Pembangunan dan Pemeliharaan Kebun Pangkas Untuk Produksi Bahan Stek Pucuk Jati (Tectona grandis Linn.f )

PEMBANGUNAN DAN UEMELIHARAAN KEBUN PANGKAS UNTUK
PRODUKSI BAHAN STEK PUCUK JATI (Tectona grnrzdis Linn.f)

ALP1 HARTONO

NRP.E01499007

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANLAN BOGOR
2004

Alpi Hartono. E01499007. Pembangunan dan Pemeliharaan Kebun Pangkas Untuk Produksi
Bahan Stek Pucuk Jati (Tectona grandis Linn.f ). Di bawah Bimbingan Ir. Andi Sukendro,
M.Si
Jati (Tectona grandis Linn.f ) merupakan salah satu spesies daun lebar famili
Verbenaceae yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan sampai saat ini jati banyak digunakan
dalam pembangunan hutan tanaman. Sakah satu kesulitan dalam pembangunan hutan tanaman
adalah masalah ketersediaan bibit yang relatif terbatas baik dari segi jumlah, kualitas maupun
dari segi waktu ketersediaannya. Untuk mengatasi masalah tersebut maka perbanyakan
tanaman secara vegetatif menjadi salah satu alternatif utama. Salah satu cara petnbiakan

vegetatif yang relatif sederhana dan umum digunakan di bidang kehutanan adalah dengan
stek, khususnya stek pucuk. Untuk menjamin pengadaa~i bibit dari stek pucuk bagi
pembangunan hutan tanaman perlu dibangun suatu kebu~ipangkas. Untuk itu diperlukan
penguasaan teknik pengelolaan kebun pangkas yang antara lain adalah teknik penanaman,
pemupukan, pemangkasan, dan penaungan (Pramono et ul,, 2001). Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui perbedaan jumlah produksi tunas antara kebun pangkas yang
rnenggunakan polybug'dengan kebun pangkas yang tidak menggunakan polybag (langsung
ditanam di bedeng sapih) serta untuk mengetahui waktu yang diperlukan untuk menghasilkan
sejumlah tunas pada masing-masing unit tanaman.
Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilakukan selama lima bulan, yak~iimulai bulan

.Juni 2003 - Oktober 2003. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah polybag, cutter,
cangkul, kalkulator, komputer, kalkulator, dan alat tulis, sedangkan bahan yang digunakan
adalah bibit jati yang berumur 6 bulan, tanah latosol darrnaga, dan kompos.
Metode penelitian terdiri dari 9 tahap, yaitu : inventarisasi potensi kebun pangkas,
penyiapan bedeng kebun pangkas, penyiapan media, penseleksian bibit, penyapihan,
pemangkasan, pemeliharaan (terdiri dari penyiraman dan penyiangan), pengamatan peubah
(terdiri dari jumlah tunas, panjang tunas serta model pertumbuhan tunas), dan pengolahan
data (Minitab dan Micosofr Excel).

Dari hasil pengamatan, rata-rata jumlah tunas per minggu untuk tiap unit tanaman
pada kebun pangkas yang menggunakanpolybag adalah 2,60 (2 - 3 tunas), sedangkan yang
tidak menggunakan polybag hanya 1,27 (1

-2

tunas). Rata-rata jumlah tunas yang bisa

dijadikan sebagai bahan stek pucuk per minggu untuk setiap unit tanaman pada kebun
pangkas yang menggunaka~ipolybag adalah 1,07 (1

-

2 tunas), seda~igka~i
yang tidak

menggunakan polybag hanya 0,634 (0 - 1 tunas), sehingga jumlah tunas yang bisa dijadikan
sebagai bahan stek pucuk per bulan un&k masing-masing kebun pangkas adalah sekitar 4 - 5
dan 2 - 3 tunas. Pengamatan terhadap panjang tunas de~igankisara~ipanjarig 1,l - 2 cm; 2,l -


3 cm; dan 3,l - 4 cm adalah panjang tunas yang dominan. Secara umum model pertumbuhan
tunas yang timbul hampir sama, perbedaan hanya terdapat pada tempat ~nunculnyatunas.
Terjadinya pembentukan tunas hasil pemangkasan bila ditinjau dari segi fisiologis
berkaitan erat dengan adanya pematahan do~ninansi apikal yang dilakukan pada saat
pemangkasan. Terjadinya perubalian jumlali tunas setiap mi~iggu diduga kare~iaadanya
perbedaan dalam efisiensi penyerapan unsur hara dan ketersediaan dari unsur hara itu sendiri.
Adanya pola penurunan jumlah tunas yang bisa dijadikan sebagai bahan stek terjadi kare~ia
adanya mekanisme bertahan hidup dan keterbatasan hara. Perbedaan dalam ha1 panjang
tunas ini diduga karena perbedaan kemampuan masing-masing tunas dalam melakukau
pembelahan, disamping it11juga disebabkan oleh ketersediaan nnsur.Iiara yalig dibutulikan
oleh bibit jati tersebut untuk pertumbuhan dan perkembangan tunasnya.
Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa perbedaan lokasi pembangunan
kebun pangkas berpengaruh sangat nyata terhadap kemampuannya dalam memproduksi
.bahan stek pucuk, di mana kebun pangkas yang menggunakanpolybag mampu menghasilkan
tunas dengan jumlah yang lebih besar dan cepat dibandingkan dengan kebun pangkas yang
tidak menggunakanpolybag, sedangkan sarannya adalah perlunya dilakukan penelitian lebih
lanjut untuk mengetahui panjang tunas optimum yang bisa dijadikan sebagai bahan stek
pucuk dan pemeliharaan kebun pangkas yang intensif dan optimal sangat diperlukan untuk
mempertahankan kemampuannya dala~nmemproduksi tunas untuk bahan stek pucuk.


PEMBANGUNAN DAN PEMELJHARAAN KEBUN PANGKAS UNTUK
PRODUKSI BAHAN STEK PUCUK JATI (Tectoita grartrlis Linn.f)

Oleh :
ALP1 HARTONO
NRP. E01499007

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian

:

Pembangunan


dail

Pemeliharaan

Kebun

Pangkas

Produksi Bahao Slek Pucuk Jati (Tectoi7ograndis Linn.f).
Na~na

:

Alpi Hartono

NRP

:

E01499007


Departemen

:

Manajelneli Hutan

Program Studi

:

Budidaya Hutall

NIP. 131671607

Tanggal Lulus : 14 Juili 2004

Untuk

RIWAYAT HIDW


Penulis dilahirkan di Payakumbuh, Sumatera Barat pada tanggal 18 April 1980,
sebagai anak pertama dari empat orang bersaudara dari pasangan orang tua yang bemama
Sjamsir dan Misdar.
Pendidikan formal penulis dimulai dengan memasuki SD Negeri 08 Kampung Baru
pada tahun 1987, lulus taliun 1993. Kemudian melanjutkan ke SMP Negeri Sungai Naning
dan lulus tahun 1996. Pendidikan lanjutan atas di SMU Negeri I Suliki Gunung Mas, lulus
pada tahun 1999.
Pada tahun yang sama berkat anugerah Allah SWT penulis diterima di Ilistitut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Wndangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada jurusan
Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan dan mengambil Program Studi Budidaya Hutan.
Selama perkuliahan penulis mengikuti Praktek Pengenalan dan Pe~igelolaanHutan (P3H)
pada tahun 2002 yang terdiri dari Praktek U~iiumKehutanan (PUK) di Kesatuan Pemangkuan
Hutan (KPH) Banyumas Timur dan Banyumas Barat Perurn Perhutani Unit I Jawa Tengah
dan Praktek Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) di KPH Kuningan Perum Perhutani Unit 111
Jawa Barat. Pada tahun 2003 pe~iulismelaksanakan Kuliali Kerja Nyata (KKN) di Desa
Cisaat Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Selain itu penulis juga pernah
menjadi asisten doseti pada matz kuliah Silvikultur.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjaria Kehutanan pada Fakultas
Kehutanan Institut Pertaniari Bogor penulis rnelakukan penelitia~idan menulis karya ilmiah

dengan judul "Pembangunal~dan Pemeliharaan Kebun Pangkas Untuk Produksi Bahan Stek
Pucuk Jati (Tectona grandis Linn.0 di bawah bimbingan Bapak Ir. Andi Sukendro, M S .

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya seliingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisali skripsi ini
dengau judul "Pembangunan dan Pemeliharaan Kebun Pangkas Untuk Produksi Bahan Stek
Pucuk Jati (Tectona grandis Linn.0.
Dalam kesempatan ini, dengan penuh ketulusan dan keikhlasan hati penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orang tua dan adik-adikku tercinta yang dengan tulus dali ikhlas senantiasa

mendoakan dan mernberikan dorongan ~nateril dan sprituil yang sangat berarti bagi
penulis.

2. Bapak Ir. Andi Sukendro, M.Ji selaku dosen penibimbing yang telali memberikan aralian
dan bimbingan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. E.G. Togu Manurung, M.S selaku dose11penguji dari Departemen Teknologi

Hasil Hutan dan Bapak Ir. Rachmad Hermawan, MSc.F selaku dosen penguji dari
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan.

4. Semua staf Laboratorium Silvukultur atas bantuan dan kebersamaa~inyaselalna ini.
5. Teman-teman laboratoriu~iiSilvikultur.

6. Semua warga pondok Gading dan Marapi (Da Del, Mas Puji, Bang Indra, Da Harmen,
Mimil 'Chip', Desfi, Ndoz, Fakri, Inal 'Dtk. Siri', Roni, Wandra, Hifzil dan Hafzil) atas
kebersamaannya dalam suka maupun duka selama melijalani hidup di rantau.
7. ,411 of 'MNH 36' t~~enzbers
yang tidak bisa disebutkan satu persatu sebagai teman-teman

seperjuangan dalam menimba ilmu di Fakultas Kehutanan ini.

8. Semua warga Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa Payakumbrlh (IKMP).

9. Semua pihak yang telah ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan
skripsi ini.
Penelitian ini berusaha niencari perbedaan jumlah tunas dari kebun pangkas yang
menggunakan polybag dengall tidak menggunakan polybag yang nantinya akan dijadikan

sebagai bahan untuk stek pucuk jati. Mudah-mudahan dari hasil penelitian ini bisa dijadikan
sebagai bahan pertimbangan bagi siapa saja yang ingin berbisnis bibit jati dari hasil
perbanyakan secara vegetatif, khususnya bibit yang berasal dari stek pucuk.

Akhirnya, penulis sangat mengharapkan berbagai masukan dan kritikan yang sifatnya
membangun terhadap isi dari skripsi ini mengingat kemampuan penulis yang juga terbatas.

Bogor, Juni 2004

Penulis

DAFTAR IS1

KATA PENGANTAR .........................................................................................................
i

...

DAFTAR IS1 .....................................................................................................................111
DAFTAR TABEL.............................................................................................................. v

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................

vi

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................
vii
BAB I.

PENDAHULUAN..............................................................................................1
1.1. Latar Belakang ...................
.
.
................................................................

1

1.2. Tujua~l...................
.
.
.
.
.............................................................................3
1.3. Hipotesis ............
.
.................................................................................. 3

BAB 11. TINJAUAN PUSTAKA ...................
........

...................................................

2.1. Tinjauan U~nulnJati (Tecfona grandi9Linn.f) .............................................
2.1 .I. Taksonomi .....................
.
.
.
..................................................................
2.1.2. Daerah Penyebaran .............
.
.
...............................................................
2.1.3. Sifat Umurn Tanaman ..........................
.................................................

. .

2.1.4. Fenotip J a t ~dl Indonesia ..........................................................................
2.2. Kebun Pa~igkas..............................................................................................
2.3. Stek Pucuk ............................

...................................................................

BABIII. METODOLOGI PENELITIAN..........
.
.
....................................................
10

..

3.1. Tempat dan Waktu Penel~t~an
....................................................................
10
3.2. Alat dan Bahan ........................................................................................
..

10

.
.
.......................................................................
10
BAB IV. HASIL DAN PENIUAHASAN ....................
.
.
.................................................
12
3.3. Metode Penel~t~an
...........
e

4.1. Hasil ........................................................................................................
4.1.1. Jumlah Tunas..............
....................

12

........................................................
12

4.1.2. Panjang Tunas ................................................................................

15

...................................................
4.1.3. Model Pertumbuhan Tunas.............
.
16
4.2. Pembahasan ..............................................................................................

17

.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 23
5.1. Kesimpulan ................................................................................................ 23

5.2. Saran ........................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................
24

DAFTAR TABEL
No.

Teks

Halaman

1. Perkembangan jumlah tunas tiap unit tanaman pada masing-masing kebu~i
pangkas .......................................................................................................................
12
2. Hasil Analysis of Varians (ANOVA) pengaruh perbedaan lokasi pemba~lgunan

kebun pangkas terhadap jumlah produksi tunas tanaman jati ...................................... 13
3. Perkembangan jumlah tunes siap panen per unit tanaman pada masing-masing

kebun pangkas ............................................................................................................14

4. Hasil Analysis of Varians (ANOVA) pengaruh perbedaan lokasi pemba~igunan
kebun pangkas terhadap jumlah produksi bahan stek .................................................. 15

5. Sebaran panjang tunas pada masing-masing skala panjang ......................................... 15

DAFTAR GAMBAR
No.

Teks

.

Halaman

1. Grafik perkembangan jumlah tunas tiap minggu per unit tanaman pada masing-

masing kebnn pangkas .........................................................................................

13

2. Grafik perkembangan jumlah tunas siap panen tiap unit tanaman pada

masing-masing kebun pangkas ..................................................................................
14

3. Histogram jumlah tunas pada masing-masing skala panjang ................................... 15

4. Model pertumbuhan tunas bibit jati (Tectona grandis Linn.f ) llasil
pemangkasan ..............................................................................................................
16

DAFTAR LAMPIRAN

.,

1. Rekapitulasi jumlah tunas pada kebun pangkas yang menggunakanpolybag.
2. Rekapitulasi jumlah tunas pada kebun pangkas yang tidak menggunakanpolybag.
3. Rekapitulasi rata-rata jumlah tunas per unit tanaman pada masing-masing kebun pangkas.

