Identifikasi Tumbuhan Obat Menggunakan Fitur Citra Morfologi, Bentuk, dan Tekstur dengan Klasifikasi Probabilistic Neural Network

(1)

ABSTRACT

ELVIRA NURFADHILAH. Identification of Medicinal Plant Using Features of Image Morphology, Shape and Texture by Probabilistic Neural Network Classification. Under supervised by YENI HERDIYENI.

Indonesia has no less than 2039 species of medicinal plants, but only 20-22% was cultivated, while around 78% obtained through direct collection (exploration) of forest. Generally, identification process of medicinal plants has been done manually by the herbarium taxonomist using guidebook of taxonomy/dendrology. It will be a difficult problem to identify directly it in the forest. Leave is usually used for identification because of its effectiveness and efficiency. This research proposed a new system to identify the medicinal plant leaves use Probabilistic Neural Network classification and to determine the character and specific classes of leaves regarding the best features. The method of identification is basic and derivative feature of leaf, Local Binary Patterns Variance, and Fourier Descriptors. After that, the features are classified by probabilistic neural network classifier which is combined Product Decision Rule (PDR). Then, the result will be analyzed based on overall effectiveness in class and image characteristics. The data of experiments consist of thirty species of flora at Biofarmaka Cikabayan and at Greenhouse Center of Ex-situ Conservation of Medicinal Indonesian Tropical Forest Plants, Faculty of Forestry, Bogor Agriculture University. The results without classifier showed that combination might only have a maximum until 63% accuracy, and if the three classifiers were combined with PDR, the accuracy will increase until 74.67%. Shape is feature with higher probability than morphology and texture feature.

Keywords: leaf identification, maximum probability, medicinal plants, probabilistic neural network.


(2)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara

megabiodiversity yang kaya akan tumbuhan

obat yang sangat potensial untuk

dikembangkan. Untuk keanekaragaman

tanaman, Indonesia memiliki lebih dari 38.000 spesies tanaman (Bappenas 2003). Sampai

tahun 2001 Laboratorium Konservasi

Tumbuhan, Fakultas Kehutanan IPB telah mendata dari berbagai laporan penelitian dan literatur tidak kurang dari 2039 spesies tumbuhan obat berasal dari hutan Indonesia (Zuhud 2009).

Menurut hasil penelitian, dari sekian banyak jenis tumbuhan obat baru 20-22% yang

dibudidayakan, sedangkan sekitar 78%

diperoleh melalui pengambilan langsung

(eksplorasi) dari hutan. Potensi tumbuhan obat

di Indonesia, termasuk tumbuhan obat

kehutanan, apabila dikelola dengan baik akan sangat bermanfaat dari segi ekonomi, sosial

budaya maupun lingkungan (Masyhud 2010).

Proses pengidentifikasian tumbuhan obat bisa dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya melalui taksonom, dengan bantuan herbarium, dan text book mengenai taksonomi/ dendrologi. Jika identifikasi tersebut dilakukan langsung di hutan secara manual, dengan membandingkan ciri dari herbarium atau text

book terhadap objek aslinya, memerlukan

waktu yang lama dan cukup merepotkan. Oleh karena itu perlu dibuat suatu sistem yang dapat

mengidentifikasi tumbuhan obat secara

otomatis.

Berdasarkan penelitian yang sudah

dilakukan pada citra daun kelas Dicotyledonae, untuk ekstraksi fitur bentuk menggunakan Fourier (Ramadhani 2009) dan ekstraksi morfologi menggunakan ciri dasar dan turunan morfologi daun (Annisa 2009). Hasil rata-rata presisi yang diperoleh kedua fitur ini adalah 31.75% untuk bentuk dan 27.22% untuk morfologi. Selain itu, telah dilakukan penelitian untuk fitur ekstraksi tekstur menggunakan Local Binay Patterns Variance (LBPV) pada citra pohon tanaman hias (Kulsum 2010) dengan akurasi maksimumnya mencapai 73.33%. Untuk mempermudah proses identifikasi, maka hasil ekstraksi fitur ini kemudian dilakukan proses klasifikasi menggunakan klasifikasi Probabilistic Neural Network (PNN) berdasarkan penelitian Nurafifah (2010).

Pada penelitian ini dilakukan proses identifikasi pada tumbuhan obat menggunakan ketiga fitur ekstraksi citra (morfologi, tekstur, dan bentuk) dan menggunakan PNN sebagai metode klasifikasinya.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah

mengembangkan sistem identifikasi tumbuhan obat dengan menggabungkan ciri morfologi,

tekstur, dan bentuk, kemudian hasilnya

diklasifikasikan menggunakan klasifikasi PNN. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah

identifikasi citra daun tumbuhan obat di kebun Biofarmaka, Cikabayan dan di rumah kaca Pusat Konservasi Ex-situ Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia, Fahutan, IPB.

TINJAUAN PUSTAKA Daun

Daun merupakan bagian atau organ

tumbuhan yang berfungsi membentuk makanan (fotosintesis), respirasi, dan transpirasi. Daun juga menunjukkan pola-pola yang khas dan bernilai penting dalam taksonomi (Anonim

2009). Hickey et. al (1999) telah

mendeskripsikan ciri morfologi daun yang cukup rinci, khususnya untuk morfologi daun kelas Dicotyledonae. Ciri morfologi daun itu antara lain bangun daun (helai daun, ujung daun, dan pangkal daun), tepi daun, tekstur daun, letak kelenjar, tangkai daun, tekstur daun, tepi pertulangan, dan pengelompokan urat daun. Ekstraksi Ciri

Ekstraksi ciri merupakan proses

mendapatkan penciri dari suatu citra. Ciri citra yang didapat digunakan untuk identifikasi suatu citra. Ciri citra yang biasa dipakai dalam image retrieval adalah warna, bentuk, dan tekstur (Rodrigues 2004). Beberapa teknik untuk ekstraksi ciri memerlukan perubahan citra dari citra berwarna ke citra biner, penipisan pola dan sebagainya.

Ciri bentuk merepresentasikan informasi geometris yang tergantung terhadap posisi, orientasi, dan ukuran. Ciri tekstur didefinisikan sebagai pengulangan pola yang ada pada suatu daerah bagian citra. Tekstur dapat juga membedakan permukaan dari beberapa kelas objek (Acharya dan Ray 2005). Ciri morfologi dapat mendeteksi perubahan bentuk dari suatu citra (Tzionas et al. 2005). Proses ekstraksi ciri


(3)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara

megabiodiversity yang kaya akan tumbuhan

obat yang sangat potensial untuk

dikembangkan. Untuk keanekaragaman

tanaman, Indonesia memiliki lebih dari 38.000 spesies tanaman (Bappenas 2003). Sampai

tahun 2001 Laboratorium Konservasi

Tumbuhan, Fakultas Kehutanan IPB telah mendata dari berbagai laporan penelitian dan literatur tidak kurang dari 2039 spesies tumbuhan obat berasal dari hutan Indonesia (Zuhud 2009).

Menurut hasil penelitian, dari sekian banyak jenis tumbuhan obat baru 20-22% yang

dibudidayakan, sedangkan sekitar 78%

diperoleh melalui pengambilan langsung

(eksplorasi) dari hutan. Potensi tumbuhan obat

di Indonesia, termasuk tumbuhan obat

kehutanan, apabila dikelola dengan baik akan sangat bermanfaat dari segi ekonomi, sosial

budaya maupun lingkungan (Masyhud 2010).

Proses pengidentifikasian tumbuhan obat bisa dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya melalui taksonom, dengan bantuan herbarium, dan text book mengenai taksonomi/ dendrologi. Jika identifikasi tersebut dilakukan langsung di hutan secara manual, dengan membandingkan ciri dari herbarium atau text

book terhadap objek aslinya, memerlukan

waktu yang lama dan cukup merepotkan. Oleh karena itu perlu dibuat suatu sistem yang dapat

mengidentifikasi tumbuhan obat secara

otomatis.

Berdasarkan penelitian yang sudah

dilakukan pada citra daun kelas Dicotyledonae, untuk ekstraksi fitur bentuk menggunakan Fourier (Ramadhani 2009) dan ekstraksi morfologi menggunakan ciri dasar dan turunan morfologi daun (Annisa 2009). Hasil rata-rata presisi yang diperoleh kedua fitur ini adalah 31.75% untuk bentuk dan 27.22% untuk morfologi. Selain itu, telah dilakukan penelitian untuk fitur ekstraksi tekstur menggunakan Local Binay Patterns Variance (LBPV) pada citra pohon tanaman hias (Kulsum 2010) dengan akurasi maksimumnya mencapai 73.33%. Untuk mempermudah proses identifikasi, maka hasil ekstraksi fitur ini kemudian dilakukan proses klasifikasi menggunakan klasifikasi Probabilistic Neural Network (PNN) berdasarkan penelitian Nurafifah (2010).

Pada penelitian ini dilakukan proses identifikasi pada tumbuhan obat menggunakan ketiga fitur ekstraksi citra (morfologi, tekstur, dan bentuk) dan menggunakan PNN sebagai metode klasifikasinya.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah

mengembangkan sistem identifikasi tumbuhan obat dengan menggabungkan ciri morfologi,

tekstur, dan bentuk, kemudian hasilnya

diklasifikasikan menggunakan klasifikasi PNN. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah

identifikasi citra daun tumbuhan obat di kebun Biofarmaka, Cikabayan dan di rumah kaca Pusat Konservasi Ex-situ Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia, Fahutan, IPB.

TINJAUAN PUSTAKA Daun

Daun merupakan bagian atau organ

tumbuhan yang berfungsi membentuk makanan (fotosintesis), respirasi, dan transpirasi. Daun juga menunjukkan pola-pola yang khas dan bernilai penting dalam taksonomi (Anonim

2009). Hickey et. al (1999) telah

mendeskripsikan ciri morfologi daun yang cukup rinci, khususnya untuk morfologi daun kelas Dicotyledonae. Ciri morfologi daun itu antara lain bangun daun (helai daun, ujung daun, dan pangkal daun), tepi daun, tekstur daun, letak kelenjar, tangkai daun, tekstur daun, tepi pertulangan, dan pengelompokan urat daun. Ekstraksi Ciri

Ekstraksi ciri merupakan proses

mendapatkan penciri dari suatu citra. Ciri citra yang didapat digunakan untuk identifikasi suatu citra. Ciri citra yang biasa dipakai dalam image retrieval adalah warna, bentuk, dan tekstur (Rodrigues 2004). Beberapa teknik untuk ekstraksi ciri memerlukan perubahan citra dari citra berwarna ke citra biner, penipisan pola dan sebagainya.

