Perilaku Komunitas dalam Mengelola Block Grant Pembangunan Daerah Partisipatif (Kasus Kabupaten Sumbawa Barat Provinsi NTB)

PERILAKU KOMUNITAS DALAM MENGELOLA BLOCK
GRANT PEMBANGUNAN DAERAH PARTISIPATIF
(KASUS KABUPATEN SUMBAWA BARAT PROVINSI NTB)

AGUS PURBATHIN HADI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertas berjudul Perilaku Komunitas
dalam Mengelola Block Grant Pembangunan Daerah Partisipatif (Kasus
Kabupaten Sumbawa Barat Provinsi NTB) adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015
Agus Purbathin Hadi
NIM 361090041

RINGKASAN
AGUS PURBATHIN HADI. Perilaku Komunitas dalam Mengelola Block Grant
Pembangunan Daerah Partisipatif (Kasus Kabupaten Sumbawa Barat Provinsi
NTB). Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, DJOKO SUSANTO dan
NINUK PURNANINGSIH.
Upaya untuk membangun kepercayaan antara pemerintah dengan
masyarakat, antara lain dengan memberikan kepercayaan kepada masyarakat
untuk mengelola sendiri pembangunan di lingkungannya melalui pemberian
Block Grant Pembangunan (BGP). BGP merupakan bentuk inovasi yang sangat
esensial dalam mengembangkan partisipasi dan memberdayakan masyarakat.
Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) adalah daerah yang memiliki inovasi kebijakan
untuk membangun partisipasi dari level komunitas melalui kebijakan
Pembangunan Berbasis Rukun Tetangga (PBRT). Dalam pelaksanaannya, PBRT
memberikan BGP seperti program Bedah Rumah dan stimulan pengembangan

usaha mikro dan kecil melalui pembentukan Koperasi Berbasis Rukun Tetangga
(KBRT).
Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) menganalisis profil program BGP
sebagai suatu inovasi kebijakan pembangunan, (2) menganalisis perilaku
komunitas Rukun Tetangga dalam mengelola BGP dan faktor-faktor saja yang
mempengaruhi perilaku partisipatif tersebut, dan (3) menganalisis keberdayaan
komunitas Rukun Tetangga dalam mengelola BGP
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), Provinsi
Nusa Tenggara Barat. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif
dengan teknik pengumpulan data melalui survei, wawancara mendalam, dan focus
group discussions (FGD).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan PBRT merupakan inovasi
kebijakan pembangunan karena menempatkan Rukun Tetangga sebagai lokus
kegiatan. Dalam PBRT, Rukun Tetangga ditempatkan tidak lagi sebatas untuk
kebutuhan administratif, tetapi sebagai kesatuan komunitas warga yang saling
berinteraksi dan diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam setiap tahapan
pembangunan.
Pada proses komunikasi inovasi terjadi proses membangun jaringan,
pembelajaran sosial, dan negosiasi. Jaringan komunikasi internal telah terbangun
dan berlangsung efektif, namun pembentukan jaringan dengan pihak eksternal di

luar komunitas belum berjalan. Dalam proses komunikasi inovasi PBRT, warga
belajar dari sejumlah informasi yang diperoleh melalui komunikasi dan partisipasi
dalam sistem sosial Rukun Tetangga. Proses belajar terjadi mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan sampai ke monitoring dan evaluasi
program BGP. Negosiasi terjadi dalam internal komunitas Rukun Tetangga dalam
pembagian tugas, peran dan tanggung jawab, namun negosiasi dengan pihak
eksternal di luar komunitas belum berjalan.
Tingkat partisipasi komunitas rukun tetangga dalam mengelola BGP
secara umum tergolong baik, baik pada ranah kognitif (pengetahuan) maupun
afektif (kemauan). Perilaku partisipatif komunitas rukun tetangga menunjukkan
perbedaan antar desa. Desa-desa di luar lingkar tambang Batu Hijau menunjukkan

perilaku partisipatif yang lebih baik dibandingkan dengan desa Sekongkang
Bawah yang termasuk dalam desa lingkar tambang Batu Hijau. Komunitas
masyarakat yang berada di desa-desa persawahan memiliki tingkat partisipasi
yang lebih baik dibandingkan dengan desa-desa nelayan. Komunitas Rukun
Tetangga yang tinggal di wilayah perkotaan menunjukkan tingkat partisipasi
warga tergolong baik.
Perilaku partisipatif warga komunitas Rukun Tetangga yang tergolong
tinggi adalah karena Rukun Tetangga adalah institusi sosial kemasyarakatan yang

terkecil setelah rumah tangga, dimana Rukun Tetangga merupakan wadah
interaksi dan komunikasi warga yang terjadi setiap hari. Tingkat partisipasi yang
berbeda ditunjukkan warga terhadap program-program pembangunan dari luar
komunitas, seperti program-program di tingkat desa dan atau kecamatan. Untuk
program-program BGP dari pemerintah pusat dan BGP dari perusahaan swasta,
partisipasi warga komunitas Rukun Tetangga tergolong rendah.
Peubah-peubah yang berpengaruh nyata terhadap perilaku partisipatif
komunitas Rukun Tetangga adalah motivasi intrisik, motivasi ekstrinsik,
karakteristik sistem sosial, karakteristik program, dan peran fasilitator. Motivasi
yang datang dari dalam diri warga komunitas untuk berpartisipasi dalam
pembangunan di lingkungannya tergolong baik, namun faktor-faktor dari luar diri
warga komunitas tidak cukup kuat memotivasi warga untuk berpartisipasi.
Pengelolaan BGP oleh komunitas dilihat dari aspek perencanaan,
pelaksanaan, pemanfaatan dan pemeliharaan tergolong baik, sedangkan aspek
monitoring dan evaluasi tergolong cukup. Pengelolaan program-program yang
menyangkut hubungan sosial warga komunitas seperti dana stimulus RT dan
program bedah rumah dapat dilaksanakan secara mandiri oleh komunitas.
Sedangkan program yang menyangkut pengembangan ekonomi dan perencanaan
membutuhkan pendampingan bagi komunitas rukun tetangga.
Keberdayaan komunitas Rukun Tetangga dalam mengelola BGP dilihat

dari tiga aspek, yaitu keberdayaan komunitas rukun tetangga dalam penguatan
kelompok dan kepeloporan, keberdayaan komunitas rukun tetangga dalam
penguatan sosial dan ekonomi, dan keberdayaan komunitas rukun tetangga dalam
penguatan demokrasi dan partisipasi tergolong baik. Namun demikian masih
dibutuhkan fasilitasi untuk penguatan ekonomi secara berkelompok. Keberdayaan
komunitas Rukun Tetangga berpengaruh positif dan berpengaruh nyata terhadap
perilaku partisipatif komunitas dalam mengelola BGP. Hal ini memperlihatkan
kuatnya modal sosial (social capital) di komunitas Rukun Tetangga sebagai salah
satu modal penting dalam keberlanjutan pembangunan.
Memperhatikan beberapa pembelajaran dari implementasi pengelolaan BGP
oleh komunitas rukun tetangga, maka implikasi kebijakan yang dapat disarankan
adalah :
1. Apabila tidak memungkinkan untuk memberikan BGP sebagai implikasi
berlakunya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2004 tentang Desa, maka
kebijakan PBRT menekankan agar pemerintah desa tetap menjadikan rukun
tetangga sebagai pelaku dalam pembangunan desa, tetap menempatkan pra
(Musrenbangdes) di tingkat RT sebagai dasar penyusunan Rencana Angaran
Pendapatan dan Belanja Desa (RAPBDes).

