Efektivitas Rational Emotive Behavior Therapy untuk Meningkatkan Self Esteem pada Siswa SMP Korban Bullying
EFEKTIVITAS
RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY
(REBT)
UNTUK MENINGKATKAN
SELF ESTEEM
PADA
SISWA SMP KORBAN
BULLYING
Tesis
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Psikologi
Oleh
ROSYA LINDA HASIBUAN
107029025
PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2013
(2)
LEMBAR PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh :
Nama : Rosya Linda Hasibuan NIM : 107029025
Kekhususan : Psikologi Pendidikan
Judul Tesis : Efektivitas Rational Emotive Behavior Therapy Untuk Meningkatkan Self Esteem Pada Siswa SMP Korban Bullying Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi pada Kekhususan Psikologi Pendidikan dalam Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, pada hari Kamis, 27 Juni 2013.
Dewan Penguji
Penguji I / Pembimbing (Rr. Lita Hadiati Wulandari, M.Pd., Psikolog)
NIP. 197002142000122002
Penguji II (Dr. Wiwik Sulistyaningsih, Psikolog)
NIP. 196501122000032001 Medan, 26 Juli 2013
Koordinator Magister Psikologi Profesi Dekan
Fak. Psikologi Universitas Sumatera Utara Fak. Psikologi Universitas Sumatera Utara
Dr. Wiwik Sulistyaningsih, Psikolog Prof. Dr. Irmawati, Psikolog NIP. 196501122000032001 NIP. 195301311980032001
(3)
LEMBAR PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sesungguh – sungguhnya bahwa Tesis yang saya susun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi pada Kekhususan Pendidikan dalam Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara adalah hasil karya saya sendiri.
Adapun bagian – bagian tertentu dalam penulisan Tesis saya yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam Tesis ini, saya bersedia menerima sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, Juni 2013
Rosya Linda Hasibuan NIM. 107029025
(4)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan kekuatan bagi penulis dalam penyelesaian tesis yang berjudul “Efektivitas Rational Emotive Behavior Therapy Untuk Meningkatkan Self Esteem pada Siswa SMP Korban Bullying”. Tesis ini diajukan untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Tesis ini dipersembahkan kepada kedua orangtua tercinta, Ibunda Hj. Rosmila Harahap, A.Md. dan Ayahanda AKP. Salindan Hasibuan, yang selama ini telah memberikan kasih sayang, doa dan dukungan baik materi maupun moril serta kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh adik penulis, Nurhalimah Putri Winda Hasibuan, AMd.Keb. Andi Saputra Hasibuan dan Anggi Praya Hasibuan yang telah memberi doa dan dukungan selama penulis menyelesaikan pendidikan ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari banyak pihak, untuk itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Hj. Rr. Lita Hadiati Wulandari, M.Pd., Psikolog selaku dosen pembimbing. Terima kasih atas segala ilmu, bimbingan, perhatian, kesabaran dan kesediaan Ibu dalam meluangkan waktu bagi penulis selama penyusunan tesis ini. Bimbingan melalui email merupakan terobosan yang memudahkan peneliti dalam proses bimbingan.
(5)
3. Ibu Dr. Wiwik Sulistyaningsih, Psikolog selaku dosen penguji. Terima kasih karena telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan masukan serta saran yang sangat berarti bagi penyempurnaan tesis ini.
4. Seluruh dosen-dosen Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, khususnya Ibu Sri Supriyantini, M.Si., Psikolog, Ibu Desvi Yanti Muchtar, M.Si., Psikolog, Ibu Ika Sari Dewi, S.Psi, Psikolog, Kak Dian Ulfasari P., M.Psi., Psikolog, Kak Fasti Rola, M.Psi., Psikolog dan Bang Tarmidi, M.Psi., Psikolog. Terima kasih atas ilmu, bimbingan dan motivasi yang telah diberikan buat penulis.
5. Bapak Supangat Triadi, SE,SS,MS selaku kepala sekolah SMP Perguruan Istiqlal Deli Tua yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di lingkungan SMP Istiqlal Deli Tua dan Bapak Ramlan, S.S. yang telah banyak membantu peneliti selama melakukan penelitian.
6. Bapak Drs. Abdurrachman selaku kepala sekolah SMP Y.P. Singosari dan Ridwan Fatoni, S.Pd. selaku Wakil Kepala Sekolah yang telah memberikan izin dan membantu penulis dalam melakukan uji coba skala penelitian.
7. Seluruh subjek penelitian yang telah bersedia berperan serta dalam penelitian. Semoga terapi yang telah diberikan dapat membantu dan bermanfaat.
8. Yayat Wihadi, S.T., Ummi, Bapak, dan Mita, yang sungguh sangat luar biasa memberikan kasih sayang, doa, perhatian, dan motivasi yang tiada henti-hentinya buat penulis. Sahabat penulis, Daeng, Irma dan Ulfa. Terima kasih atas kebersamaan yang tetap terjalin.
9. Teman-teman seperjuangan Magister Psikologi Profesi Kekhususan Psikologi Pendidikan, Angkatan V, Kak Debi (kakak terbaik bagi penulis), Kak Reni
(6)
dan Suri; Angkatan VI, Kak Ema dan Kiki; Angkatan VII, Kak Yenny dan Susi; teman-teman Angkatan V lainnya, Kak Aci, Ayu, Evi, Hirmaningsih, Indi, Ita, Wina, Elna, Mayke, Tata, Vera, Ella, Etty, Iyun, dan Meity. Teman-teman lainnya, Bang Yustian, Kak Maya, Kak Wawa, Kak Tika, Ira, Ayu, dan Ratna. Terima kasih atas kebersamaan, diskusi, dukungan dan semangat yang kita bagi bersama selama proses pendidikan ini berlangsung.
10. Para staff dan pegawai di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, Kak Eli, Bang Eko dan Yudi. Terima kasih atas pelayanan yang baik buat peneliti selama menyelesaikan pendidikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam tesis ini. Oleh karenanya penulis mengharapkan adanya masukan dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak, guna menyempurnakan tesis ini. Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dan semoga tesis ini bermanfaat.
Medan, Juni 2013 Penulis
(7)
DAFTAR ISI
Halamani
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
ABSTRAK ... xviiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 15
C. Keaslian Penelitian ... 15
D. Tujuan Penelitian ... 18
E. Manfaat Penelitian ... 18
F. Sistematika Penulisan ... 19
BAB II LANDASAN TEORI A. Bullying 1. Pengertian bullying ... 21
(8)
2. Tanda-tanda bullying ... 22
3. Pihak-pihak yang terlibat dalam perilaku bullying ... 23
4. Bentuk-bentuk bullying... 27
5. Dampak bullying... 29
B. Self Esteem 1. Pengertian self esteem ... 31
2. Aspek-aspek self esteem ... 33
3. Karakteristik individu dengan self esteem tinggi dan rendah ... 34
4. Perkembangan self esteem remaja ... 37
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi self esteem.... 41
C. Remaja dan Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) 1. Pengertian remaja ... 44
2. Pengertian siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) …. 45 3. Tugas-tugas perkembangan remaja ... 46
4. Ciri-ciri masa remaja ... 46
5. Perkembangan fisik remaja ... 49
6. Perkembangan kognitif remaja ... 50
7. Perkembangan sosial remaja ... 51
8. Perkembangan emosi remaja ... 53
D. Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) 1. Pengertian rational emotive behavior therapy (REBT) ... 53
2. Konsep teori dalam rational emotive behavior therapy (REBT) ………. 55
(9)
3. Teknik-teknik rational emotive behavior therapy (REBT) 56 4. Distorsi kognitif yang diperbaiki dalam rational emotive
behavior therapy (REBT) ... 61
5. Langkah-langkah pelaksanaan rational emotive behavior therapy (REBT) ………. 64
6. Proses rational emotive behavior therapy (REBT) ……... 76
7. Panduan pelaksanaan rational emotive behavior group therapy (REBGT) ... 82
E. Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) Untuk Meningkatkan Self Esteem Pada Remaja Korban Bullying ... 88
F. Hipotesis ... 95
BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian ... 96
B. Definisi Operasional 1. Self esteem ... 96
2. Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) ... 97
C. Subjek Penelitian ... 101
D. Metode Pengumpulan Data 1. Skala ………... 103
2. Tes psikologi ... 105
3. Lembar tugas dan buku tugas rumah subjek ... 106
4. Wawancara ………... 107 E. Prosedur Penelitian
(10)
1. Tahap persiapan penelitian ... 107
a. Penyusunan Skala Bullying……….. 107
b. Penyusunan Skala Self Esteem………. 108
c. Uji coba Skala Self Esteem……… 109
1) Validitas alat ukur ……….... 110
2) Daya beda aitem ……….. 110
3) Uji reliabilitas ………. 111
d. Hasil uji coba Skala Self Esteem……….. 112
e. Penyusunan norma kategorisasi Skala Self Esteem…... 113
f. Penyusunan modul rational emotive behavior therapy…. 114 g. Uji coba dan evaluasi modul rational emotive behavior therapy………... 126
h. Seleksi subjek penelitian ………... 127
i. Penyusunan rancangan eksperimen ……….. 129
2. Tahap pelaksanaan penelitian ... 130
F. Metode Analisa Data ... 132
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Penelitian ... 134
B. Kategorisasi Subjek Penelitian ... 135
C. Hasil Uji Asumsi 1. Uji normalitas sebaran... 136
2. Uji homogenitas varians ... 137 D. Hasil Analisis Data
(11)
1. Hasil analisis data kelompok ... 138
2. Hasil analisis data individual ... 141
a. Subjek A ………... 141
b. Subjek B ………... 148
c. Subjek C ………... 156
d. Subjek D ………... 162
e. Subjek E ………... 169
E. Pembahasan 1. Pembahasan data kelompok ... 176
2. Pembahasan data individual ... 183
3. Kelemahan penelitian ... 188
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 189
B. Saran-saran ... 189
DAFTAR PUSTAKA ... 192
(12)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Kegiatan REBT untuk Meningkatkan Self Esteem …..………... 99
Tabel 2 Indikator Keberhasilan Pengerjaan Tugas ………... 106
Tabel 3 Blue Print Skala Self EsteemSebelum Uji Coba ………. 109
Tabel 4 Blue Print Skala Self EsteemSetelah Uji Coba ………... 112
Tabel 5 Blue Print Penomoran Aitem Yang Baru Skala Self Esteem…... 113