Ciri bentuk merepresentasikan informasi geometris yang tergantung terhadap posisi, orientasi, dan ukuran. Ciri tekstur didefinisikan sebagai pengulangan pola yang ada pada suatu daerah bagian citra. Tekstur dapat juga membedakan permukaan dari beberapa kelas objek (Acharya dan Ray 2005). Ciri morfologi dapat mendeteksi perubahan bentuk dari suatu citra (Tzionas et al. 2005). Proses ekstraksi ciri


(4)

2 morfologi dapat dilakukan dengan pendekatan

ekstraksi ciri dasar dan turunan. Morfologi Daun

Wu et al. (2007) telah mendeskripsikan ekstraksi ciri morfologi. Ciri tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu ciri dasar dan ciri turunan.

Ciri dasar daun di antaranya diameter, panjang fisik, lebar fisik, area, dan perimeter daun. Diameter merupakan titik terjauh di antara dua titik dari batas daun. Panjang fisik merupakan jarak dua titik pangkal daun. Lebar fisik dihitung berdasarkan panjang garis terpanjang yang memotong garis panjang fisik secara ortogonal. Area dihitung berdasarkan jumlah piksel yang berada di dalam tepi daun, sedangkan perimeter merupakan jumlah piksel yang berada pada tepi daun (Annisa 2009).

Dari lima ciri dasar tersebut, didapatkan dua belas ciri morfologi turunan. Nilai ciri turunan dapat dihitung dari rasio di antara ciri dasar daun. Ciri turunan dari morfologi daun di antaranya smooth factor, aspect ratio, form factor, rectangularity, narrow factor, rasio perimeter dan diameter, rasio perimeter dengan panjang dan lebar daun, serta lima ciri urat daun.

Ciri turunan daun ada dua belas yaitu:

1 Smooth factor. Ciri untuk mengukur kehalusan suatu permukaan daun. Semakin halus suatu permukaan daun, maka nilainya semakin mendekati 1. Sebaliknya semakin kasar permukaan daunnya nilainya semakin mendekati 0.

2 Aspect ratio adalah rasio antara physiological length (Lp)dan physiological width (Wp). Persamaannya dapat dilihat pada Persamaan 1 .

Ciri ini untuk memperkirakan bentuk helai daun. Jika benilai kurang dari 1 maka bentuk helai daun tersebut melebar. Jika benilai lebih dari 1 maka bentuk helai daun tersebut memanjang. Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Aspect ratio.

3 Form factor, digunakan untuk mendeskripsikan bentuk dari daun dan mengetahui seberapa bundar bentuk helai daun tersebut. Nilai form factor dapat dilihat pada Persamaan 2.

4 Rectangularity, mendeskripsikan seberapa perseginya permukaan daun. Rumusnya diberikan pada Persamaan 3.

5 Narrow factoradalah rasio antara diameter (D) dan physiological length. Ciri ini untuk menentukan apakah bentuk helai daun tersebut tergolong simetri atau asimetri. Jika helai daun tersebut tergolong simetri maka benilai 1. Jika asimetri maka bernilai lebih dari 1. Nilainya dapat dicari menggunakan Persamaan 4.

6 Perimeter ratio of diameter. Ciri ini untuk mengukur seberapa lonjong daun tersebut.

Persamaannya dapat dilihat pada..

Persamaan5.

7 Perimeter ratio of physiological length and physiological width. Rumusnya diberikan pada Persamaan 6.

8 Vein features. Persamaannya dapat dilihat pada Persamaan 7, 8, 9, 10 dan 11.

a. Rasio antara area helai daun yang telah

dikurangi disk-shaped structuring

element dengan radius satu piksel (Av1) dan area daun awal (A).

b. Rasio antara area helai daun yang telah

dikurangi disk-shaped structuring

element dengan radius dua piksel (Av2) dan area daun awal (A).


(5)

3 c. Rasio antara area helai daun yang telah

dikurangi disk-shaped structuring

element dengan radius tiga piksel (Av3) dan area daun awal (A).

d. Rasio antara area helai daun yang telah

dikurangi disk-shaped structuring

element dengan radius empat piksel (Av4) dan area daun awal (A).

e. Rasio antara area helai daun yang telah

dikurangi disk-shaped structuring

element dengan radius empat piksel (Av4) dan area helai daun yang telah dikurangi disk-shaped structuring element dengan radius satu piksel (Av1).

Local Binary Patterns

Local Binary Pattern (LBP) merupakan suatu metode untuk mendeskripsikan tekstur pada mode warna grayscale. LBP pertama kali diperkenalkan pada tahun 1996 oleh Timo Ojala. LBP digunakan untuk mencari pola-pola tekstur lokal pada citra (texture in local neighborhood) (Mäenpää 2003).

LBP bekerja menggunakan delapan

ketetanggaan yang tersebar secara melingkar (circular neighborhoods) dengan pusat piksel berada di tengah seperti ditunjukkan pada

Gambar 2. Notasi merupakan nilai gray level

piksel ketetanggaan. Rataan seluruh piksel

(piksel ketetanggaan dan piksel pusat)

digunakan sebagai nilai ambang batas

(threshold) untuk memotong setiap nilai piksel ketetanggaan.

Gambar 2 Circular neighborhood delapan

sampling points.

Nilai LBP dihasilkan dengan mengalikan

nilai piksel yang telah melalui tahap

pemotongan dengan pembobotan biner sesuai

posisi piksel ketetanggaan tersebut berada.

Contoh tresholded bobot

Nilai threshold : 5.667 Pola LBP : 11110001

Nilai LBP: 1+16+32+64+128 = 241 Gambar 3 Contoh operasi pada LBP.

Gambar 3 menunjukkan operasi dasar LBP.

Pola-pola biner LBP merepresentasikan

bermacam-macam pola tepi, titik, flat areas, dan sebagainya. Nilai LBP menunjukkan kode Local Binary Pattern.

LBP dapat diformulasikan sebagai berikut:

dengan xc dan yc adalah koordinat pusat piksel

ketetanggaan, adalah circular sampling

points, P adalah banyaknya sampling points, gp

adalah nilai keabuan dari adalah nilai

rata-rata piksel ketetanggaan dan piksel pusat, dan s adalah sign (kode biner).

Selanjutnya kode-kode LBP

direpresentasikan melalui histogram. Histogram menunjukkan frekuensi kejadian berbagai nilai LBP. Setelah mendapatkan nilai LBP pada setiap neighborhood (blok (i,j)), keseluruhan

tekstur citra direpresentasikan dengan

membentuk histogram:

dengan K merupakan nilai LBP terbesar dan NxM piksel sebagai ukuran citra.

Operator LBP mengalami perkembangan dengan dimodelkannya operator menggunakan berbagai ukuran sampling points dan radius. Beragamnya operator ini digunakan untuk membuat skala atau ukuran lokal tekstur yang berbeda-beda. Selanjutnya notasi (P, R) akan


(6)

4 digunakan untuk piksel ketetanggaan dengan P

merupakan sampling points yang melingkar

dan R merupakan radius. Gambar 4

memperlihatkan contoh circular neighborhood

tiga operator.

(8,1) (16,2) (8,2)

Gambar 4 Beberapa ukuran circular

neighborhood.

Metode LBP ini telah dikembangkan lebih

lanjut dengan menjadi LBPV (LBP Variance)

yaitu dengan menggabungkan 2 metode LBPriu2 dan var. Kulsum (2010) telah berhasil menerapkan metode ini untuk mengekstraksi ciri citra tanaman hias tanpa proses segmentasi.

Fourier Descriptors

Salah satu teknik ekstraksi bentuk

berdasarkan kontur adalah Fourier descriptors

(Acharya dan Ray 2005). Fourier descriptors

merepresentasikan suatu sinyal periodik dengan koefisien transformasi Fourier diskret Z(k) :

Fourier descriptors bisa memberikan deskripsi bentuk yang berguna, bebas terhadap posisi, orientasi, dan ukuran objek suatu citra

(Rahmadhani 2009). Banyaknya Fourier

descriptors bisa merupakan bilangan

berpangkat dua ataupun tidak. Fourier

descriptors bisa digunakan untuk membangkitkan ulang kontur atau garis bentuk dengan menerapkan invers transformasi. Akan tetapi, jika koefisien transformasi diproses, seperti dipotong atau dikuantisasi, invers DFT tidak lagi menghasilkan representasi kontur yang akurat. Modifikasi koefisien Fourier bisa menghasilkan kurva yang tidak lagi tertutup.

Probabilistic Neural Network

PNN dikembangkan oleh Donald Specht pada tahun 1988. Arsitektur jaringannya

diperkenalkan pada penelitian Probabilistic

Neural Networks for Classification, Mapping or Associative Memory and Probabilistic Neural Networks. Struktur jaringan ini menyediakan solusi umum untuk masalah klasifikasi pola dengan mengikuti pendekatan statistik yaitu Bayesian Classifiers (Araghi et al. 2009).

PNN merupakan ANN yang menggunakan radial basis function (RBF). RBF adalah fungsi

yang berbentuk seperti bel yang menskalakan

variabel nonlinear (Wu et al. 2007).

Keuntungan utama menggunakan arsitektur PNN adalah training data mudah dan sangat cepat.

Gambar 5 Struktur PNN.

Struktur PNN terdiri atas empat lapisan, yaitu lapisan masukan, lapisan pola, lapisan penjumlahan, dan lapisan keputusan/keluaran.

Lapisan masukan merupakan objek yang terdiri

atas k nilai ciri yang akan diklasifikasikan pada

n kelas. Struktur PNN ditunjukkan pada

Gambar 5. Proses-proses yang terjadi setelah lapisan masukan adalah:

1. Lapisan pola (pattern layer)

Lapisan pola menggunakan 1 node untuk setiap data pelatihan yang digunakan. Setiap node pola merupakan selisih dari vektor

masukan x yang akan diklasifikasikan

dengan vektor bobot xij, yaitu Zi = x- xij, Zi kemudian dibagi dengan bias tertentu σ dan selanjutnya dimasukkan ke dalam fungsi radial basis, yaitu radbas(n) = exp(-n2).

Dengan demikian, persamaan yang

digunakan pada lapisan pola adalah:

(17)

2. Lapisan penjumlahan (summation layer)

Menerima masukan dari node lapisan pola yang terkait dengan kelas yang ada. Persamaan yang digunakan pada lapisan ini adalah:


(7)

5 (18)

3. Lapisan keluaran (output layer)

Menentukan kelas dari input yang diberikan. Input x akan masuk ke kelas Y jika nilai

peluang x masuk ke Y paling besar

dibandingkan peluang masuk ke kelas lainnya.

