Perbandingan Sifat Matriks Komposit Polimer Selulosa Asetat Sintesis dan Selulosa Asetat Komersial yang Divariasikan dengan Polipropilen Sebagai Bahan Kemasan

(1)

PERBANDINGAN SIFAT MATRIKS KOMPOSIT POLIMER

SELULOSA ASETAT SINTESIS DAN SELULOSA ASETAT

KOMERSIAL YANG DIVARIASIKAN DENGAN

POLIPROPILENA SEBAGAI BAHAN KEMASAN

TESIS

Oleh

MHD. ZULHAM EFENDI SINAGA

097006005

/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PERBANDINGAN SIFAT MATRIKS KOMPOSIT POLIMER

SELULOSA ASETAT SINTESIS DAN SELULOSA ASETAT

KOMERSIAL YANG DIVARIASIKAN DENGAN

POLIPROPILENA SEBAGAI BAHAN KEMASAN

TESIS

Diajuan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Ilmu Kimia Pada Fakultas Matematika Dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Oleh

MHD. ZULHAM EFENDI SINAGA

097006005/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

Judul Tesis : PERBANDINGAN SIFAT MATRIKS KOMPOSIT POLIMER SELULOSA ASETAT SINTESIS DAN SELULOSA ASETAT KOMERSIAL YANG DIVARIASIKAN DENGAN POLIPROPILENA SEBAGAI BAHAN KEMASAN

Nama Mahasiswa : MHD. Zulham Efendi Sinaga Nomor Pokok : 097006005

Program Studi : Kimia

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D) (Dr. Ir. Tjahjono Herawan, MSc)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D) (Dr. Sutarman, MSc)


(4)

Telah diuji pada Tanggal 21 Juni 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D Anggota : 1. Dr. Ir. Tjahjono Herawan, MSc

2. Dr. Hamonangan Nainggolan, MSc 3. Dr. Yugia Muis, MS

4. Dr. Darwin Yunus Nasutioan, MS 5. Prof. Dr. Yunazar Manjang


(5)

PERNYATAAN

PERBANDINGAN SIFAT MATRIKS KOMPOSIT POLIMER

SELULOSA ASETAT SINTESIS DAN SELULOSA ASETAT

KOMERSIAL YANG DIVARIASIKAN DENGAN

POLIPROPILENA SEBAGAI BAHAN KEMASAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan sumbernya dalam daftar pustaka.

Medan, 21 Juni 2011

Penulis,


(6)

PERBANDINGAN SIFAT MATRIKS KOMPOSIT POLIMER

SELULOSA ASETAT SINTESIS DAN SELULOSA ASETAT

KOMERSIAL YANG DIVARIASIKAN DENGAN

POLIPROPILENA SEBAGAI BAHAN KEMASAN

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang Perbandingan Sifat Matriks Komposit Polimer Selulosa Asetat Sintesis dan Selulosa Asetat Komersial yang Divariasikan dengan Polipropilen Sebagai Bahan Kemasan. Dalam penelitian ini dicampuran selulosa asetat dan polipropilen dengan perbandingan massa 1:9; 2:8; 3:7 menggunakan pelarut xilen dengan metode refluks. Hasil refluks didinginkan dan dikeringkan lalu dicetak dengan alat hot press sehingga akan dihasilkan lembaran dengan ketebalan tertentu. Dari hasil pengujian FTIR diperoleh bahwa matriks komposit polimer yang dihasilkan hanya terjadi interaksi fisika yaitu ikatan hidrogen. Uji tarik terhadap matriks polimer diperoleh yang terbaik adalah pada matriks selulosa asetat sintesis dan polipropilen 1:9 (tegangan 26,6665 MPa, regangan 12,2969%). Uji DTA matriks selulosa asetat komersial dan polipropilen 2:8 menunjukan hasil yang lebih baik (titik leleh 168 0C, titik dekomposisi 380 0C). Nilai daya serapan air pada matriks selulosa asetat komersial dan polipropilen 2:8 menunjukan hasil yang lebih tinggi yaitu 0,9956 %. Hasil uji biodegradasi diperoleh degradasi yang lebih besar pada matriks selulosa asetat komersial dan polipropilen 3:7 dalam tanah sampah setelah 30 hari yaitu sebesar 0,4145%.


(7)

COMPARISON ON THE NATURE OF POLYMER MATRIX

COMPOSITE CELLULOSE ACETATE SYNTHESIS AND

CELLULOSE ACETATE COMMERCIAL VARIED WITH

POLYPROPYLENE FOR PACKAGING

ABSTRACT

The research of comparison on the nature of Polymer Matrix Composite Cellulose Acetate Synthesis and Cellulose Acetate Commercial Varied by Polypropylene for Packaging have been done. In this study, cellulose acetate and polypropylene are mixed with a mass ratio of 1:9; 2:8; 3:7 using xylene as a solvent under reflux method. The results of reflux is cooled and dried and then printed with a hot press so that will be produced film with a certain thickness. From the test results obtained by FTIR that the result of polymer composite matrix only physical interactions namely hydrogen bonds. It obtained the best in tensile test of matrix polymer when matrix cellulose acetate synthesis and polypropylene is 1:9 (stress 26.6665MPa, strain 12.2969%). DTA test matrix cellulose acetate commercial and polypropylene 2:8 showed better results (melting point 168 0C, decomposition point 380 0C). The value of water absorption capacity on commercial cellulose acetate matrix and polypropylene 2:8 showed a higher yield that is 0.9956%. Biodegradation test results obtained by a greater degradation in the matrix of cellulose acetate commercial and polypropylene 3:7 in the waste soil after 30 days that is equal to 0.4145%.

Keywords: Cellulose Acetate; Packaging; Polymer Matrix Composites; Biodegradation.


(8)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya serta salawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian dan penulisan tesis ini, dengan judul “Perbandingan Sifat Matriks Komposit Polimer Selulosa Asetat Sintesis dan Selulosa Asetat Komersial yang Divariasikan dengan Polipropilen Sebagai Bahan Kemasan”

Pada kesempatan ini penulis ingin memberikan penghargaan yang setinggi – tingginya serta ucapan terima kasih yang tulus kepada Ayahanda Hamaluddin dan Ibunda Maimunah serta Adinda MHD. Farid Syafian Sinaga dan Novita Sari Sinaga untuk segenap pengorbanan, motivasi dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DMTH, MSc, CTM SpA (K) dan

Dr. Sutarman, MSc selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D dan Dr. Tjahjono Herawan, MSc selaku dosen pembimbing I dan II yang dengan kesabarannya telah memberikan arahan dan bimbingan selama penelitian dan penulisan tesis ini hingga selesai.

3. Bapak Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D dan Dr. Hamonangan Nainggolan, MSc selaku ketua program studi dan sekretaris Pascasarjana Ilmu Kimia.


(9)

4. Bapak Dr. Hamonangan Nainggolan, MSc, Dr. Darwin Yunus Nasution, MS, Ibu Dr. Yugia Muis, MS, dan Prof. Dr. Yunazar Manjang selaku penguji yang banyak memberikan masukan dan saran untuk menyelesaikan tesis ini.

5. Bapak/Ibu dosen Pascasarjana Ilmu Kimia yang telah membimbing dan memotivasi serta memberi disiplin ilmu selama penulis menjalani studi.

6. Bapak Aput, bapak Edi, bapak Mariadi, bang Andre, bang Salim, kak Meta dan kak Wita dan juga buk Frisda yang telah banyak membantu peneliti selama penelitian di Laboratorium Oleokimia, Kelompok Peneliti Pengolahan Hasil dan Mutu Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS).

7. Kak Leli selaku tata usaha Pascasarjana Ilmu Kimia dan bang Edi teknisi Laboratorium Kimia Polimer FMIPA-USU.

8. Rekan – rekan penulis di program Pascasarjana Ilmu Kimia angkatan 2009 (kak Eli Biokim, kak Eli FK, kak Cut, pak Sumatera, pak Haposan, bang Ahmad, bang Hendri (bang bos), bang Lintong, kak Sri Kuncoro) semoga persahabatan beda usia ini akan selalu abadi sampai kapan pun.

[[

9. Sahabat – sahabat penulis (bang Edi, Rudi, Wahyu, Ijal, Andi, Anes, Fadli, Kiki, Sri, Sari, Tara, Yeni) terima kasih atas bantuan dan motivasi selama penulis menyelesaikan tesis ini.

10.Adik – adik yang saya kasihi di lingkungan 9 (Adek, Budi, David, Dowang, Nikman, Rian, Izen, Sulaiman, Juni, Ramson) terima kasih atas bantuan dan motivasi selama penulis menyelesaikan penulisan tesis ini.

Serta seluruh keluarga dan teman – teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah mendoakan, memotivasi penulis, saya ucapkan terima kasih.


(10)

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapan kritik dan saran yang membangun dari pihak pembaca demi kesempurnaan tesis ini. Akhirnya semoga tesis ini bermanfaat bagi penelitian dan kemajuan ilmu pengetahuan untuk massa yang akan datang.

Medan, 21 Juni 2011

Hormat Penulis,


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 18 Juli 1985 di Berebes, Jawa Tengah, anak dari Bapak Hamaluddin dan Ibu Maimunah sebagai anak pertama dari tiga bersaudara.

Penulis menimba ilmu di SDN No. 013872 Desa Pasar Lapan, Indrapura 1992-1998, SMP Negeri 1 Air Putih, Indrapura 1998-2001, SMA Negeri 1 Air Putih, Indrapura 2001-2004, lalu melanjutkan pendidikan pada program studi Ilmu Kimia FMIPA-Universitas Sumatera Utara 2004-2008, kemudian melanjutkan pendidikan pada program Magister Ilmu Kimia di Universitas Sumatera Utara 2009-2011.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii

RIWAYAT HIDUP vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xiii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Pembatasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 4

1.5 Manfaat Penelitian 4

1.6 Metodologi Penelitian 4

1.7 Lokasi Penelitian 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemasan 6

2.2 Polipropilen 7

2.3 Tandan Kosong Kelapa Sawit 8

2.3.1 Struktur dan Sifat Selulosa 9

2.3.2 Asetilasi Selulosa 11

2.3.3 Selulosa Asetat 12

2.4 komposit 15


(13)

2.5 Analisis 18

2.5.1 Pengujian Kekuatan Tarik (σt) dan Kemuluran (ε) 18

2.5.2 Analisis Sifat Termal Bahan Polimer 19

2.5.3 Spektrofotometer FT – IR 20

2.5.4 Pengujian Scanning Electron Microscopy (SEM) 20

2.5.5 Uji Serapan Air (Water Absorption) 21

2.5.6 Pengujian Sifat Biodegradabilitas 22

BAB 3 BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1 Bahan 23

3.2 Alat 23

3.3 Metode Penelitian 24

3.3.1 Pembuatan Larutan HCl 0,5 M (0,5 N) 24

3.3.2 Standarisasi Larutan HCl 0,5 M (HCL 0,5 N) dengan

Dinatrium Tetrahidroborat (Na2B4O7 ) 24

3.3.3 Pembuatan Larutan KOH 0,5 M ( KOH 0,5 N) 24 3.3.4 Penentuan Derajat Substitusi (DS)Selulosa Asetat dari

Tandan Kosong Kelapa Sawit 25

3.3.5 Pembuatan Matriks Polipropilen 26

3.3.6 Pembuatan Matriks Selulosa Asetat Hasil Sintesis PPKS

dengan Polipropilen 1 : 9 26

3.3.7 Pembuatan Matriks Selulosa Asetat Hasil Sintesis PPKS

dengan Polipropilen 2 : 8 27

3.3.8 Pembuatan Matriks Selulosa Asetat Hasil Sintesis PPKS

dengan Polipropilen 3 : 7 28

3.3.9 Uji DTA 28

3.3.10 Uji Tarik 29

3.3.11 Analisa FTIR 29

3.3.12 Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) 29


(14)