4. Rekapitulasi jumlah dan rata-rata tunas siap panen tiap unit tanaman pada kebun pangkas
yang menggunakanpolybag.

5. Rekapitulasi jumlah dan rata-rata tunas siap panen tiap unit tanaman pada kebun pangkas
yang tidak menggunakanpolybag.

6 . Hasil Analysis of Varians (ANOVA) pengaruh perbedaan lokasi pembangunan kebun
pangkas terhadap jumlah produksi tunas jati (Tectona grandis Linn.9.
7. Hasil Analysis of Varians (ANOVA) pengaruh perbedaan lokasi pembangunan kebun

pangkas terhadap ju~nlahproduksi tunas untuk bahan stek pucuk jati (Tectona grandis
Linn.f ).

BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Jati (Tectona grarzdis Linn.f) merupakan salah satu spesies daun lebar famili
Verbenaceae yang me~nilikinilai ekonomis tinggi dibandingkan dengan beberapa spesies
daun lebar lainnya. Hal ini dibuktikan dengan tingginya minat para konsumen terhadap kayu
jati, baik di pasar lokal niaupun di pasar internasional. Meskipun jati bukanlah jenis asli Asia
Tenggara khususnya Indonesia, tetapi dengan kemampuan adaptasinya yang tinggi maka
penyebaran jati telah meramball ke beberapa pulau di Indonesia, terutama di pulau Jawa:
Keunggulan kayu jati dibandingkan dengan kayu lainnya antara lain adalah seni dekoratifnya
tinggi, mudah diolah, serta tahan terhadap serangan jalnur dan rayap perusak kayu. Dengan
berbagai keunggulan yang dimilikinya tersebut tidak niengherankan kalau jati sekarang ini
termasuk salali satu jenis yang paling banyak digunakan dalaln pembangunan hutan tanaman.
Salah satu kesulitan y m g dihadapi dalam pembangunan hutan tanaman jati adalah
ketersediaan bibit yang relatif terbatas baik dari segi jumlah, kualitas maupun dari segi waktu
ketersediaannya, terlebih lagi karena masih ada kecendrungan peningkatan kebutuhan bibit
jati untuk berbagai keperlua~;seiring dengan peningkatan permintaan terhadap kayu jati.
Selama ini pengembangan

hutan tanaman jati dalam penyediaan bibitnya lebih banyak

mengandalkan kepada penyediaan bibit dari biji yang jumlahnya terbatas. Pembiakan biji
secara generatif i ~ i imemiliki beberapa kekurangan seperti persen kecambah yang rendah,
yaitu kurang,dari 50 % walau terkadang bisa juga mencapai 80 % dengan masa
perkecambahan bisa ~nencapai 2 - 3 bulan (Soerianegara dan Lemmens, 1994), bahkan
menurut Latnprecht (1989) persen kecambah jati hanya sekitar 20 - 60 %. Dari segi waktu
ketersediaan, jati lianya berbuah pada waktu-waktu tertentu saja, yaitu pada sekitar bulan Juli

- Desember (Martawijaya et al., 1986).

Hal ini tentu saja menghambat ketersediaan bibit jati

yang kebutuhannya semakin meningkat.
Untuk membantu mengatasi masalah tersebut, maka perbanyakan tanaman secara
vegetatif liienjadi salah satu alternatif utama pemecahan nlasalah.

Pembiakan vegetatif

memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan pembiakan generatif, karena disamping
dapat menghasilkan bibit dala~njulnlah besar dengan'sifat penalnpakan yang lebih seragam,
dan menghasilkan keturu~ian yang sifat dan pena~npakannya serupa dengan induknya.
Disamping itu perbanyakan vegetatif juga tidak dibatasi waktu seliingga ketersediaan bibit

aka11lebili terjamin. Walaupun demikian keberadaan biji tetaplah diperlukan sebagai sumber
genetik.
Salah satu cara pembiakan vegetatif yang relatif sederhana dan umum digunakan di
bidang kchutanan adalah dengan stek. Stek merupakan teknik pembiakan tanaman dengan
menggunakan bagian vegetatif yang dipisahkan dari induknya dan apabila ditanam pada
kondisi yang menguntungkan akan tumbuh tunas dan berkembang menjadi tanaman yang
sempurna (Soerianegara dan Djamhuri, 1979). Ada beberapa keuntungan yang bisa didapat
dari stek. Iceuntungan utama cara stek menurut Rochiman dan Hardjadi (1973) adalah dapat
.,

lnengllasilka~ltanaman yang sempurna dengan akar, daun, dan batang dalam waktu yang
relatif singkat, serta bersifat serupa dengan induknya. Keuntungan lain dari stek adalah biaya
yang relatif murah, hasil yang relatif besar dan keuntungan-keuntungan lainnya sebagaimana
kelebihan perbanyakan tanaman secara vegetatif pada umumnya.
Salah satu jenis stek yang ada adalah stek pucuk. Teknik ini merupakan teknik stek
yang relalif mudah dan murah untuk dikerjakan. Keberhasilan teknik ini akan sangat
ditentuka~ioleh faktor media pmakaran dan penggunaan hormon pengatur tumbuh, terutama
yang matiipu merangsang pertumbuhan akar. Salah satu indikator yang menentukan
keberhasilan stek pucuk adal:lh persen hidup stek. Dari beberapa hasil penelitian sebelumnya
terlihat baliwa persen hidup stek pucuk cukup tinggi dibandingkan dengan persen kecambah
hasil peilibiakan secara generatif. Persentase hidup stek dari beberapa penelitian tentang stek
pucuk antara lain adalah 71,67 % (Utami, 2002), 61,33 % (Solikhin, 2003) dan 97,7 %
(Sardjito, 2003). Bahan yang digunakan dalam stek pucuk adalah berupa tunas-tunas muda
ortliotrop (tunas yang tumbuh secara vertikal).
Kcberhasilan pelaksanaan stek pucuk juga ditentukan oleh ketersediaan bahan stek
dalam juinlah yang cukup secara kontinu (berkelanjutan). Untuk menjamin pengadaan bibit
dari stek pucuk bagi pembangunan hutan tanaman perlu dibangun suatu kebun pangkas.
Pembangonan dan pengelolaan kebun pangkas ditujukan untuk menghasilkan bahan stek
yang mudah diakarkan, yalig memiliki kualitas genetik yang tinggi dalam jumlah yang
banyak pada saat diperlukan, dan mengasilkan bibit yang dapat tumbuh baik di lapang.
Untuk itu diperlukan penguasaan teknik pengelolaan kebun pangkas yang antara lain adalah
teknik pcnanaman, pemupukan, pemangkasan, dan penaungan (Pramono ef al., 2001)

1.2. T u j i ~ a n

Pcnelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan jumlah produksi tunas antara
kebun pangkas yang menggunakan polybag dengall kebun pangkas yang tidak menggunakan
polyboy (langsung ditanam di bedeng sapih) serta untuk mengetahui waktu yang diperlukan
untuk menghasilkan sejumlah tunas pada masing-masing unit tanaman.
1.3. Hipolesis

Kcbun pangkas yang menggunakanpolybag dapat memproduksi tunas dalam jumlah
yang lebii~banyak dan cepat dibandingkan dengan kebun pangkas yang tidak menggunakan
polybng.

