STUDI DAYA DUKUNG STABILISASI TANAH LEMPUNG LUNAK MENGGUNAKAN CAMPURAN ABU AMPAS TEBU DAN SEMEN

(1)

ABSTRAK

STUDI DAYA DUKUNG STABILISASI TANAH LEMPUNG LUNAK MENGGUNAKAN CAMPURAN ABU AMPAS TEBU DAN SEMEN

Oleh

DIVA RAHMAYASA

Tanah dasar merupakan permukaan dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya. Kekuatan dan keawetan maupun tebal dari lapisan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumnya tanah lempung memiliki sifat plastisitas tinggi yang dapat menimbulkan kerusakan pada konstruksi. Oleh sebab itu, sifat tanah lempung yang kurang baik harus diperbaiki sebelum melaksanankan suatu kontruksi. Dalam penelitian ini akan digunakan bahan alternatif untuk stabilisasi tanah yaitu memanfaatkan abu ampas tebu yang berasal dari limbah padat pabrik gula yang kurang dimanfaatkan dengan baik dan dikombinasikan dengan semen portland. Sampel tanah yang diuji pada penelitian ini yaitu tanah lempung lunak yang berasal dari daerah Rawa Seragi, Lampung Timur. Variasi kadar campuran yang digunakan adalah 6%, 9%, 12%, perbandingan antara abu ampas tebu dan semen yaitu 1:2 dengan waktu pemeraman 7 hari dan perendaman 4 hari. Berdasarkan pengujian sifat fisik tanah asli, AASHTO mengklasifikasikan sampel tanah pada kelompok A-7-5 (tanah berlempung) sedangkan USCS mengklasifikasikan sampel tanah sebagai tanah berbutir halus dan termasuk ke dalam kelompok CH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan campuran abu ampas tebu dan semen pada tanah lempung lunak mampu memperbaiki sifat fisik dan mekanik tanah. Pada pengujian fisik seperti berat jenis dan kadar air optimum mengalami kenaikan serta indeks plastisitas mengalami penurunan setelah distabilisasi. Sementara pengujian mekanik, pada kondisi rendaman dan tanpa rendaman nilai CBR maksimum terjadi pada campuran 12%, yaitu sebesar 7,6 % dan 19,3%. Dari hasil CBR, tanah dengan campuran abu ampas tebu dan semen dapat digunakan sebagai tanah dasar pada konstruksi jalan karena nilai CBR ≥ 6 %.


(2)

ABSTRACT

STUDY OF BEARING CAPACITY FOR SOFT SOIL STABILIZATION USING THE BAGASSE ASH AND PORTLAND CEMENT MIXTURE

By

DIVA RAHMAYASA

Subgrade is being located by part of design pavement. Strengthen, durability, and thickness of construction layer pavement depends on characteristic and subgrade bearing capacity. Commonly, soft soil has high plasticity which can cause destruction on a contruction. Because of that, bad characteristic of soft soil has to being fixed before run the construction. This research is going to use as alternative material to soil stabilization by using of bagasse ash from solid wasted of sugar factory that unusefull well and being combinated with portland cement. Soil sample that has been tested in this research is the high plasticity clay from Rawa Sragi, Lampung Timur. Variation of mixture used is 6 %, 9 %, 12 %, rasio between bagasse ash and cement is 1 : 2 with the same curing time 7 days and soaking for 4 days. Based on examination of the physical properties of the original soil, AASTHO classify soil samples in group A-7-5 (clay soil), while the USCS classify soil samples as fine-grained and belonging to the CH group.

The result of this research indicated that increasing of baggase ash and cement mixture on the high plasticity clay can improve the physical and mechanical properties. On phisically tested that include specific gravity, optimum water content were increased and plasticity index were decreased after stabilized. While on mechanically tested, on soaked and unsoaked condition, maximum CBR value were for 12 % mix concentration which is 7,6 % and 19,3 %. From CBR tested result, soil that has been stabilized with baggase ash and portland cement can be

used as a subgrade on road construction due to CBR value ≥ 6 %. Keywords : bagasse ash, soft soil, stabilization, CBR


(3)

CAMPURAN ABU AMPAS TEBU DAN SEMEN

Oleh :

DIVA RAHMAYASA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG


(4)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah berguna sebagai bahan bangunan dalam pekerjaan teknik sipil, salah satunya pada konstruksi jalan raya. Stabilitas konstruksi perkerasan secara langsung akan dipengaruhi oleh kemampuan tanah dasar dalam menerima dan meneruskan beban yang bekerja. Namun, tidak semua lapisan tanah dasar mampu menahan beban di atasnya. Hanya tanah yang memiliki klasifikasi baik yang mampu berfungsi sebagai daya dukung.

Tanah dasar (subgrade) merupakan permukaan dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya. Kekuatan dan keawetan maupun tebal dari lapisan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar ini.

Daya dukung suatu lapisan tanah tertentu tergantung dari kepadatan tanah yang menyusun lapisan tersebut, semakin kecil CBR (California Bearing Test) suatu lapisan tanah dari jenis tanah tertentu maka lapisan yang dibuat di atasnya haruslah semakin tebal. Di Indonesia, jarang ditemui jenis tanah yang hanya dipadatkan dapat mencapai nilai CBR yang tinggi. Tanah lempung lunak yang umumnya terdapat di dataran rendah/ pantai rata-rata memiliki nilai CBR yang rendah.


(5)

Umumnya tanah lempung memiliki sifat plastisitas tinggi, volume akan berubah bila kadar air berubah. Sifat inilah yang dapat menimbulkan kerusakan pada konstruksi perkerasan seperti retaknya jalan, terangkatnya lapisan perkerasan, jalan bergelombang dan sebagainya. Oleh sebab itu, sifat tanah lempung yang kurang baik harus diperbaiki sebelum melaksanankan suatu kontruksi.

Usaha perbaikan sifat-sifat tanah dasar lempung lunak dilakukan dengan cara distabilisasi. Metode stabilisasi dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan tambahan (additive) untuk memperbaiki mutu tanah dasar tersebut. Pemanfaatan bahan limbah yang ramah lingkungan juga perlu dipertimbangkan sebagai bahan perkuatan tanah. Untuk memperbaiki mutu tanah digunakan bahan pencampur yang salah satunya adalah abu ampas tebu dan semen.

Abu ampas tebu (baggase ash) merupakan hasil perubahan kimiawi dari pembakaran ampas tebu murni. Abu ampas tebu ini terdiri dari garam-garam anorganik dan kaya akan silica (Si) yang sangat potensial digunakan dalam bidang geoteknik terutama dalam perbaikan tanah.

Portland cement merupakan stabilisator yang baik sekali karena

kemampuannya mengeras dan mengikat butir-butir agregat sangat bermanfaat sebagai usaha untuk mendapatkan massa tanah yang kokoh dan tahan terhadap deformasi. Portland cement dapat bereaksi dengan hampir semua jenis tanah, dari jenis tanah kasar nonkohesif hingga tanah yang sangat plastis.


(6)

3

Pada penelitian ini digunakan tanah lempung lunak yang berasal dari Rawa Sragi, Lampung Timur yang distabilisasi dengan memanfaatkan bahan limbah abu ampas tebu (bagasse ash) dan semen. Abu ampas tebu digunakan sebagai campuran pada tanah lempung agar dampak bahan buangan dapat dimanfaatkan secara tepat. Stabilisasi tanah dengan abu ampas tebu dan semen diharapkan mampu meningkatkan daya dukung tanah tersebut.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah mengetahui daya dukung tanah lempung lunak dengan pengujian CBR yang distabilisasi dengan kadar campuran abu ampas tebu dan semen dengan presentase campuran yang berbeda-beda. Dengan pencampuran abu ampas tebu dan semen sebagai bahan additive dapat diamati perubahan nilai kuat dukung tanah asli dengan tanah yang telah distabilisasi serta bagaimana pengaruh kondisi rendaman terhadap nilai kuat dukung tanah campuran. Dengan demikian, akan dapat disimpulkan apakah bahan campuran abu ampas tebu + semen dapat digunakan sebagai alternatif bahan stabilisasi tanah yang baik.

C. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada masalah-masalah yang akan dianalisa, yaitu : 1. Sampel tanah yang akan diuji merupakan tanah lempung lunak yang


(7)

2. Perbaikan tanah dilakukan dengan menambahkan abu ampas tebu

(bagasse ash) yang berasal dari PT. Indo Lampung Perkasa dan portland

cement dengan merk Semen Baturaja dalam kemasan 50 kg/zak.

3. Pengujian yang dilakukan di laboratorium meliputi: a. Pengujian tanah asli (data sekunder)

1) Pengujian kadar air.

2) Pengujian analisa saringan. 3) Pengujian batas atterberg. 4) Pengujian berat jenis. 5) Pengujian kepadatan tanah. 6) Pengujian CBR.

b. Pengujian terhadap sampel tanah + abu ampas tebu + semen 1) Pengujian kadar air mula-mula

2) Pengujian kepadatan (kadar air optimum dan berat volume kering tanah)

3) Pengujian CBR 4) Pengujian berat jenis 5) Pengujian batas atterberg

Data sekunder merupakan data yang didapat dari hasil penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Zulya Safitri tentang Pengaruh Penambahan Abu Ampas Tebu (Bagasse Ash) sebagai Bahan Stabilisator pada Tanah Lempung Lunak.


