PENGARUH LINE HEATING TERHADAP DISTORSI DAN KEKUATAN TARIK PADA LAS BAJA KARBON RENDAH (AISI 1020)

(1)

PENGARUHLINE HEATING TERHADAP DISTORSI DAN KEKUATAN TARIK PADA LAS BAJA KARBON RENDAH (AISI 1020)

Oleh

HABIB EKO HARYANTO

Dewasa ini metode penyambungan logam telah menjadi salah satu bagian yang sangat penting dalam pembuatan konstruksi engineering seperti bidang-bidang perkapalan, kendaraan rel, jembatan, rangka baja, dan lain sebagainya.

Pada suatu material pelat logam yang sedang dilas akan menyebabkan perubahan bentuk (distorsi) dan perubahan sifat mekanik (kekuatan tarik). Perubahan bentuk atau distorsi yang disebabkan oleh proses pengelasan diusahakan sekecil mungkin, salah satu cara agar distorsi yang terjadi sekecil mungkin yaitu dengan proses pemanasan garis (line heating) saat pengelasan berlangsung. Metode line heating ini sangat menguntungkan secara ekonomis, namun memiliki beberapa kendala terutama pada saat pengaturan temperatur yang tepat saat proses line heating.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai distorsi pada pelat dengan pemberian line heating terhadap uji kekuatan tarik sambungan las. Benda uji (spesimen) yang digunakan adalah pelat baja AISI 1020 dengan menggunakan elektroda E 6013, dengan menggunakan las SMAW (Shielded Metal Arc Welding). Temperatur line heating yang digunakan adalah tanpa perlakuan (0oC), 200oC, 300oC dan 400oC.

Dari data yang diperoleh, diketahui bahwa distorsi terbesar terjadi pada spesimen tanpa perlakuan line heating dengan nilai 2,41 mm dan distorsi terkecil terdapat pada spesimen dengan perlakuanline heating400oC dengan nilai 0 mm. kekuatan tarik terbesar terjadi pada spesimen tanpa perlakuanline heating yaitu 416 MPa.

Kata kunci: AISI 1020, E 6013, Shielded Metal Arc Welding, pemanasan garis, distorsi, kekuatan tarik


(2)

INFLUENCELINE HEATING OF DISTORTION AND TENSILE STRENGTH ON LOW CARBON STEEL WELDING (AISI 1020)

By

HABIB EKO HARYANTO

Nowadays the metal joining method has been one of the most important parts in the engineering construction, such as shipping fields, rail vehicles, steel frames and so on.

A metal plate wielding material can induce the shape change (distortion) and mechanical properties change (tensile strength). A change in shape and dimension or distortion caused by the welding process must be minimized as possible by conducting the line heating method during the wielding process. This kind of method is economically very profitable, however it has some constraints, especially when it comes to set the exact temperature during the line heating process.

This study aims to determine the value of the plate's distortion with line heating conduction towards tensile strength of the welded joints test. The specimen used was AISI 1020 steel plate using electrodes E 6013 and SMAW (Shielded Metal Arc Welding). The line heating temperature used was without any treatment (0oC), then with 200oC, 300oC, and 400oC.

According to the data obtained, it is known that the largest distortion occurs in the specimen without any line heating treatment (2,41 mm) and the smallest distortion occurs in the specimen with 400oC line heating treatment (0 mm). The greatest tensile strength occurs in the specimen without any line heating treatment (416 MPa)

Keyword: AISI 1020, E 6013, Shielded Metal Arc Welding, line heating, distortion, tensile strength


(3)

A. LATAR BELAKANG

Dewasa ini metoda penyambungan logam telah menjadi yang sangat penting untuk pembuatan konstruksi engineeringmeliputi bidang-bidang perkapalan, kendaraan rel, jembatan, rangka baja, dan lain sebagainya. Dengan kemajuan yang telah dicapai sampai dengan saat ini teknologi las memegang peranan penting dalam masyarakat industri modern. (Wiryosomartono, 1996)

Sebagian besar pelat baja mempunyai tegangan yang disebabkan oleh pemanasan dan pendinginan yang tidak sama pada pabrik-pabrik baja. Terdapat penambahan tegangan jika operasi pembentukan dingin dilakukan setelahnya, seperti pengerolan, penekanan, pemotongan, pengelasan dan sebagainya. Pemotongan termal juga meninggalkan tegangan pada tepi potongan. Tegangan ini disebut juga tegangan sisa (residual stress).

Bila suatu bahan pelat sedang dilas, logam yang dipanaskan memuai dan mencoba memaksa pelat terpisah, tetapi tertahan karena sekeliling bahan yang dingin. Hal ini menyebabkan dimulainya tegangan dalam yang juga dikenal sebagai tegangan sisa (residual stress). Pada keadaan tertentu


(4)

tegangan yang dihasilkan juga akan menyebabkan peretakan baik selama pengelasan ataupun dalam pekerjaan selanjutnya.

Logam Duplex yang banyak digunakan pada industri-industri (termasuk industri perkapalan) adalah duplex stainless steel 2205. Logam duplex stainless steelini banyak digunakan pada bejana bertekanan (pressure vessel), tangki, pipa, heat exchanger pada industri kimia, rotor, kipas angin, poros, serta tangki ruang muat pada kapal.

Proses pelengkungan pelat baja lambung kapal sangat dibutuhkan untuk membentuk badan kapal sesuai dengan gambar rencana garis (body plan) agar diperoleh bentuk badan kapal. Proses pengelasan pada lambung kapal ini pun menimbulkan distorsi pada pelat baja, sehingga dapat merubah body plan yang telah dibuat. Oleh karena itu agar hasil akhir sesuai dengan body plan, maka perlu dilakukan sesuatu agar tidak terjadi distorsi pada pelat. Salah satunya dalah dengan melakukan prosesline heating. Line heatingmerupakan teknik pemanasan yang memanfaatkan nyala api brander untuk membuat bentuk-bentuk lengkung atau menghilangkan deformasi pada pelat baja. (Sulaiman, 2010)

Pada baja karbon rendah, misalnya baja AISI 1020 yang memiliki kadar karbon 0.17 - 0.23 %, merupakan jenis baja yang mudah dilakukan pengelasan dan dibentuk, namun karena sifat inilah baja karbon rendah memiliki kekurangan dalam hal pengelasan baja pelat tipis, karena baja akan


(5)

mengalami distorsi akibat perbedaan panas saat proses pengelasan. Distorsi yang terjadi pada baja karbon rendah lebih besar dibanding dengan baja karbon sedang dan baja karbon tinggi.