BAB 11. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum Jati (Tectonn gmnrlis Linn.f)
2.1.1. T:iltsonomi
Genus tectona terdiri dari tiga jenis spesies, diantaranya terdapat jenis yang terkenal
yaitu Tec~onagrandis Linn.f dan Tectona philippinensis Benth Hook.f, sedangkan spesies
yang ketiga adalah Tectona !mn~iZtonianaWallich. Spesies yang banyak dikembangkan di
Indonesia adalah Tectonagra.ldis Linn.f.
Secara taksonomi Tectona grandis Linn.f diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisio

: Spermatopllyta

Subdivisio

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Verbenales

Famili

: Verbenaceae

Genus

: Tectona

Spesies

: Tectona grandis Linn.f.

Nama lain jati antara lain adalah teak (Inggris), teck (Perancis), deleg, kulidawa
(Jawa), Kyu~n(Burma), dan sak (Thailand), (Soerianegara dan Lemmens, 1994).
2.1.2. Daerah Penyebaran
Jika dililiat dari penyebarannya, tanaman jati tersebar di garis lintang ~ ' L S- ~S'LU,
mulai beiii~aAsia, Afrika, Amerika, dan Australia, balikan sampai ke Selandia Baru. Di
.,

Asia, tanaiiian jati secara alami tersebar di negara-negara Asia Tenggara (seperti Indonesia,
Malaysia, Thailand, dan lain-lain), Taiwan, India, dan Srilanka. Di Australia dan Pasifik,
ditemukan di Queensland, Kepulauan Fiji, Kepulauan Ryuku, Kepulauan Solomon, serta
Selandia Uaru. Di Afrika, tanaman jati terdapat di Sudan, Tanzania, Tanganyika, Uganda,
Ghana, Senegal, Nigeria, dan beberapa negara di Afrika Barat. Sementara itu, di Amerika
tanaman jati terdapat di Jamaika, Panama, Argentina, Puerto Rico, Kepulauan Tobago, dan
Suriname. Jati tersebut tumbuh sebagai tanaman spesifik dan mempunyai karakteristik yang
berbeda-beda. Di Indonesia, jati mengalami proses naturalisasi di Pulau Jawa dan
berke~nb;i~lg
sampai ke Kangean, Muna (Sulawesi Tenggara), Sumba (Nusa Tenggara), dan
Bali. Sclnnjutnya jati menyela:. ke beberapa pulau lainnya. Namun, pada umumnya hutan
jati di Ilidonesia yang paling luas dikembangkan adalah di Pulau Jawa (Tini dan Amri, 2002).

2.1.3. Sifat Umum Tanamail

Tini dan Amri (2002) menyebutkan jati banyak tumbuh di tanah datar dan berbukit
rendah tlengan ketinggian 600 m di atas permukaan laut (dpl). Di atas ketinggian tersebut,
jarang ditemukan. Meskipun demikian, dilaporkan bahwa di Myanmar dapat tumbuh dan
dite~nukandi ketinggian 1.000 mdpl. Bahkan, di India jati ditemukan di daerah dengan
ketinggian 1.300 m dpl. Jatj merupakan jenis tanaman yang tidak selalu hijau atau biasa
disebut deciduous, yakni ada saatnya mengalami gugur daun. Terjadinya proses gugur daun
ini tidak sama antara jati yang ada di Indonesia dengan jati yang ada di negara lain,
tergantung dari kondisi iklim, musim, variasi hujan dan panas, serta komposisi tanah yang
berbeda akibat perbedaan geologis dan geografis. Sifat fisika yang terpenting dari jati adalah
nilai banding antara kayu teras dan kayu gubalnya. Jika menghendaki kayu jati dengan
dekoratir yang bagus, sebaiknya kayu jati ditebang setelah berumur di atas 40 tahun atau
lebih. I-Ial ini disebabkan persentase kayu teras sudah maksimum mencapai 75 %. Kekuatan
kayu jati secara umum juga terkait dengan peningkatan umur pohon. Sementara itu berat
jenis jati dipengaruhi oleh tempat tumbuh, kesuburan tanah, iklim, dan faktor genetik. Kayu
jati dikenal dengan keawetannya dan tidak mengalami kembang susut (kerut) yang tinggi.
Disebabkan berbagai keunggulan yang dimilikinya itu, tidak mengherankan jika di dunia
perkayuan, kayu jati diberi julukan sebagai queen lumber atau ratu segala jenis kayu.
2.1.4. Fenotip Jati d i Indonesia

Pcnampilan jati di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, relatif seragam, bahkan
sangat scrupa satu dengan laicnya. Meskipun demikian, dalam kenyataannya atau dalam
praktek sehari-hari, orang-orang membedakan bentuk jati berdasarkan fenotipnya yang
menunjukkan adanya perbedcan morfologi bentuk pohon, batang, dan sifat kayunya.
Perbedaan penampilan jati t1;rsebut masih menjadi bahan kajian apakah karena perbedaan
varietas, ras lahan, serangan penyakit, atau kemampuan beradaptasi yang berbeda antar
individu pohonnya. Hal ini disebabkan dalam satu populasi ditemukan beberapa penampilan
yang beragam (Tini dan Amri, 2002).
2.2. Kebun Pangkas
Mcnurut Leppe dan Smits (1988) kebun pangkas atau kebun stek adalah suatu kebun
untuk mcnanam bibit, sebagai sumber bahan stek, yaitu berupa tunas-tunas muda orthotrop
(tunas yang tumbuh secara vertikal). Sedangkan menurut Longman (1993) kebu~lpangkas

merupakan kebun yang terdiri dari sekumpulan tanaman induk yang menghasilkan bahan stek
yang diperoleh dengan cara memangkas tunas atau pucuk yang tumbuh. Kebun pangkas ini
berfungsi untuk menghasilkan tunas dalam waktu cepat, mendapatkan bahan stek dalam
persemaian, dan untuk menggandakan pohon induk yang unggul. Kualitas pohon induk,
dimana bibit untuk kebun pangkas sebaiknya diperoleh dari : 1). Provenance atau ras lahan
yang telah teruji cocok untuk lahan yang akan ditanam, 2). Pohon induk yang telah terbukti
menghasilkan keturunan yang berkualitas, 3). Klon yang berasal dari pohon individual yang
melalui peligujian di lapang telah terbukti dengan baik.
Menurut Yasman dan Smits (1988) kebun pangkas (hedge orchard) adalah tanaman
yang digunting dimana tunas orthotrop baru banyak terbentuk yatig menjadi balian stek.
Apabila bahan stek diambil dari bibit hutan alam atau kebun pangkas yang berasal dari biji
maka akan berisiko untuk tidak mendapatkan bibit unggul tetap ada, kecuali untuk jenis-jenis
yang inc~iibentukbuah melalui proses apon~ixes(pembentukan buah tanpa sari bunga).
Asal tanaman kebun pangkas sangat menentukan baik tidaknya bibit yang dillasilkan.
Tanaman kebun pangkas dapat dimulai dengan memanfaatkan sistem cabutan dari anakan
alam. Kt~alitasdan homogenitas tanaman tersebut masih belum diketahui. Perlu upaya
penseleksian yang dilakukan dengan menyetek tanaman tersebut. Stek diamati pertumbuhan
pucuk, batang dan akarnya. Bila menunjukkan penampakan yang baik, tanaman tersebut
ditandai untuk dipilih sebagai bakal tanaman induk untuk penyetekan berikutnya.
Kcbun pangkas dap~.tmenyediakan tunas-tunas orthotrop dan selalu muda (juvenil)
untuk dijadikan bahan stek. Hal ini sangat perlu karena keberhasilan stek ditentukan oleh
liubunga~larsitektur bibit dengan sifat juvenilitas bahan stek. Menurut Leppe dan Smits
(1988), inenjelaskan bahwa untuk menghasilkan bibit yang unggul dan terus menerus,
khususnya dalam jumlah banyak yang berasal dari stek dapat diperoleh dari kebun pangkas.
I'emelihayaan yang dilakukan dalam kebun pangkas adalah pemupukan. Hal ini
dirnaksutlkan untuk menambah persediaan zat hara bagi bibit-bibit yang ada di dalam bedeng,
seliinggn bibit dapat tumbuh dengan cepat dan sehat. Selain pemupukan menurut Hariorio