(8)

5

D. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui karakteristik fisik dan mekanis campuran tanah sebelum distabilisasi dengan tanah yang telah distabilisasi dengan abu ampas tebu dan semen.

2. Mengetahui peningkatan daya dukung tanah lempung melalui uji CBR (California Bearing Test) yang distabilisasi dengan abu ampas tebu dan semen.

3. Membandingkan nilai CBR hasil penelitian dengan nilai CBR pada tanah campuran abu ampas tebu dan semen dengan kadar yang berbeda pada penelitian sebelumnya.


(9)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanah

1. Pengertian Tanah

Menurut Craig (1991), tanah adalah akumulasi mineral yang tidak mempunyai atau lemah ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan.

Tanah adalah kumpulan-kumpulan dari bagian-bagian yang padat dan tidak terikat antara satu dengan yang lain (diantaranya mungkin material organik) dan rongga-rongga diantara material tersebut berisi udara dan air. (Verhoef, 1994).

Pengertian tanah menurut Bowles (1991), tanah adalah campuran partikel-partikel yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis berikut: a. Berangkal (boulders) adalah potongan batuan yang besar, biasanya

berukuran 250 mm sampai 300 mm dan untuk ukuran 150 mm sampai 250 mm.

b. Kerikil (gravel) adalah partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai 150 mm.


(10)

7

c. Pasir (sand) adalah partikel batuan yang berukuran 0,074 mm sampai 5 mm, yang berkisar dari kasar dengan ukuran 3 mm sampai 5 mm sampai halus yang berukuran < 1 mm.

d. Lanau (silt) adalah partikel batuan yang berukuran dari 0,002 mm sampai 0,0074 mm.

e. Lempung (clay) adalah partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm yang merupakan sumber utama dari kohesi pada tanah yang kohesif.

f. Koloid (colloids) adalah partikel mineral yang diam dan berukuran lebih kecil dari 0,001 mm.

Sedangkan tanah didefinisikan oleh Das (1998) sebagai material yang terdiri dari agregat mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut.

Tanah terjadi sebagai produk pecahan dari batuan yang mengalami pelapukan mekanis atau kimiawi. Pelapukan mekanis terjadi apabila batuan berubah menjadi fragmen yang lebih kecil tanpa terjadinya suatu perubahan kimiawi dengan faktor-faktor yang mempengaruhi, yaitu pengaruh iklim, eksfoliasi, erosi oleh angin dan hujan, abrasi, serta kegiatan organik. Sedangkan pelapukan kimiawi meliputi perubahan mineral batuan menjadi senyawa mineral yang baru dengan proses yang terjadi antara lain seperti oksidasi, larutan (solution), pelarut (leaching).


(11)

2. Klasifikasi Tanah

Menurut Das (1998), klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok dan subkelompok berdasarkan pemakaiannya. Sistem klasifikasi ini menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat bervariasi namun tidak ada yang benar-benar memberikan penjelasan yang tegas mengenai kemungkinan pemakaianya.

Sistem klasifikasi tanah dimaksudkan untuk memberikan informasi tentang karakteristik dan sifat-sifat fisik tanah dasar serta mengelompokkannya sesuai dengan perilaku umum dari tanah tersebut. Tujuan klasifikasi tanah adalah untuk menentukan kesesuaian terhadap pemakaian tertentu serta untuk menginformasikan tentang keadaan tanah dari suatu daerah kepada daerah lainnya dalam bentuk berupa data dasar. Klasifikasi tanah juga berguna untuk studi yang lebih terinci mengenai keadaan tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk menentukan sifat teknis tanah seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi, dan sebagainya (Bowles, 1991).

Menurut Verhoef (1994), tanah dapat dibagi dalam tiga kelompok: 1. Tanah berbutir kasar (pasir, kerikil)

2. Tanah berbutir halus (lanau, lempung) 3. Tanah campuran

Perbedaan antara pasir/kerikil dan lanau/lempung dapat diketahui dari sifat-sifat material tersebut. Lanau/lempung sering kali terbukti kohesif


(12)

9

(saling mengikat) sedangkan material yang berbutir (pasir, kerikil) adalah tidak kohesif (tidak saling mengikat). Struktur dari tanah yang tidak berkohesi ditentukan oleh cara penumpukan butir (kerangka butiran). Struktur dari tanah yang berkohesi ditentukan oleh konfigurasi bagian-bagian kecil dan ikatan diantara bagian-bagian-bagian-bagian kecil ini.

Ada beberapa macam sistem klasifikasi tanah, antara lain: a. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Ukuran Butir

Ukuran butir merupakan suatu metode yang jelas untuk mengklasifikasikan tanah dan kebanyakan usaha-usaha yang terdahulu untuk membuat sistem klasifikasi adalah berdasarkan ukuran butiran.

Tabel 1. Klasifikasi berdasarkan ukuran butiran

Sistem Klasifikasi

Ukuran Butir (mm)

100 10 1 0,1 0,01 0,001 0,0001 MIT

Kerikil Pasir Lanau Lempung 2 0,06 0,002

AASHTO

Kerikil Pasir Lanau Lempung 75 2 0,05 0,002

Unified

Kerikil Pasir Fraksi halus (Lanau Lempung

75 4,75 0,075

Sumber : Craig (1991)

b. Sistem Klasifikasi Tanah AASHTO

Sistem klasifikasi AASHTO membagi tanah kedalam 7 kelompok, A-1 sampai A-7. Kelompok A-8 tidak diperlihatkan tetapi merupakan gambut ditentukan berdasarkan klasifikasi visual. Pengujian yang dilakukan hanya analisis saringan dan batas-batas


(13)

Atterberg. Kelompok tanah dapat dilihat berdasarkan hubungan indeks plastisitas dan batas cair seperti pada Gambar 1 di bawah ini :

Indeks

Plastisitas

(PI)

Batas cair (LL)

Gambar 1. Rentang dari batas cair (LL) dan indeks plastisitas (PI) untuk kelompok tanah (Das, 1998).

Indeks kelompok (group index) digunakan untuk mengevaluasi lebih lanjut tanah-tanah dalam kelompoknya. Indeks kelompok dihitung dengan persamaan:

GI = [(F – 35)(0,2 + 0,005(LL – 40)] + 0,01(F – 15)(PI – 10) Dimana:

GI = indeks kelompok (group index)

F = persentase butiran lolos saringan no. 200 LL = batas cair (liquid limit)

PI = indeks plastisitas

Bila nilai indeks kelompok (GI) semakin tinggi maka semakin berkurang ketepatan penggunaan tanahnya untuk suatu konstruks.


(14)

*A-7-5 (PI ≤ LL – 30) *A-7-6 (PI ≥ LL – 30) Sumber : Das, 1998

Tabel 2. Sistem klasifikasi tanah berdasarkan AASHTO

Klasifikasi umum Bahan - bahan berbutir

(35% atau kurang dari lolos saringan No. 200)

Bahan – bahan lanau lempung

(lebih dari 35% lolos saringan No. 200)

Klasifikasi kelompok

A-1

A-3

A-2

A-4 A-5 A-6

A-7

A-1-a A-1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7 A-7-5*

A-7-6*

Analisis saringan (% lolos) : No.10 No.40 No.200

≤ 50 ≤ 30

≤ 15 ≤ 50≤ 25 ≥ 51≤ 10 ≤ 35 ≤ 35 ≤ 35 ≤ 35 ≥ 36 ≥ 36 ≥ 36 ≥ 36

Sifat fraksi yang lolos ayakan No.40

Batas Cair (LL) :

Indeks Plastisitas (PI) : ≤ 6 NP

≤ 40 ≤ 10

≥ 41

≤ 10 ≤ 40≥ 11 ≥ 41≥ 11 ≤ 40≤ 10 ≥ 41≤ 10 ≤ 40≥ 11 ≥ 41≥ 11

Tipe material yang

paling dominan

Batu pecah, kerikil dan pasir

Pasir halus

Kerikil dan pasir yang berlanau atau

berlempung Tanah berlanau Tanah Berlempung

Penilaian sebagai bahan


(15)

c. Klasifikasi tanah Unified (USCS)

Tabel 3. Sistem klasifikasi tanah Unified (Bowles,1991) Jenis Tanah Prefiks Subkelompok Sufiks

Kerikil G Gradasi baik W

Gradasi buruk P

Pasir S Berlanau M

Berlempung C

Lanau M

Lempung C wl < 50 persen L Organik O Wl > 50 persen H

Gambut Pt

Hubungan antara batas cair (LL) dengan indeks plastisitas (PI) berdasarkan system Unified ditunjukkan pada Gambar 2 di bawah ini

Gambar 2. Indeks plastisitas sistem Unified Bagan plastisitas

Untuk klasifikasi tanah berbutir-halus dan fraksi halus dari tanah berbutir kasar Batas Atterberg yang digambarkan di bawah yang diarsir merupakan klasifikasi batas yang membutuhkan simbol ganda Persamaan garis A

PI = 0,73(LL – 20)

OL ML &

OH MH & CL

CH

CL - ML

Garis A

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Batas Cair

60 50

40 30

20

10 0

Inde

x plasti

sit

asa


(16)

13

Tabel 4. Klasifikasi tanah berdasarkan Sistem Unified

Divisi Utama Simbol Nama Umum Kriteria Klasifikasi

Ta na h be rb ut ir ka sa r≥ 5 0% bu tir an te rt ah an sari n g an N o . 2 0

0 Ker

ik il 50 % ≥ fra ksi k asar te rt ah an sari n g an N o . 4 K er ik il b er si h (h an y a k er ik il ) GW

