Pemanfaatan Limbah Kulit Durian sebagai Bahan Baku Pembuat Briket Arang Sistem Kempa Hidrolik (Hydraulic press)

TINJAUAN PUSTAKA

Energi
Energi adalah tenaga atau gaya untuk berbuat sesuatu. Defenisi ini
merupakan perumusan yang lebih luas daripada pengertian-pengertian mengenai
energi pada umumnya dianut di dunia ilmu pengetahuan. Dalam pengertian
sehari-hari energi dapat didefenisikan sebagai kemampuan untuk melakukan suatu
kerja (Kadir, 1995).
Menurut Daryanto (2007) energi merupakan sumber daya yang dapat
digunakan untuk melakukan berbagai proses kegiatan termasuk bahan bakar,
listrik, energi mekanik dan panas. Sumber energi merupakan sebagian dari sumber
daya alam yang meliputi minyak dan gas bumi, batu bara, air, panas bumi,
gambut, biomassa dan sebagainya, baik secara langsung atau tidak langsung dapat
dimanfaatkan sebagai energi.
Situasi energi di Indonesia tidak lepas dari situasi energi dunia.Konsumsi
energi dunia yang semakin meningkat membuka kesempatan bagi Indonesia untuk
mencari sumber energi alternatif untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Seperti
diketahui Indonesia sangat berkepentingan untuk menggantikan sumber daya
energi minyak dengan sumber daya energi lainnya karena minyak merupakan
sumber daya energi yang menghasilkan devisa selain gas alam. Oleh karena itu,
sektor-sektor perekonomian yang memanfaatkan minyak sedapat mungkin

menggantikannya dengan sumber daya lain seperti gas alam, batubara, panas
bumi, listrik tenaga air dan biomassa yang tersedia dalam jumlah besar
(Reksohadiprojo, 1998).

6
Universitas Sumatera Utara

7

Bahan Bakar

Bahan bakar adalah bahan-bahan yang digunakan dalam proses
pembakaran. Tanpa adanya bahan bakar tersebut pembakaran tidak akan mungkin
dapat berlangsung. Banyak sekali jenis bahan bakar yang dikenal dalam
kehidupan sehari-hari. Berdasarkan dari materi pembentuknya bahan bakar dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: (1) bahan bakar berbasis organik dan (2)
bahan bakar nuklir. Apabila dilihat dari bentuknya, maka bahan bakar di bagi
menjadi tiga bentuk, yaitu: (1) bahan bakar padat, (2) bahan bakar cair, dan (3)
bahan bakar gas. Namun demikian hingga saat ini bahan bakar yang paling sering
dipakai adalah bahan bakar berbasis organik (Anonimous, 2014)

Biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan bahan bakar semakin lama
semakin mahal. Semakin tinggi teknologi yang digunakan untuk mengolah bahan
bakar, maka semakin mahal harganya. Demikian pula, semakin langka bahan
baku yang dipakai untuk menghasilkan bahan bakar, maka harganya akan
semakin mahal. Akibat langsung jika menggunakan bahan bakar semacam ini
adalah biaya hidup tinggi sehingga tidak banyak orang yang mampu
memanfaatkannya. Gas alam yang dicairkan, misalnya LNG tidak banyak
terjangkau oleh masyarakat desa atau pedagang-pedagang kecil yang memerlukan
bahan bakar (Anonimous, 2000).
Secara umum kebutuhan energi di dunia saat ini masih tergantung pada
fosil, terutama minyak dan gas bumi, serta batubara.Tingkat pertumbuhan
manusia lebih tinggi dari laju perkembangannya. Sejak tahun 1980-an minyak
menjadi sumber energi nomor satu, tetapi sejak tahun 1980 produksi minyak
menurun karena banyaknya minat dan kebutuhan berbagai negara, dengan

Universitas Sumatera Utara

8

demikian, kebutuhan tidak sesuai lagi dengan ketersediaannya. Hal ini

mengakibatkan

harga

minyak

bumi

menjadi

mahal

(Mangunwidjaja dan Sailah, 2005).
Berdasarkan peraturan presiden no 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi
nasional Indonesia memiliki target energi terbarukan sampai 15%, terutama bahan
bakar hayati sampai 5%. Oleh karena itu perlu dicari sumber bahan bakar hayati
terutama produk biomassa untuk di konversikan menjadi energi.
Biomassa

Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses

fotosintesis baik berupa produk maupun buangan. Contoh biomassa antara lain
adalah tanaman, pepohonan, rumput, limbah pertanian, limbah hutan, tinja, dan
kotoran ternak. Selain digunakan untuk tujuan primer serat, bahan pangan, pakan
ternak, minyak nabati, bahan bangunan, dan sebagainya. Biomassa juga
digunakan sebagai sumber energi (bahan bakar). Yang digunakan adalah bahan
bakar biomassa yang nilai ekonomisnya rendah atau merupakan limbah setelah
diambil produk primernya (Pari dan Hartoyo, 1983).
Sedangkan menurut Silalahi (2000), biomassa adalah campuran material
organik yang kompleks, biasanya terdiri dari karbohidrat, lemak protein dan
mineral lain yang jumlahnya sedikit seperti sodium, fosfor, kalsium, dan besi.
Komponen utama tanaman biomassa adalah karbohidrat (berat kering ± 75%),
lignin (± 25%) dimana dalam beberapa tanaman komposisinya berbeda-beda.
Energi biomassa dapat menjadi sumber energi alternatif pengganti bahan
bakar fosil (minyak bumi) karena beberapa sifatnya yang menguntungkan yaitu,

Universitas Sumatera Utara

9

dapat dimanfaatkan secara lestari karena sifatnya yang dapat diperbaharui, relatif

tidak mengandung unsur sulfur sehingga tidak menyebabkan polusi udara dan
juga dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya hutan dan pertanian
(Widardo dan Suryanta, 1995).
Indonesia sebagai negara agraris mempunyai potensi biomassa yang relatif
besar yang berasal dari limbah pertanian, perkebunan, kehutanan, limbah ternak
dan limbah kota (sampah). Energi biomassa ini dipakai baik sebagai pembangkit
listirik, energi panas atau energi mekanik (penggerak). Dengan melihat potensi
besar ini, maka pemanfaatannya untuk energi akan memberi kontribusi yang
cukup berarti dalam pemenuhan kebutuhan energi masyarakat. Pada kenyataannya
meskipun potensi energi biomassa relatif besar namun pemanfaatannya sampai
saat ini belum optimal (Daryanto, 2007).
Padi
Padi merupakan produk utama pertanian di negara-negara agraris,
termasuk Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat
konsumsi beras terbesar di dunia. Sebagian besar penduduk Indonesia
mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Konsumsi beras Indonesia yang
tinggi menuntut tingkat produksi beras yang besar pula. Produksi padi di
Indonesia bertambah setiap tahunnya, pada tahun 2005 produksi padi Indonesia
sebanyak 54 juta ton, pada tahun 2006 meningkat sebesar 54,45 juta ton kemudian
secara berturut-turut produksi padi Indonesia dari tahun 2007 – 2011 adalah

57,15; 60,33; 64,40 dan 66,41 juta ton gabah kering giling (GKG)
(Puslitbang, 2012).

Universitas Sumatera Utara

10

Produksi padi menghasilkan limbah yang disebut dengan sekam. Pada
umumnya penggilingan padi menghasilkan 72 % beras, 5 – 8 % dedak, dan 20 –
22 % sekam (Prasad, dkk., 2001). Sekam padi merupakan produk samping yang
melimpah dari hasil penggilingan padi. Jika produksi gabah kering giling (GKG)
menurut press release Badan Pusat Statistik 1 November 2005 sekitar 54 juta ton
maka jumlah sekam yang dihasilkan lebih dari 10,8 juta ton, dan bertambah di
tiap tahunnya.
Sekam Padi

Gambar 1. Sekam padi
Sekam padi adalah kulit terluar dari gabah yang banyak terdapat di
penggilingan padi. Sekam padi sendiri merupakan lapisan keras yang
membungkus kariopsis butih gabah yang terdiri dari dua belahan yaitu lemma dan

pelea yang saling bertautan (Tim Cahaya, 2008). Sekam mengandung beberapa
unsur kimia penting (Tabel 1) yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan
antara lain :

Universitas Sumatera Utara

11

1. Sebagai bahan baku pada industri kimia terutama kandungan zat kimia furfural.
2. Sebagai bahan baku pada industri bahan bangunan, terutama kandungan silika,
yaitu sebagai campuran pada pembuatan semen portland, bahan isolasi, papan
sekam, dan campuran pada industri bata merah.
3. Sebagai sumber energi panas untuk berbagai keperluan. Kadar selulosa yang
cukup tinggi pada sekam dapat memberikan pembakaran yang merata dan
stabil.
Tabel 1. Komposisi kimia sekam
Komponen
Kandungan (%)
Menurut Suharno (1979)
Kadar air

9,02
Protein kasar
3,03
Lemak
1,18
Serat Kasar
35,68
Abu
17,17
Karbohidrat dasar
33,71
Menurut DTC-IPB
Karbon (zat arang)
1,33
Hidrogen
1,54
Oksigen
33,64
Silika
16,98

