The Study of Fertilizers Application for Production of Two Soybean Varieties under Organic Saturated Soil Culture in two Cropping Seasons

1

KAJIAN APLIKASI JENIS PUPUK UNTUK PRODUKSI DUA
VARIETAS KEDELAI SECARA ORGANIK DENGAN SISTEM
BUDIDAYA JENUH AIR PADA DUA MUSIM TANAM

ELRISA RAMADHANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

2

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Kajian Aplikasi
Jenis Pupuk untuk Produksi Dua Varietas Kedelai Secara Organik dengan
Sistem Budidaya Jenuh Air pada Dua Musim Tanam adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa

pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.

Bogor,

Agustus 2011

Elrisa Ramadhani
NRP A252090141

3

ABSTRACT
ELRISA RAMADHANI. The Study of Fertilizers Application for Production of
Two Soybean Varieties under Organic Saturated Soil Culture in two Cropping
Seasons. Under direction of MAYA MELATI and SANDRA ARIFIN AZIZ.
Organic farming is an agricultural production system which is based on
biological recycling. Saturated soil culture (SSC) is a cultivation technology that

provides and maintain continuous irrigation in the channel with water depth kept
constantly and makes soil layer in saturated condition. The objective of the
research was to determine the influence of organic fertilizer on the productivity of
two varieties of soybean (Anjasmoro and Wilis) in organic saturated soil culture
in two cropping seasons. The experiments were conducted at experimental station
of Bogor Agricultural University, Cikarawang, Dramaga, from December 2009 to
February 2011. The experiments were arranged in two experimental designs. The
first crop season experiment used Split plot design with six replications. The
main-plot was organic fertilizer that consisted of chicken manure only (20
ton/ha), chicken manure (10 ton/ha) + C. pubescens (4.2 ton/ha) and chicken
manure (10 ton/ha) + T. diversifolia (4.2 ton/ha), while the sub-plot was soybean
varieties consisted of Anjasmoro and Wilis. The soybean productivities were not
affected by the application of chicken manure, C. pubescens, dan T. diversifolia
with consecutive values of 1.90, 1.83, and 1.94 ton/ha. Wilis productivity (1.98
ton/ha) in the first crop season was higher than productivity of Anjasmoro (1.80
ton/ha). The second crop season used Split-split plot design with three
replications. The main-plot in the second crop season was fertilizer dosage
consisted of 50 and 100% of first season dosage, the sub-plot was the type of
organic fetilizer that consisted of chicken manure only, chicken manure + C.
pubescens and chicken manure + T. diversifolia, while the sub-sub-plot was

soybean varieties consisted of Anjasmoro and Wilis. Dosage of fertilizer, types of
organic fertilizer and variety did not affect the productivity. Plants with 50 and
100% fertilizer dosage produced 2.41 and 2.55 ton seed/ha, respectively. Yield of
plants with the application of chicken manure, C. pubescens, and T. diversifolia
were 2.45, 2.50, and 2.49 ton seed/ha, respectively. Variety of Anjasmoro and
Wilis produced 2.50 and 2.45 ton/ha respectively. Productivity of soybean in the
second cropping season was higher than that in the first cropping season.
Productivity of soybean added with chicken manure, C. pubescens and T.
diversifolia and productivity of Anjasmoro and Wilis were 22.44, 26.80, 22.09, 28
and 19.18% respectively higher than those in the first cropping season. These
experiments concluded that any of those three fertilizers can be used in producing
organic soybean in saturated soil culture. The second cropping season only needed
half of fertilizer to cultivate organic soybean. The use of any of those organic
fertilizer in saturated soil culture can be applied to improve the productivity of
soybean.
Key words: Chicken manure, Centrosema pubescens, Tithonia diversifolia, Anjasmoro,
Wilis, green manure

4


RINGKASAN
ELRISA RAMADHANI. Kajian Aplikasi Jenis Pupuk untuk Produksi Dua
Varietas Kedelai Secara Organik dengan Sistem Budidaya Jenuh Air pada Dua
Musim Tanam. Dibimbing oleh MAYA MELATI dan SANDRA ARIFIN AZIZ.
Budidaya organik dapat diartikan suatu sistem produksi pertanaman yang
berasaskan daur ulang secara hayati, dengan menggunakan pupuk dan pestisida
organik, yang pada pertanaman musim selanjutnya dapat juga dilihat residu dari
pupuk organik yang digunakan. Budidaya jenuh air (BJA) merupakan suatu
teknologi yang memberikan dan mempertahankan air irigasi secara terus-menerus
di dalam saluran dengan membuat tinggi muka air dari permukaan tanah tetap
sehingga menciptakan lapisan jenuh air pada tanah.
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai jenis pupuk
organik terhadap produktivitas dua varietas kedelai yaitu varietas Anjasmoro dan
Wilis secara organik dengan sistem budidaya jenuh air pada dua musim tanam.
Percobaan disusun dalam dua percobaan. Percobaan pada musim tanam pertama
menggunakan Rancangan Split Plot dan diulang sebanyak enam kali. Petak utama
adalah jenis pupuk organik yang terdiri atas pupuk kandang ayam saja (20 ton/ha),
pupuk kandang ayam (10 ton/ha) + Centrosema pubescens Benth. (4.2 ton/ha) dan
pupuk kandang ayam (10 ton/ha) + Tithonia diversifolia Hemsl. (4.2 ton/ha),
sedangkan anak petak adalah varietas yaitu Anjasmoro dan Wilis.

Percobaan pada musim tanam ke-dua menggunakan Rancangan Split-Split
Plot dan diulang sebanyak tiga kali. Petak utama pada musim tanam ke-dua
adalah dosis pemupukan yang terdiri atas 50 dan 100% dosis tahun pertama, yang
menjadi anak petak adalah jenis pupuk organik yaitu pupuk kandang ayam saja,
pupuk kandang ayam + C. pubescens dan pupuk kandang ayam + T. diversifolia,
sedangkan anak-anak petak adalah varietas yaitu Anjasmoro dan Wilis. Saluran
air dibuat di antara anak petak berukuran 30 cm kemudian dimasukkan air sampai
setinggi 10 cm dari atas permukaan petakan dan mulai diberikan pada saat 4 MST
sampai 1 minggu sebelum panen.
Kedelai yang dibudidayakan secara organik dengan sistem budidaya jenuh
air memberikan respon yang berbeda pada musim tanam pertama dan ke-dua
yang berhubungan dengan residu dari pupuk yang digunakan pada musim tanam

