Perbandingan algoritme centroid contour gradient dan centroid contour distance untuk pengenalan bentuk daun
PERBANDINGAN ALGORITME CENTROID CONTOUR
GRADIENT DAN CENTROID CONTOUR DISTANCE UNTUK
PENGENALAN BENTUK DAUN
ABDURRASYID HASIM
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbandingan
Algoritme Centroid Contour Gradient dan Centroid Contour Distance untuk
Pengenalan Bentuk Daun adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Abdurrasyid Hasim
NIM G64100079
ABSTRAK
ABDURRASYID HASIM. Perbandingan Algoritme Centroid Contour Gradient
dan Centroid Contour Distance untuk Pengenalan Bentuk Daun. Dibimbing oleh
YENI HERDIYENI.
Penelitian ini membandingkan algoritme CCG (Centroid Contour Gradient)
dan CCD (Centroid Contour Distance) untuk ekstraksi fitur dalam pengenalan
bentuk daun. CCG dan CCD adalah algoritme untuk merepresentasikan bentuk
dengan pendekatan berbasis kontur (contour-based). CCG menghitung nilai
gradient antar titik sepanjang tepi daun pada setiap interval sudut tertentu
sedangkan CCD menghitung jarak titik tengah terhadap titik-titik tepi. Bentuk
daun yang digunakan dalam penelitian ini adalah ellips, cordate, ovate, dan
lanceolate. Data yang digunakan sebanyak 200 citra daun dengan jumlah citra
masing-masing kelas sebanyak 50. Probabilistic Neural Network digunakan untuk
mengklasifikasi bentuk daun. Didapatkan akurasi terbaik CCD sebesar 96.67%,
jauh lebih besar dibanding akurasi terbaik CCG sebesar 60.00%.
Kata kunci : Bentuk daun, Centroid Contour Gradient, Centroid Contour
Distance
ABSTRACT
ABDURRASYID HASIM. Comparison of Centroid Contour Gradient and
Centroid Contour Distance Algorithm for Leaf Shape Recognition. Supervised by
YENI HERDIYENI.
This research compares the CCG (Centroid Contour Gradient) and CCD
(Centroid Contour Distance) algorithms for feature extraction in leaf shape
recognition. CCG and CCD are algorithm of shape representation based on
contour. Contour is an important cue for object recognition. CCG calculates
gradient between pairs of boundary points corresponding to interval angle while
the CCD calculates the distance between the midpoint and the boundary points.
Leaf shapes that used in this study are elliptical, cordate, ovate, and lanceolate.
We used 200 Indonesian tropical leaf images. Each class consists of 50 images.
Probabilistic Neural Network (PNN) is used to classify leaf shape. The
experimental result shows that CCD has better accuracy than CCG. The accuracy
achieved by CCD and CCG are 96.67 % and 60.00% respectively.
Keyword : leaf shape, Centroid Contour Gradient, Centroid Contour Distance
PERBANDINGAN ALGORITME CENTROID CONTOUR
GRADIENT DAN CENTROID CONTOUR DISTANCE UNTUK
PENGENALAN BENTUK DAUN
ABDURRASYID HASIM
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komputer
pada
Departemen Ilmu Komputer
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji :
1 Dr Imas Sukaesih Sitanggang, SSi Mkom
2 Muhammad Asyhar Agmalaro, SSi MKom
Judul Skripsi : Perbandingan Algoritme Centroid Contour Gradient dan Centroid
Contour Distance untuk Pengenalan Bentuk Daun
Nama
: Abdurrasyid Hasim
NIM
: G64100079
Disetujui oleh
Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom
Pembimbing I
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Buono, MKom MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 ini ialah
pemrosesan citra digital, dengan judul Perbandingan Algoritme Centroid Contour
Gradient dan Centroid Contour Distance untuk Pengenalan Bentuk Daun.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom
selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Rake
Linggar Anggoro atas bantuan selama implementasi kode program dan Solecha
Rahmawati yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa
dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014
Abdurrasyid Hasim
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Bentuk Daun
2
Morfologi
3
Canny Edge
4
Centroid Contour Gradient dan Centroid Contour Distance
5
Probabilistic Neural Network
5
METODE
6
Data yang Digunakan
6
Tahapan Penelitian
6
Praproses
7
Deteksi Tepi
7
Representasi Bentuk Daun
7
Klasifikasi
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
9
Praproses Data
9
Deteksi Tepi
9
Centroid Contour Gradient (CCG)
10
Perubahan Ukuran Daun terhadap CCG
15
Probabilistic Neuron Network untuk CCG
16
Centroid Contour Distance (CCD)
16
Perubahan Ukuran Daun terhadap CCD
18
Probabilistic Neuron Network untuk CCD
SIMPULAN DAN SARAN
19
20
Simpulan
20
Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
20
LAMPIRAN
22
DAFTAR TABEL
1 Akurasi PNN untuk CCG
2 Confusion matrix untuk PNN kasus 36 ciri
3 Akurasi PNN untuk CCD
4 Confusion matrix untuk PNN kasus 19 ciri
16
16
19
19
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Bentuk-bentuk daun menurut Benson (1957)
Contoh operasi dilasi dan erosi
Contoh deteksi tepi Canny
Illustrasi pendekatan CCD
Diagram alir penelitian
Illustrasi deteksi titik-titik tepi
Tahap praproses mulai dari citra asli (kiri), citra dengan latar belakang
terpisah dan posisi tegak (tengah), dan citra setelah threshold (kanan)
Proses deteksi tepi Canny
CCG dengan θ=10° (kiri) dan θ=5° (kanan)
Grafik nilai gradient pada tiap titik
CCG merepresentasikan bagian terlebar daun ellips dan cordate
Grafik CCG dari ovate (kiri) dan lanceolate (kanan)
Representasi CCG dari 50 daun ellips dan 6 sampel daun ellips
Representasi CCG dari 50 daun cordate dan 6 sampel daun cordate
Representasi CCG dari 50 daun ovate dan 6 sampel daun ovate
Grafik CCG untuk ovate dan cordate mirip
Representasi CCG dari 50 daun lanceolate dan 6 sampel daun
lanceolate
Nilai gradient sensitif pada kontur curam
Rata-rata nilai gradient untuk setiap kelas
Daun ellips A dan ellips B beserta grafik CCG-nya
Grafik CCD dari 50 data untuk kelas ellips (a), cordate (b), ovate (c),
lanceolate (d)
Grafik CCD untuk ovate dan cordate berbeda
Rata-rata nilai CCD untuk setiap kelas
Grafik CCD untuk ellips A (kiri) dan ellips B (kanan)
3
4
5
5
7
8
9
10
10
11
11
12
12
12
13
13
14
14
15
15
17
18
18
19
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerusakan alam di Indonesia kini semakin parah. Berdasarkan data
Kementerian Kehutanan, pada tahun 2009 laju kerusakan hutan produksi
mencapai 1,08 juta hektar per tahun (Harjono 2009). Dengan pertumbuhan
populasi manusia dan perubahan iklim, kepunahan tumbuh-tumbuhan di
Indonesia bukan tidak mungkin akan menjadi kenyataan dalam beberapa tahun ke
depan. Kegiatan konservasi alam menjadi kebutuhan yang mendesak demi
terjaganya kelestarian alam Indonesia. Mengidentifikasi spesies tumbuhan baru
atau langka adalah salah satu bentuk dari kegiatan konservasi. Dengan cara
identifikasi konvensional, mengidentifikasi tumbuhan terkadang menjadi suatu hal
yang sulit dan hanya bisa dilakukan oleh ahli tumbuhan yang terlatih. Karena itu
diperlukan teknologi pemrosesan citra untuk mempermudah hal tersebut.
