Pemanfaatan Limbah Kulit Durian sebagai Bahan Baku Pembuat Briket Arang Sistem Kempa Hidrolik (Hydraulic press)

43

Lampiran 1. Flowchart Penelitian
Mulai

Persiapan Bahan

Sekam padi

Kulit durian

Pengeringan

Pengeringan

Pengarangan

Pengarangan

Penggilingan


Penggilingan

Pengayakan

Pengayakan

Arang sekam padi

Pencampuran sesuai
Perlakuan

Kulit durian

Pencetakan

Pengeringan

Uji parameter

Analisis data


Selesai

Universitas Sumatera Utara

44

Lampiran 2. Data pengamatan nilai kalor(kal/gr)
Perlakuan
P1
P2
P3
P4
P5
P6

I
3206.281
3727.153
4058.499

4559.382
5016.415
5494.075

Ulangan
II
3256.643
3572.63
4102.43
4588.87
4989.09
5398.98

III
3202.72
3700.35
4173.88
4521.23
4998.65
5445.77


Total

Rataan

9665.644
11000.133
12334.809
13669.482
15004.155
16338.825

3,221.881
3,666.711
4,111.603
4,556.494
5,001.385
5,446.275

Analisis sidik ragam nilai kalor

SK
Perlakuan
P
Galat
Total
Ket : tn
*
**

F
db
JK
KT
hitung
5
10390814.81 2078162.96 846.959
5
10390814.81 2078162.96 846.959
12
29444.11

2453.68
17
= tidak nyata
= nyata
= sangat nyata

**
**

F 0,05
F 0,01
3.105875 5.064343
3.105875 5.064343

Lampiran 3. Data pengamatan kadar air(%)
Perlakuan
P1
P2
P3
P4

P5
P6

I
1.512
1.928
2.337
2.786
3.154
3.530

Ulangan
II
1.516
1.923
2.341
2.783
3.167
3.572


III
1.511
1.918
2.336
2.753
3.144
3.593

Total

Rataan

4.539
5.769
7.014
8.322
9.465
10.695

1.513

1.923
2.338
2.774
3.155
3.565

Analisis sidik ragam kadar air(%)
SK
Perlakuan
P
Galat
Total
Ket : tn
*
**
\

db
JK
KT

F hitung
5 8.879092
1.7758184 6945.835
5 8.879092
1.7758184 6945.835
12 0.003068 0.000255667
17 0.003068
= tidak nyata
= nyata
= sangat nyata

**
**

F 0,05
F 0,01
3.105875 5.064343
3.105875 5.064343

Universitas Sumatera Utara


45

Lampiran 4. Data pengamatan kadar abu (%)
Perlakuan
P1
P2
P3
P4
P5
P6

I
7.860
6.720
5.680
4.470
3.450
2.560

Ulangan
II
7.93
7.03
5.82
4.88
3.63
2.52

Total

III
7.79
6.62
5.63
4.54
3.6
2.36

23.580
20.370
17.130
13.890
10.680
7.440

Rataan
7.860
6.790
5.710
4.630
3.560
2.480

Analisis sidik ragam kadar abu(%)
SK
Perlakuan
P
Galat
Total
Ket : tn
*
**

db
JK
KT
F hitung
5
60.81565 12.16313 566.1659
5
60.81565 12.16313 566.1659
12
0.2578 0.021483
17 61.07345
= tidak nyata
= nyata
= sangat nyata

**
**

F 0,05
F 0,01
3.105875 5.064343
3.105875 5.064343

Universitas Sumatera Utara

46

Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian

Pencetakan briket

Briket setelah dicetak

Penimbangan Briket

Universitas Sumatera Utara

47

Pengujian nilai kalor

Kulit Durian

Sekam Padi

Universitas Sumatera Utara

48

Tungku Pembakaran

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, R. 1991. Briket Arang Lebih Baik dari Kayu Bakar.Jurnal. Neraca
10(4) : 21-22.
AGM.,

2011. Particle Size-US Sieve Series and Tyler Mesh Size
Equivalents.http://www.agmcontainer.com/desiccantcity/pdfs/Mesh_Size_
Equivalents.pdf [26 Mei 2011].

Andry, H.U., 2000. Aneka Tungku Sederhana. Penebar Swadaya. Yogyakarta.
Anonimous, 1989.Processing of Industrial Disposal Processing of Wood
(Pengolahan Limbah Industri Pengolahan Kayu).http://rusiman.bpdaspemalijratun.net/index.php?option=com_content&view=article&catid=3
%3Aumum&id=25%3Apengolahan-limbah-industri-pengolahankayu&Itemid=404 (19 Maret 2009).
Anonimous, 2000.Sambutan Materi Kehutanan dan Perkebunan Pada Seminar
Nasional Kehutanan Masa Depan Industri Hasil Hutan (Kayu) di
Indonesia.Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta.
Anonimous, 2014. Diktat Ilmu Bahan, Bahan Bakar dan Pelumas.[13 November
2014]
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 1994. Pedoman Teknis
Pembuatan Briket Arang. Departemen KehutananNo. 3
Basrianta, 2007. Manajemen Sampah. Kansius.Yogyakarta.
Bergeyk Van, K. dan I.A.J. Liedekerken, 1981. Teknologi Proses.Jilid 1. Bhratara
Karya Aksara. Jakarta.
Bernasconi, G., H. Gerster, H. Hauser, H. Stauble, dan E. Scheiter, 1995.
Teknologi Kimia 2. Penerjemah Lieda Handojo. Pradya Paramita. Jakarta.
Bhattacharya, S.C., G.Y.Shaunier, N.Islam, 1985, ‘Densification of Biomassa
Residuesin in: Bioenergy 84’. Vol. 3, H.Egneus and Ellegard (ed),
Elsevier. London.
Daryanto, 2007. Energi: Masalah Pemanfaatannya Bagi Kehidupan Manusia.
Pustaka Widyatama. Yogyakarta.
Grover, P.D., 1996. Biomas Briquetting. Practices food and Agriculture.
Organization of The United Nations. Bangkok.

41
Universitas Sumatera Utara

42

Hartoyo, 1983.Pembuatan Arang dari Briket Arang Secara Sederhana dari Serbuk
Gergaji dan Limbah Industri Perkayuan. Puslitbang Hasil Hutan. Bogor.
Haryanto, B., 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
Irawan, A. 2011.Pengaruh Jenis Binder Terhadap Komposisi dan Kandungan
Energi Biobriket Sekam Padi. Banten: Jurusan Teknik Kimia, Fakultas
Teknik-Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Ismayana,A dan Afriyanto. 2014. Pengaruh Jenis dan Kadar Bahan Perekat Pada
Pembuatan Briket Blotong Sebagai Bahan Bakar Alternatif.IPB.Bogor.
Jamilatun, S., 2011.Kualitas Sifat-Sifat Penyalaan dari Pembakaran Briket
Tempurung Kelapa, Briket Serbuk Gergaji Kayu Jati, Briket Sekam Padi,
dan Briket Batubara.
Joseph, S. dan D. Hislop, 1981.Residu Briquetting in
Countries.Aplyed
Science
Publisher.
http://www.informaworld.com. Didownload 20 Juli 2009.

Developping
London.

