RANCANG BANGUN DAN UJI KINERJA MESIN PERONTOK BIJI JALI (Coix Lachryma Jobi L.) TIPE RUBBER ROLL

(1)

(2)

ABSTRAK

UJI KINERJA ALAT PENGERING TIPE BATCH DRYER UNTUK PENGERING JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR TONGKOL JAGUNG

(Skala Lab)

Ira Yanti Malau1, Tamrin2, M Zen Kadir2, Sugeng Triyono2 1. Mahasiswa Teknik Pertanian Universitas Lampung

2. Dosen Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Penanganan pascapanen jagung merupakan salah satu mata rantai penting dalam usahatani jagung. Persentase kadar air biji jagung pada saat dipanen adalah berkisar 20-30 %. Apabila tidak ditangani dengan baik, jagung berpeluang terinfeksi cendawan yang menghasilkan mikotoksin jenis aflatoksin. Salah satu penanganan pasca panen biji-bijian adalah proses pengeringan. Pengeringan biji-bijian dapat dibedakan dalam dua cara, yaitu pengeringan alami (penjemuran) dan pengeringan secara buatan (dengan menggunakan alat pengering). Pada percobaan ini alat pengering mekanis yang digunakan adalah tipe batch dryer dan menggunakan bahan bakar berupa tongkol jagung yang sudah dikeringkan. Penggunaan tongkol jagung ini adalah sebagai alternative lain dari bahan bakar minyak dan kayu bakar. Alternatif ini penting karena sulit dan mahalnya bahan bakar minyak dan kayu bakar, sedangkan pada daerah penghasil jagung, tongkol jagung mudah untuk diperoleh. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kinerja (penurunan kadar air, laju pengeringan, kadar air akhir, efisiensi pengeringan)dari alat pengering tipe batch dryer selama proses pengeringan biji jagung hingga kadar air sekitar 13-15%. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pertanian universitas Lampung, dan biji jagung yang digunakan berasal dari desa Sukadame, Karang Anyer, Lampung. Hasil Penelitian ini menyatakan bahwa satu kilogram tongkol jagung yang sudah kering dapat mengeringkan tiga kilogram biji jagung dengan menggunakan alat pengering tipe batch dryer.


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR... iv

I.PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Manfaat ... 4

D. Kerangka Pemikiran... 4

II.TINJAUAN PUSTAKA... 6

A. Biji Jagung ... 6

B. Tongkol Jagung... 9

C. Pengeringan... 12

D. Pengaruh Suhu Terhadap Pengeringan ... 16

III.METODE PENELITIAN... 18

A. Waktu dan Tempat ... 18

B. Alat dan Bahan ... 18

C. Prosedur Penelitian... 18

D. Pengamatan ... 23

E. Analisis Data ... 24

1. Beban uap air ... 24

2. Laju pengeringan ... 24


(7)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 27

A. Proses Pengeringan Biji Jagung ... 27

B. Suhu ... 28

C. Kadar Air... 30

D. Lama Pengeringan... 32

E. Penurunan Bobot ... 34

F. Laju Pengeringan ... 34

G. Bahan Bakar ... 35

H. Efesiensi Pengeringan ... 36

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 38

A. Kesimpulan ... 38

B. Saran... 38

DAFTAR PUSTAKA... 39

LAMPIRAN... 41


(8)

(9)

A. Latar Belakang

Tanaman jagung (Zea mays L) sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi. Berdasarkan urutan bahan makanan pokok didunia, jagung menduduki urutan ketiga setelah gandum dan padi. Oleh karena itu, mutu jagung perlu ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen sampai siap konsumsi untuk mengurangi kehilangan kuantitatif dan kehilangan kualitatif.

Proses pascapanen meliputi serangkaian kegiatan penanganan hasil panen, mulai dari pemanenan sampai menjadi produk yang siap dikonsumsi. Penanganan pascapanen jagung merupakan salah satu mata rantai penting dalam usahatani jagung. Hal ini didasarkan kenyataan bahwa petani umumnya memanen jagung pada musim hujan dengan kondisi lingkungan yang lembab dan curah hujan masih tinggi. Hasil survey menunjukkan bahwa kadar air biji jagung yang dipanen pada musim hujan masih tinggi, berkisar antara 25-35%. Apabila tidak ditangani dengan baik, jagung berpeluang terinfeksi cendawan yang menghasilkan mikotoksin jenis aflatoksin. Beberapa tahun kemudian dinyatakan bahwa 80% sampel biji jagung di Kabupaten Kediri, Jawa Timur dan Lampung mengandung aflatoksin di atas ambang FAO, yaitu di atas 30 ppb.


(10)

2

Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa teknologi konvensional yang ada di petani masih perlu perbaikan antara lain proses pascapanen dan peralatan untuk proses pascapanen. Petani jagung di Kediri, Jawa Timur dan Lampung mewakili petani sawah irigasi dan sawah tadah hujan dengan teknologi pascapanen yang ada pada daerah tersebut. Dalam penanganan pascapanen jagung, faktor luar yang berpengaruh terutama suhu dan kelembaban udara. Suhu dan kelembaban udara adalah salah satu faktor utama, yang berpengaruh langsung pada proses pengeringan jagung (Firmansyah, 2009)

Pengeringan jagung adalah proses penurunan kadar air jagung sampai mencapai nilai tertentu sehingga siap untuk diolah/digiling atau aman untuk disimpan dalam waktu yang lama. Jika butiran jagung yang akan disimpan tidak dikeringkan, maka bahan akan berubah sifat atau rusak akibat terjadinya pembusukan atau aktivitas mikroorganisme. Pengeringan butiran berkadar air tinggi, dapat dilakukan baik dalam waktu lama pada suhu udara pengering yang rendah atau dalam waktu yang lebih pendek pada suhu yang lebih tinggi. Jika waktu yang dilakukan untuk pengeringan terlalu lama, dapat menyebabkan penjamuran dan pembusukan, apalagi jika dilakukan pada musim penghujan.

Sebaliknya, temperatur yang terlalu tinggi bisa menyebabkan kerusakan baik secara fisik maupun kimia terhadap butiran tersebut, khususnya untuk bahan-bahan yang sangat sensitif terhadap temperature (Istadi dkk, 2000)

Menurut (Defter, 2011) Secara garis besar pengeringan dapat dibedakan atas pengeringan alami (natural drying)dan pengeringan buatan(artificial drying).