2. Menjadikan Rukun Tetangga sebagai unit belajar masyarakat dengan

memfasilitasi sarana dan prasarana belajar, sumber pembelajaran, dan tenaga
fasilitator sesuai kompetensi yang dibutuhkan.
3. Menjadikan Rukun Tetangga sebagai unit pengembangan ekonomi untuk
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan warga komunitas dengan
memberikan fasilitasi dan membuka akses terhadap sumber-sumber
permodalan dan jaringan pemasaran.
4. Menumbuhkan fasilitator-fasilitator lokal yang akan memfasilitasi proses
belajar di komunitas rukun tetangga dengan berbagai kompetensi (seperti
agribisnis, budidaya tanaman, budidaya peternakan, budidaya perikanan,
keuangan mikro, dan sebagainya). Penyiapan fasilitator profesional yang
memiliki kompetensi dapat bekerjasama dengan Perguruan Tinggi setempat
dan LSM lokal, dengan memberikan pendidikan (setara diploma) di Akademi
Komunitas setempat.
5. Langkah-langkah untuk menumbuhkan fasilitator lokal, yang pertama adalah
mengidentifikasi para aktor lokal yang kemudian dilembagakan menjadi kader
pemberdayaan. Berikutnya adalah membangun kesadaran kolektif tentang isuisu yang berkembang di masyarakat, kemudian melakukan pembelajaran,
pengorganisasian, pelatihan dan mentoring sesuai kebutuhan. Terakhir adalah
pelembagaan (institusionalisasi) dalam proses perencanaan desa
(Musrenbangdes).
6. Memperhatikan proses pembelajaran sosial yang terjadi di komunitas Rukun

Tetangga, pendekatan masalah yang selama ini digunakan diubah menjadi
pendekatan apresiatif. Dari proses pembelajaran sosial, warga menemukan
pengalaman-pengalaman positif yang akan menjadi modal penting dalam
pembangunan di lingkungannya dengan mengedepankan potensi yang dimiliki
daripada terus mengharapkan bantuan dari luar komunitas.

Kata kunci: block grant, pembangunan, perilaku partisipatif, komunitas, rukun
tetangga

SUMMARY

AGUS PURBATHIN HADI. Behavior of Community to Manage the
Development Block Grant of Participatory District (Case of Sumbawa Barat
District NTB Province). Supervised by LALA M. KOLOPAKING, DJOKO
SUSANTO and NINUK PURNANINGSIH.
Efforts to build trust between the government and society, among others,
by giving confidence to the people to manage their own development environment
through the provision of development block grant (BGP). BGP is a form of
innovation that is essential in developing and empowering community
participation. KSB is a district that have policy innovation to establish the level of

participation of the community through the Neighborhood-Based Development
policy (PBRT). In the implementation, BGP provide programs PBRT such as
Surgery Home and stimulant development of micro and small enterprises through
the establishment of Neighborhood-Based Cooperative (KBRT).
The objectives of this research are: (1) to analyze the profile of BGP
program as an innovation policy development, (2) analyze the behavior of
neighborhood communities in managing BGP and the factors that influence the
participatory behavior, and (3) Analyze empowerment the neighborhood
community in managing BGP
This study was conducted in West Sumbawa District (KSB), West Nusa
Tenggara Province. Methods of this study used a descriptive approach to the
techniques of data collection through surveys, in-depth interviews, and focus
group discussions (FGD).
The results found that the Neighborhood-Based Development (PBRT)
policy is an innovative development policy because it puts the neighborhood
association as the locus of activity. In PBRT, Neighborhood placed no longer
limited to administrative needs, but as a unified community of people who interact
with each other and are given the opportunity to participate in every stage of
development.
In the communication process of innovation occur process of network

building, social learning, and negotiation. Internal communication network is
established and is effective, but the formation of networks with external parties
outside the community is not running. In the communication process of PBRT
innovation, residents learned of a number of information obtained through
communication and participation in the social system of neighborhood association.
Learning occurs from planning, implementation, utilization up to the BGP
monitoring and evaluation program. Negotiations occur in the Neighborhood
Community in internal division of tasks, roles and responsibilities, but
negotiations with external parties outside the community is not running.
The level of community participation in managing BGP neighborhoods
generally quite good, both in the cognitive (knowledge) and affective (volition).
Participatory behavior of neighborhood communities showed differences between
villages. Villages outside the circumference of the Batu Hijau mine showed better
participatory behavior compared to the Lower Sekongkang village belonging to
the villages around the Batu Hijau mine. Community of people who are in the

villages of rice fields have a better participation rate compared with fishing
villages. The neighborhood community who live in urban areas showed relatively
good level of citizen participation.
Participatory behavior of residents of the neighborhood community that is

high is because the neighborhood is the smallest social institution after the
household, where the neighborhood is a place of interaction and communication
that occur every day citizens. Different levels of participation of citizens
demonstrated against development programs outside the community, such as
programs at the village or district. For programs from the central government and
the BGP BGP from private companies, the participation of community residents
of the neighborhood is low.
Variables that significantly affect the neighborhood community
participatory behavior is intrinsic motivation, extrinsic motivation, social system
characteristics, program characteristics, and the role of facilitator. Motivation that
comes from within the community residents to participate in the development
environment is quite good, but factors outside themselves members of the
community are not strong enough to motivate people to participate.
BGP management by communities from the aspects of planning, implementation,
use and maintenance is relatively good, while aspects of monitoring and
evaluation is quite. Management programs related to social relationships as a
community of citizens and the RT stimulus funding house renovation program can
be carried out independently by the community. While programs related to
economic development and community planning need assistance for the
neighborhood.