Kadir, A., 1995. Energi: Sumberdaya, Inovasi, Tenaga Listrik.Potensi Ekonomi.
UI Press. Jakarta.
Kurniawan, O. dan Marsono. 2008. Superkarbon. Bahan Bakar Alternatif
Pengganti Minyak Tanah dan Gas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat, 2011. Pembuatan
Fortofolio Investasi Industri Briket Batubara. Banjarmasin.
Mangunwidjaja.D. dan Sailah.I, 2005. Pengantar Teknologi Pertanian.Penebar
Swadaya. Jakarta.
Pari, G. dan Hartoyo, 1983. Beberapa Sifat Fisis Dan Kimia Briket Arang Dari
Limbah Arang Aktif. Puslitbang Hasil Hutan. Bogor.
Reksohadiprojo, 1998. Ekonomi Energi. Edisi Pertama. UGM-Press.Yogyakarta.
Ruhendi, S., D.N. Koroh, F.A. Syahmani, H. Yanti, Nurhaida, dan T. Sucipto,
2007. Analisi Perekat Kayu. Fakultas Kehutanan. IPB-Press. Bogor.
Said, E.G., 1996. Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit.PT. Trubus
Agriwidaya.Ungaran.

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2016 di Laboratorium
Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian dan Laboratorium MIPA Universitas
Sumatera Utara.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sekam padi, kulit
durian, tepung kanji sebagai perekat, air sebagai campuran bahan perekat.
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tungku
pengarangan yang digunakan sebagai tempat pengarangan sekam padi.Sekop kecil
yang

digunakan

untuk

memasukkan

sekam

padi

ke

dalam

tungku

pengarangan.Lumpang dan alu yang digunakan sebagai alat menumbuk
bioarang.Ember dan baskom yang digunakan sebagai tempat pengadukan adonan
bioarang.Gelas ukur yang digunakan untuk mengukur banyaknya air yang
dibutuhkan untuk membuat larutan kanji.Kayu pengaduk yang digunakan sebagai
alat untuk adonan bioarang agar campuran merata. Timbangan yang digunakan
sebagai alat untuk mengukur berat bioarang yang akan dicetak. Cetakan briket
yang digunakan sebagai tempat untuk mencetak sampel briket.Oven yang
digunakan sebagai alat untuk mengeringkan bioarang yang telah dicetak.Bomb
calorimeter yang digunakan sebagai alat untuk mengukur nilai kalori dari briket
yang dihasilkan. Label nama yang digunakan untuk menandakan sampel dari
perlakuan. Alat tulis yang digunakan sebagai perlengkapan dalam penelitian.
Shave seckher yang digunakan untuk mengayak biorang yang telah ditumbuk.

27
Universitas Sumatera Utara

28

Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap
(RAL) non faktorial.Perlakuan dilakukan dengan mengkombinasikan jenis bahan
pembuat briket (sekam padi dan kulit durian) dengan komposisi tertentu yang
bertujuan untuk mengamati pengaruh kombinasi komposisi bahan terhadap mutu
yang dihasilkan. Komposisi sekam padi dinotasikan dengan simbol T dan
komposisi Kulit durian dinotasikan dengan simbol S. Perpaduan kedua komposisi
bahan briket dan perekat tapioka diasumsikan memiliki massa yang sama yaitu
100 gram setiap perlakuan, komposisi bahan dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Perlakuan komposisi antara sekam padi dan kulit durian
Perlakuan
P1
P2
P3
P4
P5
P6

Komposisi
T ( %) (sekam padi)
100 %
90 %
80 %
70 %
60 %
50 %

S (%) (kulit durian)
0%
10 %
20 %
30 %
40 %
50 %

Percobaan ini dilakukan dalam 3 kali ulangan yang diperoleh dari :
T c (n – 1) > 15
9 (n – 1 )>15
9n > 24
n> 2, 67
n – 3 kali ulangan
Model rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL)
non-faktorial dengan model sebagai berikut :
Yij = µ + Ti + Σij =1,2,...t

Universitas Sumatera Utara

29

Dimana :
Yij =Respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan
ke-j
µ = Nilai tengah umum
Ti = Pengaruh perlakuan ke-i
Σij= Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.
Prosedur Penelitian

-

Dipersiapkan sekam padi dan kulit durian.

-

Sekam padi dan kulit durian dibersihkan dari kotoran yang terikut,
kemudian dilakukan pengeringan dibawah sinar matahari.

-

Bahan sekam padi dimasukkan dalam tungku pengarangan lalu bahan di
sulut dengan api, sesudah menjadi arang.

-

Kulit durian dikarbonisasi di tungku pengarangan.

-

Bioarang hasil pengarangan ditumbuk hingga menjadi tepung arang dan
dikeringkan ditumbuk hingga menjadi tepung.

-

Kedua bioarang diayak untuk mendapatkan material yang seragam. Dalam
penelitian ini ukuran mesh yang digunakan adalah 40

-

Kemudian disiapkan campuran perekat (kanji) yang di larutkan dalam air
dengan perbandingan 1:10 kemudian dipanaskan.

-

Adonan tepung kanji yang telah jadi perekat, kemudian dicampurkan
dengan hasil pengayakan arang sekam padi dan batubara sesuai dengan
perlakuan sehingga menjadi adonan yang lengket, selanjutnya adonan
diaduk agar semua bahan tercampur merata.

Universitas Sumatera Utara

30

-

Hasil adonan dimasukkan dalam cetakan briket tipe press.

-

Kemudian briket dikeluarkan dari cetakan dan dilakukan pengeringan
dengan oven pada suhu 600 C selama 24 jam.

-

Dilakukan pengujian parameter.

Parameter yang diamati
Adapun parameter yang diuji adalah sebagai berikut :
Kualitas nilai kalor
Pengukuran Kualitas nilai kalor untuk setiap perlakuan pada setiap kali
ulangan. Kualitas nilai kalor dapat diukur dengan menggunakan alat bomb
calorimeter (kal/gr).
Cara pengujian kualitas nilai kalor pada briket sekam padi dengan
kombinasi batubara adalah sebagai berikut :
-

Tabung bomb calorimeter dibersihkan

-

Ditimbang briket sebanyak 0,15 gram dan diletakan dalam cawan platina.

-

Dipasang kawat penyala pada tangkai penyala

-

Cawan platina ditempatkan pada ujung tangkai penyala

-

Tabung di tutup dengan kuat

-

Dimasukkan oksigen dengan takanan 30 bar

-

Tabung bomb ditempatkan dalam kalorimeter

-

Kalorimeter ditutup dengan penutupnya

-

Pengaduk air pendingin dihidupkan selama 5 menit

-

Dicatat temperatur yang tertera pada termometer

-

Penyalaan dilakukan dan dibiarkan selama 5 menit

-

Dicatat kenaikan suhu pada termometer

Universitas Sumatera Utara

31

-

Dihitung nilai kalor dengan rumus :
HHV = (T2 - T1 - 0,05 ) × Cv ................................................................... (1)
dimana,

T1

= Temperatur sebelum pengeboman (0C)

T2

= Temperatur setelah pengeboman (0C)

1 Joule = 0,239 kal
HHV = Kualitas nilai kalor (kal/g)
Cv

= Kalor jenis bom kalorimeter (73529,6 J/gram 0C)

0,05

= Kenaikan temperatur kawat penyala

Kadar air
Penentuan kadar air di lakukan untuk setiap perlakuan pada setiap kali
ulangan. Kadar air dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan :
Kadar air (%) = {( G0 – G1)/G0} × 100% .............................................................. (2)
dimana,

G0

= berat sebelum dikeringkan (gr)

G1

= berat setelah dikeringkan (gr)

