COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MEREDUKSI TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PASCA STROKE

COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK
MEREDUKSI TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN
PASCA STROKE

TESIS

Diajukan oleh:

Susanti Prasetyaningrum
NIM 09820028

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012

TESIS
Dipersiapkan dan disusun oleh

Susanti Prasetyaningrum
Nim: 09820028


Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada tanggal 26 April 2012

SUSUNAN DEWAN PENGUJI

Ketua

:Dr. Diah Karmiyati, Psi

Sekretaris

: Dra. Siti Suminarti Fasikhah, M. Si, Psi

Penguji I

: M. Salis Yuniardi, S.Psi, M.Psi

Penguji II

: Dra. Djudiah , M.Si


COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MEREDUKSI
TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PASCA STROKE

Yang diajukan oleh :

Susanti Prasetyaningrum
Nim : 09820028

Telah disetujui
Tanggal, 26 April 2012

Pembimbing Utama

Pembimbing Pendamping

Dr. Diah Karmiyati, Psi

Dra. Siti Suminarti Fasikhah, M. Si, Psi


Direktur
Program Pascasarjana

Ketua Program Studi
Magister Profesi Psikologi

Dr. Latipun, M.Kes

Dr. Diah Karmiyati, Psi

SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya
Nama

: Susanti Prasetyaningrum

NIM

: 09820028


Program Studi : Magister Profesi Psikologi

Dengan ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa :
1. Tesis dengan judul COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MEREDUKSI
TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PASCA STROKE
Adalah hasil karya saya dan dalam naskah Tesis ini tidak terdapat karya ilmiah
yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akedemik di suatu
Perguruan Tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, baik sebagian ataupun keseluruhan, kecuali yang
secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan
daftar pustaka.
2. Apabila ternyata di dalam naskah Tesis ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur
PLAGIASI, saya bersedia Tesis ini DIGUGURKAN dan GELAR AKADEMIK
YANG TELAH SAYA PEROLEH DIBATALKAN, serta diproses sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku.
3. Tesis ini dapat dikadikan sumber pustaka yang merupakan HAK BEBAS
ROYALTI NON EKSLUSIF.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dipergunakan
sebagaimana mestinya.


Malang, 26 April 2012
Yang menyatakan

Susanti Prasetyaningrum

KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Allah Rabbil Alamin, dengan segala kebesarannya, karunia
dan izinnya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Shalawat dan salam
selalu tercurah pada kekasih Allah Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat
dan pengikut jejak langkahnya sampai hari akhir nanti.
Tesis

ini

berjudul

“COGNITIVE

BEHAVIOR


THERAPY

UNTUK

MEREDUKSI TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PASCA STROKE”.
Maksud penulisan tesis ini adalah sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi
tingkat Strata 2 (S-2) diMagister Profesi Psikologi Universitas Muhammadiyah
Malang.
Sebagai pribadi yang memiliki keterbatasan, penulis menyadari bahwa
kelancaran penyusunan tesis ini tidak lepas dari adanya dorongan, bantuan, dan
dukungan dari semua pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Diah Karmiyati,Dr.,M.Si,Psi selaku ketua program Magister Profesi Psikologi
Universitas Muhammadiyah Malang sekaligus dosen pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dengan kesabaran

dan saran-saran yang sangat

bermanfaat selama penyusunan tesis ini.

2. Dra. Siti Suminarti Fasikha, M.Si,Psi selaku dosen pembimbing II atas
bimbingan dan saran-saran yang sangat bermanfaat selama penyusunan tesis ini.
3. Dosen-dosen Magister Profesi Psikologi yang telah senantiasa membimbing
penulis sejak pertama kali kuliah hingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

4. Subjek PM dan MS yang telah membantu kelancaran tesis ini dengan turut
berpartisipasi dalam penelitian ini, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya
selama penelitian.
5. Kedua orang tua penulis, bapak & ibunda tercinta terima kasih atas doa,
perhatian, kasih sayang serta support sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
ini
6. Suamiku tercinta, terima kasih atas do’a, perhatian, kasih sayang, support, dan
kesabarannya untuk selalu mendampingi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
7. Belahan hati dan jiwaku, terima kasih telah mendampingi ibunda walaupun
hanya selama 4 bulan. Ibunda akan selalu mendo’akanmu semoga selalu dalam
pelukan-Nya.
8. Buat adikku dani dan aji, terimakasih atas do’a dan supportnya.
9. Buat sahabat-sahabatku seperjuangan, bu ayun, lili, mas fikri, babe, yang selalu
bersama dan kompak dalam berjuang. Kalian adalah sahabat, teman, saudara, dan
keluarga yang tidak terlupakan. Terima kasih atas semangat dan motivasinya.

10. Teman-teman Jolenthu mkasih printernya, Mr. Kacung n Anjar yang selalu
mendukung, memberikan bantuan, dan selalu menyegarkan suasana.
11. Adik-adikku yang spesial pim2, de2k bayi, ardha, cibi, diah, oki, ana, dan temanteman yang lain tidak mungkin disebutkan satu persatu, terima kasih karena
kalian tidak henti-hentinya memberikan semangat dan motivasi untuk cepat
menyelesaikan tesis ini.
12. Teman-teman Mapro ’09 Ana, Sofie, Peny, Lia, Sairah, Mbk. Bhennita, dan
teman-teman yang lainnya yang tidak pernah semangat juga selalu kompak

dalam hal apapun dan terima kasih untuk persaudaraan, kekompakkan, keceriaan,
dan kebersamaan selama ini.

Malang, 2012

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
PERNYATAAN............................................................................................. i
INTISARI ...................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix
DAFTAR BAGAN ......................................................................................... x
DAFTAR GRAFIK ........................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN
A.
B.
C.
D.

Latar Belakang Masalah ...........................................................................
Rumusan Masalah ....................................................................................
Tujuan Penelitian ......................................................................................
Manfaat Penelitian ....................................................................................

