Identifikasi Hama Ulat Kubis Menggunakan Transformasi Wavelet dengan Klasifikasi Probabilistic Neural Network

i

IDENTIFIKASI HAMA ULAT KUBIS MENGGUNAKAN
TRANSFORMASI WAVELET DENGAN KLASIFIKASI
PROBABILISTIC NEURAL NETWORK

DEDY KISWANTO

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Hama Ulat
Kubis menggunakan Transformasi Wavelet dengan Klasifikasi Probabilistic
Neural Network (PNN) adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing

dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013

Dedy Kiswanto
NIM G64104035

iv

ABSTRAK
DEDY KISWANTO. Identifikasi Hama Ulat Kubis Menggunakan Transformasi
Wavelet dengan Klasifikasi Probabilistic Neural Network (PNN). Dibimbing oleh
YENI HERDIYENI.
Identifikasi penyakit hama ulat kubis menggunakan transformasi Wavelet
merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi hama ulat kubis
berdasarkan ciri teksturnya. Metode transformasi Wavelet digunakan sebagai teknik

ekstraksi ciri citra. Penelitian ini fokus kepada 3 jenis hama ulat kubis yaitu
Crocidolumia binotalis zeller, Spodoptera exigua (Hubner), dan Spodoptera litura
F. Teknik klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi Probabilistic Neural
Network (PNN). Untuk mendapatkan akurasi terbaik digunakan analisis confusion
matrix dan k-fold cross validation dengan nilai k = 5. Hasil identifikasi hama ulat
kubis pada penelitian ini menunjukkan akurasi rata-rata sebesar 80.74%. Hal ini
menunjukkan bahwa metode transformasi Wavelet dan classifier Probabilistic
Neural Network dapat diterapkan untuk identifikasi hama ulat kubis.
Kata kunci: Hama Ulat Kubis, Transformasi Wavelet, PNN

ABSTRACT
DEDY KISWANTO. Identification Cabbage Caterpillars Pests Using Wavelet
Transformation by Classification Probabilistic Neural Network (PNN). Supervised
by YENI HERDIYENI.
This research proposes a method for moth pests identification using wavelet
transformation and Probabilistic Neural Netwok (PNN). Wavelet transformation
method is used to get image features. This study focused on 3 types of moth pests
that Crocidolumia binotalis zeller, Spodoptera exigua (Hubner), and Spodoptera
litura F. To get the best performance of classifier was analyzed by confussion
matrix and k-fold cross validation with k = 5. Result for identification of moth

pests diamondback in this study showed an average accurancy of 80.74%. This
result shows that the wavelet transformation and classifier Probabilistic Neural
Network can be applied for the identification of cabbage caterpillar pests.
Keywords : Cabbage Caterpillar Pest, PNN, Wavelet Transformation.

v

IDENTIFIKASI HAMA ULAT KUBIS MENGGUNAKAN
TRANSFORMASI WAVELET DENGAN KLASIFIKASI
PROBABILISTIC NEURAL NETWORK

DEDY KISWANTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komputer
pada
Departemen Ilmu Komputer

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

vi

vii

Judul Skripsi : Identifikasi Hama Ulat Kubis Menggunakan Transformasi Wavelet
dengan Klasifikasi Probabilistic Neural Network.
Nama
: Dedy Kiswanto.
NIM
: G64104035.

Disetujui oleh

Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom
Pembimbing


Diketahui oleh

Dr Ir Agus Buono, MSi MKom
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
Penguji:
1. Aziz Kustiyo, SSi MKom.
2. Toto Haryanto, SKom MSi.

viii

PRAKATA
Segala puji bagi Allah subhanahu wata’ala atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Identifikasi Hama Ulat Kubis Menggunakan Transformasi Wavelet dengan
Klasifikasi Probabilistic Neural Network” ini. Shalawat dan salam senantiasa
tercurah limpah kepada Rasulullah, Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam,
serta keluarganya, sahabatnya, dan para pengikutnya yang tetap istiqomah hingga

akhir zaman. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang
telah membantu dalam penelitian ini, yaitu:
1
Kedua orang tua penulis, Ayahanda H. Syamsunar dan Ibunda Hj. Salbiah
serta saudara-saudara penulis dr Heri Kurniawan, Rudi, Indra, dan keluarga
besar Nia atas doa kasih sayang dan dukungan yang luar biasa.
2
Ibu Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom selaku dosen pembimbing yang telah
banyak memberikan ide, saran, nasihat, dan dukungan, serta direpotkan
dalam penyelesaian penelitian ini.
3
Bapak Aziz Kustiyo, SSi MKom dan Bapak Toto Haryanto, SKom MSi
selaku dosen penguji.
4
Rekan-rekan satu bimbingan, Kholis, Rasyid, Rahmat, Muchlis, Yusrizal, dan
Hanung atas diskusi-diskusi dan suka-duka selama pembimbingan.
5
Sahabat Ilkomerz angkatan V atas persahabatan yang hangat.
6
Sahabat di lingkaran cahaya, sahabat DKM UKMI AL-Falak Universitas

Sumatera Utara, sahabat KAMUS IPB, sahabat Ilkom 2007 USU, terima
kasih karena telah hadir dalam kehidupan penulis.
7
Sahabat satu atap Asrama IPB Sukasari, Rizki, Taupik, Hendrik, Rizal, Dodi,
Bowi, Zainul, dan lain-lain atas nikmat ukhuwah ini.
8
Sahabat dan rekan dari SMK Informatika pesat. Terima kasih untuk
dukungan dan masukan semangatnya kepada penulis.
9
Sahabat terbaik penulis, Agus, Yudha, Oki, Hadi, Emir, Jefri, Heru, dan
sahabat angkatan 2007 atas semua inspirasi selama ini.
Penulis menyadari penelitian ini masih banyak kekurangan serta semoga
hasil penelitian ini dapat bermanfaat.