Berdasarkan uraian tersebut di atas melatar belakangi penulis untuk melakukan studi dengan judul “PENGARUHLINE HEATING TERHADAP DISTORSI DAN KEKUATAN TARIK PADA LAS BAJA KARBON RENDAH (AISI 1020)

B. TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan distorsi pada masing-masing pelat dengan pemberianline heatingdan tanpa pemberianline heatingterhadap uji kekuatan tarik sambungan las.

C. BATASAN MASALAH

Mengingat kompleksnya penelitian dalam bidang pengelasan, maka penulis membatasi permasalahan agar lebih terfokus. Adapun batasan-batasan masalah, adalah sebagai berikut:

1. Material yang digunakan pada penelitian ini adalah pelat baja karbon rendah AISI 1020,

2. Elektroda yang digunakan adalah berjenis E 6013 standar ASTM (American Society for Testing Material) yang didasarkan pada standar asosiasi las Amerika Serikat AWS (American Welding Society),


(6)

3. Proses pengelasan dilakukan dengan menggunakan las busur listrik elektroda terlindung SMAW (Shielded Metal Arc Welding) pada posisi pengelasan datar/dibawah tangan (down hand),

4. Pemberian panas (lineheating) saat pengelasan menggunakan las gas, 5. Kampuh yang digunakan yaitu kampuh V,

6. Pengujian dilakukan dengan pengukuran distorsi pada pelat setelah dilakukan pengelasan,

7. Uji tarik sambungan las dengan standarisasi ASME E-8.

D. SISTEMATIKA PENULISAN

Laporan penelitian tugas akhir ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Berisi tentang Latar Belakang, Tujuan Penelitian, Batasan Masalah, dan Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan tentang teori dasar mengenai hal-hal yang berkaitan dengan peneliatian ini.

BAB III METODE PENELITIAN

Berisikan hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan penelitian, yaitu tempat penelitian, bahan penelitian, peralata


(7)

penelitian, prosedur pengujian dan diagram alir pelaksanaan penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Berisikan hasil pengujian dan pembahasan dari data-data yang diperoleh setelah dilakukan penelitian.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Berisikan tentang kesimpulan dari hasil analisa dan pembahasan data hasil pengujian yang telah dilakukan, serta saran yang diberikan penulis untuk pengembangan penelitian.


(8)

A. Baja

Baja adalah paduan antara unsur besi (Fe) dan Carbon (C) serta beberapa unsur tambahan lain, seperti Mangan (Mn), Aluminium (Al), Silikon (Si) dll. Seperti diketahui bahwa, di dalam baja karbon terdapat ferrite, pearlite, dan cementityang merupakan fasa-fasa yang terbentuk selama proses pemanasan maupun pendinginan.

Baja karbon berdasarkan kandungan Carbon, dapat digolongkan menjadi 3 bagian, yaitu:

a. Baja Carbon rendah, memiliki kadar Carbon antara 0,1 % hingga 0,25%, b. Baja Carbon sedang, memiliki kadar Carbon antara 0,25 % hingga

0,55%,

c. Baja Carbon tinggi, memiliki kadar Carbon antara 0,55 % hingga 2,0%.

Pengaruh utama dari kandungan karbon dalam baja adalah pada kekuatan, kekerasan, dan sifat mudah dibentuk. Kandungan karbon yang besar dalam baja mengakibatkan meningkatnya kekerasan tetapi baja tersebut akan rapuh dan tidak mudah dibentuk. (Davis, 1982).


(9)

Gambar 1. Diagram Fasa Fe-Fe3C

B. Pengelasan

Pengelasan atau Welding didefinisikan oleh Deutsche Industrie Normen (DIN) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair, atau sambungan logam pada titik tertentu (terlokalisir) dengan menggunakan energi panas. Pengelasan berdasarkan sumber energi panasnya dapat dibedakan menjadi tiga yaitu mekanik, listrik dan kimia, sedangkan dari cara pengelasan dibedakan menjadi tiga bagian yaitu pengelasan cair (Fusion Welding),


(10)

pengelasan tekanan (Pressure Welding), dan pematrian. (Wiryosomartono, 1996)

Cara pengelasan dengan elektroda yang terbungkus fluks merupakan pengembangan lebih lanjut dari pengelasan menggunakan elektroda logam tanpa pelindung (Base Metal Electrode). Elektroda logam tanpa pelindung, busur sulit dikontrol dan mengalami pendinginan yang cepat sehingga O2 dan N2dari atmosfir diubah menjadi oksida dan nitrida yang berakibat sambungan menjadi rapuh dan lemah. Pengelasan elektroda terbungkus pada prinsipnya adalah busur listrik yang terjadi antara elektroda dan logam induk mengakibatkan logam induk dan ujung elektroda mencair kemudian membeku bersama-sama. Lapisan pembungkus elektroda terbakar bersamaan dengan meleburnya elektroda menghasilkan gas pelindung di sekitar busur dengan oksigen.

Kualitas hasil pengelasan dipengaruhi oleh energi panas yang berarti dipengaruhi tiga parameter yaitu arus las, tegangan las dan kecepatan pengelasan. Hubungan antara ketiga parameter itu menghasilkan energi pengelasan yang sering disebutheat input. Adapun persamaannya adalah:

HI (Heat Input)

=

( ) ( )

( )

……….(1)

Keterangan :

(HI) =Heat input,Joule (V) = Kecepatan Pengelasan, mm/min (E) = Tegangan, Voltase (I) = Arus Pengelasan, Ampere


(11)

Pada proses pengelasan terdapat tiga daerah, yaitu:

a. Daerah logam lasan (Welding Material) yaitu daerah pada waktu pengelasan mencair kemudian akan membeku.

b. Daerah pengaruh panas HAZ (Heat Affected Zone), yaitu logam induk yang bersebelahan langsung dengan logam lasan, dimana selama proses pengelasan mengalami siklus termal pemanasan dan pendinginan secara cepat.

c. Logam induk (base metal) tidak terpengaruh panas akibat pengelasan dalam arti tidak terjadi perubahan struktur dan sifatnya.