1
16
16
16


BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan ........................................................................ 18
2. Riwayat Perjalanan Kecemasan........................................................... 20
3. Teori Kecemasan ................................................................................ 21
4. Karakteristik Kecemasan..................................................................... 24
B. Stroke
1. Pengertian Stroke ................................................................................ 27
2. Klasifikasi Stroke ................................................................................ 30
3. Gejala dan Tanda Stroke ..................................................................... 31
4. Factor Resiko Penyebab Stroke ........................................................... 32
C. Kecemasan Pada Pasien Pasca Stroke ....................................................... 33
D. Cognitive Behavior Therapy
1. Cognitive Therapy............................................................................... 44
2. Behavior Therapy ............................................................................... 45
E. Cognitive Behavior Therapy untuk Mereduksi Tingkat Kecemasan Pada Pasien
Pasca stroke ........................................................................................ 47

F. Hipotesis Penelitian .................................................................................. 53

BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.

Rancangan Penelitian ...............................................................................
Variabel Penelitian ..................................................................................
Definisi Operasional ................................................................................
Subjek Penelitian .....................................................................................
Metode Asesmen .....................................................................................
Prosedur Penelitian ..................................................................................
Rancangan Intervensi................................................................................
Metode Penilaian dan Pengukuran ...........................................................
Analisa Data ............................................................................................

54
55
55
57
58
65
71
75
77

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. Identitas Subjek Penelitian .......................................................................
B. Gambaran Kasus .....................................................................................
C. Pelaksanaan Terapi
1. Subjek PM (Pertama)
a. Asesmen Pra Terapi ......................................................................
b. Asesmen Terapi ...........................................................................
c. Pasca Terapi .................................................................................
d. Follow Up ....................................................................................
2. Subjek MS (Kedua)
a. Asesmen Pra Terapi ......................................................................
b. Asesmen Terapi ...........................................................................
c. Asesmen Pasca Terapi ..................................................................
d. Follow Up ....................................................................................
D. Analisa Hasil Terapi ...............................................................................
E. Rangkuman Hasil dan Analisa Hasil Intervensi .......................................
F. Pembahasan ...........................................................................................

79
80

87
92
106
106
107
112
123
123
124
139
146

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................................................... 153
B. Saran ..................................................................................................... 153

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 155
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. 159

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tahapan Intervensi .................................................................... 73
Tabel 4.1 Identitas Subjek........................................................................ 79
Tabel 4.2 Hasil Asesmen Pra Terapi Subjek 1 (PM) ............................... 88
Tabel 4.3 Tingkat Kecemasan BAI Fase Baseline Subjek 1 (PM) ............ 89
Tabel 4.4 Pemikiran Negatif Subjek 1 (PM)............................................. 91
Tabel 4.5 Hasil Asesmen Pra Terapi Subjek 2 (MS) ................................ 110
Tabel 4.6 Tingkat Kecemasan BAI Fase Baseline Subjek 2 (MS) ............ 110
Tabel 4.7 Pemikiran Negatif Subjek 2 (MS)............................................. 112
Tabel 4.8 Hasil Penurunan Tingkat Kecemasan BAI Subjek 1 (PM) ....... 129
Tabel 4.9 Hasil Penurunan Tingkat Kecemasan BAI Subjek 2 (MS) ....... 135
Tabel 4.10 Perubahan Tekanan Darah saat Sesi Terapi Relaksasi ............. 141
Tabel 4.11 Tingkat Kecemasan BAI Subjek PM dan MS ......................... 145

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Berfikir ................................................................... 54

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1. Tingkat Kecemasan Fase Baseline-Follow Up (Subjek PM) ... 126
Grafik 4.2. Hasil Penurunan Tingkat Kecemasan BAI (Subjek PM) ......... 129
Grafik 4.3. Frekuensi Pemikiran Negatif (Subjek PM) ............................. 130
Grafik 4.4. Tingkat Kecemasan Fase Baseline-Follow Up (Subjek PM) ... 133
Grafik 4.5. Hasil Penurunan Tingkat Kecemasan BAI (Subjek MS) .......... 136
Grafik 4.6. Frekuensi Pemikiran Negatif (Subjek MS) .............................. 137
Grafik 4.7. Perkembangan Tingkat Kecemasan Subjek PM dan MS.......... 145

DAFTAR LAMPIRAN

A. LAMPIRAN A
1. Modul Relaksasi Via Letting Go, Restrukturisasi Kognitif, dan Exposure
2. Lembar Persetujuan Partisipan

B. LAMPIRAN B
1. Daftar Riwayat Hidup
2. Pedoman Wawancara Pra Terapi
3. Pedoman Wawancara Selama Terapi
4. Pedoman Wawancara Pasca Terapi
5. Pedoman Wawancara Follow Up
6. Instruksi Latihan Relaksasi Via Letting Go

C. LAMPIRAN C
1. Jadwal Pelaksanaan Terapi
2. Tingkat Kecemasan Subjek
3. Self Monitoring saat Terapi
4. Penentuan Subjek Penelitian
5. Hasil Perubahan Pemikiran Negatif
6. Perubahan Pemikiran Subjek Setelah Terapi

DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. (2000) Diagnostic criteria from DSMWashington, DC.

IV.