5

pertama. Hasil pengamatan komponen pertumbuhan dan produksi kedelai musim
tanam pertama menunjukkan bahwa penggunaan ketiga jenis pupuk organik tidak
berpengaruh nyata terhadap semua komponen pertumbuhan. Jumlah tanaman
panen dengan menggunakan pupuk kandang ayam, C. pubescens dan T.
diversifolia berturut-turut 69.5, 74.0 dan 80.7 tanaman. Umur berbunga yang

paling lama dengan menggunakan pupuk kandang ayam yaitu 36.9 hari dan yang
paling cepat dengan menggunakan pupuk T. diversifolia yaitu 36.2 hari.
Kedelai yang ditanam dengan BJA dengan menggunakan dua varietas pada
musim tanam pertama mempunyai beberapa nilai komponen pertumbuhan dan
produksi yang berbeda, yaitu varietas Anjasmoro memiliki nilai yang lebih tinggi
pada tinggi tanaman 13 MST, bobot basah daun, bobot basah akar, bobot kering
daun yaitu berturut-turut sebesar 8.47, 26.11, 20.23, 22.49 dan 36.37%
dibandingkan varietas Wilis. Peubah Jumlah daun 6 MST, jumlah cabang
produktif, jumlah polong bernas, bobot kering biji petak bersih dan produktivitas
pada varietas Wilis lebih tinggi nilainya dibandingkan Anjasmoro.
Produktivitas tanaman pada musim tanam pertama dengan penambahan
pupuk kandang ayam, C. pubescens dan T. diversifolia berturut-turut sebesar 1.90,
1.83 dan 1.94 ton/ha, dan dengan menggunakan varietas Anjasmoro dan Wilis
produktivitasnya berturut-turut sebesar 1.80 dan 1.98 ton/ha. Hasil pengamatan
pada musim tanam ke-dua menunjukkan bahwa dosis pupuk sebagian besar
berpengaruh nyata terhadap komponen pertumbuhan dan produksi kedelai. Bobot
kering batang pada 7 MST dengan menggunakan dosis 50% lebih tinggi 27.05%
dibandingkan dengan menggunakan dosis 100%. Dosis 100% (2.55 ton/ha)
memberikan produktivitas yang lebih besar dibandingkan dosis 50% (2.41
ton/ha), tetapi jika dilihat dari nilai usaha tani, maka pada musim tanam ke-dua

lebih baik menggunakan dosis 50%. Produktivitas tanaman dengan penambahan
pupuk kandang ayam, C. pubescens dan T. diversifolia pada musim tanam ke-dua
berturut-turut sebesar 2.45, 2.50 dan 2.49 ton/ha. Varietas Anjasmoro (2.50
ton/ha) memiliki produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan varietas Wilis (2.45
ton/ha).
Kata kunci: Pupuk kandang ayam, Centrosema pubescens, Tithonia diversifolia,
Anjasmoro, Wilis, Pupuk hijau

6

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa seizin IPB.


7

KAJIAN APLIKASI JENIS PUPUK UNTUK PRODUKSI DUA VARIETAS
KEDELAI SECARA ORGANIK DENGAN SISTEM BUDIDAYA JENUH
AIR PADA DUA MUSIM TANAM

ELRISA RAMADHANI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Mayor Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

8


Penguji Luar Komisi Ujian Tesis: Dr. Ir. Iskandar Lubis, M.S.

9

Judul Tesis

Nama
NRP

: Kajian Aplikasi Jenis Pupuk untuk Produksi Dua Varietas
Kedelai Secara Organik dengan Sistem Budidaya Jenuh Air
pada Dua Musim Tanam
: Elrisa Ramadhani
: A252090141

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Maya Melati, M.S, M.Sc.

Ketua

Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, M.S.
Anggota

Diketahui

Ketua Mayor Agronomi dan
Hortikultura

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S.

Tanggal Ujian: 27 Juli 2011

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

Tanggal Lulus:


10

PRAKATA
Produksi kedelai yang semakin menurun dari tahun ke tahun dan karena
adanya masalah yang berkembang mengenai berkurangnya subsidi pupuk yang
diberikan oleh pemerintah, membutuhkan perhatian yang khusus sehingga
diharapkan dengan penggunaan pupuk organik dapat digunakan sebagai pengganti
pupuk kimia sintesis. Sistem Budidaya Jenuh Air merupakan salah satu teknologi
yang dapat diterapkan pada kondisi lahan marjinal sebagai upaya untuk perluasan
lahan produksi. Tesis yang berjudul Kajian Aplikasi Jenis Pupuk Organik untuk
Produksi Dua Varietas Kedelai Secara Organik dengan Sistem Budidaya Jenuh
Air Secara Organik pada Dua Musim Tanam

akan mencoba menyelesaikan

permasalahan yang ada mengenai produksi kedelai dan pilihan pupuk yang
digunakan. Penelitian ini sebagian besar didanai melalui program I-MHERE
B.2.C IPB tahun 2009-2011 dengan judul “Good Agricultural Practices (GAP) of
Rice and Soybean Production under Organic Farming System” yang diterima oleh
Dr. Ir. Maya Melati, MS, MSc.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian hingga penulisan tesis dengan
baik.
Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Dr. Ir. Maya Melati, M.S,
M.Sc dan Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, M.S, sebagai komisi pembimbing yang dengan

sabar telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penelitian
hingga penulisan tesis ini dapat terlaksana dengan baik. Penulis juga
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan atas dukungan, baik
dukungan moril dan materil yang selalu diberikan oleh ayah, ibu, adik-adik dan
suami. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman
dari tim organik, Bapak Baso Daeng, Ibu Emma, Bapak Sarta, Deri, Ayu, Tatied,
Meri, Esta, Siddiq, serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini. Semoga hasil penelitian ini dapat
berguna bagi yang membutuhkan dan menjadi sumber informasi untuk
pengembangan ilmu dan pengetahuan.
Bogor, Agustus 2011
Elrisa Ramadhani

11

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara, pada tanggal 23 Mei 1986
sebagai anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Ir. J. Saragih dan Ir.
Refnizuida, M.M.A. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Al-Azhar
Medan pada tahun 1998, kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 2
Medan, selesai pada tahun 2001, dan pada tahun 2004, penulis menyelesaikan
pendidikan di SMU Negeri 2 Medan. Pendidikan sarjana ditempuh di Program
Studi Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan sejak
tahun 2005 dan lulus pada tahun 2009.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada tahun 2009 di Mayor Agronomi
dan Hortikultura, Sekolah Pascasarjana IPB dengan biaya pendidikan sendiri.
Selama mengikuti program S2, penulis menjadi pengurus di Forum Mahasiswa
Pascasarjana (Forsca) Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta IPB
sebagai staf departemen sosial dan keagamaan.

