GUGATAN dalam Acara Perdata

GUGATAN dalam
Acara Perdata
DISUSUN OLEH :
TOTOH WILDAN TOHARI

Definisi Surat Gugatan
Surat gugatan adalah suatu surat yang diajukan oleh
penggugat kepada Ketua Pengadilan yang
berwenang, yang memuat tuntutan hak yang di
dalamnya mengandung suatu sengketa dan sekaligus
merupakan dasar landasan pemeriksaan perkara dan
pembuktian kebenaran suatu hak.

Para Pihak Dalam
Berperkara
penggugat (erser, plaintid) dan tergugat (gedaagde,
defendant). Pihak ini dapat secara langsung berperkara di pengadilan dan dapat juga
Ada 2 pihak yaitu

diwakilkan baik   melalui kuasa khusus (pengacara) maupun kuasa insidentil (hubungan keluarga).


-Penggugat adalah pihak yang memulai membuat perkara dengan mengajukan gugatan 
karena merasa hak perdata dirugikan, sedangkan - -

-Tergugat adalah pihak yang ditarik dimuka pengadilan karena dirasa oleh penggugat
sebagai yang merugikan hak perdatanya.
Selain pihak tergugat dan penggugat, dalam prakteknya ada disebut pihak turut tergugat, yaitu 
pihak yang tidak menguasai objek perkara tetapi akan terikat dengan putusan hakim.

Bentuk Gugatan
Tertulis (Pasal 118 HIR/Pasal 142 Rbg)
Lisan (Pasal 120 HIR/Pasal 144 Rbg), mengenai gugatan lisan diterangkan
dalam Pasal 120 HIR adalah “bilamana penggugat buta huruf maka surat
gugatannya yang dapat dimasukkannya dengan lisan kepada ketua
pengadilan negeri yang mencatat gugatan.”

Syarat-Syarat Gugatan
Hukum Acara yang termuat dalam HIR dan RBg tidak menyebut syarat-syarat yang
harus dipenuhi surat gugatan. Akan tetapi, Mahkamah Agung dalam beberapa
putusannya memberikan fatwa bagaimana surat gugatan itu disusun:
Orang bebas menyusun dan merumuskan surat gugatan asal cukup

memberikan gambaran tentang kejadian materil yang menjadi dasar
tuntutan (MA tgl 15-3-1970 Nomor 547 K/Sip/1972)
Apa yang dituntut harus disebut dengan jelas (MA tgl 21-11-1970 Nomor 492
K/Sip/1970)
Pihak-pihak yang berperkara harus dicantumkan secara lengkap (MA tgl
13-5-1975 Nomor 151 /Sip/1975 dll
Khusus gugatan mengenai tanah harus menyebut dengan jelas letak,
batas-batas dan ukuran tanah (MA tgl 9-7-1973 Nomor 81 K/Sip/1971)

Syarat-Syarat Gugatan
menurut Rv
Syarat-syarat surat gugatan dalam Rv yang dulu berlaku pada Read van Justitie,
pada Pasal 8 ayat (3)  disebutkan, bahwa surat gugatan harus memuat :
Identitas para pihak, adalah keterangan yang lengkap dari pihak-pihak berperkara yaitu
nama, tempat tinggal, dan pekerjaan (eks Pasal 1367 BW). Kalau mungkin juga agam,
umur, dan status;
Fundamentum petendie (posita) adalah dasar atau dalil gugatan yang berisi tentang
peristiwa dan hubungan hukum antara pihak-pihak yang berperkara (penggugat dan
tergugat), yang terdiri dua bagian (a) uraian tentang kejadian-kejadian atau peristiwaperistiwa (eitelijke  gronden) dan (b) uraian tentang hukumnya (rechtsgronden)
Petitum adalah yang dimohon atau dituntut supaya diputuskan pengadilan. Jadi, petitum

ini akan mendapat jawabannya dalam diktum atau amar putusan pengadilan. Karena itu,
penggugat harus merumuskan petitum tersebut dengan jelas dan tegas, kalau tidak bisa
menyebabkan gugatan tidak dapat diterima.

Dalam praktek ada 2 (dua) petitum yaitu :
Tuntutan pokok (primair) yaitu tuntutan utama
yang diminta
Tuntutan tambahan/pelengkap (subsidair) yaitu
berupa tuntutan agar tergugat membayar ongkos
perkara, tuntutan agar putusan dinyatakan dapat
dilaksanakan lebih dahulu (uit vierbaar bij vorraad),
tuntutan agar tergugat dihukum membayar uang
paksa (dwangsom), tuntutan akan nafkah bagi istri
atau pembagian harta bersama dalam hal gugatan
perceraian, dsb.

Pencabutan gugatan dapat terjadi:
Sebelum pemeriksaan perkara oleh hakim dalam hal ini adalah tergugat belum
memberikan jawaban.
Dilakukan dalam proses pemeriksaan perkara dalam hal ini apabila tergugat

sudah memberikan jawaban maka harus dengan syarat disetujui oleh pihak
tergugat.
Jika gugatan dicabut sebelum tergugat memberikan jawaban maka penggugat
masih boleh mengajukan gugatannya kembali dan jika tergugat sudah
memberikan jawaban penggugat tidak boleh lagi mengajukan gugatan karena
penggugat sudah dianggap melepaskan haknya.

Perubahan surat gugatan dapat dilakukan dengan syarat

:

- Tidak boleh mengubah kejadian materil yang menjadi dasar gugatan
(MA tanggal 6 Maret 1971 Nomor 209 K/Sip/1970.
- Bersifat mengurangi atau tidak menambah tuntutan.
Tentang perubahan atau penambahan gugatan tidak diatur dalam HIR/Rbg
namun dalam yurisprudensi MA dijelaskan bahwa perubahan atau penambahan
gugatan diperkenankan asal tidak merubah dasar gugatan (posita) dan tidak
merugikan tergugat dalam pembelaan kepentingannya (MA tgl 11-3-1970
Nomo 454 K/Sip/1970, tanggal 3-12-1974 Nomor 1042 K/Sip/1971 dan tanggal
29-1-1976 Nomor 823 K/Sip/1973). Perubahan tidak diperkenankan kalau

pemeriksaan hamper selesai. Semua dali pihak-pihak sudah saling
mengemukakan dan pihak sudah memohon putusan kepada majelis hakim (MA
tanggal 28-10-1970 Nomo 546 K/Sip/1970).

Kesempatan atau waktu melakukan perubahan
gugatan dapat dibagi menjadi 2 tahap :
1.Sebelum tergugat mengajukan jawaban dapat dilakukan tanpa perlu izin tergugat.
2.Sesudah tergugat mengajukan jawaban harus dengan 
izin tergugat jika tidak di setujui perubahan tetap dapat dilakukan dengan ketentuan :
Tidak menyebabkan kepentingan kedua belah pihak dirugikan terutama
tergugat.
Tidak menyimpang dari kejadian materil sebagai penyebab timbulnya
perkara.
Tidak boleh menimbulkan keadaan baru dalam positanya.