Sumber : Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2008).
Agar pemanfaatan sekam lebih bervariasi, sekam perlu dimampatkan
sehingga bentuknya kompak, hemat tempat dan praktis digunakan (briket arang
salah satunya). Sebenarnya arang sekam dapat langsung digunakan sebagai bahan
bakar yang tidak berasap dengan nilai kalor yang cukup tinggi. Namun bentuknya
yang belum kompak agak menyulitkan dalam penyimpanan dan penggunaannya.
Jika

dalam

bentuk

briket,

penggunaannya

akan

lebih


praktis

(Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2008).
Kulit Durian

Universitas Sumatera Utara

12

Gambar 2. Kulit durian
Durian adalah nama tumbuhan tropis yang berasal dari wilayah Asia
Tenggara, sekaligus nama buahnya yang bisa dimakan. Nama ini diambil dari ciri
khas kulit buahnya yang keras dan berlekuk-lekuk tajam sehingga menyerupai
duri. Sebutan populernya adalah "raja dari segala buah" (King of Fruit). Durian
adalah buah yang kontroversial, meskipun banyak orang yang menyukainya,
namun sebagian yang lain malah muak dengan aromanya.

Sesungguhnya, tumbuhan dengan nama durian bukanlah spesies tunggal
tetapi sekelompok tumbuhan dari marga Durio. Namun, yang dimaksud dengan
durian (tanpa imbuhan apa-apa) biasanya adalah Durio zibethinus. Jenis-jenis

durian lain yang dapat dimakan dan kadangkala ditemukan di pasar tempatan di
Asia Tenggara di antaranya adalah lai (D. kutejensis), kerantungan (D. oxleyanus),
durian kura-kura atau kekura (D. graveolens), serta lahung (D. dulcis). Untuk
selanjutnya, uraian di bawah ini mengacu kepada D. Zibethinus.

Universitas Sumatera Utara

13

Apabila dilihat dari karakteristik bentuk dan sifat kulitnya, sebenarnya
dapat dimanfaatkan untuk bahan campuran papan partikel, papan semen, arang
briket, arang aktif, filler, campuran untuk bahan baku obat nyamuk dan lain-lain.
Selama ini masyarakat yang tinggal di perkotaan hanya mengonsumsi daging
buah dan bijinya untuk dibuat berbagai macam panganan, misalnya dodol/lempok,
campuran kolak, selai, bahan campuran untuk kue, tempoyak (daging buah durian
yang diawetkan) dan lain-lain. Sedangkan kulit durian tersebut hanya menghiasi
lingkungan kita sebagai setumpuk sampah yang menghasilkan bau busuk dan
mendatangkan banyak kuman, serangga, lalat dan nyamuk yang tentunya akan
berujung pada timbulnya sarang dan sumber penyakit. Selain itu tumpukan kulit
durian yang sulit terdegradasi tersebut akan membuat pemandangan yang tidak
sedap untuk mata kita.

Pada musim buah-buahan, merupakan saat paling merepotkan karena
volume sampah tentunya akan mengalami peningkatan yang signifikan dengan
adanya kulit buah tersebut. Hasil penelitian menunjukkan, sampah organik di
Indonesia mencapai 60 -70 persen dari total volume sampah yang dihasilkan,
sehingga apabila diabaikan maka dapat menyebabkan pencemaran lingkungan,
munculnya penyakit dan menurunkan nilai estetika/keindahan kota serta masalah masalah lainnya (Hj Violet Hatta, 2007).
Kehidupan orang tua kita dulu sebenarnya sudah mampu menjawab
permasalahan lingkungan terkait dengan menumpuknya kulit durian yang
akhirnya menjadi limbah tersebut, mereka telah memanfatkan limbah kulit durian
ini dengan menyusunnya di atas tempat memasak, setelah kering dibakar untuk
pengusir nyamuk pada malam hari, atau sebagai bahan bakar memasak sehingga