(11)

Pengeringan secara alami dapat dilakukan dengan cara menjemur dibawah sinar matahari, pengeringan alami dapat menekan biaya produksi karena mengandalkan sinar matahari. Namun, faktor cuaca seperti hujan ataupun sinar matahari yang sedang tertutup awan (mendung) yang tidak menentu dapat menghambat jalannya proses pengeringan secara alami, sedangkan pengeringan secara buatan dilakukan dengan menggunakan alat pengering secara mekanis.

Metode pengeringan secara mekanis dinilai lebih efisiensi dalam segi waktu, tetapi bila dilihat dari segi biaya lebih mahal dibandingkan pengeringan secara alami. Pengeringan secara buatan membutuhkan udara yang dipanaskan. Pemanasan udara tersebut dialirkan ke bahan yang dikeringkan dengan alat penghembus (kipas atau fan).

Sumber energi yang dapat digunakan pada unit pemanas dapat berupa gas, minyak bumi, elemen pemanas listrik, dan juga dapat memanfaatkan sumber energi lain. Untuk mendapatkan sumber energi seperti minyak bumi sudah sangat sulit. Oleh karena itu, perlu adanya alternative sumber energi yang baru. Alternative tersebut bisa berupa tongkol jagung, karena tongkol jagung yang sudah dikeringkan dapat dibakar dan dijadikan sumber penghasil energy panas sebagai pengganti minyak bumi.

B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengkaji kinerja pengeringan jagung hingga layak konsumsi (penurunan kadar air, laju pengeringan, kadar air akhir) dengan tipe batch dryer.


(12)

4

2. Menentukan efisiensi pengering biji jagung pada tiga tingkat kapasitas bahan yang digunakan.

C. Manfaat

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

Masyarakat : Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi bagi masyarakat tentang limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar serta jumlah bahan bakar yang dibutuhkan dalam proses pengeringan.

Peneliti : dapat memberikan informasi lanjut tentang proses pengeringan supaya peneliti dapat menghitung jumlah bahan bakar yang diperlukan dalam proses pengeringan.

D. Kerangka Pemikiran

Pengeringan merupakan salah satu tahap penanganan pasca panen yang umum dilakukan pada biji-bijian termasuk jagung.

Pengeringan butiran yang berkadar air tinggi, dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengeringan dalam jangka waktu lama pada suhu udara pengering yang rendah atau pengeringan dalam jangka waktu yang lebih pendek pada suhu yang lebih tinggi.

Akan tetapi, jika pengeringan dilakukan terhadap suatu bahan berlangsung terlalu lama pada suhu yang rendah, maka aktivitas mikroorganisme yang berupa tumbuhnya jamur atau pembusukan menjadi sangat cepat. Sebaliknya, pengeringan yang dilakukan pada suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada komponen-komponen bahan yang dikeringkan, baik secara fisik maupun kimia.


(13)

Oleh karena itu, perlu dipilih cara pengeringan yang efektif dan efisien agar tidak terjadi kerusakan pada produk-produk pertanian.

Pengeringan dengan menggunakan batch dryer adalah salah satu cara pengeringan yang efektif. Dengan batch dryer proses pengeringan dapat dilakukan kapan saja atau tidak tergantung cuaca dan ruang. Selain itu, pengeringan dengan batch dryer tidak membutuhkan banyak tenaga kerja.Sumber energy yang biasa digunakan pada batch dryer adalah minyak bumi atau kayu bakar. Pada percobaan ini sumber energy yang digunakan adalah tongkol jagung itu sendiri. Tongkol jagung dibakar dan panasnya akan dihembuskan ke tumpukan jagung tersebut.


(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Biji Jagung

Jagun(Zea mays) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan munculnya cabang anakan pada beberapa genotipe dan lingkungan tertentu. Batang jagung terdiri atas buku dan ruas. Daun jagung tumbuh pada setiap buku, berhadapan satu sama lain. Bunga jantan terletak pada bagian terpisah pada satu tanaman sehingga lazim terjadi penyerbukan silang. Jagung merupakan tanaman hari pendek, jumlah daunnya ditentukan pada saat inisiasi bunga jantan, dan dikendalikan oleh genotipe, lama penyinaran, dan suhu (Subekti dkk, 2007)

Jagung merupakan tanaman semusim dengan batang tumbuh tegak, berakar serabut dan mempunyai tinggi antara 1 – 3 m. Tanaman jagung banyak dibudidayakan karena penyebarannya sangat luas, tanaman tersebut mampu beradaptasi dengan baik pada berbagai kondisi lingkungan. Jagung tumbuh dengan baik di wilayah yang berada pada 580LU dan 500LS, sampai ketinggian lebih dari 3.000 m dpl, dengan kondisi curah hujan tinggi sampai rendah, lahan marjinal sampai subur, dan dari wilayah beriklim tropis (panas) sampai sub-tropis (Kementrian Pertanian, 2011).


(15)

Menurut (Subekti dkk, 2007) Berdasarkan bentuk dan strukturnya, biji jagung dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Jagung Mutiara ( Flint Corn), Zea mays indurate

Biji jagung tipe mutiara berbentuk bulat licin, mengkilap, dan keras. Bagian pati yang keras terdapat di bagian atas biji. Pada saat masak, bagian atas biji mengkerut bersama-sama, sehingga permukaan biji bagian atas licin dan bulat. Varietas lokal jagung di Indonesia umumnya tergolong ke dalam tipe biji mutiara. Tipe ini disukai petani karena tahan hama gudang.

2. Jagung Gigi Kuda ( Dent Corn), Zea mays indentata

Bagian pati yang keras pada tipe biji dent berada di bagian sisi biji, sedangkan bagian pati yang lunak di bagian tengah sampai ujung biji. Pada waktu biji mengering, pati lunak kehilangan air lebih cepat dan lebih mengkerut daripada pati keras, sehingga terjadi lekukan ( dent ) pada bagian atas biji. Biji tipe dent ini bentuknya besar, pipih, dan berlekuk.

3. Jagung Manis ( Sweet Corn), Zea mays saccharata

Biji jagung manis pada saat masak keriput dan transparan. Biji yang belum masak mengandung kadar gula (water-soluble polysccharride, WSP) lebih tinggi daripada pati. Kandungan gula jagung manis 4-8 kali lebih tinggi dibanding jagung normal pada umur 18-22 hari setelah penyerbukan.

