Peranan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam M

Nama

: Fikki Nurcahyo

NIM / Kelas

: E1A111005 / D

Ilmu Kedokteran Forensik
Peranan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Mengungkap Kebenaran Materiil pada Kasus
Aborsi Dewasa Ini

A. LATAR BELAKANG

Dalam dunia kedokteran sudah tidak asing lagi dengan istilah aborsi1 yang erat
kaitannya dengan kejahatan terhadap janin di dalam kandungan, tetapi ungkapan tersebut
memang tidaklah sepenuhnya benar karena dalam kedokteran terdapat dua istilah yang
berseberangan, istilah Abortus spontaneous dan Abortus provocatus2. Dalam lingkup
Hukum materiil, aborsi telah diatur di dalam KUHP pasal 346 sampai 349 yang pada
pokonya mengatur mengenai ancaman pidana terhadap seorang ibu yang melakukan
Abortus provocatus.

Sejauh

penulis

menggambarkan

konstruksi

aborsi

dewasa

ini

dalam

pemikirannya, tidaklah salah jika penulis mengabstraksikan3 aborsi sebagai kejahatan
kemanusiaan dan sebagai bentuk usaha nyata seseorang dan atau sekelompok orang
dalam memproteksikan diri dari sanksi sosial dan sanksi hukum yang membayanginya.
Tindak pidana aborsi dalam kacamata hukum tidak hanya dipandang sebagai suatu

kejahatan terhadap nyawa seperti yang tertuang dalam pasal 346 sampai 349, yang pada
pasal 346 berbunyi “Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara
1

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya pengguguran kandungan

2

Sofwan Dahlan, Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2000.

Hal. 135.
3

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya metode untuk mendapatkan kepastian hukum atau
pengertian melalui penyaringan thd gejala atau peristiwa

paling lama empat tahun”, tetapi termasuk bentuk kejahatan terhadap HAM serta dapat
dikatakan bahwa aborsi adalah bagian dari rangkaian tindak pidana sebelumnya,
mengapa penulis katakan demikian.? Karena dapat disangkakan bahwa tindak pidana

aborsi dapat bermula dari tindak pidana pemerkosaan, pencabulan maupun kesusilaan
sebagai latar belakangnya. Siapakah korban disini dan siapakah pelaku disini.? Hal ini
masih rancu dalam pemikiran penulis, dan mungkin dalam pemikiran kita bersama
sebagai pengamat secara umum.
Masuk kedalam lingkup viktimologi, penulis mengartikan aborsi sebagai crime
without victim. Mengapa demikian? Karena dalam aborsi terdapat dua kemungkinan
antara sang wanita selamat dan (pasti) janin meninggal atau sang wanita meninggal dan
janin juga meninggal. Jadi penulis simpulkan disini bahwa aborsi merupakan kejahatan
dalam lingkup korban diri sendiri.
Berangkat dari sebagian abstraksi pemikiran diataslah penulis mencoba
mengkorelasikan antara tindak pidana aborsi disatu sisi dengan peranan ilmu bantu
kedokteran forensik dalam mengungkap kasus yang berkaitan dengan aborsi sebagai
bagian dari kajian hukum pidana materiil dan formil (dalam sistem peradilan pidana).
Aborsi yang dewasa ini semakin mudah untuk dilakukan oleh kalangan remaja
sebagai pelaku mayoritasnya dan disisi lain semakin sulit diungkap motif, pelaku, serta
korban dari kacamata hukum, pada akhirnya akan melahirkan pandangan tentang
pentingnya ilmu bantu dalam mengungkap tindak pidana aborsi dewasa ini, terutama
ilmu bantu Kedokteran Forensik.
Ditinjau dari aspek perkembangan sosial dan hukum, apakah perkembangan
hukum lebih cepat berubah daripada anomali4 sosial di masyarakat? Tentu Ilmu

Kedokteran Forensik ini akan terus mengekor kemanapun induknya (hukum) itu ada. Jika
hukum masih tetap berjalan di tempat sedangkan aspek kehidupan sosial dan kualitas
serta kuantitas kriminalitas terus berkembang eksistensinya, maka ilmu bantu Kedokteran
Forensik pun akan tetap berjalan ditempat selaras dengan hukum positifnya, hukum akan
tertinggal dari objeknya yang terus berevolusi setiap waktunya.
4

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya ketidaknormalan; penyimpangan dr normal; kelainan

Berpaling dari itu semua, disini penulis ingin menganalisis mengenai peranan
Ilmu Bantu Kedokteran Forensik terhadap pengungkapan kasus tindak pidana aborsi
dewasa ini dalam korelasinya dengan hukum positif (peraturan perundang-undangan)
yang mendasarinya. Apakah ilmu bantu ini dapat memberi pengaruh dan berperan
penting dalam mengungkap kebenaran materiil dari aborsi yang bersifat legal maupun
illegal bagi kepentingan dunia hukum (dalam hal ini lebih kepada kepentingan peradilan
pidana).?
B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah bentuk peranan Ilmu Bantu Kedokteran Forensik dalam mengungkap
kebenaran materiil pada tindak pidana aborsi.?