Bogor, November 2013

Dedy Kiswanto

ix


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN

vi
vi
vi
1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian


2

Ruang Lingkup Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Kubis

2

Pengendalian Hama Terpadu (PHT)

2

Tekstur


3

Transformasi Wavelet

3

Probabilistic Neural Network

5

K-Fold Cross Validation

6

Confusion Matrix

6

Evaluasi Sistem


7

METODE

7

Client

7

Server

7

Data Penelitian

8

Praproses

8

Ekstrasi Ciri Wavelet

9

Algoritme Dekomposisi Wavelet

9

Klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network (PNN)

10

Lingkungan Pengembangan

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

11

Pembagian Data Latih dan Data Uji

11

Hasil Ekstraksi Wavelet

12

Klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network (PNN)

15

Hasil Antarmuka Sistem

17

SIMPULAN DAN SARAN

19

Simpulan

19

Saran

20

x
DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN

22

RIWAYAT HIDUP

29

xi

DAFTAR TABEL
1 Confusion matrix untuk data 2 kelas
2 Skenario percobaan yang dilakukan
3 Akurasi hasil klasifikasi dengan PNN
4 Analisis confusion matrix pada fold 5

6
11
15
16

DAFTAR GAMBAR
1 Ilustrasi filter bank
2 Subbagian frekuensi citra
3 Struktur Probabilistic Neural Network
4 Metodologi penelitian
5 (a) Citra hasil akusisi (b) Cropping (c) Mengubah RGB menjadi
grayscale
6 (a) Dekomposisi 1 level (b) Dekomposisi 2 level (c) Dekomposisi 3
level
7 (a) Crocidolumia binotalis zeller (b) Spodoptera exigua (Hubner)
(c) Spodoptera litura F
8 Hama ulat Spodoptera litura dan pola sinyal yang dihasilkan
9 Hama ulat Spodoptera exigua dan pola sinyal yang dihasilkan
10 Hama ulat Crocidolumia binotalis zeller dan pola sinyal yang
dihasilkan
11 Hama ulat kubis Spodoptera exigua dan pola sinyal yang terbentuk
12 Hama ulat kubis Spodoptera litura dan pola sinyal yang terbentuk
13 Hama ulat kubis Crocidolumia binotalis zeller dan pola sinyal yang
terbentuk
14 Perbandingan rerataan pola sinyal pada setiap kelas hama ulat kubis
15 Hasil akurasi fold 5
16 Hama ulat Spodoptera exigua salah klasifikasi dan pola sinyal hasil
ekstraksi ciri
17 Perbandingan pola sinyal data citra hama ulat Spodoptera exigua
salah klasifikasi dengan pola sinyal rerataan kelas Crocidolumia
binotalis zeller
18 Perbandingan pola sinyal hama ulat Spodoptera exigua salah
klasifikasi dengan pola sinyal rerataan kelas Spodoptera exigua
19 Tampilan home
20 (a) Tampilan menu jenis penyakit (b) Tampilan detail jenis penyakit
21 Antarmuka identifikasi citra

4
5
5
8
9
9
11
13
13
13
14
14
14
15
16
16

17
17
18
18
19

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data latih dan data uji hama ulat Crocidolumia binotalis zeller
2 Data latih dan data uji hama ulat Spodoptera exigua (Hubner)
3 Data latih dan data uji hama ulat Spodoptera litura F

23
25
27

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kubis, namun dalam kurun
waktu lima tahun terakhir (2007-2011), Indonesia mengalami penurunan
produktivitas kubis. Pada tahun 2007, produktivitas kubis mencapai 2123 ton/ha,
sementara tahun 2011 hanya sebesar 2088 ton/ha (BPS 2012). Volume ekspor kubis
juga mengalami penurunan. Pada tahun 2007, ekspor kubis mencapai 45 323 ton.
Angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan tahun 2011 yang hanya mencapai
23 941 ton (Deptan 2007).
Kendala utama peningkatan produksi kubis adalah rentan terhadap serangan
hama (Anaisie et al. 2011). Hama utama pada kubis adalah Plutella xylostella (L)
dan Crocidolumia pavonana (F) (Dadang et al. 2009). Pengendalian hama tersebut
dapat menggunakan insektisida yang efektif dan berwawasan lingkungan. Strategi
ini dikenal dengan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) atau Integrated Pest
Managemen (IPM) (Nelly et al. 2010).
Pemekaran wilayah diera otonomi daerah menyebabkan jumlah Pengendali
Organisme Penggangu Tanaman (POPT) saat ini belum mencapai kondisi ideal
yaitu satu orang di tiap kecamatan. Kinerja petugas POPT dalam melaksanakan
tugas di lapangan sangat dipengaruhi oleh rasio jumlah petugas POPT dengan luas
wilayah kerja pengamatan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) (Deptan DJTP
2010). Jumlah petugas POPT pada tahun 2010 adalah 3183 orang tersebar di 6543
kecamatan. Kurang memadainya jumlah petugas POPT dapat mengakibatkan
informasi hasil pengamatan serangan OPT terlambat dan menjadikan kegiatan
operasional penanganan serta perencanaan pengendalian OPT dalam rangka
pengamanan produksi tidak optimal (Deptan DJTP 2011). Dengan demikian, sangat
dibutuhkan suatu cara yang tepat untuk membantu kerja dari POPT agar lebih
mudah dan cepat.
Penelitian tentang hama yang menyerang area persawahan ataupun ladang
telah banyak dilakukan dengan berbagai teknik dan metode. Cho et al. (2007) telah
melakukan penelitian terhadap tiga hama serangga dalam rumah kaca yaitu aphids,
whitefly, dan thrips yang diletakan pada kertas perekat berwarna kuning. Penelitian
ini menggunakan algoritme image processing dalam proses implementasi dan
pengujian. Ukuran dan komponen warna dari objek dipilih sebagai ciri untuk
identifikasi otomatis. Aphids lebih mudah dibedakan daripada dua serangga lainnya
karena variasi warnanya sedikit dan ukuran tubuhnya secara substansi berbeda dari
spesies lainnya. Kesalahan identifikasi berkurang ketika whitefly dan thrips
dianalisis setelah aphids dikenali. Referensi nilai dari ukuran dan komponen warna
diambil dari 50 serangga sebagai contoh dari masing-masing spesies yang
digunakan untuk penerapan dalam metode dan mengkarakterisasi spesies.
Oleh karena itu, dengan melihat pada penelitian sebelumnya serta
ketersediaan jumlah POPT yang belum memadai dengan wilayah kerja yang sangat
luas, muncul motivasi untuk membuat suatu sistem yang secara otomatis dapat
mengenali hama ulat Crocidolumia binotalis zeller, Spodoptera exigua (Hubner),
dan Spodopter litura flutella pada kubis dengan memanfaatkan citra digital.
Penentuan jenis hama ulat menggunakan Probabilistic Neural Network (PNN) dan
ekstraksi ciri transformasi Wavelet.