4. Jagung Pod, Z. tunicataSturt

Jagung pod adalah jagung yang paling primitif. Jagung ini terbungkus oleh glume atau kelobot yang berukuran kecil. Jagung pod tidak dibudidayakan secara komersial sehingga tidak banyak dikenal.


(16)

8

5. Jagung Berondong (Pop Corn ), Zea mays everta

Tipe jagung ini memiliki biji berukuran kecil. Endosperm biji mengandung pati keras dengan proporsi lebih banyak dan pati lunak dalam jumlah sedikit terletak di tengah endosperm. Apabila dipanaskan, uap akan masuk ke dalam biji yang kemudian membesar dan pecah (pop ).

6. Jagung Pulut (Waxy Corn ), Z. ceritinaKulesh

Jagung pulut memiliki kandungan pati hampir 100% amilopektin. Adanya gen tunggal waxy (wx) bersifat resesif epistasis yang terletak pada kromosom sembilan mempengaruhi komposisi kimiawi pati, sehingga akumulasi amilosa sangat sedikit.

7. Jagung QPM ( Quality Protein Maize)

Jagung QPM memiliki kandungan protein lisin dan triptofan yang tinggi dalam endospermnya. Jagung QPM mengandung gen opaque -2 (o2) bersifat resesif yang mengendalikan produksi lisin dan triptofan. Prolamin menyusun sebagian besar protein endosperm dengan kandungan lisin dan triptofan yang jauh lebih rendah dibanding fraksi protein lain.

Fraksi albumin, globulin, Kelebihan jagung komposit adalah produksi benihnya dapat dilakukan dengan mudah oleh petani/kelompok tani dan lebih mampu beradaptasi pada kondisi lahan marginal. dan glutein memiliki kandungan lisin dan triptofan tinggi. Gen o2 dalam ekspresinya mengubah proporsi kandungan fraksi-fraksi protein. Fraksi prolamin berkurang hingga 50%, sedangkan sintesis albumin, globulin, dan glutein meningkat. Kandungan protein yang tinggi dalam endosperm memberikan warna gelap pada biji.


(17)

8. Jagung Minyak Tinggi ( High-Oil)

Jagung minyak tinggi memiliki biji dengan kandungan minyak lebih dari 6%, sementara sebagian besar jagung berkadar minyak 3,5-5%. Sebagian besar minyak biji terdapat dalam scutelum, yaitu 83-85% dari total minyak biji. Jagung minyak tinggi sangat penting dalam industri makanan, seperti margarin dan minyak goreng, serta industri pakan.

B. Tongkol Jagung

Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol, tergantung varietas. Tongkol jagung diselimuti oleh daun kelobot. Tongkol jagung yang terletak pada bagian atas umumnya lebih dahulu terbentuk dan lebih besar dibanding yang terletak pada bagian bawah. Setiap tongkol terdiri atas 10-16 baris biji yang jumlahnya selalu genap (Subekti dkk, 2007)

Menurut (Yoseph, 2012) Kandungan tongkol jagung terdiri dari 1. Lignin

Lignin adalah polimer tri-dimensional phenylphropanoid yang dihubungkan dengan beberapa ikatan berbeda antara karbon-ke-karbon dan beberapa ikatan lain antara unit phenylprophane yang tidak mudah dihirolisis. Di alam lignin ditemukan sebagai bagian integral dari dinding sel tanaman, terbenam di dalam polimer matrik dari selulosa dan hemiselulosa

2. Selulosa

Selulosa merupakan komponen yang mendominasi karbohidrat yang berasal dari tumbuhan hampir mencapai 50%, karena selulosa merupakan unsur struktural dan komponen utama bagian yang terpenting dari dinding sel tumbuhan.


(18)

10

Selulosa merupakan ß-1,4 poli glukosa, dengan berat molekul sangat besar. Unit ulangan dari polimer selulosa terikat melalui ikatan glikosida yang mengakibatkan struktur selulosa linier. Keteraturan struktur tersebut juga menimbulkan ikatan hidrogen secara intra dan intermolekul. Beberapa molekul selulosa akan membentuk mikrofibril dengan diameter 2-20 nm dan panjang 100-40000 nm yang sebagian berupa daerah teratur (kristalin) dan diselingi daerah amorf yang kurang teratur. Beberapa mikrofibril membentuk fibril yang akhirnya menjadi serat selulosa. Selulosa memiliki kekuatan tarik yang tinggi dan tidak larut dalam kebanyakan pelarut. Hal ini berkaitan dengan struktur serat dan kuatnya ikatan hidrogen.

Fungsi dasar selulosa adalah untuk menjaga struktur dan kekakuan bagi tanaman. Selulosa bertindak sebagai kerangka untuk memungkinkan tanaman untuk menahan kekuatan mereka dalam berbagai bentuk dan ukuran yang berbeda. Itulah sebabnya dinding sel tanaman kaku dan tidak dapat berubah-berubah bentuk. Selulose ditemukan dalam tanaman yang dikenal sebagai microfibril dengan diameter 2-20 nm dam panjang 100-40000 nm). Secara kimia, selulosa merupakan senyawa polisakarida dengan bobot molekulnya tinggi, strukturnya teratur yang merupakan polimer yang linear terdiri dari unit ulangan ß-D-Glukopiranosa. Karakteristik selulosa antara lain muncul karena adanya struktur kristalin dan amorf serta pembentukan mikro fibril dan fibril yang pada akhirnya menjadi serat selulosa. Sifat selulosa sebagai polimer tercermin dari bobot molekul rata-rata, polidispersitas dan konfigurasi rantainya


(19)

3. Hemiselulosa

Hemiselulosa merupakan salah satu penyusun dinding sel tumbuhan selain selulosa dan lignin, yang terdiri dari kumpulan beberapa unit gula atau disebut heteropolisakarida, dan dikelompokkan berdasarkan residu gula utama sebagai penyusunnya seperti xylan, mannan, galactan dan glucan. Hemiselulosa terikat dengan polisakarida, protein dan lignin dan lebih mudah larut dibandingkan dengan selulosa.Hemiselulosa memiliki keragaman dengan selulosa yaitu merupakan polimer dari unit-unit gula yang terikat dengan ikatan glikosidik, akan tetapi hemiselulosa berbeda dengan selulosa dilihat dari komponen unit gula yang membentuknya, panjang rantai molekul dan percabangannnya.