Empowerment of neighborhood communities in managing BGP viewed
from three aspects, namely the empowerment of neighborhood communities in
strengthening and pioneering groups, the neighborhood community empowerment
in social and economic strengthening and empowerment of neighborhood
communities in strengthening democracy and participation is fair. However, still
needed to facilitate economic empowerment in groups. Community empowerment
and the positive effect of neighborhood real impact on community participatory
behavior in managing BGP. This shows a strengthening of social capital (social
capital) in the neighborhood community as one of the important capital in
sustainable development.
Noting some of the lessons learned from the implementation of BGP
management by the neighborhood community, the policy implications that can be
suggested are:
1. If it is not possible to provide BGP as the implications of the entry into force
of Law No. 6 of 2004 on the village, the policy emphasizes that the
government PBRT villagers still make the neighborhood as actors in rural
development, pre (Musrenbangdes) stays put at the neighborhood level as a
basis for the drafting of the budgets income and Expenditure Village
(RAPBDes).
2. Making neighborhoods as units of learning communities by facilitating
learning infrastructure, learning resources, and facilitators appropriate
competencies required.

3. Making the neighborhood as a unit of economic development to improve the
income and welfare of community residents by providing facilitation and
access to capital resources and network marketing.
4. Growing local facilitators who will facilitate the process of learning in
community neighborhoods with various competencies (such as agribusiness,
crop cultivation, livestock farming, aquaculture, micro finance, and so on).
Preparation of a professional facilitator who has the competence to cooperate
with local universities and local NGOs, by providing education (diploma
equivalent) at the local Community College.
5. Measures to foster local facilitators, the first is to identify local actors who
later became institutionalized cadre empowerment. Next is to build a
collective awareness about issues in society, then do the learning, organizing,
training and mentoring as needed. Last is the institutionalization
(institutionalization) in the village planning process (Musrenbangdes).
6. Taking into account the social learning processes that occur in the
Neighborhood community, approach to the problem which has been used is
converted to an appreciative approach. From a social learning process, citizens
find the positive experiences that will be of capital importance in the
development environment by promoting its potential rather than continue to
expect help from outside the community.

Keywords: block grant, development, participatory behavior, community,
neighborhood

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERILAKU KOMUNITAS DALAM MENGELOLA BLOCK
GRANT PEMBANGUNAN DAERAH PARTISIPATIF
(KASUS KABUPATEN SUMBAWA BARAT PROVINSI NTB)

AGUS PURBATHIN HADI

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji pada Ujian Tertutup

Penguji pada Ujian Terbuka

: Dr Djuara P Lubis
(Staf Pengajar Fakultas
Institut Pertanian Bogor)

Ekologi

Manusia

Dr Saharuddin, MSi
(Staf Pengajar Fakultas
Institut Pertanian Bogor)

Ekologi

Manusia

: Dr Ir H Amry Rakhman, MSi
(Kepala Bappeda Kabupaten Sumbawa Barat)
Dr Saharuddin, MSi
(Staf Pengajar Fakultas
Institut Pertanian Bogor)

Ekologi

Manusia

Judul Disertasi

: Perilaku Komunitas dalam Mengelola Block Grant
Pembangunan Daerah Partisipatif (Kasus Kabupaten
Sumbawa Barat Provinsi NTB)

Nama

: Agus Purbathin Hadi

NIM

: I361090041

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Lala M. Kolopaking, MS
Ketua

Prof (R) Dr Djoko Susanto, SKM, APU
Anggota

Dr Ir Ninuk Purnaningsih, MSi
Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Penyuluhan
Pembangunan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Sumardjo, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 29 Agustus 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga disertasi yang berjudul: Perilaku Komunitas dalam Mengelola
Block Grant Pembangunan Daerah Partisipatif (Kasus Kabupaten Sumbawa Barat
Provinsi NTB) ini berhasil diselesaikan.
Karya ilmiah ini dapat terselesaikan atas bantuan banyak pihak. Untuk itu,
penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr Ir Lala M Kolopaking, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing, serta Prof
(R) Djoko Susanto, SKM, APU., dan Dr. Ninuk Purnaningsih, M.Si selaku
Anggota Komisi Pembimbing. Terima kasih atas bimbingan yang diberikan
dengan penuh kesabaran, mulai dari penyusunan Rencana Penelitian,
pelaksanaan penelitian, sampai dengan terselesaikannya disertasi ini.
2. Dr Djuara P Lubis dan Dr. Saharuddin, M.Si selaku penguji ujian tertutup. Dr
Ir H Amry Rakhman, M.Si (Kepala Bappeda Kabupaten Sumbawa Barat) dan
Dr Saharuddin, M.Si selaku penguji pada ujian terbuka. Prof Dr Sumardjo,
MS dan Dr Pudji Muljono, M.Si selaku penguji pada sidang komisi yang
diperluas. Terima kasih atas masukan dan saran untuk penyempurnaan
disertasi ini.
3. Prof Dr Sumardjo, MS dan Dr Anna Fatchiya, M.Si selaku Ketua dan Wakil
Ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan, serta mbak Desiar
Ismoyowati staf administrasi PS PPN. Juga kepada Prof. Dr. Ahmad Sulaiman
dan Dr Titik Sumarti, Wakil Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB. Terima
kasih atas dorongan semangat dan pelayanan administrasi akademik yang
sangat baik.
4. Tim enumerator, Kepala Dinas/Instansi terkait, Koordiantor Kabupaten
PNPM-P, PNPM-GSC, dan PNPM PISEW, staf Community Development PT
Newmont Nusa Tenggara, dan responden penelitian di Kabupaten Sumbawa
Barat. Terima kasih atas dukungan data dan informasi yang terkait dengan
penelitian ini. Secara khusus terima kasih kepada Muhammad Nursan, S.P.,
M.Si yang telah membantu peneliti mulai dari pengumpulan data, pengolahan
dan analisis data, sampai menyunting naskah terakhir.
5. Sahabat-sahabat di KSB : Dr H Ir Amry Rakhman, M.Si, Ir Bambang
Supriadi, Ir. Abdul Muis, MM., Ir Muhadi, Ir Alimin dan Ir Fatmawati, M.Si,
atas bantuan logistik dan akomodasi selama melakukan penelitian di lapangan.
6. Sahabat-sahabat di Program Doktor PPN IPB Angkatan 2009 : Dr Sumarlan,
Dr Helda Ibrahim, Dr Inta PN Damanik, Dr Faizal Maad, Dr Ayat Taufik
Arevin, dan Nelvariani Hanafi, M.Si, atas diskusi, masukan dan kebersamaan
dalam menempuh pendidikan di PS PPN IPB.
7. Terima kasih disampaikan pula kepada para pihak yang telah membantu
penyelesaian karya ilmiah ini, mulai dari penyusunan proposal, pengumpulan
data di lapanggan, penulisan disertasi, sampai tahapan ujian akhir.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2015
Agus Purbathin Hadi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

x

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Kerangka Pemikiran
Kebaruan (Novelty) Penelitian
Sistematika Penulisan