(2001) juga perlu dilakukan weeding untuk membersihkan rumput dan gulma. Weeding
dilakuka11secara manual (dengan pecok) pada rumput atau gulma yang berada di tengahtengah larikan tanaman, sedangkan rumput atau gulma yang berada di antara blok
dibersilikan dengan herbisida. Untuk mengurangi pertumbuhan rumput dan gulma digunakan
media pinstik atau mulsa untuk menutupi tanah.

I'c~~gambilantunaslbahan tanaman dibedakan menjadi dua yaitu pengatnbilan utltuk
dibuang (pemeliharaan) dan pengambilan untuk produksi.

Pengambilan untuk dibuang

dilakukan jika pada waktu panen hari hujan, sehingga pengambilan hari berikutnya dan
dibuang karena telah terlambat, sedangkan pengambilan untuk produksi dilakukan dengan
hasil untuk diusahakan menjadi individu baru (Hariono, 2001). Selanjutnya menurut Leppe
dan Smits (1988) menjelaskan bahwa intensitas pengambilan bahan stek dari kebun pangkas
berkaitan erat dengan adanya dominansi apikal yang terdapat pada setiap jenis. Prinsip yang
perlu dilakukan saat pengambilan bahan stek pada kebun pangkas dengan metode
perturnbullan (reiterasi) syleptis adalah menjaga agar tidak ada tunas yang menjadi dominan.
Bibit yang digunakan untuk kebun pangkas dapat berasal dari dari cabutan, stek,
. yang dihasilkan dari kebun pangkas dapat juga
cangkok, semai dan ~ a m b u n ~ nStek
digunakan lagi sebagai bahan dasar pembuatan kebun pangkas. Kelebihan kebun pangkas
seperti itii adalah dapat mernilih stek yang baik dati unggul dan hasilnya juga akan lebih
unggul (Lcppe dan Smits, 1988).
Dalam membangun kebun pangkas perlu diketahui model pertumbuhan atau reiterasi,
pemunculan cabang dan sifat pertumbuhan lainnya agar dapat dihasilkan bahan stek dan bibit
yang unggul dalam jumlah besar dan terus menerus. Reiterasi merupakan suatu proses
terjadioya bentuk pohon yang berhubungan dengan faktor ekologi. Reiterasi yang tumbuh
sebagi reaksi tumbuhan terhadap luka disebut reiterasi traumatis. Dalam ha1 ini tumbuhan
mempunyai potensi untuk memperbaiki diri, misalnya anakan yang karena suatu sebab titik
tutnbuhnya rusak, pertumbuhan selanjutnya akan dilakukan oleh meristem di bawah bagian
luka yalig sela~naini dominan. Contoh lain adalah pohon yang percabangannya seperti
bayonet, dalam ha1 ini ada dua meristem dorman yang menjadi aktif. Bagian yang tumbuh
'hasil reiterasi ini akan tumbuh mengikuti program genetika yang sama dengan program
asalnya (bdi), jadi akan menghasilkan model arsitektur yang sama. Gejala ini dapat pula
dilihat pada pohon yang tumbuh di tepi sungai atau pada pohonnya yang batangnya condong
(Oldeman dan Tomlinson, 1979).
Dalatn kebun pangkas juga perlu diperhatikan masalah jarak tanam. Jarak tanam
kebun pangkas tergantung pada jenis pohon (daun lebar atau daun jarum) dan model
pertumbuhan atau reiterasi (sylleptis/proleptis). Pengaturan jarak tanam ini dimaksudkan
agar tunas-tunas yang dihasilkan oleh kebun pangkas dapat tumbuh dengan baik dan tidak
saling mcnutupi satu dengan lainnya, sehingga semua tunas akan mendapat cahaya yang
merata Apabila kebun pangkas diarahkan pada reiterasi sylleptis maka sebelum muncul

cabang pcrtama sudah harus dilakukan pengguntingan sumbu pokok dan langsung menjadi
bahan stck pertama yang dihasilkan oleh kebun pangkas tersebut. Selanjutnya aka11muncui
tunas orlhofrop dari mata yang ditinggalkan (pertumbuhan sylleptis) sebagai bahan stek pada
waktu bcrikut. Kebun pangkas yang diarahkan pada reiterasi prolepfis biasanya dibiarkan
tumbuh cabang (misalnya 3 cabang) kemudian sumbu pokok digunting dan cabang digunting
ujungnya. Selanjutnya akan muncul beberapa tunas orhfutrop pada cabang. (Leppe dan
Sniits, 1988).
2.3. Stek Pucuk

Stek merupakan teknik pembiakan vegetatif yang paling sederhana dan mudah
dilakukan. Pada prinsipnya akar primordia (calon akar) yang berasal dari sel-sel meristematik
dan bebcrapa jaringan seperti mata tunas, epidermis, korteks, phloem, kambium dan xilem.
Sel-sel tersebut akan membcntuk garis dan organ akar. Cara pembelahan sel-sel tersebut
tergantung kepada jenis hormon yang dipergunakan (Supriyanto dan Irawan, 2000).
Soerianegara dan Djamhuri (1979) mendefenisikan stck sebagai pembiakan tanaman
dengan menggunakan bagian vegetatif yang dipisahkan dari pohon induknya dimana jika
ditempatkan pada kondisi yang menguntungkan untuk beregenerasi akan berkembang
menjadi tanaman sempurna.
Stek adalah suatu bagian dari alat daerah seperti akar, batang atau daun yang
dipisahkan dari tanaman induk dan kemudian tumtiuh menjadi tanaman baru (Wright dan
Hort, 1957 dalarn Samsijah, 1975).
Menurut Hartman dan Kester (1983) stek adalah suatu bentuk perlakuan pernotongan,
pemisahan beberapa bagian tanaman seperti batang, akar, tunas, dan daun dengan tujuan agar
.,

bagiati tersebut terbentuk akar. Selanjutnya Hartman dan Kester (1993) menyatakan bahwa
beberapa segi positif dari perbanyakan dengan menggunakan stek yaitu tidak memerlukan
tenaga terlatih, dapat dilakukan secara massal, tidak mengalami kemungkinan pengaruh
buruk balang bawah, kemurnian klon benih lebih terjamin dan masa juvenil dapat
diperpendrk.
Stek pucuk adalah metode perbanyakan vegetatif secara konvensional dengan
menumbuhkan terlebih dahulu tunas-tunas aksilar pada media persemaian sampai berakar
sebelum dipindahkan ke lapangan (Mahfudz, 2002).
Dalaln stek pucuk t u n z yang diambil dari tunas orthotrop (tunas yang tumbuh secara
vertikal) bukan dari tunas plngiotrop (tunas yang tumbuh ke arah samping atau cabang).

