Membran Komposit Selulosa Asetat-Magnetit Untuk Pemisahan Logam Timbal(Ii).
MEMBRAN KOMPOSIT SELULOSA ASETAT-MAGNETIT
UNTUK PEMISAHAN LOGAM TIMBAL(II)
LILY TRISNAWATI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Membran Komposit
Selulosa Asetat-Magnetit untuk Pemisahan Logam Timbal(II) adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016
Lily Trisnawati
NIM G44120051
ABSTRAK
LILY TRISNAWATI. Membran Komposit Selulosa Asetat-Magnetit untuk
Pemisahan Logam Timbal(II). Dibimbing oleh DEDEN SAPRUDIN dan SRI
MULIJANI.
Pencemaran oleh logam (Pb) di beberapa perairan sudah melebihi ambang
batas yang dianjurkan WHO, yaitu kandungan Pb kurang dari 0.01 ppm. Material
magnetit yang bersifat absorben dan selulosa asetat merupakan bahan utama
membran yang bersifat ramah lingkungan guna memisahkan partikel dan ion.
Membran dibuat dalam 2 ragam, yaitu selulosa asetat dan komposit selulosa
asetat-magnetit dengan metode pencetakan. Kinerja membran dievaluasi dengan
mengukur nilai fluks air dan indeks rejeksi pada berbagai pH larutan terhadap ion
Pb2+. Kemudian, konsentrasi permeatnya diukur dengan spektrofotometri serapan
atom. Nilai fluks air meningkat pada membran tanpa komposit magnetit dan nilai
indeks rejeksi membran selulosa asetat-magnetit terbesar pada larutan pH 6
mendekati 80%. Membran komposit dicirikan dengan analisis morfologi
penampang lintang membran dan hasilnya menunjukkan ukuran pori sebesar 350800 nm. Membran komposit menunjukkan komposisi unsur besi (Fe) dan oksigen
(O) dari magnetit.
Kata kunci: logam timbal(II), magnetit, membran, selulosa asetat
ABSTRACT
LILY TRISNAWATI. Cellulose Acetate-Magnetite Membrane Composite for
Separating Lead(II) Metal. Supervised by DEDEN SAPRUDIN and SRI
MULIJANI.
Lead pollution in some waters exceeds the WHO’s recommendation, which
should be less than 0.01 ppm of Pb metal. Magnetite material, which works as
absorbent material and cellulose acetate, is the main ingredient membrane that is
environmentally friendly to separate particles and ions. Membranes were made in
2 types, i.e. cellulose acetate and cellulose acetate-magnetite composite by using
printing method. The performance was evaluated by measuring water flux and
rejection index on various pH solution for Pb2+ ions. The permeate concentration
was measured using atomic absorption spectrophotometer. Water flux values
increases in the membrane without magnetite composite and the highest index
rejection value of the cellulose acetate-magnetite membrane in pH 6 solution was
close to 80%. The composite membrane was characterized by morphological
analysis on the latitude of the membrane and the result shows the pore size of 350800 nm. The composite membrane shows the existence of iron (Fe) and oxygen
(O) in the magnetite.
Keywords: Cellulose acetate, magnetite, membrane, metal lead(II)
MEMBRAN KOMPOSIT SELULOSA ASETAT-MAGNETIT
UNTUK PEMISAHAN LOGAM TIMBAL(II)
LILY TRISNAWATI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah Membran
Komposit Sesulosa Asetat-Magnetit untuk Pemisahan Logam Timbal(II).
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Deden Saprudin, MSi
dan Dr Sri Mulijani, MS selaku pembimbing yang telah memberikan ilmu, arahan,
dan masukan selama penelitian dan penulisan karya ilmiah. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada para staf Laboratorium Kimia Analitik,
Bapak Eman Suherman, Bapak Edi Suhendar, Ibu Nunung Nuryanti, dan Bapak
Kosasih, staf Laboratorium Kimia Fisik Bapak Ismail atas segala bantuannya
selama melaksanakan penelitian, serta staf Laboratorium Bersama Bapak Wawan
yang telah membantu selama pengujian Spektrofotometri Serapan Atom.
Ungkapan terima kasih yang sangat mendalam disampaikan kepada orang
tua tercinta, yaitu Alm. Amir Hamzah dan Siti Umayah dan Kakak-kakak tercinta
yaitu, Wulan, Ani, Sahid, Sinta, dan Adam atas segala doa, bantuan, dan
dukungannya. Ucapan terima kasih juga diberikan kepada Kakak Dewi atas saran
yang telah diberikan selama penelitian, serta kepada Aisyah, Zainab, Muthiah,
Firna, M. Arif, Afi KSR IPB, Ulfah KSR IPB, Rosidah, M. Ali, M. Ridwan,
Maria, Rachma, Nisa MM, dan Ema sebagai teman seperjuangan yang telah
memberikan semangat selama kuliah dan penelitian. Selain itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada Bidikmisi yang telah membantu secara
finansial. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2016
Lily Trisnawati
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
METODE
2
Bahan dan Alat
2
Lingkup Penelitian
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
4
Magnetit
4
Kinerja Membran Komposit Selulosa Asetat-Magnetit
6
SIMPULAN DAN SARAN
12
Simpulan
12
Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
12
LAMPIRAN
15
RIWAYAT HIDUP
20
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Struktur magnetit
Skema pemisahan pada membran (Mulder dan Mulder 1996)
Interaksi magnetit dengan medan magnet
Proses pembentukan magnetit (Cheng et al. 2010)
Pengaruh komposit terhadap nilai fluks air membran
Pengaruh komposit dan nilai pH terhadap indeks rejeksi
Reaksi pertukaran ion dan adsorpsi pada membran
Morfologi penampang lintang membran pembesaran 5000 kali
Komposisi unsur dominan pada membran selulosa asetat-magnetit (a)
titik kesatu (b) titik kedua dan (c) titik ketiga
1
2
5
5
6
7
8
9
11
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
Diagram alir penelitian
Rangkaian alat pengukur fluks sistem cross flow
Reaksi stokiometri pembentukan magnetit
Data pengukuran fluks air pada membran
Reaksi magnetit dalam larutan asam
Nilai indeks rejeksi pada satu membran
Perbedaan warna membran selulosa asetat (B) dan terkomposit
magnetit (A)
8 Morfologi permukaan membran selulosa asetat-zeolit pembesaran
500
15
15
16
17
18
18
18
19
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Logam berat timbal (Pb) merupakan salah satu jenis logam berat yang
diketahui beracun bagi makhluk hidup termasuk manusia. Timbal(II) atau Pb2+
dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan, makanan dan air yang
terkontaminasi oleh logam Pb, serta absorpsi melalui kulit (Supriharyono 2000).