Kerikil bergradasi-baik dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

K la si fi k asi b er d as ar k an p ro se n ta se b u ti ra n h al u s ; K u ra n g d ar i 5 % lo lo s sari n g an n o .2 0 0 : G M , G P , S W , S P . L eb ih d ar i 1 2 % l o lo s s ar in g an n o .2 0 0 : G M , G C , S M , S C . 5 % 1 2 % l o lo s sari n g an N o .2 0 0 : B at as an k la si fi k as i y an g mem p u n y ai s im b o l d o b el

Cu = D60 > 4

D10

Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3

D10 x D60 GP

Kerikil bergradasi-buruk dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW K er ik il d en g an B u ti ra n h al u

s GM Kerikil berlanau, campuran

kerikil-pasir-lanau

Batas-batas

Atterberg di bawah garis A atau PI < 4

Bila batas

Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol GC Kerikil berlempung, campuran

kerikil-pasir-lempung

Batas-batas

Atterberg di bawah garis A atau PI > 7

Pa si r≥ 5 0% fr ak si k as ar lo lo s sari n g an N o . 4 P asi r b er si h ( h an y a p as ir

) SW

Pasir bergradasi-baik , pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Cu = D60 > 6

D10

Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3

D10 x D60 SP

Pasir bergradasi-buruk, pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW P asi r d en g an b u ti ra n h al u s

SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau

Batas-batas

Atterberg di bawah garis A atau PI < 4

Bila batas

Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol SC Pasir berlempung, campuran

pasir-lempung

Batas-batas

Atterberg di bawah garis A atau PI > 7

Ta n ah b er b u ti r h al u s 5 0 % at au l eb ih l o lo s ay ak an N o . 2 0 0 La na u da n le m pu ng b at as ca ir ≤ 50 % ML

Lanau anorganik, pasir halus sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung

Diagram Plastisitas:

Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol.

60

50 CH 40 CL

30 Garis A CL-ML

20

4 ML ML atau OH 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Garis A : PI = 0.73 (LL-20) CL

Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai dengan sedang lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung

berlanau, lempung “kurus” (lean

clays) OL

Lanau-organik dan lempung berlanau organik dengan plastisitas rendah La na u da n le m pu ng b at as ca ir ≥ 5 0% MH

Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae, lanau yang elastis

CH

Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi, lempung

“gemuk” (fat clays)

OH

Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai dengan tinggi

Tanah-tanah dengan kandungan organik sangat tinggi

PT

Peat (gambut), muck, dan tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi

Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488 Sumber : Hary Christady, 1996.

B

atas Pla

stis


(17)

B. Tanah Lempung

Tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokonis sampai dengan sub mikrokonis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering, bersifat plastis pada kadar air sedang, sedangkan pada keadaan air yang lebih tinggi tanah lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak.

Menurut DAS (1998), tanah lempung merupakan tanah yang terdiri dari partikel-partikel tertentu yang menghasilkan sifat plastis apabila dalam kondisi basah.

Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung adalah sebagai berikut (Hardiyatmo, 1999) :

a. Ukuran butir halus, yaitu kurang dari 0,002 mm. b. Permeabilitas rendah.

c. Kenaikan air kapiler tinggi. d. Bersifat sangat kohesif.

e. Kadar kembang susut yang tinggi. f. Proses konsolidasi lambat.

Lempung merupakan tanah berbutir halus koloidal yang tersusun dari mineral-mineral yang dapat mengembang. Tanah lempung memiliki sifat khusus yaitu kapasitas pertukaran ion yang tinggi yang mengakibatkan lempung memiliki potensi pengembangan yang cukup tinggi apabila terjadi perubahan kadar air. Tanah lempung mengembang ketika kadar air bertambah


(18)

15

dari nilai referensinya. Sebaliknya, akan menyusut ketika kadar air berkurang dari nilai referensinya sampai batas susut. Dengan kata lain, lempung memiliki kepekaan yang sangat tinggi terhadap perubahan kadar air.

Berdasarkan ukurannya butirannya, tanah lempung merupakan golongan partikel yang berukuran antara 0,002 mm sampai 0,005 yang terdiri dari mineral-mineral lempung yang berukuran kurang dari 2 μm. Jenis mineral lempung yang biasanya terdapat pada tanah lempung adalah:

a. Kaolinite

Kaolinite merupakan anggota kelompok kaolinite serpentin, yaitu hidrus alumino silikat dengan rumus kimia Al2 Si2O5(OH)4. Kekokohan sifat

struktur dari partikel kaolinite menyebabkan sifat-sifat plastisitas dan daya pengembangan atau menyusut kaolinite menjadi rendah.

b. Illite

Illite dengan rumus kimia KyAl2(Fe2Mg2Mg3) (Si4yAly)O10(OH)2 adalah

mineral bermika yang sering dikenal sebagai mika tanha dan merupakan mika yang berukuran lempung. Istilah illite dipakai untuk tanah berbutir halus, sedangkan tanah berbutir kasar disebut mika hidrus.

c. Montmorilonite

Mineral ini memiliki potensi plastisitas dan mengembang atau menyusut yang tinggi sehingga bersifat plastis pada keadaan basah dan keras pada keadaan kering.


(19)

Hubungan antara sifat-sifat mineral lempung antara lain: a. Hubungan Antara Plastisitas dan Dehidrasi

Partikel lempung hampir selalu terhidrasi, yaitu dikelilingi oleh lapisan-lapisan molekul air yang disebut air teradsobsi (adsorbed water). Air tertarik ke lapisan dengan cukup kuat sehingga berperilaku lebih sebagai benda padat dari pada benda cair. Lapisan air ini dapat hilang pada temperature yang lebih tinggi dari 60oC sampai 100oC dan akan mengurangi plastisitas alamiah dari tanah. Sebagian air ini juga dapat hilang cukup dengan pengeringan udara saja. Pada umumnya, apabila lapisan ganda mengalami dehidrasi pada temperature rendah, sifat plastsitasnya dapat dikembalikan lagi dengan mencampur air yang cukup dan dikeringkan (curing) selama 24 sampai 48 jam. Apabila dehidrasi terjadi pada temperature yang lebih tinggi, sifat plastisitasnya akan turun atau berkurang untuk selamanya. (Bowles, 1991).

b. Hubungan Antara Plastisitas Dan Fraksi Lempung

Ketebalan air mengeliligi butiran tanah lempung tergantung dari macam mineralnya. Jadi dapat diharapkan plastisitas tanah lempung tergantung dari sifat mineral lempung yang ada pada butirannya dan jumlah mineralnya.

Berdasarkan pengujian laboratorium pada beberapa tanah diperoleh bahwa indeks plastisitas berbanding langsung dengan persen fraksi ukuran lempungnya (yaitu persen dari berat yang lebih kecil dari ukuran


(20)

17

0,002 mm). Nilai perbandingan tersebut dinamakan Aktivitas (A), demikian aktifitas dapat diartikan sebagai:

dengan C adalah persentase berat dari fraksi ukuran lempung. Aktivitas tanah yang diuji akan merupakan fungsi dari macam mineral lempug yang dikandungnya. (Hardiyatmo, 1992)

c. Hubungan Antara Batas Kosistensi dan Potensi Perubahan Volume Perubahan volume berhubungan langsung dengan batas susut dan sebagian berkaitan pula dengan batas plastis dan batas cair. Tabel 5 memberikan hubungan kasar yang telah dijumpai dan cukup dapat diandalkan untuk meramalkan terjadinya perubahan volume. (Bowles, 1991).

Tabel 5. Hubungan batas Atterberg dan potensi perubahan volume Potensi perubahan

volume

Indeks plastisitas Batas susut ws

Daerah kering Daerah lembab

Kecil 0 – 15 0 – 30 > 12

Sedang 15 – 30 30 – 50 10 – 12

Tinggi >30 >50 <10

C. Stabilisasi Tanah

Tanah merupakan salah satu bahan konstruksi yang langsung tersedia di lapangan sebagai timbunan dan apabila dapat digunakan akan sangat ekonomis. Namun tanah harus dipakai setelah melalui proses pengendalian


(21)

mutu. Apabila tanah ditimbun secara sembarangan akan mengakibatkan stabilitas yang rendah dan penurunan yang sangat besar.

Tanah yang terdapat di lapangan memiliki sifat yang beraneka ragam. Sifat tanah yang sangat lepas dan sangat mudah tertekan, mempunyai indeks konsistensi yang tidak sesuai atau permeabilitas yang terlalu tinggi perlu dilakukan stabilisasi sebelum dilakukannya pembangunan di atas tanah tersebut. Stabilisasi tanah merupakan suatu metode untuk memperbaiki sifat tanah agar sesuai untuk suatu proyek konstruksi.

Stabilisasi dapat terdiri dari tindakan-tindakan berikut: 1. Meningkatkan kerapatan tanah.

2. Menambah material yang tidak aktif sehingga meningkatkan kohesi dan/ atau tahanan gesek yang timbul.

3. Menambah bahan untuk menyebabkan perubahan-perubahan kimiawi dan/ atau fisis pada tanah.

4. Menurunkan muka air tanah. 5. Mengganti tanah yang buruk.

Usaha stabilisasi tanah dapat dilakukan dengan salah satu cara atau kombinasi dari pekerjaan pekerjaan berikut (Bowles, 1991) :

1. Mekanis adalah pemadatan dengan berbagai jenis peralatan mekanis seperti mesin gilas (roller), benda berat yang dijatuhkan, ledakan tekanan statis, tekstur, pembekuan, pemanasan, dan sebagainya.