3.3.14 Uji Biodegradasi Film secara InVivo 30

3.4 Bagan Penelitian 31

3.4.1 Penentuan Derajat Substitusi (DS) Selulosa Asetat dari

Tandan Kosong Kelapa Sawit 31

3.4.2 Pembuatan Matriks Polipropilen 33

3.4.3 Pembuatan Matriks Selulosa Asetat Hasil Sintesis PPKS

dengan Polipropilen 1 : 9 34

3.4.4 Pembuatan Matriks Selulosa Asetat Hasil Sintesis PPKS

dengan Polipropilen 2 : 8 35

3.4.5 Pembuatan Matriks Selulosa Asetat Hasil Sintesis PPKS

dengan Polipropilen 3 : 7 36

3.4.6 Uji Serapan Air (WaterAbsorption) 37

3.4.7 Uji Biodegradasi Film secara In Vivo 38

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakterisasi Selulosa Asetat Hasil Sintesis PusatPenelitian

Kelapa Sawit 39

4.2 Uji FTIR 39

4.3 Uji Tarik 44

4.4 Uji DTA 46

4.5 Uji SEM 48

4.6 Uji Serapan Air 50

4.7 Uji Biodegradasi 50

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 56

5.2 Saran 57

DAFTAR PUSTAKA 58


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Tandan Kosong Kelapa Sawit 8 Tabel 2.2 Hubungan antara Derajat Substitusi Terhadap Pelarut maupun

Aplikasi dari Selulosa Asetat 13

Tabel 4.1 Karakterisasi Selulosa Asetat Hasil Sintesis Pusat Penelitian

Kelapa Sawit (PPKS) 39

Tabel 4.2 Hasil FTIR Selulosa Asetat Hasil Sintesis PPKS, Selulosa Asetat Komersial Polipropilen, dan Matriks Polimer Selulosa

Asetat dengan Polipropilen 41

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Kekuatan Tarik dan Kemuluran Matriks

Polimer Komposit 44

Tabel 4.4 Hasil Uji DTA Matriks Komposit Polimer 47

Tabel 4.5 Data Hasil Uji Serapan Air 50

Tabel 4.6 Data Hasil Penurunan Massa (%) Spesimen setelah Penguburan

Dalam Tanah 51

Tabel 4.7 Analisa Gugus Fungsi Polipropilen dan Matriks Polimer Selulosa


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Struktur Tiga Dimensi dari Polipropilen 7

Gambar 2.2 Struktur Selulosa 9

Gambar 2.3 Asetilasi Selulosa yang Dikatalisis dengan Asam 12

Gambar 2.4 Reaksi Sintesis Selulosa Asetat 14

Gambar 2.5 Kurva Tegangan-Regangan untuk Beberapa Karakteristik Sifat Mekanis Bahan, (i) Lunak dan tidak Kuat, (ii) Keras dan Rapuh, (iii) Lunak dan Liat, (iv) Keras dan Kuat, (v) Keras dan Liat 19 Gambar 3.1 Spesimen Uji Kekuatan Tarik Berdasarkan ASTM D-638-72-

Type IV 29

Gambar 4.1 Grafik Tegangan untuk Polipropilen, Matriks Polipropilen dengan Selulosa Asetat Sintesis PPKS, Matriks Polimer Komposit Selulosa Asetat Komersial dengan Berbagai

Perbandingan Massa (1:9 ; 2:8 ; 3:7) 45

Gambar 4.2 Grafik Regangan untuk Polipropilen, Matriks Polipropilen dengan Selulosa Asetat Sintesis PPKS, Matriks Polimer Komposit Selulosa Asetat Komersial dengan Berbagai

Perbandingan Massa (1:9 ; 2:8 ; 3:7) 45

Gambar 4.3 Hasil Uji SEM dari Polipropilen Pembesaran 10.000 kali 48 Gambar 4.4 Hasil Uji SEM dari Matriks Polimer Komposit Selulosa Asetat

Hasil Sintesis Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) dengan Polipropilen pada Perbandingan 1:9 dengan Pembesaran 10.000

Kali 49

Gambar 4.5 Hasil Uji SEM dari Matriks Polimer Komposit Selulosa Asetat Komersial dengan Polipropilen pada Perbandingan 1:9 dengan

Pembesaran 10.000 Kali 49

Gambar 4.6 Permukaan Matriks Polipropilen 54

Gambar 4.7 Permukaan Matriks Selulosa Asetat Sintesis PPKS dengan


(17)

Gambar 4.8 Permukaan Matriks Selulosa Asetat Sintesis PPKS dengan

Polipropilen (2:8) 54

Gambar 4.9 Permukaan Matriks Selulosa Asetat Sintesis PPKS dengan

Polipropilen (3:7) 55

Gambar 4.10 Permukaan Matriks Selulosa Asetat Komersial dengan

Polipropilen (1:9) 55

Gambar 4.11 Permukaan Matriks Selulosa Asetat Komersial dengan

Polipropilen (2:8) 55

Gambar 4.12 Permukaan Matriks Selulosa Asetat Komersial dengan


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Gambar 1 Hasil Spektrum FTIR Selulosa Asetat Hasil Sintesis Pusat Kelapa Sawit (PPKS) Bagian Atas dan Hasil Spektrum

FTIR Selulosa Asetat Komersial Bagian Bawah 61

Gambar 2 Hasil Spektrum FTIR Polipropilen 62

Gambar 3 Hasil Spektrum FTIR Matriks Polimer CA Sintesis : PP 1 : 9 62 Gambar 4 Hasil Spektrum FTIR Matriks Polimer CA Sintesis : PP 2 : 8 63 Gambar 5 Hasil Spektrum FTIR Matriks Polimer CA Sintesis : PP 3:7 63 Gambar 6 Hasil Spektrum FTIR Matriks Polimer CA Komersial : PP 1: 9 64 Gambar 7 Hasil Spektrum FTIR Matriks Polimer CA Komersial : PP 2 : 8 64 Gambar 8 Hasil Spektrum FTIR Matriks Polimer CA Komersial : PP 3 : 7 65

Gambar 9 Grafik Hasil Uji Tarik 65

Gambar 10 Kromatogram Hasil Uji DTA Untuk Polipropilen 66 Gambar 11 Kromatogram Hasil Uji DTA Untuk Matriks Polimer

CA Sintesis : PP 1 : 9 67

Gambar 12 Kromatogram Hasil Uji DTA Untuk Matriks Polimer

CA Komersial : PP 2 : 8 68

Gambar 13 Hasil Spektrum FTIR Polipropilen Setelah Penguburan

Selama 30 Hari 69

Gambar 14 Hasil Spektrum FTIR Matriks Selulosa Asetat Sintesis dengan Polipropilen (1:9) Setelah Penguburan Selama 30 Hari 69 Gambar 15 Hasil Spektrum FTIR Matriks Selulosa Asetat Sintesis dengan

Polipropilen (2:8) Setelah Penguburan Selama 30 Hari 70 Gambar 16 Hasil Spektrum FTIR Matriks Selulosa Asetat Sintesis dengan


(19)

Gambar 17 Hasil Spektrum FTIR Matriks Selulosa Asetat Komersial dengan Polipropilen (1:9) Setelah Penguburan Selama 30 Hari 71 Gambar 18 Hasil Spektrum FTIR Matriks Selulosa Asetat Komersial dengan

Polipropilen (2:8) Setelah Penguburan Selama 30 Hari 71 Gambar 19 Hasil Spektrum FTIR Matriks Selulosa Asetat Komersial dengan

Polipropilen (3:7) Setelah Penguburan Selama 30 Hari 72 Gambar 20 Spesimen Hasil Uji Tarik Matriks Polipropilen 72 Gambar 21 Spesimen Hasil Uji Tarik Matriks Polimer Selulosa Asetat Hasil

Sintesis dengan Polipropilen 73

Gambar 22 Spesimen Hasil Uji Tarik Matriks Polimer Selulosa Asetat

Komersial dengan Polipropilen 73

Gambar 23 Wadah Penguburan Spesimen dengan Tanah Pasir 74 Gambar 24 Wadah Penguburan Spesimen dengan Tanah Kebun 74 Gambar 25 Wadah Penguburan Spesimen dengan Tanah Kebun 75

Perhitungan Penentuan Derajat Substitusi (DS) 76

Perhitungan Penentuan Berat Molekul Selulosa Asetat dengan Viskosimeter 77


(20)

PERBANDINGAN SIFAT MATRIKS KOMPOSIT POLIMER

SELULOSA ASETAT SINTESIS DAN SELULOSA ASETAT

KOMERSIAL YANG DIVARIASIKAN DENGAN

POLIPROPILENA SEBAGAI BAHAN KEMASAN

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang Perbandingan Sifat Matriks Komposit Polimer Selulosa Asetat Sintesis dan Selulosa Asetat Komersial yang Divariasikan dengan Polipropilen Sebagai Bahan Kemasan. Dalam penelitian ini dicampuran selulosa asetat dan polipropilen dengan perbandingan massa 1:9; 2:8; 3:7 menggunakan pelarut xilen dengan metode refluks. Hasil refluks didinginkan dan dikeringkan lalu dicetak dengan alat hot press sehingga akan dihasilkan lembaran dengan ketebalan tertentu. Dari hasil pengujian FTIR diperoleh bahwa matriks komposit polimer yang dihasilkan hanya terjadi interaksi fisika yaitu ikatan hidrogen. Uji tarik terhadap matriks polimer diperoleh yang terbaik adalah pada matriks selulosa asetat sintesis dan polipropilen 1:9 (tegangan 26,6665 MPa, regangan 12,2969%). Uji DTA matriks selulosa asetat komersial dan polipropilen 2:8 menunjukan hasil yang lebih baik (titik leleh 168 0C, titik dekomposisi 380 0C). Nilai daya serapan air pada matriks selulosa asetat komersial dan polipropilen 2:8 menunjukan hasil yang lebih tinggi yaitu 0,9956 %. Hasil uji biodegradasi diperoleh degradasi yang lebih besar pada matriks selulosa asetat komersial dan polipropilen 3:7 dalam tanah sampah setelah 30 hari yaitu sebesar 0,4145%.


(21)

COMPARISON ON THE NATURE OF POLYMER MATRIX

COMPOSITE CELLULOSE ACETATE SYNTHESIS AND

CELLULOSE ACETATE COMMERCIAL VARIED WITH

POLYPROPYLENE FOR PACKAGING

ABSTRACT

The research of comparison on the nature of Polymer Matrix Composite Cellulose Acetate Synthesis and Cellulose Acetate Commercial Varied by Polypropylene for Packaging have been done. In this study, cellulose acetate and polypropylene are mixed with a mass ratio of 1:9; 2:8; 3:7 using xylene as a solvent under reflux method. The results of reflux is cooled and dried and then printed with a hot press so that will be produced film with a certain thickness. From the test results obtained by FTIR that the result of polymer composite matrix only physical interactions namely hydrogen bonds. It obtained the best in tensile test of matrix polymer when matrix cellulose acetate synthesis and polypropylene is 1:9 (stress 26.6665MPa, strain 12.2969%). DTA test matrix cellulose acetate commercial and polypropylene 2:8 showed better results (melting point 168 0C, decomposition point 380 0C). The value of water absorption capacity on commercial cellulose acetate matrix and polypropylene 2:8 showed a higher yield that is 0.9956%. Biodegradation test results obtained by a greater degradation in the matrix of cellulose acetate commercial and polypropylene 3:7 in the waste soil after 30 days that is equal to 0.4145%.

Keywords: Cellulose Acetate; Packaging; Polymer Matrix Composites; Biodegradation.