Tabel 6 Skor Hipotetik Variabel Self Esteem………... 114
Tabel 7 Norma Kategorisasi Self Esteem……….. 114
Tabel 8 Materi Modul REBT ……… 116
Tabel 9 Hasil Seleksi Subjek Penelitian Berdasarkan Skor Skala ……… 128
Tabel 10 Jadwal Pertemuan Terapi REBT ………. 131
Tabel 11 Karakteristik Subjek Berdasarkan Usia ………... 134
Tabel 12 Karakteristik Subjek Berdasarkan Pendidikan ……… 134
Tabel 13 Karakteristik Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ……… 134
Tabel 14 Karakteristik Subjek Berdasarkan Frekuensi Mengalami Bullying…….……… 134
Tabel 15 Karakteristik Subjek Berdasarkan Inteligensi ………...….. 134
Tabel 16 Kategorisasi Subjek Berdasarkan Self Esteem………. 135
Tabel 17 Rangkuman Hasil Uji Normalitas Sebaran Skala Self Esteem….. 137
Tabel 18 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas ……… 137
(13)
Tabel 20 Hasil Uji Komparatif Kelompok Eksperimen dengan Kontrol ... 139
Tabel 21 Hasil Uji Komparatif Kelompok Eksperimen dan Kontrol ……. 140
Tabel 22 Hasil Uji Komparatif Kelompok Eksperimen dan Kontrol ……. 140
Tabel 23 Rangkuman Skor Skala Self EsteemSubjek A ……… 142
Tabel 24 Rangkuman Skor Skala Self EsteemSubjek B ……… 149
Tabel 25 Rangkuman Skor Skala Self EsteemSubjek C ……… 157
Tabel 26 Rangkuman Skor Skala Self EsteemSubjek D ……… 163
Tabel 27 Rangkuman Skor Skala Self EsteemSubjek E ……… 170
Tabel 28 Rangkuman skor self esteem setiap subjek kelompok eksperimen ………...…… 183
(14)
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1 Kerangka teoritis penelitian ……… 94 Gambar 2 Rancangan eksperimen ……….. 130 Gambar 3 Perbandingan skor self esteem antara subjek A dengan mean
kelompok REBT ………. 142 Gambar 4 Perbandingan skor self esteem antara subjek B dengan mean
kelompok REBT ……….. 149 Gambar 5 Perbandingan skor self esteem antara subjek C dengan mean
kelompok REBT ……… 156 Gambar 6 Perbandingan skor self esteem antara subjek D dengan mean
kelompok REBT ……….. 163 Gambar 7 Perbandingan skor self esteem antara subjek E dengan mean
kelompok REBT ……… 170 Gambar 8 Perbandingan mean (rerata) self esteem kelompok
eksperimen dengan kelompok kontrol ……….. 176 Gambar 9 Perbandingan rerata skor pretest, post test, dan follow up…. 177
(15)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Data Mentah Skor Uji Coba Skala Self Esteem……… 1
Lampiran 2 Analisa I Reliabilitas Skala Uji Coba ……...……… 19
Lampiran 3 Analisa II Reliabilitas Skala Uji Coba ……...………. 26
Lampiran 4 Analisa III Reliabilitas Skala Uji Coba ……...……..……….. 31
Lampiran 5 Skala Bullying dan Self Esteem……….. 35
Lampiran 6 Lembar Harapan Peserta ………... 43
Lampiran 7 Draf Tata Tertib Terapi ………. 44
Lampiran 8 Lembar Tugas 1 (Peristiwa, Pikiran, Perasaan, Serta Perilaku . 45 Lampiran 9 Lembar Materi Self Esteem………... 46
Lampiran 10 Lembar Tugas 2 (My Self Esteem) ……… 51
Lampiran 11 Lembar Tugas 3 (Negative Self - Stateman) ………. 52
Lampiran 12 Lembar Tugas 4 (Fakta vs Opini) ………. 53
Lampiran 13 Lembar Tugas 5 (Positive Self-Statement) ……… 54
Lampiran 14 Lembar Tugas 6 (Hal Positif Dariku) ………... 55
Lampiran 15 Lembar Tugas 7 (Komitmen Perubahan) ……….. 56
Lampiran 16 Lembar Tugas 8 (Daftar Hadiah) ……….. 57
Lampiran 17 Buku Tugas Rumah ……….. 58
Lampiran 18 Pedoman Wawancara ……… 64
Lampiran 19 Data Skor Self Esteem Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Saat Pretest ……….. 65 Lampiran 20 Data Skor Self Esteem Kelompok Eksperimen dan Kelompok
(16)
Kontrol Saat Post Test 1 ………... 66 Lampiran 21 Data Skor Self Esteem Kelompok Eksperimen dan Kelompok
Kontrol Saat Post Test 2……… 67 Lampiran 22 Data Skor Self Esteem………... 68 Lampiran 23 Rangkuman Data Skor Aspek-Aspek Self Esteem…………... 68 Lampiran 24 Deskripsi Mean Hipotetik Kelompok Eksperimen
Berdasarkan Aspek Self Esteem………. 68 Lampiran 25 Hasil Uji Asumsi……… 69 Lampiran 26 Hasil Uji Wilcoxon Kelompok Eksperimen (Pretest dengan
Post Test1) ………... 70 Lampiran 27 Hasil Uji Wilcoxon Kelompok Eksperimen (Post Test 1
dengan Post Test2) ……….. 71
Lampiran 28 Hasil Uji Wilcoxon Kelompok Kontrol (Pretest dengan Post
Test1) ………... 72 Lampiran 29 Hasil Uji Wilcoxon Kelompok Kontrol (Post Test 1 dengan
Post Test1) ………... 73 Lampiran 30 Hasil Uji Mann-Whitney Test Antara Kelompok Eksperimen
dan Kontrol (Pretest, Post Test 1 dan Post Test2) …………... 74 Lampiran 31 Modul REBT ………. 75 Lampiran 32 Slide Self Esteem ………... 94 Lampiran 33 Slide Wortel, Telur dan Kopi ……… 97 Lampiran 34 Surat Permohonan Izin Melakukan Uji Coba Skala …………. 101 Lampiran 35 Surat Balasan Izin Melakukan Uji Coba Skala ……… 102 Lampiran 36 Surat Permohonan Izin Melakukan Intervensi ……….. 103
(17)
Lampiran 37 Surat Balasan Izin Melakukan Intervensi ………. 104 Lampiran 38 Informed Consent………... 105
(18)
EFEKTIVITAS RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) UNTUK MENINGKATKAN SELF ESTEEM PADA
SISWA SMP KORBAN BULLYING
Rosya Linda Hasibuan dan Rr. Lita Hadiati Wulandari Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas rational emotive behavior therapy (REBT) untuk meningkatkan self esteem pada siswa SMP korban bullying. Rational emotive behavior therapy adalah terapi yang berusaha mengubah pikiran irasional menjadi rasional sehingga subjek memiliki perasaan berharga, mampu, dan diterima. Terapi berlangsung selama 10 jam yang disajikan dalam 4 sesi dan setiap sesinya berlangsung sekitar 2,5 jam.
Subjek penelitian adalah 10 siswa SMP korban bullying secara fisik, verbal dan relasional, memiliki self esteem yang rendah dan skor IQ minimal rata-rata serta dibagi secara acak 5 ke dalam kelompok eksperimen dan 5 kelompok kontrol. Metode pengumpulan data menggunakan Skala Self Esteem, lembar tugas, buku rumah subjek dan wawancara. Analisis data adalah statistik nonparametrik, yakni uji komparatif (Mann Whitney dan Wilcoxon) untuk membandingkan perubahan skor self esteem pada kelompok eksperimen dan kontrol.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa rational emotive behavior therapy terbukti efektif meningkatkan self esteem dari kategori rendah (pretest) menjadi kategori sedang (post test) dan tetap bertahan setelah 2 minggu perlakuan (p < 0,05). Hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa rational emotive behavior therapy akan memberikan hasil yang lebih optimal apabila diberikan kepada subjek yang memiliki kapasitas intelektual rata-rata atas dan aktif selama sesi terapi berlangsung.
(19)
THE EFFECTIVENESS OF RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) TO INCREASE SELF ESTEEM ON
JUNIOR HIGH SCHOOL - BULLIED VICTIM
Rosya Linda Hasibuan dan Rr. Lita Hadiati Wulandari Abstract
This research is aimed to investigate the effectiveness of rational emotive behavior therapy (REBT) in order to increase self esteem on junior high school – bullied victim. Rational emotive therapy is a therapy that aimed at changing irrational to be rational thinking so subject may feel him/herself valuable, adequate and accepted. Therapy takes place for ten hours and presented in four sessions with each session takes place about 2,5 hours.
Subjects are 10 junior high school – students who physically, verbally and relationally bullied, have low self-esteem and score averagely minimum for IQ. They were divided randomly into five experimental groups and five control groups. Data were collected using Self-Esteem Scale, task sheet, subject house book and interview. Data analysis used non-parametcric statistics, that was comparative test (Mann Whitney and Wilcoxon) to compare the alteration of self-esteem scores on experimental and control groups.
The results showed that rational emotive behavior therapy proven to be effective to increase self-esteem from low-category (pretest) to medium-category (post-test) and remains two weeks after the treatment given (p < 0,05). Analysis of qualitative data showed that rational emotive behavior therapy will be more optimal if given to a subject whose intellectual capacity is upper average and is actively involved when therapy is taking place.
(20)
EFEKTIVITAS RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) UNTUK MENINGKATKAN SELF ESTEEM PADA
SISWA SMP KORBAN BULLYING
Rosya Linda Hasibuan dan Rr. Lita Hadiati Wulandari Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas rational emotive behavior therapy (REBT) untuk meningkatkan self esteem pada siswa SMP korban bullying. Rational emotive behavior therapy adalah terapi yang berusaha mengubah pikiran irasional menjadi rasional sehingga subjek memiliki perasaan berharga, mampu, dan diterima. Terapi berlangsung selama 10 jam yang disajikan dalam 4 sesi dan setiap sesinya berlangsung sekitar 2,5 jam.
Subjek penelitian adalah 10 siswa SMP korban bullying secara fisik, verbal dan relasional, memiliki self esteem yang rendah dan skor IQ minimal rata-rata serta dibagi secara acak 5 ke dalam kelompok eksperimen dan 5 kelompok kontrol. Metode pengumpulan data menggunakan Skala Self Esteem, lembar tugas, buku rumah subjek dan wawancara. Analisis data adalah statistik nonparametrik, yakni uji komparatif (Mann Whitney dan Wilcoxon) untuk membandingkan perubahan skor self esteem pada kelompok eksperimen dan kontrol.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa rational emotive behavior therapy terbukti efektif meningkatkan self esteem dari kategori rendah (pretest) menjadi kategori sedang (post test) dan tetap bertahan setelah 2 minggu perlakuan (p < 0,05). Hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa rational emotive behavior therapy akan memberikan hasil yang lebih optimal apabila diberikan kepada subjek yang memiliki kapasitas intelektual rata-rata atas dan aktif selama sesi terapi berlangsung.