2. Bahan pencampur (addtiver) adalah penambahan bahan lain pada tanah. Bahan additive yang digunakan dapat berupa bahan kimiawi, seperti


(22)

19

semen, abu batubara, aspal, sodium, kalsium klorida, atau limbah parbrik kertas dan lain-lain sedangkan bahan nonkimia yang biasa digunakan antara lain gamping atau kerikil.

Upaya stabilisasi tanah lempung sudah banyak dilakukan dengan stabilisator yang beraneka ragam seperti kapur, semen, kombinasi semen dan abu terbang, aspal, dan lain-lain. Alasan penggunaan bahan-bahan tersebut adalah kesesuainnya dengan jenis tanah, mudah didapat, harga murah, dan tidak mencemari lingkungan.

D. Abu Ampas Tebu

Abu ampas tebu merupakan limbah hasil pembakaran ampas tebu. Ampas tebu merupakan suatu residu dari proses penggilingan tanaman tebu setelah diekstrak atau dikeluarkan niranya pada industri pemurnian gula sehingga hasil samping sejumlah limbah berserat yang dikenal sebagai ampas tebu (baggasse).

Pada proses penggilingan tebu, terdapat lima kali proses penggilingan dari batang tebu sampai dihasilkan ampas tebu. Pada penggilingan pertama dan kedua dihasilkan nira mentah yang berwarna kuning kecoklatan. Kemudian pada proses penggilingan ketiga, keempat dan kelima dihasilkan nira dengan volume yang tidak sama. Setelah proses penggilingan awal, yaitu penggilingan pertama dan kedua dihasilkan ampas tebu basah. Untuk mendapatkan nira yang optimal, pada penggilingan ampas hasil gilingan kedua harus ditambahkan susu kapur 3Be yang berfungsi sebagai senyawa


(23)

yang mampu menyerap nira dari serat ampas tebu sehingga pada penggilingan ketiga nira masih dapat diserap meskipun volumenya lebih sedikit dari hasil gilingan kedua. Pada penggilingan seterusnya hingga penggilingan kelima ditambahkan susu kapur 3Be dengan volume yang berbeda-beda tergantung sedikit banyaknya nira yang masih dapat dihasilkan.

Penggilingan I Penggilingan III Penggilingan V

Penggilingan II Penggilingan IV

Ampas Ampas Ampas Ampas Ampas Gilingan I Gilingan II Gilingan III Gilingan IV Gilingan V

Tebu

Susu Kapur Susu Kapur Susu Kapur 3Be 3Be 3Be

Gambar 3. Proses penggilingan tebu

Tiap berproduksi, pabrik gula selalu menghasilkan limbah yang terdiri dari limbah padat, cair dan gas. Limbah padat, yaitu ampas tebu (bagasse), abu boiler dan blotong (filter cake). Ampas tebu merupakan limbah padat yang berasal dari perasan batang tebu ini banyak mengandung serat dan gabus. Pembuangan ampas tebu dapat membawa masalah sebab ampas bersifat meruah sehingga menyimpannya perlu area yang luas. Ampas mudah terbakar sebab didalamnya banyak mengandung air, gula, serat, dan mikroba sehingga bila tertumpuk akan termentasi dan melepaskan panas. Untuk


(24)

21

mengatasi kelebihan ampas tebu adalah dengan membakarnya untuk mengurangi jumlah ampas tebu. Pembakaran ampas tebu inilah yang menghasilkan abu ampas tebu.

Abu ampas tebu (baggase ash) merupakan hasil perubahan kimiawi dari pembakaran ampas tebu murni yang terdiri dari garam-garam anorganik.

Tabel 6. Komposisi abu pembakaran ampas tebu Senyawa Kimia Presentase (%)

SiO2 71

Al2O3 1,9

Fe2O3 7,8

CaO 3,4

MgO 0,3

KzO 8,2

P2O5 3,0

MnO 0,2

(Sumber : Dubey dan Varma Sugar By-Products & Subsidiary Industries

dalam Kian dan Susesno. 2002)

E. Semen

Semen merupakan salah satu bahan perekat yang jika dicampur dengan air mampu mengikat bahan-bahan padat seperti pasir dan batu menjadi suatu kesatuan. Fungsi semen adalah mengikat butir-butir agregat hingga membentuk suatu massa padat dan mengisi rongga-rongga udara di antara butir-butir agregat. Sifat pengikatan semen ditentukan oleh susunan kimia


(25)

yang dikandungnya. Adapun bahan utama yang dikandung semen adalah kapur (CaO), silikat (SiO2), alumunia (Al2O3), ferro oksida (Fe2O3), magnesit (MgO), serta oksida lain dalam jumlah kecil (Lea and Desch, 1940).

Jenis-jenis semen menurut semen adalah adalah :

1. Semen abu atau semen portland adalah bubuk/bulk berwarna abu kebiruan-biruan, dibentuk dari bahan utama batu kapur berkadar kalsium tinggi yang diolah dalam tanur yang bersuhu dan bertekanan tinggi. Semen ini biasa digunakan sebagai perekat untuk memplester. Semen ini bedasarkan prosentase kandungan penyusunnya terdiri dari 5 (lima) tipe, yaitu tipe I sampai dengan tipe V.

2. Semen putih (gray cement) adalah semen yang lebih murni dari abu dan digunakan untuk pekerjaan penyelesaian (finishing) seperti sebagai filler

atau pengisi. Semen jenis ini dibuat dari bahan utama kalsit (calcite)

limestone murni.

3. Oil well cement atau semen sumur minyak adalah semen khusus yang digunakan dalam proses pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di darat maupun di lepas pantai.

4. Mixed & fly ash cement adalah campuran semen dengan pozzolan buatan (fly ash). Pozzolan buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan dari pembakaran batubara yang mengandung amorphous silika, aluminium oksida, besi oksida dan oksida lainnya dalam berbagai variasi jumlah. Semen ini digunakan sebagai campuran untuk membuat beton sehingga menjadilebih keras.


(26)

23

Pada Tabel 7 dijelaskan beberapa unsure kimia serta komposisi kimia pembentuk semen Portland

Tabel 7. Komposisi kimia tipikal semen Portland biasa

Nama Kimia Rumus Kimia Notasi Berat (%)

Tricalcium silicate 3CaO.SiO2 C3S 50

Dicalcium silicate 2CaO.SiO2 C2S 25

Tricalcium aluminate 3CaO.Al2O3 C3A 12

Tetracalcium

aluminoferrite 4CaO.Al2O3.Fe2O3 C4AF 8

Calcium sulfate

dihydrate CaSO4.2H2O CSH2 3,5

F. Pemadatan Tanah

Pemadatan merupakan usaha untuk mempertinggi kerapatan tanah dengan pemakaian energi mekanis untuk menghasilkan pemampatan partikel.

Manfaat dari pemadatan tanah adalah memperbaiki beberapa sifat teknik tanah, antara lain:

1. Memperbaiki kuat geser tanah yaitu menaikkan nilai θ dan C (memperkuat tanah).

2. Mengurangi kompresibilitas yaitu mengurangi penurunan oleh beban. 3. Mengurangi permeabilitas yaitu mengurangi nilai k.


(27)

Tujuan pemadatan adalah untuk memperbaiki sifat-sifat teknis massa tanah. Beberapa keuntungan yang didapatkan dengan adanya pemadatan ini adalah: 1. Berkurangnya penurunan permukaan tanah.

2. Bertambahnya kekuatan tanah.

3. Penyusutan berkurang akibat berkurangnya kadar air dari nilai patokan pada saat pengeringan.

Kerugian utamanya adalah adanya pemuaian (bertambahnya kadar air dari) dan kemungkinan pembekuan tanah akan membesar.

Tingkat pemadatan tanah diukur dari berat volume kering tanah yang dipadatkan. Bila air ditambahkan pada tanah yang sedang dipadatkan, air tersebut akan berfungsi sebagai unsur pembasah (pelumas) pada partikel-partikel tanah. Kadar air mempunyai pengaruh yang besar terhadap tingkat kepadatan yang dapat dicapai oleh suatu tanah. Selain kadar air, faktor-faktor lain yang mempengaruhi pemadatan adalah jenis tanah dan usaha pemadatan. Dengan dilakukannya pengujian pemadatan tanah maka akan terdapat hubungan antara kadar air dengan berat volume seperti Gambar 5. berikut:

Berat volume,

γ

d

Butiran padat tanah

Air

γ

d Butiran padat tanah

Kadar Air

0 w1 w2

Gambar 4. Prinsip umum pemadatan tanah (hubungan antara kadar air dengan berat volume)


(28)

25

Berdasarkan tenaga pemadatan yang diberikan, pengujian proctor dibedakan menjadi 2 macam:

1. Proktor Standar. 2. Proktor Modifikasi.

Rincian mengenai persamaan ataupun perbedaan dari kedua proctor tersebut, diperlihatkan dalam Tabel 8.