Beck, A. T. (1976). Cognitive therapy and the emotional disorders. England:
Penguins Books Ltd.
Beck, A. T. & Weishaar, M. E. (1989). Cognitive therapy. Dalam R. J. Corsini & D.
Wedding (Eds.), Curent psychoterapies (4th ed., hlm. 285-320). Illinois:
Peacock Publishers.
Bogousslavsky, J. (2002). Emotions, mood, and behavior after stroke. Journal Of
The American Hearth Association, Vol. 34, 1046-1050.
Blackburn, I-M., & Davidson, K. (1994). Terapi kognitif untuk depresi dan
kecemasan: Suatu petunjuk bagi praktisi
(Rusdakoto Sutadi,
Penerjemah). Semarang : IKIP Semarang Press. (Publikasi awal 1990).
Chen, dkk. (2009). Efficacy of perogressive muscle relaxation training in reducing
anxiety anxiety in patients with acute schizophrenia. Journal of clinical
nursing. Blackwell publishing Ltd.
Davison, G.C. & Neale, J.M. (1994). Abnormal psychology. New York: John Wiley
& Son Inc.
Durand, V.M. & David H. Barlow. (2006). Essentialts of abnormal psychology.USA:
Thomson Wadsworth.
Dugas, dkk. (2009). Cognitive behavioral therapy and applied relaxation for
generalized anxiety disorder: A time series analysis of change in worry and
somatic anxiety. Author Manuscript Vol 38, No 1, 29-41.
Edelmann, Robert, J.(1992). Anxiety Theory, research, and intervension in clinical
and health psychology. University Of Surrey.UK: John Wiley & Son’s Ltd.
.
Emmelkamp, Vedell & Kamphuis,.(2007).Handbook of evidence-based
psychotherapi s: a guide for research and practice.Edited by C.Freeman&
M.Power.USA : John Wiley & Son,Ltd.
Fausiah, F. & Widurry, J. (2005). Psikologi abnormal klinis dewasa. Jakarta: UIPress.
Friedman, H. S. & Miriam W. S. (2006). Classic theories and modern research.
California: Pearson Education Inc.

Goodwin, C.J. (2005). Research in psychology method and design. Fourth edition.
USA : Jhon Wiley & Son, Inc
Greenberg, L. S. (2002). Emotion-focused therapy (Coaching clients to work through
their feelings). Washington: American Psychological Association.
Gordon, N. F. (1993). Stroke your complete exercise guide. USA: Lippincott-Raven
Publishers.
Guyton, A. C. (1982). Human physiology and menchanism of disease. USA:
Saunders Company.
Kalat, J. W. (2007). Biological psychology (9th ed.). Australia: Thomson Wadsworth.
Kazdin, A. E. (1998). Research design in clinical psychology. Washington DC :
America Psychological Association.
Laidlaw, dkk. (2003). Cognitive behavior therapy with older people. England: John
Wiley & Sons Ltd.
Lazarus, R. S. (1991). Emotion and adaptation. Oxford University Press: New York
Ormrod, J. E. (2004). Human learning (4th ed.). New Jersey: Pearson Education, Inc
.
Masskulpan, dkk. (2008). Anxiety and depressive symptoms after stroke in 9
rehabilitations centers. Journal medical thailand, Vol. 91, No. 10, 595-602.
Martin, G. & Pear, J.(2007). Behavior modification what it and how do it. eight
edition. New Jersey : Pearson Prentice Hall.
Moleong, Lexy. (2010). Metodologi penelitian kualitatif edisi revisi. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Nevid, J. S., Rathus, S.A.,(2005). Psikologi abnormal (Terjemahan). Jakarta:
Erlangga.
Newman, dkk. (2008). An open trial of integrative therapy for generalized anxiety
disorder. Journal of psychotherapy, Vol 45, No.2, 135-147.
Oemarjoedi, A. K. (2003). Pendekatan cognitive behavior dalam psikoterapi.
Penerbit Creative Media: Jakarta.
Ormrod, J. E. (2004). Human learning (4th ed.). New Jersey : Pearson Education, Inc.
Otto, dkk. (2004). Cognitive behavioral therapy for treatment of anxiety disorders.
Journal clinical psychiatry. Vol. 65, No. 5, 34-41.

O’Donohue, W. T. & Fisher, J. E. (2008). Cognitive behavior therapy. New Jersey:
John Willey & Sons, Inc.
O’Rourke, dkk. (1998). Detecting psychiatric morbidity after stroke: comparison of
the GHQ and the HAD Scale. Journal of the American hearth association, Vol
29, 980-985.
Palmer, S. (2010). Introduction to counselling and psychotherapy. England: Sage
Publication Ltd.
Pandji, Dewi. (2011). Stroke bukan akhir segalanya. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Persons, J.B. (2008). The case formulation approach to cognitive-behavior therapy.
New York: The Guilford Press.
Powell, dkk. (2008). Cognitive behavioral therapy for depressions. Clinical case
studies. Vol. 3. No. 2, 73-80.
Prawitasari, dkk. (2002). Psikoterapi pendekatan konvensional dan kontemporer.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Rahayu, T & Ardani, T. A. (2004). Observasi & wawancara. Jawa Timur :
Bayumedia Publishing.
Rathus, S. A. & Nevid, J. J. (1991). Abnormal psychology. New Jersey: Prentice
Hall.
Rudd, dkk. (2007). Stroke at yours fingertips. London: Class Publishing.
Sadock, K. (1997). Sinopsis psikiatri. Jakarta : Bina Aksara.
Santrock.1995. Life-span development “perkembangan masa hidup”,
Kelima.Jakarta:Erlangga

Edisi

Sari, Wening, dkk. 2008. Care yourself, stroke. Jakarta : Penebar Plus+.
Sauter, dkk. (2009). Cognitive behavior therapy for anxious adolescents:
Developmental influences on treatment design and delivery. Clinical child
family pschology. Vol 12. 310-335.
Splieger, M. D & Guevremont, D. C. (2003). Contemporary behavior therapy. Fourt
Edition. USA : Thompson Wadsworth.

Stekee, G & Neziroglu, F. (2003). Assessment of obsessive-compulsive disorder and
spectrum disorder. Brief treatment and crisis intervention.Vol. 3 No.2, 169185.
Subandi, M. A. 2002. Psikoterapi pendekatan konvensional dan kontemporer.
Yogyakarta:Pustaka Pelajar Offset.
Suddarth. (1996). Textbook of medical-surgical nursing. USA: Lippincott-Raven
Publishers.
Thomas, S. A.& Lincoln, N. B. Predictors of emotional distress after stroke. Journal
of the american hearth association. Vol. 39, 1240-1245.
Tjokroprawiro, Askandar. (2007). Buku ajar ilmu penyakit dalam fakultas
kedokteran universitas airlangga. Surabaya: Airlangga University Press.
Yastroki. (2010). Penyandang stroke cenderung meningkat. Diakses tanggal 9
Agustus 2011 dari http:/ / w w w.yastroki.or.id/ read.php?id=311.