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kemasan plastik saat ini mendominasi industri makanan di Indonesia, menggeser penggunaan kemasan logam dan gelas (Elisa dan Mimi, 2006). Penggunaan plastik sebagai pengemas pangan terutama karena keunggulannya dalam hal bentuknya yang fleksibel sehingga mudah mengikuti bentuk pangan yang dikemas, berbobot ringan, tidak mudah pecah, bersifat transparan/tembus pandang, mudah diberi label dan dibuat dalam aneka warna, dapat diproduksi secara massal, harga relatif murah dan terdapat berbagai pilihan bahan dasar plastik (Anonimous, diunduh Desember 2010). Salah satu bahan plastik yang sering digunakan adalah polipropilen (PP) hal ini dikarenakan polipropilen memiliki sifat yang lebih kuat dan lebih tahan dari pada polietilen. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Husniah Rubiana Thamrin Akib mengatakan, kemasan plastik berbahan polietilen (PE) dan polipropilen (PP) paling aman digunakan untuk makanan jika dibandingkan jenis kemasan plastik yang lain

.

Saat ini penggunaan plastik sebagai bahan pengemas menghadapi berbagai persoalan lingkungan, yaitu tidak dapat didaur ulang dan tidak dapat diuraikan secara alami oleh mikroba di dalam tanah, sehingga terjadi penumpukan sampah plastik yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan bagi lingkungan. Kelemahan lain adalah bahan utama pembuat plastik yang berasal dari minyak bumi, yang keberadaannya semakin menipis dan tidak dapat diperbaharui. Sehingga saat ini banyak penelitian yang dilakukan dengan memanfaatkan bahan - bahan dari alam untuk menghasilkan suatu bahan kemasan dengan harapan dapat terurai di alam sehingga dapat mengurangi pencemaran lingkungan, diantaranya adalah: R. Mitman (2006) yang mengkaji pembuatan plastik selulosa yang lebih kuat dengan proses larutan ionik. Antonius Sitorus (2009) juga telah melakukan penelitian pembuatan bahan komposit yang


(23)

mudah terbiodegradasi dari matriks polivinil klorida (PVC) dengan bahan pemlastis stearin dan bahan pengisi serat tandan kosong sawit (TKS) dan pati singkong (PSK) dengan benzoil peroksida (BPO) sebagai inisiator. Kemudian J.E. Bruna et al (2010) juga melakukan penelitian dengan menggabungkan selulosa asetat dengan monmorilonit yang telah dimodifikasi dalam larutan CuSO4 (MMTCu2+) sebagai

material polimer baru untuk bahan kemasan makanan.

  Tandan Kosong Sawit (TKS) yang merupakan limbah terbesar yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit, hingga saat ini pemanfaatannya belum dilakukan secara optimal. Sejauh ini pemanfaatan yang dilakukan hanya terbatas untuk pengeras jalan, dijadikan pupuk serta digunakan sebagai penetral pH. Kandungan α-selulosa yang besar di dalam TKS memungkinkan untuk mengolah TKS menjadi pulp, dari TKS kering dapat dihasilkan 40-70% pulp dengan proses organosolv pulping kandungan selulosa yang besar ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan selulosa asetat. Asnetty Maria Amin (2000) mahasiswa Pasca- sarjana Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung telah memanfaatkan tandan kosong kelapa sawit (TKS) sebagai bahan untuk menghasilkan selulosa asetat dengan menggunakan proses Emil Heuser yang menggunakan asam fosfat sebagai pelarut dan asam asetat glasial sebagai acetylating agent yang menghasilkan selulosa asetat dengan kadar asetil 39-41 %. Saat ini Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) juga sudah membuat selulosa asetat dari tandan kosong kelapa sawit.

Selulosa asetat adalah polimer turunan dari selulosa, yang merupakan salah satu polisakarida yang berlimpah di alam (Rimdusit, 2008). Selulosa asetat dianggap sebagai polimer yang potensial untuk diaplikasikan sebagai bahan yang biodegradable (Hoenich, 2006). Penggunaan selulosa asetat diantaranya adalah sebagai material membran, filter rokok, tekstil, plastik, industri makanan dan farmasi, dan masih banyak lagi (Hinterstoisser, Akerholm, dan Salmean, 2003). Sifat-sifat teknis selulosa asetat ditentukan oleh derajat substitusi yang berperan terhadap kecocokannya dengan pembuat plastik maupun terhadap kelarutannya dalam pelarut


(24)

derajat substitusi juga berpengaruh terhadap karakter fisik produk yang dihasilkan, selulosa asetat yang mempunyai derajat substitusi asetil yang tinggi menunjukkan kelarutan yang rendah dalam pelarut, tetapi menghasilkan produk yang mempunyai karakter fisik yang sangat baik.

Berdasarkan uraian - uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan memanfaatkan selulosa asetat yang telah disintesis oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) yang dibandingkan dengan selulosa asetat komersial. Kedua selulosa asetat dicampurkan dengan variasi berat terhadap polipropilen serta melihat sifat mekanis dari matriks polimer yang dihasilkan, sifat termal, perubahan gugus fungsi, uji serapan air, serta sifat biodegradasinya di alam.

1.2Permasalahan

Adapun permasalah pada penelitian ini:

1. Bagaimanakah perbedaan sifat matriks polimer yang dihasilkan dengan penggunaan selulosa asetat hasil sintesis Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) dengan selulosa asetat komersial

2. Bagaimanakah pengaruh perbandingan selulosa asetat dengan polipropilen terhadap kekuatan matriks polimer yang dihasilkan.

3. Bagaimana sifat biodegradasi matriks polimer yang dihasilkan.

1.3 Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini permasalahan ini dibatasi pada:

1. Selulosa asetat yang digunakan dihasilkan dari asetilasi selulosa dari tandan kosong kelapa sawit yang telah disintesis oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) dan selulosa asetat komersial.

2. Polipropilen yang digunakan adalah polipropilen komersial yang dijual dipasaran.

3. Perbandingan selulosa asetat dengan polipropilen adalah 1:9; 2:8; 3:7. 4. Pelarut yang digunakan adalah xilen.


(25)

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan sifat matriks polimer yang dihasilkan dengan membandingkan penggunaan selulosa asetat hasil sintesis Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) dan selulosa asetat komersial serta pengaruh perbandingan selulosa asetat dengan polipropilen dan juga sifat biodegradasi matriks polimer yang dihasilkan.

1.5 Manfaat Penelitian

Informasi yang diperoleh dari penelitian terhadap penggunaan selulosa asetat hasil sintesis Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) dengan selulosa asetat komersial dengan polipropilen dari matriks yang dihasilkan dalam penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi dunia industri kemasan sebagai acuan untuk menghasilkan plastik yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan bahan (selulosa asetat) yang dapat terurai di alam dan dapat meningkatkan nilai ekonomis dari limbah tandan kosong kelapa sawit yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit.

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian laboratorium dengan menggunakan selulosa asetat hasil asetilasi selulosa yang diperoleh dari tandan kosong kelapa sawit oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) yang akan dibandingkan dengan selulosa asetat komersial dan memvariasikan perbandingan selulosa asetat dengan polipropilen (1:9; 2:8; 3:7) sebagai variabel bebas dengan menggunakan pelarut xilen, sehingga akan dihasilkan bentuk film yang selanjutnya akan diuji karakteristik mekanisnya dengan uji tarik, uji gugus fungsi dengan FTIR, uji permukaan (SEM), uji serapan air dan juga uji biodegradasi dari matriks polimer sebagai variabel terikat.


(26)

1.7 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Oleokimia, Kelompok Peneliti Pengolahan Hasil dan Mutu Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), sedangkan untuk uji tarik dilakukan di laboratorium penelitian FMIPA-USU, untuk uji SEM dilakukan di Laboratorium Geologi Kuarter PPGL, Bandung dan uji DTA dilakukan di Perguruan Teknologi Kimia Industri (PTKI).


(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemasan

Kemasan merupakan salah satu proses yang paling penting untuk menjaga kualitas produk makanan selama penyimpanan, transportasi, dan penggunaan akhir. Kemasan yang baik tidak hanya sekedar untuk menjaga kualitas makanan tetapi juga secara signifikan memberikan keuntungan dari segi pendapatan, Selama distribusi, kualitas produk pangan dapat memburuk secara biologis dan kimiawi maupun fisik. Oleh karena itu, kemasan makanan memberikan kontribusi untuk memperpanjang masa simpan dan mempertahankan kualitas dan keamanan produk makanan (Jun H. Han, 2005). Berdasarkan bahan dasar pembuatannya maka jenis kemasan pangan yang tersedia saat ini adalah kemasan kertas, gelas, kaleng/logam, plastik, dan kemasan komposit atau kemasan yang merupakan gabungan dari beberapa jenis bahan kemasan, misalnya gabungan antara kertas dan plastik, kertas dan logam. Masing-masing jenis bahan kemasan ini mempunyai karakteristik tersendiri, dan ini menjadi dasar untuk pemilihan jenis kemasan yang sesuai untuk produk pangan (Elisa dan Mimi, 2006).

Yokoyama (1985) menyarankan syarat yang diperlukan untuk menghasilkan kemasan yaitu :

1. Jumlahnya berlimpah

2. Material yang digunakan layak dan efisien sebagai kemasan 3. Struktur dan bentuknya sesuai

4. Menyenangkan

5. Pertimbangan pembuangan

Penggunaan plastik sebagai pengemas pangan terutama karena keunggulannya dalam hal bentuknya yang fleksibel sehingga mudah mengikuti bentuk pangan yang dikemas, berbobot ringan, tidak mudah pecah, bersifat transparan/tembus pandang,


(28)

mudah diberi label dan dibuat dalam aneka warna, dapat diproduksi secara massal, harga relatif murah dan terdapat berbagai jenis pilihan bahan dasar plastik.

2.2Polipropilen

Salah satu bahan plastik yang umum digunakan adalah polipropilen (PP).  Monomer-monomer penyusun rantai polipropilen adalah propilena yang diperoleh dari pemumian minyak bumi. Propilena, merupakan senyawa vinil yang memiliki struktur : CH2=CH-CH3. Secara industri polimerisasi polipropilena dilakukan dengan menggunakan katalisasi koordinasi. Proses polimerisasi ini akan menghasilkan suatu rantai linear yang terbentuk -A-A-A-A- dengan A merupakan propilena. Polipropilen biasanya didaur-ulang, dan simbol daur ulangnya adalah nomo Wikipedia, diunduh Desember 2010). Struktur tiga dimensi dari propilena dapat terjadi dalam tiga bentuk yang berbeda berdasarkan posisi relatif dari gugus metil satu sama lain di dalam rantai polimernya. Ketiga struktur tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.1Struktur Tiga Dimensi dari Polipropilen

Kebanyakan polipropilena komersial merupakan isotaktik, Polipropilena memiliki titik lebur ~160 °C (320 °F), sebagaimana yang ditentukan Differential Scanning Calorimetry (http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Polypropylen.Svg,Desember 2010).


(29)

Ciri-ciri plastik jenis ini biasanya transparan tetapi tidak jernih atau berawan, keras tetapi fleksibel, kuat, permukaan berlilin, tahan terhadap bahan kimia, panas dan minyak. Merupakan pilihan bahan plastik yang baik untuk kemasan pangan, tempat obat, botol susu, sedotan. Polipropilena juga lebih kuat dan lebih tahan dari polietilena

(Anonimous, diunduh Desember 2010).