Classifier Combination

Berdasarkan Kittler (1998) tujuan dari classifier combination adalah untuk

meningkatkan efisiensi dari pengambilan

keputusan. Classifier combination

menggunakan kombinasi dari dua atau lebih hasil nilai aturan keputusan ciri individual (decision rules). Hasil klasifikasi masing-masing ciri menghasilkan prior probability dan posterior probability. Berdasarkan probabilitas tersebut, teknik classifier combination yang

dapat digunakan di antaranya, product decision

rule, sum decision rule, maximum decision rule dan majority vote rule.

Menurut penelitian Nurafifah (2010)

diketahui bahwa di antara 4 classifier

combination tersebut, yang merupakan teknik paling optimal dalam meningkatkan akurasi adalah klasifikasi product decision rule (PDR).

PDR merupakan classifier combination dengan

formulasi :

(19) Berdasarkan penelitian Nurafifah (2010), metode PDR mampu meningkatkan akurasi pada tanaman hias yang semula akurasi terbaik

sebelum penggabungan 79.05% menjadi

83.33% (penggabungan 3 fitur ekstraksi citra, morfologi, tekstur, dan bentuk).

METODE PENELITIAN

Gambar 6 menunjukkan alur dari metode penelitian. Secara garis besar metode penelitian terdiri atas pengumpulan data penelitian (fitur morfologi, tekstur, dan bentuk), penggabungan fitur, pembagian data menjadi data latih dan data uji, pelatihan dengan PNN kombinasi (PDR), pengujian, dan evaluasi hasil temu kembali.

Gambar 6 Metode penelitian. Data Citra Daun

Citra yang digunakan diperoleh dari pemotretan langsung di kebun Biofarmaka IPB dan di rumah kaca Pusat Konservasi Ex-situ Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia, Fahutan, IPB. Pemotretan dilakukan dengan menggunakan 5 kamera digital yang berbeda (DSC-W55, 7210 Supernova, Canon Digital Axus 95 IS, Samsung PL100, EX-Z35). Total citra daun yang dipakai 1,440 citra yang terdiri atas 30 jenis daun, depan dan belakang (masing-masing kelas 48 citra) diambil beberapa pada waktu yang berbeda (pagi, siang, dan sore). Citra daun ini berformat JPEG dan berukuran 270 x 240 piksel. Jenis-jenis daun yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb), Jarak Pagar (Jatropha curcas Lin.), Dandang Gendis (Clinacanthus nutans Lindau), Lavender (Lavendula afficinalis Chaix), Akar Kuning (Arcangelisiaflava L.), Daruju (Acanthus ilicifolius L.), Pegagan (Centella asiatica, (Linn) Urban.), Andong (Centella asiatica, (Linn) Urban.), Kemangi (Ocimum basilicum), Iler (Coleus scutellarioides, Linn,Benth), Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia, Swingle.), Bidani (Quisqualis Indica L.), Gadung Cina (Smilax china), Tabat Barito (Ficus deloidea L.),

Nandang gendis kuning, Bunga Telang (Clitoria

ternatea L.), Mangkokan (Nothopanax scutellarium Merr.), Som Jawa (Nothopanax scutellarium Merr.), Pungpulutan (Urena lobata

L.), Sosor Bebek (Kalanchoe pinnata

(Lam.)Pers), Nanas kerang (Rhoeo discolor (L.Her.) Hance), Seligi (Phyllanthus buxifolius Muell), Remak Daging (Excecaria bicolor


(8)

5 (18)

3. Lapisan keluaran (output layer)

Menentukan kelas dari input yang diberikan. Input x akan masuk ke kelas Y jika nilai

peluang x masuk ke Y paling besar

dibandingkan peluang masuk ke kelas lainnya.

Classifier Combination

Berdasarkan Kittler (1998) tujuan dari classifier combination adalah untuk

meningkatkan efisiensi dari pengambilan

keputusan. Classifier combination

menggunakan kombinasi dari dua atau lebih hasil nilai aturan keputusan ciri individual (decision rules). Hasil klasifikasi masing-masing ciri menghasilkan prior probability dan posterior probability. Berdasarkan probabilitas tersebut, teknik classifier combination yang

dapat digunakan di antaranya, product decision

rule, sum decision rule, maximum decision rule dan majority vote rule.

Menurut penelitian Nurafifah (2010)

diketahui bahwa di antara 4 classifier

combination tersebut, yang merupakan teknik paling optimal dalam meningkatkan akurasi adalah klasifikasi product decision rule (PDR).

PDR merupakan classifier combination dengan

formulasi :

(19) Berdasarkan penelitian Nurafifah (2010), metode PDR mampu meningkatkan akurasi pada tanaman hias yang semula akurasi terbaik

sebelum penggabungan 79.05% menjadi

83.33% (penggabungan 3 fitur ekstraksi citra, morfologi, tekstur, dan bentuk).

METODE PENELITIAN

Gambar 6 menunjukkan alur dari metode penelitian. Secara garis besar metode penelitian terdiri atas pengumpulan data penelitian (fitur morfologi, tekstur, dan bentuk), penggabungan fitur, pembagian data menjadi data latih dan data uji, pelatihan dengan PNN kombinasi (PDR), pengujian, dan evaluasi hasil temu kembali.

Gambar 6 Metode penelitian. Data Citra Daun

Citra yang digunakan diperoleh dari pemotretan langsung di kebun Biofarmaka IPB dan di rumah kaca Pusat Konservasi Ex-situ Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia, Fahutan, IPB. Pemotretan dilakukan dengan menggunakan 5 kamera digital yang berbeda (DSC-W55, 7210 Supernova, Canon Digital Axus 95 IS, Samsung PL100, EX-Z35). Total citra daun yang dipakai 1,440 citra yang terdiri atas 30 jenis daun, depan dan belakang (masing-masing kelas 48 citra) diambil beberapa pada waktu yang berbeda (pagi, siang, dan sore). Citra daun ini berformat JPEG dan berukuran 270 x 240 piksel. Jenis-jenis daun yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb), Jarak Pagar (Jatropha curcas Lin.), Dandang Gendis (Clinacanthus nutans Lindau), Lavender (Lavendula afficinalis Chaix), Akar Kuning (Arcangelisiaflava L.), Daruju (Acanthus ilicifolius L.), Pegagan (Centella asiatica, (Linn) Urban.), Andong (Centella asiatica, (Linn) Urban.), Kemangi (Ocimum basilicum), Iler (Coleus scutellarioides, Linn,Benth), Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia, Swingle.), Bidani (Quisqualis Indica L.), Gadung Cina (Smilax china), Tabat Barito (Ficus deloidea L.),

Nandang gendis kuning, Bunga Telang (Clitoria

ternatea L.), Mangkokan (Nothopanax scutellarium Merr.), Som Jawa (Nothopanax scutellarium Merr.), Pungpulutan (Urena lobata

L.), Sosor Bebek (Kalanchoe pinnata

(Lam.)Pers), Nanas kerang (Rhoeo discolor (L.Her.) Hance), Seligi (Phyllanthus buxifolius Muell), Remak Daging (Excecaria bicolor


(9)

6 Hassk), Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus

(B1) Miq.), Kemuning (Murraya paniculata [L..] Jack.), Cincau Hitam (Mesona palustris),

Sambang Darah (Excoceria cochinchinensis

Lour.), Landik (Barleria lupulina Lindl.),

Jambu Biji (Psidium guajava L.), dan

Handeuleum(Graptophyllum pictum (L.)

Griffith). Penjelasan lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1.

Praproses

Sebelum masuk ke dalam tahap ekstraksi, citra dilakukan praproses terlebih dahulu. Citra daun merupakan citra RGB dengan latar belakang putih. Ilustrasi alur praproses citra dapat dilihat di Gambar 7.

Gambar 7 Alur praproses citra.

Masukan untuk ekstraksi morfologi dan

bentuk adalah citra biner dengan threshold

tertentu. Nilai threshold merupakan suatu nilai yang memisahkan piksel yang merupakan objek dan piksel yang merupakan latar belakang citra. Masukan untuk ekstraksi tekstur berupa citra grayscale. Ilustrasi citra masukan untuk ekstraksi morfologi, tekstur, dan bentuk dapat dilihat di Gambar 8.

Gambar 8 Citra masukan untuk ekstraksi morfologi, tekstur, dan bentuk. Ekstraksi Ciri

a. Ekstraksi Ciri Morfologi

Ciri morfologi terdiri atas dua ciri yaitu ciri dasar dan turunan. Tahap awal ekstraksi adalah mendapatkan ciri-ciri morfologi dasar dari citra helai daun. Ciri dasar yang digunakan pada penelitian ini adalah diameter, area, dan perimeter/keliling daun. Tiga ciri dasar tersebut dapat dikombinasikan sehingga mendapatkan

delapan ciri turunan di antaranya smooth factor, form factor, rasio perimeter dan diameter, serta lima ciri urat daun. Informasi ciri ini direpresentasikan sebagai sebuah vektor dengan sebelas elemen.

b. Ekstraksi Ciri Tekstur

Ekstraksi tekstur fitur untuk LBPV (1,8) dan (2,8) menghasilkan 10 vektor ciri , sedangkan untuk fitur LBPV (2,16) menghasilkan 18 vektor ciri, dan fitur LBPV (3,24) menghasilkan 26 vektor ciri. Nilai kuantisasi var diubah kemudian dicari nilai kuantisasi var yang paling optimal (menghasilkan akurasi terbesar).

c. Ekstraksi Ciri Bentuk

Citra biner hasil thresholding digunakan sebagai masukan untuk ekstraksi bentuk dengan pemodelan Fourier. Citra biner ini digunakan

untuk menemukan serangkaian titik-titik

lintasan kurva bentuk daun. Titik-titik (x,y) selanjutnya direpresentasikan sebagai bilangan kompleks x + iy. Barisan N bilangan kompleks ini dinamakan boundary. N bilangan kompleks

ini ditransformasi dengan Fourier untuk

mendapatkan Fourier descriptors dari suatu

objek. Banyaknya Fourier descriptors yang

diambil sebagai pembeda adalah sebanyak 32 descriptors, dipilih 16 pertama dan 16 terakhir (Rahmadhani 2009).

Ciri bentuk dari hasil Fourierdescriptors ini diharapkan invarian terhadap rotasi, dilatasi dan translasi. Untuk itu perlu dilakukan beberapa

penyesuaian pada Fourier descriptors hasil

transformasi Fourier. Translasi hanya

berpengaruh pada Fourier descriptors yang

pertama (Z(0)), sehingga yang diambil sebagai pendeskripsi bentuk hanya mengambil barisan Z(n) dengan 1 ≤ n ≤ N. Efek rotasi tidak

mempengaruhi barisan Fourier descriptors.