12

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL . ......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR . ..................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv
PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
Latar Belakang................................................................................................ 1
Tujuan Penelitian ............................................................................................ 4
Hipotesis ......................................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 7
Botani Tanaman Kedelai ................................................................................ 7
Syarat Tumbuh ............................................................................................... 8
Iklim ......................................................................................................... 8
Tanah ...................................................................................................... 10
Budidaya Kedelai Organik ........................................................................... 11
Pupuk Kandang Ayam ........................................................................... 11
Centrosema pubescens Benth. ............................................................... 12
Tithonia diversifolia Hemsl.................................................................... 13
Residu Pupuk Organik .................................................................................. 14
Kedelai pada Sistem Budidaya Jenuh Air .................................................... 14
BAHAN DAN METODE PERCOBAAN ...................................................... 17
Tempat dan Waktu ....................................................................................... 17
Bahan dan Alat ............................................................................................. 17
Metode Penelitian ......................................................................................... 17
Pelaksanaan Penelitian ................................................................................. 19
Pengamatan .................................................................................................. 22
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 27
Hasil .............................................................................................................. 34
Pembahasan .................................................................................................. 51
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 57
Kesimpulan ................................................................................................... 57
Saran ............................................................................................................ 57
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 59
LAMPIRAN...................................................................................................... 65

13

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kandungan hara makro dan mikro C. pubescens, pupuk kandang ayam
dan T. diversifolia musim tanam I .............................................................. 28
2 Kandungan hara makro dan mikro C. pubescens, pupuk kandang ayam dan
T. diversifolia Musim Tanam II................................................................... 28
3 Sumbangan unsur hara pupuk organik pada musim tanam I, II (100 dan
50% dosis musim tanam I) .......................................................................... 29
4 Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen pertumbuhan dan produksi
kedelai pada perlakuan pupuk dan varietas musim tanam I ........................ 34
5 Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen pertumbuhan dan produksi
kedelai pada perlakuan pupuk dan varietas musim tanam II ....................... 36
6 Komponen pertumbuhan kedelai dengan tiga jenis pupuk organik pada
musim tanam I dan II .................................................................................. 39
7 Komponen pertumbuhan dua varietas kedelai pada musim tanam I dan I .. 41
8 Komponen pertumbuhan kedelai pada perlakuan dua dosis pupuk pada
musim tanam II ............................................................................................ 42
9 Komponen produksi kedelai dengan tiga jenis pupuk organik pada musim
tanam I dan II................................................................................................ 44
10 Komponen produksi dua varietas kedelai pada musim tanam I dan II ....... 45
11 Komponen produksi kedelai pada perlakuan dua dosis pupuk pada musim
tanam II ...................................................................................................... 46
12 Rataan komponen produksi dengan kombinasi perlakuan jenis pupuk dan
varietas kedelai pada percobaan musim tanam I ......................................... 47
13 Rataan komponen produksi dengan kombinasi perlakuan dosis dan jenis
pupuk pada percobaan musim tanam II ..................................................... 48
14 Rataan komponen produksi dengan kombinasi perlakuan dosis dan varietas
pada percobaan musim tanam II ................................................................ 49
15 Rataan komponen produksi dengan kombinasi perlakuan jenis pupuk dan
varietas kedelai pada percobaan musim tanam II ...................................... 50
16 Rataan komponen produksi dengan kombinasi perlakuan dosis, jenis pupuk
dan varietas kedelai pada percobaan musim tanam II ............................... 50

14

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Bagan Alir Penelitian ..................................................................................... 5
2 Kondisi tanaman C. pubescens pada 7 MST dan 9 MST ............................ 29
3 Penampakan tanah hasil dekomposisi ketiga jenis pupuk ........................... 30
4 Data iklim musim tanam I dan II ................................................................. 31
5 Keragaan varietas kedelai terhadap berbagai jenis pupuk organik pada BJA
di Dua Musim Tanam pada saat panen ........................................................ 32
6 Bobot kering tajuk saat panen pada musim tanam I dan II .......................... 52
7 Serapan hara NPK dalam tajuk dengan penggunaan ketiga jenis pupuk
organik pada musim tanam I dan II .............................................................. 53
8 Produktivtas keelai dengan perlakuan jenis pupuk organik pada Musim
Tanam I dan II ............................................................................................... 54

15

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Deskripsi Kedelai Varietas Anjasmoro ....................................................... 66
2 Deskripsi Kedelai Varietas Wilis ................................................................ 67
3 Lay Out Percobaan Musim Tanam I ............................................................ 68
4 Lay Out Percobaan Musim Tanam II........................................................... 69
5 Hasil analisis tanah awal, setelah pemupukan dan panen musim tanam I ... 70
6 Hasil analisis tanah awal, setelah pemupukan dan panen musim tanam II . 71
7 Hasil analisis air ........................................................................................... 73
8 Kandungan hara minimum dan maksimum tanaman kedelai pada tahap
awal pembungaan ......................................................................................... 74
9 Analisis usaha tani ....................................................................................... 75

16

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Proyeksi konsumsi kedelai di Indonesia dari tahun 2005 hingga 2020
menunjukkan bahwa pada tahun 2010 konsumsi kedelai Indonesia akan mencapai
2 juta ton, sedangkan sejak 1976 Indonesia belum pernah mencapai swasembada
kedelai, defisit terus meningkat dari 0.17 juta ton (1976) menjadi 0.54 juta ton
(1990) dan 1.03 juta ton pada tahun 2005. Sejak 1992, produksi kedelai menurun
tajam seiring dengan penurunan areal panen, pertumbuhan produksi selama 15
tahun terakhir -3.72% per tahun selama periode 1990-2000 dan -4.51% per tahun
selama periode 2000-2005 yang menyebabkan Indonesia bergantung pada impor
kedelai (Sudaryanto dan Swastika 2007). Angka Ramalan I produksi kedelai
tahun 2010 diperkirakan sebesar 962.54 ribu ton biji kering. Dibandingkan
produksi tahun 2009, terjadi penurunan sebesar 10.41 ribu ton (Badan Pusat
Statistik 2010). Angka produksi dan konsumsi selama ini belum termasuk kedelai
organik di dalamnya.
Peningkatan produksi kedelai bisa dilakukan melalui pemilihan teknik
budidaya dan perluasan areal tanam. Budidaya organik merupakan salah satu
teknik budidaya yang mungkin dapat diterapkan untuk meningkatkan produksi
kedelai. Budidaya organik dapat diartikan suatu sistem produksi pertanaman yang
berasaskan daur ulang hara secara hayati. Bahan organik memasok berbagai
macam hara terutama berupa senyawa organik berkadar rendah dan tidak mudah
larut. Senyawa organik juga dapat membenahi perilaku fisika dan kimia tanah
serta menyehatkan kehidupan flora dan fauna tanah (Notohadiprawiro 2006).
Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian,
terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya
serta tidak merusak lingkungan (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
IAARD online 2010; Balit Tanah, Litbang Deptan 2010).
Pertanian organik mensyaratkan penggunaan pupuk organik dalam
budidayanya. Pupuk organik yang dapat digunakan antara lain pupuk kandang
ayam, Centrosema pubescens (jenis kacang-kacangan) dan Tithonia diversifolia.