2.3 Tandan Kosong Kelapa Sawit

Pengolahan perkebunan kelapa sawit saat ini dituntut tidak hanya berorientasi pada produktivitas semata, namun juga harus ramah lingkungan. Kecendrungan pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang mengarah pada konsep zero waste merupakan salah satu upaya menjawab tuntutan tersebut. Salah satu tindakan nyata dalam penerapan konsep zero waste adalah pengolahan limbah tandan kosong kelapa sawit (TKS). Dalam pengolahan 1 ton tandan buah segar (TBS) akan menghasilkan 220 Kg tandan kosong kelapa sawit dan diperkirakan saat ini limbah TKS di Indonesia mencapai 20 juta ton (Eko Noviandi Ginting dan Suroso Rahutomo, 2008). Sifat kimia dari Tandan kosong kelapa sawit sebagai bahan organik dapat kita lihat dalam table 2.1 berikut:

Table 2.1Komposisi Kimia Tandan Kosong Kelapa Sawit

No Komposisi Kimia Komposisi (%)

1 lignin 22,60

2 pentosan 25,90

3 α-selulosa 45,80

4 holoselulosa 71.88

5 abu 1,6

6 pektin 12,85

7 kelarutan dalam:

1% NaOH 19,50

air dingin 13,89

air panas 2,50

alkohol-benzen 4,20


(30)

Tandan Kosong Sawit (TKS) hingga saat ini pemanfaatannya belum dilakukan secara optimal, sejauh ini pemanfaatan yang dilakukan hanya terbatas untuk pengeras jalan, dijadikan pupuk serta digunakan sebagai penetral pH. Kandungan α - selulosa yang besar didalam TKS memungkinkan untuk mengolah TKS menjadi pulp, dimana dari TKS kering dapat dihasilkan 40-70% pulp dengan proses organosolv pulping. kandungan selulosa yang besar ini mungkin juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan selulosa asetat (Asnetty Maria Amin, 2000).

2.3.1 Struktur dan Sifat Selulosa

Selulosa merupakan konstituen utama kayu. Kira-kira 40-45 % bahan kering dalam kebanyakan spesies kayu adalah selulosa (Eero Sjostrom,1995). Selulosa terdapat pada semua tanaman dari pohon tingkat tinggi hingga organisme primitif seperti rumput laut, flagelata, dan bakteria (Dietrich Fengel dan Gerd Wegener, 1995). Selulosa merupakan homopolisakarida yang tersusun atas unit-unit -D-glukopiranosa yang terikat satu sama lain dengan ikatan-ikatan glikosida (14).

Gambar 2.2Struktur Selulosa

Molekul-molekul selulosa seluruhnya berbentuk linear dan mempunyai kecendrungan kuat membentuk ikatan-ikatan hidrogen intra dan intermolekul. Berkas-berkas molekul selulosa membentuk agregat bersama-sama dalam bentuk mikrofibril, dalam mana tempat-tempat yang sangat teratur (kristalin) diselingi dengan tempat-tempat yang kurang teratur (amorf). Mikrofibril membentuk fibril-fibril dan akhirnya serat-serat selulosa. Sebagai akibat dari struktur yang berserat-serat dan ikatan-ikatan hidrogen


(31)

yang kuat selulosa mempunyai kekuatan tarik yang tinggi dan tidak larut dalam kebanyakan pelarut.

Setiap unit -D-glukopiranosa di dalam rantai selulosa mempunyai tiga gugus hidroksil reaktif, dua sekunder (HO-2, HO-3) dan satu primer (HO-6) maka keasaman dan kecendrungan untuk terurai naik sesuai dengan urutan: HO-6 < HO-2 < HO-3 oleh karena itulah HO-2 mudah untuk tereterifikasi, tetapi untuk esterifikasi HO-6 memiliki reaktivitas yang tinggi dibandingkan dengan gugus OH lainnya (Eero Sjőstrőm,1995). Untuk mengetahui kualitas dari selulosa, antara lain dengan pemantauan derajat polimerisasi (DP). Berdasarkan derajat polimerisasi dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu :

1. Selulosa  (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan derajat polimerisasi 600 - 1500. Selulosa  dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa.

2. Selulosa (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan derajat polimerisasi 15 - 90, dapat mengendap bila dinetralkan.

3. Selulosa (Gamma cellulose) adalah sama dengan selulosa , tetapi derajat polimerisasinya kurang dari 15.

Selulosa α merupakan kualitas selulosa yang paling tinggi (murmi). Selulosa α > 92% memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan propelan dan atau bahan peledak. Sedangkan selulosa kualitas dibawahnya digunakan sebagai bahan baku pada industri kertas dan industri sandang/kain (Umar S. Tarmansyah, 2007).

Morfologi selulosa mempunyai pengaruh yang besar pada reaktivitasnya. Gugus-gugus hidroksil yang terdapat dalam daerah-daerah amorf sangat mudah dicapai dan mudah bereaksi, sedangkan gugus-gugus hidroksil yang terdapat dalam


(32)

daerah-daerah kristalin dengan berkas yang rapat dan ikatan antar rantai yang kuat mungkin tidak dapat dicapai sama sekali. Pembengkakan awal selulosa diperlukan baik dalam eterifikasi (alkali) maupun dalam esterfikasi (asam) (Eero Sjőstrőm, 1995).

2.3.2 Asetilasi Selulosa

Selulosa dapat dimodifikasi melalui reaksi esterifikasi, hal ini disebabkan karena gugus OH pada selulosa merupakan gugus-gugus polar yang dapat diganti oleh gugus-gugus atau senyawa-senyawa nukleofil dalam larutan asam kuat. Secara teoritis pembentukan ester selulosa adalah mungkin dengan semua asam anorganik maupun organik. Adanya tiga gugus OH pada setiap unit glukosa memungkinkan pembentukan mono, di, atau triester. Saling pengikatan gugus-gugus OH dengan ikatan hidrogen didalam struktur supramolekul selulosa dipecah sebagian atau keseluruhan selama esterifikasi. Masuknya gugus ester menghancurkan rantai-rantai selulosa, hingga strukturnya sangat berubah atau bahkan rusak.

Pembentukan ester yang lebih cepat dan sama dapat diperoleh dengan cara perlakuan awal selulosa menggunakan air atau asam asetat. Kecepatan asetilasi selulosa yang membengkak-awal kira-kira tiga kali lebih tinggi daripada selulosa yang tidak membengkak. Pembengkakan awal jelas membuka jalan untuk media pengasetilasi mencapai daerah yang teratur dengan lebih mudah. Perlakuan awal dengan H2SO4 encer, larutan ammonia dan etilena diamin dapat mempercepat

asetilasi. Pada umumnya anhidrida asetat digunakan sebagai media asetilasi. Reaksi asetilasi juga membutuhkan adanya katalisator, asam sulfat dan asam perklorat telah terbukti paling efektif (Dietrich Fengel dan Gerd Wegener,1995).


(33)

Menurut Eero Sjőstrőm (1995) Asetilasi selulosa yang dikatalisis dengan asam berlangsung menurut persamaan reaksi sebagai berikut:

Gambar 2.3Asetilasi Selulosa yang Dikatalisis dengan Asam

Setelah protonasi anhidrida asetat ion karbonium elektrofil yang dibentuk ditambahkan pada atom oksigen hidroksil nukleofil selulosa. Zat antara ini kemudian terurai kemudian menjadi selulosa asetat dan asam asetat dengan membebaskan proton.

2.3.3 Selulosa Asetat

Selulosa asetat merupakan ester yang paling penting yang berasal dari asam organik. Bila dibandingkan dengan selulosa nitrat, selulosa asetat tidak mudah terbakar (Dietrich Fengel dan Gerd Wegener,1995). Berdasarkan SNI 06-2115-1991 defenisi Selulosa asetat adalah selulosa yang berupa gugusan hidroksilnya digantikan oleh gugusan asetil (-OCCH3) dengan rumus kimia: [C6H7O2 (COOCH3)x]y,

berbentuk padatan putih tidak beracun, tak berasa, tak berbau, untuk pembuatan serat. Selulosa asetat telah dipakai secara luas diantaranya sebagai material membran, filter rokok, tekstil, plastik dan industri makanan serta farmasi. Hingga saat ini selulosa asetat diketahui mempunyai sifat yang sangat baik sebagai polimer alam didasarkan oleh dua alasan berikut yaitu:


(34)

1. Mempunyai derajat polimerisasi yang tinggi dan orientasi molekulnya linear. 2. Kemampuannya membentuk ikatan hidrogen inter dan intrarantai yang stabil

dengan molekulnya sendiri maupun terhadap molekul tetangganya untuk membentuk mikrofibril (Hinterstoisser, Akerholm dan salmean, 2003).

Menurut Ranby dan Rydholm (1956) dalam Eero Sjőstrőm (1995); Fengel dan Wegener (1995) terdapat hubungan antara derajat substitusi terhadap pelarut maupun aplikasi dari selulosa asetat seperti pada table 2.2 berikut:

Table 2.2Hubungan antara Derajat Substitusi terhadap Pelarut maupun Aplikasi dari Selulosa Asetat

No Derajat Substitusi Pelarut Aplikasi

1 0,6-0,9 Air -

2 1,2-1,8 2-metoksietanol Pernis dan Plastik

3 1,8-1,9 Air-Propanol-Kloroform Tekstil, Komposit

4 2,2-2,3 Aseton Pernis dan Plastik

5 2,3-2,4 Aseton Rayon asetat

6 2,5-2,6 Aseton Film sinar-X

7 2,8-2,9 Metilena Klorida-Etanol lembaran Penginsulasi

8 2,9-3,0 Metilena Klorida Tekstil

Shibata et al (2010) menyebutkan bahwa derajat substitusi juga berpengaruh terhadap karakter fisik produk yang dihasilkan, selulosa asetat yang mempunyai derajat substitusi asetil yang tinggi menunjukkan kelarutan yang rendah dalam pelarut, tetapi menghasilkan produk yang mempunyai karakter fisik yang sangat baik.

Secara umum pembuatan selulosa asetat yaitu selulosa sebagai bahan dasar direaksikan dengan pelarut asam asetat atau asetat anhidrat dengan adanya katalis untuk sintesis selulosa asetat. Dalam sintesis ini asam asetat berfungsi sebagai pelarut, asam sulfat berfungsi sebagai katalis dan asetat anhidrat sebagai donor asetil. Reaksi umum sintesis selulosa asetat dapat dilihat pada gambar 2.4 sebagai berikut :


(35)

Gambar 2.4Reaksi Sintesis Selulosa Asetat (http://Wikipedia, diunduh

Desember 2010)

Berdasarkan derajat substitusinya selulosa asetat dapat dibagi menjadi tiga yaitu: 1. Selulosa monoasetat dengan derajat substitusi (DS) 0 < DS < 2 larut dalam

aseton dan mempunyai titik leleh 2350C.

2. Selulosa diasetat dengan derajat substitusi (DS) 2,0 – 2,8 dengan kandungan % asetilnya 35 – 43,5 % dengan titik leleh 2350C

3. Selulosa triasetat dengan derajat substitusi (DS) 2,8 – 3,0 mempunyai kandungan asetil 43,5 – 44,8 % dengan titik leleh 265 – 295 0C.

Derajat substitusi selulosa asetat adalah 0 – 3 dan meningkatnya derajat substitusi akan meningkatkan titik leleh dari selulosa asetat (Misdawati, 2008).


(36)

2.4 Komposit

Komposit adalah material yang dibentuk dari dua atau lebih material dasar yang mempunyai sifat lebih baik dari material pembentuknya. Menurut keberadaannya komposit ada dua jenis yaitu:

1. Komposit alam (kayu, gigi, tulang)

2. Komposit buatan ( semen beton, fiber reinforce, be metal)

Komposit dapat dinyatakan sebagai hasil manipulasi orde satu atau hasil manipulasi sifat makroskopis material yang dikenal dan mulai dibuat sejak awal tahun 1972.