Efek dilatasi masih berpengaruh dengan besaran yang sama untuk setiap Fourier descriptors. Untuk menghilangkan faktor penyekalaan

dilakukan pembagian setiap Fourierdescriptors

dengan salah satu suku pada barisan Z(n), misal Z(1).

Pembagian Data Latih dan Data Uji

Seluruh data hasil ektraksi masing-masing ciri dibagi menjadi data latih dan data uji. Data latih digunakan sebagai masukan pelatihan

menggunakan PNN sedangkan data uji

digunakan untuk menguji model hasil pelatihan menggunakan PNN. Presentase data latih dan data uji yang dicobakan pada penelitian ini adalah 80-20%.


(10)

7 Klasifikasi dengan Probabilistic Neural

Network

Arsitektur PNN memiliki bagian lapisan masukan, pola, dan keluaran. Pada penelitian ini masukan berupa masing-masing hasil ekstraksi. Lapisan output memiliki 30 target kelas sesuai dengan jumlah jenis daun. Untuk lapisan pola hanya digunakan satu model PNN yaitu dengan nilai bias (σ) tetap. Jadi pada percobaan dihasilkan model klasifikasi terbaik dari pengabungan ciri morfologi, tekstur, dan bentuk berdasarkan akurasi terbesar dari pembagian data latih serta data uji.

Evaluasi Hasil Klasifikasi

Kinerja model PNN akan ditentukan dan dibandingkan melalui besaran akurasi yang berhasil dicapai. Akurasi dapat dihitung dengan Persamaan berikut:

(20) Akurasi terbaik dari teknik kombinasi PDR untuk ketiga fitur tersebut merupakan model yang akan dipakai untuk identifikasi daun pada citra kueri baru.

HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi Ciri

Proses awal untuk ekstraksi ciri adalah mengubah citra RGB menjadi citra grayscale.

Citra grayscale ini digunakan pada tahap

ekstraksi ciri tekstur. Untuk ekstraksi ciri morfologi dan bentuk dibutuhkan citra biner sebagai masukan. Citra biner didapatkan dari citra grayscale yang diberi threshold tertentu. A. Morfologi

Jumlah nilai ciri morfologi yang diekstraksi berjumlah sebelas. Enam nilai ciri morfologi di antaranya area, diameter, perimeter, smooth factor, form factor, rasio perimeter dan diameter dan 5 ciri urat daun. Nilai-nilai ciri

dasar dan turunan daun direpresentasikan

seperti yang terlihat pada Gambar 9 dan ilustrasi mengenai contoh nilai morfologi ada di Gambar 10.

Gambar 9 Hasil ekstraksi morfologi.

Area Perimeter Diameter P Rasio of D Gambar 10 Contoh ilustrasi nilai morfologi. B. Tekstur

Jumlah vektor ciri tekstur yang diekstrasi berjumlah 10 dengan fitur LBPV (1,8). Nilai-nilai descriptor ciri tekstur direpresentasikan pada grafik seperti yang terlihat pada Gambar.11.

Gambar 11 Contoh grafik nilai-nilai descriptors ciri tekstur.

C. Bentuk

Jumlah descriptors yang dipakai untuk

representasi nilai ciri bentuk berjumlah 32 descriptors, dipilih dari 16 nilai pertama dan 16 nilai terakhir. Nilai-nilai descriptor ciri bentuk direpresentasikan pada grafik seperti yang terlihat pada Gambar 12.


(11)

7 Klasifikasi dengan Probabilistic Neural

Network

Arsitektur PNN memiliki bagian lapisan masukan, pola, dan keluaran. Pada penelitian ini masukan berupa masing-masing hasil ekstraksi. Lapisan output memiliki 30 target kelas sesuai dengan jumlah jenis daun. Untuk lapisan pola hanya digunakan satu model PNN yaitu dengan nilai bias (σ) tetap. Jadi pada percobaan dihasilkan model klasifikasi terbaik dari pengabungan ciri morfologi, tekstur, dan bentuk berdasarkan akurasi terbesar dari pembagian data latih serta data uji.

Evaluasi Hasil Klasifikasi

Kinerja model PNN akan ditentukan dan dibandingkan melalui besaran akurasi yang berhasil dicapai. Akurasi dapat dihitung dengan Persamaan berikut:

(20) Akurasi terbaik dari teknik kombinasi PDR untuk ketiga fitur tersebut merupakan model yang akan dipakai untuk identifikasi daun pada citra kueri baru.

HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi Ciri

Proses awal untuk ekstraksi ciri adalah mengubah citra RGB menjadi citra grayscale.

Citra grayscale ini digunakan pada tahap

ekstraksi ciri tekstur. Untuk ekstraksi ciri morfologi dan bentuk dibutuhkan citra biner sebagai masukan. Citra biner didapatkan dari citra grayscale yang diberi threshold tertentu. A. Morfologi

Jumlah nilai ciri morfologi yang diekstraksi berjumlah sebelas. Enam nilai ciri morfologi di antaranya area, diameter, perimeter, smooth factor, form factor, rasio perimeter dan diameter dan 5 ciri urat daun. Nilai-nilai ciri

dasar dan turunan daun direpresentasikan

seperti yang terlihat pada Gambar 9 dan ilustrasi mengenai contoh nilai morfologi ada di Gambar 10.

Gambar 9 Hasil ekstraksi morfologi.

Area Perimeter Diameter P Rasio of D Gambar 10 Contoh ilustrasi nilai morfologi. B. Tekstur

Jumlah vektor ciri tekstur yang diekstrasi berjumlah 10 dengan fitur LBPV (1,8). Nilai-nilai descriptor ciri tekstur direpresentasikan pada grafik seperti yang terlihat pada Gambar.11.

Gambar 11 Contoh grafik nilai-nilai descriptors ciri tekstur.

C. Bentuk

Jumlah descriptors yang dipakai untuk

representasi nilai ciri bentuk berjumlah 32 descriptors, dipilih dari 16 nilai pertama dan 16 nilai terakhir. Nilai-nilai descriptor ciri bentuk direpresentasikan pada grafik seperti yang terlihat pada Gambar 12.


(12)

8

Gambar 12 Contoh grafik nilai-nilai descriptors

ciri bentuk.

Klasifikasi Ciri Morfologi, Tekstur, dan Bentuk dengan PNN

Percobaan diawali dengan

mengklasifikasikan masing-masing hasil

ekstraksi ciri. Masing-masing ciri

diklasifikasikan dengan uji coba pembagian data latih dan data uji, sebesar 80-20% (38 data uji dan 10 data latih). Kelas target dari klasifikasi berjumlah 30 kelas. Bias yang digunakan untuk morfologi=20, tekstur=24, dan bentuk=0.05.

Perbandingan akurasi klasifikasi untuk fitur morfologi, tekstur, bentuk kemudian akan

dibandingan dengan akurasi klasifikasi

penggabungan ketiga fitur tersebut. A. Morfologi

Perbandingan akurasi klasifikasi untuk fitur morfologi perkelas dapat dilihat pada grafik Gambar 13.

Gambar 13 Grafik perbandingan akurasi perkelas untuk fitur morfologi. Gambar 13 menunjukkan akurasi yang dicapai hasil pengklasifikasian fitur morfologi, memiliki 1 kelas yang akurasinya mencapai 100% yaitu kelas 8 dan ada 11 kelas yang akurasinya 0% yaitu kelas 3, 11, 12, 13, 14, 15,16, 18, 23, 25, dan 30 .

Gambar 14 Contoh citra data latih dan data uji kelas 3 (Dandang Gendis).

Gambar 14 menunjukkan bahwa pada kelas 3 (Dandang Gendis) citra data latih maupun data uji memiliki ukuran yang beragam dan sudut pengambilan citra tiap daun pun bermacam-macam, sehingga fitur morfologi

terutama ciri dasar daun kurang bisa

mengidentifikasi dengan baik. Untuk ciri

turunan daun, cukup baik dalam

merepresentasikan ciri untuk daun yang berukuran berbeda namun dengan sudut pengambilan yang sama. Untuk kelas 3 citra yang salah diidentifikasi masuk ke kelas 8 (Andong) dan 21 (Nanas Kerang). Lebih lengkapnya mengenai hasil identifikasi citra uji dapat dilihat di tabel confusion matriks di Lampiran 2.

B. Tekstur

Perbandingan akurasi klasifikasi untuk fitur tekstur perkelas dapat dilihat pada grafik Gambar 15.

Gambar 15 Grafik perbandingan akurasi perkelas untuk fitur tekstur (LBPV (1,8)).

Gambar 15 menunjukkan akurasi yang dicapai hasil pengklasifikasian fitur tekstur mencapai 100% untuk 2 kelas, yaitu kelas 9 dan 0%

20% 40% 60% 80% 100%

1 4 7 10 13 16 19 22 25 28

A

k

u

ra

si

Kelas

0% 20% 40% 60% 80% 100%

1 4 7 10 13 16 19 22 25 28

A

k

u

ra

si


(13)

9 12, namun hasil pengklasifikasian untuk kelas

lain , seperti 13, 14, dan 15 hanya mencapai 10%.

Gambar 16 Contoh citra data latih dan data uji kelas 13 (Gadung Cina).

Gambar 16 menunjukkan bahwa pada kelas 13 (Gadung Cina) citra data latih maupun data uji memiliki pencahayaan yang berbeda. Untuk kelas 13 (Gadung Cina) beberapa salah teridentifikasi ke kelas 12 (Bidani), 20 (Nandang Gendis), dan 23 (Kumis Kucing). Hal ini disebabkan gambar diambil pada waktu dan spesifikasi kamera yang berbeda, sehingga tekstur menjadi lebih beragam sehingga sulit teridentifikasi ke kelas yang benar. Lebih lengkapnya mengenai hasil identifikasi citra uji dapat dilihat di tabel confusion matriks di Lampiran 2.

C. Bentuk

Perbandingan akurasi klasifikasi perkelas untuk fitur bentuk dapat dilihat pada grafik Gambar 17.

Gambar 17 Grafik perbandingan akurasi perkelas untuk fitur bentuk (Fourier).

Gambar 17 menunjukkan akurasi yang dicapai hasil pengklasifikasian fitur bentuk, terdapat 4 kelas yang bisa teridentifikasi 100%, hanya saja ada 2 kelas yang masih kecil nilai

akurasinya yaitu, kelas 18 dan 23 yang hanya mencapai 20%.

Gambar 18 Contoh citra data latih dan data uji kelas 23 (Remak Daging).