(21)
THE EFFECTIVENESS OF RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) TO INCREASE SELF ESTEEM ON
JUNIOR HIGH SCHOOL - BULLIED VICTIM
Rosya Linda Hasibuan dan Rr. Lita Hadiati Wulandari Abstract
This research is aimed to investigate the effectiveness of rational emotive behavior therapy (REBT) in order to increase self esteem on junior high school – bullied victim. Rational emotive therapy is a therapy that aimed at changing irrational to be rational thinking so subject may feel him/herself valuable, adequate and accepted. Therapy takes place for ten hours and presented in four sessions with each session takes place about 2,5 hours.
Subjects are 10 junior high school – students who physically, verbally and relationally bullied, have low self-esteem and score averagely minimum for IQ. They were divided randomly into five experimental groups and five control groups. Data were collected using Self-Esteem Scale, task sheet, subject house book and interview. Data analysis used non-parametcric statistics, that was comparative test (Mann Whitney and Wilcoxon) to compare the alteration of self-esteem scores on experimental and control groups.
The results showed that rational emotive behavior therapy proven to be effective to increase self-esteem from low-category (pretest) to medium-category (post-test) and remains two weeks after the treatment given (p < 0,05). Analysis of qualitative data showed that rational emotive behavior therapy will be more optimal if given to a subject whose intellectual capacity is upper average and is actively involved when therapy is taking place.
(22)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah salah satu lembaga formal yang ditempuh oleh sebagian besar individu untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan moral. Lingkungan pendidikan seharusnya dapat menjadi sebuah wadah yang sehat, kondusif dan aman agar individu dapat bereksplorasi dan mengembangkan diri di dalamnya. Akan tetapi akhir-akhir ini kerap terjadi berbagai perilaku dan aksi kekerasan yang mengkhawatirkan di lingkungan pendidikan, baik yang dilakukan guru terhadap siswa maupun antar siswa. Salah satu fenomena yang cukup banyak beredar di media adalah kasus kekerasan antar siswa yang terjadi di lingkungan sekolah yang dikenal dengan istilah bullying. Bullying merupakan tindakan intimidasi yang dilakukan secara berulang-ulang oleh pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lebih lemah, dilakukan dengan sengaja dan bertujuan untuk melukai korbannya secara fisik maupun emosional (Coloroso, 2007).
Menurut Rigby (dalam Astuti, 2008), bullying merupakan perilaku agresi yang dilakukan secara berulang-ulang dan terus menerus, terdapat kekuatan yang tidak seimbang antara pelaku dan korbannya, serta bertujuan untuk menyakiti dan menimbulkan rasa tertekan bagi korbannya. Coloroso (2007) menyatakan bahwa bullying dapat terjadi dalam tiga bentuk yaitu bullying secara fisik, verbal dan relasional. Bullying secara fisik dapat berupa perilaku menyakiti seperti memukul, mencekik, meninju, menyikut, menendang,
(23)
menggigit, memiting, meludahi, merusak pakaian dan barang-barang korbannya. Bullying secara verbal dapat berupa memberikan nama julukan, celaan, fitnah, kritik kejam, penghinaan, e-mail yang mengintimidasi, mengirimkan pesan singkat atau surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan, gosip, telepon yang kasar, dan pernyataan-pernyataan yang bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual. Sementara bullying secara relasional dapat berupa pelemahan harga diri korbannya secara sistematis melalui mengabaian, pengucilan, pengecualian, atau penghindaran serta digunakan untuk mengasingkan atau menolak korban secara sengaja dan merusak persahabatan. Bullying secara relasional dapat juga berupa sikap tersembunyi seperti pandangan yang agresif, helaan nafas, cibiran, tawa mengejek, lirikan mata dan bahasa tubuh yang kasar.
Studi yang dilakukan di berbagai negara menunjukkan bahwa persentase siswa yang mengalami bullying meningkat dan bervariasi setiap harinya (Duncan dalam Aluedse, 2006). Bullying akan mencapai puncaknya pada kelompok usia remaja awal (Zeigler & Manner dalam Coloroso, 2003) dan telah marak terjadi dalam institusi pendidikan di berbagai belahan negara (Kenny et.al; McEachern dkk. dalam Aluedse, 2006). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nansel dkk. (dalam Fleming dan Towey, 2002) terhadap 15.600 siswa tingkat 6 sampai 10 di Amerika pada tahun 2001 menunjukkan bahwa sekitar 17% dari siswa pernah menjadi korban bullying dengan frekuensi kadang-kadang dan sering selama masa sekolah, 19% melakukan bullying pada orang lain dengan frekuensi kadang-kadang dan sering, dan 6% dari seluruh sampel menjadi pelaku dan korban bullying.
(24)
Bullying juga menjadi masalah umum di Kanada, 8% dari siswa di Kanada menjadi korban bullying, biasanya sekali per minggu bahkan lebih. Selain itu survei di Ontario selama tahun ajaran 2001 menunjukkan bahwa sebanyak sepertiga sampai seperempat dari sekitar 225.000 siswa terlibat dalam beberapa bentuk bullying, baik sebagai korban atau sebagai pelaku (McEachhern, et al. dalam Aluedse, 2006). Survei yang dilakukan oleh Galea dkk. (2010) di Rumania pada 264 siswa (141 perempuan dan 123 laki-laki; 112 siswa dari kelas 5-6 dan 152 siswa dari kelas 7-8) dengan rentang usia antara 10 dan 14 tahun menunjukkan bahwa 3,8% dari siswa mengalami bullying sekali seminggu atau lebih dalam 3 bulan terakhir, dan 40,5% dari siswa mengalami bullying lebih sering dari seminggu sekali dalam 3 bulan terakhir. Selain itu penelitian juga dilakukan oleh Wang dkk. (2009) yang menguji bentuk-bentuk perilaku bullying pada 7.508 remaja di Amerika dan hubungannya dengan karakterisitik demografik, dukungan orangtua dan teman. Salah satu hasilnya diperoleh bahwa sebesar 20,8% remaja mengalami bullying secara fisik, 53,6% secara verbal, 51,4% secara sosial, dan 13,6% melalui elektronik, paling tidak sekali dalam dua bulan terakhir.
Bullying tidak hanya terjadi di luar negeri saja, tetapi juga telah marak terjadi di Indonesia. Meskipun belum ada survey secara keseluruhan yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar presentasi kasus bullying di seluruh Indonesia, akan tetapi sudah cukup banyak terjadi kasus bullying di lingkungan sekolah dan cukup marak diberitakan di media. Misalnya kasus bullying yang cukup menggemparkan di Indonesia adalah kasus remaja berusia 13 tahun yang bernama Fifi Kusrini yang mengakhiri nyawanya
(25)
dengan menggantung diri di dalam kamar mandi. Kematian siswi sekolah dasar ini dipicu oleh rasa minder dan frustrasi karena sering diejek sebagai anak tukang bubur oleh teman-teman sekolahnya. Selain itu Linda Utami yang merupakan remaja berusia 15 tahun dan berdomisili di Jakarta juga mengalami bullying berupa ejekan dari temannya karena tidak naik kelas sehingga membuatnya depresi (dalam Suryanto, 2007).
Kasus bullying di atas hanya beberapa dari sekian kasus yang terjadi dalam institusi pendidikan di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Yayasan Sejiwa, dan LSM PLAN Indonesia pada tahun 2008 terhadap remaja di tiga kota besar, yakni di Jakarta, Surabaya dan Yogyakarta, menemukan sekitar 67% dari 1500 remaja yang dijadikan responden, pernah mengalami bullying di sekolahnya. Selain itu bullying juga terjadi di beberapa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kota Medan. Berdasarkan hasil penelitian Sonia (2009) mengenai perbedaan depresi ditinjau dari kategori bullying dan jenis kelamin siswa pada beberapa Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Medan Petisah, diketahui bahwa dari 214 remaja, 83 orang dikategorikan sebagai pelaku bullying (bully), 63 orang sebagai korban (victim), 68 orang sebagai bully-victim (pelaku dan korban), dan 186 orang tergolong neutral yaitu yang melakukan atau mengalami bullying satu sampai dua kali dalam beberapa bulan terakhir.
Penelitian di Medan juga dilakukan oleh Tampubolon (2010) tentang hubungan persepsi terhadap budaya sekolah dengan perilaku bullying pada siswa Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Medan Petisah. Salah satu hasilnya menunjukkan bahwa dari 79 orang siswa-siswi SMP, sekitar 13,9%
(26)
(11 siswa) dikategorikan terlibat perilaku bullying tinggi, 67,1% (53 siswa) dikategorikan terlibat perilaku bullying sedang, dan 19% (15 siswa) dikategorikan terlibat perilaku bullying rendah. Bentuk perilaku bullying yang paling sering dilakukan siswa adalah physical bullying (41,44%), menyusul verbal bullying (31,19%), dan relational bullying (28,47%).
Banyaknya fenomena bullying yang terjadi dalam institusi pendidikan karena ada beberapa karakteristik siswa yang membuatnya rentan menjadi korban bullying. Siswa yang umumnya menjadi korban bullying adalah siswa yang lemah, pemalu, pendiam dan spesial (cacat, tertutup, pandai, cantik, atau memiliki ciri fisik tertentu) yang dapat menjadi bahan ejekan (Astuti, 2008). Selanjutnya Coloroso (2007) menyatakan bahwa siswa yang termuda di sekolah, siswa yang memasuki lingkungan baru, cerdas, berbakat, memiliki kelebihan, memiliki postur tubuh yang gemuk atau kurus, memiliki ciri fisik yang berbeda, mengalami ketidakcakapan mental atau fisik, pernah mengalami trauma, penurut, perilakunya dianggap mengganggu, tidak suka berkelahi tetapi lebih suka menyelesaikan konflik tanpa kekerasan, pemalu, miskin atau kaya, serta siswa yang dipandang memiliki ras etnis, orientasi gender dan agama yang inferior akan lebih rentan menjadi korban bullying.
Sementara menurut Coloroso (2007), karakteristik yang dimiliki pelaku bullying antara lain suka mendominasi orang lain, suka memanfaatkan orang lain untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, sulit melihat situasi dari sudut pandang orang lain, hanya peduli dengan kebutuhan dan kesenangan mereka sendiri, cenderung melukai remaja lain ketika tidak ada orang dewasa di sekitar mereka, memandang teman yang lebih lemah untuk dijadikan
(27)
korban, menggunakan kesalahan, kritikan dan tuduhan yang keliru untuk memproyeksikan ketidakcakapan mereka kepada targetnya, tidak mau bertanggung jawab atas tindakannya, tidak memiliki pandangan terhadap masa depan, dan haus pada perhatian. Hal tersebut juga sejalan dengan yang dikemukakan Olweus (2003) bahwa siswa yang memiliki sikap positif terhadap kekerasan memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan bullying. Selain itu pelaku bullying memiliki tingkah laku yang cenderung impulsif, memiliki keinginan untuk mendominasi orang lain, kurang atau tidak berempati kepada korban dan cenderung memandang positif diri sendiri.