Dalam bidang pemrosesan citra, daun adalah bagian tumbuhan yang paling
sering digunakan untuk identifikasi karena mudah diambil fotonya dan relatif
mudah dianalis (Cerruti et al. 2011). Daun adalah bagian tumbuhan yang menjadi
fitur dasar dalam identifikasi tumbuhan. Jenis daun dapat dideskripsikan
berdasarkan bentuk daun, tepi daun, venasi, tekstur, warna, ujung daun dan
pangkal daun. Berdasarkan bentuknya, daun dikelompokkan menjadi 20 kelas
(Benson 1957). Setiap kelas bentuk daun memiliki karakteristik yang khas. Untuk
merepresentasikan bentuk suatu objek, terdapat dua teknik pendekatan yaitu
berbasis kontur (contour-based) dan berbasis wilayah (region-based). Pendekatan
berbasis kontur hanya memanfaatkan informasi yang terdapat pada kontur tepi
sedangkan pendekatan berbasis wilayah melibatkan seluruh bagian dari suatu
objek (Zhang dan Lu 2004). Algoritme Centroid Contour Gradient (CCG) dan
Centroid Contour Distance (CCD) merupakan algoritme untuk merepresentasikan
bentuk dengan pendekatan berbasis kontur. Untuk mengekstraksi fitur, kedua
algoritme tersebut hanya melibatkan bagian kontur dari objek. Penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya membandingkan algoritme Centroid Contour
Gradient (CCG) dan Centroid Contour Distance (CCD) untuk mengenali empat
jenis ujung daun dan pangkal daun (acuminate, cuspidate, obcus, dan acute).
Hasilnya CCG memiliki rata-rata akurasi mencapai 96,6% mengalahkan CCD
yang memiliki akurasi rata-rata 74,4% (Bong et al. 2013).
Dalam penelitian ini akan dilakukan perbandingan algoritme CCG dan CCD
untuk mengenali bentuk daun. CCG dan CCD digunakan untuk mengekstrak fitur
kontur tepi daun. Pada penelitian ini digunakan Probalistic Neural Network
(PNN) untuk mengklasifikasi data dan mengukur akurasi. PNN digunakan karena
memiliki banyak kelebihan. Kecepatan latihnya 200,000 kali lebih cepat dari
jaringan propagasi-balik (Specht 1990) karena proses perlatihan hanya terdiri atas
1 ulangan dan tahan terhadap data outlier.
Perumusan Masalah
Perumusan masalah penelitian ini adalah :
2
1
2
Bagaimana cara mengimplementasikan algoritme Centroid Contour Gradient
dan Centroid Contour Distance untuk merepresentasikan bentuk daun.
Membandingkan kinerja algoritme Centroid Contour Gradient dan Centroid
Contour Distance dalam mengenali bentuk daun.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengimplementasikan dan
membandingkan kinerja algoritme Centroid Contour Gradient dan Centroid
Contour Distance dalam mengenali bentuk daun.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi bagi peneliti,
khususnya di bidang pemrosesan citra, untuk mengenali bentuk daun.
Ruang Lingkup Penelitian
1
2
3
Ruang lingkup penelitian ini adalah :
Citra daun yang digunakan untuk penelitian adalah daun dari jenis tumbuhan
tropis di Indonesia.
Bentuk daun hanya melingkupi 4 jenis yaitu ellips, cordate, ovate, dan
lanceolate.
Citra daun yang digunakan sudah terpisah dari latar belakangnya dan
memiliki posisi tegak.
TINJAUAN PUSTAKA
Bentuk Daun
Ahli tumbuhan mengamati berbagai ciri pada tumbuhan dengan
menggunakan kunci taksonomi untuk mengidentifikasi spesies suatu tumbuhan.
Salah satu ciri yang diamati untuk menentukan spesies tumbuhan adalah bentuk
daun. Berdasarkan bentuknya, daun dikelompokkan menjadi 20 kelas (Benson
1957). Setiap kelas bentuk daun memiliki bentuk yang unik. Bentuk yang khas
pada masing-masing kelas menjadi pembeda utama antara satu kelas dengan kelas
lainnya. Selain itu, secara umum kelas bentuk daun juga ditentukan oleh
perbandingan panjang terhadap lebar daun dan posisi terlebar dari daun. Gambar 1
adalah jenis-jenis bentuk daun yang terdapat di alam.
3
Gambar 1 Bentuk-bentuk daun menurut Benson (1957)
Morfologi
Morfologi adalah teknik yang berdasarkan pada teori himpunan dan dapat
digunakan untuk pengolahan citra biner dan pengolahan citra abu-abu. Dilasi dan
erosi adalah operasi paling dasar dari teknik morfologi (Gonzalez et al. 1978).
Kedua operasi tersebut menjadi basis untuk membuat operasi morfologi yang
lainnya.
Setiap citra biner adalah anggota dari himpunan ruang 2 dimensi bilangan
bulat Z2. Setiap elemen memiliki koordinat (x, y) yang merepresentasikan nilai
piksel pada citra. Misal A ∈ Z2 adalah suatu citra dan B adalah structuring
element. Dilasi citra A oleh B dinyatakan dalam Persamaan 1 (Gonzalez et al.