Gambar 2. Daerah pengelasan

Keterangan : BM I --Base Metal I

HAZ I --Heat Affected ZonesI WM --Welding Material HAZ II --Heat Affected ZonesII BM II --Base Metal II

Selain ketiga daerah tersebut, terdapat juga satu daerah khusus yang membatasi antara logam las dengan daerah pengaruh panas yang disebut batas las (fusion line).


(12)

C. Las Busur Listrik Elektroda Terlindung SMAW (Shielded Metal Arc Welding)

Las busur listrik adalah suatu proses penyambungan logam dengan menggunakan tenaga listrik sebagai sumber panas. Prinsip pengelasan dengan SMAW termasuk kategorifussion welding, karena melebur logam yang akan disambungkan beserta elektrodanya. Proses pengelasan SMAW (Shielded Metal Arc Welding) dilakukan dengan menggunakan energi listrik (AC/DC).

Dapat dilihat pada gambar 3, busur listrik terbentuk antara logam induk dan ujung elektroda. Akibat panas dari busur ini maka logam induk dan ujung elektroda tersebut mencair dan kemudian membeku bersama-sama. (Wiryosomartonono, 1996)

Gambar 3. Bagian-bagian dari Las Elektrroda Terbungkus

Proses pengelasan SMAW (Shielded Metal Arc Welding) dilakukan dengan menggunakan energi listrik (AC/DC), energi listrik dikonversi menjadi energi panas dengan membangkitkan busur listrik melalui sebuah elektroda. Busur


(13)

listrik diperoleh dengan cara mendekatkan elektroda las ke benda kerja/logam yang akan dilas pada jarak beberapa milimeter, sehingga terjadi aliran arus listrik dari elektroda ke benda kerja, karena adanya perbedaan tegangan antara elektroda dan benda kerja (logam yang akan dilas). Panas yang dihasilkan dapat mencapai 5000oC, sehingga mampu melelehkan elektroda dan logam yang akan disambung untuk membentuk paduan. (Bintoro, 1999)

Parameter yang harus diperhatikan untuk memperoleh hasil pengelasan yang maksimum dengan las SMAW, diantaranya:

1. Elektroda

Bagian yang sangat penting dalam las busur listrik adalah elektroda las. Selama proses pengelasan elektroda akan meleleh dan akhirnya habis. Jenis elektroda yang digunakan akan sangat menentukan hasil pengelasan, sehingga sangat penting untuk mengetahui jenis dan sifat-sifat masing-masing elektroda sebagai dasar pemilihan elektroda yang tepat.

Macam dan jenis elektroda sangat banyak. Berdasarkan selaput pelindungnya dibedakan menjadi dua macam, yaitu elektroda polos dan elektroda berselaput. Elektroda berselaput terdiri dari bagian inti dan zat pelindung atau fluks. Pelapisan fluks pada bagian inti dapat dilakukan dengan cara semprot atau celup. Selaput yang ada pada elektroda jika terbakar akan menghasilkan gas CO2 yang berfungsi untuk melindungi cairan las, busur listrik, dan sebagian benda kerja dari udara luar.


(14)

Untuk pemilihan jenis elektroda yang digunakan, maka harus memperhatikan beberapa langkah antara lain:

a. Jenis logam yang akan dilas. b. Tebal bahan yang akan dilas.

c. Kekuatan mekanis yang diharapkan dari hasil pengelasan. d. Posisi pengelasan.

e. Bentuk kampuh benda kerja.

Dari kriteria diatas, kita dapat melihat kode elektroda sesuai dengan keperluan yang diinginkan. Kode elektroda yang berupa huruf dan angka mempunyai arti khusus yang sangat berguna untuk pemilihan elektroda. Kode elektroda sudah distandarkan atau ditetapkan. Badan yang membuat standarisasi kode elektroda yaitu AWS (American Welding Society) dan ASTM (American For Testing Materials). Simbol atau kode yang diberikan yaitu satu huruf E yang diikuti oleh empat atau lima angka di belakangnya. (Bintoro, 1999)

2. Arus Listrik

Besarnya arus pengelasan yang diperlukan tergantung pada diameter elektroda, tebal bahan yang dilas, jenis elektroda yang digunakan, geometri sambungan, diameter inti elektroda, posisi pengelasan. Daerah las mempunyai kapasitas panas tinggi maka diperlukan arus yang tinggi. Arus las merupakan parameter las yang langsung mempengaruhi penembusan dan kecepatan pencairan logam induk. Makin tinggi arus las


(15)

makin besar penembusan dan kecepatan pencairannya. Besar arus pada pengelasan mempengaruhi hasil las bila arus terlalu rendah maka perpindahan cairan dari ujung elektroda yang digunakan sangat sulit dan busur listrik yang terjadi. Panas yang terjadi tidak cukup untuk melelehkan logam dasar, sehingga menghasilkan bentuk rigi-rigi las yang kecil dan tidak rata serta penembusan kurang dalam. Jika arus terlalu besar, maka akan menghasilkan manik melebar, butiran percikan kecil, penetrasi dalam serta peguatan matrik las tinggi.

3. Tegangan (Voltase) listrik

Tegangan listrik yang digunakan pada proses pengelasan SMAW berbanding lurus dengan panjang busur listrik. Panjang busur listrik yang dimaksud adalah jarak antara ujung elektroda dengan permukaan logam yang akan dilas.

4. Polaritas listrik

Polaritas listrik mempengaruhi hasil dari busur listrik. Sifat busur listrik pada arus searah (DC) akan lebih stabil daripada arus bolak-balik (AC). Terdapat dua jenis polaritas yaitu polaritas lurus (DC–), di mana benda kerja positif dan elektroda negatif. Polaritas balik (DC+) adalah sebaliknya. Karakteristik dari polaritas balik yaitu pemindahan logam terjadi dengan cara penyemburan, maka polaritas ini mempunyai hasil pengelasan yang lebih dalam dibanding dengan polaritas lurus.


(16)

5. Kecepatan pengelasan

Kecepatan pengelasan tergantung pada jenis elektroda, bahan yang dilas, geometri sambungan, ketelitian sambungan dan lain–lainnya. Dalam hampir tidak ada hubungannya dengan tegangan las tetapi berbanding lurus dengan arus las. Karena itu pengelasan yang rendah akan menyebabkan pencairan yang banyak dan pembentukan manik datar yang dapat menimbulkan terjadinya bentuk manik yang cekung dan takik.