2
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah membangun sistem identifikasi berbasis mobile
menggunakan transformasi Wavelet sebagai ekstraksi ciri tekstur hama ulat kubis
dengan teknik klasifikasi Probabilistic Neural Network (PNN) serta mengetahui
tingkat akurasi dari sistem yang dikembangkan.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ialah membantu identifikasi jenis hama ulat yang
menyerang tanaman kubis sehingga diharapkan dapat membantu petugas
Pengendali Organisme Penggangu Tanaman (POPT) dalam pengumpulan informasi
intensitas serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah:
Hama ulat kubis yang akan dikenali hanya jenis Crocidolumia binotalis zeller,
Spodoptera exigua (Hubner), dan Spodoptera litura F.
2 Ciri yang digunakan dalam penelitian ini adalah ciri tekstur.
3 Bagian hama ulat kubis yang digunakan hanya pada bagian abdomen dan thorax.
4 Hama ulat kubis yang dapat dikenali hanya pada posisi lurus dan tidak
berkelompok.
1

TINJAUAN PUSTAKA
Kubis
Tanaman kubis merupakan tanaman sayur-sayuran yang telah banyak
diusahakan para petani di Indonesia karena banyak mengandung vitamin A 200 IU,
B 20 IU, dan C 120 IU mgr. Vitamin-vitamin ini sangat berperan dalam memenuhi
kebutuhan manusia. Tanaman kubis dapat tumbuh dengan baik pada tanah gembur
mengandung banyak humus dan tumbuh pada ketinggian 1000–2000 dpl (BIP
1993).

Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
PHT diamanatkan dalam Undang-Undang No 12 Tahun 1992 Pasal 20. Pasal
ini menyatakan bahwa penggunaan pestisida merupakan alternatif terakhir (RI
1992). Pihak yang paling berperan dalam PHT adalah Pejabat Fungsional
Pengendali Organisme Penganggu Tanaman (OPT) yang dalam tugasnya akan
mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melaporkan
hasil pengamatan perkembangan OPT. Laporan dari POPT ini akan digunakan
sebagai dasar analisis dan rekomendasi penanganan OPT sehingga luas serangan
OPT dapat ditekan seminimal mungkin (Deptan DJTP 2010).

3
Tekstur
Ciri tekstur merupakan gambaran visual dari suatu permukaan atau bahan.
Tekstur dicirikan dengan variasi intensitas pencahayaan pada sebuah citra. Variasi
intensitas pencahayaan tersebut dapat disebabkan oleh kekasaran atau perbedaan
warna pada suatu permukaan. Tekstur juga memuat informasi area, keseragaman,
kepadatan, kekasaran, keteraturan, linearitas, keberarahan, dan frekuensi. Menurut
Maenpaa (2003), penampilan tekstur dipengaruhi oleh skala dan arah pandangan
serta lingkungan dan kondisi pencahayaan.

Transformasi Wavelet
Transformasi Wavelet merupakan metode ekstraksi ciri yang
dapat
mengatasi kekurangan yang dimiliki oleh transformasi Fourier karena transformasi
Fourier hanya dapat menganalisis sinyal dengan bentuk stationary signal (Sengur
2009). Pola sinyal tersebut tidak dapat memberikan informasi waktu dari frekuensi
sinyal yang dibentuk, sedangkan transformasi Wavelet dapat menganalisis sinyal
berbentuk non-stationary signal yang mampu mengatasi periodisitas sinyal
sehingga dapat memberikan informasi mengenai frekuensi dan waktu dari sinyal.
Hal ini menunjukkan bahwa Wavelet dapat memberikan informasi lebih
dibandingkan dengan transformasi Fourier (Liu 2010).
Menurut Sifuzzaman et al. (2009) terdapat 2 jenis transformasi Wavelet,
yaitu Continuous Wavelet Transformation (CWT) dan Discrete Wavelet
Transformation (DWT). Proses CWT dilakukan dengan menggunakan pendekatan
multiresolution analysis, sedangkan DWT menggunakan filter bank untuk analisis
dan sintesis sinyal.
Sebuah citra 2 dimensi dianalisis dan disintesis oleh sebuah filter bank 2
dimensi. Hal ini menunjukkan bahwa jenis transformasi Wavelet yang digunakan
untuk mengolah citra 2 dimensi adalah DWT. Persamaan transformasi Wavelet 2
dimensi ditunjukkan oleh Persamaan 1.
ψa,b t =

1
a

ψ

t-b
a

1)

Keterangan:
ψa,b t : mother Wavelet 2D berskala waktu.
a
: parameter penskalaan sebagai penentu jumlah level kompresi.
b
: parameter translasi dari Wavelet.
Menurut Talukder dan Harada (2007), proses transformasi Wavelet sama
dengan proses subband coding, yaitu sinyal didekomposisi menggunakan filter
bank. Filter bank digunakan untuk merekonstruksi citra diberbagai resolusi.
Jenis filter bank yang digunakan pada penelitian ini adalah Haar. Filter Haar
Wavelet merupakan orde pertama dari famili Wavelet Daubechies dan merupakan
jenis Wavelet yang paling sederhana serta mudah diimplementasikan (Lee dan
Yamamoto 1994). Filter ini terdiri atas 2 komponen perhitungan, yaitu fungsi
penskalaan 2 dimensi dan fungsi Wavelet 2 dimensi. Persamaan 2 merupakan
perhitungan fungsi penskalaan 2 dimensi yang merepresentasikan komponen
frekuensi rendah dari citra. Selain itu, terdapat 3 bagian perhitungan dari fungsi

4
Wavelet 2 dimensi, yaitu fungsi Wavelet bagian horizontal, bagian vertikal, dan
bagian diagonal. Ketiga bagian tersebut dihitung dengan menggunakan Persamaan
3, Persamaan 4, dan Persamaan 5.
φ x,y
ψH x, y
ψV x,y
ψD x,y
Keterangan:
φ x,y
ψH x,y
ψV x,y
ψD x,y

=
=
=
=

φ
φ
ψ
ψ

x
x
x
x

φ(y)
ψ(y)
φ(y)
ψ(y)

(2)
(3)
(4)
(5)

: fungsi penskalaan 2D.
: fungsi Wavelet 2D bagian horizontal.
: fungsi Wavelet 2D bagian vertical.
: fungsi Wavelet 2D bagian diagonal.

Perhitungan keempat fungsi sebelumnya merepresentasikan rekonstruksi
filter bank 4 channel seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 (Talukder dan
Harada 2007).