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan fisik maupun psikologis menjadi salah satu tujuan yang
utama dalam kehidupan manusia. Kesehatan fisik manusia dipengaruhi oleh
kesehatan psikologis, begitu juga sebaliknya sehingga antara kesehatan fisik
dan psikologis menjadi saling berkaitan. Hal ini berdasarkan fakta bahwa
fisik, psikologis, dan sosial merupakan suatu kesatuan yang utuh dalam diri
manusia (Friedman & Schustack, 2006). Apabila kesehatan fisiknya
terganggu maka bisa mempengaruhi kesehatan psikologis, sehingga
kesehatan harus sejalan antara fisik dan psikologis. Ada beberapa penyakit
yang sangat erat kaitanya dengan tingkat kesehatan psikologis, misalnya
asma, tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner, kanker, dan stroke.
Penyakit tersebut mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dan perasaan
(Fausiah&Widury, 2005). Dari beberapa penyakit yang telah disebutkan,
penyakit stroke masih menempati urutan teratas sebagai penyakit yang
mempengaruhi kondisi psikologis seseorang (Bogousslavsky, 2002).
Menurut WHO, stroke merupakan penyakit yang ditandai oleh
penurunan fungsi otak, yang semata-mata diakibatkan oleh terhentinya aliran
darah ke otak yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, atau berakhir
dengan kematian. Salah satu penyebab fundamental dari penyakit stroke
adalah kolesterol dan lemak dalam darah. Kedua substansi tersebut sangat

2

berguna bagi tubuh untuk memproduksi berbagai hormon dan penyediaan
energi (Guyton, 1982).
Jumlah penderita stroke meningkat dari tahun ke tahun, hal ini seperti
ditunjukkan oleh hasil survei dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Hasil
survei tersebut menunjukkan data pada tahun 2001 sebanyak 20,5 juta jiwa di
dunia terkena penyakit stroke dan 5,5 juta manusia telah meninggal dunia.
Selanjutnya berdasarkan data survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen
Kesehatan RI tahun 1995, menunjukkan bahwa penyakit stroke merupakan
penyebab kematian ketiga setelah jantung dan kanker. Sebanyak 28,5%
penderita stroke meninggal dunia, sedangkan sisanya menderita kelumpuhan
sebagian maupun total. Hanya 15% penderita yang dapat sembuh total dari
serangan stroke atau kecacatan (Tjokroprawiro, 2007).
Selanjutnya Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) menyebutkan bahwa
63,52 per 100.000 penduduk Indonesia berumur di atas 65 tahun merupakan
usia potensial untuk terjangkit stroke. Sedangkan jumlah orang yang
meninggal dunia diperkirakan 125.000 jiwa per tahun. Dari beberapa data
penelitian yang minim pada populasi masyarakat didapatkan angka prevalensi
penyakit stroke pada daerah urban sekitar 0,5% dan angka insidensi penyakit
stroke pada daerah rural sekitar 50/100.000 penduduk (Pandji, 2011).
Pada perkembanganya penyakit stroke tidak hanya menyerang
kelompok lanjut usia. Seiring dengan perkembangan dan perubahan zaman,
dewasa ini ada kecenderungan bahwa stroke mulai diderita oleh kelompok
usia produktif yaitu di bawah usia 45 tahun. Hal ini seperti dijelaskan oleh
Gordon (2002) bahwa terdapat kecenderungan peningkatan jumlah penderita

3

stroke dalam tiap tahunnya dan sebagian kecil yang terkena adalah generasi
muda. Selain itu stroke juga menimbulkan dampak yang sangat besar dari
segi ekonomi dan sosial. Dari segi ekonomi disebabkan oleh biaya medis
untuk perawatan dan pengobatan sangat tinggi. Sedangkan dari segi sosial
penderita pasca stroke yang mengalami kelumpuhan tidak dapat bekerja
kembali seperti sebelum terkena stroke sehingga menjadi tidak produktif lagi
(Pandji, 2011).
Penjelasan mengenai jumlah stroke pada usia produktif diatas sesuai
dengan

hasil survei Litbang Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki)

(www.yastroki.or.id) tahun 2003 dengan jumlah sample sebanyak 193 orang.
Hasil survei menunjukkan bahwa penderita stroke berusia 50 tahun ke atas
sebesar 85,49 %. Selanjutnya 1,55 % dari 193 orang yang terserang stroke
berada pada usia muda yaitu 35 - menjelang usia 50 tahun. Hasil survei
tersebut memperjelas bahwa angka kejadian stroke di Indonesia sangat tinggi,
bahkan Indonesia merupakan negara dengan jumlah terbesar penderita stroke
di Asia.
Seperti halnya yang terjadi pada subjek pertama. Berdasarkan hasil
asesmen awal dengan metode wawancara dan observasi pada tanggal 27
Desember 2011 bertempat di rumah subjek. Subjek berjenis kelamin laki-laki,
berusia 49 tahun, status menikah dan memiliki empat orang anak. Anak
pertama sudah menikah dan tinggal di luar kota. Sedangkan anak kedua dan
ketiga masih kuliah, anak keempat masih duduk di SMA. Subjek sakit stroke
sejak Februari 2011, sebelumnya subjek sakit jantung tahun 2004. Menurut