17

Kotoran ayam merupakan salah satu jenis pupuk kandang yang memiliki
kandungan N relatif tinggi dibanding jenis ternak lainnya. Hasil penelitian Asiah
(2006) pada kedelai panen muda secara organik menunjukkan bahwa pupuk
kandang ayam mengandung unsur P lebih tinggi dibandingkan unsur N dan K
yaitu 1.76% P, 0.58% N, dan 0.63% K, juga mengandung unsur mikro Ca, Mg,
Fe, Cu, Zn, dan Mn. Kotoran ayam juga memiliki kadar air dan nisbah C/N yang
lebih rendah yang akan mempercepat proses mineralisasi. Tanaman penutup tanah
kacangan telah diketahui mampu meningkatkan kandungan nitrogen di dalam
tanah karena dapat bersimbiose dengan bakteri rhizobium yang dapat mengikat
nitrogen dari udara. Fitomassa yang dihasilkan oleh kacangan menjadi sumber
bahan organik tanah (Soegiman 1982). Pupuk hijau Centrosema pubescens dapat
meningkatkan tinggi tanaman, jumlah ruas dan bobot polong panen/petak pada
kedelai panen muda secara organic (Sinaga 2005). Menurut Sangakkara et al.
(2004) dan Hartatik et al. (2006), Tithonia diversifolia merupakan tanaman yang
dapat digunakan sebagai pupuk hijau maupun sebagai kompos karena
mengandung hara N, P dan K, serta asam organik pengkelat Ca, Fe dan Al
sehingga mampu mengurangi keracunan Al dan Fe serta meningkatkan
ketersediaan P.
Upaya untuk menekan laju impor kedelai dapat ditempuh melalui strategi
peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam. Strategi peningkatan kedelai
untuk mencapai kebutuhan nasional diutamakan melalui perluasan areal. Salah
satu usaha peningkatan produksi kedelai dapat dilakukan dengan memanfaatkan
lahan potensial. Menurut Sumarno (1999), perluasan areal dapat dilakukan pada
berbagai tipe lahan dan agroekologi, antara lain, lahan sawah pada musim
kemarau, lahan bukaan yang berasal dari lahan pasang surut dan lahan gambut,
serta lahan sawah tadah hujan pada awal musim hujan sebelum padi.
Menurut Sumarno (1986), masalah kelebihan air di Indonesia terjadi pada
lahan sawah yang dimanfaatkan untuk penanaman kedelai setelah panen padi.
Hanya 0,5 juta hektar dari 3 juta hektar lahan sawah yang dapat ditanami kedelai
karena masalah kelebihan air. Penelitian selama dekade terakhir menunjukkan
bahwa tanaman kedelai dapat beradaptasi dengan kondisi jenuh air, serta
berproduksi dan menambat nitrogen lebih tinggi daripada budidaya secara

18

konvensional (Nathanson et al. 1984; Troedson et al. 1985; Sumarno 1986). Ratarata produksi kedelai dengan budidaya jenuh air 21% lebih tinggi daripada
budidaya konvensional (Garside et al. 1992). Budidaya jenuh air di beberapa
tempat

dapat

memperbaiki

pertumbuhan

dan

meningkatkan

produksi

dibandingkan cara irigasi biasa pada beberapa varietas kedelai (Nathanson et al.
1984; Troedson et al. 1985; Hunter et al. 1989; Ghulamahdi 1999). Pemberian air
secara terus-menerus pada budidaya jenuh air dapat memperbaiki status air tanah
dan tanaman sehingga pertumbuhan vegetatif dari tanaman terpacu (Garside et al.
1992). Di tanah jenuh air, banyak fotosintat yang digunakan untuk pertumbuhan
bagian tanaman di dalam tanah terutama bintil. Ini berakibat aktivitas bintil mulai
lebih awal dan dengan laju lebih cepat (Notohadiprawiro 2006). Hasil penelitian
Sagala (2010) pada kedelai konvensional dengan budidaya jenuh air pada lahan
pasang surut menunjukkan varietas Tanggamus memberikan hasil biji kering
sebesar 4,83 ton/ha dengan kedalaman muka air tanah 40 cm di bawah permukaan
tanah. Sampai saat ini budidaya kedelai secara organik dengan sistem budidaya
jenuh air belum pernah dilakukan.
Hasil penelitian kedelai panen muda secara organik pada budidaya tadah
hujan memberikan hasil 1,58 ton polong muda/ha dengan menggunakan pupuk
kandang ayam dan 1,51 ton polong muda/ha dengan menggunakan pupuk hijau
Centrosema pubescens (Sinaga 2005); 2,98 ton polong muda/ha (Barus 2005).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa residu pemberian bahan organik masih
berpengaruh hingga jangka waktu tertentu. Menurut Kariada dan Aribawa (2006),
salah satu kelemahan sekaligus keunggulan yang dimiliki oleh pupuk organik
adalah penyediaan hara terjadi secara lambat, sehingga mempunyai dampak residu
bagi pertanaman berikutnya. Melati et al. (2008) menyatakan bahwa pupuk
organik, kombinasi dan residunya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
hara tanah untuk produksi kedelai panen muda secara organik.
Berdasarkan lamanya periode tumbuh dari sejak tanam sampai polong
matang, varietas kedelai digolongkan menjadi tiga kelompok umur, yaitu umur
genjah (85 hari)
(Somaatmadja et al. 1985). Pada budidaya jenuh air, kedelai yang berumur lebih
panjang biasanya mempunyai pertumbuhan yang lebih baik dan produksi yang