D. Elektroda

Pengelasan dengan menggunakan las busur listrik memerlukan kawat las (elektroda) yang terdiri dari satu inti terbuat dari logam yang dilapisi lapisan dari campuran kimia. Fungsi dari elektroda sebagai pembangkit dan sebagai bahan tambah. Elektroda terdiri dari dua bagian yaitu bagian yang berselaput (fluks) dan tidak berselaput yang merupakan pangkal untuk menjepitkan tang las.

Fungsi dari fluks adalah untuk melindungi logam cair dari lingkungan udara atau menghasilkan gas pelindung, menstabilkan busur dan sebagai sumber paduan. Sifat mampu las fluks ini sangat baik maka biasa digunakan untuk konstruksi yang memerlukan tingkat pengaman tinggi.

Kode elektroda yang berupa huruf dan angka mempunyai arti khusus yang sangat berguna untuk pemilihan elektroda. Berikut adalah contoh penamaan elektroda British Standard Institution. (Dines, 1984)


(17)

Elektroda baja lunak dan baja paduan rendah untuk las busur listrik menurut klasifikasi AWS (American Welding Society) dinyatakan dengan E XXXX yang artunya sebagai berikut:

a. E, menyatakan elektroda busur listrik,

b. XX (dua angka) sesudah E, menyatakan kekuatan tarik deposit las dalam ribuan lb/in2,

c. X (angka ketiga), menyatakan posisi pengelasan, angka 1 untuk pengelasan segala posisi, dan angka 2 untuk pengelsan posisi datar dibawah tangan,

d. X (angka keempat), menyatakan jenis selaput dan jenis arus yang cocok dipakai untuk pengelasan.

E. Daerah Pengaruh Panas (Heat Affected Zone)

Pengelasan logam akan menghasilkan konfigurasi logam lasan dengan tiga daerah pengelasan yaitu pertama daerah logam induk merupakan daerah yang tidak mengalami perubahan mikrostruktur, kedua adalah daerah pengaruh panas atau disebut heat affected zone (HAZ) merupakan daerah terjadinya pencairan logam induk yang mengalami perubahan mikrostruktur karena pengaruh panas saat pengelasan dan pendinginan setelah pengelasan, daerah ketiga adalah daerah las merupakan daerah terjadinya pencairan logam dan dengan cepat kemudian mengalami pembekuaan.

Daerah pengaruh panas (HAZ) merupakan daerah yang paling kritis dari sambungan las, karena selain terjadi perubahan mikrostruktur juga terjadi


(18)

perubahan sifat. Secara umum daerah pengaruh panas efektif dipengaruhi oleh lamanya pendinginan dan komposisi logam induk sendiri. Secara visual daerah yang dekat dengan garis lebur logam las maka susunan struktur logamnya semakin kasar. Secara skematis hubungan tinggi suhu dan daerah pengaruh panas efektif terlihat dengan semakin menurunnya suhu atau semakin jauh dari logam cair las.

F. Klasifikasi Sambungan Las

Sambungan las dalam konstruksi baja pada dasarnya dibagi dalam sambungan tumpul, sambungan T, sambungan sudut dan sambungan tumpang. Sebagai perkembangan sambungan dasar tersebut di atas terjadi sambungan silang, sambungan dengan penguat, dan sambungan sisi. (Wiryosomartonono, 1996) a. Sambungan tumpang

Sambungan jenis ini dibagi dalam tiga jenis seperti pada gambar. Karena sambungan ini efisiensinya rendah maka jarang sekali digunakan untuk pelaksanaan penyambungan konstruksi utama. Sambungan tumpang biasanya dilaksanakan dengan las sudut dan las isi.


(19)

b. Sambungan tumpul

Sambungan tumpul adalah jenis sambungan yang paling efisien. Sambungan ini dibagi lagi menjadi dua yaitu sambungan penetrasi penuh dan sambungan penetrasi sebagian.

Gambar 5. Alur sambungan las tumpul

c. Sambungan T

Pada sambungan bentuk T, secara garis besar dibagi dalam dua jenis yaitu jenis las dengan alur dan jenis las sudut. Dalam pelaksannaan pengelasan mungkin sekali ada bagian batang yang menghalangi yang


(20)

dalam hal ini dapat diatasi dengan memperbesar sudut alur. Hal-hal yang dijelaskan untuk sambungan tumpul di atas, berlaku juga untuk sambungan jenis ini.

Gambar 6. Alur sambungan T

d. Sambungan sudut

Dalam sambungan ini terjadi penyusutan dalam arah tebal pelat yang dapat menyebabkan terjadinya retak lamel. Hal ini dapat dihindari dengan membuat alur pada pelat tegak seperti pada gambar di bawah ini. Bila pengelasan dalam tidak dapat dilakukan karena sempitnya ruang maka pelaksanaannya dapat dilakukan dengan pengelasan tembus atau pengelasan dengan pelat pembantu.


(21)

Gambar 7. Alur sambungan sudut

G. Line Heating

Line heating merupakan teknik pemanasan yang memanfaatkan nyala api brander untuk membuat bentuk-bentuk lengkung atau menghilangkan deformasi pada pelat baja.

Manfaat penggunaan teknik pemanasan garis (line heating) pada proses pelengkungan pelat baja adalah sebagai berikut :

a. Mengurangi pekerjaan yang menggunakan peralatan penekan yang berat, b. Mendapatkan hasil yang lebih akurat pada proses pembuatan bentuk

lengkung pelat,

c. Dapat diaplikasikan untuk pembentukan pelat-pelat dengan ukuran besar, d. Memudahkan pekerjaan perakitan konstruksi dengan menghilangkan


(22)

H. Distorsi

Distorsi atau kelengkungan pada pelat baja salah satunya dapat diakibatkan oleh proses pengelasan, dalam hal ini perbedaan temperatur pada daerah yang mengalami pengelasan dengan base metal sekitarnya. Selama proses pengelasan, bagian yang dilas menerima panas pengelasan setempat disekitar titik pengelasan. Karena panas tersebut, maka pada bagian yang dilas terjadi pengembangan termal, sedangkan bagian yang dingin tidak mengalami perubahan sehingga terbentuk tegangan sisa karena penyebaran panas las yang tidak merata.