1978).
A ⊕ B = {z | [(B)z ∩ A] ≠ Ø}
(1)
Dilasi dari suatu himpunan A dengan B adalah suatu himpunan dari semua
elemen A dan B dengan pergeseran sebanyak z, dengan syarat A bertumpah tindih
dengan B setidaknya 1 elemen. Erosi citra A oleh B dinyatakan pada Persamaan 2.
Erosi dari suatu himpunan A dengan B adalah suatu himpunan dari semua elemen
A dan B dengan pergeseran sebanyak z, dengan syarat B berada pada A (Gonzalez
et al. 1978).
(2)
A Ө B = {z | (B)z ⊆ A}
Dilasi memperluas bagian yang hitam pada citra, sedangkan erosi
memperkecil bagian yang hitam pada citra. Pada dasarnya teknik erosi
mengurangi nilai grayscale citra dengan menerapkan transformasi penyusutan,
sedangkan dilasi meningkatkan nilai grayscale citra dengan menerapkan
transformasi perluasan. Gambar 2 adalah ilustrasi proses morfologi dilasi dan
erosi.
Pada library OpenCV 2.1 terdapat sedikit perbedaan pada operasi dilasi dan
erosi. Pada OpenCV 2.1, operasi dilasi memperluas bagian yang putih dari citra
sehingga bagian yang hitam menyusut. Operasi erosi memperkecil bagian yang
putih dari citra sehingga bagian yang hitam meluas. Structuring element standar
pada OpenCV 2.1 adalah persegi ukuran 3x3 dengan nilai setiap elemennya
adalah 1.
4
A
B
Structuring
element
Original
Hasil Dilasi
Hasil Erosi
Gambar 2 Contoh operasi dilasi dan erosi
Canny Edge
Canny Edge adalah algoritme yang paling optimal dalam pendeteksian tepi.
Secara umum tahapan deteksi tepi Canny terdiri dari perhitungan intensity
gradient, non-maximum suppression, dan hysteresis. Deteksi tepi Canny pada
dasarnya adalah mengolah nilai squared magnitude gradient dari suatu citra (Ali
dan Clausi 2001). Persamaan 3 adalah nilai Magnitude dan arah dari gradient. Gx
dan Gy adalah matriks konvolusi. G menunjukkan nilai gradient dan θ
menunjukkan arah.
G = Gx 2 +Gy 2
G
θ= tan-1 Gy
(3)
x
Nilai maksimum lokal dari magnitude gradient yang berada di atas nilai
batas akan diidentifkasi sebagai garis tepi. Penentuan nilai maksimum lokal ini
disebut sebagai non-maximum suppression. Hysteresis bekerja dengan
meggunakan dua threshold, yaitu lower threshold dan upper threshold. Jika
gradient piksel gradient lebih besar dari upper threshold , piksel diterima sebagai
garis tepi. Jika gradient piksel lebih kecil dari lower threshold, piksel ditolak. Jika
piksel gradient berada di antara dua nilai threshold, piksel akan diterima sebagai
garis tepi hanya jika piksel tersebut tersambung dengan piksel yang lebih besar
dari upper threshold.
Operator canny bertujuan untuk meminimalisasi peluang terdeteksinya garis
tepi ganda, meminimalisasi peluang gagal terdeteksinya garis tepi, dan
meminimalisasi jarak garis tepi yang akan dideteksi dari garis tepi yang sudah
terdeteksi (Ali dan Clausi 2001). Gambar 3 adalah contoh citra yang diproses
dengan Canny.
5
Gambar 3 Contoh deteksi tepi Canny
Centroid Contour Gradient dan Centroid Contour Distance
Algoritme Centroid Contour Gradient (CCG) adalah turunan dari
Algoritme Centroid Contour Distance (CCD). Perbedaan antara CCG dan CCD
adalah jika CCD menghitung jarak antara tiap titik tepi terhadap titik tengah, CCG
menghitung gradient antara setiap pasang titik tepi (Bong 2013). Diilustrasikan
pada Gambar 4, CCD mendeteksi titik pada tepi objek pada sudut tertentu.
Titik P pada tepian ditentukan oleh titik tengah C, jarak antara titik P dan
titik tengah C, dan sudut θ. Persamaan 4 menunjukkan fungsi Centroid-distance
(Rt), yaitu jarak antara titik tepi (xi, yi) dari titik tengah (xc, yc) (Pahalawatta 2008).
Sedangkan Persamaan 5 menunjukkan fungsi Centroid-Gradient (Gi) (Bong 2013).
2
2
Ri = (xi -xc ) +(yi -yc ) , i=(1,2,3,..,N)
Gi =
yi+1 -yi
xi+1 -xi
(4)
(5)
, i=(1,2,3,..,N-1)
Probabilistic Neural Network
PNN adalah sebuah pengklasifikasi yang didasarkan pada kernel Parzen. PNN
menghilangkan kekurangan pengklasifikasi seperti propagasi balik yang
membutuhkan pengaturan parameter untuk memperbaik performanya secara
bertahap. Beberapa kelebihan PNN adalah batas kelas yang dapat dibuat kompleks
Θ
Gambar 4 Illustrasi pendekatan CCD
6
tergantung pada nilai parameter pemulus, batas kelas yang dapat mendekati nilai
optimal Bayes, dan tidak sensitif terhadap outlier. PNN bekerja lebih cepat
200,000 kali dari pada jaringan saraf tiruan propagasi balik karena proses
pelatihan hanya terdiri atas 1 ulangan (Spetch 1990).
Organisasi syaraf tiruan ini dibentuk dalam empat lapisan (Spetch 1990) :
1 Lapisan masukan merupakan lapisan yang nilai kelasnya akan diprediksi.
2 Lapisan pola, yaitu representasi data latih untuk setiap kelas. Nilai dot produt
antara masukan dan bobot dibagi dengan bias. Nilai ini kemudian dimasukkan
ke dalam fungsi radial basis. Proses ini dapat dituliskan seperti pada Persamaan
6 dengan x adalah vektor kelas latih ke-i dengan orde j.