Tunas orthotrop ini diharapkan dapat memhentuk satu cabang batang pokok ke atas (Yasman
dan Smits, 1988).

BAB KII. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tenipat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilakukan selama lima bulan, yakni mulai bulan
Juiii 2003 - Oktober 2003.
3.2. Alat clan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah polybag, cutter, cangkul, kalkulator,
komputer, kalkulator, dan alat tulis, sedangkan bahan yang digunakan adalah bibit jati yang
beruniur 6 bulan, tanah latosol darmaga, air, dan kompos.
3.3. MetotIe Penelitian
1. Inve~itarisasipotensi kebun pangkas.

Pada tahap ini dilakukan penghitungan jumlah bibit jati yang terdapat di bedeng
sapill (tidak menggunakan p~lybagj. Hal ini dilakukan untuk menentukan jumlah bibit
jati yang dibutuhkan untuk pembangunan kebun pangkas dengan menggunakanpolybag.

2. Penyiapan bedeng kebun pangkas.
Bede~iguntuk kebun pangkas dengaii menggunakan polybag terletak di persemaian
rumali kaca Laboratorium Silvukultur dengan ukuraii 1,5 m x 6 m. Sebelumiiya bedeng
kebun pangkas dibersif-kan terlebih dahlu dari gulma dan sampah-sampah sehingga
meiijadi bersih dan rapi.
3. Peiiyiapan media.
Media yang digunakan adalah campuran tanah latosol Darmaga dan kompos
dengan perbandingan 1 : 1. Setelah tanah dan kompos dicampurkan secara merata, media
tersebut dimasukkan ke dalampolybag yang berukuran 30 cm x 30 cm.
4. Penseleksian bibit.

Bibit yang digunakan untuk pembuatan kebun pangkas dipilih dan diambil dari
bedciiy sapih yang terdapat di rumah kaca Laboratorium Silvikultur. Bibit yang dipilh
adalah bibit jati yang sehat dan seragam.

5. Penyapihan.
Setelali media dimasukkan ke dalam polybag, bibit jati yang terpilih disapih ke
dalaiii polybag yang telah berisi media campurali tanah dan kompos.

6. Pemangkasan.
Pelnangkasan dilakukan satu minggu setelah penyapihan, dengan tujuan agar bibit
yang baru disapih dapat beradaptasi dengan lingkungannya yang baru. Pemangkasan
berikutnya dilakukan pada 3 minggu terakliir penelitian untuk mengetahui jumlah tunas
yang bisa dijadikan sebagai bahan stek pucuk.
7. Pemeliharaan.

a. Penyiraman
Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada waktu pagi dan sore hari untuk
menjaga kelembaban media dan mensuplai air untuk pertumbuhan dan perkembangan
bibit yang akan menghasilkan bahan stek pucuk.
b. Penyiangan
Penyiangan dilakukan seminggu sekali untuk membersihkan kebun pangkas dari
gangguan gulma, sehinlsge tidak mengganggu pertumbuhan bibit.

8. Pengamatan peubah.
a. Jumlah tunas
Jumlah tunas yang muncul dihitung dan dicatat setiap minggu. Selanjutnya dari
sekian banyak tunas yang muncul, pada 3 minggu terakhir penelitian dihitung pula
jumlah tunas yang bisa dijadikan sebagai bahan stek pucuk.
b. Panjang tunas
Panjang tunas dari masing-masing di akhir penelitian. Hal ini dilakukan untuk
~nclihatkeragaman panjang tunas dan lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
panjang tunas yang bisa dijadikan sebagai bahan untuk stek pucuk.
c. Model pertumbuhan tunas (reiterasi)
Tunas yang muncul setelah pemangkasan diamati model pertumbuhannya,
seliingga terlihat model pertumbuhan tunas dari masing-masing bibit. Dalam
pengamatan terhadap model terhadap model pertu~nbuhantunas ini hanya dilakukan
pada 3 bibitjati yang mewakili model pertumbuhan bibit lainnya.
9. Pengolalian data.

Data diolah dengan menggunakan Analysis of Varians (ANOVA) untuk mengetahui
pengaruh perlakuan antara kebun pangkas yang menggunakani polybag dengan kebun
pangkas yang tidak menggunakanpolybag.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan terhadap tunas hasil pemangkasan pada kebun pangkas jati dilakukan
selama 8 ininggu. Pengamatan dilakukan pada kebun pangkas yang menggunakan polybag
dan kebun pangkas yang tidak menggunakan polybag. Dari pengamatan tersebut diperoleh
data jumlah tunas, panjang tunas, serta model pertumbuhan tunas (reiterasz?.
4.1.1. Jumlah tunas

Pengamatan terhadap panjang tunas dilakukan sekali seminggu. Dari hasil
pengamata~~
baik pada kebun pangkas yang menggunakan polybag maupun yang tidak
menggunakan polybag menunjukkan bahwa keduanya mempunyai model pertulnbuhan yang
hampir sama, walaupun perkembangan jumlah tunas tiap minggu pada kebun pangkas yang
menggunakan polybag selalu lebih tinggi daripada kebun pangkas yang tidak menggunakan

polybag. Perkembangan jumlah tunas setiap minggu pada masing-masing kebun pangkas
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Parkembangan jumlah tunas tiap unit tanaman pada masing-masing kebun pangkas.

Polybag

0,88

2,93

2,93

2,92

2,86

1,68

3,2

3,43

20,83

2,60

NonPo/ybag

0,12

1,36

1,63

1,63

1,56

0,68

1,69

1,49

10,16

1,27

Tabel 1 menunjukkan bahwa pada minggu kedua terjadi peningkatan jumlah tunas
.,

yang sangat drastis dibandingkan dengan minggu pertama, dari minggu kedua sampai
minggu kelima perubahan dalam jumlah tunas tidak begitu besar, tetapi pada minggu keenam
terjadi peuurunan yang cukup drastis, kemudian terjadi peningkatan yang cukup drastis pada
minggu ketujuh dan kedelapan. Untuk lebih jelasnya keeenderungan dari pola jumlah tunas
pada masitig-masing kebun pangkas dapat dilihat pada Gambar 1, dan rekapitulasi jumlah
tunas tiap unit tanaman padn 'cebun pangkas yang menggunakan polybag disajikan pada
Lampiran 1, sedangkan untuk kebun pangkas yang tidak menggunakan polybag disajikan
pada Lainpiran 2.

2

1

3

5

4

6

7

8

M inggu ke

A

+Poly bag +Nan Poly bag
~.
.. .~

.... ... . ..