Gambar 1 Ilustrasi filter bank
Pada Gambar 1, notasi aL menunjukkan low pass filter. Low pass filter
diaplikasikan untuk memperoleh komponen berfrekuensi rendah dari citra. Notasi
aH menunjukkan high pass filter yang bertujuan memperoleh komponen
berfrekuensi tinggi dari citra (Kaur dan Singh 2011). Hasil dari low pass filter dan
high pass filter berupa setengah nilai dari nilai frekuensi sebelumnya yang
dinotasikan dengan ↓2.
Sebuah citra akan terdekomposisi menjadi 4 subbagian pada frekuensi dan
orientasi yang berbeda ketika menggunakan filter-filter ini dalam satu level. Hal
ini ditunjukkan oleh Gambar 2. Tiga subbagian di antaranya merupakan bagian
detail dari citra yaitu horizontal (LH), vertikal (HL), dan diagonal (HH). Subbagian
LL merupakan bagian aproksimasi citra dan digunakan sebagai citra penciri. Proses
dekomposisi akan diterapkan kembali pada subbagian tersebut sesuai dengan batas
level yang ditentukan.

5

Gambar 2 Subbagian frekuensi citra

Probabilistic Neural Network
Probabilistic Neural Network (PNN) diusulkan oleh Donald Specht pada
tahun 1990 sebagai alternatif dari back-propagation neural network. PNN
merupakan jaringan syaraf tiruan yang menggunakan Radial Basis Function (RBF).
RBF adalah fungsi yang berbentuk seperti bel yang menskalakan variabel non
linear (Wu et al. 2007). Keuntungan utama menggunakan PNN adalah pelatihannya
yang mudah dan cepat. Bobot bukan merupakan hasil pelatihan melainkan nilai
yang menjadi masukan.
PNN terdiri atas empat lapisan yaitu lapisan masukan, lapisan pola, lapisan
penjumlahan, dan lapisan keluaran. Struktur PNN selengkapnya ditunjukkan pada
Gambar 3. Lapisan-lapisan yang menyusun PNN sebagai berikut:

Gambar 3 Struktur Probabilistic Neural Network

6
1

2

Lapisan input (input layer)
Lapisan masukan merupakan input x yang terdiri atas � nilai yang akan
diklasifikasikan pada salah satu kelas dari � kelas.

Lapisan pola (pattern layer)
Pada lapisan pola dilakukan perkalian titik (dot product) antara input x dan
vektor bobot xij , yaitu Zi = x. xij . Zi kemudian dibagi dengan bias tertentu σ
dan selanjutnya dimasukkan ke dalam fungsi radial basis, yaitu radbas n =
exp⁡
(−n). Dengan demikian, persamaan yang digunakan pada lapisan pola
adalah:
T

f x =exp -

(x - xij ) (x −xij )
2σ2

(6)

Dengan xij menyatakan vektor bobot atau vektor latih kelas ke i urutan ke j.
3

Lapisan penjumlahan (summation layer)
Pada lapisan penjumlahan setiap pola pada masing-masing kelas
dijumlahkan sehingga dihasilkan population density function untuk setiap
kelas. Persamaan yang digunakan pada lapisan ini adalah:
p x =

4

1
k

(2π)2 σk t

(x−xij )T (x−xij )
t
exp(−
)
i=1
2σ2

(7)

Lapisan keluaran (output layer) pada lapisan keluaran input x akan
diklasifikasikan ke kelas I jika nilai pl � paling besar dibandingkan kelas
lainnya.
K-Fold Cross Validation

Metode k-fold cross validation akan melakukan pembagian data secara acak
menjadi beberapa bagian yang tidak tergantung satu dengan yang lainya, data akan
dibagi menjadi data latih dan data uji. Pembagian data akan dilakukan sebanyak k
nilai (Kohavi 1995).

Confusion Matrix
Confusion matrix merupakan sebuah tabel yang terdiri dari banyaknya baris
data uji yang diprediksi benat dan tidak benar oleh model klasifikasi. Tabel ini
diperlukan untuk menentukan kinerja suatu model klasifikasi (Tan et al. 2005).
Contoh confusion matrix dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Confusion matrix untuk data 2 kelas
Kelas Prediksi
Kelas 1
Kelas 2
Kelas
Kelas 1
K 11
K 12
Aktual
Kelas 2
K 21
K 22

7
Evaluasi Sistem
Tahapan ini merupakan tahapan terakhir dalam mengevaluasi kelebihan serta
kekurangan dari metode yang digunakan. Hal ini terlihat dari hasil perbandingan
antara hasil klasifikasi citra hama ulat kubis yang terklasifikasi dengan benar
dibandingkan dengan total data uji. Proses perhitungan akurasi hasil klasifikasi
menggunakan rumus berikut:
Nbenar
Akurasi=
x 100%
N
Dengan:
ΣNbenar : total jumlah citra uji yang diklasifikasikan dengan benar.
ΣN
: total jumlah citra uji yang digunakan.

METODE
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan yakni pengambilan data,
praproses yang meliputi pemotongan citra yang terfokus pada hama ulat serta
pengubahan mode warna menjadi grayscale, ekstraksi ciri tekstur pada citra hama
ulat, klasifikasi data dengan PNN, dan perhitungan tingkat akurasi.
Proses akan berlangsung pada dua sisi yaitu pada sisi server dan sisi client.
Pada sisi server akan berlangsung tahapan praproses, ekstraksi fitur, pembentukan
model klasifikasi, hingga proses identifikasi, sedangkan pada proses client
berlangsung proses akuisisi citra yang akan diidentifikasi. Hasil akuisisi citra yang
telah dikirim ke server akan diolah dan dikembalikan ke client dalam bentuk
peluang. Alur metodologi dapat dilihat pada Gambar 4.

Client
Pada penelitian ini, pada sisi client citra yang terdapat pada gallery ponsel
yang diambil dengan menggunakan kamera digital dan telah dilakukan cropping
kemudian dikirim ke server dengan menggunakan jaringan internet untuk dilakukan
identifikasi. Hasil identifikasi citra yang dilakukan di server akan dikembalikan
pada client dan dapat ditampilkan pada layar ponsel client.

Server
Pada sisi server, pemrosesan dibagi menjadi dua bagian yaitu training dan
testing. Training citra adalah proses mendapatkan model klasifikasi hama ulat kubis
yang didapat dari pengolahan citra dengan menggunakan transformasi Wavelet dan
testing adalah proses untuk menguji data latih dengan data uji untuk mendapatkan
akurasi sistem.

Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa citra hama ulat kubis yang
diperoleh langsung dari Cipanas Bogor di alam terbuka dan Laboratorium Hama

8
dan Proteksi Tanaman di dalam gedung sehingga data citra yang digunakan
memiliki tingkat pencahayaan dan kualitas tekstur yang berbeda-beda. Pengambilan
citra dilakukan dengan menggunakan kamera digital. Data citra hama ulat kubis
yang digunakan berformat JPEG dengan ukuran 512 x 128 pixel. Data kemudian
dikelompokkan ke dalam 3 yaitu kelas Crocidolumia binotalis zeller, Spodoptera
exigua (Hubner), dan Spodoptera litura F yang masing-masing setiap kelasnya
terdiri atas 45 citra. Data kemudian dibagi menjadi 80% data yakni 36 citra sebagai
data latih dan 20% data yakni 9 citra sebagai data uji. Contoh citra dapat dilihat
pada Lampiran 1, 2, dan 3.