Gambar 18 menunjukkan bahwa pada kelas 23 (Remak Daging) citra data latih maupun data uji memiliki bentuk yang beraneka ragam. Untuk kelas 23 (Remak Daging) beberapa salah teridentifikasi ke kelas 2 (Jarak Pagar), 5 (Akar Kuning), 14 (Tabat Barito), 17 (Mangkokan), dan 25 (Kemuning). Hal ini disebabkan gambar diambil dengan sudut yang berbeda, sehingga bentuk menjadi lebih beragam sehingga sulit teridentifikasi ke kelas yang benar. Lebih lengkapnya mengenai hasil identifikasi citra uji dapat dilihat di tabel confusion matriks di Lampiran 2.

D. Penggabungan 3 Fitur

Perbandingan akurasi klasifikasi perkelas untuk penggabungan ketiga fitur (morfologi, tekstur, dan bentuk) menggunakan PDR dapat dilihat pada grafik Gambar 19.

Gambar 19 Grafik akurasi tiap kelas hasil

penggabungan tiga fitur

menggunakan PDR.

Gambar 19 menunjukkan akurasi yang dicapai untuk masing-masing kelas. Akurasi ini 0%

20% 40% 60% 80% 100%

1 4 7 10 13 16 19 22 25 28

A

k

u

ra

si

Kelas 0%

20% 40% 60% 80% 100%

1 4 7 10 13 16 19 22 25 28

A

k

u

ra

si


(14)

10 diambil dari hasil penggabungan tiga fitur

dengan teknik PDR. Dilihat dari Gambar 19, terdapat 6 kelas yang berhasil diidentifikasi dengan akurasi 100%. Secara umum dengan penggabungan ketiga fitur ini akurasi tiap kelas mengalami kenaikan terutama kelas-kelas yang pada awalnya teridentifikasi di bawah 20% meningkat hingga mencapai 100%. Hal ini disebabkan ketiga fitur ini saling melengkapi kekurangan pengidentifikasian masing-masing, citra latih yang pada awal tidak dikenali oleh fitur morfologi dan tekstur dapat dikenali seluruhnya oleh fitur bentuk contohnya pada kelas 16, dapat dilihat pada Gambar 20. Begitupun sebaliknya citra latih yang tidak bisa dikenali seluruhnya menggunakan fitur bentuk dapat dikenali beberapa oleh fitur tekstur dan morfologi. Dengan demikian, secara garis besar setiap kelas mengalami peningkatan akurasi dibandingkan hanya menggunakan 1 fitur saja.

Gambar 20 Contoh citra data latih dan data uji kelas 16 (Bunga Telang).

Gambar 21 Perbandingan akurasi rata-rata fitur morfologi, tekstur, dan bentuk

dibandingkan dengan

penggabungan ketiga fiturnya. Berdasarkan Gambar 21 menunjukkan bahwa penggabungan ketiga fitur ekstraksi ciri ini dapat membantu meningkatkan akurasi secara keseluruhan. Akurasi rata-rata semula

untuk morfologi (20%), tekstur (53%), dan bentuk (64%) mengalami peningkatan menjadi 74.67%. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh fitur masing-masing dalam penentuan kelas yang tepat dalam proses klasifikasi ini bisa di lihat di Gambar 22, Tabel 1, dan Tabel 2.

Gambar 22 Jumlah citra yang teridentifikasi benar berdasarkan probabilitas

maksimum di antara fitur

morfologi, tekstur, dan bentuk. Tabel 1 Contoh fitur yang berpengaruh dalam

pengindentifikasian tiap kelas

berdasarkan nilai probabilitas

maksimum.

Berdasarkan 30 kelas yang diteliti, fitur yang paling banyak mengidentifikasi benar citra uji adalah fitur bentuk, kemudian yang kedua adalah tekstur. Pada penelitian kali ini fitur morfologi tidak begitu berpengaruh signifikan. Kurang berpengaruhnya fitur morfologi bukan berarti membuat fitur ini menjadi tidak berguna. Karena pada kelas 4, 14 dan 17 ada daun yang justru hanya bisa dikenali oleh fitur morfologi. Berdasarkan jumlah citra yang teridentifikasi benar fitur yang paling banyak mengenali adalah fitur bentuk. Bahkan ada 12 kelas yang hanya dikenali fitur bentuk. Namun ada pula kelas yang lebih dominan dikenali fitur tekstur dibandingkan bentuk, seperti kelas 9, 18, 23, dan 28. Pada penelitian kali ini yang paling dominan adalah pengenalan menggunakan gabungan 2 fitur bentuk dan tekstur mencapai 15 kelas. Tabel yang menggambarkan fitur yang 20% 53% 64% 74.67% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%

Morfologi Tekstur Bentuk 0% 20% 40% 60% 80% 100% Ju ml a h C it ra ya n g te ri d e n ti fi k a si b e n a r Kelas (Nama) Teridentifikasi

Bentuk Tekstur Morfologi

4 (Lavender)

V(4) V(2) V(1)

14 (Tabat Barito)

V(6) X V(1)

16 (Bunga Telang)

V(10) X X

23 (Remak Daging)


(15)

11 berpengaruh untuk setiap kelas citra uji

selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 3. Tabel 2 Contoh besar peluang citra lavender

teridentifikasi benar (masuk ke kelas target yang seharusnya) oleh setiap fitur .

Setiap citra memiliki karakter yang berbeda bahkan dalam 1 kelas citra dapat dikenali oleh penciri yang berbeda. Oleh sebab itu setiap fitur

tetap memiliki pengaruh dalam

pengidentifikasian suatu citra. Ciri bentuk memang menempati posisi yang pertama dalam pengidentifikasian daun tumbuhan obat. Fitur

bentuk yang tidak terpengaruh oleh

pencahayaan dan karakter bentuk yang unik membuat fitur ini yang paling mudah mengenali suatu kelas daun. Namun fitur ini memiliki kekurangan untuk bentuk-bentuk yang mirip seperti lavender dan daun pandan. Fitur bentuk seringkali salah mengidentifikasikan citra tersebut. Identifikasi bentuk paling dominan dalam penelitian ini dikarenakan output peluang (rata- rata sampai maksimum) yang dihasilkan untuk klasifikasi PNN menggunakan fitur bentuk sekitar 0.67-1, sedangkan untuk fitur tekstur 0.36-1 dan untuk fitur morfologi 0.12-0.68. Tabel yang menjelaskan seberapa besar peluang kelas tersebut teridentifikasi ke kelas target bedasarkan nilai PDR maksimum selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 4.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Sistem identifikasi tumbuhan obat dengan menggabungkan ciri morfologi, tekstur, dan bentuk, kemudian hasilnya diklasifikasikan menggunakan klasifikasi PNN telah berhasil

dimplementasikan. Hasil pengklasifikasian

menggunakan metode PNN dengan classifier

combination PDR sudah cukup baik dalam meningkatkan akurasi identifikasi tumbuhan obat sampai 74.67%. Fitur bentuk, tekstur, dan morfologi semuanya memiliki peran dalam mengidentifikasi suatu citra tanaman obat.

Walaupun dari persentase yang paling

signifikan adalah fitur bentuk, namun fitur yang lain tetap berpengaruh untuk karakteristik citra. Saran

Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan terkait classifier dan fitur ekstraksi citra yang lain agar dapat meningkatkan akurasi untuk

identifikasi tanaman obat. Selain itu perlu

dilakukan penambahan database citra daun

agar hasil yang didapat lebih representatif mengidentifikasi ciri yang efektif digunakan untuk citra pada kelas dan dengan karakteristik tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Acharya T, Ray A. 2005. Image Processing Principles and Applications. New Jersey : John Wiley & Sons Inc.

Anonim, 2009. Penuntun Praktikum

Dendrologi. Bogor : Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Annisa. 2009. Ekstraksi Ciri Morfologi dan Tekstur untuk Temu Kembali Citra Helai Daun. Skripsi : Institut Pertanian Bogor. Araghi L. F, et al . 2009. Ship Identification

Using Probabilistic Neural Network (PNN). Hongkong : IMECS.

Bappenas. 2003. Indonesia Biodiversity

Strategy and Action Plan 2003-2020. Jakarta: Bappenas.

Kittler, J., et al. 1998. On Combining

Classifiers. IEEE Transactions On Pattern Annalysis And Mechine Intelligence. Vol 20 no.3 Hal : 226-239.

Kulsum, Lies U.. 2010. Identifikasi Tumbuhan

Hias secara Otomatis Menggunakan

Metode Local Binary Patterns Descriptor dan Probabilistic Neural Network. Skripsi: Institut Pertanian Bogor.

Mäenpää, Topi. 2003. The Local Binary Pattern

Approach to Texture Analysis. Oulu: Oulu University Press.

Masyhud. 2010. Lokakarya Nasional Tumbuhan

Obat Indonesia 2010. http://www.dephut.go.id/index.php?q=id/n ode/6603 [15 Februari 2011].

Nurafifah. 2010. Penggabungan Ciri Morfologi, Tekstur, dan Bentuk untuk Identifikasi Daun Menggunakan Probabilistic Neural

Network. Skripsi : Institut Pertanian

Bogor.

No Gambar Morfologi Tekstur Bentuk

1

0.23295 0.48900 0.99483

2 0.070321 0.85519 0.52613


(16)

11 berpengaruh untuk setiap kelas citra uji

selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 3. Tabel 2 Contoh besar peluang citra lavender

teridentifikasi benar (masuk ke kelas target yang seharusnya) oleh setiap fitur .

Setiap citra memiliki karakter yang berbeda bahkan dalam 1 kelas citra dapat dikenali oleh penciri yang berbeda. Oleh sebab itu setiap fitur

tetap memiliki pengaruh dalam

pengidentifikasian suatu citra. Ciri bentuk memang menempati posisi yang pertama dalam pengidentifikasian daun tumbuhan obat. Fitur

bentuk yang tidak terpengaruh oleh

pencahayaan dan karakter bentuk yang unik membuat fitur ini yang paling mudah mengenali suatu kelas daun. Namun fitur ini memiliki kekurangan untuk bentuk-bentuk yang mirip seperti lavender dan daun pandan. Fitur bentuk seringkali salah mengidentifikasikan citra tersebut. Identifikasi bentuk paling dominan dalam penelitian ini dikarenakan output peluang (rata- rata sampai maksimum) yang dihasilkan untuk klasifikasi PNN menggunakan fitur bentuk sekitar 0.67-1, sedangkan untuk fitur tekstur 0.36-1 dan untuk fitur morfologi 0.12-0.68. Tabel yang menjelaskan seberapa besar peluang kelas tersebut teridentifikasi ke kelas target bedasarkan nilai PDR maksimum selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 4.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Sistem identifikasi tumbuhan obat dengan menggabungkan ciri morfologi, tekstur, dan bentuk, kemudian hasilnya diklasifikasikan menggunakan klasifikasi PNN telah berhasil

dimplementasikan. Hasil pengklasifikasian

menggunakan metode PNN dengan classifier

combination PDR sudah cukup baik dalam meningkatkan akurasi identifikasi tumbuhan obat sampai 74.67%. Fitur bentuk, tekstur, dan morfologi semuanya memiliki peran dalam mengidentifikasi suatu citra tanaman obat.