Kadar abu
Penentuan kadar abu dilakukan untuk setiap perlakuan pada setiap kali
ulangan. Contoh uji diletakkan 5 gr bahan ke dalam cawan kemudian dimasukkan
kedalam tungku pengabuan dan dibakar secara perlahan selama 4 jam sampai
suhu pembakaran akhir 580 – 6000 C sehingga semua karbon hilang, dinginkan
cawan beserta isinya kedalam desikator kemudian ditimbang untuk mendapatkan
kadar abu. Besar kadar abu dihitung dengan rumus :
Kadar abu (%) =

Ber at sisa abu
Berat kering tanur arang

× 100% ............................................... (3)

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian pemanfaatn limbah kulit durian dan sekam padi sebagai
bahan baku pembuatan biobriket arang terhadap mutu yang dihasilkan sistem
kempa hidrolik (hydraulic press) dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil penelitian pemanfaatan kulit durian dan sekam padisebagai bahan
baku pembuatan biobriket arang.
Perlakuan
Nilai Kalor
Kadar Air
Kadar Abu
(kal/gr)
(%)
(%)
P1
3.221,822
1,513
7,86
P2
3.666,711
1,923
6,79
P3
4.111,603
2,338
5,71
P4
4.556,494
2,744
4,63
P5
5.001,385
3,155
3,56
P6
5.446,275
3,565
2,48

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai kalor yang tertinggi diperoleh dari
perlakuan P6 sebesar 5.446,275 kal/gr sedangkan nilai kalor yang terendah
diperoleh dari perlakuan P1sebesar 3.221,822 kal/gr. Kadar air yang tertinggi
diperoleh dari perlakuan P6 sebesar 3,56 % sedangkan kadar air yang terendah
diperoleh dari perlakuan P1sebesar 1,51%. Kadar abu yang tertinggi diperoleh
dari perlakuan P1 sebesar 7,86 % sedangkan kadar abu terendah diperoleh dari
perlakuan P6 sebesar 2,48 %.
Pada penelitian ini dilakukan uji LSR(Least Significant Range) untuk
menganalisa perbedaan mutu briket diantaranya nilai kalor, kadar air, dan kadar
abu.
Nilai Kalor
Hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa persentase perlakuan bahan

32
Universitas Sumatera Utara

33

pengikat memberi pengaruh sangat nyata terhadap nilai kalor.Hasil pengujian
LSR (Least Significant Range) menunjukkan pengaruh

persentase perbedaan

komposisi bahan bakar terhadap nilai kalor untuk setiap perlakuan dapat dilihat
pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil uji LSR persentase komposisi bahan briket terhadap nilai kalor
(kal/gr)
Jarak
P
1
2
3
4
5

LSR
0,05

0,01

88,113
92,231
94,719
96,378
97,522

123,547
128,809
132,184
134,557
136,331

Perlakuan
P1
P2
P3
P4
P5
P6

Nilai
Kalor
3.221,881
3.666,711
4.111,603
4.556,494
5.001,385
5.446,275

Notasi
0,05
a
b
c
d
e
f

0,01
A
B
C
D
E
F

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
pengaruh berbeda nyata pada taraf 5 % dan berbeda sangat nyata
pada taraf 1 %
Dari Tabel 6. dapat dilihat bahwa pada perlakuan P1 berbeda sangat nyata
terhadap perlakuan P2 dan perlakuan P2 berbeda sangat nyata dengan perlakuan
P3 dan perlakuan P3 berbeda sangat nyata dengan perlakuan P4 dan perlakuan P4
berbeda sangat nyata dengan perlakuan P5 dan perlakuan P5 berbeda sangat nyata
dengan perlakuan P6 yang diamati pada taraf 1 %.
Hubungan komposisi bahan pembuat briket terhadap nilai kalor dapat
dilihat pada Gambar 1.

Universitas Sumatera Utara

34

6,000.000
5,446.275
5,001.385

Niali Kalor (kal/g)

5,000.000
4,556.494
4,111.603

4,000.000
3,666.711
3,221.881

3,000.000
2,000.000
1,000.000
0.000
P1

P2

P3

P4

P5

P6

Perlakuan

Gambar 4. Grafik linear antara komposisi bahan pembuat briket bioarang terhadap
nilai kalor
Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan nilai kalor jika
jumlah arang sekam semangkin sedikit dan kulit durian semangkin banyak,
artinya bahwa komposisi bahan pembuat briket memberikan pengaruh terhadap
kualitas nilai kalor yang dihasilkan.
Perbedaan jumlah nilai kalor pada masing masing perlakuan disebabkan
oleh perbedaan akumulasi jumlah nilai kalor yang terkandung pada setiap briket
yang dipengaruhi oleh komposisi bahan penyusun briket bioarang tersebut. Pada
P6 dengan kompisi bahan pembuat briket yaitu 50 % sekam padi dan 50 % kulit
durianmemiliki nilai kalor tertinggi 5.446,125 kal/gr sedangkan pada P1dengan
komposisi bahan pembuat briket yaitu 100 % sekam padi memiliki nilai kalor
yang terendah yaitu 2.331,881 kal/gr. Hal ini sesuai dengan literatur Hartoyo
(1983) yang menyatakan bahwa kualitas nilai kalor briket yang dihasilkan
dipengaruhi oleh nilai kalor atau energi yang dimiliki oleh bahan penyusunnya.

Universitas Sumatera Utara

35

Kadar Air
Hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa perbedaan komposisi bahan
bakar memberi pengaruh sangat nyata terhadap kadar air.
Melihat perbedaan pengaruh lama pengeringan terhadap kadar air, maka
dilakukan uji beda rataan dengan uji LSR (Least Significant Range), dari uji LSR
diperoleh hasil seperti yang tertera pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil uji LSR pengujian persentase komposisi bahan pembuat briket
terhadap kadar air ( % )
Jarak
LSR
Kadar
Notasi
Perlakuan
P
0,05
0,01
Air (%)
0,05
0,01
P1
1,513
a
A
1
0,0284
0,0399
P2
b
B
1,923
2
0,0298
0,0416
P3
c
C
2,338
3
0,0306
0,0427
P4
d
D
2,774
4
0,0311
0,0434
P5
e
E
3,155
5
0,0315
0,044
P6
f
F
3,565
Keterangan Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
berbeda nyata pada taraf 5 % dan berbeda sangat sangat nyata pada taraf 1 %
Dari Tabel 7. dapat dilihat bahwa perlakuan P1 berbeda sangat nyata
terhadap perlakuan P2 dan perlakuan P2 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan
P3 dan perlakuan P3 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan P4 dan perlakuan
P4 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan P5 dan perlakuan P5 berbeda sangat
nyata terhadap perlakuan P6 yang diamati pada taraf 1 %.
Dari Tabel 7 juga dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi sebesar 3,6 %
diperoleh pada perlakuan P6 dan kadar air terendah pada perlakuan P1yaitu 1,5 %.
Hubungan komposisi bahan pembuat briket terhadap kadar air dapat
dilihat pada Gambar 2.

