Kajian pengelolaan perikanan alami sebagai komplemen dalam pemanfaatan waduk untuk perikanan keramba jaring apung (studi kasus Waduk Cirata, Jawa Barat)

KAJIAN PENGELOLAAN PERIKANAN ALAMI SEBAGAI
KOMPLEMEN DALAM PEMANFAATAN WADUK UNTUK
PERIKANAN KERAMBA JARING APUNG
( STUDI KASUS WADUK CIRATA, JAWA BARAT)

WAHYUNI SAFITRI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Pengelolaan
Perikanan Alami Sebagai Komplemen Dalam Pemanfaatan Waduk Untuk
Perikanan Keramba Jaring Apung (Studi Kasus Waduk Cirata, Jawa Barat adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013
Wahyuni Safitri
NIM C251110081

RINGKASAN
WAHYUNI SAFITRI. Kajian Pengelolaan Perikanan Alami Sebagai Komplemen
Dalam Pemanfaatan Waduk Untuk Perikanan Keramba Jaring Apung (Studi
Kasus Waduk Cirata, Jawa Barat). Dibimbing oleh KADARWAN SOEWARDI
dan ACHMAD FAHRUDIN.
Keberadaan keramba jaring apung di Waduk Cirata sangat mempengaruhi
segala aktivitas di sekitarnya, baik dari segi ekologi, maupun ekonomi masyarakat
yang berada di waduk. Keramba jaring apung adalah suatu bentuk budidaya ikan
yang memberikan kemudahan bagi masyarakat yang ingin membudidayakan ikan
tanpa harus mempunyai lahan. Diantara kemudahan tersebut terdapat sederetan
efek yang ditimbulkan oleh keramba jaring apung jika tidak ditangani dengan
baik. Diantaranya jumlah yang melampaui daya dukung kapasitas perairan,
kualitas perairan yang menurun akan mempengaruhi daya tampung ikan yang

berada di luar keramba jaring apung akan menyebabkan terjadinya pendangkalan
akibat sisa pakan yang mengendap di dasar perairan.
Penelitian ini ditujukan untuk mengkaji berapa daya dukung perairan alami
akibat pengaruh keberadaan keramba jaring apung, sehingga dapat diketahui
berapa besar biomassa ikan yang dapat ditampung untuk kondisi keramba jaring
apung yang sudah ada di Waduk Cirata, sehingga pertumbuhan ikan alami dapat
maksimal bahkan bisa ditingkatkan untuk perekonomian masyarakat yang
perprofesi sebagai nelayan perikanan alami.
Hasil parfish didapatkan bahwa daya dukung Waduk Cirata yaitu 5.550
ton/ tahun. Daya dukung setelah dilakukan restorasi yaitu yaitu 7.777 ton/tahun,
sehingga daya dukung waduk dapat ditingkatkan menjadi 2227 ton ikan/tahun
sebagai pemanfaatan kapasitas daya dukung yang masih memenuhi untuk
peningkatan ekonomi masyarakat.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap nelayan perikanan alami,
terdapat sekitar 75.7% orang nelayan yang menggunakan perahu mesin sebagai
transportasinya, 20.9 % orang nelayan dengan menggunakan rakit dan 3.1% orang
yang menggunakan perahu kayuh. Diantara responden tersebut terdapat 69.4%
menggunakan alat tangkap jaring, 27.2 % dengan jala, dan 3.1 % dengan rawai
serta sekitar 66 % berprofesi sebagai nelayan tetap dan 34% sebagai nelayan
sampingan. Berdasarkan hasil analisis ekonomi, tingkat pendapatan nelayan

sebelum dilakukan daya dukung yaitu Rp 797.881/bulan, bagi nelayan yang
berprofesi tetap jika dibandingkan dengan Upah Minimum Regional (UMR)
Kabupaten Cianjur pada 2013 sekitar Rp 970.000 (Kemenko Perekonomian, RI
2013) keuntungan yang diperoleh dari usaha tersebut berada di bawah batas
UMR, belum memenuhi kesejerahteraan. Namun setelah dilakukan restorasi
estimasi pendapatan nelayan meningkat menjadi 1.356.916/bulan. Hari hasil
tersebut dinyatakan bahwa restorasi dapat meningkatkan taraf hidup dan
pendapatan nelayan.
Kata kunci: daya dukung, perikanan alami, Waduk Cirata

SUMMARY
WAHYUNI SAFITRI. Study Of Natural Fisheries Management as Complement
of Reservoir Utilization For Cage Aquaculture (Case Study Cirata Reservoir)
guided by KADARWAN SOEWARDI dan ACHMAD FAHRUDIN.
The existence of floating cages in Cirata greatly affect all the activities
around it, both in terms of ecology, economy and society that is in the reservoir.
Floating net fish farming is a form that makes it easy for people who want to
breed fish without having to have the land. Among the amenities are a series of
effects of floating cages if not handled properly, such amounts exceed the carrying
capacity of water, declining water quality and affect the capacity of fish that are

out floating cages caused by siltation due to residual feed that settles in the bottom
waters .
This study seeks to examine how the carrying capacity of natural waters
due to the influence of the presence of floating cages, so that it can be seen how
much fish biomass that can be accommodated for floating cages conditions
existing in Cirata, so that the maximum growth of natural fish can even be
upgraded to economy perprofesi fishing communities as natural fisheries.
From the results obtained parfish Cirata that carrying capacity is 5.550
tons/year. And carrying capacity after the restoration of the 7.777 tons/year, so
that the carrying capacity of the reservoir can be increased to 2.227 tonnes of
fish/year as bearing capacity utilization is still fulfilling for the economic
improvement of society .
Based on interviews with experienced fishermen fishery, there were
approximately 75.7 % of fishermen who use boats as a transport machine, 20.9 %
of people with fisherman using a raft and 3.1 % of people who use the paddle
boat. Among the respondents there are 69.4 % using fishing nets, 27.2 % with
nets, and 3, and 1 % to about 66 % longline fishermen keep fishing and 34 % as a
sideline. Based on the results of the economic analysis, the level of income of
fishermen prior to the carrying capacity of Rp 797.881/month, for the fisherman
who is still when compared to local minimum wage (UMR) in 2013 Cianjur

around Rp 970.000 (Indonesia’s Head minister of economic, 2013) the benefits of
the business is under the minimum wage limit. However, after the restoration of
fishermen's income increased to 1.356.916/month. From the results stated that
restoration could improve the lives and incomes of fishermen
Keywords: carrying capacity, Cirata reservoirs, natural fishery

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KAJIAN PENGELOLAAN PERIKANAN ALAMI SEBAGAI
KOMPLEMEN DALAM PEMANFAATAN WADUK UNTUK
PERIKANAN KERAMBA JARING APUNG
( STUDI KASUS WADUK CIRATA, JAWA BARAT)


WAHYUNI SAFITRI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

DEPARTEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada ujian tesis:

Dr.Ir Rahmat Kurnia, M.Si

Judul Tesis : Kajian Pengelolaan Perikanan Alami Sebagai Komplemen Dalam

Pemanfaatan Waduk Untuk Perikanan Keramba Jaring Apung
(Studi Kasus Waduk Cirata, Jawa Barat)
Nama
: Wahyuni Safitri
NIM
: C251110081