Sumber pencemaran timbal dapat berasal dari kegiatan industri yang berhubungan
dengan pembuatan baterai, cat, minyak, elektronik, pembakaran bahan bakar
motor, dan emisi mobil. Meningkatnya pemanfaatan logam Pb dalam pembakaran
bahan bakar motor berbanding lurus dengan produksi kendaraan bermotor saat ini.
Hal itu menyebabkan limbah dari kegiatan industri tersebut menjadi beban
pencemaran di lingkungan terutama perairan sebagai tempat pembuangan (Yang
et al. 2010).
Gambar 1 Struktur magnetit
Pencemaran timbal di perairan dapat membahayakan kehidupan perairan
dan lingkungan sekitarnya karena sifat logam timbal racun atau toksik. Logam Pb
dapat terakumulasi pada organ dalam makhluk hidup dan mengakibatkan
keracunan kronis. Keracunan Pb dapat mengakibatkan anemia, kerusakan otak
dan fungsi ginjal, serta hematologi yang serius. Kadar maksimum logam Pb dalam
perairan yang dianjurkan World Health Organisation (WHO) kurang dari 0.01
ppm (Ensafi dan Shiraz 2008). Menurut SNI 01-3553-2006, kadar maksimum
timbal dalam air minum adalah 0.005 ppm. Salah satu contoh konsentrasi Pb2+
0,703 mg/L – 0,919 di wilayah Taipa Palu di atas ambang (Ika et al. 2012).
Magnetit merupakan molekul yang tersusun atas Fe2+ dan Fe3+. Atom
Fe2+ dan salah satu Fe3+ berikatan oktahedral sedangkan Fe3+ lainnya berikatan
tetrahedral membentuk kristal spinel kubus berpusat muka (Gambar 1). Ion-ion
oksigen menempati sudut dari tetrahedral dan oktahedral tersebut (Roonasii 2007).
Magnetit telah dimanfaatkan dalam penjerapan ion logam berat dalam pengolahan
air (Liu et al. 2008; Kumari et al. 2014). Efisiensi magnetit dipengaruhi oleh luas
permukaan dan kristalinitasnya dalam penjerap logam berat (Hermanek et al.
2007). Selain itu, upaya lain seperti teknologi membran dapat digunakan sebagai
pemisahan logam Pb pada perairan. Sifat membran yang memiliki pori berfungsi
melewatkan satu spesi kimia tertentu dan spesi kimia lainnya akan tertahan. Spesi
yang dapat melewati membran adalah spesi yang memiliki ukuran lebih kecil dari
ukuran pori membran (Cheryan 1998). Skema pemisahan partikel oleh membran
ditunjukkan pada Gambar 2.
2
Gambar 2 Skema pemisahan pada membran (Mulder dan Mulder 1996)
Membran dapat dibuat dari bahan selulosa asetat, polisulfon, dan
polivinildiflorida. Membran selulosa asetat merupakan membran organik bersifat
produk yang ramah lingkungan dari sumber yang dapat diperbaharui, harga
terjangkau, cocok untuk menahan klorin, dan sifat hidrofilik yang tinggi (Cailing
et al. 2007; Wagner 2001). Penelitian sebelumnya tentang pemanfaatan membran
dan zeolit dalam pemisahan logam Pb telah dilakukan oleh Iqbal (2015)
menunjukkan komposit membran selulosa asetat-zeolit dapat merejeksi logam Pb
dengan ukuran pori membran asimetris sebesar 1.13-1.92 μm, yang tergolong
membran mikrofiltrasi. Magnetit dan membran selulosa asetat diharapkan dapat
bersinergi dalam pemisahan logam Pb dengan nilai indeks rejeksi lebih besar dan
ukuran pori lebih kecil.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menentukan kineja membran komposit selulosa
asetat dengan magnetit dan optimasinya dalam pemisahan logam timbal (Pb2+)
pada variasi larutan pH.
METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah garam
FeCl3·6H2O (Merk), trinatrium sitrat (Merk), urea (Merk), selulosa asetat
(Sinopharm Chemical Reagent), etanol teknis 96%, poli(etilena glikol) 6000,
aseton (Merk), dan larutan standar Pb(NO3)2 (Merk). Alat-alat yang digunakan
selama proses penelitian antara lain peralatan gelas, oven, pengaduk magnet, pelat
kaca/mika, reaktor hidrotermal, pH meter HANNA, Spektrofotometer Serapan
Atom (SSA) AA700 Shimadzu, Scanning Electron Microscopy (SEM) Carl ZeissBruker tipe EVO MA10, dan modul penyaring cross flow.
3
Lingkup Penelitian
Metode penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat pada diagram alir
Lampiran 1 yang meliputi sintesis magnetit metode hidrotermal, membran
komposit magnetit 0.1 g dengan tiga variasi pH, pencirian membran komposit
dengan pengukuran fluks air, indeks rejeksi, analisis menggunakan Scanning
Electron Microscopy (SEM), dan Energy Dispersive X-ray (EDX).
Sintesis Magnetit (Cheng et al. 2010 dan Saprudin et al. 2013)
Magnetit disintesis menggunakan metode hidrotermal. Sebanyak 0.5406 g
garam FeCl3·6H2O (2 mmol/0.05 M), 1.1764 g natrium sitrat (4 mmol/0.10 M)
dan 0.3604 g urea (6 mmol/0.15 M) dilarutkan dalam 40 mL akuades. Larutan
diaduk selama 30 menit, kemudian dipanaskan dalam reaktor hidrotermal selama
12 jam pada suhu 200 °C. Hasil sintesis (endapan hitam) yang terbentuk
dipisahkan, lalu dicuci dengan etanol dan dikeringkan pada oven 40 °C semalam.
Magnetit dicirikan secara kualitatif melalui medan magnet.
Pembuatan membran komposit (Gholami et al. 2014 dengan Modifikasi)
Pembuatan membran komposit dilakukan dengan metode pencetakan.