Universitas Sumatera Utara

36

4.000
3.565

3.500
3.155

Kadar Air (%)

3.000
2.774
2.500

2.338

2.000

1.923

1.500

1.513

1.000
0.500
0.000
P1

P2

P3

P4

P5

P6

Perlakuan

Gambar 5. Grafik linear antara komposisi bahan pembuat briket bioarang terhadap
kadar air
Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa kenaikan kadar air dari perlakuan P1
hingga perlakuan P6 dipengaruhi oleh komposisi bahan pembuat briket, jadi
dengan adanya pencampuran antara arang sekam dengan kulit durian akan
mempengaruhi kenaikan nilai kadar air pada briket. Menurut Rustini (2004) hal
ini disebabkan karena pencampuran akan saling mengisi pori pori sehingga air
yang terikat didalam pori pori lebih banyak.
Dari Gambar 2 juga dapat dilihat bahwa nilai kadar air tertinggi terdapat
pada perlakuan P6 dengan komposisi sekam padi 50 % dan kulit durian50 % yaitu
3.6 % sedangkan nilai kadar air terendah pada perlakuan (100/0) dengan
komposisi sekam 100 % dan kulit durian 0 % yaitu 1,5 %.Perbedaan komposisi
ini menghasilkan luas permukaan briket yangberbeda sehingga memberi pengaruh
dalam penyerapan kadar air pada briket yang dibuat. Kadar air yang tinggi akan
menyebabkan menurunnya nilai kalori dan efesiensi pembakaran.
Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa kadar air rendah jika jumlah sekam
banyak. Hal ini diduga karena perbedaan luas permukaan bahan pembuat briket

Universitas Sumatera Utara

37

tersebut sehingga mempengaruhi jumlah kadar air. Luas permukaan arang kulit
durian lebih luas dibandingkan dengan luas permukaan sekam.Hal ini sesuai
dengan literatur Supriyono (2003) bahwa luas permukaan bahan yang besar
memungkinkan terjadinya penguapan kadar air lebih cepat dibandingkan bahan
dengan luas permukaan yang kecil.
Nilai Kadar Abu
Hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan komposisi bahan pembuat
briket memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar abu yang
dihasilkan. Hasil pengujian dengan LSR (Least Significant Range) yang
menunjukkan pengaruh setiap perlakuan komposisi terhadap nilai kadar abu yang
dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 8. Hasil uji LSR persentase komposisi bahan pembuat briket terhadap nilai
kadar abu %
Jarak
LSR
Kadar
Notasi
Perlakuan
P
0,05
0,01
Abu(%)
0,05
0,01
P6
2,480
a
A
1
0,261
0,366
P5
3,560
b
B
2
2,73
0,381
P4
4,630
c
C
3
0,28
0,391
P3
5,710
d
D
4
0,285
0,398
P2
6,790
e
E
5
0,289
0,403
P1
7,860
f
F
Keterangan Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
pengaruh berbeda nyata pada taraf 5 % dan berbeda sangat nyata
pada taraf 1 %
Dari Tabel 9. dapat diketahui bahwa perlakuan P6 berbeda sangat nyata
dengan perlakuan P5 dan perlakuan P5 berbeda sangat nyata dengan perlakuan
P4dan perlakuan P4 berbeda sangat nyata dengan perlakuan P3 dan perlakuan P3
berbeda sangat nyata dengan perlakuan P2 dan perlakuan P2 berbeda sangat
nayata dengan perlakuan P1 yang diamati pada taraf 1 %.

Universitas Sumatera Utara

38

Dari Tabel 9 juga dapat dilihat bahwa kadar abu tertinggi terdapat pada
perlakuan P1 sebesar 7,9% dan terendah pada perlakuan P6 sebesar 2.5 %.
Hubungan komposisi bahan pembuat briket terhadap nilai kadar abu dapat
dilihat pada Gambar 3.
9.000
8.000

7.860

Kadar Abu (%)

7.000

6.790

6.000

5.710

5.000

4.630

4.000
3.560
3.000
2.480

2.000
1.000
0.000
P1

P2

P3

P4

P5

P6

Perlakuan

Gambar 6. Grafik komposisi bahan pembuat briket bioarang terhadap kadar abu
(% )
Dari Gambar 11 dapat dilihat bahwa perlakuan komposisi memberikan
pengaruh terhadap kadar abu yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat pada perlakuan
(100/0) dengan komposisi bahan pembuat briket yaitu 100 % sekam dan 0 % kulit
durian memiliki kadar abu tertinggi yaitu 7,86 % sedangkan nilai kadar abu
tertinggi adalah pada perlakuan (50/50) dengan komposisi bahan arang sekam
padi 50 % dan kulit durian50 % yaitu 2,5 %. Hal ini membuktikan bahwa kadar
abu semangkin rendah jika jumlah komposisi kulit durian pada setiap perlakuan
semangkin banyak begitu sebaliknya jika jumlah komposisi bahan sekam pada
setiap perlakuan lebih banyak maka nilai kadar abu yang didapatkan semangkin
tinggi. Menurut Hendra dan Winarni (2003) dalam Hendra (2007) bahwa faktor
jenis bahan baku sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kadar abu briket

Universitas Sumatera Utara

39

arang yang dihasilkan. Hal ini dikarena bahan baku yang digunakan memiliki
komposisi kimia dan jumlah mineral yang berbeda beda sehingga mengakibatkan
kadar abu yang dihasilkan berbeda pula.
Tabel 9. Perbandingan nilai briket arang cangkang kelapa sawit dengan sludge
limbah kelapa sawit dibandingkan dengan briket arang buatan Jepang, Inggris,
Amerika dan SNI
Sifat arang Jepang
Inggris Amerika SNI no.
Briket arang sekam
briket
1/ 6235 /
padi dengan kulit
2000
durian
Nilai kalor
6000 7289
6230
5000
5.446,275
(kal/gr)
7000
Kadar air (
6–8
3,6
6,2
8
3,565
%)
Kadar abu
3–6
5,9
8,3
8
2,48
(%)
Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan ( 1994 )
Tabel 10 menunjukkan bahwa perbandingan briket arang cangkang kelapa
sawit dengan pencampuran sludge limbah kelapa sawit rata-rata nilai kalor yang
didapat sebesar 5.446,275 kal/gr,memenuhi syarat SNI dan tidak memenuhi
standar buatan Jepang, Inggris, Amerika.Sedangkan rata-rata nilai kadar air
sebesar 3,565 % memenuhi standar buatan Jepang, Inggris, Amerika dan SNI.
Sedangkan rata-rata nilai kadar abu 2,48 %, memenuhi standar buatan briket.
Adanya perbedaan bahan baku yang digunakan menyebabkan kualitas briket
arang yang dihasilkan berbeda juga, akan tetapi cangkang kelapa sawit sebagai
bahan baku briket arang sangat potensial dikembangkan karena memenuhi standar
nilai kalor SNI.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1.

Perbedaan komposisi bahan pembuat briket memberi pengaruh sangat sangat
nyata terhadap terhadap kadar air, kadar abu dan nilai kalor.

2.

Nilai kalor yang terbaik dalam penelitian ini diperoleh padaperlakuan P6
yaitu sebesar 5.446,275 kal/gr yang memenuhi standar mutu briket buat
Indonesia dan mendekati standar mutu briket buatan Jepang.

3.

Nilai kadar abu terbaik dalam penelitian ini diperoleh padaperlakuan P1 yaitu
2,48 %, yang tidak memenuhi standar mutu briket buat Indonesia.

4.

Nilai kadar air yang terbaik dalam penelitian ini diperoleh pada Perlakuan P1
yaitu sebesar 1,513 % yang memenuhi standar mutu briket buatan Inggris,
Jepang, Amerika dan Indonesia.

Saran
Perlu dilakukan pengujian terkait lamanya pemanasan air.