Hasil survey yang dilakukan Smith pada 21 negara yang ada di benua Amerika, Eropa, Afrika, Asia, dan Australia menunjukkan bahwa fenomena bullying merupakan masalah yang harus segera ditangani secara serius (dalam Rigby, 2004) karena bullying akan menimbulkan dampak yang sangat merugikan, tidak hanya bagi korban tetapi juga bagi pelakunya (Craig & Pepler, 2007). Menurut Coloroso (2006) pelaku bullying akan terperangkap dalam peran sebagai pelaku bullying, mereka tidak dapat mengembangkan hubungan yang sehat, kurang cakap dalam memandang sesuatu dari perspektif lain, tidak memiliki empati, serta menganggap bahwa dirinya kuat dan disukai sehingga dapat mempengaruhi pola hubungan sosialnya di masa yang akan datang. Sementara dampak negatif bagi korbannya adalah akan timbul perasaan depresi dan marah. Mereka marah terhadap diri sendiri, pelaku bullying, orang dewasa dan orang-orang di sekitarnya karena tidak dapat atau tidak mau menolongnya. Hal tersebut kemudian mulai mempengaruhi prestasi
(28)
akademik para korbannya. Mereka mungkin akan mundur lebih jauh lagi ke dalam pengasingan karena tidak mampu mengontrol hidupnya dengan cara-cara yang konstruktif.
Menurut Peterson (dalam Berthold dan Hoover, 2000), bullying akan mempengaruhi self esteem korbannya dan hal tersebut merupakan pengaruh yang ditimbulkan dari pengaruh jangka panjang. Demikian pula Olweus (dalam Berthold dan Hoover, 2000) menyatakan bahwa bullying memiliki pengaruh yang besar bagi kehidupan korbannya hingga dewasa. Saat masa sekolah akan menimbulkan depresi dan perasaan tidak bahagia untuk mengikuti sekolah, karena dihantui oleh perasaan cemas dan ketakutan. Selain itu menurut Swearer, dkk. (2010) korban bullying juga merasa sakit, menjauhi sekolah, prestasi akademik menurun, rasa takut dan kecemasan meningkat, adanya keinginan bunuh diri, serta dalam jangka panjang akan mengalami kesulitan-kesulitan internal yang meliputi rendahnya self esteem, kecemasan, dan depresi.
Korban bullying cenderung merasa takut, cemas, dan memiliki self esteem yang lebih rendah dibandingkan anak yang tidak menjadi korban bullying (Olweus, Rigby, & Slee, dalam Aluedse, 2006). Duncan (dalam Aluedse, 2006) juga menyatakan bila dibandingkan dengan anak yang tidak menjadi korban bullying, korban bullying akan memiliki self esteem yang rendah, kepercayaan diri rendah, penilaian diri yang buruk, tingginya tingkat depresi, kecemasan, ketidakmampuan, hipersensitivitas, merasa tidak aman, panik dan gugup di sekolah, konsentrasi terganggu, penolakan oleh rekan atau teman,
(29)
menghindari interaksi sosial, lebih tertutup, memiliki sedikit teman, terisolasi, dan merasa kesepian.
Penelitian yang dilakukan di Swedia mengenai dampak bullying terhadap korbannya menunjukkan bahwa remaja yang saat berusia 16 tahun pernah mengalami bullying akan mengalami penurunan self esteem dan peningkatan kadar depresi (Olweus dalam Arseneault, dkk., 2009). Demikian pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hawker dan Boulton yang menunjukkan bahwa korban bullying cenderung merasa kesepian, depresi dan memiliki self esteem yang rendah (dalam Beran & Shapiro, 2005). Korban bullying cenderung menunjukkan gejala peningkatan kecemasan dan depresi (Hodges & Perry dalam Arseneault dkk., 2009), self esteem yang rendah dan keterampilan sosial yang buruk (Egan & Perry, dalam Arseneault, dkk., 2009). Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Craig; Nansel dkk.; Slee; Rigby; dan Tehrani juga menemukan bahwa bullying memiliki dampak negatif bagi korbannya antara lain korbannya merasakan kecemasan, kesepian, depresi, stres, melakukan tindakan bunuh diri dan absen dari sekolah (dalam Schoen & Schoen, 2010). Selain itu self esteem korbannya juga menjadi rendah (Hodges & Perry dalam Schoen & Schoen, 2010). Akibat kejadian bullying yang dialami korban, korban yang pada awalnya memiliki self esteem yang rendah (Collins & Bell, dalam Moutappa, 2004) akan semakin mengalami penurunan self esteem (Bjorkqvist dkk.; Boulton & Smith; Callaghan & Joseph; Olweus; Rigby & Slee, dalam Pontzer, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Riauskina dkk. (2005), juga menemukan bahwa korban merasakan banyak emosi negatif (marah, dendam, kesal,
(30)
tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman, terancam) ketika mengalami bullying, namun tidak berdaya menghadapi kejadian bullying yang menimpa mereka. Dalam jangka panjang emosi-emosi tersebut dapat berujung pada munculnya perasaan rendah diri dan merasa bahwa dirinya tidak berharga.
Uraian sebelumnya menunjukkan bahwa salah satu dampak yang dialami korban bullying adalah perubahan self esteem menjadi lebih rendah. Self esteem merupakan penilaian sesorang terhadap gambaran dirinya dalam berbagai aspek kehidupan (Pintrich & Schunk dalam Woolfolk, 2004). Self esteem merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu berdasarkan pada seberapa mampu mereka dalam menjalankan tugas, seberapa baik mereka memenuhi standart etis atau agama, seberapa besar mereka merasa dicintai dan merasa diterima oleh lingkungannya, dan seberapa besar pengaruh yang mereka miliki (Coopersmih dalam Mruk, 2006).
Remaja dengan self esteem tinggi lebih sering merasa senang dan bahagia, memandang hidup secara positif, dapat mengambil sisi positif dari kejadian yang dialaminya serta dapat berpikir secara konstruktif. Sementara remaja dengan self esteem rendah lebih sering mengalami emosi yang negatif (stress, sedih, marah), memandang hidup dan berbagai kejadian dalam hidup sebagai hal yang negatif, sulit berinteraksi, berhubungan dekat dan percaya pada orang lain, serta berpikir dengan kurang konstruktif (Rosenberg & Owens dalam Guindon, 2010). Hal yang senada juga dinyatakan oleh Branden (1994) bahwa remaja dengan self esteem rendah memiliki pikiran irasional mengenai dirinya, tidak berani mencari tantangan baru, memiliki perasaan tidak berguna, kurang
(31)
memiliki aspirasi dan usaha untuk mencapai tujuannya, serta membatasi diri saat berhubungan dengan orang lain.
Self esteem penting bagi remaja karena dapat membantu remaja dalam pencarian identitas dirinya, yang merupakan salah satu tugas perkembangan yang krusial pada masa remaja (Ericson dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2001). Melalui self esteem, seorang remaja dapat mengevaluasi dirinya sendiri berdasarkan pada perasaan keberhargaan dirinya yang bisa berupa perasaan-perasaan positif atau negatif (Rosenberg dalam Mruk, 2006).
Adanya masalah self esteem pada seorang remaja dapat mempengaruhi perkembangannya. Remaja membutuhkan self esteem yang positif agar dapat mencapai keberhasilan dalam berbagai aspek. Apabila tidak mendapatkan perhatian yang serius, masalah rendahnya self esteem ini dapat menimbulkan efek yang jauh lebih negatif (Santrock, 2007). Penelitian yang dilakukan Redden pada tahun 2000 menemukan bahwa self esteem yang cenderung tinggi memiliki hubungan yang erat dengan motivasi instrinsik dan prestasi akademis yang lebih baik (dalam Patil, dkk., 2009). Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Mann dkk. menemukan bahwa individu dengan self esteem rendah menunjukkan keberhasilan yang rendah di sekolah (dalam Bos, Murris, Mulkens & Schaalma, 2006). Dari segi hubungan sosial, penelitian yang dilakukan Donders dan Verschueren menemukan bahwa individu dengan self esteem rendah biasanya kurang diterima oleh teman-temannya (dalam Bos, Murris, Mulkens & Schaalma, 2006).
Robson (dalam Coetzee, 2009) menyatakan remaja yang memiliki masalah self esteem cenderung memiliki masalah interpersonal, mengalami kegagalan
(32)
akademis, ketergantungan, perlawanan terselubung, dan merasa depresi. Selain itu mereka juga mengalami kecemasan, merasa terasing, tidak dicintai, menarik diri dari situasi sosial, kurang mampu memecahkan masalah dan sulit mengambil keputusan, cenderung menerima umpan balik negatif sebagai sesuatu yang benar, serta berkurangnya kepuasan terhadap penyelesaian kerja.
Berdasarkan uraian sebelumnya diketahui bahwa dampak bullying bagi remaja yang menjadi korbannya dapat membuat self esteem korbannya menjadi rendah. Padahal self esteem bagi remaja sangat penting karena berpengaruh dalam menentukan kesuksesan dan kegagalan diberbagai tugas kehidupan remaja (Andrews; Harter dalam Boden, Ferfusson & Horwood, 2008). Semakin muda usia individu, maka perubahan self esteem yang dialami akan dapat bertahan lebih lama (Koniak-Griffin dalam Coetzee, 2009). Oleh sebab itu, peneliti berpendapat perlu segera dilakukan usaha untuk meningkatkan self esteem korban bullying yaitu melalui intervensi rational emotive behavior therapy (REBT).
Self esteem yang rendah pada korban bullying ditunjukkan oleh adanya pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan irasional yaitu mereka berpikir kalau mereka lebih bodoh dan lebih lemah dibandingkan pelaku bullying, serta merasa kalau mereka memang pantas mengalami bullying. Hal ini senada dengan penuturan oleh salah satu remaja (siswa SMP) korban bullying.
“Aku memang ngerasa aku lemah kak dibandingkan dia. Trus aku memang bodoh dari dia, makanya dia suka ngejek-ngejak aku. Pernah kemarin aku salah ngerjain tugas di papan tulis, lansunglah dia ngejek aku. Kurasa pun aku ya memang bodoh lah.”