Gambar 4 Metodologi penelitian

Praproses
Pada tahapan praproses akan dilakukan 2 tahapan yakni pemotongan
(cropping) dan perubahan mode warna RGB menjadi grayscale. Teknik
pemotongan (cropping) dilakukan untuk mendapatkan objek hama ulat kubis sesuai
dengan ukuran citra yang diinginkan, sedangkan perubahan mode warna citra dari
RGB (Red Green Blue) yang terdiri atas 3 layer yakni layer R, layer G, dan layer B
menjadi mode warna grayscale yang terdiri atas 1 layer dengan tujuan untuk
menyederhanakan citra masukan sehingga akan mengurangi waktu pemrosesan.
Tahapan praproses terlihat pada Gambar 5.

9

(a)
(b)
(c)
Gambar 5 (a) Citra hasil akusisi (b) Cropping (c) Mengubah RGB menjadi
grayscale

Ekstrasi Ciri Wavelet
Citra kueri yang telah dilakukan pemotongan (cropping) dan perubahan
mode warna menjadi grayscale kemudian diekstraksi dengan transformasi Wavelet
family Haar untuk mendapatkan vektor ciri dari masing-masing kelas.
Pada penelitian ini dekomposisi yang dilakukan hanya sampai pada 3 level.
Pada setiap proses dekomposisi akan menghasilkan sebuah citra dengan 4
subbagian yang direpresentasikan sebagai low-low (LL), low-high (LH), high-low
(HL), dan high-high (HH). Gambar 6 Memperlihatkan hasil ekstraksi pada setiap
level.

(a)
(b)
(c)
Gambar 6 (a) Dekomposisi 1 level (b) Dekomposisi 2 level (c) Dekomposisi 3
level

Algoritme Dekomposisi Wavelet
Untuk mendapatkan vektor ciri yang akan dijadikan inputan pada klasifikasi
PNN maka dilakukan dekomposisi pada setiap citra, dekomposisi citra tersebut
melalui beberapa tahap berikut:

10
1

2

3

4

Transformasi linier digunakan untuk mengubah ruang warna secara linier
menjadi warna dasar. Warna dasar adalah grayscale, dengan nilai pixel
berkisar antara 0-255. Bila input citra adalah citra berwarna (nilai R, G, dan
B berbeda), maka terlebih dahulu dilakukan proses transformasi ke citra
grayscale.
Pada citra grayscale kemudian dilakukan proses transformasi citra dengan
menggunakan penapis lolos rendah Low Pass Filter (LPF) dan penapis
lolos tinggi High Pass Filter (HPF). Proses transformasi menghasilkan citra
Low-low (LL), Low-high (LH), High-low (HL), dan High-high (HH).
Proses dekomposisi berikutnya hanya dilakukan pada koefisien Low-low
(LL) atau citra aproksimasi dan terus dilakukan sebanyak level yang
diinginkan.
Proses terakhir setelah dilakukan dekomposisi adalah menjadikan koefisien
LL sebagai masukan pada PNN.

Klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network (PNN)
Arsitektur pada PNN terdiri atas 4 lapisan yakni lapisan masukan, lapisan
pola, lapisan penjumlahan, dan lapisan keputusan. Pada penelitian ini lapisan
masukan terdiri atas 1024 vektor ciri. Vektor ciri ini dihasilkan dari ekstraksi ciri
Wavelet pada 3 level. Lapisan pola terdiri atas 108 vektor yang dihasilkan dari 3
kelas target yang digunakan dengan masing-masing kelas terdiri atas 36 vektor.
Selanjutnya, dilakukan perhitungan dari vektor ciri pelatihan ke vektor ciri
pengujian dan akan menghasilkan sebuah nilai. Pada perhitungan tersebut akan
digunakan nilai bias sebesar 0.06. Nilai ini didapat dari hasil percobaan dengan
melihat hasil akurasi terbaik. Pada lapisan penjumlahan setiap keluaran dari lapisan
pola akan dijumlahkan dengan keluaran dari lapisan pola lainnya yang berada
dalam satu kelas untuk menghasilkan probabilitas vektor keluaran pada lapisan
penjumlahan. Lapisan keputusan atau keluaran akan mengambil nilai peluang
maksimum dari vektor keluaran dan akan dijadikan kelas target yang terpilih.

Lingkungan Pengembangan
Spesifikasi perangkat lunak dan perangkat keras yang digunakan dalam
penelitian ini sebagai berikut:
 Processor Intel Core 2.00 GHz.
 RAM kapasitas 3 GB.
 Harddisk kapasitas 250 GB.
 Sistem Operasi Windows 7 Ultimate Service Pack 2 32-bit.
 Microsoft Visual C++ 2010 Express Edition.
 Eclipse IDE for java Developer.
 OpenCV 2.1.0.
 CodeBloks.
 MATLAB 7.7.0 (R2008b).
 Sistem Operasi Android 4.1 Jelly Bean.
 Xampp 1.6.8.

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembagian Data Latih dan Data Uji
Data citra yang telah dilakukan pemotongan (cropping) dan telah diubah
menjadi grayscale kemudian dibagi menjadi data latih dan uji dengan persentase
80% dan 20%. Dari 135 citra hama ulat kubis yang tersedia, sebanyak 108 citra
digunakan sebagai data latih dan 27 citra digunakan sebagai data uji. Beberapa
contoh data citra yang digunakan sebagai data latih dan data uji untuk hama ulat
kubis Crocidolumia binotalis zeller, Spodoptera exigua (Hubner), dan Spodoptera
litura F dapat dilihat pada Gambar 7.