Membran komposit dibuat dengan rasio selulosa asetat 4.5% (b/v) : PEG 6000
4.5% (b/v) : magnetit sejumlah 0.1 g menghasilkan larutan membran. Campuran
ditambahkan aseton sebanyak 45 mL dan diaduk selama 20 jam hingga larutan
membran homogen. Larutan membran dicetak pada pelat kaca dan didiamkan
selama 10-15 menit. Kemudian, membran dicelupkan ke dalam air destilata
selama 1 jam dan melepaskannya dari pelat kaca. Membran yang telah terbentuk
dilakukan uji selanjutnya seperti pengukuran fluks air, indeks rejeksi, dan analisis
morfologi. Selanjutnya, pembuatan membran dilakukan tanpa komposit magnetit.
Pengukuran fluks air (Mulijani et al. 2010)
Sampel membran dipotong persegi panjang dengan ukuran ± 18.0 x 4.5 cm,
sehingga sesuai dengan dimensi kompartemen pemisah pada alat pengukur fluks
air (Lampiran 2). Modul tersebut dihubungan dengan selang pengalir umpan.
Umpan yang digunakan adalah air destilata dan dialirkan melewati membran.
Nilai fluks setiap membran diukur dengan fungsi waktu setiap 6 menit sekali
hingga menit ke-60. Nilai fluks dihitung menggunakan Persamaan 1.
J=
Keterangan:
J = Fluks (L/m2jam)
V = Volume permeat (L)
A = Luas membran (m2)
t = Waktu (jam)
V
Axt
…… (1)
(Yanagishita et al. 1997)
4
Pengukuran indeks rejeksi (Mulijani et al. 2010 dengan Modifikasi)
Pengukuran indeks rejeksi membran dilakukan menggunakan alat yang
sama dengan alat pengukur fluks air. Parameter yang perlu dicatat adalah jumlah
konsentrasi permeat dan umpan. Umpan yang digunakan pada pengukuran rejeksi
ialah larutan Pb(NO3)2 dengan variasi pH 4, pH 6, pH 8 dan konsentrasi 25 mg/L
yang sebelumnya telah dibuat kurva standarnya. Konsentrasi ion logam dalam
permeat diukur menggunakan spektrofotometer serapan atom (SSA). Nilai persen
rejeksi dihitung menggunakan Persamaan 2.
% Rejeksi = (1 -
Cp
Cf
) x 100 % . . . . . (2)
(Baker 2004)
Keterangan :
CP = konsentrasi permeat (mg/L)
Cf = konsentrasi umpan (mg/L)
Analisis morfologi membran (Mulijani et al. 2010)
Sampel diletakkan pada plat alumunium kemudian dilapisi dengan pelapis
emas setebal 48 nm. Sampel kemudian diamati menggunakan SEM dengan
tegangan 15 kV. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui morfologi dan ukuran
pori dari membran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Magnetit
Sintesis magnetit dilakukan dengan metode hidrotermal. Magnetit yang
terbentuk berupa endapan warna hitam dan secara kualitatif dicirikan melalui
interaksinya dengan medan magnet (Gambar 3). Endapan hitam yang didekatkan
medan magnet menunjukkan sifat magnet berupa tertariknya endapan tersebut ke
arah medan magnet. Magnetit terbentuk dari reaksi pada larutan FeCl 3.6H2O,
natrium sitrat, dan urea secara hidrotermal. Sitrat berperan penting sebagai
pereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ dengan melepaskan gugus hidroksil saat kenaikan
temperatur (Lampiran 3). Tanpa penambahan sitrat, hanya akan terbentuk α-Fe2O3.
Pada waktu yang sama, urea mengalami hidrolisis menjadi NH3 dan CO2
menyebabkan suasana basa pada sistem (Cheng et al. 2010). Reaksi hidrolisis urea
adalah sebagai berikut (Lv et al. 2009).
(NH2)2CO(aq) + 3H2O(aq) 2NH3.H2O (aq) + CO2 (g)
5
Gambar 3 Interaksi magnetit dengan medan magnet
Kondisi basa tersebut mendukung untuk terbentuknya Fe(OH)3 dan Fe(OH)2 yang
akan menjadi Fe3O4 setelah dehidrasi. Reaksi yang terjadi sebagai berikut (Lv et
al. 2009). Reaksi stokiometri lengkap disajikan Lampiran 3.
Fe2+(aq) + 2NH3.H2O (aq) Fe(OH)2(s) + 2NH4+ (aq)
Fe3+(aq) + 3NH3.H2O (aq) Fe(OH)3(s) + 3NH4+(aq)
Fe(OH)2(s) +2 Fe(OH)3(s) Fe3O4(s) + 4H2O(aq)
Urea yang ditambahkan berfungsi sebagai pembentuk lapisan endapan yang
sangat diperlukan pada proses hidrotermal, tanpa urea, magnetit tidak akan
terbentuk. Nilai pH pada proses relatif konstan karena kesetimbangan hidrolitik
dari tahap-tahap hidrolisis urea yang terjadi menyebabkan laju nukleasi dari
magnetit relatif lambat. Morfologi magnetit yang dibentuk dari hidrolisis urea
berangsur-angsur lebih seragam (Lv et al. 2009).
Gambar 4 Proses pembentukan magnetit (Cheng et al. 2010)
Pembentukan magnetit digambarkan menjadi dua tahap proses (Gambar 4).
Tahap pertama, partikel amorf mengalami nukleasi dari larutan jenuh, sehingga
terbentuk agregat partikel amorf berbentuk bola yang didorong oleh energi
permukaan total paling minimal. Untuk sitrat, disamping sebagai reduktor juga
berperan pada proses pembentukan morfologi kristal dan pencegahan agregasi
pada tahap ini. Sitrat dapat membentuk kompleks yang stabil dan kekuatan
koordinasi tinggi dengan Fe3+ dan Fe2+ (Cheng et al. 2010). Kompleks bidentat
dibentuk dengan Fe3+, sedangkan ion Fe2+ membentuk kompleks tridentat (Francis
dan Dodje 1993) Pembentukan kompleks yang stabil dapat mereduksi dengan
tajam keberadaan ion besi bebas dalam larutan, sehingga dihasilkan reaksi lambat
yang sangat penting dalam pembentukan kristal. Tahap kedua, padatan amorf dari
agregat tersebut tumbuh terus-menerus dan mulai membentuk kristal (Cheng et al.
2010). Rendemen yang diperoleh sebesar 81.35%.