;ambar 1. Grafik perkembangan jumiah tunas tiap minggu per unit tanaman pada
masing-masing kebun pangkas.
Untuk mengetahui pengaruh faktor perbedaan lokasi pembangunan kebun pangkas
terhadap perkembangan jumlah tunas digunakan Analysis of Varians (ANOVA) yang
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Analysis of Varians (ANOVA) ~ e n i a r u hPerbedaan Lokasi Pembangunan
Kebun Pangkas terhadap Jumlah Produksi Tunas Tanaman Jati.

Perlakuan

1

106,37

106,37

Kesalahan

238

251,44

1,06

Total

239

?57,82

Keterangan :

** Berpengamh sangat nyata pada taraf

100,69**

3,84

6,63

95% (P < 0,Ol)

Tabel 2 menunjukkan bahwa perbedaan lokasi memberikan pengaruh yang sangat
nyata tcrhadap perkembangan jumlah tunas pada kebun pangkas jati. Dari jumlah tunas
tersebut dihitung pula jumlah tunas yang bisa dijadikan sebagai bahan stek pucuk (tunas siap
panen). Tunas siap panen ditentukan berdasarkan kriteria tunas yang biasa dipakai untuk
bahan stek pucuk, yaitu tunas yang telah memiliki dua pasang daun atau lebih, dengan
panjang sekitar 2 cm atau lebih. Penghitungan tunas siap panen ini dilakukan pada tiga
minggu terakhir. Data jumlah tunas yang bisa dijadikan bahan stek pucuk disajikan pada
Tabel 3.

v

Tabel 3. Perkembangan jumlah tunas siap panen per unit tanaman pada masing-masing
kebun pangkas
Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah tunas siap panen selalu mengalami penurunan
dari pengatiiatan pertama sampai pengamatan ketiga. Hal tersebut terjadi pada kedua kebun
pangkas, baik kebun pangkas yang menggunakanpolybag maupun pada kebun pangkas yang
tidak nienggunakan polybag. Grafik yang menunjukkan penurunan jumlah tunas tiap
penganiatan disajikan pada Gambar 2.

--

-

Gambar 2. Grafik perkembangan jumlah tunas siap panen tiap unit pada masing-masing
kebun pangkas.
p ah bar 2 menunjukkan bahwa pada kebun pangkas yang menggunakanpolybag selalu

mempunyai jumlah tunas siap panen yang lebih banyak daripada kebun pangkas yang tidak
meoggonakanpolybag. Sehingga perbedaan lokasi pembangunan kebun pangkas juga sangaf
berpengaruh sangat nyata terhadap produksi bahan stek seperti yang ditunjukkan oleh hasil
Anuyisis Of Varians (ANOVA) pada Tabel 4. Rekapitulasi jumlah dan rata-rata tunas siap

panen pada kebun pangkas yang menggunakan polybag disajikan pada Lampiran 4;
sedangka~iuntuk kebun pangkas yang tidak menggunakanpolybag disajikan pada Lampiran

5.

Tabel 4. Hasil Analysis of Varians (ANOVA) Pengaruh Perbedaan Lokasi Pembangunan
Kebun Pangkas terhadap Jumlah Produksi Bahan Stek.

Perlakuan

1

10,555

10,555

Kesalahan

238

49,802

0,209

Total
Keterangan :

50,44**

3,84

6,63

60,357
239
** Berpengaruh sangat nyata pada taraf 95% ( P < 0,Ol).

4.1.2. P a ~ t j a n gTunas
Pengamatan terhadap panjang tunas hanya dilakukan pada kebun pangkas yang
menggunakan polybag. Panjaxg tunas dibedakan atas 7 macam berdasarkan kisaran
panjangnya, yaitu tunas dengan kisaran panjang 1,l - 2 cm; 2,l - 3 cm; 3,l - 4 cm; 4,l - 5 cm;

5,l - 6 cni; 6,l - 7 cm; dan > 7 cm. Tabel 5 menunjukkan jumlah tunas untuk masing-masing
kelas panjang. Sebaran jumlah tunas untuk masing-masing kelas panjang disajikan pada
Tabel 5.
Kelas Panjang(cm)
Jumlali Tunas

-

2
51

2,l - 3

3,l - 4

4,l - 5

5,l - 6

6,l - 7

>7

44

50

27

12

3

3

Tabel 5. Sebaran panjang tunas pada masing-masing skala panjag.
Untuk lebih jelasnya pola penyebaran jutnlah tunas pada masing-tnasing skala
panjang disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Histogram jumlah tunas pada masing-masing skala panjang.

4.1.3. Model Perturnbullan Tunas
Pengamatan terhadap model pertumbuhan tunas dilakukan pada 3 bibit jati yang
terdapat pada kebun pangkas yang menggunakan polybag. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa tunas yang muncul hasil pemangkasan memiliki reiterasi yang hampir seragam.
Tunas yang muncul setelah pemangkasan tumbuh pada pada bekas cabang yang terdapat di
bawah titik pemangkasan.

Szcara umum model pertumbuhan tunas yang timbul hampir

sama, perbedaan hanya terdapat pada tempat munculnya tunas. Model pertumbuhan tunas
ketiga bibit jati yang mewakili hibit jati yang lainnya disajikan pada Gambar 4.

~ e i e r a n ~ a: na = Pernangkasan I
b = Pemangkasan I1

c = pemangkasan 111
d = pemangkasan IV

Gzmbar 4. Model pdrtumbuhan tunas bibit jati (Tcctonagrandi~Linn.f ) hasil
pemanp$asan.

Ketersediaan bahan r.xek untuk stek pucuk jati ditentukan oleh keberhasilan dalam
pengelolaan kebun pangkas. Bahan stek yang baik dan berkualitas serta tersedia dalam
jumlah yang cukup dapat dipcroleh apabila kebun pangkas dikelola dengan baik. Tunas yang
akan dijadikan bahan stek tersebut harus mempuriyai kriteria yang memadai untuk dapat
dijadikan sebagai bahan stek, baik dari segi panjang, jumlah maupun kondisi dari tunas itu
sendiri. Hal ini sangat penting karena kualitas dan kuantitas bahan stek turut mempengaruhi
keberllasilan dalam melakukan pelaksanaan penyetekan berikutnya.
Terjadinya pembentukan tunas hasil pemangkasan bila ditinjau dari segi fisiologis
berkaitan erat dengan adanya pematahan dominansi apiltal yang dilakukan pada saat
pemangkasan. Pemangkasan mengakibatkan dominansi apikal menjadi tidak aktif, seterusnya
akan ~nengatifkanberbagai dominansi yang lain yang semulanya tidak aktif. Selain itu
dengari adanya pemangkasan kegiatan fotosintesis yang terjadi di daun otornatis juga akan
terhenti, sementara itu akar tanaman secara terus menerus akan menyerap air dan berbagai
mineral yang dibutuhkan lainnya dari dalam tanah. Untuk sementara bahan-bahan yang
diserap tersebut akan disimpan dalam jaringan parenkim yang fungsinya berkaitan asimilasi.
Di lnana lnenurut hasil penelitian parenkim asimilasi ini terdiri dari sel yang banyak
mengalldung klorofil, parenkim ini sangat bermanfaat bagi berlangsungnya proses
fotosintesis (sintesa karbohidrat) yang tentunya pula akan terletak pada bagian tepi dari organ
-organ tanaman, mengingat babwa bagi kepeluan fotosintesis sangat dibutuhkan cahaya
.,