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Kadarwan Soewardi
Ketua

Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya

Perairan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Enan M. Adiwilaga

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 30 Oktober 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah
Pengelolaan, dengan judul Kajian Pengelolaan Perikanan Alami Sebagai
Komplemen Dalam Pemanfaatan Waduk Untuk Perikanan Keramba Jaring Apung
(Studi Kasus Waduk Cirata, Jawa Barat)
Terima kasih penulis ucapkan Allah SWT. Yang telah memberikan

semangat hidup dan kesempatan untuk dapat melanjutkan dan menyelesaikan
tugas akhir. Terima kasih juga disampaikan kepada ayah dan ibu tercinta, serta
seluruh keluarga atas segala doa, kasih sayang, dan semangat yang luar biasa
sehingga penulis dapat menyelesaikan tesisi. Kepada suami tercinta, Ridha fahmi
yang telah memberi semangat dan doa, kepada Bapak Prof Dr Ir Kadarwan
Soewardi dan Bapak Dr Ir Achmad Fahrudin MSi selaku pembimbing, Bapak Ali
Mahsyar yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada BPWC, Dinas Perikanan Cianjur, kepada masyarakat yang ada
di Waduk Cirata yang berada di Maleber, Jangari telah banyak membantu dalam
pengumpulan data terkait dengan penelitian. Serta kepada bu Anna beserta staf di
laboratorium Pengujian Produktivitas dan Lingkungan Perairan Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB
yang telah banyak membantu dalam menganalisis sampel kualitas air. Kepada
bang kafi dan teman-teman SDP 2011 yang telah banyak memberikan semangat
dan saran-saran dalam penyelesaian tesis ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2013
Wahyuni Safitri


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1

1
2
4
4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Perairan Waduk
Daya dukung Perairan
Kualitas perairan
Participatory fiah stock assessment (Parfish)

4
4
5
5
10

3 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Metode Penelitian
Prosedur Analisis Data
Analisis Produktivitas primer
Analisis Potensi dan daya dukung perikanan alami
Estimasi Potensi daya dukung setelah restorasi
Estimasi Pendugaan daya dukung berdasarkan parfish
Aspek ekonomi

11
11
11
13
13
14
15
15
16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Perairan Waduk Cirata
Kualitas Perairan Waduk Cirata
Daya dukung berdasarkan produktifitas Perairan
Estimasi pendugaan biomassa berdasarkan Parfish
Daya dukung setelah retorasi
Aspek Ekonomi

17
17
17
21
21
22
23

5 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

29
29
29

DAFTAR PUSTAKA

30

LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

34

DAFTAR TABEL
1. Klasifikasi tingkat kesuburan perairan berdasarkan
unsur hara dan biomassa fitoplankton (chlorofil-a)
2. Lokasi Pengambilan sampel Penelitian
3. Parameter Biofisik yang diukur
4. Konversi biomassa ikan
5. Kualitas perairan Waduk Cirata
6. Kondisi fisik Waduk Cirata
7. Hasil tangkapan menggunakan Gillnet
8. Hasil tangkapan menggunakan jala
9. Hasil tangkapan menggunakan rawai
10. Persentase Penggunaan Alat tangkap
11. Rataan total investasi yang dibutuhkan nelayan
12. Rataan analisis biaya tetap
13. Rataan analisis biaya tidak tetap
14. Rataan analisis biaya untuk nelayan perikanan alami
15. Asumsi analisis biaya setelah restorasi

10
12
13
14
17
22
23
23
24
25
26
26
27
28
28

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Kerangka pemikiran
Prinsip-prinsip P yang hilang ke perairan pada KJA intensif
Estimasi loading P pada KJA, dengan asumsi FCR 2,0 : 1
Lokasi penelitian (Waduk Cirata)
Komposisi hasil tangkapan nelayan

3
8
8
12
24

1 PENDAHULUAN
Latar belakang
Waduk Cirata merupakan waduk yang dibangun dengan
membendung Sungai Citarum yang terletak di Jawa Barat. Waduk mulai
dioperasikan pada tahun 1987 dengan tujuan utamanya untuk PLTA
(Pembangkit Listrik Tenaga Air). Dalam perkembangan selanjutnya, pada
tahun 1988 perairan waduk mulai dikembangkan untuk lahan budidaya
perikanan dengan sistem KJA (Keramba Jaring Apung) khususnya
diperuntukkan bagi masyarakat sekitar waduk yang lahannya terkena
dampak pembangunan waduk.
Budidaya ikan sistem KJA di waduk, termasuk salah satu sistem
produksi perikanan budidaya perairan tawar yang terus berkembang karena
terdapat sejumlah kemudahan dibandingkan dengan sistem budidaya
lainnya. Keuntungan budidaya ikan dalam KJA yaitu keramba jaring apung
konstruksinya sederhana dan mudah dibuat, mudah dikelola, ikan yang
ditebar mudah dipantau, proses pemanenan tidak sulit dan dapat dengan
mudah menambah jumlah unit keramba pada saat ingin mengembangkannya
(Sudradjat et al. 2010).
Namun dengan pola budidaya yang mudah diterapkan dan
menambah unit keramba, dilain pihak telah muncul beberapa permasalahan
seperti terjadinya kematian masal ikan, berjangkitnya penyakit ikan dan
bahkan turunnya produksi ikan budidaya. Hasil penelitian menunjukkan
produksi ikan di Waduk Cirata pada tahun 1995 sekitar 2300 kg per KJA,
namun pada tahun 2002 produksi turun sekitar 400 kg per KJA (Aberry et
al. 2005). Selain itu saat ini waduk Cirata juga telah mengalami degradasi
yang sangat serius. Luasan waduk semakin menyempit dan kedalaman air
semakin berkurang disertai meningkatnya pencemaran (Garno, 1999).
Kondisi tersebut menyebabkan status kualitas air Cirata mengalami
penurunan terutama pencemaran air yang disebabkan oleh pemberian pakan
yang berlebihan sehingga kandungan fosfor dalam pakan dapat
menimbulkan pencemaran perairan di kawasan tersebut (Basmi, 1999).
Limbah pakan juga menyebabkan eutrofikasi. Pakan yang berkualitas buruk
mengakibatkan limbah hara N dan P yang dibuang ke air pemeliharaan akan
tinggi sehingga air memburuk dan akan mengakibatkan produktivitas
menurun. Unsur hara berupa N dan P di perairan dapat berasal dari hasil
metabolisme ikan dan dekomposisi dari sisa pakan ikan (Assad et al. 2010)
Besarnya beban limbah hara pada akuakultur antara lain ditentukan
oleh konversi pakan. Limbah pakan dapat berupa debu dan pakan tak
termakan bisa mencapai 20% (Kibria et al.1997). Tingginya unsur hara di
lokasi keramba jaring apung (KJA) akibat dari akumulasi sisa pakan yang
terbuang, feses dan ikan yang mati (Kibria et al. 1997). Ramsseyer dan
Garling (1997) menyatakan asupan N dan P hanya sekitar 20% atau 30 %
pakan yang diasimilasi oleh ikan, sisanya terbuang ke lingkungan dan
menjadi penyebab pencemaran lingkungan berupa pakan tak termakan,
ekresi dan kotoran (feces) ikan. Lukman dan Hidayat (2002) menambahkan