Tabel 8. Elemen-elemen uji pemadatan di laboratorium (Das, 1988) Proctor Standar

(ASTM D-698)

Proctor Modifikasi (ASTM D-1557)

Berat palu 24,5 N (5,5 lb) 44,5 N (10 lb)

Tinggi jatuh palu 305 mm (12 in) 457 mm (18 in)

Jumlah lapisan 3 5

Jumlah tumbukan/lapisan 25 25

Volume cetakan 1/30 ft3

Tanah saringan (-) No. 4

Energi pemadatan 595 kJ/m3 2698 kJ/m3

G. California Bearing Ratio (CBR)

Metode perencanaan perkerasan jalan yang umum digunakan yaitu dengan cara-cara empiris, yang biasa dikenal adalah cara CBR (California Bearing

Ratio). Metode ini dikembangkan oleh California State Highway

Departement sebagai cara untuk menilai kekuatan tanah dasar jalan


(29)

CBR adalah perbandingan antara beban yang dibutuhkan untuk penetrasi

tanah contoh sebesar 0,1” atau 0,2”. Jadi harga CBR adalah nilai yang

menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai sebesar 100% dalam memikul beban. Nilai CBR akan digunakan untuk menentukan tebal lapisan perkerasan. Untuk menentukan tebal lapis perkerasan dari nilai CBR digunakan grafik-grafik yang dikembangkan untuk berbagai muatan roda kendaraan dengan intensitas lalu lintas.

Berdasarkan cara mendapatkan contoh tanah, CBR dapat dibagi atas : 1. CBR lapangan (CBR inplace atau field CBR).

CBR lapangan memiliki kegunaan untuk mendapatkan nilai CBR asli di lapangan sesuai dengan kondisi tanah pada saat itu. Umumnya digunakan untuk perencanaan tebal lapis perkerasan yang lapisan tanah dasarnya sudah tidak akan dipadatkan lagi.

2. CBR lapangan rendaman (undisturbed soaked CBR).

CBR lapangan rendaman ini berguna untuk mendapatkan nilai CBR asli di lapangan pada keadaan jenuh air dan tanah yang mengalami pengembangan (swelling) yang maksimum. Pemeriksaan ini dilaksanakan pada musim kemarau dan kondisi tanah dasar tidak dalam keadaan jenuh air. Dan digunakan pada badan jalan yang sering terendam air pada musim hujan.

3. CBR laboratorium (laboratory CBR).

CBR laboratorium dapat disebut juga CBR rencana titik. Tanah dasar yang diperiksa merupakan jalan baru yang berasal dari tanah asli, tanah


(30)

27

timbunan atau tanah galian yang dipadatkan sampai mencapai 95% kepadatan maksimum. Dengan demikian daya dukung tanah dasar merupakan kemampuan lapisan tanah yang memikul beban setelah tanah itu dipadatkan. Oleh karena itu, nilai CBR laboratorium adalah nilai CBR yang diperoleh dari contoh tanah yang dibuat dan mewakili keadaan tanah tersebut setelah dipadatkan.

Pemeriksaan CBR laboratorium dilaksanakan dengan dua macam metode yaitu CBR laboratorium rendaman (soaked design CBR) dan CBR laboratorium tanpa rendaman (unsoaked design CBR) (Sukirman, 1992). Hal yang membedakan pada dua macam metode tersebut adalah contoh tanah atau benda uji sebelum dilakukan pemeriksaan CBR.

Untuk metode CBR rendaman, contoh tanah di dalam cetakan direndam dalam air sehingga air dapat meresap dari atas maupun dari bawah dan permukaan air selama perendaman harus tetap kemudian benda uji yang direndam telah siap untuk diperiksa. Dan untuk metode CBR tanpa rendaman, contoh tanah dapat langsung diperiksa tanpa dilakukan perendaman (ASTM D-1883-87).

Uji CBR metode rendaman adalah untuk mengasumsikan keadaan hujan atau saat kondisi terjelek di lapangan yang akan memberikan pengaruh penambahan air pada tanah yang telah berkurang airnya, sehingga akan mengakibatkan pengembangan (swelling) dan penurunan kuat dukung tanah.


(31)

Pengujian kekuatan CBR dilakukan dengan alat yang mempunyai piston dengan luas 3 sqinch dengan kecepatan gerak vertikal ke bawah 0,05 inch/menit, proving ring digunakan untuk mengukur beban yang dibutuhkan pada penetrasi tertentu yang diukur dengan arloji pengukur (dial). Penentuan nilai CBR yang biasa digunakan untuk menghitung kekuatan pondasi jalan

adalah penetrasi 0,1” dan penetrasi 0,2” dengan rumus sebagai berikut: Nilai CBR pada penetrsai 0,1” =

Nilai CBR pada penetrsai 0,2” =

Dimana :

A = pembacaan dial pada saat penetrasi 0,1” B = pembacaan dial pada saat penetrasi 0,2”

Nilai CBR yang didapat adalah nilai yang terkecil diantara hasil perhitungan kedua nilai CBR.

Berikut ini adalah tabel beban yang digunakan untuk melakukan penetrasi bahan standar.

Tabel 9. Beban penetrasi bahan standar

Penetrasi (inch) Beban Standar (lbs) Beban Standar (lbs/inch) 0,1

0,2 0,3 0,4 0,5

3000 4500 5700 6900 7800

1000 1500 1900 2300 6000 100% x 3000

A

100% x 4500


(32)

29

H. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian laboratorium yang menjadi bahan pertimbangan dan acuan penelitian ini dikarenakan adanya kesamaan metode dan sampel tanah yang digunakan serta penggunaan bahan additive pada penelitiannya.

Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan bahan stabilisasi menggunakan abu ampas tebu 5 %, 10 %, dan 15 % dapat memperbaiki sifat fisik dan mekanik tanah lunak. Pada pengujian fisik seperti batas-batas Atterberg

mengalami penurunan setelah distabilisasi. Sementara pada pengujian mekanik, penggunaan abu ampas tebu cukup efektif dalam meningkatkan daya dukung tanah lunak. Dari hasil pengujian CBR rendaman atau tanpa rendaman, tanah yang telah distabilisasi dengan campuran abu ampas tebu dapat digunakan sebagai tanah dasar pada konstruksi jalan dikarenakan nilai

CBRnya ≥ 6 % (Zulya Safitri, 2012).

Sementara berdasarkan penelitian menggunakan campuran abu ampas tebu dan semen 6 %, 9 %, dan 12 % dengan perbandingan abu ampas tebu dan semen adalah 2 : 1 pengujian fisik seperti berat jenis mengalami kenaikan dan batas-batas Atterberg mengalami penurunan setelah distabilisasi. Sementara pada pengujian mekanik, penggunaan abu ampas tebu dan semem dapat meningkatkan daya dukung tanah tersebut. Dari hasil pengujian CBR rendaman atau tanpa rendaman, tanah yang distabilisasi dengan abu ampas tebu dan semen memiliki nilai CBR ≥ 6 % (Eka Fitrian Sari, 2012)


(33)

III. METODE PENELITIAN

A. Bahan Penelitian

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung Rawa Sragi, Lampung Timur

2. Air yang berasal dari Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik Universitas Lampung

3. Semen Portland yaitu semen baturaja dalam kemasan 50 kg/zak. 4. Abu ampas tebu yang telah dihaluskan sampai berbentuk serbuk.

B. Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat untuk uji analisis saringan, uji berat jenis, uji kadar air, uji batas-batas konsistensi, uji proctor

modified, uji CBR dan peralatan lainnya yang ada di Laboratorium Mekanika

Tanah Jurusan Teknik Sipil, Universitas Lampung yang telah sesuai dengan standarisasi American Society for Testing Material (ASTM).


(34)

31

C. Data Penelitian

Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Data Sekunder

Data-data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diambil berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Zulya Safitri tentang Pengaruh Penambahan Abu Ampas Tebu (Baggase Ash) sebagai bahan Stabilisator pada Tanah Lempung Lunak dengan menggunakan bahan tanah asli berasal dari daerah yang sama.

Data-data sekunder yang digunakan pada penelitian ini berupa : a. Nilai Kadar Air

b. Nilai Uji Analisa Saringan c. Nilai Berat Jenis

d. Nilai Batas Atterberg

e. Nilai Uji Pemadatan Tanah f. Nilai CBR Tanah Asli (0 %)

2. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini merupakan hasil pengujian tanah dengan bahan campuran abu ampas tebu dan semen untuk masing-masing kadar campuran. Data primer yang akan didapat dari penelitian ini berupa :

1. Nilai Kadar Air Mula-mula 2. Nilai Uji Pemadatan


(35)

4. Nilai Berat Jenis 5. Nilai Batas Atterberg

D. Metode Pencampuran Sampel Tanah dengan Abu Ampas Tebu dan Semen

Metode pencampuran untuk masing-masing prosentasi semen adalah :

1. Semen dan abu ampas tebu dicampur dengan sampel tanah yang telah ditumbuk (butir aslinya tidak pecah) dan lolos saringan No. 4 (4,75 mm) dengan prosentase semen + abu ampas tebu 6%, 9%, dan 12%. Dengan perbandingan semen : abu ampas tebu yaitu 2 : 1 untuk setiap sampel. 2. Pencampuran dilakukan dengan cara menimbang tanah, abu ampas tebu,

serta semen sesuai kadar masing-masing pada tiap campuran kemudian mencampurkan ketiga bahan tersebut ke dalam pan besar dengan cara mengaduknya secara perlahan sambil ditambahkan air sedikit demi sedikit sesuai dengan nilai KAO yang dibutuhkan.

3. Tanah yang sudah tercampur abu ampas tebu dan semen siap untuk dipadatkan lalu dilakukan perilaku dengan dua kondisi, yaitu pemeliharaan selama 7 hari dan diperam 7 hari kemudian perendaman selama 4 hari.