1
3
4
4
4
5
10
11

2 PROGRAM BLOCK GRANT PEMBANGUNAN DAERAH SEBAGAI
INOVASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI KABUPATEN SUMBAWA
BARAT
12
Pendahuluan
12
Tinjauan Pustaka
14
Metode Penelitian
22
Hasil dan Pembahasan
23
Simpulan
32
3 PERILAKU KOMUNITAS RUKUN TETANGGA DALAM MENGELOLA
BLOCK GRANT PEMBANGUNAN DAERAH PARTISIPATIF
33
Pendahuluan
33
Tinjauan Pustaka
35
Metode Penelitian
42
Hasil dan Pembahasan
51
Simpulan
61
4

KEBERDAYAAN KOMUNITAS RUKUN TETANGGA DALAM
MENGELOLA BLOCK GRANT PEMBANGUNAN DAERAH
PARTISIPATIF
Pendahuluan
Tinjauan Pustaka
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

62
62
63
70
72
82

5 PEMBAHASAN UMUM

82

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

87
87
89

DAFTAR PUSTAKA

91

LAMPIRAN

97

DAFTAR TABEL
1.1
1.2
1.3
2.1

2.2
2.3
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
3.7
3.8
3.9
3.10
3.11
3.12
3.13
3.15
3.16
3.17
4.1
4.2

Karakteristik program block grant yang memberdayakan
masyarakat
Perilaku partisipatif masyarakat yang diharapkan dalam
pengelolaan block grant pembangunan
Keberdayaan masyarakat yang diharapkan dari pengelolaan block
grant pembangunan
Luas wilayah, jumlah penduduk, kepadatan dan jumlah
rumahtangga berdasarkan sensus penduduk 2010 menurut
kecamatan di Kabupaten Sumbawa Barat
Pengelolaan block grant pembangunan di Kabupaten Sumbawa
Barat
Penilaian warga komunitas terhadap inovasi PBRT
Kecamatan, desa, dan RT lokasi penelitian serta jumlah
responden di Kabupaten Sumbawa Barat tahun 2012
Definisi operasional, parameter dan pengukuran peubah
karakteristik individu
Definisi operasional, parameter dan pengukuran peubah
karakteristik sistem sosial
Definisi operasional, parameter dan pengukuran peubah
karakteristik program block grant pembangunan
Definisi operasional, parameter dan pengukuran peubah peran dan
keterampilan fasilitator program block grant pembangunan
Definisi operasional, parameter dan pengukuran peubah perilaku
partisipatif
Definisi operasional, parameter dan pengukuran peubah
keberdayaan masyarakat
Karakteristik responden penelitian
Sebaran persepsi warga komunitas tentang perilaku partisipatif
komunitas rukun tetangga berdasarkan desa
Sebaran persepsi warga komunitas tentang perilaku partisipatif
komunitas rukun tetangg berdasarkan aspek kognitif dan afektif
Sebaran block grant pembangunan berdasarkan desa di Kabupaten
Sumbawa Barat
Sebaran pengetahuan dan keterlibatan komunitas rukun tetangga
dalam program BGP
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku partisipatif komunitas
rukun tetangga dalam mengelola BGP
Sebaran penilaian warga komunitas rukun tetangga tentang
karakteristik sistem sosial komunitas rukun tetangga
Sebaran penilaian warga komunitas rukun tetangga tentang
karakterisik program BGP
Sebaran penilaian warga komunitas rukun tetangga tentang peran
dan keterampilan fasilitator
Tahapan tentang tingkat keberdayaan masyarakat
Kecamatan, desa, dan RT lokasi penelitian serta jumlah

6
8
10
24

26
31
44
45
47
48
49
49
50
51
52
54
55
55
56
58
59
60
68
71

4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
4.8

responden di Kabupaten Sumbawa Barat tahun 2012
Sebaran penilaian komunitas rukun tetangga berdasarkan
pengelolaan BGP
Sebaran penilaian komunitas rukun tetangga tentang kemampuan
mengelola BGP berdasarkan desa
Sebaran keberdayaan komunitas rukun tetangga dalam
penguatan kelompok dan kepeloporan
Sebaran keberdayaan komunitas rukun tetangga dalam penguatan
sosial dan ekonomi
Sebaran
keberdayaan komunitas
rukun tetangga dalam
penguatan demokrasi dan partisipasi
Hubungan antara keberdayaan terhadap perilaku partisipatif

72
73
77
79
80
81

DAFTAR GAMBAR
1.1
2.1
4.1

Kerangka pemikiran dan hubungan antar peubah penelitian
Peta wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Kabupaten
Sumbawa Barat
Paradigma pendekatan community participation model

5
23
64

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Siklus Block Grant PNPM Perdesaan
Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 27 Tahun
2008 Tentang Pembangunan Berbasis RT (PBRT)

