PERSAMAAN ALIRAN DAYA DASAR TEORI

6

2.3 PERSAMAAN ALIRAN DAYA

Persamaan aliran daya secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 2.2 untuk sistem yang memiliki 2 bus. Pada setiap bus terdapat sebuah generator dan beban. Bus 1 dengan bus 2 dihubungkan dengan penghantar. Pada setiap bus memiliki 6 besaran elektris yang terdiri dari : P D , P G , Q D , Q G , V, dan δ [3]. Gambar 2.2 Diagram Satu Garis Sistem 2 Bus Pada Gambar 2.2 dapat dihasilkan persamaan aliran daya. Besar daya pada bus 1 dan bus 2 adalah = − = − + − …………………… 2.1 = − = − + − …………………… 2.2 Pada Gambar 2.3 menunjukkan rangkaian ekivalen untuk sistem 2 bus dimana generator direpresentasikan sebagai sumber yang memiliki reaktansi dan transmisi model π phi. Beban diasumsikan memiliki impedansi konstan dan daya konstan pada diagram impedansi. Universitas Sumatera Utara 7 P Y jB = 2 P Y jB = 2 1 ˆ V 2 ˆ V Gambar 2.3 Rangkaian ekivalen sistem 2 Bus Besarnya arus pada bus 1 dan bus 2 adalah: = − …………………………………………………….. 2.3 = − ……………………………….……………………. 2.4 Gambar 2.3 diatas dapat disederhanakan untuk mendapatkan bus daya pada masing-masing bus seperti pada Gambar 2.4 di bawah ini. 1 ˆ V 2 ˆ V S S Z Y 1 = Gambar 2.4 Rangkaian ekivalen model π untuk sistem 2 bus Semua besaran diasumsikan dalam sistem per-unit, sehingga: Universitas Sumatera Utara 8 = ∗ = + ⇒ − = ∗ ……………………. 2.5 = ∗ = + ⇒ − = ∗ …………………….2.6 1 ˆ V 2 ˆ V S S Z Y 1 = Gambar 2.5 Distribusi arus pada rangkaian ekivalen untuk sistem 2 bus Distribusi arus dapat dilihat pada Gambar 2.5, dimana arus pada bus 1 adalah = ′ + …………………..……………………………….. 2.7 = + − …………..…………………………… 2.8 = + + − …………………………………… 2.9 = + ………………………….……………..……… 2.10 Dengan: Y 11 adalah jumlah admitansi terhubung pada bus 1 = + Y 12 adalah admitansi negatif antara bus 1 dengan bus 2 = − Untuk aliran arus pada bus 2 adalah: = ′ + ……………………………………………………….. 2.11 Universitas Sumatera Utara 9 = + − …………………..………………………..2.12 = + + − ………………………………………. 2.13 = + ………………………………………….………2.14 Dengan: Y 22 adalah jumlah admitansi terhubung pada bus 2 = + Y 21 adalah admitansi negatif antara bus 2 dengan bus 1 = − = Y 12 Dari Persamaan 2.10 dan 2.14 dapat dihasilkan persamaan dalam bentuk matrik, yaitu: = …………………….…………………….......... 2.15 Notasi matrik dari Persamaan 2.15 adalah = ………………………………………………..…… 2.16 Persamaan 2.5 hingga Persamaan 2.16 yang diberikan untuk sistem 2 bus dapat dijadikan sebagai dasar untuk penyelesaian persamaan aliran daya untuk sistem n-bus. Gambar 2.6 menunjukan sistem dengan jumlah n-bus dimana bus 1 terhubung dengan bus lainnya. Gambar 2.7 menunjukan model transmisi untuk sistem n-bus. Universitas Sumatera Utara 10 Gambar 2.6 Sistem n bus Gambar 2.7 Model transmisi π untuk sistem n-bus Persamaan yang dihasilkan dari Gambar 2.7 adalah: = + + ⋯ + + − + − + ⋯ + − …………………………………….……………………… 2.17 Universitas Sumatera Utara 11 = + + ⋯ + + + + ⋯ + − − − ⋯ − ………..…………………..………………………… 2.18 = + + + ⋯ + …………………………...…….. 2.19 = ∑ ………………………………..……………………………. 2.20 Dimana: = + + ⋯ + + + + ⋯ + …………… 2.21 = jumlah semua admitansi yang dihubungkan dengan bus 1 = − ; = − ; = − …………………………..……. 2.22 Persamaan 2.20 dapat disubtitusikan ke Persamaan 2.5 menjadi Persamaan 2.23, yaitu: − = ∗ = ∗ ∑ ………………………………………… 2.23 Dengan: ∗ = = | |∠ − − = ∗ ∑ ; untuk = 1,2, … , ……………………….. 2.24 Persamaan 2.24 merupakan representasi persamaan aliran daya yang nonlinear. Untuk sistem n-bus, seperti Persamaan 2.15 dapat dihasilkan Persamaan 2.25, yaitu : : = … … : : … : … : …………………………………………. 2.25 Notasi matrik dari Persamaan 2.25 adalah = ……………………………………………………………. 2.26 Dimana: Universitas Sumatera Utara 12 = … … : : … : … = ………… 2.27 2.4 Metode Newton-Rhapson Pada sistem multi-bus, penyelesaian aliran daya dilakukan dengan metode persamaan aliran daya. Metode yang pada umumnya digunkan dalam penyelesaian aliran daya, yaitu metode Newton-Raphson, Gauss-Seidel, dan Fast Decoupled. Tetapi metode yang dibahas pada Tugas Akhir ini adalah metode Newton-Raphson. Dalam metode Newton-Rhapson, persamaan aliran daya dirumuskan dalam bentuk polar. Persamaan arus yang memasuki bus dapat ditulis ulang menjadi: = ∑ …………………………………………………………….. 