Komposit dibuat karena ingin mendapatkan suatu bahan baru yang mempunyai sifat sebagai, (A+B)/2 = X dimana X > (A+B)/2, sifat ini disebut sebagai sifat sinergitik. Sebagai contoh bahan karet + karbon = ban. Sifat yang diinginkan oleh komposit antara lain:

1. Kekuatan ( strength) 2. Kekokohan (stiffness)

3. Tahan korosi (corrosion resistance) 4. Tahan keausan (wear resistance) 5. Menarik (attractiviness)

6. Masalah berat (weight) 7. Unsur kelelahan ( ftique life)

8. Ketahanan temperatur (temperature depended) 9.Konduktivitas termal (thermal behavior conductivity)

10. Insulasi panas (thermal insulation) dan insulasi akustik ( acustic insulation) Komposit juga dapat diklasifikasikan kedalam tiga kelompok yaitu:

1. Komposit serat (fibricus composite), yaitu komposit yang terdiri dari serat dan matriks (bahan dasar) yang diproduksi secara fabrikasi, misalnya serat yang ditambah resin sebagai bahan perekat. Sebagai contoh ialah FRP

(fiber reinforce plastic), PCB (pulp cement board).

2. Komposit lapis (laminated composite), yaitu komposit yang terdiri dari lapisan dan matriks, yaitu lapisan yang diperkuat oleh resin sebagai contoh


(37)

plywood, laminated glass yang sering digunakan sebagai bahan bangunan dan kelengkapannya.

3. Komposit partikel (particulate composite), komposit yang terdiri dari partikel dan matriks.

Sifat-sifat mekanik komposit yaitu:

1. Sifat mikromekanik, mempelajari komposit sebagai bahan yang inhomogenis yaitu menelaah interaksi antara filler (isian) dengan matriks khususnya kerekatan antara filler dan matriks.

2. Sifat makromekanik, mempelajari sifat makro komposit sebagai bahan yang homogen yang dapat menerima aksi dari luar (Arijanto S.W., 2002)

2.4.1 Antar Muka Pengisi-Matriks Komposit

Pada umumnya suatu bahan komposit terdiri dari dua fasa yang berlainan yang dipisahkan oleh antar muka kedua fasa tersebut. Daya sentuh dan daya kohesif antar muka sangat penting, karena antar muka pengisi-matriks berfungsi untuk memindahkan beban (tegangan) dari fasa matriks ke fasa pengisi, (Hull, 1992 dalam Faisal, 2008).

Untuk kerja dan stabilitas dari bahan komposit yang diperkuat oleh serat tergantung kepada suatu ikatan antar muka antara serat dan matriks. Pada komposit-komposit yang diperkuat dengan pengisi alami biasanya terdapat suatu kekurangan pada adhesi antar muka di antara serat-serat selulosa hidrofilik dengan resin-resin hidrofobik yang berpengaruh terhadap ketidakserasian (incompability). Keberadaan senyawa-senyawa waxy pada permukaan serat juga akan berakibat tidak efektifnya ikatan antara resin dengan serat serta mengakibatkan pembasahan pada permukaan yang tidak baik. Selain hal tersebut di atas, keberadaan air dan gugus-gugus hidroksil khususnya daerah amorf melemahkan kemampuan dari serat untuk memperbaiki karakteristik adhesi dengan bahan pengikat. Kandungan air dan penyerapan kelembapan yang tinggi pada serat-serat selulosa menyebabkan pembengkakan


(38)

(swelling) dan efek pemplastikan yang menyebabkan ketidakstabilan dimensional dan menurunkan sifat-sifat mekanik, (Faisal, 2008). Pemindahan beban ini bergantung pada daya ikatan yang terbentuk pada antar muka.

Ada berbagai teori yang menerangkan pengikatan pada antar muka dan kebanyakannya melibatkan ikatan kimia dan mekanik. Menurut Hull (1992) dan Schwartz (1983) terdapat lima mekanisme pada antar muka yaitu:

1. Adsorpsi dan Pembasahan.

Untuk pembasahan pengisi yang baik, leburan fasa matriks (resin) harus menutupi seluruh permukaan pengisi agar udara dapat disingkirkan.

2. Interdifusi

Suatu ikatan akan terbentuk apabila molekul-molekul polimer meresap dari suatu permukaan ke dalam struktur molekul permukaan yang lain. Kekuatan ikatannya bergantung pada jumlah kekusutan molekul dan jumlah molekul yang terlibat. Jumlah peresapan bergantung pada konfirmasi molekul, konstituen yang terlibat dan kemudahan pergerakan molekul. Selain itu, resapan juga dapat ditingkatkan dalam kehadiran pelarut dan pemplastik.

3. Daya Tarikan Elektrostatik

Pengikatan daya tarikan elektrostatik berhasil apabila terdapat perbedaan kutub antara dua konstituen. Kekuatan pengikatan bergantung pada perbedaan kutub antara dua konstituen ini. Mekanisme ini tidak begitu berpengaruh kepada ikatan antar muka kecuali apabila agen penghubung digunakan.

4. Pengikatan Kimia

Pengikatan kimia terjadi apabila komposit digunakan bersama-sama agen penghubung atau bahan penyerasi. Pengikatan terbentuk sebagai hasil suatu reaksi kimia antara senyawa kimia di atas permukaan pengisi (fasa penguat) dengan senyawa kimia yang serasi dengan matriks. Kekuatan pengikatannya bergantung pada jenis ikatan kimia.


(39)

5. Pengikatan mekanik

Pengikatan mekanik berlaku secara interlocking mekanik apabila geometri permukaan fasa matriks dan fasa pengisi tidak rata. Walau bagaimanapun, kekuatan pada arah tegangan melintang adalah lemah dibandingkan pada arah tegangan menegak. Beberapa faktor yang mempengaruhi pengikatan mekanik ialah kekasaran permukaan (faktor utama dan terpenting), aspek geometri, tekanan dalam dan tekanan residual yang berhasil pada saat proses fabrikasi, (Faisal, 2008).

2.5 Analisis

2.5.1 Pengujian Sifat Kekuatan Tarik (σt) dan Kemuluran (ε)

Sifat mekanis biasanya biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan tarik (σt) menggunakan alat pengukuran tensometer atau dinamometer, bila terhadap

bahan diberikan tegangan. Secara praktis kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum (Fmaks) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan,

dibagi dengan luas penampang bahan. Karena selama dibawah pengaruh tegangan, spesimen mengalami perubahan bentuk (deformasi) maka definisi kekuatan tarik dinyatakan dengan luas penampang semula (A0)

σt = Fmaks / Ao

selama deformasi, dapat diasumsikan bahwa volum spesimen tidak berubah, sehingga perbandingan luas penampang semula dengan penampang setiap saat, Ao/A = l/lo,

dengan l dan lo masing-masing adalah panjang spesimen setiap saat dan semula. Bila

didefenisikan besaran kemuluran (ε) sebagai nisbah pertambahan panjang terhadap panjang spesimen semula (ε = Δl/lo) maka diperoleh hubungan :

A = Ao/ (l + ε)

Hasil pengamatan sifat kekuatan tarik ini dinyatakan dalam bentuk kurva tegangan, yakni nisbah beban dengan luas penampang, terhadap perpanjangan bahan (regangan), yang disebut dengan kurva tegangan-regangan. Bentuk kurva tegangan-


(40)

regangan ini merupakan karakteristik yang menunjukkan indikasi sifat mekanis bahan yang lunak, keras, kuat, lemah, rapuh atau liat (Basuki wirjosentono,1995).

Gambar 2.5 Kurva Tegangan-Regangan untuk Beberapa Karakteristik Sifat Mekanis Bahan, (i) Lunak dan Tidak Kuat, (ii) Keras dan Rapuh, (iii) Lunak dan Liat, (iv) Keras dan Kuat, (v) Keras dan Liat (Basuki wirjosentono,1995).

2.5.2 Analisis Sifat Termal Bahan Polimer

Analisis termal bukan saja mampu untuk memberikan informasi tentang perubahan fisik sampel (misalnya titik leleh dan penguapan), tetapi terjadinya proses kimia yang mencakup polimerisasi, degradasi, dekomposisi, dan sebagainya. Dalam bidang campuran polimer (poliblen) pengamatan suhu transisi kaca (Tg) sangat

penting untuk meramalkan interaksi antara rantai dan mekanisme pencampuran beberapa polimer. Campuran polimer yang homogen akan menunjukkan satu puncak Tg (eksotermis) yang tajam dan merupakan fungsi komposisi. Tg campuran biasanya

berada diantara Tg dari kedua komponen, karena itu pencampuran homogen

digunakan untuk menurunkan Tg , seperti halnya plastisasi dengan pemlastis cair.

Pencampuran polimer heterogen ditujukan untuk menaikkan ketahanan bentur bahan polimer, seperti modifikasi karet dengan resin ABS. campuran polimer heterogen ini ditandai dengan beberapa puncak Tg , karena disamping masing-masing komponen


(41)

berbeda. Pengamatan termal campuran polimer juga dapat digunakan untuk menentukan parameter interaksi, yang merupakan faktor penurunan suhu leleh kristal (Basuki wirjosentono, 1995).

2.5.3 Spektrofotometer FT-IR

Spektrofotometer infra merah terutama ditujukan untuk senyawa organik yaitu menentukan gugus fungsional yang dimiliki senyawa tersebut. Pola pada daerah sidik jari sangat berbeda satu dengan yang lain, karenanya hal ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa tersebut. Penetapan secara kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan tinggi peak (transmitansi) pada panjang gelombang tertentu yang dihasilkan oleh zat yang diuji dan zat yang standar. Dalam ilmu material, analisa ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya reaksi atau interaksi antara bahan -bahan yang dicampurkan. Selain itu, nilai intensitas gugus yang terdeteksi dapat menentukan jumlah bahan yang bereaksi atau yang terkandung dalam suatu campuran (Antonius Sitorus, 2009).

2.5.4 Pengujian Scanning Electron Microscopy (SEM)

SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara makroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar X, elektron sekunder dan absorpsi elektron.

Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 µm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan tofografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Gambar tofografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh


(42)

menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar di monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket.

Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan dengan konduktivitas tinggi. Karena polimer mempunyai kondiktivitas rendah maka bahan perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan pengantar) yang tipis. Bahan yang biasa digunakan adalah perak, tetapi juga dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik digunakan emas atas campuran emas dan palladium (Rusdi Rafli, 2008).

2.5.5 Uji Serapan Air (Water Absorption)

Pengujian serapan air didefinisikan: (1) Jumlah air yang diserap oleh material komposit ketika direndam dalam air untuk jangka waktu ditetapkan. (2) Rasio berat air yang diserap oleh material, dengan berat bahan kering. Semua bahan polimer organik akan menyerap air sampai batas tertentu yang mengakibatkan pembengkakan, melarutkan, pencucian, plastisizing dan / atau hidrolisis, peristiwa yang dapat menyebabkan perubahan warna, kehilangan sifat mekanik dan listrik, resistensi yang lebih rendah terhadap panas dan cuaca dan tekanan yang menakibatkan keretakan (http://composite.about.com/library/glossary/w/bldef-w6012.htm, diunduh 5mei 2011).

Penyerapan air digunakan untuk menentukan jumlah air yang diserap dalam kondisi tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan air meliputi:

1. Jenis plastik

2. Aditif yang digunakan

3. Temperatur dan lamanya paparan.

Penyerapan air dinyatakan sebagai peningkatan persen berat. Rumusnya adalah sebagai berikut :

Persen Penyerapan air = [(Basah berat - berat kering) / berat kering] x 100 (http://www.plastribution.co.uk/, diunduh April 2011).