Dial gauge indicator adalah alat yang dapat mengukur distorsi yang terjadi pada pelat tipis setelah dilakukan pengelasan. Alat ukur ini berfungsi untuk mengukur :

a. Kerataan permukaan bidang datar,

b. Kerataan permukaan serta kebulatan sebuah poros, c. Kerataan permukaan dinding silinder,

d. Kebengkokan poros,run out, kesejajaran dan lain-lain.

I. Uji Tarik

Proses pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik benda uji. Pengujian tarik untuk kekuatan tarik daerah las dimaksudkan untuk mengetahui apakan kekuatan las mempunyai nilai yang sama, lebih rendah atau lebih tinggi dari kelompokraw materials.Pengujian tarik untuk kualitas kekuatan tarik dimaksudkan untuk mengetahui berapa nilai kekuatannya dan


(23)

dimanakah letak putusnya suatu sambungan las. Pembebanan tarik adalah pembebanan yang diberikan pada benda dengan memberikan gaya tarik berlawanan arah pada salah satu ujung benda. Penarikan gaya terhadap beban akan mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk (deformasi) bahan tersebut.

Proses pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik benda uji. Pengujian tarik untuk kekuatan tarik daerah las dimaksudkan untuk mengetahui apakah kekuatan las mempunyai nilai yang sama, lebih rendah atau lebih tinggi dari kelompokraw materials.(Tony, 2005)

Hubungan antara tegangan dan regangan dapat dilihat dalam gambar . Titik P menunjukkan batas dimana hukum Hooke masih berlaku dan disebut batas proporsi, dan titik E menunjukkan batas dimana bila beban diturunkan ke nol lagi tidak akan terjadi perpanjangan tetap pada batang uji dan disebut batas elastis. (Wiryosomartono, 1996)

Pada pengujian tarik beban diberikan secara kontinu dan pelan–pelan bertambah besar, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjangan yang dialami benda uji dan dihasilkan kurva tegangan-regangan. Tegangan dapat diperoleh dengan membagi beban dengan luas penampang mula benda uji.


(24)

Gambar 8. Kurva tegangan-regangan

=

Dimana: σu = Tegangan Tarik (kg/mm2) Fu = Beban maksimal (kg)

Ao=Luas penampang mula dari penampang batang (mm2)

Regangan (persentase pertambahan panjang) yang diperoleh dengan membagi perpanjangan panjang ukur (Δ L) dengan panjang ukur mula-mula benda uji.

ε= 100% = x 100%

Dimana: ε = Regangan (%)

L = Panjang akhir (mm) Lo = Panjang awal (mm)


(25)

Pembebanan tarik dilakukan terus-menerus dengan menambahkan beban sehingga akan mengakibatkan perubahan bentuk pada benda uji berupa pertambahan panjang dan pengecilan luas permukaan dan akan mengakibatkan perpatahan pada spesimen uji.


(26)

A. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan dibeberapa tempat, sebagai berikut:

1. Pembuatan kampuh dan proses pengelasan dilakukan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung,

2. Pengujian distorsi dilakukan Laboratorium Metrologi Industri, Teknik Mesin Universitas Lampung, Bandar Lampung.

3. Pembuatan spesimen uji tarik dilakukan di PT. Krakatau Steel (persero), Cilegon.

4. Pengujian tarik dilakukan di PT. Krakatau Steel (persero), Cilegon.

B. Alat Dan Bahan

1. Besi Pelat dengan Standar AISI 1020

Sebagai bahan dasar (raw) material yang akan dilakukan proses pengelasan,

2. Elektroda

Elektroda yang digunakan adalah E 6013 dengan diameter 3,2 mm,

3. Las SMAW


(27)

4. Las Gas

Digunakan sebagai mesin saat dilakukannya prosesline heating,

5. Mesin Uji Tarik

Digunakan untuk mencari kekuatan tarik spesmen uji.

6. Dial Gauge Indicator

Digunakan untuk mengukur distorsi material setelah dilakukan proses pengelasan, memiliki keakuratan 0,01 mm,

Gambar 10. Dial Gauge Indicator

7. Thermocouple

Digunakan untuk memonitor besar temperatur (200oC, 300oC dan 400oC) saat prosesline heating.


(28)

Gambar 11. PerangkatThermocouple

C. Prosedur Penelitian 1. Persiapan Spesimen Uji

Persiapan spesimen uji adalah langkah awal dari penelitian ini, ada tiga tahap dalam melakukan persiapan spesimen uji, yaitu pemilihan material, pemilihan elektroda dan pembuatan kampuh las.

a. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Carbon Steel AISI 1020 dengan ukuran panjang 150 mm, lebar 130 mm dan tebal 3,5 mm,

b. Elektroda yang digunakan adalah jenis E 6013 dengan diameter 3,2 mm,

c. Jenis kampuh las yang digunakan adalah sambungan las tumpul (butt weld joint) dengan alur berbentuk V tunggal. Pembentukan kampuh dibuat dengan mesinbever,

2. Proses Pengelasan

Standar pengelasan yang digunakan dalam pembuatan bahan adalah sebagai berikut :


(29)

a. Pengelasan posisi datar bawah tangan (1 G),

b. Menggunakan elektroda jenis E 6013 dengan diameter 3,2 mm, c. Pendinginan dengan udara ruangan,

d. Kampuh yang digunakan adalah kampuh V.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pengelasan adalah: a. Mempersiapkan mesin las SMAW,

b. Mempersiapkan benda kerja yang akan dilas pada meja las,

c. Posisi pengelasan dengan menggunakan posisi pengelasan mendatar atau bawah tangan,

d. Kampuh yang digunakan jenis kampuh V,

e. Mempersiapkan elektroda sesuai dengan arus dan ketebalan pelat, dalam penelitian ini dipilih elektroda jenis E 6013 dengan diameter elektroda 3,2 mm,

f. Menyetel ampere meter yang digunakan untuk mengukur arus pada posisi jarum nol dan menyetel tegangan, kemudian salah satu penjepitnya dijepitkan pada kabel yang digunakan untuk menjepit elektroda,

g. Mempersiapkan mesin las gas,

h. Mengatur jarak antara busur api (torch) dengan base metal, agar diperoleh panas yang diinginkan yaitu: 200oC, 300oC dan 400oC, i. Melakukanline heatingpada tujuh garis secara bersamaan mulai dari

bagian luar base metal menuju kearah kampuh, dengan jarak masing-masing garis sebesar 40 mm,


(30)

j. Melakukan pengelasan dengan menggunakan mesin las listrik SMAW.