Universitas Sumatera Utara

14

ini merupakan indikasi bahwa bahan ini dapat diolah menjadi produk - produk
tertentu yang bermanfaat dan berdaya guna. Saat ini, sebagaimana kita ketahui
subsidi harga minyak tanah dirasakan membebani perekonomian nasional.
Dengan tingginya harga minyak dunia, subsidi pemerintah untuk minyak tanah
diperkirakan mencapai lebih dari Rp25 triliun. Tak mengherankan pemerintah pun
berupaya mencari jalan keluar untuk mengurangi pemakaian minyak tanah oleh
masyarakat yang mencapai 10 juta kilo liter per tahun itu, selain itu kenyataan
semakin sulitnya masyarakat kita memperoleh bahan bakar berupa kayu, baik
dalam bentuk utuh maupun limbah berupa potongan kayu. Hal ini mestinya
memacu keinginan kita mencari bahan alternatif yang bisa dimanfaatkan dan
mempunyai sifat mirip dengan kayu. Hj Violet Hatta Seorang staff pengajar di
Universitas Lampung menyatakan, kulit durian secara proporsional mengandung
unsur selulose yang tinggi (50 - 60 %) dan kandungan lignin (5 %) serta
kandungan pati yang rendah (5 %) sehingga dapat diindikasikan bahan tersebut
bisa digunakan sebagai campuran bahan baku papan olahan serta produk lainnya
yang dimampatkan. Selain itu, limbah kulit durian mengandung sel serabut
dengan dimensi yang panjang serta dinding serabut yang cukup tebal sehingga
akan mampu berikatan dengan baik apabila diberi bahan perekat sintetis atau
bahan perekat mineral.
Briket Kulit Durian
Briket adalah gumpalan yang terbuat dari bahan lunak yang dikeraskan,
(Ismun,1998). Sedangkan briket kulit durian adalah gumpalan-gumpalan atau
batangan ± batangan arang yang terbuat dari arang kulit durian. Berdasarkan
beberapa data tentang produk konversi minyak seharusnya pemerintah bisa

Universitas Sumatera Utara

15

membuat kebijakan untuk lebih mendorong masyarakat untuk memanfaatkan
limbah kulit durian sebagai produk briket kulit durian yang nantinya dapat
dimanfaatkan sebagai produk biogas sebagai substitusi minyak tanah, tentunya
dengan metode tersebut masalah pencemaran lingkungan limbah kulit durian juga
akan teratasi dengan baik, dengan efektif dan efisien, disamping itu dengan
adanya usaha pemanfaatan pengolahan kulit durian sebagai produk briket bernilai
ekonomis akan meningkatkan perekonomian masyarakat pedagang durian.
Beberapa alasan kuat dan cukup mendasar bagi pemerintah untuk lebih
mengoptimalkan solutif produk briket karena
-

Pertama
Pemerintah telah menguasai teknologi pengembangan dan pemanfaatan

briket batubara, dan telah mempunyai pengalaman dalam hal itu. Apabila kita
melihat produksi briket batubara saat ini sekitar 100.000 ton per tahun dan
seluruhnya terserap oleh pasar dalam negeri. Dari aspek implementasinya
kebijakan pengoptimalan briket ini rasanya sangatfleksible dan rasional untuk
diterapkan. Disamping alasan tersebut, yang tak kalah penting adalah bentuk
konsistensi dengan kebijakan energi yang telah ditetapkan sendiri oleh pemerintah
sejak lama, baik dalam Kebijakan Umum Bidang Energi (KUBE) 1988 maupun
Kebijakan Energi Nasional (KEN) 2003 yang telah menetapkan bahwa pemakaian
briket harus semakin didorong untuk menggantikan minyak tanah.
-

Kedua
Menurut Pri Agung Rakhmanto harga keekonomian 1 kg briket dalam hal

ini briket batu bara (dengan kandungan kalori 11.009 kilo kalori, setara dengan
1,15 liter minyak tanah) adalah sebesar Rp900, jauh lebih murah dibandingkan

Universitas Sumatera Utara

16

harga eceran tertinggi minyak tanah sebesar Rp2.250. Tanpa memberikan subsidi
pun briket batu bara secara ekonomis sudah jauh lebih kompetitif dibandingkan
dengan minyak tanah. Hal itu tentunya berbanding lurus, bila dalam hal ini briket
tersebut adalah briket kulit durian. Berbeda dengan kebijakan substitusi minyak
tanah ke elpiji dimana pemerintah berencana masih tetap akan memberikan
subsidi harga elpiji sekitar Rp1.800 per kg.
-

Ketiga
Pemanfaatan briket akan menghidupkan industri kerakyatan dalam

produksi briket yang lebih bersifat padat karya, sehingga kebijakan ini dapat
membantu mengembangkan perekonomian daerah pedesaan, membuka lapangan
pekerjaan baru, dan mengurangi angka kemiskinan. Sedangkan konversi minyak
tanah ke elpiji masih dimungkinkan bahwa tabung mini elpiji tersebut merupakan
produk impor, yang tentunya suatu hari nanti akan menjadi bomerang terhadap
perekonomian negara. Selain untuk keperluan rumah tangga, briket selama ini
juga telah dapat dimanfaatkan untuk berbagai industri ekonomi rakyat (industri
rumahan, industri kecil dan menengah). Ditinjau dari aspek wawasan lingkungan,
pemanfaatan produksi briket kulit durian jelas sangat potensial dalam membangun
ekonomi negara yang berwawasan lingkungan.
Proses Karbonisasi
Karbonisasi atau pengarangan adalah proses mengubah bahan menjadi
karbon bewarna hitam melalui pembakaran dalam ruang tertutup dengan udara
yang terbatas atau seminimal mungkin. Proses pembakaran dikatakan sempurna
jika hasil pembakaran berupa abu dan seluruh energi di dalam bahan organik
dibebankan ke lingkungan dengan perlahan (Kurniawan dan Marsono, 2008).