6
Kinerja Membran Komposit Selulosa Asetat-Magnetit
Fluks air
Nilai fluks air dilakukan pengukuran volume per satuan waktu dan luas
membran (Lampiran 4). Gambar 5 menunjukkan membran terkomposit magnetit
memengaruhi nilai fluks menjadi lebih kecil. Hal ini ditunjukkan dengan nilai
fluks terbesar membran terkomposit lebih kecil dibandingkan fluks terkecil
membran selulosa asetat. Membran selulosa asetat-magnetit memiliki komposisi
berupa selulosa asetat 4.5%(b/v), poli(etilena glikol) 6000 4.5% (b/v), 0.05% (b/b).
magnetit. Komposisi tersebut berdasarkan optimasi penelitian yang dilakukan
oleh Gholami et al. (2014) dengan modifikasi dua kali lebih besar untuk
komposisi selulosa asetat dan setengah lebih kecil untuk komposisi magnetit.
Modifikasi dilakukan untuk meningkatkan sifat hidrofilik dan adsorpsi dari kedua
bahan tersebut.
2500.00
Fluks air (L/m2jam)
2000.00
2009.97
1500.00
1165.56
1007.75
1000.00
500.00 355.76
910.85
851.33
Membran
komposit
Membran
tanpa
komposit
334.99
168.88
0.00
1
2
3
Ulangan membran
4
Gambar 5 Pengaruh komposit terhadap nilai fluks air membran
Nilai fluks air membran selulosa asetat selulosa asetat mempunyai sifat
hidrofilik yang besar dibandingkan membran terkomposit magnetit. Membran
terkomposit magnetit menunjukkan sifat hidrofilik yang lebih rendah. Sifat
hidrofilik yang tinggi menunjukkan banyak air teradsorspi oleh membran dan
lebih banyak air yang dapat melewati membran. Komposit magnetit pada
membran selulosa asetat menyebabkan meningkatnya konsentrasi permukaan
membran terkomposit, sehingga menurunkan porositas membran (Abedini et al.
2011; Hosseini et al. 2012). Porositas membran selulosa asetat lebih besar
daripada membran terkomposit magnetit karena nilai fluks air yang lebih besar
(Gambar 6).
Porositas yang terbentuk dipengaruhi oleh penambahan poli(etilena glikol)
6000 (PEG 6000). PEG 6000 berfungsi sebagai porogen dengan membentuk pori
lebih seragam yang berukuran 32-45.8 Å selain sebagai zat aditif penguat
7
membran. Konsentrasi PEG 6000 dibuat tetap terhadap membran selulosa asetat
dan terkomposit magnetit agar pembentukan porogen seragam diantara keduanya
(Kajrewska & Olech 1995). Proses pembuatan membran dengan waktu
pengadukan lebih lama menunjukkan nilai fluks air menurun yang dapat
disebabkan karena pori-pori lebih seragam dan mengecil. Penelitian oleh Iqbal
(2015) melaporkan nilai fluks membran selulosa asetat-zeolit sebesar 589,69
L/m2jam, dengan waktu pengadukan ±2 jam, sedangkan waktu pengadukan ±20
jam pada membran terkomposit magnetit penelitian ini menunjukkan nilai fluks
sebesar 168.88 L/m2jam. Nilai fluks air pada masing-masing membran dilakukan
pengukuran hingga kondisi tunak tercapai. Sebelum mencapai kondisi tersebut,
nilai fluks mengalami penurunan disebabkan adanya partikel dalam larutan
akuades yang digunakan berukuran sama dengan pori-pori atau lebih besar,
sehingga menyumbat membran. Secara alami hal ini disebabkan oleh deposisi
atau akumulasi dari partikel-partikel submikron pada permukaan membran (Zhang
et al. 2012).
Indeks rejeksi membran
Membran komposit selulosa asetat-magnetit untuk pemisahan ion Pb2+
dilakukan dengan pengaruh nilai pH. Nilai pH yang digunakan adalah 4. 6 dan 8
dalam pengukuran indeks rejeksi penelitian ini. Indeks rejeksi membran selulosa
asetat dan membran terkomposit magnetit menunjukkan nilai terbesar indeks
rejeksi pada pH 6. Nilai indeks rejeksi meningkat dari pH 4 dan menurun kembali
saat pH 8 (Gambar 6). Hal ini menunjukkan ion Pb2+ pada pH asam tidak
teradsorspi dengan baik oleh magnetit pada larutan asam. Larutan asam tersebut
menyebabkan magnetit pada membran terkomposit mengalami perubahan ion,
sehingga cenderung bermuatan ion negatif. Ion negatif akan sulit mengadsopsi ion
positif atau tidak ada yang akan teradsopsi (Lampiran 5). Nilai indeks rejeksi yang
diperoleh dari membran selulosa asetat dan membran selulosa magnetit penelitian
ini lebih besar 50% dan lebih baik dari penelitian membran terkomposit zeolit
yang memiliki indeks rejeksi sebesar 62.10% maupun membran terkomposit
magnetit dalam pH larutan netral sebesar 45% (Gholami et al. 2014; Harvey
2000).
Indeks Rejeksi (%)
100
88.86
77.98
70.34
80
Membran
Tanpa
Komposit
Membran
Komposit
79.34
60
64.96
40
58.86
20
0
0
2
4
6
Nilai pH
8
10
Gambar 6 Pengaruh komposit dan nilai pH terhadap indeks rejeksi
8
Kestabilan magnetit pada larutan pH 6 menunjukkan ion Pb2+ dapat terjerap
lebih baik daripada pH netral disebabkan magnetit cenderung bermuatan negatif
dan sifat alami magnetit sebagai adsorben menjadi aktif pada permukaan
membran (Gholami et al. 2014). Pengaruh lamanya waktu pengadukan pada
membran terkomposit zeolit dibandingkan penelitian ini menyebabkan dispersi
komposit pada membran lebih merata, sehingga pori-pori yang terbentuk lebih
kecil dan ion Pb2+ tidak mudah melewati membran (Wagner 2001). Ion Pb2+
mengalami mekanisme penukar ion dan adsorpsi pada proses rejeksi yang
berlangsung (Gambar 7). Mekanisme penukar ion yang dapat terjadi adalah ion
Pb2+ menempel sendiri untuk berdekatan gugus fungsi yang dapat mendonorkan
dua pasang elektron untk ion Pb2+. Deprotonasi gugus fungsi menjadi anion reaktif
terjadi sebelum penempelan kation logam lalu reaksi kompleks terjadi
(Adelwahab et al. 2015; Baker 2004).