2
bahwa hasil penelitian menunjukkan terjadinya sedimentasi bahan organik
total rataan perwilayah antara 152,5–188,6 mg berat kering sedimen.
Di sisi lain banyaknya di perairan jumlah pakan yang tidak termakan
oleh ikan yang berada di KJA dapat dimanfaatkan kembali oleh ikan dan
organisme yang berada di luar KJA seperti ikan-ikan nila, dan ikan patin
yang dalam pertumbuhannya memanfaatkan sumber makanan dari alam.
Keberadaan ikan alami sangat membantu untuk mengestimasi pengeluaran
sisa pakan yang berasal dari KJA, hal tersebut diduga akan mampu
memperkecil tingkat pencemaran akibat pakan yang berlebih. Sehingga
dilakukan kajian mengenai berapa total loading P yang terbuang dari
kegiatan KJA dan biomassa optimum saat sekarang agar daya dukung
perikanan dapat secara maksimal dimanfaatkan oleh ikan yang berada di
luar KJA.
Dengan pola sistem seperti ini maka akan dapat mengurangi limbah
pakan yang terbuang secara percuma dan dapat meningkatkan hasil
budidaya perikanan alami yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar luar
KJA. Selain itu daya dukung perikanan alami juga akan semakin meningkat
jika seandainya Waduk Cirata dilakukan restorasi, yaitu simulasi
pengembalian waduk dalam kondisi ideal. Dengan meningkatnya daya
dukung perikanan alami diharapkan akan meningkatkan pula hasil
tangkapan nelayan, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu diketahui kajian daya dukung
perikanan alami sebagai landasan pengelolaan waduk sebagai komplemen
bagi sistem keramba jaring apung di Waduk Cirata, Jawa Barat, sehingga
pemanfaatan perikanan alami yang optimal dapat dicapai dan pengelolaan
usaha perikanan dapat berkelanjutan serta meningkatkan kesejahteraan
nelayan.
Perumusan Masalah
Masalah utama pada budidaya ikan di Waduk Cirata adalah
masuknya nutrien ke perairan alami akibat pakan atau input yang berlebih
baik yang berasal dari keramba jaring apung, sisa pakan yang tidak
termakan, feses ikan, aktivitas pertanian yang berada di sekitar waduk,
kegiatan rumah tangga yang berada langsung di Waduk Cirata. Pengkayaan
nutrient tersebut berdampak pada kualitas perairan Waduk Cirata. Sehingga
secara tidak langsung akan berdampak pada perikanan alami. Organisme
yang hidup secara alami memperoleh energi dan asupan nutrisi dari alam,
tanpa bantuan dari manusia. Pakan yang tidak terurai secara tidak langsung
akan dimanfaatkan oleh organisme alami dalam bentuk lain. Baik berupa
pellet atau sisa-sisa yang telah dimanfaatkan oleh organisme lain. Kondisi
tersebut memungkinkan adanya rantai makanan terhadap ikan yang berada
di keramba jaring apung dengan ikan-ikan yang terdapat di alam.
Namun keberadaan keramba jaring apung yang semakin hari
semakin meningkat menyebabkan input nutrien ke dalam perairan menjadi
tidak terkendali. Alokasi pemanfaatan wilayah keramba jaring apung yang
tidak terkendalikan akan memicu penurunan kualitas lingkungan perairan
dan berdampak pada proses biologi dan sistem produksi budidaya ikan, serta

3
dampak ekologi yang lebih luas. Aspek sosial ekonomi merupakan faktor
pendorong terjadinya tekanan lingkungan yang menitik beratkan pada
pencapaian hasil budidaya ikan yang berada di luar keramba jaring apung.
Karena itu pola optimalisasi pemanfaatan lahan harus didasarkan pada daya
dukung dan kemampuan lingkungan perairan tersebut.
Perairan alami juga memberikan pengaruh terhadap ekonomi
masyarakat sekitar yang berprofesi sebagai nelayan tangkap. Berdasarkan
kelompok nelayan tangkap di Cirata terdapat lebih kurang 357 nelayan yang
tergabung dalam kelompok nelayan tangkap (UPTD 2012). Umumnya
mereka menggunakan alat tangkap jala, rawai, jaring serta pancing. Nelayan
melakukan penangkapan pada pagi dan sore hari, namun untuk beberapa
alat tangkap terlebih dahulu dilakukan pemasangan alat tangkap pada
malam hari dan akan diambil pada pagi harinya, serta pada sore hari yang
akan diambil hasilnya pada malam hari tergantung pada banyaknya ikan
yang tertangkap pada jaring tersebut. Kegiatan tersebut berlangsung setiap
hari sehingga apabila kondisi perairan buruk akan berdampak pada hasil
tangkapan nelayan.
Kegiatan Penebaran benih yang telah dikembangkan setiap tahun
hingga saat ini, tidak mengacu pada standar dan kriteria teknis kapasitas
daya dukung perairan waduk, untuk mentolelir hasil produksi benih yang
ditebarkan menggunakan pendekatan perkiraan. Sehingga kemungkinan
terjadi adalah biomassa yang tidak sesuai dengan kapasitas daya dukung
lingkungan tersebut. Penebaran benih terlampau sedikit akan mempengaruhi
jumlah hasil tangkapan. Demikian pula jumlah benih terlampau banyak dan
tidak sesuai kapasitas perairan akan mengalami kerugian (kematian benih)
karena ketersediaan pakan alami, dan produktivitas perairan.
Pengelolaan area perairan Waduk Cirata untuk kedua kegiatan usaha
pengembangan perikanan alami dan pemanfaatan budidaya (KJA),
dibutuhkan peran pemerintah daerah bersama masyarakat sekitar dalam
menata pemanfaatan area perairan, yang didasarkan atas kajian daya
dukung perairan (carrying capacity), sehingga tercipta pengelolaan
lingkungan perairan yang seimbang dan berkelanjutan.
Jumlah KJA

Limbah Pakan
Pemanfaatan
Perairan

Kajian pendugaan biomassa
perikanan alami

Pendugaan Ikan Di peraian Alami
Restorasi
Kesejahteraan Nelayan

Gambar 1 kerangka pemikiran.