Unit gula yang membentuk hemiselulosa dibagi menjadi beberapa kelompok, seperti pentosa, heksosa, asam heksuronat dan deoksiheksosa.Hemiselulosa merupakan suatu kesatuan yang membangun komposisi serat dan mempunyai peranan yang penting karena bersifat hidrofilik sehingga berfungsi sebagai perekat antar selulosa yang menunjang kekuatan fisik serat. Kehilangan hemiselulosa akan menyebabkan terjadinya lubang diantara fibril dan kurangnya ikatan antar serat. Oleh karena itu tongkol jagung dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar.

Pemanfaatan jagung dan limbahnya sebagai sumber energi terbarukan dengan teknologi konversi energi yang ada saat ini, di antaranya adalah (1) sebagai bahan bakar tungku untuk proses pengeringan atau pemanasan, (2) sebagai bahan bakar padat untuk proses pirolisis dan gasifikasi, (3) sebagai bahan baku pembuatan ethanol dan (4) sebagai bahan baku potential pembuatan biodiesel (widodo dkk, 2007)


(20)

12

C. Pengeringan

Pengeringan adalah upaya untuk menurunkan kadar air biji jagung agar aman disimpan. Pengeringan jagung dapat dibedakan menjadi dua tahapan yaitu: 1.Pengeringan dalam bentuk gelondong. Pada pengeringan jagung gelondong dilakukan sampai kadar air mencapai 18% untuk memudahkan pemipilan. 2. Pengeringan butiran setelah jagung dipipil. Butiran jagung hasil pipilan masih terlalu basah untuk dijual ataupun disimpan, untuk itu diperlukan satu tahapan proses yaitu pengeringan akhir.

Umumnya petani melakukan pengeringan biji jagung dengan penjemuran di bawah sinar matahari langsung, sedangkan pengusaha jagung (pabrikan) biasanya menggunakan alat pengering tipe batch dryer dengan kondisi temperatur udara pengering antara 50oC – 60oC dengan kelembaban relatif 40% (Napitupulu dkk, 2011). Proses pengeringan jagung tongkol dilakukan hingga kadar air sekitar 17-18%, sehingga memudahkan untuk pemipilan. Selanjutnya jagung pipil tersebut dilanjutkan pengeringannya hingga kadar air penyimpanan, sekitar 13-14%. Pengeringan yang tidak memenuhi syarat (kadar air diatas 14%) akan menyebabkan jagung pipil mudah mengalami kerusakan dan turun kualitasnya di dalam penyimpanan.

Pengeringan jagung juga dapat dilakukan dengan alat pengering. Hal ini dilakukan dalam kondisi cuaca yang tidak memungkinkan untuk mengeringkan, misalnya kondisi cuaca hujan terus menerus atau cuaca berawan. Banyak alat pengering yang dapat digunakan baik secara individu maupun secara berkelompok oleh petani. Contoh alat pengering Lister dryer 300 dan Surya Pala 500 serta pengering sederhana dengan kompor petromaks tipe IRRI dan Tipe Suryapala.


(21)

Alat pengering mempunyai beberapa tipe, antara lain: 1) Alat pengering model sumur, 2) Alat pengering vortex, dan 3) Alat pengering model bak.

Pengeringan adalah proses penurunan kadar air suatu biji-bijian sampai tingkat kadar air tertentu. Proses pengeringan berlaku apabila bahan yang dikeringkan kehilangan sebagian atau keseluruhan air yang dikandungnya (Bank Pengetahuan Tanaman Pangan Indonesia, 2010).

Bagian-bagian mesin pengering sistem fluidisasi adalah kipas (blower) berfungsi untuk menghasilkan aliran udara. Selanjutnya adalah elemen pemanas (heater) berfungsi untuk memanaskan udara,plenumdalam mesin pengering tipe fluidisasi merupakan saluran pemasukan udara panas yang dihembuskan kipas ke ruang pengeringan. Kemudian ruang pengering berfungsi sebagai tempat dimana bahan yang akan dikeringkan ditempatkan. Terakhir adalahhopperberfungsi sebagai tempat memasukkan bahan yang akan dikeringkan ke ruang pengering (Rahmawati dkk, 2012).

Hasil pengeringan jagung, menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pengeringan, maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan jagung sampai kadar air 13 %. Selain itu kadar air awal jagung juga sangat menentukan lamanya pengeringan (Atmaka dan Kawiji, 2011). Kinerja proses pengeringan bahan padat berbentuk butiran dalam unggun diam dapat dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain temperatur dan lajualir udara masuk unggun butiran, ketinggian unggun butiran, kadar air awal bahan serta besarnya beban pengeringan butiran (grain drying load). Beberapa pengaruh tersebutdipelajari dalam penelitian ini untuk pengeringan sistem unggun diam (deep-bed) (Istadi dkk, 2000).


(22)

14

Menurut (Suriadi dan Murti, 2011 )Peristiwa pindah panas terjadi pada proses pengeringan. Pindah panas sendiri dapat terjadi melalui 3 cara yaitu :

1. Konduksi

Perpindahan panas konduksi adalah perpindahan energi panas yang terjadi di dalam media padat atau fluida yang diam sebagai akibat dari perbedaan temperatur.

Hal ini merupakan perpindahan energi dari partikel yang lebih energetik ke partikel yang kurang energetik pada benda akibat interaksi antar partikel-partikel. 2. Perpindahan Panas Konveksi

Perpindahan panas konveksi adalah suatu perpindahan panas yang terjadi antara suatu permukaan benda padat dan fluida yang mengalir akibat adanya perbedaan temperatur.

3. Perpindahan Radiasi

Perpindahan panas radiasi adalah suatu perpindahan panas yang terjadi secara pancaran gelombang elektromagnetik dari suatu permukaan

benda.

Pengaruh laju alir udara pengering masuk terhadap dinamika kandungan air bahan berturut-turutuntuk ketinggian unggun 2,5 cm dan 5 cm pada temperatur udara pengering 60 oC. Pengaruh laju alir udara ini tidakbegitu signifikan pada sistem ini, Hal ini mungkin disebabkan oleh terlalu dekatnya variasi laju alir yang diambil atau mungkin memang sebenarnya tidak signifikan pengaruhnya. Dalam hal ini laju pengeringan atau laju perpindahan air dikendalikan oleh difusi air internal di dalam butiran dan tidak dikendalikan oleh difusi atau penguapan air dipermukaan.