Pb2+
NO3-
Gambar 7 Reaksi pertukaran ion dan adsorpsi pada membran
Ukuran kation Pb2+ sebesar 5.2 Å lebih kecil dari pori-pori membran yang
cenderung terbentuk
UNTUK PEMISAHAN LOGAM TIMBAL(II)
LILY TRISNAWATI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Membran Komposit
Selulosa Asetat-Magnetit untuk Pemisahan Logam Timbal(II) adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016
Lily Trisnawati
NIM G44120051
ABSTRAK
LILY TRISNAWATI. Membran Komposit Selulosa Asetat-Magnetit untuk
Pemisahan Logam Timbal(II). Dibimbing oleh DEDEN SAPRUDIN dan SRI
MULIJANI.
Pencemaran oleh logam (Pb) di beberapa perairan sudah melebihi ambang
batas yang dianjurkan WHO, yaitu kandungan Pb kurang dari 0.01 ppm. Material
magnetit yang bersifat absorben dan selulosa asetat merupakan bahan utama
membran yang bersifat ramah lingkungan guna memisahkan partikel dan ion.
Membran dibuat dalam 2 ragam, yaitu selulosa asetat dan komposit selulosa
asetat-magnetit dengan metode pencetakan. Kinerja membran dievaluasi dengan
mengukur nilai fluks air dan indeks rejeksi pada berbagai pH larutan terhadap ion
Pb2+. Kemudian, konsentrasi permeatnya diukur dengan spektrofotometri serapan
atom. Nilai fluks air meningkat pada membran tanpa komposit magnetit dan nilai
indeks rejeksi membran selulosa asetat-magnetit terbesar pada larutan pH 6
mendekati 80%. Membran komposit dicirikan dengan analisis morfologi
penampang lintang membran dan hasilnya menunjukkan ukuran pori sebesar 350800 nm. Membran komposit menunjukkan komposisi unsur besi (Fe) dan oksigen
(O) dari magnetit.
Kata kunci: logam timbal(II), magnetit, membran, selulosa asetat
ABSTRACT
LILY TRISNAWATI. Cellulose Acetate-Magnetite Membrane Composite for
Separating Lead(II) Metal. Supervised by DEDEN SAPRUDIN and SRI
MULIJANI.
Lead pollution in some waters exceeds the WHO’s recommendation, which
should be less than 0.01 ppm of Pb metal. Magnetite material, which works as
absorbent material and cellulose acetate, is the main ingredient membrane that is
environmentally friendly to separate particles and ions. Membranes were made in
2 types, i.e. cellulose acetate and cellulose acetate-magnetite composite by using
printing method. The performance was evaluated by measuring water flux and
rejection index on various pH solution for Pb2+ ions. The permeate concentration
was measured using atomic absorption spectrophotometer. Water flux values
increases in the membrane without magnetite composite and the highest index
rejection value of the cellulose acetate-magnetite membrane in pH 6 solution was
close to 80%. The composite membrane was characterized by morphological
analysis on the latitude of the membrane and the result shows the pore size of 350800 nm. The composite membrane shows the existence of iron (Fe) and oxygen
(O) in the magnetite.
Keywords: Cellulose acetate, magnetite, membrane, metal lead(II)
MEMBRAN KOMPOSIT SELULOSA ASETAT-MAGNETIT
UNTUK PEMISAHAN LOGAM TIMBAL(II)
LILY TRISNAWATI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah Membran
Komposit Sesulosa Asetat-Magnetit untuk Pemisahan Logam Timbal(II).
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Deden Saprudin, MSi
dan Dr Sri Mulijani, MS selaku pembimbing yang telah memberikan ilmu, arahan,
dan masukan selama penelitian dan penulisan karya ilmiah. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada para staf Laboratorium Kimia Analitik,
Bapak Eman Suherman, Bapak Edi Suhendar, Ibu Nunung Nuryanti, dan Bapak
Kosasih, staf Laboratorium Kimia Fisik Bapak Ismail atas segala bantuannya
selama melaksanakan penelitian, serta staf Laboratorium Bersama Bapak Wawan
yang telah membantu selama pengujian Spektrofotometri Serapan Atom.
Ungkapan terima kasih yang sangat mendalam disampaikan kepada orang
tua tercinta, yaitu Alm. Amir Hamzah dan Siti Umayah dan Kakak-kakak tercinta
yaitu, Wulan, Ani, Sahid, Sinta, dan Adam atas segala doa, bantuan, dan
dukungannya. Ucapan terima kasih juga diberikan kepada Kakak Dewi atas saran
yang telah diberikan selama penelitian, serta kepada Aisyah, Zainab, Muthiah,
Firna, M. Arif, Afi KSR IPB, Ulfah KSR IPB, Rosidah, M. Ali, M. Ridwan,
Maria, Rachma, Nisa MM, dan Ema sebagai teman seperjuangan yang telah
memberikan semangat selama kuliah dan penelitian. Selain itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada Bidikmisi yang telah membantu secara
finansial. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2016
Lily Trisnawati
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
METODE
2
Bahan dan Alat
2
Lingkup Penelitian
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
4
Magnetit
4
Kinerja Membran Komposit Selulosa Asetat-Magnetit
6
SIMPULAN DAN SARAN
12
Simpulan
12
Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
12
LAMPIRAN
15
RIWAYAT HIDUP
20
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Struktur magnetit
Skema pemisahan pada membran (Mulder dan Mulder 1996)
Interaksi magnetit dengan medan magnet
Proses pembentukan magnetit (Cheng et al. 2010)
Pengaruh komposit terhadap nilai fluks air membran
Pengaruh komposit dan nilai pH terhadap indeks rejeksi
Reaksi pertukaran ion dan adsorpsi pada membran
Morfologi penampang lintang membran pembesaran 5000 kali
Komposisi unsur dominan pada membran selulosa asetat-magnetit (a)
titik kesatu (b) titik kedua dan (c) titik ketiga
1
2
5
5
6
7
8
9
11
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
Diagram alir penelitian
Rangkaian alat pengukur fluks sistem cross flow
Reaksi stokiometri pembentukan magnetit
Data pengukuran fluks air pada membran
Reaksi magnetit dalam larutan asam
Nilai indeks rejeksi pada satu membran
Perbedaan warna membran selulosa asetat (B) dan terkomposit
magnetit (A)
8 Morfologi permukaan membran selulosa asetat-zeolit pembesaran
500
15
15
16
17
18
18
18
19
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Logam berat timbal (Pb) merupakan salah satu jenis logam berat yang
diketahui beracun bagi makhluk hidup termasuk manusia. Timbal(II) atau Pb2+
dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan, makanan dan air yang
terkontaminasi oleh logam Pb, serta absorpsi melalui kulit (Supriharyono 2000).