Alasan sampel tanah diperam selama 7 hari adalah mengasumsikan pencampuran tanah dengan abu ampas tebu dan semen sudah homogen dan terhidrasi sempurna yaitu tanah, abu ampas tebu, dan semen telah bercampur dan menyatu secara menyeluruh.


(36)

33

Alasan direndam selama 4 hari dan karena dalam kondisi lapangan sebenarnya curah hujan maksimum terjadi selama 4 hari. Dalam kondisi tersebut air sudah dalam keadaan jenuh dan tidak dapat menyerap ke dalam rongga-rongga tanah lagi

E. Pelaksanaan Pengujian

Pelaksanaan pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik Universitas Lampung. Adapun pengujian-pengujian tersebut adalah pengujian terhadap sampel tanah + semen + abu ampas tebu (campuran) yang terdiri dari pengujian berikut :

1. Nilai Kadar Air Mula-mula

2. Nilai Uji Pemadatan

3. Nilai CBR Tanah Campuran

4. Nilai Berat Jenis 5. Nilai Batas Atterberg

Pada pengujian ini setiap sampel tanah dibuat campuran dengan kadar abu ampas tebu + semen 6%, 9%, dan 12% dengan dilakukan masa pemeliharaan yang sama yaitu selama 7 hari , serta pemeraman 7 hari lalu perendaman selama 4 hari sebelum dilakukan pengujian CBR dan pengujian lainnya.

Pelaksanaan pengujian pada tanah yang telah distabilisasi dengan abu ampas tebu + semen dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik Universitas Lampung dapat dijelaskan sebagai berikut :


(37)

1. Uji Kadar Air

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui kadar air suatu sampel tanah yaitu perbandingan antara berat air dengan berat tanah kering.

Cara Kerja berdasarkan ASTM D-2216 :

a. Menimbang cawan yang akan digunakan dan memasukkan benda uji kedalam cawan dan menimbangnya.

b. Memasukkan cawan yang berisi sampel ke dalam oven dengan suhu 110oC selama 24 jam.

c. Menimbang cawan berisi tanah yang sudah di oven dan menghitung prosentase kadar air.

2. Uji Pemadatan Tanah Modified

Tujuannya adalah untuk menentukan kepadatan maksimum tanah dengan cara tumbukan yaitu dengan mengeahui hubungan antara kadar air dengan kepadatan tanah.

Cara kerja berdasarkan ASTM D 698-78 : Penambahan air :

a. Mengambil tanah sebanyak 12,5 kg dengan menggunakan karung goni lalu dijemur.

b. Setelah kering tanah yang masih menggumpal dihancurkan dengan tangan.


(38)

35

d. Butiran tanah yang lolos saringan No. 4 dipindahkan atas 5 bagian, masing-masing 2,5 kg, masukkan masing-masing bagian kedalam plastik dan ikat rapat-rapat.

e. Mengambil sebagian butiran tanah yang mewakili sampel tanah untuk menentukan kadar air awal.

f. Mengambil tanah seberat 2,5 kg, menambahkan air sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan tanah sampai merata. Bila tanah yang diaduk telah merata, dikepalkan dengan tangan. Bila tangan dibuka, tanah tidak hancur dan tidak loengket ditangan.

g. Setelah dapat campuran tanah, mencatat berapa cc air yang ditambahkan untuk setiap 2,5 kg tanah, penambahan air dilakukan dengan selisih 3 %.

h. Penambahan air untuk setiap sampel tanah dalam plastik dapat dihitung dengan rumus :

Wwb = wb . W 1 + wb

W = Berat tanah

Wb = Kadar air yang dibutuhkan Penambahan air : Ww = Wwb – Wwa

i. Sesuai perhitungan, lalu melakukan penambahan air setiap 2,5 kg sampel diatas pan dan mengaduknya sampai rata dengan tembok pengaduk.


(39)

Pemadatan tanah

a. Menimbang mold standar beserta alas

b. Memasang coller pada mold, lalu meletakkannya di atas papan. c. Mengambil salah satu sampel yang telah ditambahkan air sesuai

dengan penambahannya.

d. Dengan modified proctor, tanah dibagi kedalam 5 bagian. Bagian pertama dimasukkan kedalam mold, ditumbuk 25 kali sampai merata. Dengan cara yang sama dilakukan pula untuk bagian kedua, ketiga, keempat dan kelima sehingga bagian kelima.

e. Melepaskan collar dan meratakan permukaan tanah pada mold dengan menggunakan pisau pemotong.

f. Menimbang mold berikut alas dan tanah didalamnya.

g. Mengeluarkan tanah dari mold dengan extruder, ambil bagian tanah dengan menggunakan container untuk pemeriksaan kadar air (w). h. Mengulangi langkah kerja a sampai g untuk sampel tanah lainnya,

maka akan didapatkan 5 data pemadatan tanah.

Perhitungan kadar air :

1) Berat cawan + berat tanah basah = W1 (gr) 2) Berat cawan + berat tanah kering = W2 (gr) 3) Berat air = W1 – W2 (gr)

4) Berat cawan = Wc (gr)

5) Berat tanah kering = W2 – Wc (gr) 6) Kadar air (w) = _W1 – W2 (%)


(40)

37

Perhitungan berat isi : 1) Berat mold = Wm (gr)

2) Berat mold + sampel = Wms (gr) 3) Berat tanah (W) = Wms – Wm (gr) 4) Volume mold = V (cm3)

5) Berat volume = W/V (gr/cm3) 6) Kadar air (w)

7) Berat volume kering :

γd = γ x 100 (gr/cm3) 100 + w

8) Berat volume zero air void ( γz )

γz = Gs x γw (gr/cm3) 1.+ Gs . w

3. Uji CBR (California Bearing Ratio)

Tujuannya adalah untuk menentukan nilai CBR dengan mengetahui kuat hambatan campuran tanah dengan semen terhadap penetrasi kadar air optimum.

Langkah Kerja :

a. Menyiapkan 3 sampel tanah yang lolos saringan no. 4 masing-masing sebanyak 6 kg.

b. Mencampur tanah dengan abu ampas tebu + semen sesuai dengan kadar yang telah ditentukan.

c. Menentukan penambahan air dengan rumus : Penambahan Air : Berat sampel x (OMC - MC)


(41)

dimana :

OMC : Kadar air optimum dari hasil uji mpemadatan MC : Kadar air sekarang

d. Menambahkan air yang didapat tadi pada campuran dan diaduk hingga merata.

e. Memasukkan sampel kedalam mold lalu menumbuk secara merata. Melakukan penumbukan sampel dalam mold dengan 5 lapisan dan banyaknya tumbukan pada masing-masing sampel adalah :

Sampel 1 : Setiap lapisan ditumbuk 10 kali Sampel 2 : Setiap lapisan ditumbuk 25 kali Sampel 3 : Setiap lapisan ditumbuk 55 kali

f. Melepaskan collar dan meratakan sampel dengan mold lalu menimbang mold berikut sampel tersebut.

g. Mengambil sebagian sampel yang tidak terpakai untuk memeriksa kadar air.

Perhitungan :

1) Berat mold = Wm (gram)

2) Berat mold + sampel = Wms (gram) 3) Berat sampel (Ws) = Wms – Wm (gram) 4) Volume mold = V

5) Berat Volume = Ws / V (gr/cm3) 6) Kadar air = ω

h. Berat volume kering (γd) = γ x 100


(42)

39

i. Harga CBR :

a. Untuk 0,1 “ : Penetrasi x 100 % 3 x 1000

b. Untuk 0,2 “ : Penetrasi x 100 % 3 x 1500

Dari kedua nilai CBR tersebut diambil nilai yang terkecil.

j. Dari ketiga sampel didapat nilai CBR yaitu untuk penumbukan 10 kali, 25 kali dan 55 kali.

4. Uji Berat Jenis

Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis tanah yang lolos saringan No. 200 dengan menggunakan labu ukur.

Cara kerja berdasarkan ASTM D -854

a. Menyiapkan benda uji secukupnya dan mengoven pada suhu 60oC sampai dapat digemburkan atau dengan pengeringan matahari. b. Mendinginkan tanah dengan Desikator lalu menyaring dengan

saringan No. 200 dan apabila tanah menggumpal ditumbuk lebih dahulu.

c. Mencuci labu ukur dengan air suling dan mengeringkannya. d. Menimbang labu tersebut dalam keadaan kosong.

e. Mengambil sampel tanah antara 25 – 30 gram.

f. Memasukkan sampel tanah kedalam labu ukur dan menambahkan air suling sampai menyentuh garis batas labu ukur.

g. Mengeluarkan gelembung-gelembung udara yang terperangkap di dalam butiran tanah dengan menggunakan pompa vakum.


(43)

h. Mengeringkan bagian luar labu ukur, menimbang dan mencatat hasilnya dalam temperatur tertentu.

5. Uji Batas Atterberg

a. Batas Cair (Liquid Limit)

Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada batas antara keadaan plastis dan keadaan cair.

Cara kerja berdasarkan ASTM D 4318 :

1) Mengayak sampel tanah yang sudah dihancurkan dengan menggunakan saringan no. 40.

2) Mengatur tinggi jatuh mangkuk Casagrande setinggi 10 mm. 3) Mengambil sampel tanah yang lolos saringan no. 40 sebanyak

150 gram, kemudian diberi air sedikit demi sedikit dan aduk hingga merata, kemudian dimasukkan kedalam mangkuk casagrande dan meratakan permukaan adonan sehingga sejajar dengan alas.