19

lebih tinggi dibandingkan kedelai yang berumur pendek (Hunter et al. 1989;
Ghulamahdi et al. 1991). Secara kultur teknis masalah yang dihadapi dalam
peningkatan produktivitas kedelai meliputi: (1) penggunaan varietas yang
benihnya kurang berkualitas, (2) waktu tanam tidak tepat, (3) populasi tanaman
tidak penuh, (4) pengelolaan lengas kurang optimal, (5) persiapan media
pertanaman kurang optimal, (6) pengelolaan hara kurang optimal, (7)
pengendalian OPT kurang efektif, dan (8) pascapanen kurang optimal (Sudaryono
et al. 2007). Penurunan hasil tanaman yang terlambat ditanam dapat disebabkan
oleh kekeringan, akumulasi hama dan penyakit, dan/atau gangguan gulma yang
lebih berat (Subandi et al. 2007). Permasalahan tersebut sebagian besar dapat
diatasi dengan menanam kedelai pada waktu tanam yang tepat.
Penelitian ini dilakukan secara organik dengan menggunakan dua varietas
kedelai dengan budidaya jenuh air pada dua musim tanam.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai jenis pupuk
organik terhadap produktivitas dua varietas kedelai yaitu varietas Anjasmoro dan
Wilis dengan sistem budidaya jenuh air secara organik pada dua musim tanam.
Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu :
1. Terdapat jenis pupuk organik yang dapat memberikan pengaruh terbaik
terhadap produktivitas kedelai.
2. Terdapat varietas kedelai yang memberikan respon yang baik dengan
budidaya secara organik pada sistem budidaya jenuh air.
3. Terdapat kombinasi terbaik antara perlakuan jenis pupuk organik dan varietas
terhadap produktivitas kedelai.
4. Terdapat kombinasi terbaik antara perlakuan dosis pupuk organik, jenis pupuk
organik dan varietas terhadap produktivitas kedelai.

20
BJA organik untuk
2 varietas

Pupuk organik

Pupuk
Kandang

Pupuk organik 100 %

Pupuk
Kandang

Centrosema
pubescens

Tithonia
diversifolia

Varietas

Centrosema
pubescens

Tithonia
diversifolia

Anjasmoro

Varietas

Anjasmoro

Wilis

Pupuk organik 50 %

Pupuk
Kandang

Centrosema
pubescens

Teknik budidaya
kedelai secara organik
Keterangan :
: Musim Tanam I
: Musim Tanam II

Wilis

Gambar 1. Bagan Alir Penelitian

Tithonia
diversifolia

Varietas

Anjasmoro

Wilis

21

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Kedelai

Sistem perakaran pada kedelai terdiri dari sebuah akar tunggang yang
terbentuk dari calon akar. Bintil akar pertama terlihat 10 hari setelah tanam.
Panjang akar tunggang ditentukan oleh berbagai faktor, seperti kekerasan tanah,
populasi tanaman, varietas, dan sebagainya. Akar tunggang dapat mencapai
kedalaman 200 cm, namun pada pertanaman tunggal dapat mencapai 250 cm.
Kedelai yang tergolong tanaman leguminosa dicirikan oleh kemampuannya untuk
membentuk bintil akar, yang salah satunya adalah oleh Rhizobium japonicum,
yang mampu menambat nitrogen dan bermanfaat bagi tanaman. Batang tanaman
kedelai berasal dari poros embrio yang terdapat pada biji masak. Pola
percabangan akar dipengaruhi oleh varietas dan lingkungan, seperti panjang hari,
jarak tanam, dan kesuburan tanah. Daun kedelai terbagi menjadi empat tipe, yaitu
(1) kotiledon atau daun biji, (2) dua helai daun primer sederhana, (3) daun bertiga,
dan (4) profila. Daun primer berbentuk oval dengan tangkai daun sepanjang 1-2
cm, terletak berseberangan pada buku pertama diatas kotiledon. Bentuk daun
kedelai adalah lancip, bulat dan lonjong serta terdapat perpaduan bentuk daun
misalnya antara lonjong dan lancip. Sebagian besar bentuk daun kedelai di
Indonesia adalah berbentuk lonjong (Adie dan Krisnawati 2007).
Kedelai merupakan tanaman menyerbuk sendiri yang bersifat kleistogami.
Periode perkembangan vegetatif bervariasi tergantung pada varietas dan keadaan
lingkungan, termasuk panjang hari dan suhu. Ada dua tipe pertumbuhan batang
dan permulaan pembungaan pada kedelai. Tipe pertama adalah indeterminit, yaitu
tunas terminal melanjutkan fase vegetatif selama pertumbuhan. Tipe kedua adalah
determinit dimana pertumbuhan vegetatif tunas terminal terhenti ketika terjadi
pembungaan. Proses kemasakan kedelai dikendalikan oleh fotoperiodisitas
(panjang hari) dan suhu. Kedelai diklasifikasikan sebagai tanaman hari pendek
dikarenakan hari yang pendek akan menginisiasi pembungaan. Suhu hangat dapat
mempercepat pembungaan dan pemasakan kedelai dan sebaliknya, suhu yang
lebih dingin akan menghambat dua proses tersebut (Adie dan Krisnawati 2007).

22

Jumlah polong bervariasi mulai 2-20 dalam satu pembungaan dan lebih dari
400 dalam satu tanaman. Satu polong berisi 1-5 biji, namun pada umumnya berisi
2-3 biji per polong. Polong masak berwarna kuning muda sampai kuning kelabu,
coklat atau hitam. Warna polong tergantung pada keberadaan pigmen karoten dan
xantofil, warna trikoma, dan ada tidaknya pigmen antosianin. Biji merupakan
komponen morfologi kedelai yang bernilai ekonomis. Bentuk biji kedelai beragam
dari lonjong hingga bulat, dan sebagian besar kedelai yang ada di Indonesia
berkriteria lonjong. Pengelompokan ukuran biji kedelai berbeda antar negara, di
Indonesia kedelai dikelompokkan berukuran besar (berat > 14 g/100 biji), sedang
(10-14 g/100 biji), dan kecil (< 10 g/100 biji). Biji sebagian besar tersusun oleh
kotiledon dan dilapisi oleh kulit biji (testa). Antara kulit biji dan kotiledon
terdapat lapisan endosperm. Embrio terdiri dari dua kotiledon, sebuah plumula
dengan dua daun yang telah berkembang sempurna, dan sebuah radikel hipokotil.
Ujung radikula dikelilingi jaringan yang dibentuk oleh kulit biji. Warna kulit biji
kedelai bervariasi dari kuning, hijau, coklat, hitam hingga kombinasi berbagai
warna atau campuran. Kotiledon pada embrio yang sudah tua umumnya berwarna
hijau, kuning, atau kuning tua, namun umumnya berwarna kuning (Adie dan
Krisnawati 2007).
Syarat Tumbuh
Iklim
Pertumbuhan optimum kedelai tercapai pada suhu 20–25ºC. Suhu 12–20ºC
adalah suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan tanaman, tetapi
dapat menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan kecambah, serta
pembungaan dan pertumbuhan biji. Suhu yang lebih tinggi dari 30ºC
menyebabkan fotorespirasi cenderung mengurangi hasil fotosintesis (Rubatzky
dan Yamaguchi 1998).
Air merupakan faktor yang penting bagi tanaman, karena berfungsi sebagai
pelarut hara, berperan dalam translokasi hara dan fotosintesis. Periode kering
menyebabkan tanaman sering mendapatkan cekaman kekeringan, karena kurang
suplai air di daerah perakaran dan atau laju transpirasi melebihi laju absorbsi air
oleh tanaman. Apabila cekaman kekeringan berkepanjangan maka tanaman akan
mati. Cekaman kekeringan mempengaruhi pembukaan stomata yaitu semakin