(33)
“Aku rasa aku memang gak akan sanggup ngelawan mereka kak. Aku ini apa lah. Gak kuat, badanku kecil. Mereka besar-besar. Makanya aku yang suka disuruh-suruh dan dipukul kalau gak mau nurutin kata-kata mereka.” (Komunikasi Personal, 20 April 2013)
Korban bullying juga takut untuk datang ke sekolah karena mereka berpikir akan mengalami bullying bila mereka tiba di sekolah. Mereka merasa kalau semua orang memandang mereka secara negatif dan merasa tidak mampu meraih kesuksesan dalam hidupnya (Elliott, 2002).
“Aku malas datang ke sekolah, kalau aku datang, mereka setiap hari ngejek-ngejek aku, ngetawain aku. Apapun mereka lakukan biar aku sedih.”
(Komunikasi Personal, 20 April 2013)
Ngapain ke sekolah, kawanku jahat-jahat. Bisanya cuma jahatin aku. Aku diejek, didorong-dorong, ditokok kepalaku, malas aku. Bagusan di rumah, tenang. Aku pun pernah bilang sama orangtuaku, aku gak mau lagi sekolah, tapi orangtuaku gak bolehin kak.”
(Komunikasi Personal, 20 April 2013)
Gak tau juga aku kenapa mereka gitu. Mungkin aku bodoh, nilaiku jelek, aku gak pande bergaya kayak mereka.”
(Komunikasi Personal, 20 April 2013)
Self esteem yang rendah pada korban bullying diharapkan dapat ditingkatkan karena REBT merupakan salah satu intervensi psikologis yang dapat memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, pikiran, keyakinan serta pandangan-pandangan seseorang yang irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis agar individu dapat mengembangkan diri (Ellis, 2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Bhandari & Reddy (dalam Ravichandra dkk., 2007) menunjukkan bahwa dalam 6 sesi terapi dengan durasi persesi selama 1 jam, REBT telah berhasil dalam meningkatkan self esteem remaja perempuan yang berusia 19 tahun dan membantu mengurangi pikiran-pikiran
(34)
dan perasaan-perasaan irasional yang mengarah pada penurunan self esteem. DiGiuseppe (dalam Ollendick & Schroeder, 2003) juga menyatakan bahwa REBT telah berhasil dalam mengatasi masalah self esteem yang rendah, depresi, kecemasan, ketakutan, dan fobia pada sesuatu hal, serta mengatasi bullying, vandalism, underachievement, agresi, obesitas, dan isolasi sosial.
Beberapa tokoh menyatakan bahwa REBT dapat mengatasi self esteem yang rendah. Selain itu juga dapat mengatasi masalah seperti fobia, kemarahan, depresi, underachievement, motivasi yang rendah, masalah hubungan interpersonal, kecemasan, impulsif, perilaku menyontek, agresi, dan perfoma kerja (Bernard, Ellis & Tafrate, Wilde, Yankura dalam Vernon, 2002). Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan Rieckert (2000) terhadap 28 orang wanita yang mempunyai riwayat kekerasan seksual pada masa kanak-kanak, menunjukkan bahwa REBT secara signifikan dapat meningkatkan self esteem mereka. Selain itu REBT juga dapat mengurangi depresi, kemarahan, perasaan bersalah, dan kecemasan pada mereka.
Dalam penelitian ini REBT akan disajikan dalam kelompok yang dikenal dengan rational emotive behavior group therapy (REBGT). Ellis telah berhasil menggunakan REBGT sejak tahun 1959 dan biasanya REBGT lebih efektif daripada REBT individu dalam menangani suatu masalah psikologis (Ellis & Bernard, 2006), karena anggota kelompok akan menyadari bahwa mereka tidak hanya sendiri dalam menghadapi masalahnya, tetapi anggota lain juga mengalami permasalahan yang sama dengan dirinya, dan setiap anggota dapat saling memberikan dukungan dan menjadi sumber inspirasi yang sangat baik bagi anggota lainnya. Selain itu anggota dalam REGBT juga dapat saling
(35)
memberi dan menerima saran, pendapat serta umpan balik dari anggota lainnya, yang tentunya tidak terdapat pada REBT yang disajikan secara individual (Corey & Corey dalam Ellis & Bernard, 2006).
Penelitian yang dilakukan oleh Ford (dalam Ellis & Bernard, 2006) menunjukkan bahwa REBGT telah sukses digunakan untuk membantu meningkatkan self esteem dan mengatasi berbagai gangguan seperti masalah kecemasan, gangguan penyesuaian, dan ketidakmampuan belajar. Disamping itu Dryden (dalam Christner, Jessica & Freeman, 2007) menyatakan bahwa REBGT telah digunakan untuk menangani berbagai masalah seperti self esteem, depresi, kecemasan interpersonal, bulimia, ADHD, dan masalah perkawinan.
Berdasarkan pertimbangan dari penelitian sebelumnya bahwa REBT cukup efektif dalam meningkatkan self esteem, dapat merubah perasaan maupun pemikiran irasional dan proses berfikir yang salah, serta dengan pertimbangan bahwa REBT lebih efektif digunakan dalam kelompok (REBGT), maka peneliti tertarik untuk menggunakan REBT yang disajikan dalm kelompok sebagai cara untuk meningkatkan self esteem siswa korban bullying.
Dalam penelitian ini, peneliti berfokus pada siswa korban bullying yang berusia 12-15 tahun yang tergolong dalam kategori remaja awal (Monks, 2004). Menurut Sulaeman (1995), siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) secara kronologis berusia antara 12-15 tahun. Oleh sebab itu, penelitian ini berfokus pada siswa SMP yang berusia 12-15 tahun dan tergolong dalam kategori remaja awal.
(36)
Berfokus pada siswa SMP yang berada pada tahap remaja awal dilakukan dengan pertimbangan bahwa puncak terjadinya bullying berada pada kelompok usia remaja awal (Zeigler & Manner, dalam Coloroso, 2003), dan Banks (1997) mengatakan bahwa direct bullying akan meningkat pada masa Sekolah Dasar dan mencapai puncaknya pada masa SMP (pada usia remaja awal), sehingga diperkirakan akan berpeluang lebih memberikan dampak buruk pada self esteem remaja siswa SMP. Sementara self esteem sangat penting bagi seorang remaja karena berpengaruh dalam menentukan kesuksesan dan kegagalan diberbagai tugas kehidupan remaja. Bahkan dapat menimbulkan dampak yang lebih serius dalam waktu jangka panjang. Dengan demikian, peneliti memandang masalah self esteem pada remaja siswa SMP perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimana efektivitas rational emotive behavior therapy (REBT) dalam meningkatkan self esteem pada siswa SMP korban bullying.
C. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang bullying telah banyak dilakukan, baik untuk melihat epidemiologi, etiologi, maupun efektivitas intervensi. Penelitian tentang etiologi bullying misalnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Pandiangan (2011), yang meneliti tentang hubungan antara pengaruh dukungan sosial
(37)
terhadap depresi pada remaja awal korban bullying. Penelitian tentang treatmen misalnya penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2005) tentang pembentukan jaringan orangtua siswa untuk mengatasi bullying di SMA di Jakarta, Widyaatmaja (2006) tentang strategi reeducative untuk mengurangi perilaku bullying verbal pada siswa SMA, Khairani (2006) tentang pencegahan perilaku bullying di sekolah dasar menggunakan modul program pendidikan, Gultom (2006) tentang upaya pengurangan kasus bullying dengan menanamkan pemahaman dan awareness mengenai bullying pada guru-guru SMA di Jakarta, dan Warouw (2007) tentang memberdayakan guru dalam upaya mengurangi bullying dengan Appreciative Inquiry. Akan tetapi belum ada penelitian lain yang menggunakan treatmen REBT dalam kelompok untuk mengatasi self esteem pada korban bullying.
Penelitian tentang rational emotive behavior therapy (REBT), juga telah banyak dilakukan pada anak-anak maupun remaja dan orang dewasa untuk mengatasi berbagai masalah selain self esteem, misalnya penelitian yang dilakukan oleh Siburian dkk. (2010) tentang pengaruh rational emotive behavioral therapy (REBT) dalam menurunkan kecemasan menghadapi masa depan pada penyalahguna NAPZA di panti rehabilitasi, penelitian Hartanto (2009) tentang penggunaan REBT untuk mereduksi perilaku mencontek pada siswa SMP, dan penelitian yang dilakukan oleh Akbar (2012) tentang penggunaan REBT dalam mereduksi perilaku mencontek pada siswa SMA. Selain itu juga terdapat penelitian yang dilakukan oleh Wairata (1998) mengenai efektivitas pelatihan REBT terhadap peningkatan self efficacy pada underachiever, dan penelitian Weliangan dan Taganing (2009) tentang
(38)
efektivitas terapi rasional emotif dalam mengurangi pikiran tidak rasional dan stres pada perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Peneliti menemukan beberapa penelitian tentang self esteem di Universitas Sumatera Utara, namun kebanyakan lebih melihat hubungan antara self esteem dengan aspek lainnya, sedangkan penelitian tentang upaya peningkatan/ mengubah self esteem menjadi lebih tinggi belum pernah dilakukan. Misalnya, penelitian yang dilakukan oleh Simbolon (2008) tentang hubungan self esteem dengan asertifitas pada remaja, Oktario (2008) tentang self esteem remaja panti asuhan. Selain itu peneliti juga menemukan beberapa penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan self esteem tetapi dengan menggunakan intervensi selain REBT, antara lain penelitian yang dilakukan oleh Indraswari (2012) tentang teknik restrukturisasi kognitif, visualisasi dan memperbaiki penampilan diri untuk meningkatkan self esteem, penelitian Hutahaehan (2012) tentang pelatihan untuk peningkatan self esteem pada mahasiswa Universitas Indonesia yang mengalami distress psikologi, dan penelitian Larasati (2012) tentang meningkatkan self esteem dengan metode self instruction.
Berdasarkan pertimbangan masih belum adanya penelitian tentang efektivitas rational emotive behavior therapy (REBT) untuk meningkatkan self esteem pada siswa SMP korban bullying, peneliti menganggap perlu dilakukan penelitian untuk melihat apakah rational emotive behavior therapy (REBT) efektif untuk meningkatkan self esteem pada siswa SMP korban bullying sehingga dapat membantu meningkatkan prestasinya di sekolah.
(39)
Dengan demikian, sepengetahuan peneliti, penelitian ini dapat dianggap orisinil.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah rational emotive behavior therapy (REBT) efektif untuk meningkatkan self esteem pada siswa SMP korban bullying.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat teoritis penelitian
a. Penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan sumber informasi bagi disiplin ilmu psikologi terutama di bidang psikologi pendidikan, khususnya mengenai gambaran efektivitas rational emotive behavior therapy pada remaja dan memberikan gambaran kasus bullying yang terjadi pada siswa di sekolah.
b. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan dasar pengetahuan dan masukan bagi peneliti-peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lanjutan mengenai rational emotive behavior therapy dan bullying serta bagi peneliti yang ingin meneliti mengenai jenis masalah perilaku lainnya.