4

dokter yang menanganinya pada saat itu, penyakit jantungnya disebabkan
karena tidak lancarnya atau kurangnya pasokan oksigen ke jantung.
Demikian halnya yang terjadi pada subjek kedua, asesmen awal
dilaksanakan di rumah subjek pada tanggal 7 November 2011. Hasil dari
asesmen yaitu subjek berjenis kelamin perempuan, status menikah dengan
tiga orang anak. Mengalami serangan stroke pertama tahun 2008 dan kedua
tahun 2009. Sebelum serangan stroke, subjek pernah sakit jantung koroner
sejak tahun 2004. Subjek mengalami serangan stroke pada saat usianya 38
tahun. Berdasarkan keterangan dari dokter yang menanganinya, stroke yang
dialami subjek disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah. Dokter
menyatakan bahwa subjek memiliki aneurisme, yaitu suatu kondisi dimana
terdapat suatu tonjolan pada pembuluh darah yang sangat tipis dan sewaktuwaktu mudah pecah. Aneurisme tersebut yang tiba-tiba dapat menyebabkan
serangan stroke, ditambah pula dengan pola makan yang tidak sehat. Akibat
dari serangan stroke tersebut subjek mengalami perubahan dalam segi fisik,
misalnya kaki dan tangan kanan mati rasa dan kaku ketika di gerakkan.
Kemudian sulit mengingat hal-hal yang terjadi di masa lampau, kesulitan
dalam bicara atau pelo, dan jari-jari tangan kanannya kaku dan sulit untuk
digerakkan
Pada subjek pertama ini sebelum sakit stroke, subjek pernah bekerja di
salah satu instansi pemerintahan dan memegang jabatan penting di instansi
tersebut. Pekerjaan tersebut menuntut subjek untuk selalu bertemu dengan
banyak orang dari kalangan pejabat maupun masyarakat. Di lingkungan
rumahnya, subjek mendapatkan kepercayaan sebagai ketua RW sehingga

5

sering mengikuti kegiatan di lingkungannya. Subjek adalah seorang yang
senang melakukan aktivitas di luar rumah dan melakukan interaksi dengan
lingkungannya, sehingga mempunyai banyak teman.
Tetapi subjek mulai berubah sejak mengalami stroke, dimana setelah
kejadian itu kondisi tubuh subjek mengalami perubahan. Perubahan tubuh
subjek yaitu kelumpuhan di tangan dan kaki sehingga untuk melakukan
aktivitas sehari-hari menggunakan tongkat. Lumpuhnya kedua anggota tubuh
tersebut membuat subjek terbatas melakukan aktifitas. Subjek juga merasa
bosan dan putus asa karena tidak mampu lagi melakukan aktifitas seperti
sebelum terkena stroke. Perubahan lain yaitu subjek mengalami kesulitan
dalam mengingat dan berkonsentrasi. Perubahan tersebut dirasakan subjek
ketika diajak istri atau anaknya membicarakan suatu hal, maka subjek kadang
beralih membicarakan hal lainya. Kondisi ini yang membuat subjek menjadi
malu, menertawakan, dan kasihan kepada dirinya. Ketakutan pandangan dari
anggota keluarga dan orang lain akan kondisinya ini membuat subjek cemas
dan khawatir yang berlebihan.
Pada subjek kedua sebelum terkena stroke, bekerja sebagai PNS di
salah satu instansi pemerintahan. Setelah terkena stroke subjek tidak bekerja
lagi dan mengajukan cuti. Sejak terkena stroke, sikap subjek berubah yaitu
menjadi mudah tersinggung, sering menangis, cepat marah, dan menjadi
pendiam. Perubahan yang mencolok adalah sifat subjek yang sulit untuk
dikenali berbeda dengan subjek yang dulu sebelum terkena stroke.
Kondisi yang dialami subjek diatas sesuai dengan pernyataan dari
Rudd, dkk (2007) yang menjelaskan bahwa serangan stroke dapat

6

menimbulkan kerusakan pada jaringan saraf otak yang dapat mengakibatkan
kecacatan, misalnya kelumpuhan pada separuh badan, terganggunya
penglihatan dan pendengaran, berkurangnya daya ingat, kemunduran mental,
dan menurunnya kemampuan berbicara dan komunikasi.
Menurut Gordon (1993) hambatan pada sebagian pasien pasca stroke
ketika akan memasuki lingkungan kerja memiliki kecenderungan rendahnya
kepercayaan dirinya karena kondisi fisiknya yang tidak sama seperti sebelum
terkena stroke. Perubahan dalam kondisi fisik misalnya otot-otot wajah tidak
bekerja dengan baik sehingga menyebabkan wajah yang mencong, gangguan
dalam berjalan, berbicara, dan berkonsentrasi. Kondisi fisik tersebut
memunculkan rasa rendah diri dan rasa malu pada diri pasien pasca stroke.
Konsekuensi yang lain, pasien pasca stroke mendapatkan stigma sosial
sebagai individu yang tidak bisa melakukan aktivitas sehingga pasien merasa
ditolak dan dihindari.
Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Rudd, dkk (2007)
menghasilkan data bahwa pasien pasca stroke cenderung memunculkan rasa
takut ketika akan berkomunikasi dengan orang lain. Ketakutannya dapat
berupa ketakutan perkataanya tidak bisa dimengerti orang lain sehingga
muncul perasaan malu. Selain itu perubahan fisik karena kelumpuhan
menjadikan pasien pasca stroke kesulitan untuk mengerjakan pekerjaan yang
ada di tempat kerjanya sehingga sebagian memilih untuk berhenti dari
pekerjaanya.
Penjelasan diatas juga terjadi pada subjek pertama dan kedua. Subjek
pertama yang mengalami kelumpuhan dan kesulitan berbicara merasa malu

7

dengan kondisinya. Subjek merasa harga dirinya rendah ketika orang lain
mengetahui kondisi dirinya tidak sama seperti dulu. Kelumpuhan subjek ini
juga yang membuatnya berhenti dari pekerjaanya. Sekarang ini subjek sering
merasa khawatir terhadap adanya serangan stroke lagi yang bisa
menyebabkan kematian, merasa takut berkumpul dengan keluarga karena
merasa tidak berharga, takut keluarga akan menjauhi dan merendahkannya
sebagai kepala keluarga. Selanjutnya, pada subjek kedua juga demikian.
Subjek syok ketika mengetahui terdapat anggota badanya yang lumpuh
karena tangan dan kakinya tersebut merupakan modal yang sangat berharga
untuk melakukan aktivitas di tempat bekerja. Lumpuhnya tangan dan kaki
membuat subjek terbatas melakukan aktivitas. Subjek juga merasa bosan dan
putus asa karena tidak mampu lagi melakukan aktivitas seperti sebelum
terkena stroke. Selain itu subjek juga merasa takut perkataanya tidak
dimengerti orang lain sehingga orang lain akan menertawakan dan kasihan
melihat kondisinya. Ketakutan pandangan dari anggota keluarga dan tetangga
akan kondisi fisiknya ini yang membuat subjek khawatir dan cemas
berlebihan.
Kedua subjek tersebut mengalami masalah emosional karena merasa
kesulitan untuk mengidentifikasi dan mengekspresikan perasaan. Perjalanan
seseorang ketika didiagnosis penyakit stroke sampai pasca stroke mengalami
ketidakseimbangan fisik, sosial, dan psikologis (Pandji, 2011). Hal ini bisa
disebabkan pasien pasca stroke belum menerima perubahan yang terjadi
dalam dirinya setelah mengalami stroke. Seperti yang dikemukakan oleh
Guyton (1982) bahwa pasien yang pernah mengalami sakit kronis seperti