4

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah: Mengetahui daya dukung perairan
alami pada saat sekarang dan setelah restorasi dalam pengelolaan perikanan
sistem Keramba Jaring Apung. Mengetahui tingkat keuntungan nelayan
berdasarkan hasil tangkapan ikan di sekitar Waduk Cirata.
Manfaat Penelitian
Secara ilmiah penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu
lingkungan dalam pengelolaan Waduk Cirata. Dan manfaat praktis yang
diberikan adalah hasil kondisi daya dukung perairan sebagai landasan
dalam pengelolaan Waduk Cirata yang berwawasan lingkungan pada masa
kini dan akan datang.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Perairan waduk
Straskraba dan Tundisi (1999) yang menyatakan bahwa waduk
dibuat dan diciptakan oleh manusia untuk tujuan tertentu. Waduk telah
memberikan banyak keuntungan dan kontribusi yang sangat besar untuk
manusia karena bisa dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik, irigasi,
pertanian dan air minum. Namun peruntukan yang paling banyak adalah
sebagai sumber pembangkit tenaga listrik.
Kondisi lingkungan waduk sangat dipengaruhi oleh 2 faktor. Faktor
pertama adalah faktor dari alam, yaitu semakin lama umur waduk akan
mengalami pendangkalan tentunya akan berpengaruh terhadap volume air,
kandungan oksigen, plankton-plankton yang pada akhirnya berpengaruh
terhadap hasil budidaya ikan KJA. Hal ini dapat dilihat dari semakin
menurunnya persentase hasil panen, dan dalam kondisi yang tidak
menunjang seperi banyaknya serangan hama penyakit, faktor kedua adalah
faktor manusia juga mendapat peran yang sangat penting dalam
memburuknya kondisi lingkungan waduk (Krismono 1999). Penumpukan
limbah yang makin hari makin bertambah banyak baik itu limbah yang
diakibatkan dari sisa KJA, dan banyaknya drum-drum bekas yang
tenggelam dan lain-lain yang pada akhirnya akan mengakibatkan terjadinya
proses pencemaran lingkungan. ditambah lagi limbah yang diakibatkan
proses budidaya seperti pakan yang tidak termakan yang tenggelam ke dasar
waduk, kotoran yang dihasilkan oleh ikan, bahkan di musim serangan
penyakit, banyak bangkai ikan yang dibuang di waduk, yang tentunya selain
mencemari lingkungan juga sangat tidak baik untuk kesehatan.
Waduk Cirata merupakan salah satu sentra budidaya ikan, meskipun
kegiatan ini bukan merupakan fungsi utama namun keberadaannya berperan
penting dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat terutama bagi mereka
yang tinggal disekitar waduk. Kegiatan ini diantaranya berperan dalam

5
penyediaan lapangan kerja dan penyediaan ikan kosumsi. Ikan mas dan ikan
nila merupakan jenis ikan yang banyak dikosumsi oleh masyarakat disekitar
waduk dan pemenuhan kebutuhan yang sebagian besar dipenuhi dari
budidaya ikan di waduk.
Waduk Cirata memiliki daerah draw-down (dorodon) yang luas
sekitar 581,0 Ha. Adanya daerah dorodon yang luas ini, maka lingkungan
perairan cenderung akan menjadi subur, akibat adanya akumulasi bahan
organik yang berasal dari tumbuhan air yang mati terendam pada saat
elevasi muka air naik. Selain itu kegiatan budidaya perikanan yang
berlangsung di badan air pada Waduk Cirata akan berdampak langsung
terhadap penurunan kualitas air waduk tersebut. Sisa pakan yang tidak
termanfaatkan dari kegiatan budidaya ikan secara intensif ini akan memacu
perubahan ekosistem waduk menjadi eutrofikasi (Kartamihardja et al.
1999). Masukan zat hara secara kontinu ke perairan waduk akan senantiasa
menimbulkan dan mempercepat pencemaran air (Garno 2002; Santoso
2007).
Daya dukung Perairan
Daya dukung suatu perairan untuk kegiatan budidaya ikan
didefinisikan sebagai tingkat maksimum produksi ikan yang dapat didukung
sehingga dapat menjamin keberlangsungan produksinya (Beveridge 1987).
Daya dukung juga dapat didefinisikan sebagai batasan untuk banyaknya
biota hidup atau biomassa yang dapat didukung oleh suatu habitat. Dalam
kegiatan budidaya ikan baik secara intensif maupun tradisional selalu
menghasilkan sejumlah limbah yang dapat mempengaruhi kualitas
lingkungan budidaya. Pada jumlah yang melampaui batas tertentu, limbah
tersebut akan menyebabkan penurunan kualitas. Dalam budidaya ikan di
perairan umum dalam sistem karamba kualitas air perairan merupakan
faktor penentu dalam menunjang keberhasilan produksi ikan yang
dibudidayakan. Sehingga kondisi perairan harus berada dalam kondisi
optimum untuk jangka waktu yang lama agar dapat menunjang
keberlanjutan kegiatan produksi ikan.
Perhitungan daya dukung danau dan waduk khususnya perizinan
usaha budidaya keramba jaring apung (KJA) saat ini hanya didasarkan pada
alokasi 1 % dari luas perairan. Cara tersebut sudah digunakan oleh
pemerintah daerah yang dalam perizinannya menggunakan dasar asumsi
alokasi luas perairan 6200 Ha di Cirata. Selain dasar perhitungan tersebut
yang tidak tepat, juga ketertibannya tidak terkendali sehingga jumlah KJA
sangat meningkat dengan cepat, khususnya di Waduk Cirata. Kondisi
tersebut menyebabkan jumlah pakan ikan yang digunakan pada waduk
tersebut meningkat pesat. Dari ketiga waduk tersebut mencapai 174.000 ton
jumlah pakan yang tersisa sehingga sumber pencemaran air yang besar,
terutama parameter nutrien yaitu senyawa nitrogen dan fosfor.
Kualitas perairan
Suhu
Suhu perairan merupakan salah satu parameter yang mengatur baik
proses fisika maupun proses kimia yang terjadi di dalam suatu perairan.

6
Suhu perairan akan mempengaruhi kelarutan oksigen, komposisi substrat,
kekeruhan maupun kecepatan reaksi kimia di dalam air (Rachmansyah et al.
2004). Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam
air (Haslam 1995). Meningkatan suhu menyebabkan peningkatan kosumsi
oksigen. Peningkatan suhu juga menyebabkan terjadinya peningkatan
dekompisisi bahan organik oleh mikroba. Suhu dapat menyebabkan
startifikasi pada danau/waduk. Lapisan dibedakan antar lain, epolimnion
adalah lapisan bagian atas yang lebih hangat, hypolimnion adalah lapisan
bagian bawah yang lebih dingin, dan metalimnion dengan thermoklin
diantara kedua lapisan tersebut (Goldman dan Horne 1983). Thermoklin
adalah lapisan air yang berada diantara lapisan permukaan yang lebih hangat
(epilimnion) dan lapisan dasar yang lebih dingin (hipolimnion) (Hehanusa
dan Haryani 2001). Menurut Effendi (2003) menyatakan pada lapisan
thermoklin terjadi penurunan suhu secara tajam. Dalam hal ini intensitas
cahaya yang masuk dalam suatu perairan akan menetukan derajat perairan,
yakni semakin banyak sinar matahari yang masuk ke dalam suatu perairan,
semakin tinggi suhu airnya. Namun semakin bertambahnya kedalaman akan
menurunkan suhu perairan (Welch 1980).
Kecerahan
Kecerahan perairan menurut Parson dan Takahashi (1973)
merupakan suatu kondisi yang menggambarkan suatu kemampuan penetrasi
cahaya matahari untuk menembus permukaan air sampai kedalaman
tertentu. Besarnya kecerahan suatu perairan sangat tergantung pada warna
air dan kekeruhan, dalam hal ini semakin gelap warnanya akan semakin
keruh, maka kecerahannya semakin rendah. Kecerahan ditentukan secara
visual menggunakan piring secchi dan nilainya dinyatakan dalam satuan
meter atau persen. Nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh cuaca, waktu
pengukuran, padatan tersuspensi serta ketelitian pengukurannya.
Faktor kimia perairan
pH
pH merupakan hasil pengukuran aktivitas ion hidrogen dalam
perairan yang menunjukkan keseimbangan antara asam dan basa air.
Menurut Makereth et al. (1989) pH terkait sangat erat dengan kandungan
karbon dioksida bebasnya. Toksisitas dari senyawa kimia juga dipengaruhi
oleh pH. Nilai pH normal suatu perairan danau adalah 6-9 (Goldman dan
Home 1983; Helfinalis 2008). Senyawa amonium yang dapat terionisasi
banyak ditemukan pada perairan dengan pH rendah. Amonium bersifat tidak
toksik (innocuous). Pada suasana alkalis (pH tinggi) lebih banyak ditemukan
ammonia yang tidak terinonisasi (Unionized) dan bersifat toksit. Amonia
lebih mudah terserap kedalam tubuh organisme akuatik dibandingkan
amonium.
Dissolved Oxygen (DO)
DO atau oksigen terlarut dalam perairan merupakan konsentrasi gas
oksigen yang terlarut di dalam air yang berasal dari proses fotosintesa oleh
fitopkanton atau tumbuhan air lainnya di zone eufotik, serta difusi dari udara