40
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Energi
Energi adalah tenaga atau gaya untuk berbuat sesuatu. Defenisi ini
merupakan perumusan yang lebih luas daripada pengertian-pengertian mengenai
energi pada umumnya dianut di dunia ilmu pengetahuan. Dalam pengertian
sehari-hari energi dapat didefenisikan sebagai kemampuan untuk melakukan suatu
kerja (Kadir, 1995).
Menurut Daryanto (2007) energi merupakan sumber daya yang dapat
digunakan untuk melakukan berbagai proses kegiatan termasuk bahan bakar,
listrik, energi mekanik dan panas. Sumber energi merupakan sebagian dari sumber
daya alam yang meliputi minyak dan gas bumi, batu bara, air, panas bumi,
gambut, biomassa dan sebagainya, baik secara langsung atau tidak langsung dapat
dimanfaatkan sebagai energi.
Situasi energi di Indonesia tidak lepas dari situasi energi dunia.Konsumsi
energi dunia yang semakin meningkat membuka kesempatan bagi Indonesia untuk
mencari sumber energi alternatif untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Seperti
diketahui Indonesia sangat berkepentingan untuk menggantikan sumber daya
energi minyak dengan sumber daya energi lainnya karena minyak merupakan
sumber daya energi yang menghasilkan devisa selain gas alam. Oleh karena itu,
sektor-sektor perekonomian yang memanfaatkan minyak sedapat mungkin
menggantikannya dengan sumber daya lain seperti gas alam, batubara, panas
bumi, listrik tenaga air dan biomassa yang tersedia dalam jumlah besar
(Reksohadiprojo, 1998).

6
Universitas Sumatera Utara

7

Bahan Bakar

Bahan bakar adalah bahan-bahan yang digunakan dalam proses
pembakaran. Tanpa adanya bahan bakar tersebut pembakaran tidak akan mungkin
dapat berlangsung. Banyak sekali jenis bahan bakar yang dikenal dalam
kehidupan sehari-hari. Berdasarkan dari materi pembentuknya bahan bakar dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: (1) bahan bakar berbasis organik dan (2)
bahan bakar nuklir. Apabila dilihat dari bentuknya, maka bahan bakar di bagi
menjadi tiga bentuk, yaitu: (1) bahan bakar padat, (2) bahan bakar cair, dan (3)
bahan bakar gas. Namun demikian hingga saat ini bahan bakar yang paling sering
dipakai adalah bahan bakar berbasis organik (Anonimous, 2014)
Biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan bahan bakar semakin lama
semakin mahal. Semakin tinggi teknologi yang digunakan untuk mengolah bahan
bakar, maka semakin mahal harganya. Demikian pula, semakin langka bahan
baku yang dipakai untuk menghasilkan bahan bakar, maka harganya akan
semakin mahal. Akibat langsung jika menggunakan bahan bakar semacam ini
adalah biaya hidup tinggi sehingga tidak banyak orang yang mampu
memanfaatkannya. Gas alam yang dicairkan, misalnya LNG tidak banyak
terjangkau oleh masyarakat desa atau pedagang-pedagang kecil yang memerlukan
bahan bakar (Anonimous, 2000).
Secara umum kebutuhan energi di dunia saat ini masih tergantung pada
fosil, terutama minyak dan gas bumi, serta batubara.Tingkat pertumbuhan
manusia lebih tinggi dari laju perkembangannya. Sejak tahun 1980-an minyak
menjadi sumber energi nomor satu, tetapi sejak tahun 1980 produksi minyak
menurun karena banyaknya minat dan kebutuhan berbagai negara, dengan

Universitas Sumatera Utara

8

demikian, kebutuhan tidak sesuai lagi dengan ketersediaannya. Hal ini
mengakibatkan

harga

minyak

bumi

menjadi

mahal

(Mangunwidjaja dan Sailah, 2005).
Berdasarkan peraturan presiden no 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi
nasional Indonesia memiliki target energi terbarukan sampai 15%, terutama bahan
bakar hayati sampai 5%. Oleh karena itu perlu dicari sumber bahan bakar hayati
terutama produk biomassa untuk di konversikan menjadi energi.
Biomassa

Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses
fotosintesis baik berupa produk maupun buangan. Contoh biomassa antara lain
adalah tanaman, pepohonan, rumput, limbah pertanian, limbah hutan, tinja, dan
kotoran ternak. Selain digunakan untuk tujuan primer serat, bahan pangan, pakan
ternak, minyak nabati, bahan bangunan, dan sebagainya. Biomassa juga
digunakan sebagai sumber energi (bahan bakar). Yang digunakan adalah bahan
bakar biomassa yang nilai ekonomisnya rendah atau merupakan limbah setelah
diambil produk primernya (Pari dan Hartoyo, 1983).
Sedangkan menurut Silalahi (2000), biomassa adalah campuran material
organik yang kompleks, biasanya terdiri dari karbohidrat, lemak protein dan
mineral lain yang jumlahnya sedikit seperti sodium, fosfor, kalsium, dan besi.
Komponen utama tanaman biomassa adalah karbohidrat (berat kering ± 75%),
lignin (± 25%) dimana dalam beberapa tanaman komposisinya berbeda-beda.
Energi biomassa dapat menjadi sumber energi alternatif pengganti bahan
bakar fosil (minyak bumi) karena beberapa sifatnya yang menguntungkan yaitu,

Universitas Sumatera Utara

9

dapat dimanfaatkan secara lestari karena sifatnya yang dapat diperbaharui, relatif
tidak mengandung unsur sulfur sehingga tidak menyebabkan polusi udara dan
juga dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya hutan dan pertanian
(Widardo dan Suryanta, 1995).
Indonesia sebagai negara agraris mempunyai potensi biomassa yang relatif
besar yang berasal dari limbah pertanian, perkebunan, kehutanan, limbah ternak
dan limbah kota (sampah). Energi biomassa ini dipakai baik sebagai pembangkit
listirik, energi panas atau energi mekanik (penggerak). Dengan melihat potensi
besar ini, maka pemanfaatannya untuk energi akan memberi kontribusi yang
cukup berarti dalam pemenuhan kebutuhan energi masyarakat. Pada kenyataannya
meskipun potensi energi biomassa relatif besar namun pemanfaatannya sampai
saat ini belum optimal (Daryanto, 2007).
Padi
Padi merupakan produk utama pertanian di negara-negara agraris,
termasuk Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat
konsumsi beras terbesar di dunia. Sebagian besar penduduk Indonesia
mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Konsumsi beras Indonesia yang
tinggi menuntut tingkat produksi beras yang besar pula. Produksi padi di
Indonesia bertambah setiap tahunnya, pada tahun 2005 produksi padi Indonesia
sebanyak 54 juta ton, pada tahun 2006 meningkat sebesar 54,45 juta ton kemudian
secara berturut-turut produksi padi Indonesia dari tahun 2007 – 2011 adalah
57,15; 60,33; 64,40 dan 66,41 juta ton gabah kering giling (GKG)
(Puslitbang, 2012).