2.28 Persamaan di atas bila ditulis dalam bentuk polar adalah: = ∑ ∠ + ……………………………………………… 2.29 Daya kompleks pada bus I adalah: − = ∗ …………………………………………………………… 2.30 Dengan: ∗ = = | |∠− Subsitusi dari Persamaan 2.29 ke Persamaan 2.30 sehingga menjadi: − = | |∠− ∑ ∠ + …………………………… 2.31 − = ∑ | | ∠ − + ……………………………… 2.32 Dimana: ≅ − + + − + Universitas Sumatera Utara 13 Dari Persamaan 2.31 dan 2.32 dapat diketahui persamaan daya aktif dan persamaan daya reaktif yaitu sebagai berikut: = ∑ cos − + …………………….. 2.33 = − ∑ sin − + …………………… 2.34 Persamaan 2.33 dan 2.34 merupakan langkah awal perhitungan aliran daya menggunakan metode Newton-Raphson. Penyelesaian aliran daya menggunakan proses iterasi k+1. Untuk iterasi pertama 1, nilai k = 0, merupakan nilai perkiraan awal initial estimate yang ditetapkan sebelum dimulai perhitungan aliran daya. Hasil perhitungan aliran daya menggunakan Persamaan 2.33 dan 2.34 akan diperoleh nilai dan . Hasil nilai ini digunakan untuk menghitung nilai ∆ dan ∆ . ∆ dan ∆ adalah sisa daya power residual antara yang terjadwal dengan nilai hasil perhitungan: ∆ = , − , ……………………………………………………. 2.35 ∆ = , − , …………………………………………………… 2.36 Hasil perhitungan ∆ dan ∆ digunakan untuk matrik Jacobian pada persamaan: ∆ : ∆ ∆ : ∆ = … : : : … | | … | | : : : | | … | | … : : : … | | … | | : : : | | … | | ∆ : ∆ ∆ : ∆ ………….…….. 2.37 Universitas Sumatera Utara 14 Dari Persamaan 2.37 dapat dilihat bahwa perubahan daya berhubungan dengan perubahan besar tegangan dan sudut phasa. Secara umum, Persamaan 2.37 dapat disederhanakan menjadi Persamaan 2.38. ∆ ∆ = ∆ ∆| | ……………………………………………….. 2.38 Besaran elemen matriks Jacobian Persamaan 2.38 adalah: • J1 = ∑ sin − + ………………..2.39 = − sin − + ≠ .........2.40 • J2 | | = 2 | | cos + ∑ cos − + .2.41 = cos − + ≠ ………...2.42 • J3 = ∑ cos − + ....................... 2.43 = − cos − + ≠ …2.44 • J4 Universitas Sumatera Utara 15 | | = − 2 | | sin − ∑ sin − + ………………………………………………………………….2.45 = − sin − + ≠ ........... 2.46 Setelah nilai matrik Jacobian dimasukan ke dalam Persamaan 2.38, maka nilai ∆ dan ∆| | dapat dicari dengan menginverskan matrix Jacobian seperti pada Persamaan 2.47. ∆ ∆| | = ∆ ∆ ………………………………………………. 2.47 Setelah nilai ∆ dan ∆| | diketahui nilainya, maka nilai dan | | dapat dicari dengan memasukkan nilai ∆ dan ∆| | ke dalam persamaan: = + ∆ …………………………………………… 2.48 | | = | | + ∆| | ……………………………………… 2.49 Nilai ∆ dan ∆| | hasil perhitungan dari Persamaan 2.48 dan 2.49 merupakan perhitungan pada iterasi pertama. Nilai ini digunakan kembali untuk perhitungan iterasi ke-2 dengan cara memasukkan nilai ini ke dalam Persamaan 2.33 dan 2.34 sebagai langkah awal perhitungan aliran daya. Perhitungan dilanjutkan sampai iterasi ke-n dan akan selesai jika nilai ∆ dan Universitas Sumatera Utara 16 ∆ konvergen setelah mencapai nilai ketelitian iterasi ε yang ditetapkan {[ − ≤ ] dan [ | | − | | ≤ ]} [2-5][7]. Prosedur Perhitungan aliran daya dengan menggunakan metode Newton- Raphson adalah sebagai berikut: 1. Membentuk matriks admitansi Y bus sistem. 2. Menentukan nilai awal , , , , , . Pada bus beban load bus di mana , dan , harganya diketahui, besar tegangan dan sudut fasa disamakan dengan nilai slack bus sehingga = 1.0 . dan = 0.0 . Untuk voltage regulated bus di mana nilai tegangan dan daya aktif diketahui, nilai sudut fasa disamakan dengan sudut slack bus, jadi = 0. 3. Menghitung daya aktif dan daya reaktif berdasarkan Persamaan 2.33 dan 2.34. 4. Menghitung nilai ∆ dan ∆ berdasarkan Persamaan 2.35 dan 2.36. 5. Membuat matrik Jacobian berdasarkan Persamaan 2.38 sampai Persamaan 2.46 6. Menghitung nilai sudut beban iterasi pertama dan nilai tegangan iterasi pertama | | berdasarkan Persamaan 2.48 dan 2.49. 7. Jika nilai − ≤ dan nilai | | − | | ≤ maka hasil perhitungan selesai karena su dah konvergen. Jika belum, maka proses Universitas Sumatera Utara 17 dilanjutkan untuk iterasi berikutnya. Ulangi prosedur 5 sampai 6 dengan memasukkan nilai dan | | ke dalam Persamaan 2.38 sampai 2.46 hingga mencapai nilai yang konvergen [ − ≤ ] dan [ | | − | | ≤ ] [2-5][7]. Universitas Sumatera Utara 1

BAB I PENDAHULUAN