97
98

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) pada hakekatnya merupakan
upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan memberdayakan masyarakat.
Peningkatan kesejahteraan masyarakat dilakukan dengan mengurangi jenjang
birokrasi sehingga pemerintah daerah dapat memberikan pelayanan publik yang
lebih dekat, cepat dan tepat sasaran kepada masyarakat. Sedangkan pemberdayaan
masyarakat dilakukan dengan memberikan kesempatan yang lebih besar kepada
semua lapisan masyarakat untuk berpartisipasi dalam setiap tahapan proses
pembangunan.
Adanya harapan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan dan keberdayaan
merupakan pendorong masyarakat di wilayah bagian barat dan selatan Pulau
Sumbawa untuk membentuk Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) sebagai daerah
kabupaten otonom yang terpisah dari Kabupaten Sumbawa di Provinsi Nusa
Tenggara Barat. Sebagai wilayah penghasil bahan tambang emas dan tembaga
terbesar kedua di Indonesia, masyarakat KSB mengharapkan mendapatkan nilai
tambah dari pertambangan terhadap peningkatan kesejahteraan mereka. Dukungan
untuk membentuk DOB datang dari semua lapisan masyarakat, baik dalam bentuk
pemikiran maupun aksi sosial politik, sehingga pada tanggal 18 Desember 2003
ditetapkan terbentuknya Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) berdasarkan Undangundang Nomor 30 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Sumbawa Barat.
Dukungan masyarakat terhadap pembentukan KSB sebagai daerah otonom
baru perlu dikuatkan dengan membangun saling percaya (trust) antara pemerintah
dan masyarakat, serta antar anggota masyarakat sendiri, sebagai suatu komponen
penting dalam pembentukan modal sosial. Fukuyama (2002) menyatakan bahwa
trust berfungsi sebagai pelumas yang membuat kelompok organisasi masyarakat
dapat berjalan secara lebih efektif. Kepercayaan sosial adalah aset yang berharga
yang berfungsi sebagai perekat bahkan merupakan prasyarat untuk mencapai civil
society yang demokratis.
Upaya untuk membangun kepercayaan antara pemerintah dengan
masyarakat, antara lain dengan memberikan kepercayaan kepada masyarakat
untuk mengelola sendiri pembangunan di lingkungannya melalui pemberian
block grant pembangunan (BGP). Pemberian BGP merupakan bentuk inovasi
yang sangat esensial dalam mengembangkan partisipasi dan memberdayakan
masyarakat. Inovasi kebijakan pemerintah KSB adalah dengan membangun
partisipasi dari level komunitas melalui kebijakan Pembangunan Berbasis Rukun
Tetangga (PBRT). Dasar hukum Kebijakan PBRT adalah Peraturan Daerah
Nomor 27 Tahun 2008 yang menegaskan bahwa PBRT adalah upaya untuk
menumbuhkembangkan partisipasi seluruh komponen masyarakat dalam
perencanaan,
pelaksanaan
dan
evaluasi
pembangunan.
Dalam
pelaksanaannya, PBRT memberikan BGP seperti program Bedah Rumah dan
stimulan pengembangan usaha mikro dan kecil melalui pembentukan Koperasi
Berbasis Rukun Tetangga (KBRT).
Program BGP pemerintah KSB ini melengkapi program-program BGP
dari pemerintah pusat di bawah payung Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri), Selain dari pemerintah, sebagai daerah

2
pertambangan emas dan tembaga terbesar kedua di Indonesia, hibah juga
diberikan oleh perusahaan pertambangan sebagai bentuk tanggungjawab sosial
perusahaan (CSR).
Berbagai penelitian melaporkan keberhasilan pengelolaan block grant
yang dilakukan secara partisipatif, sementara penelitian lainnya melaporkan
kegagalan implementasi partsipasi karena kesalahan pendekatan pelaku dan
pendamping program. Hadi dan Hadi (2009) melaporkan rekayasa kelembagaan
dan komunikasi untuk meningkatkan partisipasi petani dalam membangun
infrastruktur pertanian melalui Program Peningkatan Petani melalui Inovasi
(P4MI) di Kabupaten Lombok Timur berhasil karena pelaksanaan proses
pemberdayaan dilakukan secara partisipatif dimana koordinasi dan kerjasama antar
pelaku membantu proses konvergensi dan divergensi sumberdaya bagi proses
pembangunan pedesaan.
Sementara hasil penelitian Hikmat (2006) menemukan bahwa implementasi
program-program pemerintah yang mengatasnamakan pemberdayaan masyarakat
pada era otonomi daerah, ternyata masih merupakan adopsi dari struktur dan
mekanisme program pusat pada era sebelumnya. Pelaksanaan program
menjangkau pelayanan yang terbatas, masih kuat didasarkan pada petunjuk
pelaksanaan/petunjuk teknis yang kaku, kurang memberikan kesempatan kepada
masyarakat untuk terlibat dalam proses perencanaan dan evaluasi, setiap tahapan
kegiatan didominasi oleh peran petugas pemerintah, serta orientasi keberhasilan
program masih terbatas pada pencapaian target fisik/administratif.
Dari sudut pandang Ilmu Penyuluhan Pembangunan memberdayakan dan
memandirikan komunitas merupakan peranan dari penyuluhan. Pelaku
penyuluhan bertugas untuk membantu para petani dan warga pedesaan
mengorganisasikan diri dan bertangung-jawab dalam (pemberdayaan)
pertumbuhan dan perkembangan mereka sendiri (Slamet 2003). Peranan
Penyuluhan Pembangunan dalam pemberdayaan adalah membantu komunitas
untuk membangun, mengembangkan dan meningkatkan kekuasaan melalui proses
pembelajaran. Kekuasaan tersebut digali dari energi tersembunyi yang ada dalam
komunitas itu sendiri untuk membangun kegiatan bersama melalui kemitraan,
pembagian peran dan bekerjasama untuk kepentingan bersama (Chamala dan
Shingi 1997).
Namun demikian, paradigma lama penyuluhan pembangunan yang lebih
mengedepankan proses transfer teknologi untuk mengejar target produksi (Pretty
1995) menyebabkan terjadinya deligitimasi terhadap peran penyuluhan dalam
pemberdayaan. Leeuwis (2004) mengemukakan manusia merupakan sentral dari
penyuluhan. Karenanya, pendekatan penyuluhan yang berfokus pada pendekatan
linier yang mengutamakan tujuan, menjejali partisipan penyuluhan dengan
inovasi-teknologi yang belum tentu diperlukan, pendekatan koersif dan
sebagainya perlu direkonstruksi. Artinya penyuluhan lebih kepada upaya
partisipatif melalui komunikasi inovasi yang dikembangkan sesuai dengan kondisi
masyarakat.
Proses perubahan manusia melibatkan banyak usaha dan tenaga, dimana
upaya pembelajaran melalui penyuluhan merupakan salah satu faktor yang dapat
memainkan peranan penting dalam menimbulkan perubahan manusia tersebut.
Apabila inovasi kebijakan BGP dilaksanakan sesuai dengan paradigma baru
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat seperti dikemukakan Chambers

3
(1985) yaitu menempatkan masyarakat sebagai pelaku, dilaksanakan secara
partisipatif, dan memberdayakan masyarakat, maka pembangunan yang
berkelanjutan akan dapat tercapai. Keberlanjutan masih menjadi masalah pada
saat pengakhiran program-program pemberdayaan masyarakat di Indonesia.
Strategi pengakhiran suatu program (Rogers dan Macias 2004) bertujuan untuk
memastikan keberlanjutan dampak dan kegiatan setelah program berakhir.
Menurut Fillaili et al. (2007), program-program penanggulangan kemiskinan di
Indonesia pada umumnya tidak secara jelas memiliki komponen kegiatan strategi
pengakhiran program di dalam perencanaan programnya.