7
(APHA 1989). Oksigen terlarut merupakan zat yang paling penting dalam
sistem kehidupan di perairan, dalam hal ini berperan dalam proses
metabolisme oleh makro dan mikroorganisme yang memanfaatkan bahan
organik yang berasal dari fotosintesis (Gray 2004). Selain itu juga
mempunyai peranan yang penting dalam penguraian bahan-bahan organik
oleh berbagai jenis mikroorganikme yang bersifat aerobik (APHA 1989)
sehingga jika ketersediaan oksigen tidak mencukupi akan mengakibatkan
lingkungan perairan dan kehidupan dalam perairan menjadi terganggu,
sekaligus akan menurunkan kualitas dan kadar oksigen terlarut juga
berfluktuasi secara harian (duirnal) dan musiman, tergantung pada
pencampuran (mixing), dan pergerakan (turbulance) massa air, aktivitas
fotosintesis, respirasi, dan limbah (effluent) yang masuk ke badan air
(Simanjuntak 2007c;d).
Total Fosfat
Fosfat merupakan senyawa yang terdapat di air alam dan air limbah
sebagai senyawa ortofosfat, polifosfat dan fosfat organic. Senyawa
ortofosfat adalah senyawa monomer seperti PO4 -3 dan umumnya berasal
dari daerah pertanian yang berasal dari bahan pupuk, yang masuk kedalam
sungai melaluidrainase dan air sungai. Polifosfat juga disebut sebagai
senyawa polimer seperti (PO3)63- yang dapat masuk sungai melalui air
buangan penduduk dan industri yang menggunakan bahan diterjen. Dan
fosfat organic adalah fosfat yang terdapat dalam senyawa organik sehingga
tidak berada dalam larutan secara bebas dan biasanya berasal dari hasil
buangan penduduk (feses) dan sisa makanan. Fosfat organi juga dapat pula
terjadi dari ortofosfat yang terlarut melalui proses biologi karena baik
bakteri maupun tanaman menyerap fosfat bagi pertumbuhannya ( Alaerts et
al. 1984). Total P adalah semua zat ortofosfat, polifosfat baik yang terlarut
maupun yang tersuspensi, baik yang inorgaik maupun yang terikat dalam
senyawa organik (Simanjuntak 2007a;b). Total P juga salah satu nutrien
yang penting untuk mengetahui mengenai eutrofikasi. Fosfat sering
digunakan sebagai kunci untuk menjelaskan kualitas algae yang ada di
danau (FAO 1992). Fosfat merupakan unsur esensial bagi pembentukan
protein dan metabolisme sel organisme dan fosfor yang terdapat dalam
senyawa ortofosfat (PO43-), metafosfat (P3O93-) dan polifosfat (P3O105-) serat
dalam bentuk organik (Wardoyo 1981) .
Pada umumnya yang berada di perairan banyak terdapat dalam
bentuk fosfat organik. Sumber utama fosfat anorganik terutama berasal dari
penggunaaan deterjen, alat pembersih untuk keperluan rumah tangga serta
berasal dari industri pupuk pertanian. Sedangkan fosfat mengalami proses
perubahan biologis menjadi fosfat organik yang selanjutnya digunakan oleh
tanaman untuk membuat energi. Fosfat sangat berguna untuk pertumbuhan
orgnisme dan merupakan faktor yang menetukan prodiktivitas badan air.
Keberadaan Fosfat
Merupakan element esensial yang diperlukan oleh semua jenis ikan
untuk pertumbuhan yang normal, maintenance dari pengaturan hubungan

8
asam-basa dan lemak serta metabolisme karbohidrat. Umumnya kebutuhan
P untuk setiap species specifikasi dan umumnya P dalam pakan berlebihan,
tapi kemudian berkurang karena tidak dapat dimanfaatkan ke perairan
kemudian hilang ke lingkungan perairan. Tingginya unsur hara di lokasi
keramba jaring apung juga diakibatkan akumulasi sisa pakan yang terbuang,
feses dan ikan yang mati (Yusmaniar 2010).
pakan

Bentuk
ukuran pakan

Butiran

Yang
dimakan

Assimilasi

Tidak

Partikel P

feces
Partikel P

Yang
dimanfaatkan

Ekresi

Partikel P

Sedimens

Gambar 2 Prinsip-prinsip P yang hilang ke perairan pada KJA intensif
(Beveridge, 1984)
Hitungan besarnya limbah pakan dalam bentuk fosfat (P) yang lebih
sederhana diberikan oleh Boyd (1999) sebagai berikut: apabila pakan yang
diberikan bermutu baik yaitu dengan kadar FCR pada pakan tersebut 2,0 : 1
yang artinya akan menghasilkan 2 kg ikan diperlukan 1 kg pakan. Dalam
kondisi tersebut, hanya 60% yang akan dimanfaatkan oleh ikan, sisanya
akan jatuh keperairan. Selain itu tidak semua pakan yang di makan dapat
dimanfaatkan sebagai energi oleh tubuh, hanya 52% .