T
f x =exp -
(x-xij ) (x-xij )
2σ2
(6)
3 Lapisan penjumlahan menjumlahkan setiap pola di setiap kelas untuk
menghasilkan fungsi kepekatan populasi pada kelas tersebut. Perhitungan
ditunjukkan pada Persamaan 7 dengan xij adalah vektor latih kelas i ke j, k
adalah dimensi vektor dan σ parameter pemulus. Parameter pemulus σ
menentukan besarnya interpolasi antara data yang ada.
Y= p x =
T
1
t
i=1 exp
k
(2π)2 σk t
-
(x-xij ) (x-xij )
2σ2
(7)
4 Lapisan Output mengambil nilai maksimum p(x). Nilai terbesar p(x)
berimplikasi bahwa x termasuk ke dalam kelas tersebut.
METODE
Data yang Digunakan
Data yang digunakan adalah database citra daun yang dimiliki oleh
Laboratorium Computer Vision Departemen Ilmu Komputer IPB. Objek daun
pada citra belum dipisahkan dari latar belakangnya. Citra diberi label berdasarkan
bentuk daun masing-masing citra. Pelabelan dilakukan berdasarkan
pengelompokkan bentuk daun menurut Benson (1957). Berdasarkan pelabelan,
diketahui kebanyakan daun merupakan jenis bentuk daun ellips, cordate, ovate,
dan lanceolate. Dari setiap jenis diambil 50 citra untuk diproses lebih lanjut. Data
citra dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian dapat dilihat pada diagram alir pada Gambar 5.
7
Praproses Citra
Deteksi Tepi
Representasi Bentuk Daun
Klasifikasi
Gambar 5 Diagram alir penelitian
Praproses Citra
Sebelum informasi bisa diekstrak, serangkaian praproses terlebih dahulu
dilakukan terhadap citra daun untuk memastikan tepian daun akurat dan bebas
noise. Pada penelitian ini data masukan harus berupa citra daun yang terpisah dari
latar belakang dan memiliki posisi berdiri tegak. Pada tahap praproses setiap citra
daun dipisahkan dari latar belakangnya dan dirotasikan agar memiliki posisi yang
tegak. Jika daun memiliki lubang, lubang tersebut ditutup terlebih dahulu sebelum
deteksi tepi dilakukan. ada tahap ini juga dilakukan penghapusan tangkai daun
agar mempermudah proses pencarian titik tengah.
Deteksi Tepi
Untuk melakukan deteksi tepi digunakan Canny Edge. Citra yang telah
dideteksi tepi meninggalkan hanya bagian kontur garis tepi daun saja. Citra ini
sudah siap untuk diproses pada tahap representasi daun.
Representasi Bentuk Daun
Representasi menggunakan CCG maupun CCD harus melibatkan titik
tengah dari daun. Titik tengah (Cx, Cy) didapat dari perhitungan sederhana, yaitu
Cx adalah setengah dari lebar daun dan Cy setengah dari tinggi daun. Dengan
asumsi bahwa bentuk daun selalu simetris, representasi hanya dilakukan pada sisi
kanan dari daun.
Sebelum representasi bentuk dilakukan, terlebih dahulu dilakukan deteksi
titik-titik tepi pada interval sudut tertentu. Pemilihan titik dilakukan dalam dua
tahap, untuk bagian atas dan bagian bawah daun. Titik tepi ditandai dengan (Xi,Yi)
dan (i=1,2,3,.., n-1, n) dipilih hanya yang memenuhi Persamaan 8 untuk daun
bagian atas dan Persamaan 9 untuk daun bagian bawah.
Yatas i =[tan(θ)*(Xi -Cx)]+Catasy
Ybawahi =[tan(-θ)*(Xi -Cx)]+Cbawahy
(8)
(9)
8
Untuk daun bagian atas, disini n menunjukkan jumlah interval dengan
n=(90/θ)+1. Sebagai contoh jika nilai θ=15° maka titik tepi yang dipilih berada
sudut-sudut θatas ={0, 15, 30, 45, 60, 75, 90}.
Sedangkan untuk daun bagian bawah, n=(-90/-θ)+1. Untuk sudut θ=15°
maka titik tepi yang dipilih berada sudut-sudut θbawah ={0, -15, -30, -45, -60, -75, 90}. Kordinat (Cx, Cy) menunjukkan titik tengah dari daun. Pada penelitian ini
interval sudut yang digunakan adalah θ=10° dan θ=5°. Illustrasi pendeteksian
titik-titik tepi dapat dilihat pada Gambar 6.
Setelah mendapatkan titik-titik tepi, untuk CCG pada masing-masing tahap
bagian atas maupun bawah dihitung nilai gradient antara sepasang titik. Untuk
CCD yang dihitung adalah jarak titik tengah terhadap titik-titik tepi. Nilai-nilai
gradient untuk CCG dan nilai jarak untuk CCD inilah yang digunakan sebagai
fitur untuk pengenalan bentuk daun.
Klasifikasi
Klasifikasi dilakukan menggunakan algoritme Probabilistic Neural Network
(PNN). Data gradient dibagi menjadi data uji dan data training dengan proporsi
tertentu. Data training ini akan menjadi model pada lapisan pola (pattern layer).
Untuk setiap data uji akan dihitung jaraknya terhadap setiap data latih pada lapisan
pola. Kemudian pada lapisan penjumlahan (summation layer) nilai jarak tersebut
dijumlahkan untuk setiap kelas. Jarak yang paling pendek terhadap satu kelas
menunjukkan bahwa data uji tersebut termasuk ke dalam kelas tersebut.
Lingkungan Pengembangan
Penelitian ini diimplementasikan dengan menggunakan library OpenCV 2.1
pada perangkat keras dengan spesifikasi processor Intel® Core i7-2640M dan
RAM 4 GB. Sistem operasi yang digunakan adalah Windows 7 32-bit yang
berjalan dengan aplikasi VirtualBox Manager versi 4.2.18 diatas OS X versi
10.8.2.
Gambar 6 Illustrasi deteksi titik-titik tepi
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Praproses Citra
Sebelum ekstraksi fitur dilakukan, citra terlebih dulu mengalami praproses
secara manual. Pada tahap praproses manual ini objek daun dipisahkan dari latar
belakangnya dan dirotasi sehingga tegak lurus terhadap garis horizontal. Ukuran
citra diseragamkan dengan panjang dan lebar 700 piksel serta resolusi 72 dpi.
Proses ini dilakukan untuk 50 citra dari setiap bentuk daun sehingga total ada 200
citra yang diproses.