Perumusan Masalah
Program BGP di KSB dilihat dari sumber pendanaannya berasal dari
pemerintah pusat, pemerintah daerah dan perusahaan swasta, sehingga meskipun
memiliki sasaran penerima program yang sama yaitu masyarakat, namun terdapat
perbedaan karakteristik antar program BGP. Disamping itu, dalam
pelaksanaannya program BGP akan melibatkan banyak pemangku kepentingan
selain komunitas sebagai sasaran program. Permasalahan pertama dalam
penelitian ini adalah bagaimana profil program BGP sebagai suatu inovasi
kebijakan dan bagaimana persepsi pemangku kepentingan terhadap pengelolaan
BGP ?
Pemberian BGP mensyaratkan adanya partisipasi masyarakat penerima
manfaat, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan pemeliharaan
hasil program, dimana masyarakat ditempatkan pada posisi strategis yang
menentukan keberhasilan program pembangunan. Permasalahan kedua dalam
penelitian ini adalah bagaimana perilaku partisipatif (pengetahuan dan sikap
mental) masyarakat dalam pengelolaan BGP dan faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi perilaku partisipatif tersebut ?
Suatu program pemberdayaan masyarakat baru dapat dikatakan berhasil
apabila program tersebut mampu meningkatkan pendapatan, kesejahteraan, dan
keberdayaan masyarakat sasaran. Selanjutnya program tersebut juga dapat
diterima dengan baik oleh masyarakat, dan mampu menginternalisasi perilaku
partisipatif di kalangan masyarakat sasarannya, yang tercermin dengan adanya
upaya-upaya yang mengarah pada keberlanjutan pasca intervensi program.
Permasalahan ketiga adalah apakah program-program BGP tersebut mampu
memberdayakan dalam arti mengembangkan kemandirian masyarakat ?
Dari uraian di atas, pertanyaan penelitian yang akan dijawab dalam
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana keragaan program BGP sebagai suatu inovasi kebijakan
pembangunan ?
2. Bagaimana perilaku komunitas rukun tetangga dalam mengelola BGP dan
faktor-faktor saja yang mempengaruhi perilaku komunitas tersebut ?
3. Bagaimana keberdayaan komunitas rukun tetangga dalam mengelola BGP ?

4
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis keragaan program BGP sebagai suatu inovasi kebijakan
pembangunan
2. Menganalisis perilaku komunitas rukun tetangga dalam mengelola BGP dan
faktor-faktor saja yang mempengaruhi perilaku komunitas tersebut
3. Menganalisis keberdayaan komunitas rukun tetangga dalam mengelola BGP

Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat yang cukup mendasar dalam
perkembangan pengetahuan yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat dan
paradigma pembangunan partisipatif. Secara rinci, manfaat penelitian ini adalah :
1. Merupakan upaya pencarian kebenaran ilmiah melalui analisis empirik dan
teoritik tentang inovasi kebijakan pembangunan dalam bentuk pendekatan
pembangunan partisipatif dan pemberdayaan masyarakat melalui block grant
pembangunan.
2. Temuan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sumber informasi bagi
peneliti atau pihak lain yang berminat dalam kajian partisipasi dan
pengembangan masyarakat dalam rangka meningkatkan keberdayaan
masyarakat dan transformasi perilaku masyarakat ke arah yang lebih baik.
3. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menyusun dan
mengimplementasikan kebijakan pembangunan masyarakat partisipatif yang
beriorientasi peningkatan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini termasuk ke dalam ruang lingkup penelitian perilaku
(behavioral research) di bidang penyuluhan pembangunan dengan fokus
mengkaji apakah kebijakan dan pengelolaan block grant pembangunan, dapat
menginternalisasi perilaku partisipatif dan memberdayakan komunitas sehingga
komunitas dapat mengelola program tersebut secara mandiri dan berkelanjutan.
Dalam proses tersebut terjadi proses pembelajaran diantara warga komunitas
dalam mengelola BGP, sehingga ke depan komunitas Rukun Tetangga dapat
menjadi unit belajar untuk mengembangkan partisipasi, demokratisasi, kepedulian
sosial, dan pemberdayaan ekonomi.
Berbagai teori seperti teori perilaku, teori pendidikan orang dewasa, konsep
penyuluhan pembangunan, konsep pemberdayaan dan konsep partisipasi, akan
digunakan untuk menganalisis fenomena perilaku partisipatif dan keberdayaan
masyarakat secara deduktif. Sedangkan secara induktif, data empirik yang
ditemukan di lapangan akan diuji dengan analisis statistik kuantitatif dan deskripsi
kualitatif.

5
Kerangka Pemikiran
Penelitian ini difokuskan pada tiga masalah, yaitu block grant pembangunan
sebagai inovasi kebijakan pembangunan, perilaku partisipatif komunitas rukun
tetangga dalam mengelola BGP, dan keberdayaan komunitas dalam mengelola
BGP.
Untuk menjawab permasalahan penelitian, diajukan peubah-peubah bebas
dan peubah-peubah terikat yang sesuai dengan permasalahan dan tujuan
penelitian. Dua peubah terikat dalam penelitian ini adalah : (1) peubah perilaku
partisipatif dan (2) peubah tingkat keberdayaan masyarakat. Peubah-peubah bebas
terdiri dari : (1) peubah-peubah karakteristik program BGP sebagai inovasi
kebijakan, (2) peubah karakteristik individu anggota komunitas, (3) peubah
karakteristik sistem sosial, (4) peubah peran dan keterampilan fasilitator, dan (5)
peubah pengelolaan block grant pembangunan oleh komunitas. Hubungan antar
peubah dalam penelitian ini adalah seperti digambarkan pada Gambar 1.1.

INOVASI KEBIJAKAN
BLOCK GRANT
PEMBANGUNAN

PEMANGKU
KEPENTINGAN

PENGELOLAAN
BGP OLEH KOMUNITAS

Karakteristik Individu
(X1)
Karakteristik Sistem
Sosial (X2)
Karakteristik Program
(X3)

PERILAKU
PARTISIPATIF
(Y1)

KEBERDAYAAN
(Y2)

Peran & Keterampilan
Fasilitator (X4)

Gambar 1.1 Kerangka pemikiran dan hubungan antar peubah penelitian

Inovasi
Kebijakan
Block
Grant
Pembangunan.
Dengan
diberlakukannya desentralisasi pembangunan dan otonomi daerah memberikan
peluang bagi Pemerintah Daerah untuk mengembangkan inovasi kebijakan
pembangunan yang pro rakyat, terutama masyarakat miskin. Kebijakan pemberian
block grants pembangunan untuk dikelola langsung oleh masyarakat, merupakan
suatu inovasi kebijakan yang partisipatif, baik bagi Pemerintah Daerah selaku