Universitas Sumatera Utara

17

Proses karbonisasi terdiri dari empat tahap yaitu :
1. Pada suhu 100 – 1200 C terjadi penguapan air dan sampai suhu 2700 C
mulai terjadi peruraian selulosa. Distilat mengandung asam organik dan
sedikit methanol. Asam cuka terbentuk pada suhu 200 – 2700 C.
2. Pada suhu 270 – 3100 C reaksi ekstermik berlangsung dimana terjadi
peruraian selulosa secara intensif menjadi larutan piroligant gas kayu dan
sedikit tar. Asam merupakan asam organik dengan titik didih rendah
seperti asam cuka dan methanol sedang gas kayu terdiri dari CO dan CO2.
3. Pada suhu 310 – 5000 C terjadi peruraian lignin, dihasilkan lebih banyak
tar sedangkan larutan pirolighant menurun, gas CO2 menurun sedangkan
gas CO dan CH4 dan H2 meningkat.
4. Pada suhu 500 – 10000 C merupakan tahapan dari pemurnian arang atau
kadar karbon (Sudrajat,1994).
Menurut Kurniawan dan Marsono (2008), pelaksanaan karbonisasi
meliputi teknik yang paling sederhana hingga yang paling canggih. Metode
karbonisasi yang paling sederhana dilakukan adalah metode pengarangan dalam
drum. Arang yang dihasilkan lebih hitam jika dibandingkan dengan metode
pengarangan lainnya dan yang dicapai mendekati angka 50 – 60% dari berat
semula. Drum bekas aspal atau oli yang masih baik digunakan untuk membuat
arang. Bagian alas drum dilubangi kecil–kecil dengan paku atau bor besi dengan
jarak 1 cm × 1 cm, sehingga selanjutnya bahan baku dimasukkan kedalam drum,
lalu api dinyalakan lewat bawah drum yang berlubang. Apabila asap mulai keluar,
berarti pembakaran bahan baku telah berlangsung.

Universitas Sumatera Utara

18

Ayakan
Pengayakan adalah sistem yang paling terkenal dan paling banyak
dilaksanakan untuk memisahkan campuran padat-padat. Sistem pemisahan,
didasarkan atas perbedaan dalam ukuran dari bagian-bagian yang akan
dipisahkan. Ukuran besar lubang ayak (dinamakan lebar lubang kasa) dari
medium ayak dipilih sedemikian rupa, sehingga bahagian yang kasar tertinggal di
atas ayakan dan bagian-bagian yang lebih halus jatuh melalui lubang
(Bergeiyk dan Liedekerken, 1981).
Ayakan biasanya berupa anyaman dengan mata jala (mesh) yang
berbentuk bujur sangkar atau empat persegi panjang, berupa pelat yang berlubanglubang bulat atau bulat panjang atau berupa kisi. Ayakan terbuat dari material
yang dapat berupa paduan baja, nikel, tembaga, kuningan, perunggu, sutera dan
bahan-bahan sintetik. Material ini harus dipilih agar ayakan tidak lekas rusak baik
karena korosi maupun karena gesekan. Selain selama proses pengayakan ukuran
lubang ayakan harus tetap konstan (Bernasconi, dkk., 1995).
Dua skala yang digunakan untuk mengklasifikasikan ukuran partikel
adalah US Saringan Seri dan Tyler. Setara, kadang-kadang disebut Tyler ukuran
mesh atau Tyler Standard Sieve Series. Sistem nomor mesh adalah ukuran dari
berapa banyak lubang yang ada per inci (AGM, 2011).
Menurut Bhattacharya et al (1985), bahan baku pembuatan briket arang
yang baik adalah partikel arangnya yang mempunyai ukuran 40 – 60 mesh.
Ukuran partikel yang terlalu besar akan sukar dilakukan perekatan, sehingga
mempengaruhi keteguhan tekanan yang diberikan. Proses pembuatan briket arang

Universitas Sumatera Utara

19

memerlukan perekatan yang bertujuan untuk mengikat partikel-partikel arang
sehingga menjadi kompak.
Perekat
Perekat adalah suatu zat atau bahan yang memiliki kemampuan untuk
mengikat dua benda melalui ikatan permukaan. Beberapa istilah lain dari perekat
yang memiliki kekhususan meliputi glue, mucilage, paste, dan cement.
-

Glue merupakan perekat yang terbuat dari protein hewani, seperti kulit,
kuku, urat, otot, dan tulang yang secara luas digunakan dalam industri
pengerjaan kayu.