(23)

Pada ketinggian unggun 2,5 cm diperlukan waktu pengeringan 2,8 jam , 3,25 jam dan 3,5 jam berturut-turut untuk laju alir 0,12 m/s , 0,1 m/s dan 0,08 m/s dan temperatur udara 60 oC. Sedangkan untuk ketinggian unggun 5 cm diperlukan waktu pengeringan 3,7 jam, 3,75 jam dan 3,9 jam berturut-turut untuk laju alir 0,12 m/s, 0,1 m/s dan 0,08 m/s pada temperatur udara 60oC.

Pengaruh ketinggian unggun butiran terhadap dinamika kandungan air bahan untuk temperatur udara 60oC dan laju alir udara 0,12 m/s. Jika ketinggian unggun semakin besar maka beban pengeringan butiran (grain drying load) juga makin besar pula, sehingga waktu yang digunakan untuk mengeringkan bahan juga makin lama. Dalam pengeringan ini untuk ketinggian unggun 2,5 cm mempunyai beban pengeringan 13 kg bahan kering, sedangkan untuk ketinggian unggun 5 cm mempunyai beban pengeringan 25 kg bahan kering untuk butiran jagung. Pada temperatur udara ini diperlukan waktu pengeringan 2,8 jam dan 3,7 jam berturut-turut untuk ketinggian unggun 2,5 cm dan 5 cm. Pengaruh temperatur udara masuk terhadap dinamika kandungan air bahan untuk laju alir udara 0,12 m/s dan ketinggian unggun 2,5 cm.

Temperatur udara pengering mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kurva pengeringan. Temperatur udara pengering mempunyai pengaruh besar terhadap temperatur bahan dan mempengaruhi besarnya difusivitas air dalam butiran jagung disamping dipengaruhi oleh kadar airnya. Temperatur ini juga mempengaruhi besarnya sifat-sifat fisik bahan yang kemudian mempengaruhi besarnya koefisien perpindahan massa antara permukaan bahan dan udarapengering. Dalam pengeringan ini laju pengeringan dikendalikan oleh


(24)

16

temperatur udara pengering masuk. Semakin tinggi temperatur udara masuk maka waktu pengeringan yang diperlukan akan semakin singkat.

Untuk temperatur 50, 60, dan 70 oC berturut-turut diperlukan waktu pengeringan kurang lebih 4,2 , 2,8 dan 2,25 jam. Kurva laju pengeringan pada berbagai temperatur udara masuk.

Semakin tinggi temperatur udara masuk maka secara relatif semakin tinggi pula besarnya laju pengeringan pada kondisi pengeringan yang sama (Istadi dkk, 2000).

D. Pengaruh Suhu Terhadap Pengeringan

Laju penguapan air bahan dalam proses pengeringan sangat ditentukan oleh kenaikan suhu. Bila suhu pengering dinaikkan, maka panas yang dibutuhkan untuk penguapan air bahan akan berkurang. Pada proses pengeringan harus diperhatikan suhu pengeringnya. Semakin besar perbedaan antar suhu media pemanas dengan bahan yang dikeringkan, semakin cepat pula kecepatan pindah panas ke dalam bahan pangan. Sehingga penguapan air dari bahan akan lebih banyak dan cepat. Proses pengeringan yang menggunakan suhu tinggi dalam waktu singkat akan lebih kecil kemungkinannya merusak bahan dari pada proses pengeringan bahan dengan suhu rendah dalam waktu lama. Oleh karena itu, bahan yang dikeringkan pada alat pengering mekanis selama empat jam akan lebih baik hasilnya daripada dikeringkan dengan sinar matahari selama dua hari.

Pada proses pengeringan, suhu udara selain akan berpengaruh terhadap waktu pengeringan atau lamanya pengeringan juga akan berpengaruh terhadap kualitas bahan yang dikeringakan.


(25)

Untuk menekan biaya pengeringn atau mencapai biaya serendah mungkin dengan kapasitas pengeringan yang tinggi, maka dapat digunakan suhu yang tinggi. Akan tetapi, suhu yang digunakan tersebut tidak sampai merusak bahan yang dikeringakan.

Karenanya, suhu pada keadaan ini akan mencapai suhu kritis bahan, yaitu dimana kadar air bahan yang dikeringkan dalam keadaan kritis dan waktu berubah secara singkat, sehingga kecepatan pengeringan akan berubah.


(26)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013, di Laboratorium Jurusan Teknik Pertanian , Fakultas Pertanian, Universitas Lampung

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat pengering biji mekanis tipe Batch Dryer, timbangan , stopwatch , moisturemeter,dan thermometer.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tongkol jagung dan biji jagung sebanyak 56 kg

C. Prosedur Penelitian

1. Fungsional alat pengering tipebatch dryer

Alat pengering yang dibuat berdasarkan fungsinya dapat dibagi menjadi beberapa bagian antara lain : ruang pengering, alas pengering, ruang pemanasan, ruang pembakaran, ruang plenum, dan ruang kipas.

a) Ruang pengering

Ruang pengeringan adalah bagian dari keseluruhan dan bagian pengering termasuk didalamnya wadah pengering dan ruang plenum. Berfungsi untuk mengeringkan bahan.


(27)

b) Alas pengering

Alas pengering berfungsi sebagi tempat menaruh bahan yang dikeringkan, dapat digunakan sebagai penyimpanan sementara.

c) Ruang pemanasan

Ruang pemanasan berfungsi untuk menghasilkan udara pengering yang akan digunakan untuk mengeringkan bahan dengan sumber panas.

d) Ruang pembakaran

Ruang pembakaran berfungsi sebagai tempat menaruh bahan bakar yang akan digunakan dalam proses pengeringan.

e) Ruang plenum

Ruang plenum berfungsi untuk meratakan udara pengering yang masuk melalui saluran udara.

f) Ruang kipas

Ruang kipas berfungsi untuk menaruh kipas/ blower yang akan digunakan untuk menghembuskan udara dalam proses pengeringan.

2. Struktural Pengering Biji Mekanis Tipe Batch Dryer a. Ruang Pengering

Ruang pengering berbentuk persegi panjang dengan ukuran dimensi 60 cm x 32 cm x 28 cm

b. Alas pengering

Alas pengering terletak diruang pengering, berada tepat diatas ruang plenum. Wadah pengering berukuran 58cm x 30cm.