Input Pakan
100% (30. Kg)

Sisa diperairan 40 %(12 kg)

Dimakan ikan 60% (18

Energi yang hilang 28% (6,2

Di assimilasi 52 %

Ekresi 31%(7 kg)

Dimanfaatkan 21 %
(4,8kg)

Gambar 3 Estimasi loading P pada KJA, dengan asumsi FCR 2,0 : 1
(Beveridge, 1984)
Total Nitrogen
Total nitrogen adalah penjumlahan dari nitrogen anorganik berupa
NO3-N, NO2-N, NH3 –N yang bersifat terlarut dan nitrogen yang berupa
partikulat, dan tidak larut dalam air (Makereth et al. 1989). Nitrogen organik

9
adalah bentuk nitrogen yang terkait pada senyawa organik terutama nitrogen
bervalensi tiga, biasanya berupa pertikulat yang tidak larut dalam air (
Simanjuntak 2008a;b). Nitrogen organik mencakup protein, polipeptida,
asama amion, urea, dan senyawa lainnya (Effendi 2003)
Status Tropik
Kualitas air sering dipakai sebagai acuan terhadap pendekatan
tingkat kesuburan suatu perairan, dan tingkat kesuburan perairan juga
ditentukan oleh unsur hara di dalamnya. Tingkat kesuburan suatu perairan
adalah suatau gambaran yang mencerminkan kaya miskinnya sistim trofik
dari suatu ekosistem (Odum 1971). Selain itu eutrofikasi didefinisikan
sebagai pengkayaan unsur hara di perairan. Masuknya unsur hara ke dalam
badan air menyebabkan terjadinya proses eutrofikasi perairan. Ciri-ciri
perairan yang mengalami proses eutrofikasi adalah ; konsentrasi oksigen
terlarut di zona hypolimnion menurun, konsentrasi unsur hara meningkat,
padatan tersuspensi terutama bahan organik meningkat, dominan diatom
digantikan oleh alga biru dan alga hijau dan penetrasi cahaya menurun
(Henderson dan Markland 1987).
Perairan waduk berdasarkan tingkat kesuburannya diklasifikasikan
menjadi 3 yaitu oligotrofik, eutrofik dan mesotrofik menurut Colleg (1988)
dalam Effendi (2003).
a. Perairan oligotrofik merupakan perairan yang tingkat kesuburannya
rendah dengan beberapa ciri sebagai berikut: Sangat dalam, termoklin
tinggi, hipolimnion, suhu epoliminion lebih dingin, kandungan bahan
organik yang tersuspensi dan didasar perairan kecil, kandungan kalsium,
fosfat, dan nitrat miskin, bahan humus sangat sedikit atau hampir tidak
ada, kandungan oksigen terlarut tinggi pada seluruh kedalaman dan
umumnya, terjadi sepanjang tahun; tanaman air tingkat tinggi sangat
sedikit, kualitas (populasi) plankton terbatas.
b. Perairan mesotrofik merupakan perairan yang tingkat kesuburanya sedang
dengan beberapa ciri sebagai berikut: Umumnya dangkal, temperatur
bervariasi, kandungan humus tinggi.
c. Perairan eutrofikasi merupakan perairan yang tingkat kesuburanya tinggi
dengan beberapa ciri sebagai berikut: Umumnya dangkal, kandungan
oksigen terlarut sedikit bahkan hampir tidak ada pada lapisan,
hipolimnion, Keanekaragaman algae rendah, densitas tinggi, produtivitas
tinggi sering didominasi oleh Cyanophiceae, sering terjadi peledakan
pertumbuhan algae, Unsur hara tinggi, produktivitas hewan akuatik tinggi
(Riyono 2006; Riyono et al. 2006).
Pemanfaatan perairan waduk kegiatan perikanan, khususnya
perikanan budidaya KJA, harus didasarkan kepada prinsip daya dukung
perairan yang besarannya tergantung pada tingkat kesuburan (trophic level)
dampak kegiatan KJA secara intensif dapat merubah tingkat trofik perairan
waduk (eutrofikasi), akibat bertambahnya bahan organik atau hara yang
masuk keperairan yang berasal dari partikel dan nutrien terlarut yang
dihasilkan dari ekresi hewan (ikan), hasil metabolisme ikan dan pakan yang
tidak dimakan (Sukadi 2007). Klasifikasi tingkat kesuburan perairan secara
umum dan status tropik disajikan pada tabel berikut.

10
Tabel 1 Klasifikasi tingkat kesuburan perairan berdasarkan unsur hara dan
biomassa fitoplankton (Chlorophyl-a)
Klasifikasi kesuburan
Parameter
Oligotrofik
Mesotrofik Eutrofik
Hypereutrofik
Rata-rata Total
661
753
1875
Tinggi
N (µg/L)
Rata-rata Total P
8.0
26.7
84.4
>200
(µg/L)
Rata-rata
1.7
4.7
14.3
100-200>
Chlorophyl-a
(µg/L)
Puncak
4.2
16.1
42.6
>500
kosentrasi
Chlorophyl-a
(µg/L)
Sumber : UNEP-ILEC, Vol 3, 2001, dalam sukadi et al. (2007) dan Anindya
2011.
Participatory fish stock assessment (Parfish)
Kajian stok perikanan partisipatif (Participatory fisheries stock
assessment/ parfish) merupakan metode untuk melakukan kajian stok ikan
tanpa memerlukan data deret waktu. Menurut Walmsley (2005) parfish
memiliki beberapa keuntungan, yaitu merupakan metode kajian stok cepat,
tidak memerlukan data jangka panjang (seperti data tangkapan upaya atau
panjang bobot), metodenya melibatkan pihak terkait termasuk nelayan,
menggabungkan berbagai informasi sumber dan bersifat adaptif. ParFish
adalah sebuah pendekatan adaptif untuk pengelolaan perikanan melalui
penilaian cepat dan partisipatif. Tujuannya adalah untuk memberikan saran
tentang langkah-langkah pengelolaan perikanan berdasarkan sumber data
yang cepat dan beragam. ParFish mendorong partisipasi nelayan dan
stakeholder kunci lainnya. ParFish juga merupakan alat untuk mendukung
dan mengembangkan sistem pengelolaan bersama yang sudah ada.
Ada enam langkah yang disarankan Walmsley (2005) dalam Kurnia
(2012) pada pendekatan ParFish ini yaitu: Memahami konteks, yaitu
memahami realitas pengelolaan perikanan yang ada dan mengidentifikasi
pihak terkait, memberdayakan pihak terkait, termasuk di dalamnya
mengundang partisipasi dan menyusun tujuan pengelolaan, mengidentifikasi
informasi yang diperlukan, mengumpulkan data, dan menganalisis data,
menginterpretasikan hasil dan responnya, menginisiasi rencana pengelolaan,
mengevaluasi proses ParFish. Dalam tulisan ini pendekatan ParFish
digunakan untuk melihat berapa jumlah biomassa ikan berdasarkan
pendekatan dengan hasil tangkapan nelayan karena minimnya data
tangkapan perikanan alami di Waduk Cirata.

