mengingat masalah yang dihadapi hanya mungkin dapat diatasi secara tuntas dengan memanfaatkan berbagai bidang ilmu secara interdisipliner
atau multidisipliner.
Pembelajaran terpadu beranjak dari suatu tema sebagai pusat perhatian, yang digunakan untuk menguasai berbagai konsep dan keteram-
pilan. Hal ini dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan secara simultan. Dengan menggabungkan sejumlah konsep dan keterampilan,
diharapkan peserta didik akan belajar dengan lebih baik dan bermakna.
Ada berbagai model pembelajaran terpadu, tiga di antaranya adalah model terhubung connected, model jaring laba-laba webbed, dan model
terintegrasi integrated. Model terhubung adalah model pembelajaran yang menghubungkan secara eksplisit suatu topik dengan topik berikutnya,
suatu konsep dengan konsep lain, suatu keterampilan dengan keterampilan lain, atau suatu tugas dengan tugas berikutnya, dalam satu bidang studi.
Berikutnya model jaring laba-laba merupakan model pembelajaran yang menggunakan pendekatan tematik untuk mengintegrasikan beberapa
beberapa bidang studi. Yang terakhir, model terintegrasi ialah model pem- belajaran yang menggabungkan berbagai bidang studi dengan mene-mukan
konsep, keterampilan, dan sikap yang saling tumpah tindih.
Di antara ketiga model tersebut, yang paling sering digunakan adalah model yang kedua, yakni model yang menggunakan pendekatan tematik.
Tema-tema yang digunakan untuk pendidikan karakter dengan pendekatan komprehensif, yang diintegrasikan dalam perkuliahan dan pengembangan
kultur universitas pada program implementasi tahun pertama 2010, antara lain: ketaatan beribadah, kejujuran, tanggung jawab, kedisplinan, kerja
sama, kepedulian, dan hormat pada orang lain. Dengan demikian diharapkan pengamalan nilai-nilai tersebut dapat berlangsung secara intensif dan lebih
bermakna karena dikembangkan melalui berbagai direncanakan semua perkuliahan, disertai pengembangan kultur di berbagai unit kerja UNY.
3. Pengembangan Kultur Universitas
Guna menciptakan kultur yang bermoral perlu diciptakan lingkungan sosial yang dapat mendorong subjek didik memiliki moralitas yang
baikkarakter yang terpuji. Sebagai contoh, apabila suatu perguruan tinggi memiliki iklim demokratis, para mahasiswa terdorong untuk bertindak
demokratis. Sebaliknya apabila suatu perguruan tinggi terbiasa memrak- tikkan tindakan-tindakan otoriter, sulit bagi mahasiswa untuk dididik menjadi
pribadi-pribadi yang demokratis. Demikian juga apabila perguruan tinggi dapat menciptakan lingkungan sosial yang menjunjung tinggi kejujuran
dan rasa tanggung jawab maka lebih mudah bagi para mahasiswa untuk berkembang menjadi pribadi-pribadi yang jujur dan bertanggung jawab.
Namun, masyarakat secara umum juga perlu memiliki kultur yang senada dengan yang dikembangkan di lembaga pendidikan.
Berikut ini enam elemen kultur lembaga pendidikan yang baik, adaptasi dari pendapat Lickona 1991: 325.
a. Pimpinan lembaga pendidikan memiliki kepemimpinan moral dan akademik.
b. Disiplin ditegakkan di lembaga pendidikan secara menyeluruh. c. Masyarakat kampus memiliki rasa persaudaraan.
d. Organisasi mahasiswa menerapkan kepemimpinan demokratis dan
menumbuhkan rasa bertanggung jawab bagi para mahasiswa untuk menjadikan perguruan tinggi mereka menjadi perguruan tinggi yang
terbaik.
e. Hubungan semua warga kampus bersifat saling menghargai, adil, dan bergotong royong.
f. Perguruan tinggi meningkatkan perhatian terhadap moralitas dengan menggunakan waktu tertentu untuk mengatasi masalah-masalah
moral.
Kepemimpinan lembaga pendidikan merupakan salah satu elemen yang menentukan terciptanya kultur lembaga pendidikan yang bermoral. Dari
hasil penelitian Darmiyati Zuchdi dkk. 2006 terungkap bahwa dari sepuluh kepala sekolah yang menjadi responden penelitian, baru satu yang memiliki
kepemimpinan yang ideal. Dari penelitian selanjutnya 2010 ditemukan bahwa dari enam kepala sekolah yang menjadi partisipan penelitian
tindakan, yang dua orang resisten untuk berubah dalam hal tindakan demo- kratis. Namun, aktualisasi nilai-nilai yang lain, yaitu keteladanan, kejujuran,
kedisiplinan, tanggung jawab, kekeluargaan, dan ketaatan beribadah mengalami peningkatan. Oleh karena itu, dalam pengangkatan pimpinan
lembaga pendidikan, kualitas moral harus dijadikan pertimbangan utama.
Elemen yang kedua untuk membangun kultur yang positif adalah disiplin. Penegakan disiplin dapat dimulai denga melibatkan para mahasiswa
dalam membuat peraturan perguruan tinggi. Kalau perlu mereka diminta menandatangani kesediaan untuk melaksanakan peraturan tersebut dan
kesediaan menanggung konsekuensi jika melanggarnya. Dengan demi- kian mereka dilatih untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang
mereka lakukan. Selanjutnya peraturan yang telah disetujui bersama perlu dilaksanakan secara konsekuen dan adil, berlaku bagi semua warga
kampus, baik mahasiswa, dosen, pimpinan perguruan tinggi, maupun pegawai administrasi.
Rasa persaudaraan yang tinggi dapat mencegah terjadinya tin- dakan-tindakan yang buruk. Hal ini dapat dipahami karena adanya rasa
persaudaraan membuat seseorang merasa tidak tega berlaku kasar bah- kan menyakiti orang lain. Oleh karena itu, rasa persaudaraan perlu diba-
ngun secara terus-menerus lewat program perguruan tinggi, misalnya spanduk selamat datang bagi mahasiswa baru, kunjungan kepada yang
sedang mengalami musibah, pemberian ucapansurat terima kasih kepada mahasiswa yang telah memberikan pertolongan kepada temannya, dan
berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang dapat membangun dan memelihara persaudaraan.
Strategi lain untuk mengembangkan karakter lewat kultur perguruan tinggi ialah dengan melibatkan para mahasiswa dalam membangun
kehidupan kampus. Misalnya membangun kehidupan yang demokratis, yang menghargai pluralistik, dan yang mematuhi peraturan pelibatan mahasiswa
dalam pembuatan peraturan, evaluasi peraturan, penegakan peraturan, dan penggantian peraturan.
Elemen yang keenam untuk membangun kultur yang positif ialah penyediaan waktu untuk memperhatikan masalah-masalah moral. Suasana
moral yang baik perlu dibangun di perguruan tinggi, meskipun dalam hal yang kecil, misalnya kehilangan barang yang kurang berharga bagi
pemi-liknya, tetap perlu perhatian khusus. Suatu perguruan tinggi dapat menyediakan tempat melaporkan barang hilang dan mengembalikan
barang temuan yang dipantau dengan tertib. Jangan sampai perhatian terhadap pencapaian tujuan akademik menyebabkan pengabaian terhadap
perkembangan moral, sosial, dan religiusitas mahasiswa. Semua perkem- bangan tersebut penting sehingga perlu diperhatikan secara seimbang.
2. Pengembangan Kultur Universitas