Walaupun dari persentase yang paling

signifikan adalah fitur bentuk, namun fitur yang lain tetap berpengaruh untuk karakteristik citra. Saran

Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan terkait classifier dan fitur ekstraksi citra yang lain agar dapat meningkatkan akurasi untuk

identifikasi tanaman obat. Selain itu perlu

dilakukan penambahan database citra daun

agar hasil yang didapat lebih representatif mengidentifikasi ciri yang efektif digunakan untuk citra pada kelas dan dengan karakteristik tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Acharya T, Ray A. 2005. Image Processing Principles and Applications. New Jersey : John Wiley & Sons Inc.

Anonim, 2009. Penuntun Praktikum

Dendrologi. Bogor : Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Annisa. 2009. Ekstraksi Ciri Morfologi dan Tekstur untuk Temu Kembali Citra Helai Daun. Skripsi : Institut Pertanian Bogor. Araghi L. F, et al . 2009. Ship Identification

Using Probabilistic Neural Network (PNN). Hongkong : IMECS.

Bappenas. 2003. Indonesia Biodiversity

Strategy and Action Plan 2003-2020. Jakarta: Bappenas.

Kittler, J., et al. 1998. On Combining

Classifiers. IEEE Transactions On Pattern Annalysis And Mechine Intelligence. Vol 20 no.3 Hal : 226-239.

Kulsum, Lies U.. 2010. Identifikasi Tumbuhan

Hias secara Otomatis Menggunakan

Metode Local Binary Patterns Descriptor dan Probabilistic Neural Network. Skripsi: Institut Pertanian Bogor.

Mäenpää, Topi. 2003. The Local Binary Pattern

Approach to Texture Analysis. Oulu: Oulu University Press.

Masyhud. 2010. Lokakarya Nasional Tumbuhan

Obat Indonesia 2010. http://www.dephut.go.id/index.php?q=id/n ode/6603 [15 Februari 2011].

Nurafifah. 2010. Penggabungan Ciri Morfologi, Tekstur, dan Bentuk untuk Identifikasi Daun Menggunakan Probabilistic Neural

Network. Skripsi : Institut Pertanian

Bogor.

No Gambar Morfologi Tekstur Bentuk

1

0.23295 0.48900 0.99483

2 0.070321 0.85519 0.52613


(17)

IDENTIFIKASI TUMBUHAN OBAT MENGGUNAKAN FITUR

CITRA MORFOLOGI, TEKSTUR, DAN BENTUK DENGAN

KLASIFIKASI

PROBABILISTIC NEURAL NETWORK

ELVIRA NURFADHILAH

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(18)

11 berpengaruh untuk setiap kelas citra uji

selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 3. Tabel 2 Contoh besar peluang citra lavender

teridentifikasi benar (masuk ke kelas target yang seharusnya) oleh setiap fitur .

Setiap citra memiliki karakter yang berbeda bahkan dalam 1 kelas citra dapat dikenali oleh penciri yang berbeda. Oleh sebab itu setiap fitur

tetap memiliki pengaruh dalam

pengidentifikasian suatu citra. Ciri bentuk memang menempati posisi yang pertama dalam pengidentifikasian daun tumbuhan obat. Fitur

bentuk yang tidak terpengaruh oleh

pencahayaan dan karakter bentuk yang unik membuat fitur ini yang paling mudah mengenali suatu kelas daun. Namun fitur ini memiliki kekurangan untuk bentuk-bentuk yang mirip seperti lavender dan daun pandan. Fitur bentuk seringkali salah mengidentifikasikan citra tersebut. Identifikasi bentuk paling dominan dalam penelitian ini dikarenakan output peluang (rata- rata sampai maksimum) yang dihasilkan untuk klasifikasi PNN menggunakan fitur bentuk sekitar 0.67-1, sedangkan untuk fitur tekstur 0.36-1 dan untuk fitur morfologi 0.12-0.68. Tabel yang menjelaskan seberapa besar peluang kelas tersebut teridentifikasi ke kelas target bedasarkan nilai PDR maksimum selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 4.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Sistem identifikasi tumbuhan obat dengan menggabungkan ciri morfologi, tekstur, dan bentuk, kemudian hasilnya diklasifikasikan menggunakan klasifikasi PNN telah berhasil

dimplementasikan. Hasil pengklasifikasian

menggunakan metode PNN dengan classifier

combination PDR sudah cukup baik dalam meningkatkan akurasi identifikasi tumbuhan obat sampai 74.67%. Fitur bentuk, tekstur, dan morfologi semuanya memiliki peran dalam mengidentifikasi suatu citra tanaman obat.

Walaupun dari persentase yang paling

signifikan adalah fitur bentuk, namun fitur yang lain tetap berpengaruh untuk karakteristik citra. Saran

Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan terkait classifier dan fitur ekstraksi citra yang lain agar dapat meningkatkan akurasi untuk

identifikasi tanaman obat. Selain itu perlu

dilakukan penambahan database citra daun

agar hasil yang didapat lebih representatif mengidentifikasi ciri yang efektif digunakan untuk citra pada kelas dan dengan karakteristik tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Acharya T, Ray A. 2005. Image Processing Principles and Applications. New Jersey : John Wiley & Sons Inc.

Anonim, 2009. Penuntun Praktikum

Dendrologi. Bogor : Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Annisa. 2009. Ekstraksi Ciri Morfologi dan Tekstur untuk Temu Kembali Citra Helai Daun. Skripsi : Institut Pertanian Bogor. Araghi L. F, et al . 2009. Ship Identification

Using Probabilistic Neural Network (PNN). Hongkong : IMECS.

Bappenas. 2003. Indonesia Biodiversity

Strategy and Action Plan 2003-2020. Jakarta: Bappenas.

Kittler, J., et al. 1998. On Combining

Classifiers. IEEE Transactions On Pattern Annalysis And Mechine Intelligence. Vol 20 no.3 Hal : 226-239.

Kulsum, Lies U.. 2010. Identifikasi Tumbuhan

Hias secara Otomatis Menggunakan

Metode Local Binary Patterns Descriptor dan Probabilistic Neural Network. Skripsi: Institut Pertanian Bogor.

Mäenpää, Topi. 2003. The Local Binary Pattern

Approach to Texture Analysis. Oulu: Oulu University Press.

Masyhud. 2010. Lokakarya Nasional Tumbuhan

Obat Indonesia 2010. http://www.dephut.go.id/index.php?q=id/n ode/6603 [15 Februari 2011].

Nurafifah. 2010. Penggabungan Ciri Morfologi, Tekstur, dan Bentuk untuk Identifikasi Daun Menggunakan Probabilistic Neural

Network. Skripsi : Institut Pertanian

Bogor.

No Gambar Morfologi Tekstur Bentuk

1

0.23295 0.48900 0.99483

2 0.070321 0.85519 0.52613


(19)

12 Ramadhani, 2009. Ekstraksi Fitur Bentuk dan

Venasi Citra Daun dengan Pemodelan Fourier dan B-Spline Skripsi :Institut Pertanian Bogor.

Rodrigues, PS, Aroujo AA. 2004. A Bayesian Network Model Combining Color, Shape, and Texture Information to Improve Content Based Image Retrieval Systems. Petropolis : LNCC.

Trionas, P., et al. 2005. Plant Leaves

Classification Based on Morphological Features and a Fuzzy Surface Selection

Technique. Conf. on Technology and

Automation ICTA’05, 15-16 October 2005. P. 365-370.

Wu S. G., et al. 2007. A Leaf Recognitian Algorithm for Plant Classification Using Probabilistic Neural Network. China : Chinese Academy of Science.

Zuhud, E.A.M. 2009. Potensi Hutan Tropika

Indonesia sebagai Penyangga Bahan Obat Alam untuk Kesehatan Bangsa. Jurnal Bahan Alam Indonesia. Vol. VI No. 6, Januari 2009.


(20)

IDENTIFIKASI TUMBUHAN OBAT MENGGUNAKAN FITUR

CITRA MORFOLOGI, TEKSTUR, DAN BENTUK DENGAN

KLASIFIKASI

PROBABILISTIC NEURAL NETWORK

ELVIRA NURFADHILAH

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(21)

ABSTRACT

ELVIRA NURFADHILAH. Identification of Medicinal Plant Using Features of Image Morphology, Shape and Texture by Probabilistic Neural Network Classification. Under supervised by YENI HERDIYENI.

Indonesia has no less than 2039 species of medicinal plants, but only 20-22% was cultivated, while around 78% obtained through direct collection (exploration) of forest. Generally, identification process of medicinal plants has been done manually by the herbarium taxonomist using guidebook of taxonomy/dendrology. It will be a difficult problem to identify directly it in the forest. Leave is usually used for identification because of its effectiveness and efficiency. This research proposed a new system to identify the medicinal plant leaves use Probabilistic Neural Network classification and to determine the character and specific classes of leaves regarding the best features. The method of identification is basic and derivative feature of leaf, Local Binary Patterns Variance, and Fourier Descriptors. After that, the features are classified by probabilistic neural network classifier which is combined Product Decision Rule (PDR). Then, the result will be analyzed based on overall effectiveness in class and image characteristics. The data of experiments consist of thirty species of flora at Biofarmaka Cikabayan and at Greenhouse Center of Ex-situ Conservation of Medicinal Indonesian Tropical Forest Plants, Faculty of Forestry, Bogor Agriculture University. The results without classifier showed that combination might only have a maximum until 63% accuracy, and if the three classifiers were combined with PDR, the accuracy will increase until 74.67%. Shape is feature with higher probability than morphology and texture feature.

Keywords: leaf identification, maximum probability, medicinal plants, probabilistic neural network.