6
pembuat dan pelaksana kebijakan, maupun bagi masyarakat sasaran itu sendiri.
Inovasi kebijakan block grant dari Pemerintah KSB melalui PBRT, disamping
mengedepankan filosofi ”memberi kail” atau menolong masyarakat agar dapat
menolong dirinya sendiri, juga mengedepankan kearifan lokal ”basiru” sebagai
bentuk solidaritas sosial masyarakat Sumbawa Barat. Kebijakan block grant juga
dilandasi filosofi ”amanah” untuk membangun saling percaya antara pemerintah
dan masyarakat, dan antar masyarakat.
Untuk membangun saling percaya (trust) antara pemerintah dengan
masyarakat, dan antar anggota masyarakat, maka dibutuhkan adanya persepsi
yang sama tentang filosofi kebijakan block grant pembangunan ini. Persepsi yang
terbangun akan menentukan keputusan untuk berpartisipasi dan cara bertindak
dalam pengelolaan block grant oleh masyarakat maupun aparatur. Difusi inovasi
kebijakan partisipatif selama ini hanya dilakukan pada unit adopsi masyarakat
sasaran, namun seringkali melupakan unit adopsi aparatur pemerintah yang akan
menjadi pelaksana kebijakan tersebut, padahal untuk melakukan perubahan
perilaku secara mendasar dibutuhkan perubahan birokrasi yang biasa bekerja
secara hirarkis menjadi birokrasi yang responsif terhadap rakyat.

Tabel 1.1 Karakteristik program block grant yang memberdayakan masyarakat
Karakteristik
Komunikasi
Inovasi






Kriteria Program Memberdayakan
Berlangsung dalam komunikasi dialogis dua arah
Menjangkau semua lapisan masyarakat sasaran
Menjangkau para pihak yang terlibat
Berlangsung secara berkesinambungan

Orientasi Program





Berorientasi pada proses dan tujuan
Mengutamakan penggunaan sumberdaya lokal
Memperhatikan keberlanjutan program

Muatan (Isi/
Materi) Program




Program dirancang mengakomodasi kebutuhan masyarakat
Kegiatan dalam bentuk penguatan kapasitas masyarakat

Proses







Berpusat pada individu, kelompok dan masyarakat sasaran
Pemerintah hanya sebagai fasilitator
Melibatkan berbagai stakeholders
Dilakukan bersama-sama sesuai kebutuhan masyarakat
Menggunakan berbagai pendekatan

Peran dan
keterampilan
Fasilitator





Fasilitator berperan dan terampil memfasilitasi
Fasilitator berperan dan terampil mendidik
Fasilitator berperan dan terampil sebagai refresentasi
komunitas
Fasilitator memiliki kemampuan teknis



7
Komunikasi inovasi menjadi hal penting dalam desiminasi dan
implementasi kebijakan dan program pembangunan. Pada masa sebelumnya,
komunikasi inovasi biasa dalam bentuk sosialisasi terbatas bagi para elit yang
dianggap menjadi representasi perwakilan masyarakat. Sosialisasi ini biasanya
dilakukan sebelum implementasi kebijakan dalam bentuk penjelasan paket
program yang harus dilaksanakan masyarakat, komunikasi berlangsung satu arah
dan seringkali tidak memberikan ruang untuk dialog dengan para pihak.
Komunikasi inovasi yang berorientasi pada masyarakat sasaran seharusnya
berlangsung dalam komunikasi dialogis dua arah, menjangkau semua lapisan
masyarakat sasaran dan para pihak yang terlibat, dan berlangsung terus-menerus
paling tidak selama berlangsungnya proses pemberdayaan.
Sebagai suatu program pemberdayaan masyarakat, program block grant
pembangunan hendaknya menempatkan masyarakat sebagai pelaku, dilaksanakan
secara partisipatif, memberdayakan, dan memperhatikan keberkelanjutan pasca
intervensi program. Karakteristik program pemberdayaan masyarakat yang baik
dapat dilihat dari orientasi program, muatan (isi) program, dan proses yang
dilakukan, serta peran dan keterampilan fasilitator.
Orientasi program pemberdayaan bukan semata-mata untuk mencapai
tujuan, namun juga harus berorientasi pada proses yang dilakukan, mengutamakan
penggunaan sumberdaya lokal, dan memperhatikan keberlanjutan program.
Muatan (isi/materi) program hendaknya dirancang Program dirancang
mengakomodasi kebutuhan masyarakat, dan kegiatannya dalam bentuk penguatan
kapasitas masyarakat, dan bukan sekedar memberikan bantuan kepada
masyarakat. Proses pemberdayaan yang dilakukan hendaknya berpusat pada
individu, kelompok dan masyarakat sasaran, dan pihak pemerintah hanya sebagai
fasilitator, melibatkan berbagai stakeholders, dilakukan bersama-sama sesuai
kebutuhan masyarakat, dan menggunakan berbagai pendekatan sesuai kebutuhan
dan tingkat perkembangan masyarakat.
Selain memberikan dana yang bersifat stimulan, pengelola program block
grant pembangunan juga memberikan fasilitasi dan pendampingan kepada
masyarakat penerima untuk mengembangkan kapasitas masyarakat agar mampu
mencapai kesejahteraan secara mandiri. Ife (2005) menggolongkan berbagai peran
dan keterampilan fasilitator ke dalam empat kelompok, yaitu peran dan
keterampilan memfasilitasi, peran dan keterampilan mendidik, peran dan
keterampilan merepresentasi, dan peran dan keterampilan teknis.
Peranan dan keterampilan memfasilitasi merupakan kompetensi utama
seorang fasilitator dalam menstimulasi proses pengembangan masyarakat.
Peranan dan keterampilan mendidik sangat penting dimiliki fasilitator dalam
merangsang dan mendukung berbagai proses pengembangan masyarakat. Peranan
dan keterampilan representasi adalah kemampuan seorang fasilitator dalam
berinteraksi dengan pihak luar demi kepentingan masyarakat. Kemudian tidak
kalah pentingnya adalah peranan dan keterampilan teknis seorang fasilitator yang
melibatkan aplikasi berbagai keterampilan teknis untuk membantu proses
pengembangan masyarakat.
Perilaku Partisipatif. Partisipasi diharapkan bisa mendorong proses
menjadi manusia yang berkesadaran tentang mengapa dirinya penting dalam
membangun peradaban manusia, bukan hanya memikirkan kepentingan diri
sendiri. Partisipasi harus membantu masyarakat memahami dirinya dalam sebuah

8
tatanan kehidupan bersama. Partisipasi yang seharusnya dikembangkan adalah
partisipasi yang berkelanjutan, dimana partisipasi telah terinternalisasi menjadi
perilaku yang tercermin dalam pelaksanaan hak dan tanggungjawab individu
anggota masyarakat dalam setiap tahapan pembangunan. Dengan
terinternalisasinya perilaku partisipatif yang kemudian berkembang menjadi
budaya partisipatif, maka proses pembangunan akan dapat berlangsung secara
berkelanjutan.
Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan akan terwujud sebagai
kegiatan nyata apabila terpenuhi adanya tiga faktor pendukung yang utama, yaitu
kemauan, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi
(Slamet 1992). Dalam era pembangunan partisipatif saat ini, kesempatan untuk
berpartisipasi terbuka bagi semua anggota masyarakat, sehingga yang harus
dilakukan adalah bagaimana mendorong kemauan masyarakat untuk
berpartisipasi, dan bagaimana mengembangkan kemampuan masyarakat untuk
berpartisipasi.