Gambar 12.Base metaldengan posisiline heating Keterangan : =Line Heating

3. Pengukuran Distorsi Pelat

Setelah semua proses pengelasan selesai dilakukan, selanjutnya melakukan pengukuran distorsi pada pelat dengan menggunakan dial gauge indicator dan menyajikannya dalam tabel yang telah disediakan. Penomoran ruas pengambilan data dimulai dari ujung sebelah kiri spesimen uji dengan jarak antar ruas sebesar 10 mm, sehingga diperoleh 27 buah titik pengambilan data.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 SMAW

150 130

3,5

SMAW 130


(31)

14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

Gambar 13. Bagian-bagian yang dilakukan pengukuran distorsi Keterangan : = masing-masing ruas panjangnya 10 mm

4. Pembuatan Spesimen Uji Tarik

Setelah semua proses pengukuran distorsi pada pelat selesai dilakukan, selanjutnya dilakukan pembuatan spesimen uji tarik sesuai standar. Standar yang digunakan untuk pengujian tarik ini adalah ASME E-8.

Gambar 14. Langkah kerja pembuatan spesimen uji tarik Keterangan : (1). Material uji dibuat kampuh las

(2). Pengelasan material uji

(3). Setelah dilas, material uji kemudian di potong (4). Setelah di potong, dibentuk spesimen uji tarik SMAW


(32)

Gambar 15. Spesimen uji tarik

Sumber:Boiler and Pressure Vessel Code, Bab IX, 1986.

5. Pengujian

Prosedur dan pembacaan hasil pada pengujian tarik adalah sebagai berikut:

a. Menyiapkan kertas milimeterblockdan letakkan kertas tersebut pada plotter,

b. Benda uji mulai mendapat beban tarik dengan menggunakan tenaga hidrolik diawali 0 kg hingga benda putus pada beban maksimum yang dapat ditahan benda tersebut,

c. Benda uji yang sudah putus lalu diukur berapa besar penampang dan panjang benda uji setelah putus,

d. Gaya atau beban yang maksimum ditandai dengan putusnya benda uji terdapat pada layar digital dan dicatat sebagai data,

e. Hasil diagram terdapat pada kertas milimeter block yang ada pada mejaplotter,


(33)

f. Kemudian menghitung kekuatan tarik, kekuatan luluh, perpanjangan, reduksi penampang dari data yang telah didapat dengan menggunakan persamaan yang ada,

6. Tabel Pengambilan Data

Pengambilan data yang dilakukan adalah dengan meneliti (mengukur) nilai kekuatan tarik di daerah pengaruh panas (HAZ) material hasil pengelasan. Pengamatan eksperimen menggunakan lembar tabel eksperimen untuk mempermudahkan dalam pendataan hasil pengujian.

Tabel 1. Contoh Tabel Data Uji Tarik Temperature

Line Heating,oC

No. Spesimen

Kekuatan Tarik, MPa

Rata - rata Kekuatan Tarik, MPa Tanpa Perlakuan 1 2 3 200 1 2 3 300 1 2 3 400 1 2 3


(34)

Tabel 2. Contoh Tabel Pengukuran Distorsi Pelat Baja AISI 1020

No. Spesimen 1, mm Spesimen 2, mm Spesimen 3, mm

A B C A B C A B C

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.


(35)

7. Analisis

Dari pengujian tarik di dapat data-data yang berupa grafik tegangan (Mpa) dan regangan (%) yang memberikan informasi data berupa tegangan ultimate (σult), dan modulus elastisitas bahan (E). Data-data

tersebut dapat dianalisis dengan cara melihat hubungan tegangan tarik, dan regangan yang terjadi pada spesimen uji dengan variasi pemanasan garis (line heating) pada saat pengelasan. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan, disajikan dalam bentuk tabel dan grafik hasil uji tarik untuk keperluan analisis selanjutnya.

D. Diagram Alir Penelitian

Mulai

Studi Literatur

Persiapan Spesimen Uji

• Pemilihan material spesimen uji baja karbon rendah AISI 1020

• Pemilihan elektroda las berjenis E 6013 diameter 3,2 mm. • Pembuatan kampuh las, dengan alur bentuk kampuh V tunggal.

Proses Pengelasan SMAW

Line heatingpada 3 posisi garis yang telah ditentukan

• Mengatur jaraktorchdengan base metalagar diperoleh panas yang diinginkan, yaitu : 200, 300 dan 400oC

• Pengelasan dengan menggunakan elektroda tipe E 6013 pada semua spesimen kampuh V.


(36)

Gambar 16. Diagram alir (flow chart) penelitian Pembuatan Spesimen Uji Tarik

• Pengukuran spesimen sesuai dengan standar ASME E-8.

• Pemotongan spesimen.

Analisis data

Selesai A

Pengujian Tarik

Data uji tarik

Simpulan dan Saran Data pengukuran distorsi


(37)

A. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang diperoleh dari proses penelitian kali ini adalah sebagai berikut:

1. Dengan semakin besar nilai temperatur line heating maka semakin kecil nilai distorsi yang terjadi, dan semakin kecil nilai temperatur line heating maka semakin besar nilai distorsi yang terjadi,

2. Dengan semakin besar nilai temperatur line heating maka semakin kecil nilai kekuatan luluh (yield strength) dan kekuatan tarik (tensile strength) yang terjadi, dan semakin kecil nilai temperature line heating maka semakin besar nilai kekuatan luluh (yield strength) dan kekuatan tarik (tensile strength) yang terjadi

3. Distorsi terkecil terjadi pada material yang diberi perlakuan line heating pada temperatur 380oC lebih yaitu 0 mm, dan distorsi terbesar terjadi pada material tanpa perlakuanline heatingyaitu 2,41 mm,

4. Kekuatan tarik (yield strength) terbesar terdapat pada material tanpa perlakuan line heating yaitu 416 MPa, sedangkan kekuatan tarik terkecil terdapat pada material dengan perlakuan line heating pada temperatur 400oC yaitu 370,3 Mpa, dan,


(38)

5. kekuatan tarik (tensile strength) terbesar terdapat pada spesimen material tanpa perlakuan line heating yaitu 478 MPa, sedangkan kekuatan tarik terkecil terdapat pada spesimen material dengan perlakuan line heating pada temperatur 400oC yaitu 433 MPa.

