al-Hubb al-ilahi: studi perbandingan antara Rabi'ahl al-Adawiyah dan Jalaluddin Rumi

Abstrak
Semua para sufi mengakui bahwa cinta Ilahi (aI-hubb aI-Ilahi) merupakan
maqam puncak diantara maqam-maqam yang lain. Seorang sufi yang ingin
sampai kepada maqam mahabbah (cinta), harus melalui tahapan-tahapan
sebelumnya, seperti taubat, zuhud, shabar, faqr, tawakkal, dan
sebagainya. Di samping itu para sufi juga sepakat, bahwa mahabbah itu
tidak dapat digarnbarkan, didevinisikan, diberi batasan, dan juga tidak
dapat dijelaskan hakikat dan rahasianya. Tetapi mahabbah (cinta) itu
hanya dapat dirasakan akan keberadaannya. Ini pun hanya dapat dirasakan
bagi sufi yang sudah masuk ke dalarn maqam mahabbah dan sudah pemah
mengalaminya. Keadaan yang demikian telah dialami oleh Rabi'ah al-Adawiyah
dan Jalaluddin Rumi. Baik Rabi'ah maupun Rumi, mereka
sama-sama tidak pemah memberikan devinisi yang jelas mengenai mahabbah (cinta),
dan memang kenyataannya cinta itu tidak bisa
didevinisikan dengan kata-kata. Akan tetapi menurut keduanya, mahabbah
(cinta) itu merupakan pengalaman mistis (ruhani) yang bersifat pribadi, dan
hanya dapat dirasakan oleh masing-masing sufi yang mengalaminya. Jadi,
dalam pandangan Rabi'ah dan Rumi mahabbah itu tidak dapat didevinisikan