(28)

20

c. Ruang Pemanasan

Ruang pemanas adalah ruang antara tungku dan ruang pengering dan terbuat dari seng plat berbentuk kerucut dengan ukuran 27 cm x 30 cm x 5 cm.

d. Ruang pembakaran

Ruang pembakaran disebut juga tungku pembakaran berbentuk persegi panjang dengan ukuran 40 cm x 30 cm dan didalamnya terdapat susunan besi pipa dengan panjang 35 cm.

e. Ruang plenum

Ruang plenum berada dibawah wadah pengering. Ruang plenum berbentuk persegi panjang dengan ukuran 60cm x 32cm x 15cm.

f. Ruang kipas

Ruang kipas terbuat dari plat besi. Kipas yang digunakan mempunyai daya sebesar 0.25 Hp.

Berikut ini adalah gambar skema alat pengering tipe batch dryer


(29)

Keterangan :

1. Kipas atau fan 2. Ruang Pembakaran 3. Ruang Pengeringan 4. Ruang Plenum

3. Mengeringkan tongkol jagung hingga kadar air terendah

4. Mengeringkan biji jagung menggunakan Batch Dryer dengan bahan bakar tongkol jagung hingga kadar air 14%


(30)

22

Gambar 2. Diagram Alir Prosedur Penelitian Mulai

Jagung Hasil Panen

Pelepasan biji dari tongkol jagung

Biji jagung dimasukkan pada ruang pengering

Tongkol jagung kering dibakar di dalam tungku

Kipas dioperasikan

Jagung hasil pengering dengan kadar air 14 %


(31)

D. Pengamatan

Dalam penelitian ini ada beberapa parameter yang akan diamati yaitu : a. Suhu

Pengukuran suhu udara diukur di ruang plenum dan di ruang pengering dengan menggunakan thermometer. Thermometer diletakkan pada setiap titik pengukuran (dilapisan bawah tumpukan, lapisan tengah tumpukan dan lapisan atas tumpukan). Pengukuran dilihat setiap 15 menit.

b. Kadar Air dan Penurunan Bobot

Penurunan berat sampel menggambarkan jumlah air yang menguap atau dapat menunjukkan kadar air saat itu. Sampel ditimbang sebelum dikeringkan dan diukur kadar airnya setiap 15 menit selama proses pengeringan dengan menggunakan grain moisturemeter. Pengukuran penurunan massa dan kadar air bahan dilakukan pada saat pengeringan jagung dan dilakukan dalam tiga tingkat tebal tumpukan (10 cm, 15cm, 20 cm). Pengeringan akan dihentikan jika kadar air rata-rata sampel telah mencapai rentang kadar air 13% - 14% dengan asumsi bahan secara umum telah mencapai kadar air yang layak sebagai kering simpan jagung. Sampel ditimbang kembali setelah Kadar Air mencapai rentang 13%-14%.

c. Lama Pengeringan

Lama pengeringan adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan jagung dimulai saat alat dihidupkan hingga bahan kering dengan kadar air rata-rata sample 13% - 14%.


(32)

24

d. Jumlah Bahan Bakar

Jumlah bahan bakar adalah adalah jumlah tongkol jagung yang dibutuhkan untuk mengeringkan biji jagung hingga kadar air 13%-14%.

E. Analisis Data 1. Beban uap air

Beban uap air jagung adalah jumlah air yang harus diuapkan hingga mencapai kadar air yang diinginkan. Untuk menghitung beban uap air dihitung berdasarkan persamaan kesetimbangan massa berikut:

Berat kering awal = Berat kering akhir ... (1) F x % berat kering awal = P x % berat kering akhir

V = F–P ……. (2)

Keterangan :

F = Jumlah berat biji yang dikeringkan(kg) P = Jumlah berat biji setelah dikeringkan(kg) V = jumlah air yang diuapkan (kg H2O)

2. Laju pengeringan

Laju pengeringan dihitung berdasarkan persamaan berikut

Laju pengeringan =% %

( ) ...(2)

3. Kadar Air

Kadar air dihitung sebelum dan sesudah dari pengeringan yang bertujuan untuk mengetahui jumlah air yang teruapkan dari bahan.


(33)

Perhitungan kadar air dilakukan dengan mengetahui kadar air dari jagung sebelum dan kadar air jagung sesudah pengeringan. Sampel jagung diambil kemudian dimasukkan ke batch dryer hingga kadar air 13 % - 14 % dan setiap 15 menit diukur kadar air dengan menggunakan moisture meter.

4. Energi yang dibutuhkan untuk pengeringan

Energi untuk menguapkan air merupakan energi yang digunakan selama proses pengeringan untuk menguapkan air pada bahan hingga mencapai kadar air yang diinginkan. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut

Q1 = V x Hfg ... (3)

Keterangan :

Q1= energi untuk menguapkan air (kJ/Jam)

V = beban uap air (kg H2O)

Hfg =panas laten air (kJ/kg H2O)

Hfgadalah panas laten air, dapat dihitung dengan persamaan :

Hfg= (2,501–(2, 361 x 10-3) T) x 1000 ... (4)

Keterangan :

Hfg= panas laten air (kJ/kg H2O)

T = suhu (°C)

Energi untuk memanaskan bahan dihitung dengan persamaan :

Q2= m x Cp x∆T ... (5)

Dimana :

Q2= energi untuk memanaskan bahan (kJ)


(34)

26

Cp= panas jenis biji jagung (1,112 kJ/ kg°C)

∆T= perubahan suhu udara pengering dan suhu lingkungan (°C)

Qout= Q1+Q2 ... (6)

5. Energi Bahan Bakar

Qinput= Mfsx Nbb ... (7)

Keterangan :

Qinput= kalor hasil proses pembakaran tongkol jagung di pemanas (kW)

Nbb= nilai kalor tongkol jagung (kJ/ kg)


(35)

A. Kesimpulan

Kesimpulan penelitian ini adalah

1. Tumpukan 10 cm adalah tebal yang paling efisien pada percobaan ini.

2. Lama Pengeringan yang dilakukan pada tumpukan 10, 15, dan 20 cm masing-masing adalah 1,5, 2,2, dan 2,5 jam.

3. Laju pengeringan yang dihasilkan selama proses pengeringan pada tumpukan 10, 15, dan 20 cm masing-masing adalah 6,266, 4,2, dan 4,2 %/jam.