Sumber pencemaran timbal dapat berasal dari kegiatan industri yang berhubungan
dengan pembuatan baterai, cat, minyak, elektronik, pembakaran bahan bakar
motor, dan emisi mobil. Meningkatnya pemanfaatan logam Pb dalam pembakaran
bahan bakar motor berbanding lurus dengan produksi kendaraan bermotor saat ini.
Hal itu menyebabkan limbah dari kegiatan industri tersebut menjadi beban
pencemaran di lingkungan terutama perairan sebagai tempat pembuangan (Yang
et al. 2010).
Gambar 1 Struktur magnetit
Pencemaran timbal di perairan dapat membahayakan kehidupan perairan
dan lingkungan sekitarnya karena sifat logam timbal racun atau toksik. Logam Pb
dapat terakumulasi pada organ dalam makhluk hidup dan mengakibatkan
keracunan kronis. Keracunan Pb dapat mengakibatkan anemia, kerusakan otak
dan fungsi ginjal, serta hematologi yang serius. Kadar maksimum logam Pb dalam
perairan yang dianjurkan World Health Organisation (WHO) kurang dari 0.01
ppm (Ensafi dan Shiraz 2008). Menurut SNI 01-3553-2006, kadar maksimum
timbal dalam air minum adalah 0.005 ppm. Salah satu contoh konsentrasi Pb2+
0,703 mg/L – 0,919 di wilayah Taipa Palu di atas ambang (Ika et al. 2012).
Magnetit merupakan molekul yang tersusun atas Fe2+ dan Fe3+. Atom
Fe2+ dan salah satu Fe3+ berikatan oktahedral sedangkan Fe3+ lainnya berikatan
tetrahedral membentuk kristal spinel kubus berpusat muka (Gambar 1). Ion-ion
oksigen menempati sudut dari tetrahedral dan oktahedral tersebut (Roonasii 2007).
Magnetit telah dimanfaatkan dalam penjerapan ion logam berat dalam pengolahan
air (Liu et al. 2008; Kumari et al. 2014). Efisiensi magnetit dipengaruhi oleh luas
permukaan dan kristalinitasnya dalam penjerap logam berat (Hermanek et al.
2007). Selain itu, upaya lain seperti teknologi membran dapat digunakan sebagai
pemisahan logam Pb pada perairan. Sifat membran yang memiliki pori berfungsi
melewatkan satu spesi kimia tertentu dan spesi kimia lainnya akan tertahan. Spesi
yang dapat melewati membran adalah spesi yang memiliki ukuran lebih kecil dari
ukuran pori membran (Cheryan 1998). Skema pemisahan partikel oleh membran
ditunjukkan pada Gambar 2.
2
Gambar 2 Skema pemisahan pada membran (Mulder dan Mulder 1996)
Membran dapat dibuat dari bahan selulosa asetat, polisulfon, dan
polivinildiflorida. Membran selulosa asetat merupakan membran organik bersifat
produk yang ramah lingkungan dari sumber yang dapat diperbaharui, harga
terjangkau, cocok untuk menahan klorin, dan sifat hidrofilik yang tinggi (Cailing
et al. 2007; Wagner 2001). Penelitian sebelumnya tentang pemanfaatan membran
dan zeolit dalam pemisahan logam Pb telah dilakukan oleh Iqbal (2015)
menunjukkan komposit membran selulosa asetat-zeolit dapat merejeksi logam Pb
dengan ukuran pori membran asimetris sebesar 1.13-1.92 μm, yang tergolong
membran mikrofiltrasi. Magnetit dan membran selulosa asetat diharapkan dapat
bersinergi dalam pemisahan logam Pb dengan nilai indeks rejeksi lebih besar dan
ukuran pori lebih kecil.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menentukan kineja membran komposit selulosa
asetat dengan magnetit dan optimasinya dalam pemisahan logam timbal (Pb2+)
pada variasi larutan pH.
METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah garam
FeCl3·6H2O (Merk), trinatrium sitrat (Merk), urea (Merk), selulosa asetat
(Sinopharm Chemical Reagent), etanol teknis 96%, poli(etilena glikol) 6000,
aseton (Merk), dan larutan standar Pb(NO3)2 (Merk). Alat-alat yang digunakan
selama proses penelitian antara lain peralatan gelas, oven, pengaduk magnet, pelat
kaca/mika, reaktor hidrotermal, pH meter HANNA, Spektrofotometer Serapan
Atom (SSA) AA700 Shimadzu, Scanning Electron Microscopy (SEM) Carl ZeissBruker tipe EVO MA10, dan modul penyaring cross flow.
3
Lingkup Penelitian
Metode penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat pada diagram alir
Lampiran 1 yang meliputi sintesis magnetit metode hidrotermal, membran
komposit magnetit 0.1 g dengan tiga variasi pH, pencirian membran komposit
dengan pengukuran fluks air, indeks rejeksi, analisis menggunakan Scanning
Electron Microscopy (SEM), dan Energy Dispersive X-ray (EDX).
Sintesis Magnetit (Cheng et al. 2010 dan Saprudin et al. 2013)
Magnetit disintesis menggunakan metode hidrotermal. Sebanyak 0.5406 g
garam FeCl3·6H2O (2 mmol/0.05 M), 1.1764 g natrium sitrat (4 mmol/0.10 M)
dan 0.3604 g urea (6 mmol/0.15 M) dilarutkan dalam 40 mL akuades. Larutan
diaduk selama 30 menit, kemudian dipanaskan dalam reaktor hidrotermal selama
12 jam pada suhu 200 °C. Hasil sintesis (endapan hitam) yang terbentuk
dipisahkan, lalu dicuci dengan etanol dan dikeringkan pada oven 40 °C semalam.
Magnetit dicirikan secara kualitatif melalui medan magnet.
Pembuatan membran komposit (Gholami et al. 2014 dengan Modifikasi)
Pembuatan membran komposit dilakukan dengan metode pencetakan.