8

jantung, kanker, stroke, dan yang lainnya cenderung mengalami masalah
emosional. Masalah emosional tersebut berkaitan dengan munculnya
beberapa perilaku, misalnya mudah tersinggung, mudah marah, mudah
menangis, sering melamun, menarik diri dari lingkungan sosial, dan
sebagainya. Selain itu pasien juga memunculkan keluhan-keluhan somatik,
misalnya sakit kepala, kesemutan, badan meriang, dan lain-lain.
Menurut Ormrod (2004) terdapat empat aspek yang menyertai
kecemasan yaitu aspek kognitif, afeksi, fisiologis dan perilaku. Aspek
kognitif meliputi pikiran yang menakutkan, kekhawatiran dan pikiran-pikiran
negatif. Aspek afeksi misalnya perasaan tegang. Aspek fisiologis meliputi
peningkatan denyut jantung, tekanan darah, pernafasan dan proses fisiologis
lainnya. Aspek perilaku ditunjukkan melalui perilaku gelisah dan berjalan
bolak-balik (Greenberg, 2002; Ormrod, 2004).
Kecemasan sebagai bentuk hambatan emosi terjadi karena adanya
penilaian kognitif yang tidak tepat terhadap stressor. Penilaian kognitif
tersebut dibagi menjadi dua, yaitu penilaian primer dan sekunder. Penilaian
primer menekankan pada hal-hal yang berkaitan dengan kesejahteraan diri
sendiri dan penilaian terhadap situasi sebagai ancaman atau bukan. Penilaian
sekunder menekankan pada pilihan coping atau sumber-sumber yang dimiliki
individu (Blackburn &Davidson, 1994; Lazarus, 1991). Jika individu mampu
memberikan penilaian kognitif secara tepat, maka kecemasan tidak akan
terjadi. Menurut Beck&Weishaar (1989), individu yang memunculkan
pemikiran berlebihan terhadap kemungkinan terjadinya bahaya dari suatu

9

kejadian dan merendahkan kemampuannya dalam menghadapi situasi yang
akan mengalami kecemasan.
Kecemasan merupakan perasaan gelisah atau khawatir dan ketakutan
terhadap sesuatu situasi khusus yang akan terjadi dengan akibat yang tidak
pasti (Ormrod, 2004). Individu tidak yakin akan bahaya yang akan terjadi,
dimana dan kapan waktunya (Kalat, 2007). Model kecemasan Beck (1976,
dalam

Blackburn&Davison,

1990/1994)

merupakan

model

yang

menghubungkan faktor emosi dan pikiran dengan gangguan kecemasan.
Menurut Beck (Beck&Weishaar, 1989), individu mengalami distress
psikologis ketika menjadikan situasi yang mengancam sebagai perhatian
utamanya.
Pada pasien pasca stroke kekhawatiran akan beberapa hal berasal dari
kondisi yang menurutnya mengancam, misalnya kecacatan atau kelumpuhan,
berkurangnya daya ingat dan konsentrasi, kesulitan berkomunikasi, dan lainlain (Laidlaw, dkk, 2003). Kondisi-kondisi tersebut memunculkan pikiranpikiran otomatis yang tidak fungsional muncul, misalnya pikiran bersalah atas
kondisi yang dialami, pikiran tidak berdaya, dan lain-lain. Individu yang
memiliki pikiran tidak fungsional tersebut berkembang menjadi pikiran yang
terdistorsi yang mengakibatkan kerusakan fungsi pada proses kognitifnya.
Kerusakan tersebut menyebabkan individu tidak bisa mengalahkan dan
menghilangkan pemikiran yang terdistorsi sehingga fungsi koreksi kognitif
terhadap realitas, pemahaman, dan penalaran melemah. Cara individu
menginterpretasi dan menalar kondisi yang menurutnya mengancam tersebut

10

menyebabkan hambatan emosi berupa kekhawatiran dan kecemasan yang
kronis .
Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan oleh Rudd dkk
(2007) menghasilkan kesimpulan bahwa empat dari sepuluh pasien pasca
stroke mengalami stres akut, kecemasan kronis, bahkan depresi. Kecemasan
kronis ditandai dengan munculnya kekhawatiran terhadap aspek kehidupan
sehari-hari. Sebagian besar pasien memiliki kekhawatiran di pikiran yang
cenderung negatif, misalnya takut menghadapi masa depan, kekhawatiran
terhadap keluarga, pekerjaan, dan kehilangan rasa hormat dari lingkungan
sekitarnya. Beberapa kekhawatiran ini membuat pasien pasca stroke menjadi
murung, bingung karena tidak memahami kondisi yang terjadi dalam dirinya.
Apalagi jika hal ini ditambah dengan tidak adanya pengertian dan dukungan
dari keluarga. Hubungan keluarga yang mendadak berubah menyebabkan
perasaan pasien akan berubah pula.
Hal yang disampaikan diatas, juga dialami oleh subjek pertama dan
kedua. Kedua subjek mengalami kecemasan terhadap kesehatannya karena
penyakitnya. Subjek pertama mengemukakan bahwa sering sekali khawatir
terjadi serangan stroke lagi, menjalani perawatan di rumah sakit, ketakutan
mengalami kelumpuhan yang lebih parah, bahkan subjek takut sekali kontrol
kesehatan. Subjek langsung cemas apabila mendengar akan menjalani kontrol
ke rumah sakit sehingga setelah menjalani perawatan di rumah sakit hanya
dua kali kontrol kesehatan. Selain itu jika ada salah satu bagian tubuhnya
yang nyeri, subjek berpikiran jika bagian tubuh itu akan mengalami
kelumpuhan lagi karena strokenya.