-

Mucilage adalah perekat yang dipersiapkan dari getah dan air dan
diperuntukkan terutama untuk perekat kertas.

-

Paste merupakan perekat pati (starch) yang dibuat melalui pemanasan
campuran pati dan air dan dipertahankan berbentuk pasta.

-

Cement adalah istilah yang digunakan untuk perekat yang bahan dasarnya
karet dan mengeras melalui pelepasan pelarut

(Ruhendi, dkk., 2007).
Berdasarkan sumber dan komposisi kimianya, perekat dibagi menjadi 3
bagian yaitu:
-

Perekat yang berasal dari tumbuhan seperti kanji.

-

Perekat yang berasal dari hewan seperti perekat kasein.

-

Perekat sintetik yaitu perekat yang dibuat dari bahan sintetis contohnya
urea formaldehid

(Haryanto, 1992).
Bahan perekat dapat dibedakan atas 3 (tiga) jenis yaitu:

Universitas Sumatera Utara

20

-

Perekat anorganik
Termasuk dalam jenis ini adalah sodium silikat, magnesium, cement dan
sulphite. Kerugian dari penggunaan bahan perekat ini adalah sifatnya yang
banyak meninggalkan abu sekam pada waktu pembakaran.

-

Bahan perekat tumbuh-tumbuhan
Jumlah bahan perekat yang dibutuhkan untuk jenis ini jauh lebih sedikit
bila dibandingkan dengan bahan perekat hydrocarbon. Kerugian yang
dapat ditimbulkan adalah arang cetak yang dihasilkan kurang tahan
terhadap kelembaban.

-

Hydrocarbon dengan berat molekul besar
Bahan perekat jenis ini sering kali dipergunakan sebagai bahan perekat
untuk pembuatan arang cetak ataupun batubara cetak.

Dengan pemakaian bahan perekat maka tekanan akan jauh lebih kecil bila
dibandingkan

dengan

briket

tanpa

memakai

bahan

perekat

(Josep dan Hislop, 1981).
Salah satu persyaratan yang perlu diperhatikan dalam memilih extender
perekat adalah bahan harus memiliki daya rekat yang kuat. Bahan yang memiliki
daya rekat yang cukup biasanya yang mengandung protein dan pati khususnya
amylopektin yang cukup tinggi seperti terigu, tapioka, maizena, sagu
(Haryanto, 1992).
Penggunaan bahan perekat dimaksudkan untuk menarik air dan
membentuk tekstur yang padat atau mengikat dua substrat yang akan direkatkan.
Dengan adanya bahan perekat maka susunan partikel akan semakin baik, teratur
dan lebih padat sehingga dalam proses pengempaan keteguhan tekan dan arang

Universitas Sumatera Utara

21

briket akan semakin baik (Silalahi, 2000). Analisa berbagai tepung pati-patian
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Daftar analisa bahan perekat
Jenis tepung
Tepung jagung
Tepung beras
Tepung terigu
Tepung tapioka
Tepung sagu

Air
(%)
10,52
7,58
10,70
9,84
14,10

Abu
(%)
1,27
0,68
0,86
0,36
0,67

Lemak
(%)
4,89
4,53
2,00
1,50
1,03

Protein
(%)
8,48
9,89
11,50
2,21
1,12

Serat kasar Karbon
(%)
(%)
1,04
73,80
0,82
76,90
0,64
74,20
0,69
85,20
0,37
82,70

(Anonimous, 1989).
Keadaan suatu perekat ditentukan oleh metode aplikasinya. Perekat cair
pada umumnya lebih mudah dipergunakan secara mekanis, penyebarannya pada
permukaan benda yang halus dan rata akan tercapai. Sifat fisik sangat penting
dalam mekanisme pengikatan antara bahan pengikat dan partikel arang yang
dilakukan pada tekanan yang tinggi dapat meningkatkan gaya adhesi antarmuka
padatan-cair dan gaya kohesi antara padatan (Grover, 1996).
Kanji adalah perekat tapioka yang dibuat dari tepung tapioka dicampur air
dalam jumlah tidak melebihi 70% dari berat serbuk arang dan kemudian
dipanaskan sampai berbentuk jeli.Pencampuran kanji dengan serbuk arang
diupayakan dengan merata. Dengan cara manual pencampuran dilakukan dengan
meremas-remas menggunakan tangan, secara maksimal dilakukan oleh alat mixer
(Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 1994).
Perekat tapioka umum digunakan sebagai bahan perekat pada briket arang
karena banyak terdapat di pasaran dan harganya relatif murah. Perekat ini dalam
penggunaannya menimbulkan asap yang relatif sedikit dibandingkan bahan
lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa briket arang dengan tepung kanji