(a)

(b)

(c)

Gambar 7 (a) Crocidolumia binotalis zeller (b) Spodoptera exigua (Hubner) (c)
Spodoptera litura F
Untuk memenuhi persentase 80% dan 20% dari data yang tersedia sebagai
data latih dan uji maka pada penelitian ini digunakan metode 5-fold cross validation
untuk pembagian data tersebut. Skenario percobaan yang dilakukan seperti
ditunjukkan pada Tabel 2.
Table 2 Skenario percobaan yang dilakukan
Percobaan
Fold 1

Data latih
Data uji

Fold 2

Data latih
Data uji

Fold 3

Data latih
Data uji

Fold 4

Data latih
Data uji

Fold 5

Subset

Data

Data latih
Data uji

�2 , �3 , �4 ,�5

�1

�1 , �3 , �4 , �5

�2

�1 , �2 , �4 , �5

�3

�1 , �2 , �3 , �5

�4

�1 , �2 , �3 , �4
�5

12
Hasil Ekstraksi Wavelet
Citra hasil cropping yang telah diubah menjadi citra grayscale digunakan
sebagai masukan pada proses ekstraksi ciri. Ekstraksi ciri diawali dengan
menghitung rataan (averages) dan pengurangan (differences) secara orthogonal.
Tujuan dari perhitungan adalah mendekomposisi citra masukan menjadi sesuai
dengan level yang diinginkan.
Sinyal yang ditampilkan dalam penelitian ini adalah sinyal hasil proses
dekomposisi level 3 pada bagian Low-low (LL). Sinyal ini didapatkan dengan
mengubah citra LL kedalam bentuk array 1 dimensi yang akan disebut sebagai
vektor ciri. Vektor ciri tersebut kemudian diformulasikan ke dalam bentuk sinyal
dengan mengunakan toolbox MATLAB yaitu WAVELAB B850. WAVELAB
B850 diunduh melalui alamat http://www-stat.stanford.edu.
Analisis pola tekstur dilakukan dengan menganalisis pola sinyal yang
terbentuk. Analisis penyakit dilakukan dengan memberikan kotak merah pada
bagian penciri ulat. Penentuan letak kotak merah dilakukan dengan cara
konvensional, yaitu dengan melihat pola penciri berdasarkan letak piksel pada citra
terhadap posisi nilai frekuensi yang dihasilkan pada sinyal Wavelet.
Pola sinyal hasil ekstraksi ciri sangat dipengaruhi oleh kontras pencahayaan
dan bentuk permukaan dari tekstur citra. Citra yang memiliki kontras pencahayaan
yang rendah serta bentuk permukaan yang tidak baik akan menghasilkan pola sinyal
yang didominasi dengan nilai rendah, Sedangkan pola sinyal dengan kontras
pencahayaan dan permukaan tekstur yang baik akanmenghasilkan pola dengan
dominasi nilai tinggi.
Pola sinyal yang dihasilkan berbeda-beda pada setiap jenis hama ulat kubis.
Hal ini disebabkan setiap hama ulat kubis memiliki tekstur dan kontras yang
berbeda. Gambar 8 menunjukkan salah satu citra hama ulat kubis Crocidolumia
binotalis zeller. Pola sinyal yang dihasilkan didominasi oleh oleh sinyal dengan
frekuensi tinggi dengan frekuensi berada pada rentang nilai dari 1 sampai 1800.
Posisi kotak merah yang dihasilkan pada citra ini terlihat sangat rapat satu dengan
lainnya. Nilai pada kotak merah tersebut merepresentasikan ciri hama Crocidolumia
binotalis zeller yaitu bulat hitam dan menonjol kepermukaan.
Gambar 9 menunjukkan hama ulat kubis Spodoptera exigua beserta pola
sinyalnya. Pola sinyal yang dihasilkan pada hama ulat Spodoptera exigua menyebar
naik dari frekuensi rendah ke frekuensi tinggi pada rentang nilai 100 sampai 1600.
Posisi kotak merah yang dihasilkan menunjukkan bahwa ciri hama ulat Spodoptera
exigua berada pada rentang 400 sampai 1200. Nilai tersebut merepresentasikan ciri
hama ulat Spodoptera exigua yakni bercak hitam. Gambar 10 merupakan pola
sinyal hama kubis Spodoptera litura. Pola sinyal yang dihasilkan menunjukkan
bahwa hama ulat ini didominasi dengan sinyal berfrekuensi rendah yakni tersebar
pada rentang nilai 1 sampai 1000. Pada kotak merah yang dihasilkan sebagai ciri
hama ulat kubis Spodoptera litura berada pada rentang 1 sampai 500. Hal ini
merepresentasikan ciri hama ulat kubis spodoptera litura yakni bercak hitam yang
lebih pekat dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya.
Pada umumnya pola sinyal yang dihasilkan selalu terletak pada frekuensi
dan pola yang hampir sama antara satu dan yang lainnya selama masih dalam satu
kelas yang sama. Hal ini dapat ditunjukkan pada Gambar 11, Gambar 12, dan
Gambar 13. Gambar-gambar tersebut memperlihatkan pola sinyal yang hampir
sama pada setiap kelas. Namun, kesamaan pola sinyal ini tidak terjadi pada semua
citra yang digunakan, misalnya pada beberapa citra hama ulat kubis Spodoptera

13
exigua. Hal ini disebabkan oleh pemotongan yang tidak seragam, posisi hama ulat
yang tidak lurus, bercak yang tidak terlihat dengan jelas, serta kontras citra yang
tidak sama pada semua citra.

Gambar 8 Hama ulat Spodoptera litura dan pola sinyal yang dihasilkan

Gambar 9 Hama ulat Spodoptera exigua dan pola sinyal yang dihasilkan

Gambar 10 Hama ulat Crocidolumia binotalis
dihasilkan

zeller dan pola sinyal yang

14
Berdasarkan hasil analisis dari semua pola sinyal yang terbentuk pada
masing-masing kelas dan perataan-rataan pada setiap pola sinyal yang terbentuk,
didapatkan adanya ciri pembeda setiap kelas. Pola sinyal rerataan hama ulat
Crocidolumia binotalis zeller dan pola sinyal rerataan hama ulat Spodoptera exigua
menghasilkan pola yang hampir sama namun berbeda pada rentang nilai yang
dihasilkan. Rentang nilai rerataan hama ulat Crocidolumia binotalis zeller pada
kisaran nilai 700 sampai 1600 sedangkan rentang nilai rerataan kelas hama ulat
Spodoptera exigua pada kisaran 600 sampai 1200. Rerataan pola sinyal yang
dihasilkan pada kelas hama ulat Spodoptera litura sangat berbeda dengan 2 kelas
lainnya. Hama ulat Spodoptera lituraberada pada rentang nilai 100 sampai 1200
namun lebih didominasi dengan nilai berfrekuensi rendah. Hal ini ditunjukkan pada
Gambar 14.

sh ah

Gambar 11 Hama ulat kubis Spodoptera exigua dan pola sinyal yang terbentuk

Gambar 12 Hama ulat kubis Spodoptera litura dan pola sinyal yang terbentuk

Gambar 13 Hama ulat kubis Crocidolumia binotalis zeller dan pola sinyal yang
terbentuk