Citra yang sudah diproses secara manual memiliki latar belakang putih dan
posisi daun berdiri tegak lurus terhadap garis horizontal. Citra diubah menjadi
biner dengan operasi threshold. Dengan nilai threshold statis, piksel yang
memiliki nilai lebih besar dari threshold akan memiliki nilai 1 (putih), sedangkan
yang lebih kecil akan memiliki nilai piksel 0 (hitam). Objek daun menjadi
berwarna hitam dan latar belakang menjadi putih. Tujuan dari operasi threshold
adalah menghilangkan urat daun agar pada saat proses deteksi tepi tidak ada urat
daun yang terdeteksi sebagai garis tepi. Untuk memastikan tidak ada objek selain
daun pada citra, dilakukan operasi morfologi dilasi dan erosi. Structuring element
yang digunakan adalah standar dari library OpenCV 2.1 yaitu berbentuk persegi
ukuran 3x3 dengan nilai setiap elemennya adalah 1. Operasi dilasi dilakukan
untuk memastikan tidak ada noise di luar objek daun. Operasi erosi dilakukan
untuk menutup lubang-lubang kecil pada objek daun. Gambar 7 adalah contoh
citra daun yang melewati tahap praproses.
Deteksi Tepi
Deteksi tepi menggunakan Canny Edge dengan nilai parameter batas atas
sebesar 200 dan batas bawah sebesar 100. Hasil tepi yang didapatkan sangat baik
karena citra dari praproses sudah bersih dan tanpa noise.
Gambar 7 Tahap praproses mulai dari citra asli (kiri), citra dengan latar belakang
terpisah dan posisi tegak (tengah), dan citra setelah threshold (kanan)
10
Gambar 8 Proses deteksi tepi Canny
Centroid Contour Gradient (CCG)
Representasi menggunakan algoritme Centroid Contour Gradient
dilakukan dengan interval sudut θ=10° dan θ=5°. Gambar 9 menunjukkan dengan
θ=10° didapatkan 19 titik tepi. Dari 19 titik (N) akan didapatkan nilai gradient
sebanyak 18 (N-1). Dengan θ=5° didapatkan 37 titik dan 36 gradient. Nilai
gradient Gi dihitung antara sepasang titik tepi mulai dari titik paling atas sampai
paling bawah (i=1,2,3,..., N-1).
Nilai gradient tak terdefinisi ketika kontur memiliki kemiringan yang
vertikal. Dalam implementasinya, pada formula CCG terdapat sedikit penyesuaian
untuk menangani kemiringan kontur yang tegak lurus 90°. Khusus pada kondisi
tersebut, formula CCD sedikit dimodifikasi menjadi Persamaan 10 agar nilai
gradient tetap terdefinisi (10).
Gi =
yi+1 -yi
0.1
, i=(1,2,3,..,n-1)
(10)
Gambar 9 CCG dengan θ=10° (kiri) dan θ=5° (kanan)
11
Pada Gambar 10 ditunjukkan grafik nilai gradient (Gi) daun ovate untuk
setiap pasang titik secara berurutan dengan titik i=1 adalah titik yang berada di
ujung atas daun. Gambar 10 menunjukkan nilai gradient bernilai kecil pada
bagian atas dan bawah daun yaitu pada G1 sampai G9 dan G12 sampai G18. Nilai
G11 tinggi disebabkan pada titik-titik tersebut kontur daun memiliki kemiringan
yang curam. Puncak grafik merepresentasikan letak bagian terlebar dari daun
karena kontur pada bagian tersebut memiliki kemiringan yang curam. Kemiringan
kontur yang curam memiliki nilai gradient tinggi. Pada Gambar 11 ditunjukkan
puncak grafik akan berada pada titik yang bersesuaian dengan bagian terlebar dari
daun.
Namun representasi bagian terlebar dari daun oleh CCG mengalami masalah
ketika daun yang diproses memiliki bentuk yang pipih. Pada Gambar 12, untuk
daun yang lebar seperti ovate, nilai-nilai gradient cenderung bernilai kecil.
Gradient bernilai kecil karena kemiringan kontur cenderung landai. Sedangkan
pada daun yang pipih seperti lanceolate, CCG tidak dapat merepresentasikan
bagian terlebar dengan baik karena daun yang pipih memiliki banyak kontur yang
curam. Banyaknya kontur curam menyebabkan grafik memiliki banyak puncak.
400
gradient (Gi)
350
300
250
200
150
100
50
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
--k ke‐i
Gambar 10 Grafik nilai gradient pada tiap titik
250
Ellips
Cordate
gradient (Gi)
200
150
ellips
100
cordate
50
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
--k ke‐i
Gambar 11 CCG merepresentasikan bagian terlebar daun ellips dan cordate
12
Ovate
Lanceolate
350
300
gradient (Gi)
ovate
250
lanceolate
200
150
100
50
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
--k ke‐i
Gambar 12 Grafik CCG dari ovate (kiri) dan lanceolate (kanan)
CCG dilakukan untuk 200 citra daun, dengan jumlah citra sebanyak 50
untuk masing-masing jenis bentuk daun. Hasil representasi CCG 50 citra untuk
kelas ellips ditunjukkan pada Gambar 13. Ellips memiliki bagian terlebar tepat di
tengah daun sehingga sebaran puncak grafik ellips berada di bagian tengah. Hasil
representasi CCG 50 citra untuk kelas cordate ditunjukkan pada Gambar 14.
Bagian terlebar daun Cordate berada pada posisi lebih dekat ke pangkal daun
sehingga sebaran puncak grafik cenderung berada di kanan.
600
Ellips
gradient (Gi )
500
400
300
200
100
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Ti-k ke‐i
Gambar 13 Representasi CCG dari 50 daun ellips dan 6 sampel daun ellips
600
Cordate
gradient (Gi )
500
400
300
200
100
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Ti-k ke‐i
Gambar 14 Representasi CCG dari 50 daun cordate dan 6 sampel daun cordate
13
Hasil representasi CCG 50 citra untuk kelas ovate ditunjukkan pada Gambar
15. Representasi CCG ovate mirip dengan cordate. Posisi bagian terlebar lebih
dekat ke pangkal daun sehingga terlihat sebaran puncak grafik berada di kanan.
Terlihat representasi grafik CCG ovate dan cordate sangat mirip meskipun
bentuk daunnya sangat perbeda. Hal ini disebabkan ovate dan cordate sama-sama
memiliki posisi bagian terlebar daun yang dekat dengan pangkal sehingga puncak
grafik berada pada titik yang sama.