Universitas Sumatera Utara

10

Produksi padi menghasilkan limbah yang disebut dengan sekam. Pada
umumnya penggilingan padi menghasilkan 72 % beras, 5 – 8 % dedak, dan 20 –
22 % sekam (Prasad, dkk., 2001). Sekam padi merupakan produk samping yang
melimpah dari hasil penggilingan padi. Jika produksi gabah kering giling (GKG)
menurut press release Badan Pusat Statistik 1 November 2005 sekitar 54 juta ton
maka jumlah sekam yang dihasilkan lebih dari 10,8 juta ton, dan bertambah di
tiap tahunnya.
Sekam Padi

Gambar 1. Sekam padi
Sekam padi adalah kulit terluar dari gabah yang banyak terdapat di
penggilingan padi. Sekam padi sendiri merupakan lapisan keras yang
membungkus kariopsis butih gabah yang terdiri dari dua belahan yaitu lemma dan
pelea yang saling bertautan (Tim Cahaya, 2008). Sekam mengandung beberapa
unsur kimia penting (Tabel 1) yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan
antara lain :

Universitas Sumatera Utara

11

1. Sebagai bahan baku pada industri kimia terutama kandungan zat kimia furfural.
2. Sebagai bahan baku pada industri bahan bangunan, terutama kandungan silika,
yaitu sebagai campuran pada pembuatan semen portland, bahan isolasi, papan
sekam, dan campuran pada industri bata merah.
3. Sebagai sumber energi panas untuk berbagai keperluan. Kadar selulosa yang
cukup tinggi pada sekam dapat memberikan pembakaran yang merata dan
stabil.
Tabel 1. Komposisi kimia sekam
Komponen
Kandungan (%)
Menurut Suharno (1979)
Kadar air
9,02
Protein kasar
3,03
Lemak
1,18
Serat Kasar
35,68
Abu
17,17
Karbohidrat dasar
33,71
Menurut DTC-IPB
Karbon (zat arang)
1,33
Hidrogen
1,54
Oksigen
33,64
Silika
16,98
Sumber : Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2008).
Agar pemanfaatan sekam lebih bervariasi, sekam perlu dimampatkan
sehingga bentuknya kompak, hemat tempat dan praktis digunakan (briket arang
salah satunya). Sebenarnya arang sekam dapat langsung digunakan sebagai bahan
bakar yang tidak berasap dengan nilai kalor yang cukup tinggi. Namun bentuknya
yang belum kompak agak menyulitkan dalam penyimpanan dan penggunaannya.
Jika

dalam

bentuk

briket,

penggunaannya

akan

lebih

praktis

(Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2008).
Kulit Durian

Universitas Sumatera Utara

12

Gambar 2. Kulit durian
Durian adalah nama tumbuhan tropis yang berasal dari wilayah Asia
Tenggara, sekaligus nama buahnya yang bisa dimakan. Nama ini diambil dari ciri
khas kulit buahnya yang keras dan berlekuk-lekuk tajam sehingga menyerupai
duri. Sebutan populernya adalah "raja dari segala buah" (King of Fruit). Durian
adalah buah yang kontroversial, meskipun banyak orang yang menyukainya,
namun sebagian yang lain malah muak dengan aromanya.

Sesungguhnya, tumbuhan dengan nama durian bukanlah spesies tunggal
tetapi sekelompok tumbuhan dari marga Durio. Namun, yang dimaksud dengan
durian (tanpa imbuhan apa-apa) biasanya adalah Durio zibethinus. Jenis-jenis
durian lain yang dapat dimakan dan kadangkala ditemukan di pasar tempatan di
Asia Tenggara di antaranya adalah lai (D. kutejensis), kerantungan (D. oxleyanus),
durian kura-kura atau kekura (D. graveolens), serta lahung (D. dulcis). Untuk
selanjutnya, uraian di bawah ini mengacu kepada D. Zibethinus.

Universitas Sumatera Utara

13

Apabila dilihat dari karakteristik bentuk dan sifat kulitnya, sebenarnya
dapat dimanfaatkan untuk bahan campuran papan partikel, papan semen, arang
briket, arang aktif, filler, campuran untuk bahan baku obat nyamuk dan lain-lain.
Selama ini masyarakat yang tinggal di perkotaan hanya mengonsumsi daging
buah dan bijinya untuk dibuat berbagai macam panganan, misalnya dodol/lempok,
campuran kolak, selai, bahan campuran untuk kue, tempoyak (daging buah durian
yang diawetkan) dan lain-lain. Sedangkan kulit durian tersebut hanya menghiasi
lingkungan kita sebagai setumpuk sampah yang menghasilkan bau busuk dan
mendatangkan banyak kuman, serangga, lalat dan nyamuk yang tentunya akan
berujung pada timbulnya sarang dan sumber penyakit. Selain itu tumpukan kulit
durian yang sulit terdegradasi tersebut akan membuat pemandangan yang tidak
sedap untuk mata kita.

Pada musim buah-buahan, merupakan saat paling merepotkan karena
volume sampah tentunya akan mengalami peningkatan yang signifikan dengan
adanya kulit buah tersebut. Hasil penelitian menunjukkan, sampah organik di
Indonesia mencapai 60 -70 persen dari total volume sampah yang dihasilkan,
sehingga apabila diabaikan maka dapat menyebabkan pencemaran lingkungan,
munculnya penyakit dan menurunkan nilai estetika/keindahan kota serta masalah masalah lainnya (Hj Violet Hatta, 2007).
Kehidupan orang tua kita dulu sebenarnya sudah mampu menjawab
permasalahan lingkungan terkait dengan menumpuknya kulit durian yang
akhirnya menjadi limbah tersebut, mereka telah memanfatkan limbah kulit durian
ini dengan menyusunnya di atas tempat memasak, setelah kering dibakar untuk
pengusir nyamuk pada malam hari, atau sebagai bahan bakar memasak sehingga

Universitas Sumatera Utara

14

ini merupakan indikasi bahwa bahan ini dapat diolah menjadi produk - produk
tertentu yang bermanfaat dan berdaya guna. Saat ini, sebagaimana kita ketahui
subsidi harga minyak tanah dirasakan membebani perekonomian nasional.
Dengan tingginya harga minyak dunia, subsidi pemerintah untuk minyak tanah
diperkirakan mencapai lebih dari Rp25 triliun. Tak mengherankan pemerintah pun
berupaya mencari jalan keluar untuk mengurangi pemakaian minyak tanah oleh
masyarakat yang mencapai 10 juta kilo liter per tahun itu, selain itu kenyataan
semakin sulitnya masyarakat kita memperoleh bahan bakar berupa kayu, baik
dalam bentuk utuh maupun limbah berupa potongan kayu. Hal ini mestinya
memacu keinginan kita mencari bahan alternatif yang bisa dimanfaatkan dan
mempunyai sifat mirip dengan kayu. Hj Violet Hatta Seorang staff pengajar di
Universitas Lampung menyatakan, kulit durian secara proporsional mengandung
unsur selulose yang tinggi (50 - 60 %) dan kandungan lignin (5 %) serta
kandungan pati yang rendah (5 %) sehingga dapat diindikasikan bahan tersebut
bisa digunakan sebagai campuran bahan baku papan olahan serta produk lainnya
yang dimampatkan. Selain itu, limbah kulit durian mengandung sel serabut
dengan dimensi yang panjang serta dinding serabut yang cukup tebal sehingga
akan mampu berikatan dengan baik apabila diberi bahan perekat sintetis atau
bahan perekat mineral.
Briket Kulit Durian
Briket adalah gumpalan yang terbuat dari bahan lunak yang dikeraskan,
(Ismun,1998). Sedangkan briket kulit durian adalah gumpalan-gumpalan atau
batangan ± batangan arang yang terbuat dari arang kulit durian. Berdasarkan
beberapa data tentang produk konversi minyak seharusnya pemerintah bisa

Universitas Sumatera Utara

15

membuat kebijakan untuk lebih mendorong masyarakat untuk memanfaatkan
limbah kulit durian sebagai produk briket kulit durian yang nantinya dapat
dimanfaatkan sebagai produk biogas sebagai substitusi minyak tanah, tentunya
dengan metode tersebut masalah pencemaran lingkungan limbah kulit durian juga
akan teratasi dengan baik, dengan efektif dan efisien, disamping itu dengan
adanya usaha pemanfaatan pengolahan kulit durian sebagai produk briket bernilai
ekonomis akan meningkatkan perekonomian masyarakat pedagang durian.
Beberapa alasan kuat dan cukup mendasar bagi pemerintah untuk lebih
mengoptimalkan solutif produk briket karena
-