23

tinggi tegangan air akan mengurangi pembukaan stomata. Cekaman kekeringan
yang terjadi pada saat pertumbuhan generatif, misalnya saat pengisian polong,
akan menurunkan produksi. Kekeringan dapat juga menurunkan bobot biji, sebab
bobot biji sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang diberikan dalam musim tanam.
Balittan Malang pada tahun 1990 melaporkan bahwa pemberian air yang intensif
akan berpengaruh terhadap hasil biji kedelai. Pemberian air setiap 10 hari selama
musim tanam dapat meningkatkan hasil menjadi 2 ton/ha dibandingkan dengan
pemberian 3 kali selama musim tanam (1.71 ton/ha) dan tanpa irigasi teratur
hanya 1.47 ton/ha (Agung dan Rahayu 2004).
Kedelai dapat tumbuh baik di tempat pada daerah berhawa panas, di tempat
terbuka dengan curah hujan 100–400 mm3 per bulan. Oleh karena itu, kedelai
kebanyakan ditanam di daerah yang terletak kurang dari 400 m di atas permukaan
laut. Jadi tanaman kedelai akan tumbuh baik, jika ditanam di daerah beriklim
kering (Andrianto dan Indarto 2004).
Kedelai merupakan tanaman berhari pendek, yakni apabila penyinaran terlalu
lama melebihi 12 jam, tanaman tidak akan berbunga. Hampir semua varietas
tanaman kedelai berbunga dari umur 30–60 hari (Yustika 1985).
Ketersediaan air diperlukan untuk menyesuaikan diri dan digunakan untuk
pertumbuhan tanaman, di antaranya untuk peningkatan luas daun. Defisit air
dalam jangka waktu yang pendek hanya berpengaruh pada kapasitas pertukaran
gas dan efisiensi fotosintesis, sedangkan untuk jangka panjang mengakibatkan
menurunnya efisiensi pembentukan bahan kering. Kekurangan air mengakibatkan
berkurangnya laju fotosintesis karena dehidrasi protoplas akan menurunkan
kapasitas fotosintesis. Air yang cukup akan mendukung peningkatan luas daun
sehingga berhubungan dengan tingkat produksi tanaman. Rendahnya jumlah air
akan menyebabkan terbatasnya perkembangan akar, sehingga mengganggu
penyerapan unsur hara, yang berakibat pada menurunkan produksi. Tanaman
kedelai yang mengalami defisit air, translokasi fotosintat ke biji akan terhambat
(Agung dan Rahayu 2004).
Umumnya kecepatan fotosintesis tanaman bertambah tinggi dengan naiknya
intensitas cahaya. Hubungan ini bersifat hampir linear dengan kisaran yang kecil.
Kecepatan fotosintesa pada intensitas cahaya tertentu tidak dipengaruhi oleh

24

intensitas cahaya karena daun telah jenuh dengan cahaya. Kecepatan fotosintesis
untuk beberapa tanaman bahkan dapat mengalami penurunan bila intensitas
cahaya lebih tinggi dari titik jenuhnya (Guslim 2007).
Tanah
Kedelai umumnya dapat beradaptasi terhadap berbagai jenis tanah, dan
menyukai tanah yang bertekstur ringan hingga sedang, dan berdrainase baik, akan
tetapi peka terhadap salinitas (Rubatzky dan Yamaguchi 1998).
Kemasaman tanah yang baik sebagai syarat tumbuh yaitu antara 5,8–7,
namun pada tanah dengan pH 4,5 pun kedelai masih dapat tumbuh baik. Tanah
yang cocok yaitu alluvial, regosol, grumosol, latosol dan andosol. Tanah podzolik
merah kuning dan tanah yang mengandung banyak pasir kwarsa menyebabkan
pertumbuhan kedelai kurang baik, kecuali bila diberi tambahan pupuk organik
atau kompos dalam jumlah yang cukup (Andrianto dan Indarto 2004).
Tanaman kedelai dapat tumbuh pada tanah yang hampir jenuh (kapasitas
lapang) asal tidak terjadi penggenangan, terutama pada awal stadia vegetatif. Pada
dasarnya kedelai adalah tanaman aerobik, yang lebih sesuai pada tanah yang agak
lembab dengan kadar kelembaban 70-80% kapasitas lapang, tanah berdrainase
baik tetapi memiliki daya pengikat air yang baik, oleh karena itu, tanah dengan
tekstur berliat dan berdrainase baik, atau tanah lempung berpasir yang kaya bahan
organik, sangat sesuai untuk tanaman kedelai (Sumarno dan Manshuri 2007).
Humus dan atau unsur hara lainnya yang terdapat pada tanah di daerah
dengan curah hujan tinggi, dapat mengakibatkan mudah mengalami penghanyutan
atau pun tercuci ke lapisan bawah sehingga tidak tersedia bagi tanaman
(Kartasapoetra 1988)
Tanah dengan kandungan nitrogen yang tinggi akan menyebabkan
pertumbuhan tanaman lebih mengarah kepada laju pertumbuhan vegetatif, yang
terlihat dari permukaan daun menjadi lebih lebar, laju fotosintesis lebih tinggi,
indeks luas daun semakin tinggi dan LAN yang semakin besar (Arinong et al.
2005).