(40)
2. Manfaat praktis penelitian
a. Penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa korban bullying untuk meningkatkan self esteem mereka sehingga dengan perubahan tersebut mereka dapat memiliki identitas diri yang positif dan pada akhirnya dapat mengoptimalkan proses belajar di sekolah dan mengembangkan hubungan interpersonal yang lebih baik dengan teman-temannya maupun orang-orang disekitarnya.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi pada orangtua dan sekolah mengenai fenomena bullying yang dapat membuat self esteem dari korbannya menjadi rendah dan penggunaan rational emotive behavior therapy sebagai salah satu intervensi dan sarana memahami self esteem siswa korban bullying.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi atau bahan pertimbangan bagi para terapis yang ingin menerapkan rational emotive behavior therapy pada siswa korban bullying.
F. Sistematika Penulisan
Tesis ini terdiri dari lima bagian, yang terdiri dari sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
(41)
Bab II : Landasan teori
Bab ini berisi dasar-dasar teori yang digunakan untuk mendukung penelitian yang dilakukan. Teori yang digunakan merupakan teori yang terkait degan bullying, self esteem, remaja dan siswa SMP, rational emotive behavior therapy (REBT). Bab III : Metode penelitian
Bab ini berisi penjelasan mengenai variabel penelitian, defenisi operasional, subjek penelitian, metode pengumpulan data, prosedur penelitian dan metode analisa data.
Bab IV : Hasil penelitian dan pembahasan
Bab ini berisi mengenai hasil pelaksanaan intervensi serta pembahasan.
Bab V : Kesimpulan dan saran
Bab ini berisi kesimpulan penelitian dan saran baik untuk penelitian selanjutnya maupun saran praktis untuk subjek.
(42)
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Bullying
1. Pengertian bullying
Bullying merupakan suatu perilaku negatif berulang yang bermaksud menyebabkan ketidaksenangan atau menyakitkan oleh orang lain, baik satu atau beberapa orang secara langsung terhadap seseorang yang tidak mampu melawannya (Olweus, 2006). Menurut American Psychiatric Association (APA) (dalam Stein dkk., 2006), bullying adalah perilaku agresif yang dikarakteristikkan dengan 3 kondisi yaitu (a) perilaku negatif yang bertujuan untuk merusak atau membahayakan (b) perilaku yang diulang selama jangka waktu tertentu (c) adanya ketidakseimbangan kekuatan atau kekuasaan dari pihak-pihak yang terlibat.
Menurut Coloroso (2007), bullying merupakan tindakan intimidasi yang dilakukan secara berulang-ulang oleh pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lebih lemah, dilakukan dengan sengaja dan bertujuan untuk melukai korbannya secara fisik maupun emosional. Rigby (dalam Astuti, 2008), menyatakan bullying merupakan perilaku agresi yang dilakukan secara berulang-ulang dan terus menerus, terdapat kekuatan yang tidak seimbang antara pelaku dan korbannya, serta bertujuan untuk menyakiti dan menimbulkan rasa tertekan bagi korbannya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku bullying adalah suatu perilaku negatif yang dilakukan secara berulang-ulang,
(43)
dilakukan dengan sadar dan sengaja yang bertujuan untuk menyakiti orang lain secara fisik maupun emosional, dilakukan oleh seorang anak atau kelompok anak dan terdapat ketidakseimbangan kekuatan atau kekuasaan dari pihak-pihak yang terlibat.
2. Tanda-tanda bullying
Olweus (2006) merumuskan adanya tiga unsur dasar bullying, yaitu bersifat menyerang dan negatif, dilakukan secara berulang kali, dan adanya ketidakseimbangan kekuatan antara pihak yang terlibat. Coloroso (2003) juga mengatakan bahwa bullying akan selalu mengandung tiga elemen, yaitu: kekuatan yang tidak seimbang, bertujuan untuk menyakiti, dan adanya ancaman akan dilakukannya agresi. Oleh sebab itu, seseorang dianggap menjadi korban bullying bila ia dihadapkan pada tindakan negatif seseorang atau lebih, yang dilakukan berulang-ulang dan terjadi dari waktu ke waktu. Selain itu, bullying juga melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak seimbang, sehingga korbannya berada dalam keadaan tidak mampu mempertahankan diri secara efektif untuk melawan tindakan negatif yang diterimanya (Olweus, dalam Krahe, 2005).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang dikatakan menjadi korban bullying dilihat dari frekuensi mengalami bullying, yaitu minimal dua sampai tiga kali dalam sebulan. Seorang korban bullying dapat mengalami satu atau beberapa bentuk bullying. Ketika hanya satu bentuk bullying yang dialami seseorang, namun
(44)
frekuensinya minimal dua sampai tiga kali dalam sebulan, hal itu juga termasuk menjadi korban bullying.
3. Pihak-pihak yang terlibat dalam perilaku bullying
Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam perilaku bullying dapat dibagi menjadi 4 yaitu:
a. Bullies (pelaku bullying) yaitu murid yang secara fisik dan/atau emosional melukai murid lain secara berulang-ulang (Olweus, dalam Moutappa dkk, 2004). Remaja yang diidentifikasi sebagai pelaku bullying sering memperlihatkan fungsi psikososial yang lebih buruk daripada korban bullying dan murid yang tidak terlibat dalam perilaku bullying (Haynie, dkk., dalam Totura, 2003). Pelaku bullying juga cenderung memperlihatkan simptom depresi yang lebih tinggi daripada murid yang tidak terlibat dalam perilaku bullying dan simptom depresi yang lebih rendah daripada victim atau korban (Haynie, dkk., dalam Totura, 2003). Olweus (dalam Moutappa, 2004) mengemukakan bahwa pelaku bullying cenderung mendominasi orang lain dan memiliki kemampuan sosial dan pemahaman akan emosi orang lain yang sama (Sutton, Smith, & Sweetenham, dalam Moutappa, 2004). Menurut Stephenson dan Smith (dalam Sullivan, 2000), tipe pelaku bullying antara lain (1) tipe percaya diri, secara fisik kuat, menikmati agresifitas, merasa aman dan biasanya populer, (2) tipe pencemas, secara akademik lemah, lemah dalam berkonsentrasi, kurang populer dan kurang merasa aman, dan (3) pada situasi tertentu pelaku bullying
(45)
bisa menjadi korban bullying. Selain itu, para pakar banyak menarik kesimpulan bahwa karakteristik pelaku bullying biasanya adalah agresif, memiliki konsep positif tentang kekerasan, impulsif, dan memiliki kesulitan dalam berempati (Fonzi & Olweus dalam Sullivan, 2000). Menurut Astuti (2008) pelaku bullying biasanya agresif baik secara verbal maupun fisikal, ingin popular, sering membuat onar, mencari-cari kesalahan orang lain, pendendam, iri hati, hidup berkelompok dan menguasai kehidupan sosial di sekolahnya. Selain itu pelaku bullying juga menempatkan diri di tempat tertentu di sekolah atau di sekitarnya, merupakan tokoh popular di sekolahnya, gerak geriknya sering kali dapat ditandai dengan sering berjalan di depan, sengaja menabrak, berkata kasar, dan menyepelekan/ melecehkan. b. Victim (korban bullying) yaitu murid yang sering menjadi target dari
perilaku agresif, tindakan yang menyakitkan dan hanya memperlihatkan sedikit pertahanan melawan penyerangnya (Olweus, dalam Moutappa dkk, 2004). Menurut Byrne dibandingkan dengan teman sebayanya yang tidak menjadi korban, korban bullying cenderung menarik diri, depresi, cemas dan takut akan situasi baru (dalam Haynie dkk, 2001). Murid yang menjadi korban bullying dilaporkan lebih menyendiri dan kurang bahagia di sekolah serta memiliki teman dekat yang lebih sedikit daripada murid lain (Boulton & Underwood dkk, dalam Haynie dkk, 2001). Korban bullying juga dikarakteristikkan dengan perilaku hati-hati, sensitif, dan pendiam (Olweus, dalam Moutappa, 2004).
(46)
Coloroso (2007) menyatakan korban bullying biasanya merupakan anak baru di suatu lingkungan, anak termuda di sekolah, biasanya yang lebih kecil, tekadang ketakutan, mungkin tidak terlindung, anak yang pernah mengalami trauma atau pernah disakiti sebelumnya dan biasanya sangat peka, menghindari teman sebaya untuk menghindari kesakitan yang lebih parah, dan merasa sulit untuk meminta pertolongan. Selain itu juga anak penurut, anak yang merasa cemas, kurang percaya diri, mudah dipimpin dan anak yang melakukan hal-hal untuk menyenangkan atau meredam kemarahan orang lain, anak yang perilakunya dianggap mengganggu orang lain, anak yang tidak mau berkelahi, lebih suka menyelesaikan konflik tanpa kekerasan, anak yang pemalu, menyembunyikan perasaannya, pendiam atau tidak mau menarik perhatiaan orang lain, pengugup, dan peka. Disamping itu juga merupakan anak yang miskin atau kaya, anak yang ras atau etnisnya dipandang inferior sehingga layak dihina, anak yang orientsinya gender atau seksualnya dipandang inferior, anak yang agamanya dipandang inferior, anak yang cerdas, berbakat, atau memiliki kelebihan. ia dijadikan sasaran karena ia unggul, anak yang merdeka, tidak mempedulikan status sosial, serta tidak berkompromi dengan norma-norma, anak yang siap mengekspresikan emosinya setiap waktu, anak yang gemuk atau kurus, pendek atau jangkung, anak yang memakai kawat gigi atau kacamata, anak yang berjerawat atau memiliki masalah kondisi kulit lainnya. Selanjutnya korbannya merupakan anak yang memiliki ciri fisik yang berbeda dengan
(47)
mayoritas anak lainnya, dan anak dengan ketidakcakapan mental dan/atau fisik, anak yang memiliki ganguan-hiperaktif-defisit-perhatian (attention deficit hyperactive disorder) mungkin bertindak sebelum berpikir, tidak mempertimbangkan konsekuensi atas perilakunya sehingga disengaja atau tidak menggangu bully, anak yang berada di tempat yang keliru pada saat yang salah. ia diserang karena bully sedang ingin menyerang seseorang di tempat itu pada saat itu juga. c. Bully-victim yaitu pihak yang terlibat dalam perilaku agresif, tetapi
juga menjadi korban perilaku agresif (Andreou, dalam Moutappa dkk, 2004). Craig (dalam Haynie dkk, 2001) mengemukakan bully-victim menunjukkan level agresivitas verbal dan fisik yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak lain. Bully victim juga dilaporkan mengalami peningkatan simptom depresi, merasa sepi, dan cenderung merasa sedih dan moody daripada murid lain (Austin & Joseph; Nansel dkk, dalam Totura, 2003). Schwartz (dalam Moutappa, 2004) menjelaskan bully-victim juga dikarakteristikkan dengan reaktivitas, regulasi emosi yang buruk, kesulitan dalam akademis dan penolakan dari teman sebaya serta kesulitan belajar (Kaukiainen, dkk., dalam Moutappa, 2004).
d. Neutral yaitu pihak yang tidak terlibat dalam perilaku agresif atau bullying.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam perilaku bullying dapat dibagi menjadi empat, yaitu pelaku
(48)
(bullies), korban (victim), pelaku sekaligus korban (bulliy-victim) dan pihak yang tidak terlibat (neutral).