15
Spesies
flutella

Spodoptera

Spesies
exigua

Spodoptera

Spesies Crocidolumia
binotalis zeller

Gambar 14 Perbandingan rerataan pola sinyal pada setiap kelas hama ulat kubis

Klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network (PNN)
Setelah melakukan ekstraksi ciri dengan transformasi Wavelet. Tahapan
selanjutnya adalah melakukan klasifikasi menggunakan classifier Probabilistic
Neural Network yang dilakukan pada setiap fold percobaan. Hasil identifikasi pada
setiap fold dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Akurasi hasil klasifikasi dengan PNN
Percobaan
Akurasi
Fold 1
Fold 2
Fold 3
Fold 4
Fold 5

85.2%
85.2%
70.3%
66.6%
96.3%

Dari 5 percobaan yang dilakukan dengan menggunakan 27 data uji classifier
PNN mampu mengklasifikasikan hama ulat kubis Crocidolumia binotalis zeller,
Spodoptera exigua (Hubner), dan Spodoptera litura F dengan rata-rata akurasi
80.74%.
Akurasi rata-rata =

85.2% + 85.2% + 70.3% + 66.6% + 96.3%
= 80.74%
5

Hasil akurasi terbaik didapat dari fold 5 dengan total akurasi sebesar 96.3%.
dengan kelas Crocidolumia binotalis zeller mencapai akurasi 100%, kelas
Spodoptera exigua (Hubner ) 88.8%, dan kelas Spodoptera litura F 100% seperti
ditunjukkan pada Tabel 4 dan Gambar 15.

16

Kelas
1
2
3

Tabel 4 Analisis confusion matrix pada fold 5
Keterangan
Crocidolumia B
Spodoptera E
Crocidolumia B Z
Spodoptera E
Spodoptera L

Spodoptera L

9

0

0

1

8

0

0

0

9

Gambar 15 Hasil akurasi fold 5
Secara keseluruhan, hama ulat kubis dapat diklasifikasikan dengan benar.
Pada fold 5 dari total 27 data uji yang digunakan terdapat 26 data uji yang
terklasifikasikan benar dan hanya ada 1 data uji yang terklasifikasi salah yakni data
uji kelas Spodoptea exigua, citra tersebut terklasifikasikan ke dalam kelas
Crocidolumia binotalis zeller. Berikut pola sinyal dari citra Spodoptea exigua salah
klasifikasi tersebut ditunjukkan pada Gambar 16.

Gambar 16 Hama ulat Spodoptera exigua salah klasifikasi dan pola sinyal hasil
ekstraksi ciri
Penyebab kesalahan klasifikasi hama ulat Spodoptera exigua yang
terklasifikasi ke dalam kelas Crocidolumia binotalis zeller ialah perbedaan pola
sinyal dan rentang nilai frekuensi yang dihasilkan dengan pola rerataan sinyal kelas
hama ulat Spodoptera exigua. Perbandingan pola sinyal citra salah klasifikasi
dengan pola sinyal rerataan kelas Spodoptera exigua dan pola sinyal rerataan
Crocidolumia binotalis zeller dapat dilihat pada Gambar 17 dan 18.

17
Data
uji
exigua

Spodoptera

Kelas
Crocidolumia
binotalis zeller

Gambar 17 Perbandingan pola sinyal data citra hama ulat Spodoptera exigua salah
klasifikasi dengan pola sinyal rerataan kelas Crocidolumia binotalis
zeller
Data uji Spodoptera exigua
Kelas Spodoptera exigua

Gambar 18 Perbandingan pola sinyal hama ulat Spodoptera exigua salah klasifikasi
dengan pola sinyal rerataan kelas Spodoptera exigua
Hasil perbandingan pola sinyal pada Gambar 17 dan Gambar 18 terlihat jika
pola sinyal data citra uji hama ulat Spodoptea exigua yang salah klasifikasi
memiliki bentuk yang tidak sama dengan rerataan pola sinyal manapun, baik
dengan pola sinyal kelas Crocidolumia binotalis zeller maupun dengan pola sinyal
kelas Spodoptera exigua. Hal ini tentu menjadikan data citra uji hama ulat
Spodoptera exigua dapat terklasifikasi kekelas yang salah seperti yang terjadi pada
penelitian ini.

Hasil Antarmuka Sistem
Sistem ini diberi nama I-Larva. Antarmuka sistem ini terdiri atas menu
home, jenis penyakit, identifikasi, dan petunjuk. Pada menu home, pengguna dapat
melihat semua tampilan dari sistem yang dikembangkan. Tampilan menu home
dapat dilihat pada Gambar 19.

18

Gambar 19 Tampilan home

(a)
(b)
Gambar 20 (a) Tampilan menu jenis penyakit (b) Tampilan detail jenis penyakit
Gambar 20 (a) merupakan tampilan pada menu jenis penyakit. Pada menu
ini pengguna dapat melihat semua jenis-jenis hama ulat kubis. Pengguna harus
memilih salah satu citra yang kemudian akan masuk ke halaman detail dari citra
tersebut. Gambar 20 (b) merupakan tampilan halaman detail dari salah satu hama
ulat kubis.
Menu identifikasi merupakan menu utama pada sistem dan penelitian ini.
Pada menu ini pengguna dapat mengambil citra langsung dari kamera ponsel atau
memilih citra hama ulat yang telah disimpan dalam gallery ponsel. Citra kueri
tersebut kemudian akan dikirimkan ke server melalui jaringan internet untuk
dilakukan proses identifikasi. Hasil dari identifikasi pada server akan dikirimkan
kembali ke ponsel pengguna. Pada Gambar 21 merupakan antarmuka sistem pada
saat identifikasi citra. Gambar 21(a) dan 21(b) merupakan tempat pemilihan citra
yang akan diidentifikasi. Gambar 21(c) dan 21(d) merupakan proses dan hasil
identifikasi. Hasil yang ditampilkan pada menu identifikasi merupakan kelas citra

19
yang mirip dengan citra kueri masukan yang diurutkan berdasarkan besar nilai
peluang pada masing-masing kelas.

(a)

(b)

(c)
(d)
Gambar 21 Antarmuka identifikasi citra

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1

2

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
Kombinasi ekstraksi ciri tekstur transformasi Wavelet dengan Probabilistic
Neural Network (PNN) sebagai classifier dapat diimplementasikan dalam
pengenalan hama ulat kubis.
Akurasi rata-rata identifikasi sebesar 80.74%

20
3

Hasil identifikasi dipengaruhi oleh teknik pengambilan citra, teknik
pemotongan (cropping), pola tekstur yang terbentuk, serta kontras
pencahayaan.