Membran komposit dibuat dengan rasio selulosa asetat 4.5% (b/v) : PEG 6000
4.5% (b/v) : magnetit sejumlah 0.1 g menghasilkan larutan membran. Campuran
ditambahkan aseton sebanyak 45 mL dan diaduk selama 20 jam hingga larutan
membran homogen. Larutan membran dicetak pada pelat kaca dan didiamkan
selama 10-15 menit. Kemudian, membran dicelupkan ke dalam air destilata
selama 1 jam dan melepaskannya dari pelat kaca. Membran yang telah terbentuk
dilakukan uji selanjutnya seperti pengukuran fluks air, indeks rejeksi, dan analisis
morfologi. Selanjutnya, pembuatan membran dilakukan tanpa komposit magnetit.
Pengukuran fluks air (Mulijani et al. 2010)
Sampel membran dipotong persegi panjang dengan ukuran ± 18.0 x 4.5 cm,
sehingga sesuai dengan dimensi kompartemen pemisah pada alat pengukur fluks
air (Lampiran 2). Modul tersebut dihubungan dengan selang pengalir umpan.
Umpan yang digunakan adalah air destilata dan dialirkan melewati membran.
Nilai fluks setiap membran diukur dengan fungsi waktu setiap 6 menit sekali
hingga menit ke-60. Nilai fluks dihitung menggunakan Persamaan 1.
J=
Keterangan:
J = Fluks (L/m2jam)
V = Volume permeat (L)
A = Luas membran (m2)
t = Waktu (jam)
V
Axt
…… (1)
(Yanagishita et al. 1997)
4
Pengukuran indeks rejeksi (Mulijani et al. 2010 dengan Modifikasi)
Pengukuran indeks rejeksi membran dilakukan menggunakan alat yang
sama dengan alat pengukur fluks air. Parameter yang perlu dicatat adalah jumlah
konsentrasi permeat dan umpan. Umpan yang digunakan pada pengukuran rejeksi
ialah larutan Pb(NO3)2 dengan variasi pH 4, pH 6, pH 8 dan konsentrasi 25 mg/L
yang sebelumnya telah dibuat kurva standarnya. Konsentrasi ion logam dalam
permeat diukur menggunakan spektrofotometer serapan atom (SSA). Nilai persen
rejeksi dihitung menggunakan Persamaan 2.
% Rejeksi = (1 -
Cp
Cf
) x 100 % . . . . . (2)
(Baker 2004)
Keterangan :
CP = konsentrasi permeat (mg/L)
Cf = konsentrasi umpan (mg/L)
Analisis morfologi membran (Mulijani et al. 2010)
Sampel diletakkan pada plat alumunium kemudian dilapisi dengan pelapis
emas setebal 48 nm. Sampel kemudian diamati menggunakan SEM dengan
tegangan 15 kV. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui morfologi dan ukuran
pori dari membran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Magnetit
Sintesis magnetit dilakukan dengan metode hidrotermal. Magnetit yang
terbentuk berupa endapan warna hitam dan secara kualitatif dicirikan melalui
interaksinya dengan medan magnet (Gambar 3). Endapan hitam yang didekatkan
medan magnet menunjukkan sifat magnet berupa tertariknya endapan tersebut ke
arah medan magnet. Magnetit terbentuk dari reaksi pada larutan FeCl 3.6H2O,
natrium sitrat, dan urea secara hidrotermal. Sitrat berperan penting sebagai
pereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ dengan melepaskan gugus hidroksil saat kenaikan
temperatur (Lampiran 3). Tanpa penambahan sitrat, hanya akan terbentuk α-Fe2O3.
Pada waktu yang sama, urea mengalami hidrolisis menjadi NH3 dan CO2
menyebabkan suasana basa pada sistem (Cheng et al. 2010). Reaksi hidrolisis urea
adalah sebagai berikut (Lv et al. 2009).
(NH2)2CO(aq) + 3H2O(aq) 2NH3.H2O (aq) + CO2 (g)
5
Gambar 3 Interaksi magnetit dengan medan magnet
Kondisi basa tersebut mendukung untuk terbentuknya Fe(OH)3 dan Fe(OH)2 yang
akan menjadi Fe3O4 setelah dehidrasi. Reaksi yang terjadi sebagai berikut (Lv et
al. 2009). Reaksi stokiometri lengkap disajikan Lampiran 3.
Fe2+(aq) + 2NH3.H2O (aq) Fe(OH)2(s) + 2NH4+ (aq)
Fe3+(aq) + 3NH3.H2O (aq) Fe(OH)3(s) + 3NH4+(aq)
Fe(OH)2(s) +2 Fe(OH)3(s) Fe3O4(s) + 4H2O(aq)
Urea yang ditambahkan berfungsi sebagai pembentuk lapisan endapan yang
sangat diperlukan pada proses hidrotermal, tanpa urea, magnetit tidak akan
terbentuk. Nilai pH pada proses relatif konstan karena kesetimbangan hidrolitik
dari tahap-tahap hidrolisis urea yang terjadi menyebabkan laju nukleasi dari
magnetit relatif lambat. Morfologi magnetit yang dibentuk dari hidrolisis urea
berangsur-angsur lebih seragam (Lv et al. 2009).
Gambar 4 Proses pembentukan magnetit (Cheng et al. 2010)
Pembentukan magnetit digambarkan menjadi dua tahap proses (Gambar 4).
Tahap pertama, partikel amorf mengalami nukleasi dari larutan jenuh, sehingga
terbentuk agregat partikel amorf berbentuk bola yang didorong oleh energi
permukaan total paling minimal. Untuk sitrat, disamping sebagai reduktor juga
berperan pada proses pembentukan morfologi kristal dan pencegahan agregasi
pada tahap ini. Sitrat dapat membentuk kompleks yang stabil dan kekuatan
koordinasi tinggi dengan Fe3+ dan Fe2+ (Cheng et al. 2010). Kompleks bidentat
dibentuk dengan Fe3+, sedangkan ion Fe2+ membentuk kompleks tridentat (Francis
dan Dodje 1993) Pembentukan kompleks yang stabil dapat mereduksi dengan
tajam keberadaan ion besi bebas dalam larutan, sehingga dihasilkan reaksi lambat
yang sangat penting dalam pembentukan kristal. Tahap kedua, padatan amorf dari
agregat tersebut tumbuh terus-menerus dan mulai membentuk kristal (Cheng et al.
2010). Rendemen yang diperoleh sebesar 81.35%.