4. Bentuk-bentuk bullying
Ada tiga bentuk bullying menurut Coloroso (2007), yaitu: a. Verbal bullying
Kata-kata bisa digunakan sebagai alat yang dapat mematahkan semangat anak yang menerimanya. Verbal abuse adalah bentuk yang paling umum dari bullying yang digunakan baik anak laki-laki maupun perempuan. Hal ini dapat terjadi pada orang dewasa dan teman sebaya tanpa terdeteksi. Verbal bullying dapat berupa teriakan dan keriuhan yang terdengar. Hal ini berlangsung cepat dan tanpa rasa sakit pada pelaku bullying dan dapat sangat menyakitkan pada target. Jika verbal bullying dimaklumi, maka akan menjadi suatu yang normal dan target menjadi dehumanized. Ketika seseorang menjadi dehumanized, maka seseorang tersebut akan lebih mudah lagi untuk diserang tanpa mendapatkan perlindungan dari orang di sekitar yang mendengarnya.
Verbal bullying dapat berbentuk name-calling (memberi nama julukan), taunting (ejekan), belittling (meremehkan), cruel criticsm (kritikan yang kejam), personal defamation (fitnah secara personal), racist slurs (menghina ras), sexually suggestive (bermaksud/bersifat seksual) atau sexually abusive remark (ucapan yang kasar). Hal ini juga meliputi pemerasan uang atau benda yang dimiliki, panggilan telepon yang kasar, mengintimidasi lewat e-mail, catatan tanpa nama
(49)
yang berisi ancaman, tuduhan yang tidak benar, rumor yang jahat dan tidak benar.
b. Physical bullying
Bentuk bullying yang paling dapat terlihat dan paling mudah untuk diidentifikasi adalah bullying secara fisik. Bentuk ini meliputi menampar, memukul, mencekik, mencolek, meninju, menendang, menggigit, menggores, memelintir, meludahi, merusak pakaian atau barang dari korban.
c. Relational bullying
Bentuk ini adalah yang paling sulit untuk dideteksi, relational bullying adalah pengurangan perasaan „sense‟ diri seseorang yang sistematis melalui pengabaian, pengisolasian, pengeluaran, penghindaran. Penghindaran, sebagai suatu perilaku penghilangan, dilakukan bersama romur adalah sebuah cara yang paling kuat dalam melakukan bullying. Relational bullying paling sering terjadi pada tahun-tahun pertengahan, dengan onset remaja yang disertai dengan perubahan fisik, mental, emosional, dan seksual. Pada waktu inilah, remaja sering menggambarkan siapa diri mereka dan mencoba menyesuaikan diri dengan teman sebaya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bullying terdiri dari 3 bentuk yaitu: fisik, verbal dan relasional. Adapun bentuk bullying yang diteliti dalam penelitian ini adalah ketiga bentuk bullying yakni bullying secara fisik, verbal dan relasional.
(50)
5. Dampak bullying
Bullying akan menimbulkan dampak yang sangat merugikan, tidak hanya bagi korban tetapi juga bagi pelakunya (Craig & Pepler, 2007). Menurut Coloroso (2006) pelaku bullying akan terperangkap dalam peran sebagai pelaku bullying, mereka tidak dapat mengembangkan hubungan yang sehat, kurang cakap dalam memandang sesuatu dari perspektif lain, tidak memiliki empati, serta menganggap bahwa dirinya kuat dan disukai sehingga dapat mempengaruhi pola hubungan sosialnya di masa yang akan datang. Sementara dampak negatif bagi korbannya adalah akan timbul perasaan depresi dan marah. Mereka marah terhadap diri sendiri, pelaku bullying, orang dewasa dan orang-orang di sekitarnya karena tidak dapat atau tidak mau menolongnya. Hal tersebut kemudian mulai mempengaruhi prestasi akademik para korbannya. Mereka mungkin akan mundur lebih jauh lagi ke dalam pengasingan karena tidak mampu mengontrol hidupnya dengan cara-cara yang konstruktif.
Menurut Peterson (dalam Berthold dan Hoover, 2000), bullying akan mempengaruhi self esteem korbannya dan hal tersebut merupakan pengaruh yang ditimbulkan dari pengaruh jangka panjang. Demikian pula Olweus (dalam Berthold dan Hoover, 2000) menyatakan bahwa bullying memiliki pengaruh yang besar bagi kehidupan korbannya hingga dewasa. Saat masa sekolah akan menimbulkan depresi dan perasaan tidak bahagia untuk mengikuti sekolah, karena dihantui oleh perasaan cemas dan ketakutan. Selain itu menurut Swearer, dkk. (2010) korban bullying juga merasa sakit, menjauhi sekolah, prestasi akademik menurun, rasa takut dan
(1)
Menurut kalian apakah perilaku teman kalian sudah tepat? Menurut kalian apa yang sebaiknya dilakukannya? Adakah yang ingin memberikan saran?”) ± 50 menit
6) Terapis membagikan lembar tugas 7 kepada peserta. ± 1 menit
7) Terapis menjelaskan cara pengerjaan tugas 7 (“Sekarang coba kalian tuliskan komitmen/keseriusan kalian untuk berubah atau solusi yang akan kalian praktikkan bila kalian mengalami bullying, di lembar tugas 7. Tuliskan pikiran, perasaan maupun perilaku baru yang akan kalian terapkan saat kalian mengalami kejadian bullying berdasarkan hasil diskusi kita tadi agar kalian memiliki perasaan dan perilaku yang lebih positif ditengah kejadian bullying yang kalian alami”). ± 1 menit
8) Terapis memberikan kesempatan pada peserta untuk bertanya (“Apakah ada pertanyaan? Sudah paham semuanya?”). ± 3 menit
9) Peserta diminta untuk mengerjakan tugas (“Jika tidak ada pertanyaan lagi, saya beri waktu selama 5 menit, silahkan kalian kerjakan”). ± 5 menit
Sesi 13 : Pemberian tugas rumah
Tujuan: : 1) Mempraktikkan/menerapkan keterampilan yang didapat selama terapi dan melatih peserta untuk merubah pikiran negatifnya.
2) Menjelaskan cara mengerjakan tugas rumah.
3) Membuat hadiah/reinforcement yang akan diterima peserta jika mereka berhasil menyelesaikan tugas rumah.
Metode : Ceramah, diskusi, tugas Waktu : 45 Menit
Bahan : Buku tugas rumah, lembar tugas 8
Prosedur : 1) Terapis memberikan energizer (“Sekarang mari kita ke depan dan buat lingkaran. Letakkan tangan kalian dibahu teman kalian. Sekarang pijat bahu teman kalian. Stop, sekarang berbalik posisi, kita menghadap belakang. Letakkan tangan kalian dibahu teman kalian. Sekarang pijat bahu teman kalian. Sudah puas dipijat oleh teman-teman kalian? Siap menerima materi berikutnya?”). ± 5 menit
2) Terapis membagikan buku tugas rumah kepada peserta. ± 1 menit
3) Terapis menjelaskan cara pengisian buku tugas rumah (“Dihadapan kalian sudah terdapat sebuah buku. Tugas kalian adalah, selama kita tidak bertemu, coba kalian praktikkan hal-hal yang sudah kita pelajari dari pertemuan kemarin sampai sekarang. Yang pertama, praktikkan saat pikiran negatif muncul, maka segera tentang atau lawan dengan pertanyaan-pertanyaan yang menantang sampai kita sadar bahwa pikiran tersebut negatif dan hanya opini. Kedua, kita rubah pikiran negatif jadi positif. Kemudian saat kita memiliki masalah, kita harus berani mengungkapkan perasaan kita dan sebaginya. Sekarang silahkan buka bukunya, pada kolom pertama kalian tuliskan kejadian bullying yang membuat kalian merasa tidak diterima, merasa kurang mampu dan kurang berharga. Sertakan juga dimana, kapan dan apa kejadian yang terjadi. Lalu pada kolom kedua, kalian tuliskan pikiran yang terlintas saat itu. Pada kolom ketiga tuliskan bagaimana perasaan dan tindakan kalian. Pada kolom keempat tuliskan pikiran yang menurut kalian lebih positif. Ini merupakan hasil dari melawan pikiran negatif dengan pertanyaan-pertanyaan menantang lalu menukarnya dengan
(2)
pikiran yang positif, seperti yang telah kita pelajari. Kemudian pada kolom kelima tuliskan bagaimana perasaan dan apa tindakan kalian setelah memiliki pikiran yang berada di kolom 4”). ± 5 menit
4) Terapis memberikan kesempatan pada peserta untuk bertanya (“Apakah ada pertanyaan? Sudah paham semuanya?”). ± 10 menit
5) Terapis meminta peserta untuk membuat daftar reinforcement untuk dirinya apabila berhasil merubah pikiran, perasaan dan perilakunya yang negatif (“Kalian senang atau tidak jika saat kalian berhasil melakukan sesuatu, ada hadiah yang akan kalian terima? Ya, tentu kita senang ya. Lalu siapa saja yang bisa memberikan hadiah kepada kalian? Ya bisa keluarga, teman, guru, dan diri kita sendiri. Siapa kira-kira yang bisa diandalkan memberikan hadiah untuk diri kita sendiri? Ya diri kita sendiri. Jadi sekarang silahkan kalian rencanakan kira-kira kalau kalian bisa mengubah pikiran negatif kalian menjadi positif sehingga kalian merasa senang dan perilaku kalian juga positif, hal-hal apa saja yang akan kalian hadiahkan buat diri kalian sendiri? Apapun hadiahnya tergangtung kalian, pilihlah hadiah yang simple, murah, dapat segera kalian peroleh dan tentunya membuat kalian senang”). ± 3 menit
6) Terapis memberikan kesempatan pada peserta untuk bertanya (“Apakah ada pertanyaan? Sudah paham semuanya?”). ± 5 menit
7) Terapis membagikan lembar tugas 8. ± 1 menit
8) Peserta diminta mengerjakan lembar tugas 8 (“Jika tidak ada yang bertanya lagi, silahkan kerjakan”). ± 5 menit
9) Terapis mengumumkan bahwa peserta yang dapat mengaplikasikan atau menyelesaikan tugas rumahnya akan mendapatkan hadiah, sedangkan bagi yang tidak dapat mengaplikasikan akan mendapatkan hukuman dipertemuan berikutnya (“Bagi peserta yang dapat mengaplikasikan/mempraktikkan keterampilan yang sudah kita pelajari dan mampu menuliskannya di buku tugas rumah, akan mendapatkan hadiah yang menarik, sedangkan bagi peserta yang tidak mau mencoba untuk mengaplikasikan/mempraktikkan keterampilan yang sudah kita pelajari, akan mendapatkan hukuman yaitu tidak mendapatkan hadiah dan akan melakukan apa yang diminta peserta pada pertemuan berikutnya”). ± 3 menit
10)Terapis menutup pertemuan ketiga dan mengumumkan jadwal pertemuan berikutnya untuk mengumpulkan tugas (“Seluruh kegiatan dipertemuan ketiga sudah selesai dilaksanakan. Kalian diminta untuk mengerjakan tugas rumah selama 3 hari. Oleh sebab itu, 4 hari kemudian dari sekarang kita akan bertemu kembali untuk membahas tugas rumah yang telah kalian kerjakan. Jangan lupa untuk membawa buku tugas kalian pada pertemuan berikutnya”). ± 2 menit
11)Terapis memberikan kesempatan pada peserta untuk bertanya (“Apakah ada pertanyaan? Sudah paham semuanya?”). ± 5 menit
Pertemuan keempat Sesi 14 : Membahas tugas rumah
(3)
mengganti pikiran negatifnya menjadi positif, sehingga perasaan dan perilakunya menjadi lebih positif.