Saran
Beberapa hal yang perlu dikembangkan lebih lanjut dari penelitian ini
antara lain:
1
Menambah data dengan akuisisi citra yang lebih baik dengan memerhatikan
penggunaan kamera digital yang lebih besar resolusinya, pencahayaan, dan
sudut pengambilan yang lebih beragam.
2
Melakukan segmentasi otomatis pada saat praproses citra dan menambah
jenis hama ulat yang dapat diidentifikasi.
3
Melakukan pengenalan hama ulat kubis dengan berbagai posisi.

DAFTAR PUSTAKA
Anaisie PE, Eziah VY, Owusu EO. 2011. The potential of indigenous
entomopathogenic fungi for the management of the diamondback moth,
Plutella xylostella L. (Lepidoptera: yponomeutidae) in Ghana. International
Research Journal of Biochemistry and Bioinformatics. 1(10): 275-281.
Cho J, Choi J, Qiao M, Ji C, Kim H, Uhm K, Chon T. 2007. Automatic
identification of whiteflies, aphids, and thrips in greenhouse based on image
analysis. International Journal of Mathematics and Computers in Simulation.
1(1): 46-53.
[BPS] Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura. 2012.
Produktivitas Kol/Kubis Menurut Provinsi 2007-2011. Jakarta (ID): BPS.
Dadang, Fitriasari ED, Prijono D. 2009. Effectiveness of two botanical insecticide
formulations to two major cabbage insect pests on field application. JISSAAS.
15(1): 42-51.
[Deptan] Kementrian Pertanian. 2007. Peraturan Menteri Pertanian Republik
Indonesia Nomor 73 Tahun 2007 tentang Pedoman Pembinaan Tenaga
Harian Lepas (THL) Tenaga Bantu Pengendali Organisme Penggangu
Tumbuhan Pengamat Hama dan Penyakit (POPT-PHP). Jakarta (ID): Deptan.
[Deptan DJTP] Kementrian Pertanian, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2010.
Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Tanaman Pangan Tahun 2010. Jakarta
(ID): Deptan.
[Deptan DJTP] Kementrian Pertanian, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2011.
Laporan Tahunan 2010. Jakarta (ID): Deptan.
Kaur G, Singh B. 2011. Intensity based image segmentation using wavelet analysis
and clustering techniques. IJCSE. 2(3): 379-384.
Kohavi R. 1995. A study of cross-validation and bootsrap for accurancy estimation
and model selection. Computer Science Departemen Stanford University:
1137-1143.
Lee DTL, Yamamoto A. 1994. Wavelet analysis: theory and applications. HewlettPackard Journal: 44-52.

21
[BIP] Balai Informasi Pertanian Irian Jaya. 1993. Budidaya Tanaman Kubis.
Jayapura (ID): Balai Informasi Pertanian Irian Jaya.
Liu. 2010. A Tutorial of the Wavelet Transform [Internet]. [diunduh 2013 Agustus
1]; Tersedia pada: http://disp.ee.ntu.edu.tw/tutorial/WaveletTutorial.pdf.
Maenpaa T. 2003. The Local Binary Pattern Approach to Texture AnalysisExtenxions and Applications. Oulu (SE): University of Oulu.
Nelly N, Rusli R, Yaherwandi, Yusmarika F. 2010. Diversity of parasitoid
lepidopterans larvae on brassicaceae in west Sumatra. Biodiversitas. 11(2):
93-96.
[RI] 1992. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992 tentang
Sistem Budidaya Tanaman. Jakarta (ID): Sekretariat Negara.
Sengur A. 2008. Color texture classification using wavelet transform and neural
network ensembles. AJSE. 34(2B): 491-502.
Sifuzzaman M, Islam MR, Ali MZ. 2009.Application of wavelet transform and its
advantages compared to Fourier transform. Journal of Physical Sciences. 13:
121-134.
Talukder HK, Harada K. 2007.Haar wavelet based approach for image compression
and quality assessnment of compressed image. Di dalam: Proceedings of the
World Congress on Engineering 2007; 2007 Jul 2-4; London, Inggris. London
(UK): WCE.
Tan PN, Steinbach M, Kumar V. 2006. Introduction to Data Mining. Boston:
Pearson Addlson-Wesley.
Wu SG, Bao FS, Xu EY, Wang Y, Chang Y, Xiang Q. 2007. A leaf recognition
algorithm for plant using probabilistic neural network. Di dalam: IEEE
International Symposium on Signal Processing and Information Technology,
2007; 2007 Des15-18; Giza, Mesir. (EG).

22

LAMPIRAN

23
Lampiran 1 Data latih dan data uji hama ulat Crocidolumia binotalis zeller
001

002

003

004

005

006

007

008

009

010

011

012

013

014

015

016

017

018

019

020

021

022

023

024

025

026

027

028

029

030

031

032

24
Lanjutan
033

034

035

036

037

041

042

043

044

045

038

039

040

25
Lampiran 2 Data latih dan data uji hama ulat Spodoptera exigua (Hubner)
001

002

003

004

005

006

007

008

009

010

011

012

013

014

015

016

017

018

019

020

021

022

023

024

025

026

027

028

029

030

031

032

26
Lanjutan
033

034

035

036

037

041

042

043

044

045

038

039

040

27
Lampiran 3 Data latih dan data uji hama ulat Spodoptera litura F
001

002

003

004

005

006

007

008

009

010

011

012

013

014

015

016

017

018

019

020

021

022

023

024

025

026

027

028

029

030

031

032

28
Lanjutan
033

034

035

036

037

041

042

043

044

045

038

039

040

29

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sihare-hare, Labuhan Batu Medan Sumatera Utara
pada tanggal 16 Februari 1990. Penulis merupakan anak ketiga dari pasangan
Syamsunar dan Salbiah. Penulis mengenyam pendidikan di SD Negeri 112152 Titi
Aloban 1995-2001, SLTPN 4 Sigambal Labuhan Batu pada 2001-2004, serta SMA
Negeri 1 Rantau Selatan Labuhan Batu tahun 2004-2007. Selanjutnya, penulis
melanjutkan studi diploma pada program Ilmu Komputer (ILKOM) Universitas
Sumatera Utara (USU) dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun 2010, penulis
diterima di program Alih Jenis Ilmu Komputer Institut Pertanian Bogor. Sejak
tahun 2011 hingga penelitian ini dikembangkan Penulis mempunyai kesibukan
sebagai pengajar Teknik Komputer dan Jaringan di SMK INFORMATIKA PESAT
kota Bogor. Penulis dapat dihubungi melalui email dengan alamat
kiswanto.dedi@gmail.com.