B. SARAN

Adapun saran yang mungkin dapat berguna dikemudian hari, diantaranya adalah:

1. Besar panasline heatingsebaiknya disesuaikan dengan jenis material yang akan dilas, dimana untuk logam murni, temperatur rekristalisasi umumnya adalah 0.3Tm dimana Tm merupakan temperatur lebur, dan 0.6Tm jika logam paduan.

2. Usahakan pergerakan torch las gas saat melakukan line heating bergerak bersamaan, agar temperatur yang diperoleh sesuai dengan yang diinginkan. 3. Kawat elektroda harus dalam kondisi kering sebelum dipakai pada proses

pengelasan.

4. Aturlah torch las gas sedimikian rupa, agar saat proses line heating di peroleh panas yang diinginkan.


(39)

(Tugas Akhir)

OLEH:

HABIB EKO HARYANTO

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG


(40)

Gambar Halaman

1. Diagram Fasa Fe-Fe3C ... 7

2. Daerah pengelasan ... 9

3. Bagian-bagian dari Las Elektrroda Terbungkus ... 10

4. Alur sambungan tumpang ... 16

5. Alur sambungan las tumpul ... 17

6. Alur sambungan T... 18

7. Alur sambungan sudut ... 19

8. Kurva tegangan-regangan ... 22

9. Mesin uji tarik (universal testing machine) ... 23

10. Dial Gauge Indicator ... 25

11. Perangkat Thermocouple ... 26

12. Base metaldengan posisiline heating... 28

13. Bagian-bagian yang dilakukan pengukuran distorsi ... 29

14. Langkah kerja pembuatan spesimen uji tarik... 29

15. Spesimen uji tarik ... 30

16. Diagram alir (flow chart) penelitian... 34

17. Pembagian spesimen ... 37


(41)

19. Grafik rata-rata distorsi tiap spesimen material tanpa perlakuanline

Heating... 40 20. Gambar patahan pada spesimen material tanpa perlakuanline Heating

(a) Spesimen 1 (b) Spesimen 2 (c) Spesimen 3 ... 41 21. Grafik rata-rata distorsi setiap spesimen material dengan perlakuan

line heatingpada temperatur 200oC... 44 22. Gambar patahan pada spesimen material tanpa perlakuanline Heating

(a) Spesimen 1 (b) Spesimen 2 (c) Spesimen 3 ... 46 23. Grafik rata-rata distorsi setiap spesimen material dengan perlakuan

line heatingpada temperatur 300oC... 49 24. Gambar patahan pada spesimen material tanpa perlakuanline Heating

(a) Spesimen 1 (b) Spesimen 2 (c) Spesimen 3 ... 51 25. Grafik rata-rata distorsi setiap spesimen material dengan perlakuan

line heatingpada temperatur 400oC... 54 26. Gambar patahan pada spesimen material tanpa perlakuanline Heating

(a) Spesimen 1 (b) Spesimen 2 (c) Spesimen 3 ... 56 27. Grafik rata-rata distorsi setiap spesimen ... 57 28. Diagram rata-rata kekuatan tarik (yield strength) pada masing-masing

perlakuanline heating... 59 29. Diagram rata-rata kekuatan tarik (ultimate strength) pada masing-masing


(42)

Halaman

ABSTRAK... ii

LEMBAR PENGESAHAN... iv

SANWACANA... x

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR TABEL... xvi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Tujuan ... 3

C. Batasan Masalah ... 3

D. Sistematika Penulisan ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Baja... 6


(43)

C. Las Busur Listrik Elektroda Terlindung SMAW (Shielded Metal Arc

Welding)………. 10

D. Elektroda... 14

E. Daerah Pengaruh Panas (Heat Affected Zone) ... 15

R. Klasifikasi Sambungan ... 16

G.Line Heating... 19

H. Distorsi ... 20

I. Uji Tarik... 20

III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian ... 24

B. Alat dan Bahan ... 24

C. Prosedur Penelitian... 26

D. Diagram Alir ... 33

IV. DATA DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian ... 35

B. Pembahasan ... 37

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 62

B. Saran... 63

DAFTAR PUSTAKA


(44)

ASME. 2007.An International Code ASME Boiler & Pressure Vessel Code. Penerbit The American Society Of Mechanical Engineers, Amerika Serikat.

Bintoro, G.A. 1999.Dasar-Dasar Pekerjaan Las.Jilid 1. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Davis, Troxell, dan Hauck. 1998. The Testing of Engineering Materials. Edisi 4. Penerbit Mc Graw Hill. New York.

Kenyon, W. 1985. Diterjemahkan oleh Dines Ginting. Dasar-Dasar Pengelasan. Erlangga. Jakarta Pusat.

Sulaiman. 2010. Pengaruh Proses Pelengkungan Dan Pemanasan Garis Pelat Baja Kapal AISI 2512 Terhadap Nilai Kekerasan Dan Laju Korosi. Universitas Diponegoro. Semarang.

Tony F., 2005.Operating Instructions. Instron 5582 Universal Tester.

Wiryosomartono, Hartono, H dan Okumura T. 1996.Teknologi Pengelasan Logam. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

____. http://www.matweb.com/

____. http://repository.usu.ac.id/


(45)

sehingga dapat mengakibatkan terjadinya perubahan sifat mekanis pada pelat baja. Proses rekristalisasi pada logam murni terjadi lebih cepat dibandingkan paduan. Untuk logam murni, temperatur rekristalisasi umumnya adalah 0.3TmdimanaTmmerupakan temperatur lebur. Temperatur lebur untuk baja murni (hanya paduan antara Fe dengan C) adalah sekitar 1550oC, sehingga temperatur rekristalisasi pada baja murni adalah sebesar 465oC.