2) Mengetahui keaktifan peserta melakukan positive self talk.
3) Mengetahui kendala yang dihadapi peserta dalam melaksanakan tugas rumah dan memberikan alternatif solusi dalam mengatasi kendala tersebut serta memotivasi peserta untuk tetap mempraktikkan keterampilan yang diperoleh dalam terapi.
Metode : Ceramah dan diskusi Waktu : 100 menit
Bahan : Buku tugas rumah, slide kisah wortel, telur dan kopi
Prosedur : 1) Terapis menanyakan kendala yang dihadapi peserta (“Apakah ada masalah yang kalian rasakan selama kalian mempraktikkan hal yang telah kalian pelajari? Hal-hal apa saja yang dapat dan tidak dapat kalian praktikkan?”). ± 10 menit
2) Terapis mencoba mendiskusikan hasil lembar tugas peserta (“Baiklah, kita akan sama-sama mendengarkan hasil praktik dari salah satu teman kalian yaitu…………..”). Peserta lain diminta untuk memberikan tanggapan terhadap tugas rumah rekannya (“Bagaimana menurut kalian usaha yang telah dilakukan teman kalian dalam mengatasi kejadian bullying yang dialaminya? Apakah yang rekan kalian lakukan sudah tepat?”). Terapis juga mengidentifikasi dan memperbaiki kekeliruan yang dibuat peserta saat mengerjakan tugas. Begitu seterusnya hingga masing-masing peserta mendapatkan feedback atas hasil usahanya. ± 60 menit
3) Terapis memberikan kesempatan bagi peserta untuk bertanya mengenai hal yang masih belum dipahami (“Apakah diantara kalian masih ada yang kurang memahami untuk mengerjakan tugas rumah ini? Apabila masih ada silahkan bertanya”). Terapis menjelaskan pertanyaan peserta. ± 15 menit 4) Terapis mengumpulkan buku tugas rumah peserta. ± 1 menit
5) Terapis memberikan hadiah kepada peserta yang mengerjakan tugas rumah dengan benar dan memiliki pengalaman lebih dari 5. ± 2 menit
6) Terapis memotivasi peserta untuk tetap melakukan tugas rumah (“Saya harap kalian dapat lanjut mempraktikkan keterampilan yang sudah kalian dapatkan dari terapi ini. Perlu juga kalian sadari bahwa ada kalanya kalian akan merasa kurang nyaman dengan proses perubahan yang sedang kalian lakukan. Tapi kalian harus yakin bahwa perasaan tersebut merupakan sesuatu hal yang wajar terjadi dalam proses perubahan dan kita tidak harus selalu merasa nyaman dan wajar terhadap perasaan tersebut”). ± 2 menit 7) Terapis menayangkan slide wortel, telur, kopi untuk memotivasi peserta agar
menjadi lebih bersemangat dalam menghadapi kesukaran dan tantangan dalam kehidupannya yang tidak selalu sesuai dengan apa yang mereka harapkan. ± 5 menit
Sesi 15 : Post Test
Tujuan: : Mengukur efektivitas terapi Metode : Mengisi Skala Self Esteem Waktu : 30 menit
Bahan : Skala Self Esteem
(4)
2) Terapis menjelaskan cara pengisian skala pada peserta (“Dihadapan adik-adik sudah terdapat sebuah. Saya ingatkan kembali bahwa dalam mengisi skala ini, tidak ada jawaban yang benar atau salah. Setiap orang dapat memiliki jawaban yang berbeda, karena itu isilah jawaban adik-adik sesuai dengan pendapat atau keadaan adik-adik yang sesungguhnya tanpa mendiskusikannya dengan orang lain. Sebelum adik-adik mulai mengerjakan skala ini, isilah data diri adik-adik terlebih dahulu yaitu nama, usia, jenis kelamin dan kelas. Apabila telah selesai, mari sama-sama kita baca petunjuk pengisian skala. Berikut terdapat 50 pernyataan. Pilihlah salah satu dari pilihan jawaban yang paling sesuai dengan keadaan diri Anda dengan memberi tanda silang (X) pada kotak-kotak yang telah disediakan. Alternatif jawaban yang tersedia terdiri dari 4 pilihan, yaitu silanglah SS jika pernyataan sangat sesuaidengan pengalaman Anda, keadaan diri yang Anda alami dan rasakan, silanglah S jika pernyataan sesuai dengan pengalaman Anda, keadaan diri yang Anda alami dan rasakan, silanglah TS jika pernyataan tidak sesuai dengan pengalaman Anda, keadaan diri yang Anda alami dan rasakan serta silanglah STS jika pernyataan sangat tidak sesuai dengan pengalaman Anda, keadaan diri yang Anda alami dan rasakan. Bila Anda ingin mengganti jawaban yang telah Anda berikan sebelumnya, coret tanda silang (X) sebelumnya dengan dua garis (=), dan berikan tanda silang (X) pada pilihan Anda yang sesuai. Bila sudah selesai, tolong periksa kembali jawaban Anda, jangan sampai ada nomor yang tidak terjawab. Apakah ada pertanyaan?”). ± 3 menit
3) Peserta mengisi skala (”Jika tidak ada pertanyaan lagi, silahkan kerjakan sekarang”). ± 25 menit
4) Terapis mengumpulkan skala. ± 1 menit
Sesi 16 : Penutupan
Tujuan: : Menutup proses terapi Metode : 15 menit
Waktu : Ceramah dan diskusi Bahan : Souvenir
Prosedur : 1) Terapis mengucapkan terima kasih kepada peserta (“Saya mengucapkan terima kasih banyak atas partisipasi dan kerja sama yang baik dari adik-adik sekalian. Semoga terapi ini dapat memberikan dampak yang positif bagi adik-adik”). ± 1 menit
2) Terapis merangkum seluruh proses terapi dan memotivasi peserta untuk melanjutkan keterampilan yang telah dilakukan (“Adapun hal yang dapat disimpulkan dari proses terapi yang telah kita jalani antara lain kita sama-sama sudah mengetahui bahwa ada pikiran positif dan ada pula pikiran negatif. Kita juga sudah memahami bahwa pikiran kita selama ini adalah opini dan dapat dirubah. Selain itu perasaan negatif seperti rasa sedih, cemas, ketakutan dan perilaku negatif seperti tidak menghadapi situasi dan malah menghindar, menyendiri, menangis dan sebagainya, bukan secara langsung diakibatkan karena kejadian yang kita alami, melainkan karena adanya cara berpikir atau keyakinan kita yang negatif. Adapun yang dapat kita lakukan untuk merubah perasaan dan perilaku kita menjadi lebih positif
(5)
yaitu dengan menentang atau melawan pikiran negatif yang timbul dengan mengunakan pertanyaan-pertanyaan menantang dan menggantinya dengan pikiran atau kalimat positif”). ± 5 menit
3) Terapis meminta tanggapan peserta tentang proses terapi yang telah berlangsung (“Saya ingin meminta tanggapan dari kalian semua mengenai proses terapi yang telah berlangsung. Bagaimana perasaan kalian selama mengikuti proses terapi ini? Bagaimana manfaat yang kalian rasakan?”). ± 5 menit
4) Terapis membagikan souvenir (“Ada souvenir bagi adik-adik sekalian sebagai tanda kenang-kenangan bahwa kita pernah melalui proses terapi ini bersama-sama, semoga adik-adik senang menerimanya”). ± 2 menit
5) Terapis menutup terapi (“Seluruh kegiatan dalam terapi ini sudah kita lalui. Oleh sebab itu, saya nyatakan proses terapi ini telah selesai dilaksanakan. Saya berharap adik-adik dapat menjadi terapis bagi diri sendiri sehingga adik-adik dapat mencegah dan mengatasi masalah yang mungkin terjadi di masa mendatang dengan menggunakan keterampilan-keterampilan yang diperoleh dari proses terapi ini. Saya juga berharap adik-adik dapat memandang bahwa diri kalian sendiri merupakan sumber utama untuk pemecahan masalah yang kalian alami. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih kepada adik-adik sekalian. Wassalamualaikum”). ± 2 menit
(6)
Lampiran 38
Informed Consent
LEMBAR PERSETUJUAN
Peneliti telah menjelaskan tentang penelitian ini beserta dengan tujuan dan manfaat penelitian ini kepada saya. Saya mengetahui manfaat dan tujuan penelitian ini serta menyadari bahwa penelitian ini tidak akan berdampak negatif bagi anak saya.
Saya mengerti bahwa peneliti menghargai dan menjunjung tinggi hak-hak anak saya sebagai responden. Saya mengerti bahwa identitas diri dan juga informasi yang diberikan anak saya akan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya digunakan untuk tujuan penelitian saja.
Dengan menandatangani surat persetujuan ini berarti saya telah memberikan izin bagi anak saya untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dengan secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun.
Medan, Mei 2013
Peneliti Orangtua/ Wali Responden
Rosya Linda Hasibuan ( ) NIM 107029025