Pertama
Pemerintah telah menguasai teknologi pengembangan dan pemanfaatan

briket batubara, dan telah mempunyai pengalaman dalam hal itu. Apabila kita
melihat produksi briket batubara saat ini sekitar 100.000 ton per tahun dan
seluruhnya terserap oleh pasar dalam negeri. Dari aspek implementasinya
kebijakan pengoptimalan briket ini rasanya sangatfleksible dan rasional untuk
diterapkan. Disamping alasan tersebut, yang tak kalah penting adalah bentuk
konsistensi dengan kebijakan energi yang telah ditetapkan sendiri oleh pemerintah
sejak lama, baik dalam Kebijakan Umum Bidang Energi (KUBE) 1988 maupun
Kebijakan Energi Nasional (KEN) 2003 yang telah menetapkan bahwa pemakaian
briket harus semakin didorong untuk menggantikan minyak tanah.
-

Kedua
Menurut Pri Agung Rakhmanto harga keekonomian 1 kg briket dalam hal

ini briket batu bara (dengan kandungan kalori 11.009 kilo kalori, setara dengan
1,15 liter minyak tanah) adalah sebesar Rp900, jauh lebih murah dibandingkan

Universitas Sumatera Utara

16

harga eceran tertinggi minyak tanah sebesar Rp2.250. Tanpa memberikan subsidi
pun briket batu bara secara ekonomis sudah jauh lebih kompetitif dibandingkan
dengan minyak tanah. Hal itu tentunya berbanding lurus, bila dalam hal ini briket
tersebut adalah briket kulit durian. Berbeda dengan kebijakan substitusi minyak
tanah ke elpiji dimana pemerintah berencana masih tetap akan memberikan
subsidi harga elpiji sekitar Rp1.800 per kg.
-

Ketiga
Pemanfaatan briket akan menghidupkan industri kerakyatan dalam

produksi briket yang lebih bersifat padat karya, sehingga kebijakan ini dapat
membantu mengembangkan perekonomian daerah pedesaan, membuka lapangan
pekerjaan baru, dan mengurangi angka kemiskinan. Sedangkan konversi minyak
tanah ke elpiji masih dimungkinkan bahwa tabung mini elpiji tersebut merupakan
produk impor, yang tentunya suatu hari nanti akan menjadi bomerang terhadap
perekonomian negara. Selain untuk keperluan rumah tangga, briket selama ini
juga telah dapat dimanfaatkan untuk berbagai industri ekonomi rakyat (industri
rumahan, industri kecil dan menengah). Ditinjau dari aspek wawasan lingkungan,
pemanfaatan produksi briket kulit durian jelas sangat potensial dalam membangun
ekonomi negara yang berwawasan lingkungan.
Proses Karbonisasi
Karbonisasi atau pengarangan adalah proses mengubah bahan menjadi
karbon bewarna hitam melalui pembakaran dalam ruang tertutup dengan udara
yang terbatas atau seminimal mungkin. Proses pembakaran dikatakan sempurna
jika hasil pembakaran berupa abu dan seluruh energi di dalam bahan organik
dibebankan ke lingkungan dengan perlahan (Kurniawan dan Marsono, 2008).

Universitas Sumatera Utara

17

Proses karbonisasi terdiri dari empat tahap yaitu :
1. Pada suhu 100 – 1200 C terjadi penguapan air dan sampai suhu 2700 C
mulai terjadi peruraian selulosa. Distilat mengandung asam organik dan
sedikit methanol. Asam cuka terbentuk pada suhu 200 – 2700 C.
2. Pada suhu 270 – 3100 C reaksi ekstermik berlangsung dimana terjadi
peruraian selulosa secara intensif menjadi larutan piroligant gas kayu dan
sedikit tar. Asam merupakan asam organik dengan titik didih rendah
seperti asam cuka dan methanol sedang gas kayu terdiri dari CO dan CO2.
3. Pada suhu 310 – 5000 C terjadi peruraian lignin, dihasilkan lebih banyak
tar sedangkan larutan pirolighant menurun, gas CO2 menurun sedangkan
gas CO dan CH4 dan H2 meningkat.
4. Pada suhu 500 – 10000 C merupakan tahapan dari pemurnian arang atau
kadar karbon (Sudrajat,1994).
Menurut Kurniawan dan Marsono (2008), pelaksanaan karbonisasi
meliputi teknik yang paling sederhana hingga yang paling canggih. Metode
karbonisasi yang paling sederhana dilakukan adalah metode pengarangan dalam
drum. Arang yang dihasilkan lebih hitam jika dibandingkan dengan metode
pengarangan lainnya dan yang dicapai mendekati angka 50 – 60% dari berat
semula. Drum bekas aspal atau oli yang masih baik digunakan untuk membuat
arang. Bagian alas drum dilubangi kecil–kecil dengan paku atau bor besi dengan
jarak 1 cm × 1 cm, sehingga selanjutnya bahan baku dimasukkan kedalam drum,
lalu api dinyalakan lewat bawah drum yang berlubang. Apabila asap mulai keluar,
berarti pembakaran bahan baku telah berlangsung.

Universitas Sumatera Utara

18

Ayakan
Pengayakan adalah sistem yang paling terkenal dan paling banyak
dilaksanakan untuk memisahkan campuran padat-padat. Sistem pemisahan,
didasarkan atas perbedaan dalam ukuran dari bagian-bagian yang akan
dipisahkan. Ukuran besar lubang ayak (dinamakan lebar lubang kasa) dari
medium ayak dipilih sedemikian rupa, sehingga bahagian yang kasar tertinggal di
atas ayakan dan bagian-bagian yang lebih halus jatuh melalui lubang
(Bergeiyk dan Liedekerken, 1981).
Ayakan biasanya berupa anyaman dengan mata jala (mesh) yang
berbentuk bujur sangkar atau empat persegi panjang, berupa pelat yang berlubanglubang bulat atau bulat panjang atau berupa kisi. Ayakan terbuat dari material
yang dapat berupa paduan baja, nikel, tembaga, kuningan, perunggu, sutera dan
bahan-bahan sintetik. Material ini harus dipilih agar ayakan tidak lekas rusak baik
karena korosi maupun karena gesekan. Selain selama proses pengayakan ukuran
lubang ayakan harus tetap konstan (Bernasconi, dkk., 1995).
Dua skala yang digunakan untuk mengklasifikasikan ukuran partikel
adalah US Saringan Seri dan Tyler. Setara, kadang-kadang disebut Tyler ukuran
mesh atau Tyler Standard Sieve Series. Sistem nomor mesh adalah ukuran dari
berapa banyak lubang yang ada per inci (AGM, 2011).
Menurut Bhattacharya et al (1985), bahan baku pembuatan briket arang
yang baik adalah partikel arangnya yang mempunyai ukuran 40 – 60 mesh.
Ukuran partikel yang terlalu besar akan sukar dilakukan perekatan, sehingga
mempengaruhi keteguhan tekanan yang diberikan. Proses pembuatan briket arang

Universitas Sumatera Utara

19

memerlukan perekatan yang bertujuan untuk mengikat partikel-partikel arang
sehingga menjadi kompak.
Perekat
Perekat adalah suatu zat atau bahan yang memiliki kemampuan untuk
mengikat dua benda melalui ikatan permukaan. Beberapa istilah lain dari perekat
yang memiliki kekhususan meliputi glue, mucilage, paste, dan cement.
-

Glue merupakan perekat yang terbuat dari protein hewani, seperti kulit,
kuku, urat, otot, dan tulang yang secara luas digunakan dalam industri
pengerjaan kayu.