(22)

IDENTIFIKASI TUMBUHAN OBAT MENGGUNAKAN FITUR

CITRA MORFOLOGI, TEKSTUR, DAN BENTUK DENGAN

KLASIFIKASI

PROBABILISTIC NEURAL NETWORK

ELVIRA NURFADHILAH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Komputer pada

Departemen Ilmu Komputer

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(23)

Judul : Identifikasi Tumbuhan Obat Menggunakan Fitur Citra Morfologi, Bentuk, dan Tekstur

dengan Klasifikasi Probabilistic Neural Network

Nama : Elvira Nurfadhilah NIM : G64062120

Menyetujui:

Pembimbing

Dr. Yeni Herdiyeni, S.Si., M.Kom. NIP 19750923 200012 2 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Ilmu Komputer Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Sri Nurdiati, M.Sc. NIP 19601126 198601 200 1


(24)

PRAKATA

Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah menganugerahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Skripsi ini merupakan hasil penelitian penulis selama kurang lebih satu tahun yang bertempat di Departemen Ilmu Komputer.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1 Ibu dan Bapak tercinta dan adik-adik (Vany, Iza) atas perhatian, doa, dan kasih sayangnya,

2 Ibu Dr. Yeni Herdiyeni, S.Si., M.Kom. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan

dan bimbingan dengan sabar kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, Bapak Aziz Kustiyo, S.Si., M.Kom. dan Bapak Musthofa, S.Kom., M.Sc. selaku penguji yang membantu penulis menyempurnakan hasil penelitian ini.

3 Ibu Dr. Irmanida Batubara, S.Si, M.Si. dan Bapak Prof. Dr. Ervizal A.M. Zuhud. M.S. atas bantuannya memfasilitasi penulis untuk memperoleh data citra yang representatif sebagai bahan penelitian ini.

4 Ibu Dr. Ir. Sri Nurdiati, M.Sc. atas segala nasehat dan motivasinya agar penulis bisa

menyelesaikan tugas akhir sebaik-baiknya, serta Bapak Arief Ramadhan S.Kom., M.Kom sebagai pembimbing penulis terdahulu (walaupun penulis tidak jadi dibimbing oleh beliau, banyak ilmu, pengalaman dan nasehat yang bisa penulis ambil), serta kepada semua dosen ilmu komputer yang pernah mengajar, penulis ucapkan terima kasih atas ilmu dan pengalaman yang telah diberikan.

5 Poetri Heriningtias, Nurafifah, Lies Umi Kulsum, Ikrima Nurny Hikmawati, Rahmadi Wisnu, dan

Dimas Perdana CKP dan adik-adik 44 Fany R., Fany V., Dimpy, Windy W., Ella, Iyos, Yoga, dan Kristina sebagai teman satu bimbingan yang selalu memberikan saran, masukan, dan semangat kepada penulis.

6 Dedek Apriyani atas bantuannya selama kuliah dan membantu penulis dalam pengambilan data, Dhiba Umar Ghanies dan Fitri Kemala Sandra sebagai sahabat yang senantiasa menyemangati penulis untuk bisa optimal dalam menyelesaikan penelitian ini, Luqman, Iyos, Ade F., Adit D3 IPB atas bantuannya memperbaiki program penulis hingga program ini bisa cepat selesai, Endah Mulyaningsih, Adhila Adha, Pratiwi Eka Puspita, Wahyu Haryati Maser atas pinjaman kamera digital selama ini, Mba Cici atas kesabaranya membantu memperbaiki paper bahasa Inggris

penulis dan semua teman-teman Ponpes Al-Iffah dan Rumah Qur’an IPB atas kebersamaan yang

menyenangkan.

7 Mba Eli, Wahyu, Yuli, Tiwik, Avi, Uni, Tyas, Rizka dan sahabat humairo tercinta atas

pengingatan, inspirasi, semangat dan keindahan ukhuwah selama ini.

8 Karomatul Aulia, Nur Aziza Azis, Hamidah, Rina Trisminingsih, Siti Muhani dan rekan-rekan ilkomerz 43 atas bantuan, doa, dukungan dan semangat yang selalu diberikan selama kuliah hingga penelitian ini selesai, serta kebersamaan yang diberikan selama 3 tahun ini.

9 Mba Diah, Mba Desie, Kak Eko, dan Kak Dindin yang senantiasa menyemangati penulis untuk memberikan kontribusi terbaik yang bisa penulis berikan. Leli, Noni, Nay, Vida, Anna dan teman KAMMI yang lain atas kerjasama dan ukhuwah yang indah yang penulis rasakan hingga saat ini. 10 Seluruh pihak yang turut membantu dalam penyelesaian penelitian ini baik secara langsung

ataupun tidak.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2011


(25)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Cianjur pada tanggal 22 Maret 1989 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, putri dari pasangan Suwarjo dan Siti Nurwasilah. Tahun 2006, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cianjur.

Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI) pada Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Pada tahun 2009, penulis melaksanakan kegiatan praktik kerja lapangan di Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian Bogor. Pada tahun 2011, penulis berhasil menjadi 50 finalis proposal penelitian terbaik dalam lomba SINNOVA yang diadakan oleh ISTECS Jepang. Semasa mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam organisasi kepemudaan, sebagai Sekretaris di Bidang Politik KAMMI Daerah Bogor. Selain kesibukan akademik, penulis juga mengajar di salah satu Bimbingan Belajar (Bimbel) di Bogor, di Nurul Fikri.


(26)

iv DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR TABEL ... v PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 1 Ruang Lingkup ... 1 TINJAUAN PUSTAKA ... 1 Daun ... 1 Ekstraksi Ciri ... 1 Morfologi Daun ... 2 Local Binary Patterns ... 3 FourierDescriptors ... 4 Probabilistic Neural Network ... 4 Classifier Combination ... 5 METODE PENELITIAN ... 5 Data Citra Daun ... 5 Praproses ... 5 Ekstraksi Ciri ... 6 Pembagian Data Latih dan Data Uji ... 6 Klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network ... 6 Evaluasi Hasil Klasifikasi ... 6 HASIL DAN PEMBAHASAN... 7 Morfologi... 7 Tekstur... 7 Bentuk ... 8 Penggabungan 3 Fitur ... 9 KESIMPULAN DAN SARAN... 11 Kesimpulan ... 11 Saran ... 11 DAFTAR PUSTAKA ... 11 LAMPIRAN ... 11


(27)

v DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Aspect Ratio ... 2 2. Circular neighborhood delapan sampling points. ... 3 3. Contoh operasi pada LBP... 3 4. Beberapa ukuran circular neighborhood ... 4 5. Struktur PNN ... 4 6. Metode penelitian ... 5 7. Alur praproses citra ... 5 8. Citra masukan untuk ekstraksi morfologi, tekstur, dan bentuk ... 6 9. Hasil ekstraksi morfologi ... 7 10.Contoh ilustrasi nilai morfologi ... 7 11.Contoh grafik nilai-nilai descriptors ciri tekstur ... 7 12.Contoh grafik nilai-nilai descriptors ciri bentuk... 7 13.Grafik perbandingan akurasi perkelas untuk fitur morfologi... 8 14.Contoh citra data latih dan data uji kelas 11 ... 8 15.Grafik perbandingan akurasi perkelas untuk fitur tekstur (LBPV (1,8)) ... 8 16.Contoh citra data latih dan data uji kelas 13 ... 8 17.Grafik perbandingan akurasi perkelas untuk fitur bentuk (Fourier). ... 9 18.Contoh citra data latih dan data uji kelas 23 ... 9 19.Grafik akurasi tiap kelas hasil penggabungan tiga fitur menggunakan PDR ... 9 20.Contoh citra data latih dan data uji kelas 16 ... 9 21.Perbandingan akurasi rata-rata fitur morfologi, tekstur, dan bentuk dibandingkan

dengan penggabungan ketiga fiturnya ...10

22.Jumlah citra yang teridentifikasi benar berdasarkan probabilitas maksimum di antara

fitur morfologi, tekstur, dan bentuk ...10

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Contoh fitur yang berpengaruh dalam pengindentifikasian tiap kelas ... 10 2. Contoh besar peluang yang fitur itu teridentifikasi benar (masuk ke kelas target yang

seharusnya) ... 11

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Tiga puluh jenis citra tanaman obat ... 14 2. Confusion Matriks ... 15

3. Fitur yang berpengaruh dalam pengidentifikasian citra uji dilihat dari probabiltas maksimum

setiap fitur ... 19 4. Contoh hasil analisis kelas 4 (Lavender) ... 20


(28)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara

megabiodiversity yang kaya akan tumbuhan

obat yang sangat potensial untuk

dikembangkan. Untuk keanekaragaman

tanaman, Indonesia memiliki lebih dari 38.000 spesies tanaman (Bappenas 2003). Sampai

tahun 2001 Laboratorium Konservasi

Tumbuhan, Fakultas Kehutanan IPB telah mendata dari berbagai laporan penelitian dan literatur tidak kurang dari 2039 spesies tumbuhan obat berasal dari hutan Indonesia (Zuhud 2009).

Menurut hasil penelitian, dari sekian banyak jenis tumbuhan obat baru 20-22% yang

dibudidayakan, sedangkan sekitar 78%

diperoleh melalui pengambilan langsung

(eksplorasi) dari hutan. Potensi tumbuhan obat

di Indonesia, termasuk tumbuhan obat

kehutanan, apabila dikelola dengan baik akan sangat bermanfaat dari segi ekonomi, sosial

budaya maupun lingkungan (Masyhud 2010).

Proses pengidentifikasian tumbuhan obat bisa dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya melalui taksonom, dengan bantuan herbarium, dan text book mengenai taksonomi/ dendrologi. Jika identifikasi tersebut dilakukan langsung di hutan secara manual, dengan membandingkan ciri dari herbarium atau text

book terhadap objek aslinya, memerlukan

waktu yang lama dan cukup merepotkan. Oleh karena itu perlu dibuat suatu sistem yang dapat

mengidentifikasi tumbuhan obat secara

otomatis.

Berdasarkan penelitian yang sudah

dilakukan pada citra daun kelas Dicotyledonae, untuk ekstraksi fitur bentuk menggunakan Fourier (Ramadhani 2009) dan ekstraksi morfologi menggunakan ciri dasar dan turunan morfologi daun (Annisa 2009). Hasil rata-rata presisi yang diperoleh kedua fitur ini adalah 31.75% untuk bentuk dan 27.22% untuk morfologi. Selain itu, telah dilakukan penelitian untuk fitur ekstraksi tekstur menggunakan Local Binay Patterns Variance (LBPV) pada citra pohon tanaman hias (Kulsum 2010) dengan akurasi maksimumnya mencapai 73.33%. Untuk mempermudah proses identifikasi, maka hasil ekstraksi fitur ini kemudian dilakukan proses klasifikasi menggunakan klasifikasi Probabilistic Neural Network (PNN) berdasarkan penelitian Nurafifah (2010).