Tabel 1.2 Perilaku partisipatif masyarakat yang diharapkan dalam pengelolaan
block grant pembangunan
Ranah
Perilaku
Kognitif

Perilaku yang Diharapkan





Afektif






Memahami bahwa partisipasi adalah hak semua anggota
masyarakat
Memahami bahwa partisipasi adalah tanggung jawab semua
anggota masyarakat
Mengetahui manfaat berpartisipasi
Memahami pentingnya berpartisipasi untuk menjaga
solidaritas sosial di masyarakat
Menggunakan hak untuk berpartisipasi dalam pembangunan
di lingkungannya
Melaksanakan tanggung jawab untuk berpartisipasi dalam
pembangunan di lingkungannya
Mengambil manfaat positif dari berpartisipasi
Menjaga solidaritas sosial di masyarakat

Dilihat dari tujuan pembelajaran, perilaku partisipatif dapat dilihat dalam
dua domain tujuan pembelajaran, yaitu ranah kognitif (pengetahuan atau
kemampuan) dan ranah afektif (sikap mental atau kemauan) untuk berperanserta
dalam pembangunan. Pada ranah kognitif, anggota masyarakat diharapkan
memiliki pengetahuan bahwa partisipasi adalah hak dan tanggung jawab semua
anggota masyarakat, kemudian mengetahui manfaat berpartisipasi dan mengetahui
bahwa berpartisipasi penting untuk menjaga solidaritas sosial di masyarakat.

9
Pada ranah afektif, perilaku yang diharapkan adalah kepedulian dan
kemauan individu anggota masyarakat untuk berperanserta dalam pembangunan
di komunitasnya. Dalam menentukan untuk bersikap, individu melalui tahapan
perkembangan perilaku afektif, yaitu : (1) menerima (receiving) ide atau inovasi
tentang block grant sebagai suatu amanah bagi masyarakat, (2) bereaksi
menanggapi (responding) inovasi tersebut, (3) melakukan penilaian (valuing)
keuntungan dan kerugian inovasi, (4) melakukan pengorganisasian (organization)
untuk menjadikan ide dan inovasi sebagai nilai-nilai dalam diri individu dan
terorganir dalam pola pikirnya, dan (5) ide dan inovasi tersebut dapat menjadi
karakter (characterization) yang berkelanjutan.
Keberdayaan. Proses partisipatif yang dikembangkan berbagai program
pemberdayaan masyarakat, termasuk program block grant, diharapkan mampu
memberdaya-kan dalam arti mengembangkan kemandirian masyarakat. Sintesis
antara partisipasi dan pemberdayaan adalah bahwa partisipasi merupakan jalan
untuk menuju keberdayaan. Melalui pengelolaan program oleh masyarakat
sendiri, kepada masyarakat diberikan kesempatan untuk berpartisipasi,
ditumbuhkan kemauan untuk berpartisipasi, dan dikembangkan kemampuan untuk
berpartisipasi, pada akhirnya akan menumbuhkan rasa percaya diri, pengakuan
eksistensi, penyadaran akan potensi diri dan modal sosial yang ada di masyarakat.
Sintesis antara partisipasi dan pemberdayaan adalah bahwa keberdayaan
merupakan jalan untuk menuju partisipasi. Memberikan kesempatan kepada
masyarakat untuk berpartisipasi, menumbuhkan kemauan untuk berpartisipasi,
dan mengembangkan kemampuan untuk berpartisipasi, akan menumbuhkan rasa
percaya diri, pengakuan eksistensi, penyadaran akan potensi diri dan modal sosial
yang ada di masyarakat, serta memperkuat solidaritas dan tanggung jawab sosial
masyarakat. Menurut Slamet (2000), istilah “berdaya” diartikan sebagai tahu,
mengerti, faham, termotivasi, berkesempatan melihat peluang, berenergi, mampu
bekerjasama, tahu berbagai alternatif, mampu mengambil keputusan, berani
menghadapi resiko, mampu mencari dan menangkap informasi, mampu bertindak
sesuai situasi.
Dalam Ilmu Penyuluhan Pembangunan, masyarakat yang berdaya dapat
dicapai melalui proses pembelajaran. Program-program pemberdayaan
masyarakat seperti program block grant pembangunan pada hakekatnya
merupakan proses pembelajaran, baik melalui proses pendampingan yang
diberikan program, maupun proses belajar bersama dalam mengelola block grant
di tingkat komunitas. Sulistiyani (2004) menyatakan bahwa proses belajar dalam
pemberdayaan masyarakat akan berlangsung secara bertahap, meliputi : (1) Tahap
penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga
merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri; (2) Tahap transformasi
kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan/ ketrampilan agar terbuka
wawasan dan pemberian ketrampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di
dalam pembangunan; dan (3) Tahap peningkatan kemampuan intelektual,
kecakapan-ketrampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan untuk
mengantarkan pada kemandirian.

10
Tabel 1.3 Keberdayaan masyarakat yang diharapkan dari pengelolaan block grant
pembangunan
Aspek
Penguatan kelompok
dan pengembangan
kepeloporan di
tingkat komunitas







Keberdayaan yang Diharapkan
Anggota komunitas bisa mengembangkan mekanisme
dan perangkat organisasi
Anggota komunitas bisa mengelola tata laksana
program sendiri (dari perencanaan sampai monev)
Adanya pembagian kontribusi antara komunitas dan
program block grant pembangunan
Kesiapan anggota komunitas melanjutkan program
pasca intervensi
Adanya kepeloporan lokal (Fasilitator Desa, Kader
Pembangunan, Petani Penggerak)

Penguatan sosial dan
ekonomi komunitas

 Anggota komunitas bisa melakukan analisis biaya
 Anggota komunitas bisa menentukan pilihan teknologi
dan bisa menggunakannya dengan baik dalam berusaha
 Anggota ko