Gambar 16 adalah contoh daun ovate dan cordate yang memiliki
representasi CCG mirip. Kedua daun tersebut memiliki bentuk yang jauh berbeda.
Cordate memiliki bentuk yang unik seperti bentuk hati dengan kontur yang khas
pada bagian pangkalnya. Hal ini menunjukkan bahwa fitur CCG tidak dapat
membedakan kelas ovate dan cordate dengan baik.
Hasil representasi CCG 50 citra untuk kelas lanceolate ditunjukkan pada
Gambar 17. Grafik lanceolate memiliki variasi yang paling tinggi karena
lanceolate memiliki bentuk daun yang tidak seragam. Selain itu lanceolate
memiliki kontur yang curam sehingga bagian terlebar dari daun tidak dapat
direpresentasikan dengan baik oleh CCG. Nilai-nilai gradient dengan variasi
tinggi berada pada kontur daun yang curam, yaitu kontur dengan kemiringan
vertikal dan yang mendekati vertikal.
600
Ovate
gradient (Gi )
500
400
300
200
100
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Ti-k ke‐i
Gambar 15 Representasi CCG dari 50 daun ovate dan 6 sampel daun ovate
Cordate
50
40
gradient (Gi)
Ovate
30
cordate
20
ovate
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
--k ke‐i
Gambar 16 Grafik CCG untuk ovate dan cordate mirip
14
700
Lanceolate
600
gradient (Gi )
500
400
300
200
100
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Ti-k ke‐i
Gambar 17 Representasi CCG dari 50 daun lanceolate dan 6 sampel daun
lanceolate
Pada bagian kontur yang vertikal, perbedaan kemiringan kontur pada citra
terlihat sangat sedikit, tetapi gradient memiliki nilai yang sangat berbeda. Hal ini
disebabkan nilai selisih x yang kecil sebagai pembagi pada formula perhitungan
gradient. Contoh perhitungan gradient pada Gambar 18 menunjukkan bagaimana
nilai gradient sangat sensitif pada kontur yang curam. Kemiringan kontur yang
hanya berbeda satu atau dua piksel saja menghasilkan nilai gradient yang jauh
berbeda.
Jika nilai gradient untuk setiap titik dirata-ratakan untuk masing-masing
bentuk daun, didapatkan grafik pada Gambar 19. Keempat kelas memiliki pola
grafik yang mirip, terutama untuk kelas cordate dan ovate. Grafik ellips, cordate,
dan ovate bertumpukkan pada i ke-12 sampai ke-18. Bentuk pola grafik yang
mirip ini menunjukkan bahwa fitur gradient ini tidak cukup baik jika digunakan
untuk mengenali bentuk daun. Dari keempat kelas, hanya lanceolate saja yang
terlihat berbeda karena memiliki nilai gradient yang besar.
Gambar 18 Nilai gradient sensitif pada kontur curam
15
90
Rata‐rata
80
ellips
70
cordate
gradient (Gi)
60
ovate
50
lanceolate
40
30
20
10
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Ti-k ke‐i
Gambar 19 Rata-rata nilai gradient untuk setiap kelas
Perubahan Ukuran Daun terhadap CCG
Pada Gambar 20 CCG dilakukan untuk dua daun yang sama tetapi berbeda
ukuran untuk mengetahui apakah CCG sensitif terhadap perubahan ukuran daun.
Pada titik bagian atas dan bawah daun, terlihat grafik ellips A dan ellips B
bertumpukkan. Hal ini menunjukkan bahwa pada bagian tersebut CCG tidak
terpengaruh terhadap ukuran daun. Namun pada bagian tengah, terlihat perbedaan
yang sangat signifikan. Hal ini disebabkan pada saat daun berubah ukuran, terjadi
sedikit perubahan kemiringan yang menyebabkan nilai gradient berubah. Seperti
yang telah dibahas di atas, perbedaan kemiringan sedikit saja pada bagian kontur
curam dapat menghasilkan nilai gradient yang jauh berbeda. CCG tahan terhadap
pengaruh perubahan ukuran jika kontur daun landai namun sensitif terhadap
perubahan ukuran pada apabila kontur daun curam.
250
Ellips B
200
gradient (Gi)
Ellips A
150
ellips A
100
ellips B
50
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Ti-k ke‐i
Gambar 20 Daun ellips A dan ellips B beserta grafik CCG-nya
16
Probabilistic Neuron Network untuk CCG
Data gradient kemudian diklasifikasikan berdasarkan 4 kelas yaitu ellips
(1), cordate (2), ovate (3), dan lanceolate (4). Dari 200 data, diambil 15 data
untuk setiap kelas sebagai data testing sehingga jumlah data training adalah
sebanyak 140 data dan data testing 60 data. Klasifikasi dilakukan untuk data
gradient dengan CCG θ=10° (18 gradient) dan θ=5° (36 gradient). Untuk
meningkatkan akurasi, dilakukan penambahan ciri dengan menggabungkan fitur
dari kedua interval sehingga didapatkan 54 gradient (18+36 gradient).
Berdasarkan hasil klasifikasi PNN terbukti bahwa CCG belum cukup baik untuk
mengenali bentuk daun. Tabel 1 menunjukkan akurasi terbaik didapat untuk PNN
dengan 36 ciri.
Cross-validation dengan k=5 dilakukan untuk kasus 36 ciri. Setelah
dilakukan cross-validation didapatkan akurasi menjadi sebesar 61.5%. Tabel 2
adalah confusion matrix dari kasus 36 ciri. Dari matriks terlihat banyak daun
cordate yang dikenali sebagai ovate. Hal tersebut dapat terjadi karena representasi
CCG dari cordate sangat mirip dengan ovate seperti contoh yang ditunjukkan
pada Gambar 16.
Tabel 1 Akurasi PNN untuk CCG
Klasifikasi
PNN (18 ciri)
PNN (36 ciri)
PNN (18+36 ciri)
Akurasi
56,67%
60,00%
58,33%
Tabel 2 Confusion matrix untuk PNN kasus 36 ciri
Kelas
Aktual
Ellips
Cordate
Ovate
Lanceolate
Ellips
40
3
4
12
Kelas Prediksi
Cordate
Ovate
1
4
23
21
14
31
1
3
Lanceolate
5
3
1
34
Centroid Contour Distance (CCD)
Sama dengan proses Centroid Contour Gradient, representasi menggunakan
algoritme Centroid Contour Distance dilakukan dengan interval sudut θ=10° dan
θ=5°. Representasi grafik dari hasil CCD pada keempat kelas daun dengan θ=10°
ditunjukkan pada Gambar 21. Grafik menampilkan secara berurutan jarak titik
tengah terhadap titik tepi (Ri) dengan titik i=1 dimulai dari ujung atas daun.