(radiasi). Parenkim asi~nilasiini pada kloroplas yang terdapat di dalamnya ternyata banyak
mengandung butir-butir tepung asimilasi, dan karena ternyata banyak berisi klorofil, maka
parenkirn asimilasi ini biasn pula disebut sebagai khlorenkim (Kartasapoetra, 1988).
Perkembangan selanjutnya dari jaringan ini akan terbentuk organ berupa daun, sehingga
muncul tunas berdaun yang ser~gatdiperlukan sebagai pusat sebagai pusat berlangsungnya
proses fotosintesis.
Dalam penelitian ini digunakan dua macam kebun pangkas, yaitu kebun pangkas
dengan bibit yang langsung ditanam di bedeng sapih dan kebun pangkas dengan bibit
ditanam dalam polybag yang menggunakan media tanam campuran dari kompos dan tanah
dengan perbandingan 1 : 1 seperti yang terdapat pada bedeng sapih. Kedua kebun pangkas
ini akan dibandingkan untuk dijadikan pedoman dalam pengelolaan suatu kebun pangkas

*,

yang baik. Selain itu dari penelitian ini juga akan terlihat pengaruh dari perbedaan lokasi
peinbangunan kebun pangkas terhadap produktifitasnya dalam menghasilkan bahan stek.
Peinangkasan yang dilakukan terhadap kebun pangkas dibedakan atas dua macam.
Pemangkasan jenis pertama dilakukan dengan memotong semua bibit secara sama rata
dengan patokan bibit yang paling rendah, sehingga yang terlihat setelah pemangkasan
dilakukaii adalah hanya batang bawah bekas pemotongan.

Dari pemangkasan ini akan

diainati perkembangan jumlah tunas selama 8 minggu. Pemangkasan berikutnya dilakukan
untuk menghitung semua jurnlah tunas yang bisa dijadikan sebagai bahan stek. Pemangkasan
untuk mengetahui jumlah tunas yang bisa dijadikan sebagai bahan stek dilakukan pada 3
minggu terakhir penelitian. Peubah yang diamati adalah jumlah tunas, panjang tunas, dan
serta model pertumbuhan tunas (reiterasi).
Potensi jumlah tunas inerupakan parameter produksi yang menghitung jumlah tunas
yang dapat digunakan sebagai bahan stek yang dihasilkan dari suatu kebun pangkas.
Disamping itu perlu juga dihitung jumlah tunas yang belum bisa dijadikan sebagai bahan
stek, namun dijadikan pertimbangan sebagai calon tunas yang selanjutnya bisa dijadikan
ballan stek. Secara umum, seperti yang disajikan pada Gambar 1, pola perkembangan
jumlah tunas dari kedua kebun pangkas hampir sama, walaupun pada kebun pangkas yang
menggunakan polybag selalu mempunyai jumlah tunas yang lebih banyak dibandingkan
dengan kebun pangkas yaiig tidak menggunakan polybag. Pada minggu pertama setelah
pemangksan ke-1 menunjukk:in perbedaan yang cukup signifikan antara jumlah tunas pada
kebun pangkas yang menggunakan polybag dengan kebun pangkas yang tidak menggunakn
polybag, Pada kebun pangkas yang menggunakan polybag jumlah tunas yang muncul
sebanyak 106 tunas, sedangkan pada kebun pangkas yang tidak menggunakan polybag tunas
yang muncul hanya sebanyak 14 tunas. Pada minggu kedua terjadi peningkatan jumlah
tunas yang sangat drastis pada kedua kebun pangkas, yaitu dari 106 tunas menjadi 351 tunas
dan dari 14 tunas menjadi 163 tunas. Pada minggu ke-3 sampai dengan minggu ke-5, jumlah
tunas tidak mengalami perubahan yang cukup drastis. Jumlah tunas pada kedua kebun,
pangkas rnenurun dalam jumlah yang sangat kecil. Penurunan jumlah tunas yang paling kecil
terjadi pada minggu ke-4, yakni cuma berkurang satu tunas dari minggu ke-3. Rata-rata
ju~nlalitunas untuk masing-masing kebun pangkas adalah 2.60 tunas (2 - 3 tunas) dan 1.27
tunas (I - 2 tunas).
Pada pemangkasan ke-2 terjadi penurunan jumlah tunas yang sangat drastis, yaitu
dari 343 tunas menjadi 201 tunas dan dari 187 tunas menjadi 82 tunas, tetapi pada

pemangksan ke-3, jumlah tunas mengalami peningkatan yang cukup drastis. Masing-masing
kebun pangkas lneningkat sebanyak 183 tunas dan 121 tunas.
Terjadinya penibahan jumlah tunas setiap minggu diduga karena adanya perbedaan
dalam efisieusi penyerapan unsur hara dan ketersediaan dari dari unsur hara itu sendiri.
Dimana penurunan jumlah tunas diduga disebabkan oleh berkurangnya efisiensi penyerapan
unsur Iiara oleh bibit jati atau memang karena unsur hara juga mengalami penurunan,
sementara pasokan unsur hara dari luar sangat sedikit.
Kedua kebun pangkas menunjukkan bahwa kebun pangkas yang menggunakan
polybag ~nempunyaipotensi yang lebih besar untuk menghasilkan tunas, dimana secara
keseloruhan rata-rata jumlah tunas tiap minggu pada kebun pangkas yang menggunakan
polybag adalah 3 12.13 tunas (3 12 - 3 13 tunas) atau sebanyak 2.60 tunas (2 - 3 tunas) untuk
setiap bibit jati, sedangkan rata-rata ju~nlalltunas tiap miggua untuk kebun pangkas yang
tidak menggu~akanpolybag adalah 152.38 tunas (152 - 153 tunas) atau 1.27 tunas (1 - 2
tunas) tunas untuk setiap bibit jati. Bila dihitung dalam kurun waktu satu tahun, maka setiap
bibit jati pada kebun pangkas yang menggunakan polybag dapat menghasilkan tunas
sebanyak 135.2 (135

- 136 tunas).

Dengan membandingkan kedua kebun pangkas tersebut

diperoleh gambaran bahwa pembangunan kebun pangkas yang mennggunakan polybag
mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam meningkatkan keberhasilan pengadaan bahan
stek untuk dijadikan sebagai bahan stek pucuk. Disamping menghasilkan lebih banyak bahan
stek dengan ruas-ruas pendek, sehingga kemalnpuan berakarnya tinggi, pembangunan kebun
pangkas dengan menggunakan polybag juga inerniliki berbagai kelebiharl laii~nyaseperti
lebih praktis, dapat dibawa ke tetnpat pengembangbiakan (ruinah kaca), sehingga stek dapat
disiapkail lebill cepat, serta dengan mudah posisinya dapat dirubah (Priadjati et al., 2002).
Pembangunan kebun

pangkas dengan menggunakan polybag

mampu meningkatkan

produksi tunas sebesar 51 .I 8 %.
Dari pengamatan jumlah dan perkembangan jumlah tunas yang muncul dari kedua
kebun pangkas jati tersebut dihitung pula perkiraan junilah tunas yang bisa