25

Budidaya Kedelai Organik

Budidaya organik dapat diartikan suatu sistem produksi pertanaman yang
berasaskan daur ulang hara secara hayati. Budidaya kedelai mengharuskan
penggunaan pupuk dan pestisida organik. Beberapa jenis pupuk organik telah
digunakan dalam produksi kedelai panen muda secara organik yaitu pupuk
kandang (Eliyani 1999; Andriyani 2005; Sinaga 2005; Asiah 2006); pupuk hijau
(Sinaga 2005; Asiah 2006), fosfat alam (Barus 2005), abu sekam (Melati, et al
2008).
Kacangan menjadi sumber bahan organik, meningkatnya bahan organik tanah
akan memperbaiki sifat fisik dan sifat kimia tanah setelah fitomassa
kacangan mengalami pelapukan. Selanjutnya Sutidjo (1986) menyebutkan bahwa
meningkatnya bahan organik tanah mengakibatkan agregat tanah menjadi lebih
mantap, pengikatan unsur P pada tanah masam berkurang, penyediaan unsur hara
secara lengkap dan berimbang, serta meningkatnya kegiatan biologi di dalam
tanah. Bahan organik akan meningkatkan Kapasitas Tukar Kation Tanah dan bila
bahan organik telah mengalami mineralisasi akan menyediakan nitrogen, fosfor
dan belerang bagi tanaman (Tisdale dan Nelson 1975). Budidaya/ penelitian yang
sudah dilakukan adalah untuk kedelai panen muda.
Pupuk Kandang Ayam
Hasil penelitian Asiah (2006) pada kedelai panen muda secara organik
menunjukkan, bahwa pupuk kandang ayam petelur mengandung 21.48% C,
0.58% N, 37.03% rasio C/N, 1.76% P,0.63% K, 12.15% Ca, 2.17% Mg, 830.30
ppm Fe, 125.20 ppm Cu, 90.70 ppm Zn, 278.60 ppm Mn, yang memberikan nilai
yang lebih tinggi pada rasio bobot kering tajuk/akar, jumlah dan bobot kering
bintil akar
Andriyani (2005) menyatakan bahwa pemberian pupuk kandang ayam akan
menunjukkan hasil yang lebih baik pada semua perameter pengamatan
pertumbuhan vegetatif, generatif dan hasil panen kedelai panen muda secara
organik.
Kadar N, P dan K tanaman tidak dipengaruhi oleh pupuk kotoran ayam dan
pengapuran, namun total serapan N, P dan K tanaman meningkat dengan

26

pengapuran dan peningkatan kotoran ayam yang tercermin dari berat kering
tanaman yang semakin meningkat pula dengan pengapuran dan pupuk kotoran
ayam yang diberikan (Eliyani 1999). Pupuk kandang ayam dengan dosis 20 ton/ha
meningkatkan tinggi tanaman, jumlah cabang, bobot kering tajuk, bobot kering
akar, bobot polong isi/tanaman, bobot polong panen/petak, dan bobot polong
hampa/tanaman jika dibandingkan dengan tanpa pemberian pupuk organik
(kontrol), dengan persentase peningkatan pertumbuhan dan produksi sebesar 82%
dibandingkan kontrol (Sinaga 2005).
Centrosema pubescens Benth.
Hasil penelitian Asiah (2006) pada kedelai panen muda secara organik
menunjukkan kandungan pupuk hijau Centrocema pubescens adalah: 46.52% C,
3.49% N, 13.33% rasio C/N, 0.36% P, 1.05% K, 1.50% Ca, 0.38% Mg, 413.90
ppm Fe, 11.10 ppm Cu, 20.40 ppm Zn, 155.70 ppm Mn, memberikan hasil yang
lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan pupuk kandang.
Centrosema pubescens dilaporkan pada mulanya terdapat di Amerika Selatan
dan benih-benihnya secara komersil telah banyak dihasilkan di beberapa negara
antara lain Malaysia, Papua Nugini, Indonesia dan Sri Lanka (Humphreys 1980).
Tanaman ini mempunyai daun menyirip, trifoliate, bertangkai, anak daun
berbentuk lonjong / elips dengan ukuran panjang 3 hingga 9.5 cm dan lebar 1.5
hingga 6 cm. Bunga berwarna terang sampai ungu pucat. Polong berbentuk garis
lurus atau membengkok, panjang 9 – 17 cm dan lebar 5 – 7 mm, berisi 12 – 20
butir biji. Biji berwarna coklat abu-abu, licin dan mengkilat, satu kilogram biji
sekitar 36000 butir (Boerhendy dan Sianturi 1986).
Penanaman Centrosema pubescens pada tanah dan iklim yang baik dapat
menghasilkan 4 ton bahan organik dalam periode 10 bulan, setara dengan 41 kg N
dan 20 kg P2O5. Untuk mendapatkan penutupan tanah yang baik diperlukan
sekitar 30 kg biji per hektar (Arsyad 1983). Centrosema pubescens dapat tumbuh
baik sampai ketinggian 300 meter di atas permukaan laut (Angkapradipta 1984).
Dibandingkan dengan beberapa jenis penutup tanaman kacangan lainnya, tanaman
ini relatif lebih tahan terhadap naungan dan terhadap kekeringan (Darmanto
1975). Penanaman C. pubescens selama dua tahun dapat mereklamasikan lahan
kritis menjadi lahan produktif (Barus dan Suwardjo 1986).

27

Hasil penelitian Sinaga (2005) pada kedelai panen muda secara organik
menunjukkan bahwa Centrosema pubescens menunjukkan pengaruh yang sama
dengan pupuk kandang ayam terhadap tinggi tanaman 5 dan 6 MST, jumlah ruas,
bobot polong panen per petak.

Tithonia diversifolia
Tithonia diversifolia merupakan tanaman yang dapat digunakan sebagai
pupuk hijau maupun sebagai kompos (Sangakkara et al. 2004; Hartatik et al.
2006) karena mengandung hara N, P dan K, serta asam organik pengkelat Ca, Fe
dan Al sehingga mampu mengurangi keracunan Al dan Fe serta meningkatkan
ketersediaan P. Tanaman Tithonia diversifolia atau bunga pahit biasanya tumbuh
baik di pinggir saluran air, di tebing sungai, dan di pinggir jalan, mengandung
unsur hara yang tinggi, terutama N dan K sehingga berpeluang besar untuk
dijadikan sebagai pupuk alternatif in situ (Jama et al. 2000). Hasil Penelitian
Malama (2001) menunjukkan bahwa hasil pangkasan dari Tithonia diversifolia
mengandung 2,5% N; 0,14% P; 4,20% K; 0,98% Ca; 0,32% Mg, 300 ppm Fe dan
11 ppm Zn.
Berdasarkan penelitian Jama et al. (2000) dilaporkan bahwa tanaman jagung
yang dipupuk dengan Tithonia diversifolia sebagai sumber N menghasilkan biji
jagung yang lebih tinggi daripada urea. ICRAF (1998) melaporkan pula bahwa
tanaman jagung yang dipupuk dengan Tithonia diversifolia sebagai pupuk N,
tidak memerlukan pupuk K. Penggunaan Tithonia diversifolia sebagai pupuk tidak
selalu memberikan hasil
Allelopathy

merupakan

yang positif terhadap pertumbuhan tanaman.
kemampuan

tanaman

untuk

menghambat

pertumbuhan dan perkembangan tanaman lain melalui pelepasan senyawa kimia
yang bersifat toxic. Senyawa kimia yan berperan dalam mekanisme itu disebut
alelokimia. Alelokimia pada tumbuhan dibentuk di berbagai organ, di akar,
batang, daun, bunga dan atau biji. Pengaruh alelokimia bersifat selektif, yaitu
berpengaruh terhadap jenis tanaman tertentu tetapi tidak terhadap tanaman lain
(Weston 1996)