(43)

2.5.6 Pengujian Sifat Biodegradabilitas

Beberapa simulasi di laboratorium digunakan untuk mengukur biodegradasi. Degradasi dilakukan di kompos, tanah atau air laut, dalam sebuah reaktor terkontrol. Walaupun lingkungannya sangat berbeda dengan kondisi uji di lapangan, parameter eksternal (temperatur, pH, kelembaban, dll) dapat dikontrol dan ditentukan, dan peralatan analitik dapat difungsikan lebih baik (misalnya analisis residu dan intermediat, penentuan evaluasi CO2 atau konsumsi O2). Untuk mengurangi waktu

pengujian penambahan nutrisi dapat meningkatkan aktivitas mikroba dan mempercepat degradasi (Pagga, 1998)

Prosedur analitik untuk mengamati biodegradasi antara lain dengan : pengamatan visual, perubahan sifat mekanik dan massa molar, pengukuran pengurangan berat (penentuan polimer residu), konsumsi O2/ perubahan CO2,

penentuan biogas, pelabelan radio aktif, pembentukan daerah nyata (pada cawan agar), pengukuran DOC, penurunan densitas optik, penurunan ukuran partikel, dan penentuan asam bebas. Standarisasi uji biodegradasi terbagi berdasarkan lingkungan uji yakni:

a. Pengujian kompos

b. Pengujian biodegradasi anaerobik c. Pengujian biodegradasi di tanah

Metode skrining mikroorganisme dan zona terang (clear zone) diaplikasikan untuk mengetahui penyebaran mikroorganisme pengurai polimer plastik dan perbandingannya terhadap jumlah total mikroorganisme (Müller, 2005).


(44)

BAB 3

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1 Bahan

1. Selulosa asetat dari tandan kosong kelapa sawit hasil sintesis Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS)

2. Selulosa asetat komersial (% asetil 38,9%, BM 30.000 g/mol) 3. Kalium Hidroksida p.a

4. Asam klorida 37 % 5. Diklorometan p.a 6. Etanol p.a

7. Xilen p.a 8. Polipropilen

9. Dinatrium tetraborat p.a

10.Larutan Indikator phenolftalein 11.Larutan Indikator metil merah

3.2 Alat

1. Alat – alat gelas pyrex

2. Pendingin bola schott & Gen Mainz 3. Hotplate stirrer IKA RET Basic C 4. Magnetic stirrer

5. Neraca analitis ohaus

6. Seperangkat alat FT-IR BRUKER 7. Seperangkat alat SEM

8. Seperangkat alat DTA 9. Seperangkat alat uji tarik 10.Cawan porselin


(45)

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Pembuatan Larutan HCl 0,5 M (HCl 0,5 N)  Dipipet sebanyak 41,4594 ml HCl 37 %

 Dimasukkan ke dalam labu takar 1L yang sebelumnya sudah diisi akuades ± 300 ml

 Ditambahkan akuades sampai garis batas  Dihomogenkan

3.3.2 Standarisasi Larutan HCl 0,5 M (HCl 0,5 N) dengan Dinatrium Tetrahidroborat (Na2B4O7)

 Ditimbang 0,1 gram Na2B4O7 lalu ditambahkan dengan akuades sampai

volumnya 25 ml  Dihomogenkan

 Ditambahkan tiga tetes larutan indikator metil merah  Dititrasi sampai larutan berubah warna menjadi merah  Dicatat volum larutan HCl yang terpakai

 Ditentukan molaritas larutan HCl dengan rumus:

M = ………(1)

3.3.3 Pembuatan Larutan KOH 0,5 M (KOH 0,5 N)  Ditimbang 28,0550 gram KOH pellet

 Dimasukkan ke dalam labu takar 1 L

 Dilarutkan dengan akuades sampai garis batas  Dihomogenkan


(46)

3.3.4 Penentuan Derajat Substitusi (DS) Selulosa Asetat dari Tandan Kosong Kelapa Sawit

 Disiapkan dua buah Erlenmeyer

 Ditimbang 0,1 gram selulosa asetat lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer pertama

 Ditambahkan 20 ml campuran diklorometan : etanol (4 : 1) pada kedua erlenmeyer

 Diaduk selama 1 jam

 Ditambahkan 25 ml larutan KOH 0,5 N

 Dipanaskan dalam water bath selama 1 jam (pemanasan dilengkapi dengan pendingin bola)

 Didinginkan

 Ditambahkan 3 tetes larutan indikator phenolftalein  Dititrasi dengan larutan HCl

 Dicatat volum larutan HCl yang terpakai Perhitungan:

Derajat substitusi dari selulosa asetat dapat ditentukan dengan mengetahui bilangan penyabunan (SV) dengan menggunakan rumus :

SV = ………..(2)

SV = bilangan penyabunan 56,1 = berat molekul KOH T = Konsentrasi HCl (N)

Vo = volum HCl saat titrasi blanko (ml)

V1 = volum HCl saat titrasi selulosa asetat (ml)

m = massa selulosa asetat (gram)

Mengingat bilangan ester (EV) adalah jumlah milligram KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan ester dalam 1 gram sampel. Bilangan ester diperoleh dari persamaan :


(47)

EV = ……….(3) EV = bilangan ester (gr/gr)

Persen asetil dapat ditentukan dari bilangan ester:

% asetil = EV x 100% ………(4) Maka derajat substitusi dapat ditentukan dengan persamaan:

DS = ………..(5)

3.3.5 Pembuatan Matriks Polipropilen

 Ditimbang polipropilen sebanyak 20 gr dimasukkan kedalam labu leher tiga  Ditambahkan 150 ml xilen

 Dimasukkan magnetic stirrer  Dirangkai alat refluks

 Direfluks campuran selama 30 menit

 Dituangkan campuran ke dalam cawan petri  Dibiarkan selama satu malam

 Dihaluskan dengan alu dan lumpang

 Dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105 oC  Dicetak dengan alat hot press

 Dilakukan tes uji terhadap matriks polimer yang dihasilkan yaitu uji FTIR, uji tarik, uji DTA, uji SEM, uji serapan air, uji biodegradasi

3.3.6 Pembuatan Matriks Selulosa Asetat Hasil Sintesis PPKS dengan Polipropilen 1 : 9

 Ditimbang selulosa asetat sebanyak 2 gr dimasukkan kedalam labu leher tiga  Ditambahkan 150 ml xilen


(48)

 Direfluks campuran selama 15 menit

8 gr secara perlahan

lam cawan petri

pang

105 oC

er yang dihasilkan yaitu uji FTIR, uji

komersial dengan pol

3.3.7 Pembuatan Matriks Selulosa Asetat Hasil Sintesis PPKS dengan

 asetat sebanyak 4 gr dimasukkan kedalam labu leher tiga

ama 15 menit

6 gr secara perlahan

lam cawan petri

pang

105 oC

er yang dihasilkan yaitu uji FTIR, uji tarik, uji DTA, uji SEM, uji serapan air, uji biodegradasi

 Ditambahkan polipropilen sebanyak 1  Direfluks selama 30 menit

 Dituangkan campuran ke da  Dibiarkan selama satu malam  Dihaluskan dengan alu dan lum  Dimasukkan ke dalam oven pada suhu  Dicetak dengan alat hot press

 Dilakukan tes uji terhadap matriks polim

tarik, uji DTA, uji SEM, uji serapan air, uji biodegradasi Dilakukan hal yang sama untuk matriks selulosa asetat ipropilen dengan perbandingan 1 : 9

Polipropilen 2 : 8

Ditimbang selulosa

 Ditambahkan 150 ml xilen  Dimasukkan magnetic stirrer  Dirangkai alat refluks  Direfluks campuran sel

 Ditambahkan polipropilen sebanyak 1  Direfluks selama 30 menit

 Dituangkan campuran ke da  Dibiarkan selama satu malam  Dihaluskan dengan alu dan lum  Dimasukkan ke dalam oven pada suhu  Dicetak dengan alat hot press


(49)

Dilakukan hal yang sama untuk matriks selulosa asetat komersial dengan polipropilen dengan perbandingan 2 : 8

3.3.8 Pembuatan Matriks Selulosa Asetat Hasil Sintesis PPKS dengan Polipropilen 3 : 7

eher tiga

 ml xilen

menit

len sebanyak 14 gr secara perlahan

m

da suhu 105 oC

dihasilkan yaitu uji FTIR, uji rapan air, uji biodegradasi

Perlakuan untuk analisa DTA yaitu sampel dipanaskan (menggunakan pemanas sama senyawa pembanding yakni senyawa yang tidak mengalami  Ditimbang selulosa asetat sebanyak 6 gr dimasukkan kedalam labu l

Ditambahkan 150

 Dimasukkan magnetic stirrer  Dirangkai alat refluks

 Direfluks campuran selama 15  Ditambahkan polipropi

 Direfluks selama 30 menit

 Dituangkan campuran ke dalam cawan petri  Dibiarkan selama satu mala

 Dihaluskan dengan alu dan lumpang  Dimasukkan ke dalam oven pa  Dicetak dengan alat hot press

 Dilakukan tes uji terhadap matriks polimer yang tarik, uji DTA, uji SEM, uji se

Dilakukan hal yang sama untuk matriks selulosa asetat komersial dengan polipropilen dengan perbandingan 3 : 7

3.3.9 Uji DTA

yang sama) ber

perubahan selama pemanasan. Perbedaan suhu antara sampel dan pembanding diamati dan diplot terhadap suhu sampel yang menghasilkan kurva termogram DTA.


(50)

3.3.10 Uji Tarik

Film hasil spesimen dengan ketebalan 0,2 mm dipotong membentuk spesimen emuluran (uji tarik).

Gambar 3.1 Spesimen Uji Kekuatan Tarik Berdasarkan ASTM D – 638 – 72 – Type IV

Ked n dicatat

perubahan panjang (mm) berdasarkan besar kecepatan 50 mm/menit (Yazdani G., 00)

Analisa FTIR

Film hasil pencampuran dijepit pada tempat sampel kemudian diletakkan infra merah. Hasilnya akan direkam ke dalam kertas berskala

Analisa SEM dilakukan untuk mempelajari sifat morfologi dari film yang – rongga hasil pencampuran lulos

untuk pengujian k

ua ujung spesimen dijepit pada alat kemuluran kemudia

20

3.3.11

pada alat ke arah sinar

berupa aliran kurva bilangan gelombang terhadap intensitas.

3.3.12 AnalisaScanning Electron Microscopy (SEM)

dihasilkan. Hasil analisa SEM dapat kita lihat rongga

se a asetat dengan polipropilen. Informasi dari analisa ini akan mendapatkan gambaran dari seberapa baik selulosa asetat dengan polipropilen bercampur.


(51)

3.3.13 Uji Serapan Air  (Water Absorption

Metode ini dilakukan berdasarkan ASTM D-2842, matriks polimer komposit ang akan diuji dibiarkan terendam dalam waktu tertentu, selanjutnya kita dapat komposit tersebut. Berat polimer akan bertambah karena air masuk kedalam jaringan polim

y

melihat jumlah air yang telah masuk kedalam

er. Perhitungan berat komposit setelah perendaman yang dapat dihitung dengan rumus :

% 100    Wo Wo We Wg Keterangan :

Wg = Persentase pertambahan berat komposit We = Berat komposit setelah perendaman

posit sebelum perendaman

3.3.14 Uji Biodegradasi Film secara

lisa cara in vivo yang

idasarkan pembuatan kompos yaitu dengan cara : . 

kan selama satu bulan dengan Wo = Berat kom

In Vivo

Ana biodegradasi dari film yang dihasilkan dilakukan se d

 Dipotong film dengan ukuran (3 x 3) cm

Dikubur dalam tiga jenis tanah (tanah berpasir, tanah kebun dan tanah sampah). Penguburan dalam tanah dilaku

pengamatan setiap 10 hari.

 Laju degradasi sampel diamati berdasarkan pengurangan berat dan dikonfirmasi dengan analisa perubahan gugus fungsi dengan alat FTIR serta difoto perubahan permukaan sebelum dan sesudah penguburan.