Berbeda dengan CCG, grafik CCD memiliki pola yang khas untuk setiap
kelas. Pada Gambar 21, meskipun kelas ellips (a) dan lanceolate (d) bentuk grafik
terlihat mirip, namun memiliki kecekungan yang berbeda. Kelas lanceolate (d)
kebanyakan memiliki bentuk daun yang pipih menyebabkan jarak titik tengah
terhadap titik tepi lebih dekat sehingga bentuk grafik lebih cekung ke bawah.
17
350
Ellips
300
jarak (Ri)
250
200
150
100
50
0
1
2
3
4
5
6
7
8
(a)
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Ti-k ke‐i
400
Cordate
350
jarak (Ri)
300
250
200
150
100
50
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Ti-k ke‐i
(b)
350
Ovate
300
jarak (Ri)
250
200
150
100
50
0
1
2
3
4
5
6
7
8
(c)
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Ti-k ke‐i
400
Lanceolate
350
jarak (Ri)
300
250
200
150
100
50
0
1
(d)
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Ti-k ke‐i
Gambar 21 Grafik CCD dari 50 data untuk kelas ellips (a), cordate (b), ovate (c),
lanceolate (d)
18
CCD juga berhasil merepresentasikan bentuk hati yang merupakan keunikan
dari daun cordate. Pada Gambar 22, CCD tidak dapat merepresentasikan bagian
terlebar dari daun ovate maupun cordate seperti CCG. Tetapi pada dalam hal ini
CCD lebih representatif dalam menunjukkan bentuk kontur tepi daun ditunjukkan
dengan hasil masing-masing representasi daun cordate dan ovate yang berbeda.
Jika nilai jarak untuk setiap titik dirata-ratakan untuk masing-masing kelas,
didapatkan grafik pada Gambar 23. Keempat kelas daun memiliki grafik yang
berbeda, hampir tidak ada bagian grafik yang bertumpukkan. Hal ini
menunjukkan bahwa fitur CCD dapat membedakan keempat bentuk daun dengan
baik.
Perubahan Ukuran Daun terhadap CCD
Kelemahan dari CCD adalah sensitif terhadap perubahan ukuran. Pada daun
yang sama, nilai CCD daun akan berubah jika ukurannya berubah. Gambar 24
menunjukkan dua daun ellips yang sama tapi berbeda ukuran akan menghasilkan
350
Ovate
Cordate
300
jarak (Ri)
250
200
ovate
150
cordate
100
50
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
--k
Gambar 22 Grafik CCD untuk ovate dan cordate berbeda
350
300
jarak rata‐rata
250
200
150
ellips
100
cordate
ovate
50
lanceolate
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Ti-k ke‐i
Gambar 23 Rata-rata nilai CCD untuk setiap kelas
19
Ellips A
300
Ellips B
250
jarak
200
150
100
ellips A
50
ellips B
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
--k
Gambar 24 Grafik CCD untuk ellips A (kiri) dan ellips B (kanan)
grafik CCD yang berbeda. Daun yang lebih kecil yaitu Ellips A memiliki jarak
titik tengah terhadap titik tepi yang lebih pendek sehingga grafiknya berada di
bawah Ellips B.
Probabilistic Neuron Network untuk CCD
Dengan data latih dan data uji yang sama dengan proses pada CCG, hasil
dari klasifikasi PNN untuk fitur ciri dari CCD dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil
klasifikasi dari fitur CCD menunjukkan akurasi yang jauh lebih tinggi dibanding
menggunakan fitur CCG. Tabel 3 menunjukkan akurasi terbaik pada CCD
didapatkan untuk PNN dengan 19 ciri.
Cross-validation dengan k=5 dilakukan untuk kasus 19 ciri. Setelah
dilakukan cross-validation didapatkan akurasi menjadi sebesar 95.00%. Pada
Tabel 4 terlihat hampir semua hasil kelas prediksi sesuai dengan kelas aktual. Hal
ini membuktikan bahwa CCD dapat membedakan keempat kelas bentuk daun
dengan baik.
Tabel 3 Akurasi PNN untuk CCD
Klasifikasi
PNN (19 ciri)
PNN (37 ciri)
PNN (19+37 ciri)
Akurasi
96,67%
95,00%
93,33%
Tabel 4 Confusion matrix untuk PNN kasus 19 ciri
Kelas
Aktual
Ellips
Cordate
Ovate
Lanceolate
Ellips
48
0
2
1
Kelas Prediksi
Cordate
Ovate Lanceolate
0
0
2
42
7
1
0
48
0
0
0
49
20
Dari hasil perbandingan CCG dan CCD, kinerja CCD jauh lebih baik dalam
mengenali bentuk daun. CCD lebih cocok digunakan untuk mengenali bentuk
daun karena pengelompokkan bentuk daun dilakukan berdasarkan letak bagian
terlebar daun dan rasio tinggi terhadap lebar daun. Karena CCD menghitung jarak,
maka CCD dapat membedakan bentuk daun berdasarkan tinggi dan lebarnya.
Selain itu kontur daun juga dapat direpresentasikan dengan baik karena CCD
dapat membedakan arah kemiringan kontur.
CCG dapat merepresentasikan posisi bagian terlebar daun namun tidak
merepresentasikan tinggi dan lebar daun. Dua kelas daun yang memiliki posisi
bagian terlebar yang sama tidak dapat dibedakan dengan baik oleh CCG. CCG
juga tidak dapat membedakan arah kemiringan kontur. Selain itu buruknya akurasi
CCG juga disebabkan oleh nilai gradient yang sensitif pada kontur curam
sehingga nilai-nilai gradient memiliki variasi yang tinggi.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penelitian ini berhasil mengimplementasikan algoritme CCG dan CCD
untuk merepresentasikan bentuk daun. Dengan menggunakan CCG didapatkan
akurasi terbaik sebesar 60.00% dan menggunakan CCD didapatkan akurasi
terbaik 96.67%. CCG tidak begitu baik untuk merepresentasikan bentuk daun
karena tidak dapat membedakan karakteristik tiap kelas terutama untuk kelas
cordate dan ovate. Variasi paling tinggi terdapat pada kelas lanceolate karena
daun pada kelas tersebut memiliki bentuk yang tidak seragam.