11

Selanjutnya, subjek kedua sering merasakan tubuh terasa nyeri dan
sakit sejak serangan stroke kedua. Nyeri dirasakan di bagian pundak, tangan,
perut, dan sering pusing. Subjek sudah beberapa kali memeriksakan ke
dokter, tetapi menurut dokter yang memeriksanya tidak ada gangguan
kesehatan atau penyakit. Bahkan subjek pernah melakukan rontgen untuk
memastikan ada atau tidaknya penyakit, tetapi hasilnya tetap sama dengan
pemeriksaan dari dokter. Meskipun menurut dokter dan hasil rontgen tidak
ditemukan adanya penyakit, subjek berkeyakinan jika ada penyumbatan di
saraf dan pembuluh darahnya sehingga menyebabkan nyeri.
Dampak kecemasan pada pasien pasca stroke dapat menganggu proses
pemulihan pasien. Rudd, dkk (2007) menyatakan pasien pasca stroke yang
mengalami kecemasan cenderung lebih lama dirawat di rumah sakit dan
kurang termotivasi untuk menjalani rehabilitasi sehingga pemulihan untuk
sembuh juga sangat lama. Pasien pasca stroke yang memiliki kecemasan
menunjukkan ketegangan dalam saraf-sarafnya karena memiliki perasaan
berada pada situasi yang mengancam akibat dari perubahan kondisi
kehidupan (Thomas&Lincoln, 2008). Kecemasan bisa berkembang menjadi
penyakit fisik dan gangguan yang lain apabila tidak mendapat penanganan
dengan baik.
Hal ini seperti pernyataan dari dr. Syarif bahwa diperlukan kondisi
yang nyaman untuk membantu pasien pasca stroke menjalani pemulihan
kesehatanya. Hal ini dikarenakan pemulihan kesehatan tidak hanya secara
fisik, tetapi juga psikologis dan sosial. Secara fisik dan psikologis dapat
dijelaskan, apabila pasien pasca stroke berada pada keadaan cemas dan

12

mengarah pada kecemasan kronis secara otomatis akan mempengaruhi
fluktuasi perasaan. Fluktuasi perasaan ini yang akan menekan produksi
antibodi tubuh. Jadi peningkatan peristiwa-peristiwa kehidupan yang tidak
menyenangkan disertai dengan menurunya peristiwa menyenangkan dapat
memunculkan perasaa negatif dan akhirnya menurunkan produksi antibodi
tubuh. Lebih jauh penurunan antibodi bisa menyebabkan munculnya penyakit
lain sebagai penyakit penyerta stroke itu sendiri.
Akibat lain kecemasan pasien pasca stroke dapat dijelaskan dari segi
faal, seseorang yang mengalami kecemasan akan meningkatkan denyut
jantung Guyton (1982). Dijelaskan lebih lanjut dalam penelitianya, Guyton
menemukan bahwa kemampuan jantung untuk memompa darah secara efisien
ke seluruh tubuh turun secara signifikan. Bila kecemasan berlanjut dan
berlangsung dalam jangka waktu yang lama maka efisiensi pemompaan
jantung akan turun lebih jauh lagi, sehingga beresiko mengalami gangguan
ritme jantung (arrhythmia) yang sangat berbahaya. Gangguan ritme jantung
menyebabkan suplai oksigen ke otak berkurang, sel-sel otak yang kekurangan
oksigen berkurang, sehingga tidak bisa melakukan fungsinya dengan
sempurna. Apabila kejadian ini berlangsung lama, maka akan menyebabkan
serangan stroke iskemik (stroke non pendarahan) sehingga bisa terjadi
serangan stroke kedua kalinya pada pasien pasca stroke.
Melihat dampaknya yang cukup menganggu bagi subjek pasca stroke
yang mengalami kecemasan, maka sangat dibutuhkan penanganan yang tepat.
Selanjutnya para penderita ini sebagian besar kurang menyadari akan adanya
gangguan kecemasan dalam dirinya sehingga tidak mengetahui bagaimana

13

cara untuk mengatasi sehingga akan menambah perasaan cemas bila hal
tersebut tidak tertangani dengan baik.
Penelitian terkait penerapan terapi untuk menurunkan tingkat
kecemasan pada pasien pasca stroke belum banyak dilakukan, sehingga untuk
membantu

pasien pasca stroke mengatasi kecemasanya peneliti akan

menerapkan terapi yang telah digunakan beberapa peneliti pada penyakit
kronis lain misalnya kanker, jantung, hipertensi dan diabetes. Terdapat
beberapa terapi untuk menangani gangguan kecemasan pada pasien penyakit
kronis. Beberapa terapi yang direkomendasikan tersebut antara lain terapi
humanistik, Behavior, Cognitive, dan Cognitive Behavior Therapy (Laidlaw,
dkk, 2003; O’Donodue & Fisher, 2008).
Penerapan Cognitive Behavior Therapy untuk mengurangi tingkat
kecemasan selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli,
misalnya penelitian yang dlakukan oleh Newman, dkk (2008). Penelitian ini
mengambil 18 responden penderita hipertensi yang berusia antara 18-40
tahun dan dilakukan sebanyak 14 sesi. Hasil penelitian terapi kognitifperilaku kombinasi suportive listening untuk mengurangi kecemasan sebelum
dilakukan terapi (pre tes) kecemasan sebesar 66,7% dan setelah dilakukan
terapi (pos tes) kecemasan turun menjadi 33,3%. Selanjutnya penerapan
terapi kognitif perilaku dengan kombinasi terapi emosi interpersonal
menunjukkan hasil sebelum terapi dilakukan tingkat kecemasan sebesar
84,1% dan setelah dilakukan terapi tingkat kecemasan menjadi sebesar
76,3%. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa Cognitive Behavior