(52)

3.4 Bagan Penelitian

.4.1 Penentuan Derajat Substitusi (DS) Selulosa Asetat dari Tandan Kosong Kelapa Sawit

Titrasi Blanko 3


(53)

Titrasi Sampel

   


(54)

(55)

3.4.3 Pembuatan Matriks Selulosa Asetat Hasil Sintesis PPKS dengan Polipropilen 1 : 9

Dilakukan hal yang sama untuk matriks selulosa asetat komersial dengan polipropilen dengan perbandingan 1 : 9


(56)

3. Pembuatan Matriks Selulosa Asetat Hasil Sintesis PPKS dengan Polipropilen 2 : 8

4.4

Dilakukan hal yang sama untuk matriks selulosa asetat komersial dengan polipropilen dengan perbandingan 2 : 8


(57)

3.4.5 Pembuatan Matriks Selulosa Asetat Hasil Sintesis PPKS dengan Polipropilen 3 : 7

Dilakukan hal yang sama untuk matriks selulosa asetat komersial dengan polipropilen dengan perbandingan 3 : 7


(58)

(59)

(60)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Selulosa Asetat Ha sis Pusat Penelitian Kelapa Sawit

Selulosa asetat ha apa Sawit (PPKS) yaitu

sebagai berikut:

a

K r

sil Sinte

sil sintesis Pusat Penelitian Kel

Tabel 4.1 Karakteristik Selulosa Asetat Hasil Sintesis Pusat Penelitian Kelap Sawit (PPKS)

a akteristik Selulosa Asetat Sintesis Hasil

Derajat substitusi 2,9

% Asetil 447475%

Berat molekul 25.481 g/mol

2

0,1006 ,5 ml

0,10 ml

0,1003 gr dalam 12 ml

Titik leleh 25 0C

Uji kelarutan:

kloroform gr dalam 6

aseton 05 gr dalam 5,6

minyak

4.2Uji FTIR

Karakterisasi ini dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari senyawa elulosa asetat hasil sintesis Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) maupun selulosa al dan polipropilen juga gugus – gugus fungsi yang terdapat pada matriks

g gelombang 3488,88 cm-1 untuk gugus OH stretch

s

asetat komersi

komposit polimer selulosa asetat dengan polipropilen dalam berbagai perbandingan massa (1:9 ; 2:8 ; 3:7).

Tabel 4.2 di bawah ini memberikan informasi gugus fungsi dengan panjang gelombang tertentu, untuk selulosa asetat hasil sintesis Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) diperoleh peak pada panjan

ing, 2955,55 cm-1 untuk gugus CH3 asymetric stretching, 1755,55 cm-1 untuk

gugus fungsi C=O stretching, 1433,33 cm-1 ; 1377,77 cm-1 untuk gugus fungsi CH3

asymetric deformation, 1244 cm-1 untuk gugus fungsi acetate C-C-O stretching,dan 1044 cm-1 untuk gugus fungsi C-O stretching. Hasil tersebut jika kita bandingkan


(61)

dengan gugus – gugus yang terdapat pada selulosa asetat komersial yaitu panjang gelombang 3477,77 cm-1 untuk gugus OH stretching, 2955 cm-1 untuk gugus CH3

asymetric stretching, 1755 cm-1 untuk gugus fungsi C=O stretching, 1422 cm-1 ; 1366 cm-1 untuk gugus fungsi CH3 asymetric deformation, 1244 cm-1 untuk gugus

fungsi acetate C-C-O stretching, dan 1044 cm-1 untuk gugus fungsi C-O stretching

Maka dapat dikatakan , bahwa selulosa asetat hasil sintesis Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) memiliki gugus fungsi yang sama seperti padaselulosa asetat komersial dengan harga panjang gelombang yang tidak jauh berbeda sehingga dapat disimpulkan bahwa sintesis selulosa asetat oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) berhasil dilakukan.

Tabel di bawah ini juga memberikan informasi untuk polipropilen tanpa selulosa asetat diperoleh panjang gelombang yang khas yaitu 2917,65 cm-1 adalah untuk gugus CH3 bending yang di dukung dengan munculnya peak pada daerah

1377,2

gugus fungsi yang terdapat pada s

9 cm-1 ; 1457,00 cm-1 yang menunjukkan gugus C-H bending, dan 2825,40 cm-1 adalah untuk gugus fungsi CH2 bending, dan peak pada bilangan gelombang

2722,20 cm-1 adalah untuk gugus fungsi C-CH3 bending.

Tabel 4.2 di bawah juga memberikan informasi untuk matriks polimer komposit selulosa asetat dengan polipropilen pada berbagai perbandingan massa (1:9 ; 2:8; 3:7) dari hasil pengukuran diketahui bahwa gugus –

elulosa asetat (selulosa asetat hasil sintesis PPKS maupun selulosa asetat komersial) dan polipropilen juga terdapat pada matriks polimer komposit yang dihasilkan.


(62)

Tabel 4.2 Hasil FTIR Selulosa Asetat Hasil Sintesis PPKS, Selulosa Asetat Komersial, Polipropilen, dan Matriks Polimer Selulosa Asetat dengan Polipropilen

No Spesimen Bilangan Gelombang (cm ) -1 Gugus fungsi

1 Polipropilen (PP) 2917,65 CH3 bending

2825,40 CH2 bending

C

1377 7,00 C-H bending

Sel

CH3 a hing

CH3 asy ation

Acetate C-C-O stretching

Selulosa asetat 3

hasil sintesis PPKS

(CA sintesis) 1

1433,3 77,77 CH3 a ation

Acetate C-C-O stretching t

CA sintesis :PP (1:9)

2

1455 3,02

1261 Acetate C-C-O stretching

mposit

CA sintesis :PP (2:8) CH3 a hing

1456 0,95

2722,20 -CH3 bending

,29 ; 145

2 ulosa asetat komersial 3477,77 OH stretching

2955 symetric stretc

1755 C=O stretching

1422 ; 1366 metric deform

1244

1044 C-O stretching

3 488,88 OH stretching

2955,55 CH3 asymetric stretching

755,55 C=O stretching

3 ; 13 symetric deform

1244,44

1044 C-O stretching

4 Matriks komposi 3475,68 OH stretching

2951,41 CH3 asymetric stretching

2825,4 CH2 bending

706,35 C-CH bending 3

stretching 1746,03 C=O

,95 ; 137 C-H bending

,90

1031,75 C-O stretching

5 Matriks ko 3432,54 OH stretching

2911,34 symetric stretc

2833,33 CH2 bending

2730,16 C-CH bending 3

stretching 1753,97 C=O


(63)

1174,60 Acetate C-C-O stretching mposit

CA sintesis :PP (3:7) CH3 a hing

1456 ,95

Acetate C-C-O stretching mposit

CA komersial :PP (1:9) CH3 a hing

1452 ,05

Acetate C-C-O stretching mposit

CA komersial :PP (2:8) CH3 a hing

145 ,02

C mposit

CA komersial :PP (3:7) CH

3 ing

1460 ,76

C

1039,68 C-O stretching

6 Matriks ko 3452,38 OH stretching

2908,64 symetric stretc

2833,33 CH2 bending

2722,22 C-CH3 bending

1746,03 C=O stretching

,32 ; 1380 C-H bending

1182,54

1095,24 C-O stretching

7 Matriks ko 3482,21 OH stretching

2917,84 symetric stretc

2825,40 CH2 bending

2722,22 C-CH3 bending

1746,03 C=O stretching

,38 ; 1377 C-H bending

1166,67

1047,62 C-O stretching

8 Matriks ko 3422,69 OH stretching

2923,23 symetric stretc

2825,40 CH2 bending

2706,35 C-CH3 bending

1738,10 C=O stretching

8,31 1372 C-H bending

Acetate C-C-O stretching 1166,66

1047,62 -O stretching

9 Matriks ko 3428,57 OH stretching

2916,26 asymetric stretch

2833,33 CH2 bending

2714,29 C-CH3 bending

1753,97 C=O stretching

,32 ; 1376 C-H bending

Acetate C-C-O stretching

1174,60

1047,62


(64)

Beberapa gugus fungsi yang khas pada matriks polime t hasil

sin sis Pusat Pe elitian Kelapa dengan pada

perbandingan massa 1:9 (3475,68 cm-1 dan 1746,03 cm-1 )   1753,9

r selulosa aseta

te n Sawit (PPKS) polipropilen

; 2:8 (3432,54 cm-1 dan

7 cm-1) ; 3:7 (3452,38 cm-1 dan 1746,03 cm-1 ) yang menunjukkan gugus fungsi OH stretching dan C=O stretching memperlihatkan bahwa gugus – gugus tersebut mengalami penurunan intensitas jika dibandingkan dengan gugus OH stretching dan C=O stretching yang terdapat pada selulosa asetat hasil sintesis Pusat Penelitian Kelapa Sawit mula – mula (3488,88 cm-1 dan 1755,55 cm-1). Begitu juga halnya pada matriks polimer komposit selulosa asetat komersial dengan polipropilen pada perbandingan massa 1;9 (3482,21 cm-1 dan 1746,03 cm-1); 2:8 (3422,69 cm-1 dan 1738,10 cm-1); 3:7 (3428,57 cm-1 dan 1753,97 cm-1) yang menunjukkan gugus fungsi OH stretching dan C=O stretching juga menunjukkan penurunan intensitas jika dibandingkan dengan gugus fungsi OH stretching dan C=O stretching yang terdapat pada selulosa asetat mula – mula (3477,77 cm-1 dan 1755 cm-1). Yilu Guo dan Peiyi Wu (2008) mengatakan bahwa gugus C=O hanya dapat membentuk ikatan hidrogen dengan gugus O-H dalam selulosa diasetat, namun untuk gugus O-H dapat membentuk ikatan hidrogen tidak hanya dengan gugus C=O tetapi dapat juga dengan gugus fungsi lain misalnya dengan gugus -O-. Clifford J. Creswell et al (2005) dalam bukunya menyatakan bahwa getaran regang OH bebas (tidak ada ikatan hidrogen) terjadi dalam daerah 3700 – 3500 cm-1. Namun, untuk getaran OH fenol bebas cenderung akan mempunyai absorpsi pada bagian ujung rendah daerah ini (3500 cm-1). Pita OH bebas mempunyai intensitas lebih rendah dari pada pita OH terikat dan hanya akan nyata dalam larutan encer (atau dalam fase gas). Abosrpsi pita OH terikat hidrogen terlihat pada daerah 3450 - 3200 cm-1 sebagai pita yang agak kuat dan lebar. Oleh karena itu, berdasarkan data yang diperoleh dari tabel di atas tidak ada terbentuk gugus fungsi baru ataupun sebaliknya pada matriks polimer komposit yang dihasilkan, maka dapat dikatakan tidak terjadi reaksi kimia yang terjadi hanyalah interaksi fisika saja yaitu berupa ikatan hidrogen.


(65)

4.3 Uji Tarik

Analisa kekuatan tarik dan kemuluran dari matriks polimer komposit selulosa asetat dan polipropilen dengan berbagai varisai massa (1:9 ; 2:8 ; 3:7) merupakan ng penting untuk menentukan sifat mekanis bahan yang diinginkan. Hasil d

Perbandingan

(MPa) (%)

suatu faktor ya

ari pengujian ini adalah berupa kurva tegangan versus regangan, dapat dilihat pada lampiran 5. Harga tegangan dalam satuan kgf/mm dan regangan dalam satuan mm/menit. Hasil pengujian ini diolah kembali untuk mendapatkan nilai kekuatan tarik dan kemuluran.

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Kekuatan Tarik dan Kemuluran Matriks Polimer Komposit

No Matriks Polimer Komposit

Tegangan Regangan

1 PP - 29,6184 33,2969

2 CA sintesis : PP 1:9 26,6665 12,2969

2:8

CA kom al : PP 1:9

11,4610 18,1730

4,6406 6,7656

3:7

3 ersi 22,2442 15,6718

2:8 23,7569 21,7500

3:7 15,4262 12,5156

Berdasarkan hasil perhitungan kekuatan tarik dan n matriks polimer kom lulosa as tat dan polipropilen gan variasi ngan m ; :8 ; 3:7) diketahui bahwa untuk selulosa asetat sintesisi Pusat Penelitian Kelapa Sawit (

kemulura

posit se e den perbandi assa (1:9

2

PPKS) dan polipropilen dengan perbandingan 1:9 memiliki sifat mekanis yang maksimum jika dibandingkan terhadap perbandingan 2:8 ; 3:7. Namun,selulosa asetat komersial dengan polipropilen diperoleh kekuatan mekanis yang maksimum pada perbandingan 2:8.