6
Kinerja Membran Komposit Selulosa Asetat-Magnetit
Fluks air
Nilai fluks air dilakukan pengukuran volume per satuan waktu dan luas
membran (Lampiran 4). Gambar 5 menunjukkan membran terkomposit magnetit
memengaruhi nilai fluks menjadi lebih kecil. Hal ini ditunjukkan dengan nilai
fluks terbesar membran terkomposit lebih kecil dibandingkan fluks terkecil
membran selulosa asetat. Membran selulosa asetat-magnetit memiliki komposisi
berupa selulosa asetat 4.5%(b/v), poli(etilena glikol) 6000 4.5% (b/v), 0.05% (b/b).
magnetit. Komposisi tersebut berdasarkan optimasi penelitian yang dilakukan
oleh Gholami et al. (2014) dengan modifikasi dua kali lebih besar untuk
komposisi selulosa asetat dan setengah lebih kecil untuk komposisi magnetit.
Modifikasi dilakukan untuk meningkatkan sifat hidrofilik dan adsorpsi dari kedua
bahan tersebut.
2500.00
Fluks air (L/m2jam)
2000.00
2009.97
1500.00
1165.56
1007.75
1000.00
500.00 355.76
910.85
851.33
Membran
komposit
Membran
tanpa
komposit
334.99
168.88
0.00
1
2
3
Ulangan membran
4
Gambar 5 Pengaruh komposit terhadap nilai fluks air membran
Nilai fluks air membran selulosa asetat selulosa asetat mempunyai sifat
hidrofilik yang besar dibandingkan membran terkomposit magnetit. Membran
terkomposit magnetit menunjukkan sifat hidrofilik yang lebih rendah. Sifat
hidrofilik yang tinggi menunjukkan banyak air teradsorspi oleh membran dan
lebih banyak air yang dapat melewati membran. Komposit magnetit pada
membran selulosa asetat menyebabkan meningkatnya konsentrasi permukaan
membran terkomposit, sehingga menurunkan porositas membran (Abedini et al.
2011; Hosseini et al. 2012). Porositas membran selulosa asetat lebih besar
daripada membran terkomposit magnetit karena nilai fluks air yang lebih besar
(Gambar 6).
Porositas yang terbentuk dipengaruhi oleh penambahan poli(etilena glikol)
6000 (PEG 6000). PEG 6000 berfungsi sebagai porogen dengan membentuk pori
lebih seragam yang berukuran 32-45.8 Å selain sebagai zat aditif penguat
7
membran. Konsentrasi PEG 6000 dibuat tetap terhadap membran selulosa asetat
dan terkomposit magnetit agar pembentukan porogen seragam diantara keduanya
(Kajrewska & Olech 1995). Proses pembuatan membran dengan waktu
pengadukan lebih lama menunjukkan nilai fluks air menurun yang dapat
disebabkan karena pori-pori lebih seragam dan mengecil. Penelitian oleh Iqbal
(2015) melaporkan nilai fluks membran selulosa asetat-zeolit sebesar 589,69
L/m2jam, dengan waktu pengadukan ±2 jam, sedangkan waktu pengadukan ±20
jam pada membran terkomposit magnetit penelitian ini menunjukkan nilai fluks
sebesar 168.88 L/m2jam. Nilai fluks air pada masing-masing membran dilakukan
pengukuran hingga kondisi tunak tercapai. Sebelum mencapai kondisi tersebut,
nilai fluks mengalami penurunan disebabkan adanya partikel dalam larutan
akuades yang digunakan berukuran sama dengan pori-pori atau lebih besar,
sehingga menyumbat membran. Secara alami hal ini disebabkan oleh deposisi
atau akumulasi dari partikel-partikel submikron pada permukaan membran (Zhang
et al. 2012).
Indeks rejeksi membran
Membran komposit selulosa asetat-magnetit untuk pemisahan ion Pb2+
dilakukan dengan pengaruh nilai pH. Nilai pH yang digunakan adalah 4. 6 dan 8
dalam pengukuran indeks rejeksi penelitian ini. Indeks rejeksi membran selulosa
asetat dan membran terkomposit magnetit menunjukkan nilai terbesar indeks
rejeksi pada pH 6. Nilai indeks rejeksi meningkat dari pH 4 dan menurun kembali
saat pH 8 (Gambar 6). Hal ini menunjukkan ion Pb2+ pada pH asam tidak
teradsorspi dengan baik oleh magnetit pada larutan asam. Larutan asam tersebut
menyebabkan magnetit pada membran terkomposit mengalami perubahan ion,
sehingga cenderung bermuatan ion negatif. Ion negatif akan sulit mengadsopsi ion
positif atau tidak ada yang akan teradsopsi (Lampiran 5). Nilai indeks rejeksi yang
diperoleh dari membran selulosa asetat dan membran selulosa magnetit penelitian
ini lebih besar 50% dan lebih baik dari penelitian membran terkomposit zeolit
yang memiliki indeks rejeksi sebesar 62.10% maupun membran terkomposit
magnetit dalam pH larutan netral sebesar 45% (Gholami et al. 2014; Harvey
2000).
Indeks Rejeksi (%)
100
88.86
77.98
70.34
80
Membran
Tanpa
Komposit
Membran
Komposit
79.34
60
64.96
40
58.86
20
0
0
2
4
6
Nilai pH
8
10
Gambar 6 Pengaruh komposit dan nilai pH terhadap indeks rejeksi
8
Kestabilan magnetit pada larutan pH 6 menunjukkan ion Pb2+ dapat terjerap
lebih baik daripada pH netral disebabkan magnetit cenderung bermuatan negatif
dan sifat alami magnetit sebagai adsorben menjadi aktif pada permukaan
membran (Gholami et al. 2014). Pengaruh lamanya waktu pengadukan pada
membran terkomposit zeolit dibandingkan penelitian ini menyebabkan dispersi
komposit pada membran lebih merata, sehingga pori-pori yang terbentuk lebih
kecil dan ion Pb2+ tidak mudah melewati membran (Wagner 2001). Ion Pb2+
mengalami mekanisme penukar ion dan adsorpsi pada proses rejeksi yang
berlangsung (Gambar 7). Mekanisme penukar ion yang dapat terjadi adalah ion
Pb2+ menempel sendiri untuk berdekatan gugus fungsi yang dapat mendonorkan
dua pasang elektron untk ion Pb2+. Deprotonasi gugus fungsi menjadi anion reaktif
terjadi sebelum penempelan kation logam lalu reaksi kompleks terjadi
(Adelwahab et al. 2015; Baker 2004).
Pb2+
NO3-
Gambar 7 Reaksi pertukaran ion dan adsorpsi pada membran
Ukuran kation Pb2+ sebesar 5.2 Å lebih kecil dari pori-pori membran yang
cenderung terbentuk