneliti dalam hal isi pesan yang terdapat pada sebuah film, khususnya film “Tanah Surga Katanya”.

b. Memberi sumbangan dan penelitian dalam bidang film, khususnya pada pesan-pesan nasionalisme di dalam sebuah film.

2. Manfaat Praktis

a) Dapat di gunakan para insan perfilman untuk mengukur bukti secara ilmiah tentang isi pesan nasionalisme dalam pembuatan sebuah film.


(6)

b) Bagi kalangan akademis, dapat menambah bidang penelitian terutama dalam bidang perfilman, dalam hal ini tentang pesan-pesan nasionalisme dalam sebuah film