14

Therapy efektif menurunkan tingkat kecemasan dan lebih menunjukkan hasil
yang signifikan apabila dilakukan dengan kombinasi terapi yang lain.
Beberapa penelitian pada pasien kecemasan seperti yang dilakukan
oleh Sauter, dkk (2009) terhadap responden usia 12-18 tahun dengan
gangguan kecemasan setelah mengalami penyakit kronis seperti kanker,
jantung, dan diabetes. Terapi ini terbukti memberikan perubahan secara
signifikan dalam mengatasi kecemasan. Otto, dkk (2004) juga menggunakan
Cognitive Behavior Therapy untuk menangani 33 pasien dengan gangguan
kecemasan. Selanjutnya pengukuran terhadap tingkat kecemasan dengan
menggunakan skala Hamilton untuk kecemasan. Setelah 6 bulan dilakukan
penelitian, kemudian dilakukan follow up menunjukkan adanya perubahan
hasil yaitu sebelum dilakukan terapi sebesar 60,8% dan setelah dilakukan
terapi turun menjadi 37,3%.
Beberapa hasil penelitian diatas menunjukkan keefektifan Cognitive
Behavior Therapy pada pasien penyakit kronis dengan kecemasan. Dalam
penelitian ini Cognitive Behavior Therapy yang akan diberikan pada pasien
pasca stroke terdiri dari tiga teknik yaitu relaksasi via letting go,
restrukturisasi kognitif, dan exposure with response prevention. Ketiga teknik
ini didasarkan pada gejala-gejala kecemasan yang ditunjukkan oleh kedua
subjek penelitian. Relaksasi diterapkan untuk membantu subjek merasakan
rileks sehingga subjek mampu untuk berpikir mengenai permasalahannya
sehingga dapat mengikuti terapi restrukturisasi kognitif. Selanjutnya
diberikan teknik restrukturisasi kognitif untuk membantu subjek dalam
mengatasi dan mengubah pemikiran negatifnya menjadi pemikiran yang lebih

15

positif, dimana awalnya subjek diajak untuk memahami keterkaitan antara
kognitif-emosi-fisik-perilaku. Teknik terakhir yang digunakan adalah
exposure yaitu subjek dihadapkan pada situasi nyata
memunculkan kecemasan.

yang dapat

Relaksasi dan restrukturisasi kognitif ini

digunakan bersama pada saat exposure sehingga subjek mendapatkan hasil
yang positif saat exposure.
Berdasarkan penjelasan teknik terapi Cognitive Behavior Therapy
diatas, dalam penelitian ini ketiga teknik dilakukan secara berurutan, yaitu
relaksasi via letting go, restrukturisasi kognitif, dan exposure with response
prevention. Relaksasi via letting go diberikan lebih dahulu supaya subjek
merasakan tenang, rileks, dan mampu diajak memahami permasalahannya.
Setelah itu diberikan restrukturisasi kognitif, dimana subjek diajak untuk
berpikir dan memahami permasalahannya lebih lanjut, mampu mengubah
pemikiran negatifnya. Terakhir, exposure with response prevention diberikan
yaitu subjek dihadapkan pada situasi nyata yang bisa memunculkan
kecemasan. Pada saat dihadapkan pada situasi nyata ini, subjek bisa saja
memunculkan reaksi kecemasannya. Untuk membantu subjek mereduksi
kecemasan saat exposure ini, bisa dibantu dengan menerapkan relaksasi dan
restrukturisasi kognitif. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
relaksasi dan restrukturisasi kognitif itu menjadi syarat untuk pemberian
exposure.
Dengan mendasarkan pada hal tersebut, maka dalam penelitian ini
menerapkan Cognitive Behavior Bherapy dengan teknik relaksasi via letting
go, restrukturisasi kognitif, dan exposure with response prevention untuk

16

mereduksi kecemasan pada pasien pasca stroke. Harapan jangka panjang dari
penerapan Cognitive Behavior Therapy ini adalah subjek dapat melakukan
sendiri langkah-langkahnya sebagai metode terapi untuk diri sendiri pasca
terapi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang diatas, rumusan masalah peneliti
yaitu apakah Cognitive Behavior Therapy dapat mereduksi tingkat kecemasan
pada pasien pasca stroke?

C. Tujuan
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan
Cognitive Behavior Therapy dalam mereduksi tingkat kecemasan pada pasien
pasca stroke.

D. Manfaat Penelitian
1.

Manfaat Teoritis
Diharapkan dari penelitian ini dapat memperkaya khasanah keilmuan
psikologi klinis, terutama terkait dengan penerapan Cognitive Behavior
Therapy dalam menangani kasus-kasus klinis seperti kasus kecemasan pada
pasien pasca stroke.

17

2.

Manfaat Praktis

a.

Bagi Subyek Penelitian
Penelitian mengenai efektifitas Cognitive Behavior Therapy pada pasien
pasca stroke ini diharapkan memberikan manfaat berupa penurunan tingkat
kecemasan, perubahan pikiran yang lebih sehat, positif, dan rasional, dan
perubahan perilaku yang lebih adaptif. Selain itu Cognitive Behavior Therapy
juga bisa dijadikan coping pada diri subyek ketika berada pada situasi yang
membuat cemas sehingga subyek dapat mengatasi kecemasanya secara lebih
mandiri.

b.

Bagi Peneliti (Terapis)
Penelitian Cognitive Behavior Therapy ini diharapkan dapat mengasah dan
menambah keilmuan, kemampuan, dan keahlian peneliti yang sekaligus
bertindak sebagai terapis supaya dapat mengaplikasikan pada kasus-kasus
klinis lainnya.

3.

Bagi Institusi
Hasil penelitian ini selanjutnya dapat diterapkan di institusi Rumah Sakit
untuk membantu pasien pasca stroke dalam mengatasi permasalahan dari segi
psikologis yang dihadapi. Penerapan Cognitive Behavior Therapy yang sesuai
dengan prosedur dapat meningkatkan kesehatan fisik dan mental para pasien
pasca stroke.