Pada pengerjaan dingin (cold worked) dapat mengakibatkan struktur kristalnya berubah dan butir-butir bertambah panjang dalam arah pengerjaan. Untuk mengembalikan bentuk butir menjadi halus seperti semula, perlu dilakukan pemanasan atau rekristalisasi (Re-Cr). Pemberian panas yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan butir-butir terus tumbuh sehingga menjadi kasar, yang mengakibatkan logam kehilangan ketangguhan dan keuletannya.

Pengerjaan panas (hot worked) berlangsung diatas temperatur rekristalisasi dari logam, sehingga proses rekristalisasi berlangsung bersamaan dengan deformasi.


(46)

rekristalisasi adalah pada bagian HAZ yang berdekatan dengan daerah las, karena panas yang melebihi temperatur lebur maka butir-butir pada bagian ini mengembang dan butir bersifat kasar, sedangkan butir-butir yang berada pada daerah HAZ yang berdekatan dengan base metal lebih halus dan bentuk butirnya bulat.


(47)

Tabel Halaman

1. Contoh Tabel Data Uji Tarik ... 31

2. Contoh Tabel Pengukuran Distorsi Pelat Baja AISI 1020 ... 32

3. Sifat mekanik baja AISI 1020... 35

4. Komposisi kimia baja AISI 1020... 36

5. Sifat mekanik elektroda E 6013 ... 36

6. Komposisi kimia elektroda E 6013... 36

7. Data pengujian distorsi material tanpa perlakuanline heating... 38

8. Data pengujian distorsi material dengan perlakuanline heatingpada temperatur 200oC ... 42

9. Data pengujian distorsi material dengan perlakuanline heatingpada temperatur 300oC ... 47

10. Data pengujian distorsi material dengan perlakuanline heatingpada temperatur 400oC ... 52

11. Data uji kekuatan luluh (yield strength)... 58


(1)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... ii

LEMBAR PENGESAHAN... iv

SANWACANA... x

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR TABEL... xvi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Tujuan ... 3

C. Batasan Masalah ... 3

D. Sistematika Penulisan ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Baja... 6


(2)

☎✆✆ ✆

C. Las Busur Listrik Elektroda Terlindung SMAW (Shielded Metal Arc

Welding)………. 10

D. Elektroda... 14

E. Daerah Pengaruh Panas (Heat Affected Zone) ... 15

R. Klasifikasi Sambungan ... 16

G.Line Heating... 19

H. Distorsi ... 20

I. Uji Tarik... 20

III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian ... 24

B. Alat dan Bahan ... 24

C. Prosedur Penelitian... 26

D. Diagram Alir ... 33

IV. DATA DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian ... 35

B. Pembahasan ... 37

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 62

B. Saran... 63

DAFTAR PUSTAKA


(3)

DAFTAR PUSTAKA

ASME. 2007.An International Code ASME Boiler & Pressure Vessel Code.

Penerbit The American Society Of Mechanical Engineers, Amerika Serikat.

Bintoro, G.A. 1999.Dasar-Dasar Pekerjaan Las.Jilid 1. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Davis, Troxell, dan Hauck. 1998. The Testing of Engineering Materials. Edisi 4. Penerbit Mc Graw Hill. New York.

Kenyon, W. 1985. Diterjemahkan oleh Dines Ginting. Dasar-Dasar Pengelasan. Erlangga. Jakarta Pusat.

Sulaiman. 2010. Pengaruh Proses Pelengkungan Dan Pemanasan Garis Pelat Baja Kapal AISI 2512 Terhadap Nilai Kekerasan Dan Laju Korosi. Universitas Diponegoro. Semarang.

Tony F., 2005.Operating Instructions. Instron 5582 Universal Tester.

Wiryosomartono, Hartono, H dan Okumura T. 1996.Teknologi Pengelasan Logam. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

____. http://www.matweb.com/

____. http://repository.usu.ac.id/


(4)

Proses pemanasan garis, apabila dilakukan pada temperatur di atas temperatur rekristalisasi dapat menyebabkan terjadinya proses rekristalisasi, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya perubahan sifat mekanis pada pelat baja. Proses rekristalisasi pada logam murni terjadi lebih cepat dibandingkan paduan. Untuk logam murni, temperatur rekristalisasi umumnya adalah 0.3TmdimanaTmmerupakan temperatur lebur. Temperatur

lebur untuk baja murni (hanya paduan antara Fe dengan C) adalah sekitar 1550oC, sehingga temperatur rekristalisasi pada baja murni adalah sebesar 465oC.

Pada pengerjaan dingin (cold worked) dapat mengakibatkan struktur kristalnya berubah dan butir-butir bertambah panjang dalam arah pengerjaan. Untuk mengembalikan bentuk butir menjadi halus seperti semula, perlu dilakukan pemanasan atau rekristalisasi (Re-Cr). Pemberian panas yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan butir-butir terus tumbuh sehingga menjadi kasar, yang mengakibatkan logam kehilangan ketangguhan dan keuletannya.

Pengerjaan panas (hot worked) berlangsung diatas temperatur rekristalisasi dari logam, sehingga proses rekristalisasi berlangsung bersamaan dengan deformasi.


(5)

Titik rekristalisasi pada pengelasan terjadi pada daerah HAZ (batas antara daerah las dengan base metal), bagian yang pertama kali terjadi rekristalisasi adalah pada bagian HAZ yang berdekatan dengan daerah las, karena panas yang melebihi temperatur lebur maka butir-butir pada bagian ini mengembang dan butir bersifat kasar, sedangkan butir-butir yang berada pada daerah HAZ yang berdekatan dengan base metal lebih halus dan bentuk butirnya bulat.


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Contoh Tabel Data Uji Tarik ... 31

2. Contoh Tabel Pengukuran Distorsi Pelat Baja AISI 1020 ... 32

3. Sifat mekanik baja AISI 1020... 35

4. Komposisi kimia baja AISI 1020... 36

5. Sifat mekanik elektroda E 6013 ... 36

6. Komposisi kimia elektroda E 6013... 36

7. Data pengujian distorsi material tanpa perlakuanline heating... 38

8. Data pengujian distorsi material dengan perlakuanline heatingpada temperatur 200oC ... 42

9. Data pengujian distorsi material dengan perlakuanline heatingpada temperatur 300oC ... 47

10. Data pengujian distorsi material dengan perlakuanline heatingpada temperatur 400oC ... 52

11. Data uji kekuatan luluh (yield strength)... 58