4. Effisiensi pengeringan pada tumpukan 10, 15, dan 20 cm masing-masing adalah 7,11, 6,55, dan 6,1%.

5. Satu kilogram tongkol jagung yang digunakan sebagai bahan bakar dapat mengeringkan tiga kilogram biji jagung. Dan satu kilogram tongkol jagung menghasilkan 5 kilogram biji jagung, sehingga perlu penambahan sumber energi lain.

B. Saran

Perlu diadakan penelitian lanjutan dari penelitian ini karena alat pengering tipe batch dryer ini dapat digunakan untuk mengeringkan biji-bijian lain.


(36)

DAFTAR PUSTAKA

Atmaka dan Kawiji, 2011. Pengaruh Suhu Dan Lama Pengeringan Terhadap Kualitas Tiga Varietas Jagung(Zea Mays).

http://eprints.uns.ac.id/735/1/Pengaruh_Suhu_Dan_Lama_Pengeringan_Ter hadap_Kualitas_Tiga_Varietas_Jagung_(Zea_Mays_L.).pdf.

Bank Pengetahuan Tanaman Pangan Indonesia, 2010. Penanganan Pasca Panen

Jagung.Balai Besar Litbang Pasca Panen.

Defter, 2011. Strategi Pengendalian Pada Pengeringan Jagung Pipilan Yang Memanfaatkan Udara Lingkungan. (Skripsi). Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Intstitut Pertanian Bogor.

Firmansyah, 2009. Teknologi Pengeringan Dan Pemipilan Untuk Perbaikan Mutu Biji Jagung. Prosiding Seminar Nasional Serealia, Balai Penelitian

Tanaman Serealia, hal 330-338.

Gandhi A, 2010. Pengaruh Variasi Jumlah Campuran Perekat Terhadap Karakteristik Briket Arang Jagung Tongkol.Jurnal Profesional Vol 8, No. 1, hal 1-12

Istadi, Aghista, J.P. Sitompul, dan Nugroho, 2000. Studi Eksperimental Pengeringan Butiran Jagung Dalam Pengering Unggun Diam. Proceeding of

National Seminar on Agricultural Engineering (AE2000), hal 1-5.

Kementrian Pertanian, 2011. Teknologi Budidaya Jagung. Direktorat Jendral Tanaman Pangan, Direktorat Budidaya Serealia. Jakarta, 59 hal.

Napitupulu F.H, Y.P.Atmaja. 2011. Perancangan Dan Pengujian Alat Pengering Jagung Dengan Tipe Cabinet Dryer Untuk Kapasitas 9 Kg Per-Siklus.


(37)

Rahmawati, O.Yudhista, dan T.R. Renggani, 2012. Teknik Pengeringan Dengan Fluidized Bed Dryer.

http://tsffarmasiunsoed2012.wordpress.com/2012/05/22/teknik-pengeringan-dengan-fluidized-bed-dryer/.

Subekti N A, R.Effendi, S.Sunarti, dan Syafruddin 2007. Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. Laporan Akhir. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros

http://pustaka.litbang.deptan.go.id/bppi/lengkap/bpp10232.pdf.

Suriadi dan Murti, 2011. Kesetimbangan Energi Termal Dan Efisiensi Transient Pengering Aliran Alami Memanfaatkan Kombinasi Dua Energi. Jurnal

Teknik Industri. Vol 12, No 1, hal 34-40.

Widodo, A.Asari, Ana, dan Elita. 2007. Bio Energi Berbasis Jagung Dan Pemanfaatan Limbahnya.

http://mekanisasi.litbang.deptan.go.id/ind/phocadownload/MakalahSeminar/ Bio%20Energi%20Berbasis%20Jagung%20dan%20Pemanfaatan%20Limba hnya.pdf.

Yoseph, 2012. Penapisan Jamur Pelapuk Putih Pada Delignifikasi Tongkol Jagung .Laporan Tugas Akhir. Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang Makassar.


(38)

(39)

10cm 15cm 20cm Suhu Plenum (0C) 95 91 103,0

Suhudiluar (0C) 30 30 30,0

Suhuudarakeluar (0C) 42 39 43,0 Kadar Air Awal (% bb) 22,4 22,8 24,0 Kadar Air Akhir (% bb) 13 13,6 13,5 BeratBasahBijiJagung (kg) 12 19 25,0 Lama Pengeringan (menit) 90 135 150,0 Jumlahtongkoljagung (kg)

3 5 8,0

Tumpukan 10 cm

BeratKeringAwal = BeratKeringAkhir 0.776 x 12 = 0.87 P

9.312 = 0.87 P P = 10.703 kg

V = F - P

V = 12 kg - 10.703 kg V = 1.297 kg

Kg Udara = (1 + H1) x BanyakUdara

Kg Udara = (1 + 0.019 kg/kg Uk) x 56.39 kg Uk Kg Udara = 66,08 kg


(40)

Debit =kecepatanaliranudara x LuasRuangPengering x Massa JenisUdara Debit = 0.04 m/s x 0.192 m2 x 1.27 kg/m3

Debit = 0.00975 kg/s

Tumpukan 15 cm

BeratAwal = BeratAkhir 0.772 x 19 = 0.864 P 14.668 = 0.864 P P = 16.97 kg

V = F - P

V = 19 kg - 16.97 kg V = 2.03 kg

Kg Udara = (1 + H1) x BanyakUdara

Kg Udara = (1 + 0.019 kg/kg Uk) x 92,27kg Uk Kg Udara = 94,02 kg


(41)

Tumpukan 20 kg BeratAwal = BeratAkhir 0.76 x 25 = 0.865 P 19 = 0.865 P P = 21.96 kg

V = F - P

V = 25 kg - 21.96 kg V = 3.04 kg

Kg Udara = (1 + H1) x BanyakUdara

Kg Udara = (1 + 0.01 kg/kg Uk) x 116,92kg Uk Kg Udara = 118,08 kg


(42)

PerhitunganLajuPengeringan

LajuPengeringanpadatumpukan 10 cm

LajuPengeringanpadatumpukan 15 cm


(43)