11
3 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian telah dilakukan selama tiga bulan mulai dari bulan Januari
- Maret 2013. Penelitian ini berlokasi di Waduk Cirata, Jawa Barat.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode analisis kuantitatif dengan
pendekatan survey yang terdiri dari dua kegiatan yaitu pengambilan data
primer dan sekunder di lapangan serta kegiatan di laboratorium. Data primer
terkait pengamatan langsung di lapangan. Data sekunder diperoleh dengan
wawancara langsung terhadap nelayan yang menjadi responden, yaitu
dengan menggunakan daftar pertanyaan (questioner) yang telah
dipersiapkan terlebih dahulu sesuai dengan tujuan penelitian. Metode
pengumpulan data untuk data primer dilakukan dengan menggunakan
purposive sampling. Metode sampling ini mengambil sampel secara sengaja
yang dirasa dapat mewakili populasi sehingga tujuan yang diinginkan
tercapai (Mangkusubroto dan Trisnadi 1985).
Kegiatan dilaboratorium berupa analisis kualitas air yang dilakukan
di Laboratorium Pengujian Produktivitas dan Lingkungan Perairan
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan IPB.
Tahapan Penelitian
Penelitian diawali dengan survey awal sebagai penentuan lokasi
pengambilan titik sampling. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer
dan sekunder. Pengumpulan kedua jenis data ini dilakukan di Waduk Cirata
yang menjadi objek penelitian. Selain itu juga dilakukan pengumpulan data
sekunder di tingkat Kabupaten atau Kota yang berhubungan dengan lokasi
penelitian. Data primer dikumpulkan melalui pengukuran, pengamatan
lapang, serta wawancara dengan masyarakat dilokasi studi. Setelah data
terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data, dilanjutkan dengan
pembahasan hasil penelitian dan penulisan tesis.
Pengambilan responden
Pengambilan data responden yang diperlukan berupa data yang
dilakukan dengan wawancara, kuesioner, dan survey lapangan dengan tokoh
masyarakat di lingkungan waduk yang berprofesi sebagai nelayan yang
menangkap ikan di luar KJA. Data yang dikumpulkan berupa jumlah
nelayan, hasil pendapatan dari penangkapan. Jenis ikan yang tertangkap.
Wawancara dilakukan sebanyak 20 % nelayan yang menangkap ikan di luar
KJA. Berdasarkan kelompok nelayan tangkap di Cirata terdapat lebih
kurang 357 nelayan yang tergabung dalam kelompok nelayan tangkap
(UPTD 2012). Selain itu pengumpulan data sekunder akan diperoleh dari
beberapa sumber kepustakaan dan dokumen dari Badan Pengelolaan Waduk
Cirata (BPWC).

12
Penentuan stasiun Pengamatan
Penentuan stasiun pengamatan ditetapkan berdasarkan hasil survey
awal yang dianggap dapat mewakili karakteristik masuknya beban P
keperairan Waduk Cirata. Maka ditetapkan enam stasiun pengamatan
parameter kualitas air yang terdiri dari muara Cikundul, rea intake, area
batas berbahaya, tengah waduk, muara Cisokan, dan muara Citarum.
Tabel 2 Lokasi Pengambilan Sampel Penelitian
No
Lokasi
Titik Sampling
stasiun
1
Muara Cikundul
E 107 o 15' 7.68"
S 6 o 43'1 6.45"
2

Daerah intake

3

Daerah berbahaya

4

Tengah waduk

5

Muara Cisokan

6

Muara Citarum

E 107 o 20' 44.46"
S 6 o 41'55.36"
E 107 o 19' 54.87"
S 6 o 42'49.66"
E 107 o 17' 11.62"
S 6 o 43'53.15"
E 107 o 16' 12.16"
S 6 o 46'1.55"
E 107 o 17' 19.31"
S 6 o 46'49.16"

Berikut karakteristik dari lokasi penelitian di waduk Cirata, meliputi
keberadaan keramba jaring apung dan karakteristik stasiun penelitian dapat
dilihat pada gambar 4.

Area intake

Daerah batas bahaya

Muara cikundul
Tengah waduk

Muara cisokan, calincing
Muara citarum

Gambar 4 Lokasi dan pengambilan sampel penelitian (Waduk Cirata)

13

Prosedur Analisis Data
Analisis kualitas air
Parameter lingkungan perairan yang diamati mencakup parameter
kimia, fisika dan biologi. Pengumpulan data tersebut tersaji dalam tabel
berikut :
Tabel 3 Parameter biofisik yang diukur serta alat dan metode yang
digunakan
No

Parameter

Satuan

1

Parameter fisik-kimia
• Suhu
• Kekeruhan
• pH
• Oksigen terlarut
• Amonia-Nitrogen
• Nitrat-Nitrogen
• Fosfat-Total
• Orto Fosfat

(0C)
(NTU)
(ppt)
(ppm)
(ppm)
(ppm)
(ppm)

Alat/metode pengukuran

Tempat
pengukuran

Termometer
Turbidity Meter
pH Meter
DO meter
Botol sampel, Spectofotometer
Botol sampel, Spectofotometer
Botolsampel, Spectofotometer
Botol sampel, Spectofotometer

In situ
In situ
In situ
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium

Analisis sampel air dilakukan dengan menggunakan metode APHA
(2005). Data parameter kualitas air yang diperoleh akan dibandingkan
dengan baku mutu.
Perlakuan Contoh Air.
Contoh air yang telah diambil hendaknya ditangani dengan baik
selama transportasi ke laboratorium pengujian untuk diuji setiap parameter
yang dikehendaki. Caranya adalah contoh air disimpan dalam Cool box
berisi es (2- 40C) dan sebagian diberi bahan pengawet.
Ortofosfat disimpan di Cool box tanpa diberikan pengawet. Untuk
analisis nitrat, nitrit, ammonia, ammoniumdiberi pengawet asam sulfat
(APHA 2005). Sedangkan untuk analisis oksigen terlarut, pH dan suhu air
ditera secara langsung. oksigen terlarut (DO) dianalisis secara in situ.
Sedangkan analisis ortofosfat, fosfat-total, nitrogen-total, nitrat-nitrogen,
ammonium dilakukan di laboratorium.
Analisis Produktivitas primer
Pengukuran produktivitas primer dilakukan dengan metode oksigen
botol terang-botol gelap. Prinsip kerja metode adalah mengukur perubahan
kandungan oksigen dalam botol terang dan botol gelap yang berisi contoh
air setelah diinkubasikan pada perairan yang mendapat sinar matahari
(Vollenweider RA 1974). Produktivitas primer bersih dengan nilai oksigen
terlarut dikonversi ke dalam satuan mgC/m/jam (Umaly dan Cuvin 1988)
sebagai berikut:
NPP =

14
Di mana:
NPP
O2BT
O2BA
PQ

= Produktivitas primer bersih (mg C/m3/jam)
= Oksigen pada botol terang (BT) setelah inkubasi (mg/l)
= Oksigen pada botol inisial (BI) (mg/l)
= Photosintetic Question = 1,2; dengan asumsi bahwa hasil
metabolism sebagian besar didominasi oleh fitoplankton
t
= Waktu inkubasi (jam)
1000
= Konversi liter menjadi m3
0,375
=Koefisien konversi oksigen menjadi carbon (=12/32)
(Ryther 1965 in Parsons et al. 1984)
Analisis Potensi dan daya dukung perikanan alami
Daya dukung perikanan alami dapat diketahui dengan menggunakan
pendekatan analisis kandungan produktivitas primer di suatu perairan. Hasil
analisis dapat diketahui kapasitas perairan untuk memprodukasi hasil
tangkapan serta dapat diketahui jumlah benih yang layak ditebarkan.
Perhitungan dengan menggunakan pendekatan model Beveridge (1987).
Analisis data daya dukung untuk penerapan skenario pengembangan
KJA digunakan dengan pendekatan Model Beveridge. Adapun daya Dukung
Lingkungan perairan bagi pengembangan budidaya dengan langkah langkah
sebagai berikut:
Step 1 Ditentukan gross primary production ∑ PP
Step 2 Dihitung produksi ikan tahunan (Fy) berdasarkan tabel konversi
(tabel 4) di mana fresh carbon content
= 10% dari wet weight.
Tabel 4 konversi biomassa ikan
Ke areal ikan
(g ikan C/m/t)
< 1000
1- 1,2
1000 - 1.500
1.2 – 1.5
1.500 - 2.000
1.5 – 2.1
2.500 - 2.500
2.1 – 3.2
2.500 - 3000
3.2 – 2. 1
3000 - 3.500
2.1 – 1. 5
3.500 - 4000
1.5 – 1.2
4000 - 4. 500
1.2 – 1.0
4.500
-1,0
Step 3 Di Hitung rata-rata tahunan jumlah beberapa jenis pakan yang
tersedia dan estimate FCR dari literatur ( Beverage 1987) dalam rangka
untuk menentukan fish yield yang dikontribusikan oleh pakan tambahan.
Total yang masuk danau dari limbah ikan atau PLP adalah fungsi jumlah
kosumsi pakan atua FCR, kadar P-total dalam pakan atau Ppakan dan kadar
Ptotal dalam ikan dengan menggunakan rumus:

PLP = FCR X P pakan - (PIkan1) – ( P ikan 2)

15

Keterangan :
PLP
= P- total yang masuk danau dari limbah ikan (kg P/ ton Ikan)
FCR
= Feed Conversion Ratio (ton pakan / ton ikan )
Ppakan = kadar P-Total dalam pakan (kg P /ton pakan)
Pikan1 = Kadar P- Total dalam ikan jaring 1(kg P/ton ikan)
Pikan 2 = Kadar P- Total dalam ikan jaring 2(kg P/ton ikan)
Estimasi potensi daya dukung setelah restorasi
Analisis daya dukung setelah restorasi dilakukan dengan pendekatan
FCR yang digunakan pada setiap kegiatan keramba jaring apung yang
terdapat di Waduk Cirata. Pada penelitian ini digunakan FCR 2 : 1. Karena
berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap nelayan keramba
terdapat sekitar 85 % menggunakan FCR di atas 1,5. Adapun langkahlangkah nya sebagai berikut:
1.
Ditentukan pakan yang terbuang dari jaring utama dan jaring kolor
(bawah) ke perairan alami.
2.
Ditentukan P loading yang terbuang ke perairan
3.
Ditentukan total P dengan menggunakan rumus

4.

5.
6.

L (1-r)/ z.R
dimana :
L = Loading p (mg/m3)
r = ro
z = kedalaman (m)
R = Flushing rate koefisient (th-1)
Ditentukan hubungan P terhadap PP (OECD 1982) dengan
menggunakan rumus :
PP= 31,1 X P0,54
Ditentukan konversi
PP ke dalam biomassa ikan dengan
menggunakan table konversi.
Dihitung daya dukung alami.

Estimasi pendugaan daya dukung berdasarkan parfish
Pada analisis dengan menggunakan parfish, dilakukan wawancara
dengan nelayan yang melakukan penangkapan ikan di perairan alami.
Sampel yang diambil sebanyak 97 orang dari 356 nelayan yang tergabung
dalam nelayan perikanan alami. Kemudian hasil wawancara tersebut di
analisis di software. Adapun pendekatan dengan parfish yaitu :

16
B
r
C
Q
T
F

Keterangan :
= Biomassa sekarang
= laju pertumbuhan
= hasil tangkapan
= peluang tertangkapnya ikan
= waktu penangkapan
= Fishing mortality

Aspek ekonomi
Analisis usaha merupakan analisis jangka pendek yang dilakukan
untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan
usaha dalam waktu satu tahun (Agusniatih 2002). Menurut Hernanto (1989)
dalam Febrianto (2008), komponen yang dipakai dalam melakukan analisis
usaha meliputi biaya produksi, penerimaan usaha dan pendapatan yang
diperoleh dari usaha perikanan. Analisis usaha terdiri dari analisis imbangan
penerimaan dan biaya, analisis payback period (PP) dan analisis return of
invesment (ROI).
Analisis keuntungan
Analisis keuntungan bertujuan untuk mengetahui besarnya
keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan usaha yang dilakukan
(Djamin 1984 dalam Febrianto 2008). Pendapatan usaha dalam perikanan
dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
π = TR - TC
Keterangan :
TR = Total revenue (penerimaan total)
TC = Total cost (biaya total)
Dengan kriteria usaha :
TR > TC : Usaha menguntungkan
TR = TC : Usaha pada titik keseimbangan (titik impas)
TR < TC : Usaha mengalami kerugian
Analisis imbangan penerimaan dan biaya ( revenue – cost ratio)
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh setiap nilai
rupiah biaya yang digunakan dalam kegiatan usaha dapat memberikan
sejumlah nilai penerimaan. Kegiatan usaha yang memiliki nilai R/C paling
besar berarti kegiatan usahanya paling menguntungkan. Rumus yang
digunakan menghitung R/C yaitu (Hernanto F 1989) :

Dengan kriteria :
R/C > 1, maka usaha menguntungkan
R/C = 1, maka usaha impas
R/C < 1, maka usaha rugi.

17
Analisis payback period
Payback period (PP) adalah suatu periode yang diperlukan untuk
menutup kembali pengeluaran investasi dengan aliran kas. Dengan kata lain,
PP dapat pula diartikan sebagai rasio antara pengeluaran investasi dengan
keuntungan yang dihasilkannya dalam satuan waktu. Perhitungan PP dapat
dilakukan dengan rumus:

Analisis return of investment (ROI)
Return of investment (ROI) adalah kemampuan dari modal yang
diinvestasikan dalam keseluruahn aktifitas untuk menghasilkan keuntungan
bersih. Rumus yang digunakan untuk menghitung ROI yaitu :

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Perairan Waduk Cirata
Waduk Cirata terletak diantara waduk Saguling dan waduk
Jatiluhur; tepatnya pada posisi 107°22’12’’ BT - 6°42’44” LS, serta berada
diwilayah kabupaten Bandung, Cianjur dan Purwakarta. Waduk ini
mempunyai luas 6.200 ha dengan kedalaman rata-rata 34,9 m dan volume
rata-rata sekitar 2.165 x 106 m3. Panjang garis pantai 181 km dan terletak
pada ketinggian 221 m diatas permukaan laut. Waduk Cirata termasuk
dalam kategori waduk serbaguna, Selain sebagai pembangkit tenaga listrik
(PLTA), Waduk Cirata juga mempunyai potensi lain seperti perikanan,
pariwisata, perhubungan, irigasi, pencegah banjir serta sebagai upaya
memperbaiki kehidupan ekonomi masyarakat yang berada disekitar waduk.
Kualitas Perairan Waduk Cirata
Tabel berikut menunjukkan hasil kualiatas perairan yang diperoleh
selama penelitian.
Tabel 5 Kualitas perairan Waduk Cirata
Stasiun
Parameter

Muara
cikundul

Area intake

Daerah
batas
berbahaya

Tengah
waduk

Muara
Cisokan

Muara
Citarum

Do mg/L

pH
Suhu 0C

6.54
( 5.62-7.49)

7.06
(7.8 – 7.49)

7.63
(7.9 – 7.49)

7.68
6.85
6.05
(7.1-8.43) (4.68 –9.37 ) (5.62 – 6.9 )

7.17
(7-7.32)

7.2
(7.2)

7.2
(7.08-7.32)

7.24
(7-7.37)

7.04
(7-7.06)

7,25
(7.057.45)

29.