Universitas Sumatera Utara

22

sebagai bahan perekat akan sedikit menurunkan nilai kalornya bila dibandingkan
dengan nilai kalor nya bertambah. (Sudrajat dan Soleh, 1994 dalam Capah, 2007).
Briket

Gambar 3. Briket
Briket adalah bahan bakar padat yang dapat digunakan sebagai bahan
bakar alternatif pengganti minyak tanah. Jenis-jenis briket berdasarkan bahan
baku penyusunnya terdiri dari briket batubara, briket bio-batubara dan biobriket.
Briket batubara adalah bahan bakar padat yang terbuat dari batubara dengan
sedikit campuran perekat. Briket batubara ini dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu
briket batubata terkarbonisasi (melalui proses pembakaran) dan briket tanpa
karbonisasi (tanpa proses pembakaran).Briket bio-batubara adalah briket
campuran antara batubara dan biomassa dengan sedikit perekat. Contoh briket
bio-batubara ini adalah briket campuran cangkang sawit dan batubara. Biobriket
adalah bahan bakar padat yang terbuat dari bahan baku biomassa dengan
campuran sedikit perekat. Komposisi masing-masing jenis perekat tersebut
adalah: 80% – 95% batubara dan 5% – 20% perekat untuk briket batubara tanpa
karbonisasi, 80% – 90% batubara dan 5% – 15% perekat untuk briket batubara

Universitas Sumatera Utara

23

dengan karbonisasi, serta 50%-80% batubara dan 10% – 40% biomassa dengan
5% – 10% perekat untuk briket bio-batubara. Adonan 94% arang sekam dan 6%
perekat pati kanji pada pembuatan briket sekam dengan metode pengarangan
menghasilkan briket arang sekam yang cukup kompak dengan daya bakar yang
baik (Sulistyanto, 2006).
Bioarang merupakan sumber energi biomassa yang ramah lingkungan dan
biodegradable. Briket arang berfungsi sebagai pengganti bahan bakar minyak,
baik itu minyak tanah, maupun elpiji. Biomassa ini merupakan sumber energi
masa depan yang tidak akan pernah habis bahkan jumlahnya bertambah, sehingga
sangat cocok sebagai sumber bahan bakar rumah tangga (Basrianta, 2007).
Teknik pembuatan briket arang terdiri dari dua tahap yang berbeda
prinsipnya, yaitu proses pengarangan/karbonisasi limbah kayu menjadi serbuk
arang dan proses pencetakan serbuk arang menjadi briket arang dengan cara
dikempa (Daryanto,2007).
Pembuatan briket arang dari limbah pertanian dapat dilakukan dengan
menambah bahan perekat, dimana bahan baku diarangkan terlebih dahulu
kemudian ditumbuk, dicampur perekat, dicetak dengan sistem hidrolik maupun
manual dan selanjutnya dikeringkan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Hartoyo (1983) menyimpulkan bahwa briket arang yang dihasilkan setara buatan
Inggris dan memenuhi persyaratan yang berlaku di Jepang karena menghasilkan
kadar abu dan zat yang mudah menguap (volatile mailer) yang rendah serta kadar
karbon terikat (fixed carbon) dan nilai kalor yang tinggi. Kualitas briket bioarang
juga ditentukan oleh bahan pembuat/penyusunnya, sehingga mempengaruhi
kualitas nilai kalor, kadar air dan kadar abu pada briket tersebut (Hartoyo, 1983).

Universitas Sumatera Utara

24

Menurut Schuchart (1996) pembuatan briket dengan penggunaan bahan
perekat akan lebih baik hasilnya jika dibandingkan tanpa menggunakan bahan
perekat. Disamping meningkatkan nilai bakar dari bioarang, kekuatan briket arang
dari tekanan luar juga lebih baik (tidak mudah pecah).
Briket yang dihasilkan setelah pengempaan dikeringkan, karena masih
mengandung air yang cukup tinggi (sekitar 50%). Tujuan pengeringan adalah
mengurangi kadar air dalam briket sehingga memudahkan pembakaran briket dan
sesuai dengan ketentuan kadar air briket yang berlaku. Pengeringan dapat
dilakukan dengan alat pengering seperti oven, atau dengan penjemuran. Suhu
pengeringan dengan oven umumnya 60 C dengan lama pengeringan 24 jam.Jika
0