-

Mucilage adalah perekat yang dipersiapkan dari getah dan air dan
diperuntukkan terutama untuk perekat kertas.

-

Paste merupakan perekat pati (starch) yang dibuat melalui pemanasan
campuran pati dan air dan dipertahankan berbentuk pasta.

-

Cement adalah istilah yang digunakan untuk perekat yang bahan dasarnya
karet dan mengeras melalui pelepasan pelarut

(Ruhendi, dkk., 2007).
Berdasarkan sumber dan komposisi kimianya, perekat dibagi menjadi 3
bagian yaitu:
-

Perekat yang berasal dari tumbuhan seperti kanji.

-

Perekat yang berasal dari hewan seperti perekat kasein.

-

Perekat sintetik yaitu perekat yang dibuat dari bahan sintetis contohnya
urea formaldehid

(Haryanto, 1992).
Bahan perekat dapat dibedakan atas 3 (tiga) jenis yaitu:

Universitas Sumatera Utara

20

-

Perekat anorganik
Termasuk dalam jenis ini adalah sodium silikat, magnesium, cement dan
sulphite. Kerugian dari penggunaan bahan perekat ini adalah sifatnya yang
banyak meninggalkan abu sekam pada waktu pembakaran.

-

Bahan perekat tumbuh-tumbuhan
Jumlah bahan perekat yang dibutuhkan untuk jenis ini jauh lebih sedikit
bila dibandingkan dengan bahan perekat hydrocarbon. Kerugian yang
dapat ditimbulkan adalah arang cetak yang dihasilkan kurang tahan
terhadap kelembaban.

-

Hydrocarbon dengan berat molekul besar
Bahan perekat jenis ini sering kali dipergunakan sebagai bahan perekat
untuk pembuatan arang cetak ataupun batubara cetak.

Dengan pemakaian bahan perekat maka tekanan akan jauh lebih kecil bila
dibandingkan

dengan

briket

tanpa

memakai

bahan

perekat

(Josep dan Hislop, 1981).
Salah satu persyaratan yang perlu diperhatikan dalam memilih extender
perekat adalah bahan harus memiliki daya rekat yang kuat. Bahan yang memiliki
daya rekat yang cukup biasanya yang mengandung protein dan pati khususnya
amylopektin yang cukup tinggi seperti terigu, tapioka, maizena, sagu
(Haryanto, 1992).
Penggunaan bahan perekat dimaksudkan untuk menarik air dan
membentuk tekstur yang padat atau mengikat dua substrat yang akan direkatkan.
Dengan adanya bahan perekat maka susunan partikel akan semakin baik, teratur
dan lebih padat sehingga dalam proses pengempaan keteguhan tekan dan arang

Universitas Sumatera Utara

21

briket akan semakin baik (Silalahi, 2000). Analisa berbagai tepung pati-patian
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Daftar analisa bahan perekat
Jenis tepung
Tepung jagung
Tepung beras
Tepung terigu
Tepung tapioka
Tepung sagu

Air
(%)
10,52
7,58
10,70
9,84
14,10

Abu
(%)
1,27
0,68
0,86
0,36
0,67

Lemak
(%)
4,89
4,53
2,00
1,50
1,03

Protein
(%)
8,48
9,89
11,50
2,21
1,12

Serat kasar Karbon
(%)
(%)
1,04
73,80
0,82
76,90
0,64
74,20
0,69
85,20
0,37
82,70

(Anonimous, 1989).
Keadaan suatu perekat ditentukan oleh metode aplikasinya. Perekat cair
pada umumnya lebih mudah dipergunakan secara mekanis, penyebarannya pada
permukaan benda yang halus dan rata akan tercapai. Sifat fisik sangat penting
dalam mekanisme pengikatan antara bahan pengikat dan partikel arang yang
dilakukan pada tekanan yang tinggi dapat meningkatkan gaya adhesi antarmuka
padatan-cair dan gaya kohesi antara padatan (Grover, 1996).
Kanji adalah perekat tapioka yang dibuat dari tepung tapioka dicampur air
dalam jumlah tidak melebihi 70% dari berat serbuk arang dan kemudian
dipanaskan sampai berbentuk jeli.Pencampuran kanji dengan serbuk arang
diupayakan dengan merata. Dengan cara manual pencampuran dilakukan dengan
meremas-remas menggunakan tangan, secara maksimal dilakukan oleh alat mixer
(Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 1994).
Perekat tapioka umum digunakan sebagai bahan perekat pada briket arang
karena banyak terdapat di pasaran dan harganya relatif murah. Perekat ini dalam
penggunaannya menimbulkan asap yang relatif sedikit dibandingkan bahan
lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa briket arang dengan tepung kanji

Universitas Sumatera Utara

22

sebagai bahan perekat akan sedikit menurunkan nilai kalornya bila dibandingkan
dengan nilai kalor nya bertambah. (Sudrajat dan Soleh, 1994 dalam Capah, 2007).
Briket

Gambar 3. Briket
Briket adalah bahan bakar padat yang dapat digunakan sebagai bahan
bakar alternatif pengganti minyak tanah. Jenis-jenis briket berdasarkan bahan
baku penyusunnya terdiri dari briket batubara, briket bio-batubara dan biobriket.
Briket batubara adalah bahan bakar padat yang terbuat dari batubara dengan
sedikit campuran perekat. Briket batubara ini dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu
briket batubata terkarbonisasi (melalui proses pembakaran) dan briket tanpa
karbonisasi (tanpa proses pembakaran).Briket bio-batubara adalah briket
campuran antara batubara dan biomassa dengan sedikit perekat. Contoh briket
bio-batubara ini adalah briket campuran cangkang sawit dan batubara. Biobriket
adalah bahan bakar padat yang terbuat dari bahan baku biomassa dengan
campuran sedikit perekat. Komposisi masing-masing jenis perekat tersebut
adalah: 80% – 95% batubara dan 5% – 20% perekat untuk briket batubara tanpa
karbonisasi, 80% – 90% batubara dan 5% – 15% perekat untuk briket batubara

Universitas Sumatera Utara

23

dengan karbonisasi, serta 50%-80% batubara dan 10% – 40% biomassa dengan
5% – 10% perekat untuk briket bio-batubara. Adonan 94% arang sekam dan 6%
perekat pati kanji pada pembuatan briket sekam dengan metode pengarangan
menghasilkan briket arang sekam yang cukup kompak dengan daya bakar yang
baik (Sulistyanto, 2006).
Bioarang merupakan sumber energi biomassa yang ramah lingkungan dan
biodegradable. Briket arang berfungsi sebagai pengganti bahan bakar minyak,
baik itu minyak tanah, maupun elpiji. Biomassa ini merupakan sumber energi
masa depan yang tidak akan pernah habis bahkan jumlahnya bertambah, sehingga
sangat cocok sebagai sumber bahan bakar rumah tangga (Basrianta, 2007).
Teknik pembuatan briket arang terdiri dari dua tahap yang berbeda
prinsipnya, yaitu proses pengarangan/karbonisasi limbah kayu menjadi serbuk
arang dan proses pencetakan serbuk arang menjadi briket arang dengan cara
dikempa (Daryanto,2007).
Pembuatan briket arang dari limbah pertanian dapat dilakukan dengan
menambah bahan perekat, dimana bahan baku diarangkan terlebih dahulu
kemudian ditumbuk, dicampur perekat, di