Hfg= (2,501 – (2, 361 x 10-3) T) x 1000

Hfg= (2,501 – (2, 361 x 10-3) 82,84) x 1000

Hfg= 2307 kJ/kg H2O

Q1= V x Hfg

Q1= 1,29 kgH2O x 2307 kJ/kg H2O

Q1= 2976,03 kJ = 1984,02 kJ/jam

Q2= m x Cp x ∆T

Q2 = 12 kg x 1,112 kJ/kg0C x 10,640C

Q2= 141,98 kJ = 94,65 kJ/jam

Qout = Q1 + Q2

Qout = 1984,02 kJ/jam + 94,65 kJ/jam Qout = 2078,67 kJ/jam

Qinput = m.fs x Nbb

Qinput = 3kg/5400det x 3500 kkal/kg Qinput = 10500 kkal/5400det

Qinput = 1,94kkal/det


(44)

Tumpukan 15 cm

Hfg= (2,501 – (2, 361 x 10-3) T) x 1000

Hfg= (2,501 – (2, 361 x 10-3) 86,34) x 1000

Hfg= 2273,93 kJ/kg H2O

Q1= V x Hfg

Q1= 2,03 kgH2O x 2273 kJ/kg H2O

Q1= 4616,0779 kJ = 2098,217 kJ/jam

Q2= m x Cp x ∆T

Q2 = 19 kg x 1,112 kJ/kg0C x 5,080C

Q2= 107,33 kJ = 35,77 kJ/jam

Qout = Q1 + Q2

Qout = 2098,217 kJ/jam + 35,77 kJ/jam Qout = 2133,987 kJ/jam

Qinput = m.fs x Nbb

Qinput = 5kg/8100det x 3500 kkal/kg Qinput = 17500 kkal/8100det

Qinput = 2,16kkal/det


(45)

Tumpukan 20 cm

Hfg= (2,501 – (2, 361 x 10-3) T) x 1000

Hfg= (2,501 – (2, 361 x 10-3) 60,65) x 1000

Hfg= 2358 kJ/kg H2O

Q1= V x Hfg

Q1= 3,04 kgH2O x 2358 kJ/kg H2O

Q1= 7168,32 kJ = 2867,32 kJ/jam

Q2= m x Cp x ∆T

Q2 = 25 kg x 1,112 kJ/kg0C x 3,90C

Q2= 108,42 kJ = 43,368 kJ/jam

Qout = Q1 + Q2

Qout = 2867,32 kJ/jam + 43,368 kJ/jam Qout = 2910,68 kJ/jam

Qinput = m.fs x Nbb

Qinput = 7,5kg/9000det x 3500 kkal/kg Qinput = 26250 kkal/9000det

Qinput = 2,91kkal/det


(46)

Perhitunganeffisiensisecarateoritis Tumpukan 10 cm

Q1=beratkeringudara (h2-h1)

Q1 =64,85 (143-79)

Q1=4150,40 kJ

Q2 = Air yang diuapkan x Hfg

Q2 = 1,29 x 2307

Q2 = 2976,03 kJ

Q3= m x Cp x ∆T

Q2 = 12 kg x 1,112 kJ/kg0C x 10,640C

Q2= 141,98 kJ

Q4= Watt x t

= 75kJ/s X 1,5 jam = 0,02 kJ/jam X 1,5 jam = 0,03 kJ


(47)

Q1 =96,66 (148-80)

Q1=6572,88 kJ

Q2 = Air yang diuapkan x Hfg

Q2 = 2,02 x 2273,93

Q2 = 4593,33 kJ

Q3= m x Cp x ∆T

Q2 = 19 kg x 1,112 kJ/kg0C x 5,080C

Q2= 107,33 kJ

Q4= Watt x t

= 75kJ/s X 1,5 jam = 0,02 kJ/jam X 1,5 jam = 0,03 kJ

Tumpukan 20cm

Q1=beratkeringudara (h2-h1)

Q1 =116,92 (143-80)


(48)

Q2 = Air yang diuapkan x Hfg

Q2 = 3,03 x 2358

Q2 = 7144,74 kJ

Q3= m x Cp x ∆T

Q2 = 25 kg x 1,112 kJ/kg0C x 3,90C

Q2= 108,42 kJ

Q4= Watt x t

= 75kJ/s X 1,5 jam = 0,02 kJ/jam X 1,5 jam = 0,03 kJ


(49)

Waktu(menit ) Kadar air (%) SuhuPlenum (°C) Suhutumpukan(°C ) Suhuudarakeluar (°C)

0 22.4 30 30 30

15 21.2 92.5 59.5 38.5

30 20.3 93.5 77.5 45.5

45 19.7 96.5 84.5 48.5

60 17.5 100.5 89.5 50

75 16.9 107.5 98.5 55.5

90 13 110 99 57

Tabel3.SuhudanPenurunan Kadar Air padatumpukan 15 cm Waktu (menit) Kadar air (%) Suhu Plenum (°C) Suhutumpukan (°C) Suhuudarakeluar (°C)

0 22.8 30 30 30

15 22.6 64.5 32.5 30

30 22.5 92 44.5 38

45 21.4 97.5 50 40

60 21 99 55.5 41

75 20.5 103.5 60.5 43

90 17.3 105 77.5 45

105 16.9 106 82.5 50

120 15.2 106.5 84 52


(50)

Tabel4.SuhudanPenurunan Kadar Air padatumpukan 20 cm Waktu

(menit)

Kadar air (%)

Suhu Plenum (°C)

Suhutumpukan (°C)

Suhuudarakeluar (°C)

0 24 30 30 30

15 22.2 80 38.5 35

30 21.3 92 43.5 41

45 18.7 102 50.5 44.5

60 18.6 104.5 57.5 45

75 17.6 107.5 60 45

90 17.2 108 66 44.5

105 15.9 110 67 45.5

120 15.6 110 67.5 45.5

135 14.5 110 71 45.5


(51)

Gambar1.Bijijagungbasah (sebelumpengeringan)


(52)

Gambar3.TongkolJagung


(53)

(54)

Gambar7.TungkuPembakaran


(55)

(56)

Gambar11.Bijijagungsetelahdikeringkandengantumpukan 15 cm


(1)

FOTO – FOTO PENELITIAN

Gambar1.Bijijagungbasah (sebelumpengeringan)


(2)

Gambar3.TongkolJagung


(3)

Gambar5.Kipas


(4)

Gambar7.TungkuPembakaran


(5)

Gambar9. Proses Pengeringan


(6)

Gambar11.Bijijagungsetelahdikeringkandengantumpukan 15 cm