4) Membuat alur tepat ditengah-tengah dengan membagi benda uji dalam mangkuk cassagrande tersebut dengan menggunakan

grooving tool

5) Memutar tuas pemutar sampai kedua sisi tanah bertemu sepanjang 13 mm sambil menghitung jumlah ketukan dengan jumlah ketukan harus berada diantara 10 – 40 kali.

6) Mengambil sebagian benda uji di bagian tengah mangkuk untuk pemeriksaan kadar air dan melakukan langkah kerja yang sama


(44)

41

untuk benda uji dengan keadaan adonan benda uji yang berbeda sehingga diperoleh 4 macam benda uji dengan jumlah ketukan yang berbeda yaitu 2 buah dibaah 25 ketukan dan 2 buah di atas 25 ketukan.

Perhitungan :

1) Menghitung kadar air masing-masing sampel tanah sesuai jumlah pukulan.

2) Membuat hubungan antara kadar air dan jumlah ketukan pada grafik semi logritma, yaitu sumbu x sebagai jumlah pukulan dan sumbu y sebagai kadar air.

3) Menarik garis lurus dari keempat titik yang tergambar. 4) Menentukan nilai batas cair pada jumlah pukulan ke 25.

b. Batas Plastis (Plasic limit)

Tujuannya adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada keadaan batas antara keadaan plastis dan keadaan semi padat.

Cara kerja berdasarkan ASTM D 4318 :

1) Mengayak sampel tanah yang telah dihancurkan dengan saringan no. 400.

2) Mengambil sampel tanah kira-kira sebesar ibu jari kemudian digulung-gulung di atas plat kaca hingga mencapai diameter 3 mm sampai retak-retak atau putus-putus.

3) Memasukkan benda uji ke dalam container kemudian ditimbang. 4) Menentukan kadar air benda uji.


(45)

Perhitungan :

1) Nilai batas plastis adalah kadar air rata-rata dari ketiga benda uji 2) Plastis Indeks (PI) :

3) PI = LL – PL

F. Urutan Prosedur Penelitian

1. Dari hasil pengujian percobaan analisis saringan dan batas atterberg untuk tanah asli (0%) digunakan untuk mengklasifikasikan tanah berdasarkan klasifikasi tanah AASHTO

2. Dari data hasil pengujian pemadatan tanah grafik hubungan berat volume kering dan kadar air untuk mendapatkan nilai kadar air kondisi optimum masing-masing sampel tanah yang akan digunakan untuk membuat sampel pada uji CBR.

3. Data pengujian pemadatan berupa grafik hubungan berat volume kering dan kadar air untuk mendapatkan kadar air kondisi optimum untuk sampel tanah asli yang distabilisasi abu ampas tebu dan semen dengan variasi prosentasi 6%, 9%, dan 12%.

4. Melakukan pencampuran semen dan abu ampas tebu dengan kadar 6%, 9%, dan 12% pada masing-masing sampel, kemudian melakukan pengujian terhadap masing-masing sampel.

5. Melakukan pemeliharaan selama 7 hari dan setelah itu dapat dilakukan pengujian CBR, batas atterberg dan berat jenis. Sedangkan untuk pengujian CBR rendaman dilakukan perendaman selama 4 hari untuk masing-masing sampel.


(46)

43

G. Analisis Hasil Penelitian

Semua hasil yang didapat dari pelaksanaan penelitian akan ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik hubungan serta penjelasan-penjelasan yang didapat dari : 1. Hasil yang didapat dari pengujian sampel tanah asli (0 %) berdasarkan

data sekunder ditampilkan dalam bentuk tabel dan digolongkan berdasarkan sistem klasifikasi tanah AASHTO dan USCS.

2. Dari hasil pengujian CBR terhadap masing-masing campuran dengan kadar semen + abu ampas tebu 6%, 9%, dan 12% setelah waktu pemeliharaan selama 7 hari dan perendaman selama 4 hari ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik hasil pengujian.

3. Pencampuran semen dan abu ampas tebu pada sampel tanah dan hasil pengujian setelah pemeraman 7 hari serta perendaman selama 4 hari dengan mengacu pada perubahan nilai dari parameter pengujian CBR, pengujian batas atterberg dan pengujian berat jenis sebagai berikut: a. Dari hasil pengujian berat jenis didapatkan hasil pengujian yang di

tampilkan dalam bentuk tabel dan grafik, dengan cara membandingkan nilai berat jenis sampel pada masing-masing perilaku. Dari tabel dan grafik nilai berat jenis tersebut maka akan didapatkan penjelasan perbandingan antara pengaruh masing-masing sampel yang diperam dengan perendaman dan yang diperam tanpa perendaman terhadap nilai berat jenisnya.

b. Dari hasil pengujian batas cair dan batas plastis (batas atterberg) didapatkan hasil pengujian yang di tampilkan dalam bentuk tabel dan grafik, dengan cara membandingkan nilai batas cair dan batas plastis


(47)

sampel pada masing-masing prilaku. Dari tabel dan grafik nilai batas cair dan batas plastis tersebut maka akan didapatkan penjelasan perbandingan antara pengaruh masing-masing sampel yang diperam dengan perendaman dan yang diperam tanpa perendaman dengan nilai batas cair dan batas plastisnya (batas atterberg).

c. Dari hasil pengujian CBR nilai kekuatan daya dukung dan stabilitas campuran pada masing-masing perilaku. Hasil pengujian CBR ini ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik hubungan antara masing-masing prilaku dengan nilai CBR dengan cara membandingkan masing-masing nilai CBR pada setiap perilaku. Dari tabel dan grafik nilai CBR tersebut maka akan didapatkan penjelasan perbandingan antara pengaruh masing-masing prilaku dengan CBR nya.

4. Dari seluruh analisis hasil penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan berdasarkan tabel dan grafik yang telah ada terhadap hasil penelitian yang didapat.


(48)

45

Gambar 5. Bagan Alir Penelitian Pemeraman selama 7 hari

(tanpa perendaman)

Selesai

Pembuatan Benda Uji

Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3

2% AAT 3% AAT 4% AAT

+ 4% PC + 6% PC + 8% PC

Analisis Hasil Penelitian

Kesimpulan dan Saran

Pemeraman selama 7 hari + perendaman 4 hari

Pengujian masing-masing sampel :

- Uji CBR - Uji Berat Jenis - Uji Batas Atterberg

Mulai

Pengumpulan Data Sekunder

Pengujian Pemadatan : - Sampel 1 (2% AAT + 4% PC) - Sampel 2 (3% AAT + 6% PC) - Sampel 3 (4% AAT + 8% PC)


(49)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap sampel tanah lunak Rawa Sragi yang distabilisasi menggunakan abu ampas tebu dan semen, maka diperoleh beberapa kesimpulan :

1. Sampel tanah yang digunakan dalam penilitian ini berdasarkan sistem klasifikasi AASHTO digolongkan pada subkelompok A-7-5 (tanah berlempung) yaitu tanah yang buruk dan kurang baik digunakan sebagai tanah dasar pondasi. Berdasarkan sistem klasifikasi USCS digolongkan tanah berbutir halus dan termasuk kedalam kelompok CH yaitu tanah lempung anorganik dengan plastisitas tinggi.

2. Penggunaan campuran abu ampas tebu dan semen sebagai bahan stabilisasi pada tanah lempung lunak mampu meningkatkan kekuatan daya dukungnya dilihat dari semakin meningkatnya nilai CBR, baik pada kondisi rendamana maupun tanpa rendaman.

3. Penambahan 6%, 9%, dan 12% kadar campuran abu ampas tebu dan semen dengan perilaku tanpa rendaman serta penambahan 9 % dan 12 % kadar campuran abu ampas tebu dan semen dengan perilaku rendaman memenuhi persyaratan nilai CBR sebagai tanah timbunan lapisan


(50)

70

subgrade pada konstruksi jalan minimal yang disyaratkan oleh

spesifikasi Bina Marga, yaitu ≥ 6%.

4. Perilaku rendaman yang dilakukan pada campuran abu ampas tebu dan semen cenderung menurunkan kekuatan nilai CBR bila dibandingkan dengan yang tidak mengalami perilaku rendaman.

5. Penambahan campuran abu ampas tebu dan semen berpengaruh pada sifat fisik tanah lempung, yaitu dapat menurunkan kadar air tanah dan indeks plastisitasnya serta menaikkan kadar air optimum pada tanah campuran, nilai berat jenis serta nilai berat volume kering tanah.

6. Nilai CBR tanpa rendaman pada campuran abu ampas tebu (AAT) dan semen (PC) sebagai bahan stabilisasi dengan perbandingan 1 AAT : 2 PC masih lebih baik dibandingkan bahan stabilisasi hanya dengan abu ampas tebu atau stabilisasi menggunakan 2 AAT : 1 PC namun nilai CBR rendaman 1 AAT : 2 PC masih cukup rendah dibandingkan dengan nilai CBR 2 AAT : 1 PC.

B. Saran

Untuk penelitian selanjutnya mengenai stabilisasi tanah dengan menggunakan bahan stabilisasi abu ampas tebu dan semen, disarankan beberapa hal dibawah ini untuk dipertimbangkan :

1. Untuk mengetahui efektif atau tidaknya campuran abu ampas tebu dan semen perlu diteliti lebih lanjut untuk tanah dari daerah lain dengan menggunakan campuran yang sama sehingga akan diketahui nilai nyata


(51)

terjadinya perubahan akibat pengaruh penambahaan abu ampas tebu dan semen.

2. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui sifat campuran abu ampas tebu dan semen dengan perilaku dan perlakuan yang berbeda. 3. Diperlukan penelitian dengan jenis pemodelan sampel agar diperoleh hasil

yang lebih bervariasi dan akurat sesuai dengan kondisi perlakuan stabilisasi tanah di lapangan.

4. Sebaiknya dilakukan pembersihan alat/mesin sebelum melakukan pengujian-pengujian di laboratorium dikarenakan hal ini dapat mempengaruhi hasil yang akan didapat.

5. Penelitian yang lebih luas dan komprehensif masih diperlukan, khususnya, untuk meningkatkan jaminan stabilitas tanah lunak terhadap efek jangka panjangnya (long term effect).


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Unila Offset. Bandar Lampung.

Andriani,dkk. 2012. Pengaruh Penggunaan Semen Sebagai Bahan Stabilitas pada

Tanah Lempung Daerah Lambung Bukit terhadap Nilai CBR Tanah. Jurnal

Rekayasa Sipil Vol 8.

Bowles, E.J. Johan K. Helnim. 1991. Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah). PT. Erlangga. Jakarta.

Camelia, Melly. Fatmawati. 2002. Perbaikan Tanah Lunak dengan Menggunakan

Quicklime dan Abu Ampas Tebu. Skripsi Universitas Kristen Petra.

Surabaya.

Craig, R.F. 1991. Mekanika Tanah. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Das, Braja. M. 1998. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid I . Erlangga. Jakarta.

Dunn, I.S. Anderson. Kiefer. 1992. Dasar-Dasar Analisis Geoteknik. IKIP Semarang Press. Semarang.

Hardiyatmo, Hary Christady. 1992. Mekanika Tanah I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hardiyatmo, Hary Christady. 2002. Mekanika Tanah II. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hatmoko, John T. 2007. UCS Tanah Lempung Ekspansif yang Distabilisasi

dengan Abu Ampas Tebu dan Kapur. Jurnal Teknik Sipil Vol 8. Yogyakarta.

Koli, Andreas B. Budi W. 2004. Stabilisasi Tanah Pasir dengan Abu Ampas Tebu dan Limbah Karbit. Skripsi Universitas Kristen Petra. Surabaya.


(53)

Sumatera Barat.

Safitri, Zulya. 2012. Pengaruh Penambahan Abu Ampas Tebu (Bagasse Ash)

Sebagai Bahan Stabilisator Pada Tanah Lempung Lunak. Skripsi

Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Sari, Eka F. 2012. Pemanfaatan Abu Ampas Tebu yang Dicampur Semen pada Stabilisasi Tanah Lempung Lunak. Skripsi Universitas Lampung. Bandar Lampung


(1)

Gambar 5. Bagan Alir Penelitian Pemeraman selama 7 hari

(tanpa perendaman)

Selesai

Pembuatan Benda Uji

Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 2% AAT 3% AAT 4% AAT + 4% PC + 6% PC + 8% PC

Analisis Hasil Penelitian

Kesimpulan dan Saran

Pemeraman selama 7 hari + perendaman 4 hari

Pengujian masing-masing sampel : - Uji CBR

- Uji Berat Jenis - Uji Batas Atterberg

Mulai

Pengumpulan Data Sekunder

Pengujian Pemadatan : - Sampel 1 (2% AAT + 4% PC) - Sampel 2 (3% AAT + 6% PC) - Sampel 3 (4% AAT + 8% PC)


(2)

69

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap sampel tanah lunak Rawa Sragi yang distabilisasi menggunakan abu ampas tebu dan semen, maka diperoleh beberapa kesimpulan :

1. Sampel tanah yang digunakan dalam penilitian ini berdasarkan sistem klasifikasi AASHTO digolongkan pada subkelompok A-7-5 (tanah berlempung) yaitu tanah yang buruk dan kurang baik digunakan sebagai tanah dasar pondasi. Berdasarkan sistem klasifikasi USCS digolongkan tanah berbutir halus dan termasuk kedalam kelompok CH yaitu tanah lempung anorganik dengan plastisitas tinggi.

2. Penggunaan campuran abu ampas tebu dan semen sebagai bahan stabilisasi pada tanah lempung lunak mampu meningkatkan kekuatan daya dukungnya dilihat dari semakin meningkatnya nilai CBR, baik pada kondisi rendamana maupun tanpa rendaman.

3. Penambahan 6%, 9%, dan 12% kadar campuran abu ampas tebu dan semen dengan perilaku tanpa rendaman serta penambahan 9 % dan 12 % kadar campuran abu ampas tebu dan semen dengan perilaku rendaman memenuhi persyaratan nilai CBR sebagai tanah timbunan lapisan


(3)

subgrade pada konstruksi jalan minimal yang disyaratkan oleh spesifikasi Bina Marga, yaitu ≥ 6%.

4. Perilaku rendaman yang dilakukan pada campuran abu ampas tebu dan semen cenderung menurunkan kekuatan nilai CBR bila dibandingkan dengan yang tidak mengalami perilaku rendaman.

5. Penambahan campuran abu ampas tebu dan semen berpengaruh pada sifat fisik tanah lempung, yaitu dapat menurunkan kadar air tanah dan indeks plastisitasnya serta menaikkan kadar air optimum pada tanah campuran, nilai berat jenis serta nilai berat volume kering tanah.

6. Nilai CBR tanpa rendaman pada campuran abu ampas tebu (AAT) dan semen (PC) sebagai bahan stabilisasi dengan perbandingan 1 AAT : 2 PC masih lebih baik dibandingkan bahan stabilisasi hanya dengan abu ampas tebu atau stabilisasi menggunakan 2 AAT : 1 PC namun nilai CBR rendaman 1 AAT : 2 PC masih cukup rendah dibandingkan dengan nilai CBR 2 AAT : 1 PC.

B. Saran

Untuk penelitian selanjutnya mengenai stabilisasi tanah dengan menggunakan bahan stabilisasi abu ampas tebu dan semen, disarankan beberapa hal dibawah ini untuk dipertimbangkan :

1. Untuk mengetahui efektif atau tidaknya campuran abu ampas tebu dan semen perlu diteliti lebih lanjut untuk tanah dari daerah lain dengan menggunakan campuran yang sama sehingga akan diketahui nilai nyata


(4)

71

terjadinya perubahan akibat pengaruh penambahaan abu ampas tebu dan semen.

2. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui sifat campuran abu ampas tebu dan semen dengan perilaku dan perlakuan yang berbeda. 3. Diperlukan penelitian dengan jenis pemodelan sampel agar diperoleh hasil

yang lebih bervariasi dan akurat sesuai dengan kondisi perlakuan stabilisasi tanah di lapangan.

4. Sebaiknya dilakukan pembersihan alat/mesin sebelum melakukan pengujian-pengujian di laboratorium dikarenakan hal ini dapat mempengaruhi hasil yang akan didapat.

5. Penelitian yang lebih luas dan komprehensif masih diperlukan, khususnya, untuk meningkatkan jaminan stabilitas tanah lunak terhadap efek jangka panjangnya (long term effect).


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Unila Offset. Bandar Lampung.

Andriani,dkk. 2012. Pengaruh Penggunaan Semen Sebagai Bahan Stabilitas pada Tanah Lempung Daerah Lambung Bukit terhadap Nilai CBR Tanah. Jurnal Rekayasa Sipil Vol 8.

Bowles, E.J. Johan K. Helnim. 1991. Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah). PT. Erlangga. Jakarta.

Camelia, Melly. Fatmawati. 2002. Perbaikan Tanah Lunak dengan Menggunakan Quicklime dan Abu Ampas Tebu. Skripsi Universitas Kristen Petra. Surabaya.

Craig, R.F. 1991. Mekanika Tanah. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Das, Braja. M. 1998. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid I . Erlangga. Jakarta.

Dunn, I.S. Anderson. Kiefer. 1992. Dasar-Dasar Analisis Geoteknik. IKIP Semarang Press. Semarang.

Hardiyatmo, Hary Christady. 1992. Mekanika Tanah I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hardiyatmo, Hary Christady. 2002. Mekanika Tanah II. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hatmoko, John T. 2007. UCS Tanah Lempung Ekspansif yang Distabilisasi dengan Abu Ampas Tebu dan Kapur. Jurnal Teknik Sipil Vol 8. Yogyakarta. Koli, Andreas B. Budi W. 2004. Stabilisasi Tanah Pasir dengan Abu Ampas Tebu


(6)

Mulyati, Sri, dkk. ____. Pengaruh Persen Massa Hasil Pembakaran Serbuk Kayu dan Ampas Tebu pada Mortar terhadap Sifat Mekanik dan Sifat Fisisnya. Laboratorium Material dan Struktur FMIPA Universitas Andalas Padang. Sumatera Barat.

Safitri, Zulya. 2012. Pengaruh Penambahan Abu Ampas Tebu (Bagasse Ash) Sebagai Bahan Stabilisator Pada Tanah Lempung Lunak. Skripsi Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Sari, Eka F. 2012. Pemanfaatan Abu Ampas Tebu yang Dicampur Semen pada Stabilisasi Tanah Lempung Lunak. Skripsi Universitas Lampung. Bandar Lampung