Artikel Kasus Aborsi:
Liputan6.com, Cilacap- Rekonstruksi kasus aborsi hingga membuat kepala bayi
putus di Cilacap, Jawa Tengah digelar. Dua sejoli yang menjadi tersangka, MK, laki-laki
(19) dan RH, perempuan (20) mempraktikkan apa yang telah mereka lakukan terhadap
anaknya sendiri.

Pantauan Liputan6.com, Sabtu (12/4/2014), MK dan RH awalnya membeli obat
sakit lambung di apotek. Sepasang kekasih itu kemudian menginap di rumah paman RH
di Desa Karangmangu, Kroya, Cilacap pada Senin 31 Maret 2014.

"Ngakunya datang dari Cilacap. Lalu saya tanyain dan dia mengaku sakit.
Katanya mau ke dokter. Itu cuma di depan rumah, lalu mereka pergi lagi," ujar Bejo,
paman RH, Sabtu (12/4/2014).

Pada malam hari, RH yang didampingi MK meminum obat sakit lambung yang
tadi ia beli. Beberapa jam kemudian, sekitar pukul 23.00 WIB, RH mulas dan mual
hingga akhirnya keguguran di kamar mandi. Niatnya RH hendak buang air kecil, tapi
bayinya justru keluar.


"Terjadi mual-mual pada lambung. Sehingga mengakibatkan keguguran yang
tidak sempurna," ujar Kasat Reskrim Polres Cilacap AKP Agus Puryadi. Namun proses
keluarnya bayi itu tak berjalan mulus karena sungsang. Kaki terlebih dulu keluar. MK
dan RH panik menarik si bayi hingga membuat kepala putus tak sempurna. Tali pusarnya
pun belum terlepas. MK kemudian mengambil gunting dan memotongnya. Potongan
janin itu kemudian dibungkus kaos dan dibawa ke kamar.

"Bayi ditarik oleh tersangka laki-laki dan akhirnya putus pada bagian leher
sehingga tinggal kepala yang ada di rahim perempuan," kata Agus.

Setelah itu, RH mengalami pendarahan hebat. Remaja tersebut kemudian dibawa
ke puskemas terdekat untuk diberikan pertolongan pertama. RH kini sudah sembuh dan
menjadi tersangka bersama pacarnya, MK.

Setelah rekonstruksi, Kepolisian Polres Cilacap akan membongkar makam janin
nahas tersebut guna mencocokkan bukti dengan data forensik oleh dokter dari Tim
Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Dokkes) Polda Jateng.

"Dari hasil rekonstruksi, benar aborsi dilakukan kedua tersangka. Yang laki-laki
sebagai aktornya, sedangkan tersangka perempuan yang turut serta," tandas Agus.


Atas perbuatannya, MK dan RH dijerat pasal berlapis yaitu Undang-undang
Perlindungan anak, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 194 tentang
kesehatan dengan maksimal hukuman 10 tahun, dan subsider pasal 348 ayat (1) KUHP
dengan maksimal hukuman 5 tahun penjara.5

5

Baca
di
putus#sthash.K1t7KqB0.dpuf

http://news.liputan6.com/read/2036211/remaja-panik-saat-aborsi-kepala-bayi-

C. PEMBAHASAN

Melihat kasus diatas, dapat dikatakan bahwa aborsi semakin marak terjadi
belakangan ini dan motifnya pun beragam dari meminum obat dari apotek, membuat
ramuan sendiri, sampai melakukan aborsi di dukun ataupun dokter spesialis kandungan.


Penulis menggambarkan kasus aborsi diatas dari kacamata Ilmu Kedokteran
Forensik sebagai bentuk keluarnya janin dari kandungan sebelum masa kehamilan
sempurna6. Jika ditinjau lebih dalam bahwa dalam Ilmu kedokteran dikenal adanya dua
bentuk aborsi yaitu Abortus spontaneous dan Abortus provocatus, dan pada Abortus
provocatus dibagi lagi kedalam aborsi yang illegal dan legal. Pada kasus aborsi diatas
penulis menyimpulkan ini masuk ke dalam jenis Abortus provocatus yang illegal,
mengapa demikian? Karena aborsi tersebut dilakukan oleh diri si ibu sendiri maupun
dibantu oleh orang lain secara melawan hukum dalam penerapannya.

Beberapa peraturan yang berkaitan dengan aborsi dibawah ini akan menjelaskan
mengenai aborsi dan sanksi hukumnya.

KUHP
·

Pasal 346
“Seseorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya
atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.”


·

Pasal 347
Ayat 1

6

Hal. 135.

Sofwan Dahlan, Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2000.

“Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.”
Ayat 2
“Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan penjara
paling lama lima belas tahun.”
·

Pasal 348

Ayat 1
“Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.”
Ayat 2
“Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.”

·

Pasal 349
“Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang
tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu
kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang
ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak
untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.

Terhadap aborsi itu sendiri, kedokteran forensik berperan dalam mengungkap
motif dari aborsi termasuk metode ataupun teknik aborsi yang diterapkan oleh pelaku.
Terdapat berbagai metode yang sering dipergunakan dalam abortus provocatus

yang perlu diketahui, oleh karena berkaitan dengan komplikasi yang terjadi dan
bermanfaat di dalam melakukan penyidikan serta pemeriksaan mayat untuk menjelaskan
adanya hubungan antara tindakan abortus itu sendiri dengan kematian yang terjadi pada
si-ibu. Metode-metode yang dipergunakan biasanya disesuaikan dengan umur kehamilan,

semakin tua umur kehamilan semakin tinggi resikonya. Hal ini perlu diketahui penyidik
dalam kaitannya dengan pengumpulan barang-barang bukti.
a. Pada umur kehamilan sampai dengan 4 minggu:


Kerja fisik yang berlebihan;



Mandi air panas;



Melakukan kekerasan pada daerah perut;



Pemberian obat pencahar;



Pemberian obat-obatan dan bahan-bahan kimia;



“electric shock” untuk merangsang rahim;



Menyemprotkan cairan ke dalam liang vagina.

b. Pada umur kehamilan sampai dengan 8 minggu:


Pemberian obat-obatan yang merangsang otot rahim dan pencahar agar terjadi
peningkatan

“menstrual

flow”,

dan

preparat

hormonal

guna

mengganggu

keseimbangan hormonal;


Penyuntikan cairan ke dalam rahim agar terjadi separasi dari placenta dan amnion,
atau menyuntikkan cairan yang mengandung karbol (carbolic acid);



Menyisipkan benda asing ke dalam mulut rahim, seperti kateter atau pinsil dengan
maksud agar terjadi dilatasi mulut rahim yang dapat berakhir dengan abortus.

c. Pada umur kehamilan antara 12 – 16 minggu:


Menusuk kandungan;



Melepaskan fetus;



Memasukkan pasta atau cairan sabun.

Berangkat dari penjelasan tersebut, penulis menggambarkan bahwa pelaku aborsi
pada kasus yang sedang kita bahas ini lebih condong menggunakan obat-obatan sebagai
tahap awal dalam melakukan aborsi yang selanjutnya menggunakan metode “tanpa alat”
yaitu dengan menarik janin yang keluar dari vagina si pelaku secara kasar sehingga
menyebabkan kepala janin terputus dan tertinggal di dalam rahim si pelaku.

Pada kasus ini, Pemeriksaan Pos Mortem juga lebih dicondongkan untuk
diterapkan dalam mengungkap kebenaran materiilnya.

Pemeriksaan dilakukan menyeluruh melalui pemeriksaan luar dan dalam
(autopsi). Pemeriksaan ditujukan pada:
a. Menentukan perempuan tersebut dalam keadaan hamil atau tidak. Untuk ini diperiksa:
1. Payudara secara makros maupun mikroskopis;
2. Ovarium, mencari adanya corpus luteum persisten secara mikroskopik;
3. Uterus, lihat besarnya uterus, kemungkinan sisa janin dan secara mikroskopik adanya
sel-sel trofoblast dan sel-sel decidua.
b. Mencari tanda-tanda cara abortus provokatus yang dilakukan:
1. Mencari tanda-tanda kekerasan lokal seperti memar, luka, perdarahan jalan lahir;
2. Mencari tanda-tanda infeksi akibat pemakaian alat yang tidak steril;
3. Menganalisa cairan yang ditemukan dalam vagina atau cavum uteri.
c. Menentukan sebab kematian. Apakah karena perdarahan, infeksi, syok, emboli udara,
emboli cairan atau emboli lemak.

D. SIMPULAN
Setelah menganalisis tentang aborsi berdasar fakta yang ada, penulis
menyimpulkan bahwa peran Ilmu Bantu Kedokteran Forensik dalam mengungkap
kebenaran materiil pada kasus aborsi sangatlah besar, terutama dalam mengungkap motif
pelaku dalam melakukan tindak pidana aborsi, juga dalam mengungkap metode ataupun
teknik yang dilakukan pelaku dalam melakukan aborsi tersebut.
Ilmu Bantu Kedokteran Forensik juga memberikan gambaran akan akibat dati
aborsi dalam kacamata kesehatan dan medic. Sehingga nantinya dalam pemeriksaan di
persidangan, keterangan ahli yang dituangkan dalam Visum et Repertum akan sangat
berguna bagi hakim dalam melakukan pertimbangan hukumnya sehingga tercipta putusan
yang seadil-adilnya berdasarkan kepastian fakta yang ada.