28

Residu Pupuk Organik
Salah satu kelemahan sekaligus keunggulan yang dimiliki oleh pupuk
organik adalah penyediaan hara terjadi secara lambat, sehingga mempunyai
dampak residu bagi pertanaman berikutnya.
Hasil penelitian yang dilakukan Melati et al. (2008) menunjukkan bahwa
pada kedelai panen muda, residu pupuk organik dapat menurunkan bobot kering
akar pada 7 MST yang mungkin disebabkan karena adanya residu pupuk organik
dalam tanah meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah sehingga tidak
diperlukan perakaran yang intensif untuk dapat menyerap hara dari tanah. Bobot
kering akar pada 12 MST lebih meningkat dengan menggunakan pupuk organik
jika dibandingkan yang tanpa pupuk disebabkan sesuai dengan umur tanaman dan
ketersediaan hara yang mempunyai residu pupuk organik menyebabkan
pertumbuhan tanaman lebih baik.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik dapat
memperbaiki sifat tanah sampai musim tanam kedua sebagai akibat dari residu
pupuk organik tersebut, misalnya meningkatnya C-organik tanah (Sutrisna 1996),
meningkatkan indeks stabilitas agregat, pori tanah, pori drainase cepat,
permeabilitas dan menurunkan bobot isi tanah (Pitojo 2003). Akibat perbaikan
sifat tanah, residu pupuk organik dapat meningkatkan produksi padi sawah
(Kariada dan Aribawa 2006).
Kedelai pada Sistem Budidaya Jenuh Air

Menurut Lawn (1985), budidaya jenuh air pada tanaman kedelai hampir
sama dengan budidaya tanaman padi sawah. Perbedaannya terletak pada
ketinggian permukaan air. Budidaya jenuh air mengatur tinggi muka air berada
beberapa centimeter di bawah permukaan tanah, sedangkan pada padi sawah
beberapa centimeter di atas permukaan tanah. Irigasi pada budidaya jenuh air
dilakukan dengan cara alur (furrow irrigation).
Menurut Hunter et al. (1989), budidaya jenuh air merupakan penanaman
dengan memberikan irigasi terus-menerus dan membuat tinggi muka air tetap ( ±
5 cm di bawah permukaan tanah) sehingga lapisan di bawah perakaran jenuh air.

29

Air diberikan sejak berumur 14 hari setelah tanam sampai polong berwarna
coklat.
Budidaya jenuh air meningkatkan bobot kering akar dan bintil akar serta
aktivitas bakteri penambat N bila dibandingkan cara irigasi biasa (Troedson et al.
1985) sehingga kedelai yang dibudidayakan secara jenuh air mempunyai
kandungan N yang meningkat bahkan menjadi sama dengan yang diperoleh pada
budidaya biasa pada umur 28-42 hari setelah pelaksanaan budidaya jenuh air
(Nathanson et al. 1984).
Fase aklimatisasi tanaman kedelai terhadap kondisi lahan jenuh air
berlangsung selama 2 minggu (Troedson et al. 1985) atau 2-4 minggu setelah
pengairan dimulai (Lawn 1985). Pada fase tersebut akar dan bintil akar di bawah
permukaan air mati. Matinya akar dan bintil akar menyebabkan berkurangnya
penyerapan nitrogen sehingga tanaman menunjukkan gejala klorosis (Troedson et
al. 1985). Lebih lanjut klorosis menyebabkan proses fotosintesis berjalan tidak
normal, dan terjadi translokasi hasil fotosintat ke bagian bawah tanaman untuk
pertumbuhan akar dan bintil akar yang baru, menyebabkan bobot kering tanaman
pada budidaya jenuh air lebih rendah dibandingkan dengan cara konvensional.
Walaupun terjadi gangguan pertumbuhan pada tahap aklimatisasi, setelah tahap
tersebut tanaman kedelai menunjukkan pertumbuhan akar dan bintil akar baru
yang cepat dan banyak pada lapisan tanah di atas permukaan air. Selanjutnya
tanaman menjadi hijau dan tumbuh cepat dengan laju pertumbuhan lebih tinggi
pada budidaya jenuh air dibandingkan pada budidaya biasa atau konvensional
(Ralph 1985)
Mengatasi berkurangnya jumlah bintil akar tanaman kedelai pada budidaya
basah dapat dilakukan dengan penyemprotan N lewat daun pada 3 dan 7 minggu
setelah tanam (Wiroatmodjo dan Sulistyono 1991). Pertumbuhan kedelai pada
tahap setelah aklimatisasi ditunjukkan oleh banyaknya akar dan bintil akar yang
muncul di atas muka air, dan daun hijau kembali. Laju pertumbuhan pada
budidaya jenuh air menjadi lebih tinggi daripada budidaya biasa (CSIRO 1983).
Penerapan budidaya jenuh air dapat dilakukan pada areal penanaman dengan
irigasi cukup baik maupun pada areal dengan drainase kurang baik. Di beberapa
tempat budidaya jenuh air dapat memperbaiki pertumbuhan dan meningkatkan

30

produksi dibandingkan cara irigasi biasa pada beberapa varietas kedelai (Hunter et
al. 1989; Nathanson et al. 1984; Sumarno 1986). Tanggap varietas kedelai
terhadap keadaan jenuh air berbeda-beda. Kedelai yang berumur lebih panjang,
pertumbuhannya lebih baik dan produksinya lebih tinggi dibanding kedelai
berumur pendek (Hunter et al. 1989; Ghulamahdi et al. 1991).
Hasil penelitian Ghulamahdi (1999) pada Budidaya Jenuh Air (BJA) dan
budidaya tadah hujan dengan berbagai genotipe kedelai, baik berumur dalam
maupun genjah yang diberi kapur 2 ton ha-1, menunjukkan bahwa BJA
meningkatkan lingkar leher akar, bobot kering bintil, aktivitas nitrogenase,
serapan hara daun, kadar nitrogen, kalium, besi, mangan, bobot kering tanaman,
dan bobot kering biji petak-1 , tetapi nyata menurunkan kandungan kalsium dan
megnesium daun dibandingkan dengan BTH. Produksi kedelai tertinggi dicapai
pada genotipe berumur lebih dalam dibandingkan yang berumur genjah, juga pada
BJA. Menurut Ghulamahdi (1990), waktu pembungaan pada budidaya jenuh air
lebih lambat dari budidaya biasa, yaitu wak