   


(66)

0.0000 5.0000 10.0000 15.0000 20.0000 25.0000 30.0000 35.0000

1:9 2:8 3:7

Te g a n g an   (M p a )

Perbandingan CA : PP

PP murni CA:PP

CA komersial:PP

Gambar 4.1 Grafik Tegangan untuk Polipropilen, Matriks Polipropilen dengan Selulosa Asetat Sintesis PPKS, Matriks Polimer Komposit Selulosa Asetat Komersial dengan berbagai Perbandingan Massa (1:9 ; 2:8 ; 3:7) 0.0000 5.0000 10.0000 15.0000 20.0000 25.0000 30.0000 35.0000

1:9 2:8 3:7

Re g a n g an   (% )

Perbandingan CA :PP

PP murni CA:PP

CA komersial:PP

  Gambar 4.2 Grafik Regangan untuk Polipropilen, Matriks Polipropilen

dengan Selulosa Asetat Sintesis PPKS, Matriks Polimer Komposit Selulosa Asetat Komersial dengan berbagai Perbandingan Massa (1:9 ; 2:8 ; 3:7)


(67)

Berdasarkan grafik batang untuk Tegangan dan Regangan di atas terlihat bahwa penambahan selulosa asetat menurunkan tegangan dan regangan yang dimiliki oleh Polipropilen, hal ini mungkin disebabkan karena tidak ada reaksi kimia yang terjadi pada matriks polimer komposit tersebut dan hanya interaksi fisika saja yang terjadi. Namun, jika kita bandingkan antara matriks polimer komposit polipropilen dengan selulosa asetat hasil sintesis Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) danselulosa asetat komersial pada perbandingan yang sama diperoleh harga tegangan yang lebih besar pada matriks polimer komposit polipropilen dengan selulosa asetat hasil sintesis Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) kecuali untuk perbandingan 2:8. Hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan derajat substitusi pada kedua selulosa asetat tersebut, dimana derajat substitusi untuk selulosa asetat hasil sintesis Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) lebih besar dari padaselulosa asetat komersial. Menurut shibata et al (2010) derajat substitusi memiliki pengaruh terhadap karakter fisik produk yang dihasilkan, semakin tinggi derajat substitusi selulosa asetat maka sifat fisiknya semakin baik. Tetapi untuk harga regangan nilai matriks polimer kompositselulosa asetat komersial lebih tinggi dari pada matriks polimer komposit selulosa asetat hasil sintesis Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS).

Hasil uji tarik di atas memberikan informasi sifat mekanis terbaik dari matriks polimer komposit yang dihasilkan yaitu matriks polimer komposit selulosa asetat sintesis PPKS dengan polipropilen 1 : 9, sedangkan untuk matriks polimer kompositselulosa asetat komersial dengan polipropilen 2 : 8. Selanjutnya akan di analisis sifat termalnya dengan DTA, permukaannya dengan uji SEM, dan juga serapan airnya.

4.4 Uji DTA

Analisa ini bertujuan untuk mengetahui sifat – sifat komponen campuran matriks polimer komposit selulosa asetat dengan polipropilen. Analisa sifat termal dapat memberikan informasi – informasi tentang perubahan fisik sampel, misalnya


(68)

degradasi, dan dekomposisi (Basuki Wirjosentono, 1995). Salah satu karakteristik penting dari polimer adalah perubahan yang terjadi selama transisi dari padat ke cair, pada saat suatu bahan polimer dipanaskan maka energi kinetik dari molekul – molekulnya bertambah tetapi geraknya masih dibatasi sampai vibrasi dan rotasi daerah pendek sepanjang polimer tersebut dapat mempertahankan struktur gelasnya. Apabila suhu dinaikkan lagi, maka muncul suatu batasan dimana terjadi suatu perubahan yang jelas, bahan – bahan polimer melepaskan sifat – sifat gelas menjadi elastromer yang disebut dengan suhu transisi gelas (Tg) lalu kemudian jika suhu

dinaikkan kembali maka polimer tersebut akhirnya akan melepaskan sifat – sifat elastromernya dan melebur menjadi cairan yang dapat mengalir (Stevens, 2001). Hasil analisis termogram DTA polipropilen dan matriks polimer komposit selulosa asetat dan polipropilen dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.4 Hasil Uji DTA Matriks Komposit Polimer

No Matriks komposit

polimer Titik leleh (

o

C) Titik dekomposisi (oC)

1 Polipropilen 160 370

2 CA sintesis : PP(1:9) 165 370

3 CA komersial : PP (2:8) 168 380

Berdasarkan data di atas untuk termogram DTA polipropilen (lampiran 6) tanpa selulosa asetat memperlihatkan adanya puncak pada temperatur 160 oC puncak ini merupakan temperatur leleh yang terjadi dengan adanya penurunan temperatur (endoterm) dan adanya puncak pada temperatur 370 oC merupakan temperatur dekomposisi yang terjadi dengan adanya kenaikan temperatur (eksoterm).

Sementara itu untuk matriks polimer komposit selulosa asetat hasil sintesis PPKS dengan polipropilen pada perbandingan 1:9 (lampiran 7) diperoleh puncak titik leleh yang lebih tinggi yaitu 165 oC yang disertai penurunan temperatur (endoterm) hal ini mungkin disebabkan karena terjadinya interaksi antara selulosa asetat dengan polipropilen dan terdekomposisi pada temperatur 370 oC yang disertai dengan kenaikan temperatur (eksoterm).


(69)

Pada matriks polimer kompositselulosa asetat komersial dengan polipropilen pada perbandingan 2:8 (lampiran 8) diperoleh puncak titik leleh yang paling tinggi dibandingkan dengan yang lainnya yaitu sebesar 168 oC yang disertai dengan terjadinya penurunan temperatur (endoterm) dan untuk temperatur dekomposisi terlihat puncak pada 380 oC yang disertai dengan terjadinya kenaikan temperatur (eksoterm).

4.5 Uji SEM

Hasil dari analisis SEM dapat memberikan informasi tentang bentuk dan perubahan permukaan dari suatu bahan yang diuji. Pada prinsipnya bila terjadi perubahan pada suatu bahan misalnya patahan, lekukan, dan perubahan struktur maka bahan tersebut cenderung mengalami perubahan energi. Energi yang berubah tersebut dapat dipancarkan, dipantulkan, dan diserap serta diubah menjadi gelombang elektron yang dapat di tangkap dan dibaca hasilnya pada foto SEM.

Gambar di bawah ini adalah foto hasil SEM permukaan polipropilen yang diperbesar 1000 kali.

Gambar 4.3Hasil Uji SEM dari Polipropilen Pembesaran 1000 kali

Berdasarkan gambar di atas terlihat permukaan dari polipropilen yang rata dan tidak ada pori – pori yang terlihat.


(70)

Gambar 4.4 Hasil Uji SEM dari Matriks Polimer Komposit Selulosa Asetat Hasil Sintesis Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) dengan Polipropilen pada Perbandingan 1:9 dengan Pembesaran 10.000 kali

Gambar di atas adalah hasil foto SEM permukaan matriks polimer komposit selulosa asetat hasil sintesis Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) dengan polipropilen pada perbandingan 1: 9 dengan pembesaran 10.000 kali terlihat bahwa permukaan dari matriks polimer komposit tersebut tidak rata dan menunjukkan adanya butiran – butiran kecil di atas permukaannya yang mengindikasikan bahwa butiran tersebut adalah selulosa asetat hasil sintesis Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS)

Gambar 4.5 Hasil Uji SEM dari Matriks Polimer Komposit Selulosa Asetat Komersial dengan Polipropilen pada Perbandingan 2:8 dengan Pembesaran 10.000 kali

Gambar di atas adalah hasil foto SEM permukaan matriks polimer kompositselulosa asetat komersial dengan polipropilen pada perbandingan 2:8 dengan pembesaran 10.000 kali terlihat bahwa permukaan dari matriks polimer komposit


(71)

tersebut tidak rata dan hampir sama dengan gambar permukaan matriks polimer komposit selulosa asetat hasil sintesis Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) dengan polipropilen pada perbandingan 1:9. Adanya butiran – butiran kecil di atas permukaannya yang mengindikasikan bahwa butiran tersebut adalah selulosa asetat komersial.

4.6 Uji Serapan Air

Data hasil uji serapan air adalah sebagai berikut:

Tabel 4.5Data Hasil Uji Serapan Air

No Matriks Polimer Kadar Serapan Air (%)

1  Polipropilen 0,4138

2  CA sintesis : PP (1:9) 0,6102

3  CA komersial : PP (2:8) 0,9956

Berdasarkan data serapan air di atas diketahui bahwa daya serap air untuk Polipropilen lebih kecil jika dibandingkan dengan matriks polimer komposit CA sintesis : PP (1:9) dan CAkomersial : PP (2:8) hal ini dikarenakan sifat polipropilen yang hidrofobik, sementara hasil serapan air untuk matriks polimer komposit CA komersial : PP diperoleh persentase yang lebih besar, hal ini mungkin disebabkan karena kandungan selulosa asetat pada matriks polimer komposit tersebut lebih banyak dibandingkan dengan matriks polimer komposit selulosa asetat sintesis PPKS. Selulosa diasetat merupakan polimer yang bersifat hydrophilic dapat menyerap air dengan kuat pada temperatur lingkungan ( Yilu Guo, Peiyi Wu, 2008).

4.7 Uji Biodegradasi

Penguburan spesimen matriks polimer komposit pada berbagai jenis tanah (tanah sampah, tanah kebun, dan tanah pasir) bertujuan untuk melihat tingkat biodegradasinya di alam hal ini karena salah satu tempat akhir kemasan plastik adalah kembali ke tanah. Oleh sebab itu, sangat perlu dilakukan pengujian sifat degradasi


(1)

Gambar 21 Spesimen Hasil Uji Tarik Matriks Polimer Selulosa Asetat Hasil Sintesis dengan Polipropilen

Gambar 22 Spesimen Hasil Uji Tarik Matriks Polimer Selulosa Asetat Komersial dengan Polipropilen


(2)

               

Gambar 23 Wadah Penguburan Spesimen dengan Tanah Pasir

             

Gambar 24 Wadah Penguburan Spesimen dengan Tanah Kebun

   


(3)

                     

Gambar 25 Wadah Penguburan Spesimen dengan Tanah Sampah

                 


(4)

Perhitungan Penentuan Derajat Substitusi (DS) Vo = 22 ml ; V1 = 20,35 ml

SV =

SV =

=

447,4745

EV =

= 447,4745 gr/gr

% asetil = EV x 100%

= 44,7475 %

DS =


(5)

Perhitungan Penentuan Berat Molekul Selulosa Asetat dengan Viskosimeter

t1 = 21,62 ( waktu alir sampel) t2 = 7,23 (waktu alir aseton) ηnisbi =

=

=

2,99

ηintrinsik = (k/c) x [antilog [(log ηnisbi)/k]-1]

k = nilai dari table pelarut untuk penetapan viskositas intrinsic (besarnya = 10) c = kepekatan (gram/desimeter)

= 0,4601/25 = 0,0184

ηintrinsik = (k/c) x [antilog [(log ηnisbi)/k]-1]

ηintrinsik = (10/0,0184) x [antilog [(log 2,99)/10]-1]

= 60,6522

Berat molekul dihitung dengan rumus η = KMa Ket : η = viskositas intrinsic


(6)

log η = log K + a log M

log 60,6522 = log 2,38 x 10-3 + 1 log M 1,7828 = -2,6234 + log M