dilakukan penjemuran, lama penjemuran briket cukup tiga hari dalam kondisi
cuaca yang cerah (Achmad, 1991).
Sifat briket yang baik yakni tidak berasap dan tidak berbau pada saat
pembakaran. Mempunyai kekuatan tertentu sehingga tidak mudah pecah waktu
diangkat dan dipindah-pindah, mempunyai suhu pembakaran tetap (± 3500 C)
dalam jangka waktu yang panjang (8 – 10 jam), setelah pembakaran masih
mempunyai kekuatan tertentu sehingga mudah untuk dikeluarkan dari tungku
masak, gas hasil pembakaran tidak mengandung gas karbon monoksida yang
tinggi (Sukandarrumidi, 1995).
Persyaratan arang briket yang baik adalah bersih, tidak berdebu, dan
berbau, mempunyai kekerasan yang merata, kadar abu serendah mungkin, nilai
kalor setara dengan bahan bakar lain, menyala dengan baik dan memberikan
panas secara merata serta harganya bersaing dengan bahan bakar lain
(Said, 1996).

Universitas Sumatera Utara

25

Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan briket bioarang antara lain
adalah biayanya amat murah. Alat yang digunakan pembuatan briket bioarang
cukup sederhana dan bahan bakunya pun sangat murah, bahkan tidak perlu
membeli karena berasal dari sampah, daun-daun kering dan limbah pertanian.
Bahan baku untuk pembuatan arang umumnya telah tersedia di sekitar kita. Briket
bioarang dalam penggunaannya menggunakan tungku yang relatif kecil
dibandingkan dengan tungku yang lainnya (Andry, 2000).
Briket dengan mutu yang baik adalah briket yang memiliki kadar air,
kadar abu, kadar zat terbang, laju pembakaran yang rendah, tetapi memiliki
kerapatan, nilai kalor dan suhu api atau bara yang dihasilkan tinggi. Jika briket
diarahkan untuk penggunaan di kalangan rumah tangga, maka hal yang penting
diperhatikan adalah kadar zat terbang dan kadar abu yang rendah. Hal ini
dikarenakan untuk mencegah polusi udara yang ditimbulkan dari asap
pembakaran yang dihasilkan serta untuk memudahkan dalam penanganan ketika
proses pembakaran selesai (Ismayana dan Afriyanto,2014).
Kualitas briket yang dihasilkan menurut standard mutu Inggris dan Jepang
dapat dilihat pada table 3. Sebagai data pembanding, sehingga dapat diketahui
kulitas briket yang dihasilkan dalam penelitian ini.
Tabel 3. Kualitas mutu briket arang
Jenis analisa

Briket arang
Inggris Jepang
Amerika
Kadar air (%)
3,59
6–8
6,2
Kadar abu (%)
5,9
3–6
8,3
Nilai kalor (kal/gr) 7289
6000 – 7000 6230
Sumber: Departemen Kehutanan dan Perkebunan (1994).

Indonesia
7,57
5,51
6814,11

Universitas Sumatera Utara

26

Nilai Kalor
Panas adalah energi yang dipindahkan dari satu benda ke benda lain
karena beda temperatur. Bila energi panas ditambahkan pada suatu zat maka
temperatur zat itu biasanya naik.Kapasitas panas zat adalah energi panas yang
dibutuhkan untuk menaikkan temperatur suatu zat dengan satu derajat. Panas jenis
adalah kapasitas panas persatuan massa. Satu kalori adalah jumlah energi panas
yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur satu gram air satu derajat celcius
atau kelvin.Kilokalori adalah banyaknya energi panas yang dibutuhkan untuk
menaikkan temperatur satu kilogram air dengan satu derajat celcius.Alat untuk
mengukur nilai kalor pada suatu bahan disebut bomb calorimeter.Bomb
calorimeter adalah alat untuk mengukur pindah panas di dalam sistem dan
lingkungannya pada suhu yang tetap (Reimansyah, 2009).
Nilai kalor dinyatakan sebagai heating value, dinyatakan dalam kkal/kg
atau joule/kg, merupakan banyaknya kalori yang dihasilkan oleh briket tiap satuan
berat (dalam kilogram) (Sukandarrumidi, 2006). Nilai kalor diukur dengan
menggunakan alat bomb calorimeter dihitung dengan rumus :
HHV = (T2 - T1 - 0.05) Cv ×0.239 kal ................................................... (1)
Dimana:
HHV

= kualitas nilai kalor (kal/g)

T1

= temperatur sebelum penyalaan (0C)

T2

= temperatur setelah penyalaan (0C)

0,05

= kenaikan temperatur kawat penyala

1 Joule

= 0.239 kal

Cv

= kalor jenis bom kalorimeter (73529,6 J/gram 0C)

Universitas Sumatera Utara