Pada penelitian ini dilakukan proses identifikasi pada tumbuhan obat menggunakan ketiga fitur ekstraksi citra (morfologi, tekstur, dan bentuk) dan menggunakan PNN sebagai metode klasifikasinya.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah

mengembangkan sistem identifikasi tumbuhan obat dengan menggabungkan ciri morfologi,

tekstur, dan bentuk, kemudian hasilnya

diklasifikasikan menggunakan klasifikasi PNN. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah

identifikasi citra daun tumbuhan obat di kebun Biofarmaka, Cikabayan dan di rumah kaca Pusat Konservasi Ex-situ Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia, Fahutan, IPB.

TINJAUAN PUSTAKA Daun

Daun merupakan bagian atau organ

tumbuhan yang berfungsi membentuk makanan (fotosintesis), respirasi, dan transpirasi. Daun juga menunjukkan pola-pola yang khas dan bernilai penting dalam taksonomi (Anonim

2009). Hickey et. al (1999) telah

mendeskripsikan ciri morfologi daun yang cukup rinci, khususnya untuk morfologi daun kelas Dicotyledonae. Ciri morfologi daun itu antara lain bangun daun (helai daun, ujung daun, dan pangkal daun), tepi daun, tekstur daun, letak kelenjar, tangkai daun, tekstur daun, tepi pertulangan, dan pengelompokan urat daun. Ekstraksi Ciri

Ekstraksi ciri merupakan proses

mendapatkan penciri dari suatu citra. Ciri citra yang didapat digunakan untuk identifikasi suatu citra. Ciri citra yang biasa dipakai dalam image retrieval adalah warna, bentuk, dan tekstur (Rodrigues 2004). Beberapa teknik untuk ekstraksi ciri memerlukan perubahan citra dari citra berwarna ke citra biner, penipisan pola dan sebagainya.

Ciri bentuk merepresentasikan informasi geometris yang tergantung terhadap posisi, orientasi, dan ukuran. Ciri tekstur didefinisikan sebagai pengulangan pola yang ada pada suatu daerah bagian citra. Tekstur dapat juga membedakan permukaan dari beberapa kelas objek (Acharya dan Ray 2005). Ciri morfologi dapat mendeteksi perubahan bentuk dari suatu citra (Tzionas et al. 2005). Proses ekstraksi ciri


(29)

2 morfologi dapat dilakukan dengan pendekatan

ekstraksi ciri dasar dan turunan. Morfologi Daun

Wu et al. (2007) telah mendeskripsikan ekstraksi ciri morfologi. Ciri tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu ciri dasar dan ciri turunan.

Ciri dasar daun di antaranya diameter, panjang fisik, lebar fisik, area, dan perimeter daun. Diameter merupakan titik terjauh di antara dua titik dari batas daun. Panjang fisik merupakan jarak dua titik pangkal daun. Lebar fisik dihitung berdasarkan panjang garis terpanjang yang memotong garis panjang fisik secara ortogonal. Area dihitung berdasarkan jumlah piksel yang berada di dalam tepi daun, sedangkan perimeter merupakan jumlah piksel yang berada pada tepi daun (Annisa 2009).

Dari lima ciri dasar tersebut, didapatkan dua belas ciri morfologi turunan. Nilai ciri turunan dapat dihitung dari rasio di antara ciri dasar daun. Ciri turunan dari morfologi daun di antaranya smooth factor, aspect ratio, form factor, rectangularity, narrow factor, rasio perimeter dan diameter, rasio perimeter dengan panjang dan lebar daun, serta lima ciri urat daun.

Ciri turunan daun ada dua belas yaitu:

1 Smooth factor. Ciri untuk mengukur kehalusan suatu permukaan daun. Semakin halus suatu permukaan daun, maka nilainya semakin mendekati 1. Sebaliknya semakin kasar permukaan daunnya nilainya semakin mendekati 0.

2 Aspect ratio adalah rasio antara physiological length (Lp)dan physiological width (Wp). Persamaannya dapat dilihat pada Persamaan 1 .

Ciri ini untuk memperkirakan bentuk helai daun. Jika benilai kurang dari 1 maka bentuk helai daun tersebut melebar. Jika benilai lebih dari 1 maka bentuk helai daun tersebut memanjang. Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Aspect ratio.

3 Form factor, digunakan untuk mendeskripsikan bentuk dari daun dan mengetahui seberapa bundar bentuk helai daun tersebut. Nilai form factor dapat dilihat pada Persamaan 2.

4 Rectangularity, mendeskripsikan seberapa perseginya permukaan daun. Rumusnya diberikan pada Persamaan 3.

5 Narrow factoradalah rasio antara diameter (D) dan physiological length. Ciri ini untuk menentukan apakah bentuk helai daun tersebut tergolong simetri atau asimetri. Jika helai daun tersebut tergolong simetri maka benilai 1. Jika asimetri maka bernilai lebih dari 1. Nilainya dapat dicari menggunakan Persamaan 4.

6 Perimeter ratio of diameter. Ciri ini untuk mengukur seberapa lonjong daun tersebut.

Persamaannya dapat dilihat pada..

Persamaan5.

7 Perimeter ratio of physiological length and physiological width. Rumusnya diberikan pada Persamaan 6.

8 Vein features. Persamaannya dapat dilihat pada Persamaan 7, 8, 9, 10 dan 11.

a. Rasio antara area helai daun yang telah

dikurangi disk-shaped structuring

element dengan radius satu piksel (Av1) dan area daun awal (A).

b. Rasio antara area helai daun yang telah

dikurangi disk-shaped structuring

element dengan radius dua piksel (Av2) dan area daun awal (A).


(1)

Lampiran 2 Lanjutan B. Tekstur

Target

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

M

as

uka

n

1 4 3 1 2

2 4 1 1 2 2

3 8 1 1

4 3 6 1

5 5 1 1 1 1 1

6 8 2

7 1 8 1

8 8 2 9 10

10 9 1

11 6 1 1 2

12 10

13 2 1 5 1 1

14 2 2 2 1 1 1 1

15 1 2 1 1 1 2 2

16 1 1 3 1 4

17 1 1 1 1 2 4

18 1 1 1 6 1

19 1 2 2 3 1 1

20 1 5 4

21 2 6 1 1

22 1 1 4 2 2

23 1 9

24 1 2 1 1 1 2 1 1

25 4 3 1 2

26 2 1 1 6

27 2 1 1 6

28 1 3 1 5

29 3 3 4


(2)

Lampiran 2 Lanjutan C. Bentuk

Target

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

M

as

uka

n

1 6 3 1

2 7 1 1 1

3 10

4 4 5 1

5 1 3 1 1 2 2

6 10

7 10

8 8 2

9 7 1 2

10 1 9

11 8 1 1

12 1 8 1

13 3 3 1 1 1 1

14 6 2 1 1

15 7 2 1

16 10

17 3 5 2

18 2 2 2 2 1 1

19 1 7 1 1

20 1 1 8

21 1 8 1

22 1 1 1 1 4 1 1

23 1 1 1 3 2 1 1 24 1 2 1 5 1 25 1 1 1 7

26 1 1 1 1 6

27 4 1 4 1

28 1 4 1 1 3

29 1 1 1 1 6


(3)

Lampiran 2 Lanjutan

D. Pengabungan 3 Fitur menggunakan PDR

Target

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

M

as

uka

n

1 7 2 1

2 7 1 1 1

3 9 1

4 4 6

5 1 5 3 1

6 10

7 10

8 10

9 10

10 10

11 8 1 1

12 1 8 1

13 3 4 1 1 1

14 7 1 1 1

15 6 3 1

16 10

17 1 1 1 6 1

18 1 7 1 1

19 1 1 7 1

20 1 7 2

21 1 1 8

22 1 1 1 1 5 1

23 2 7 1

24 1 1 6 1 1

25 1 1 1 7

26 1 9

27 9 1

28 1 4 1 1 3


(4)

Lampiran 3 Fitur yang berpengaruh dalam pengidentifikasian citra uji dilihat dari probabiltas

maksimum setiap fitur.

Kelas (nama)

Teridentifikasi

Bentuk

Tekstur

Morfologi

1 (Pandan)

V (5)

V (2)

X

2 (Jarak Pagar)

V (6)

V (1)

X

3( Dandang Gendis)

V (9)

X

X

4(Lavender)

V (3)

V (2)

V (1)

5 ( Akar Kuning)

V (4)

V (1)

X

6 (Daruju)

V (10)

X

X

7(Pegagan)

V (10)

X

X

8 (Andong)

V (5)

V (5)

X

9(Kemangi)

V (3)

V (7)

X

10(Iler)

V (9)

V (1)

X

11(Jeruk Nipis)

V (8)

X

X

12 (Bidani)

V (7)

V (1)

X

13(Gadung Cina)

13(Gadung Cina)

V (4)

X

X

14 (Tabat Barito)

V (6)

X

V (1)

15 (Nandang

Gendxid Kuning)

V (6)

X

X

16 (Bunga Telang)

V (10)

X

X

17 (Mangkokan)

V (3)

V (2)

V (1)

18(Som Jawa)

18 (Som Jawa)

V (2)

V (5)

X

19( Pungpulutan)

V (7)

X

X

20 (Sosor Bebek)

V (4)

V (1)

X

21(Nanas Kerang)

V (7)

V (1)

X

22 (Seligi)

V (5)

X

X

23 (Remak Daging)

V (1)

V (6)

X

24(Kumis Kucing)

V (6)

X

X

25(Kemuning)

V (7)

X

X

26(Cincau Hitam)

V (7)

V (2)

X

27(Sambang Darah)

V (5)

V (4)

X

28 (Landik)

V (1)

V (2)

X

29 (Jambu Batu)

V (6)

V (2)

X


(5)

Lampiran 4 Contoh hasil analisis kelas 4 (Lavender).

Ci

tr

a

U

ji

K

el

as

H

as

il

Ide

nt

ifi

ka

si

K

el

as

S

eha

rus

ny

a

Gambar

Morfologi

Tekstur

Bentuk

PDR 3 Fitur

Fitur Max

1

4

4

0.46965

0.40572

0.28898

0.00000162

Morfologi

2

1

4

0.2801

0.42843

0.75263

0.0000026

Bentuk

3

4

4

0.070321

0.85519

0.52613

0.0000009

Tekstur

4

4

4

0.23295

0.489

0.99483

0.0000033

Bentuk

5

4

4

0.15968

0.8753

0.50828

0.0000021

Tekstur

6

1

4

0.27578

0.684

0.51701

0.0000028

Tekstur

7

4

4

0.070047

0.26751

0.91407

0.0000005

Bentuk

8

1

4

0.2714

0.32493

0.45439

0.0000011

Bentuk

9

4

4

0.33828

0.31573

0.99277

0.0000031

Bentuk


(6)

Penguji : 1. Aziz Kustiyo, S.Si., M.Kom.

2. Musthofa, S.Kom., M.Sc.