CCD memiliki akurasi yang jauh lebih baik dari CCG karena CCD dapat
merepresentasikan karekateristik yang berbeda untuk setiap kelas bentuk daun.
Namun baik CCD maupun CCG, keduanya memiliki kelemahan yaitu sensitif
terhadap perubahan ukuran citra.
Saran
Pada penelitian ini pengenalan bentuk daun hanya terbatas untuk citra yang
sudah bebas noise dan memiliki posisi daun tegak. Untuk pengembangan
penelitian lebih lanjut diharapkan pengenalan daun dapat dilakukan pada citra
daun dengan berbagai posisi. Selain itu fitur ciri perlu dikombinasikan dengan
sejumlah global shape desciptor seperti area, circularity, dan eccentricity.
DAFTAR PUSTAKA
Ali M, Clausi D. 2001. Using The Canny Edge Detector for Feature Extraction
and Enhancement of Remote Sensing Images. IGARSS ‘01 IEEE. 5: 2298 –
2300.doi:10.1109/IGARSS.2001.977981
Benson L. 1957. Plant Classification. Boston (US):D.C. Heath and Company.
21
Bong MF, Sulong GB, Rahim MSM. 2013. Recognition of Leaf Based on Its Tip
and Base using Centroid Contour Gradient. IJCSI Vol. 10, Issue 2, No 2,
(March).
Cerutti G, Tougne L, Mille J, Vacavant A, Coquin D. 2011. Guiding Active
Contours for Tree Leaf Segmentation and Identification. CLEF.
Gonzalez RC, Woods RE. 1978. Digital Image Processing. Boston(US):AddisonWesley Publishing Company
Harjono Y. 2009. MS Kaban : Laju Kerusakan Hutan 1,02 juta Ha per
tahun[internet]. [diunduh 19 Januari 2014]. Tersedia pada :
http://lipsus.kompas.com/indocomtech2013/read/2009/07/03/1142474/ms.kaba
n.laju.kerusakan.hutan.102.juta.ha.per.tahun
Specht DF. 1990. Probabilistic Neural Networks. Neural Networks. 3:109-118
Pahalawatta, K. 2008. Plant species biometric using feature hierarchies [Tesis].
Canterbury (NZ):Department of Computer Science and Software Engineering
University of Canterbury.
Zhang D., Lu G. 2004. Review of shape representation and description techniques.
Pattern Recognition. 34(1):1-19.doi:10.1016/j.patcog.2003.07.008
22
Lampiran 1 Citra daun yang digunakan
LAMPIRAN
Daun ellips
23
Lampiran 1 Lanjutan
Daun cordate
24
Lampiran 1 Lanjutan
Daun ovate
25
Lampiran 1 Lanjutan
Daun lanceolate
26
Lampiran 1 Lanjutan
27
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Toulouse, Prancis pada tanggal 10 Mei 1992 dari ayah
Hasim dan ibu Lestari Utami. Penulis adalah putra ketiga dari delapan bersaudara.
Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Bogor dan pada tahun yang sama
penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Ilmu Komputer, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum
Struktur Data pada tahun ajaran 2012/2013. Penulis juga pernah aktif di
Himpunan Mahasiswa Ilmu Komputer sebagai Wakil Ketua pada tahun ajaran
2011/2012 dan Kepala Divisi Edukasi pada tahun ajaran 2012/2013. Bulan JuliAgustus 2013 penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan di Beritasatu.com
Jakarta. Penulis pernah menjadi Juara II lomba menulis essay pada Bogor Art
Festival Tingkat Nasional tahun 2011.
GRADIENT DAN CENTROID CONTOUR DISTANCE UNTUK
PENGENALAN BENTUK DAUN
ABDURRASYID HASIM
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbandingan
Algoritme Centroid Contour Gradient dan Centroid Contour Distance untuk
Pengenalan Bentuk Daun adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Abdurrasyid Hasim
NIM G64100079
ABSTRAK
ABDURRASYID HASIM. Perbandingan Algoritme Centroid Contour Gradient
dan Centroid Contour Distance untuk Pengenalan Bentuk Daun. Dibimbing oleh
YENI HERDIYENI.
Penelitian ini membandingkan algoritme CCG (Centroid Contour Gradient)
dan CCD (Centroid Contour Distance) untuk ekstraksi fitur dalam pengenalan
bentuk daun. CCG dan CCD adalah algoritme untuk merepresentasikan bentuk
dengan pendekatan berbasis kontur (contour-based). CCG menghitung nilai
gradient antar titik sepanjang tepi daun pada setiap interval sudut tertentu
sedangkan CCD menghitung jarak titik tengah terhadap titik-titik tepi. Bentuk
daun yang digunakan dalam penelitian ini adalah ellips, cordate, ovate, dan
lanceolate. Data yang digunakan sebanyak 200 citra daun dengan jumlah citra
masing-masing kelas sebanyak 50. Probabilistic Neural Network digunakan untuk
mengklasifikasi bentuk daun. Didapatkan akurasi terbaik CCD sebesar 96.67%,
jauh lebih besar dibanding akurasi terbaik CCG sebesar 60.00%.
Kata kunci : Bentuk daun, Centroid Contour Gradient, Centroid Contour
Distance
ABSTRACT
ABDURRASYID HASIM. Comparison of Centroid Contour Gradient and
Centroid Contour Distance Algorithm for Leaf Shape Recognition. Supervised by
YENI HERDIYENI.
This research compares the CCG (Centroid Contour Gradient) and CCD
(Centroid Contour Distance) algorithms for feature extraction in leaf shape
recognition. CCG and CCD are algorithm of shape representation based on
contour. Contour is an important cue for object recognition. CCG calculates
gradient between pairs of boundary points corresponding to interval angle while
the CCD calculates the distance between the midpoint and the boundary points.
Leaf shapes that used in this study are elliptical, cordate, ovate, and lanceolate.
We used 200 Indonesian tropical leaf images. Each class consists of 50 images.
Probabilistic Neural Network (PNN) is used to classify leaf shape. The
experimental result shows that CCD has better accuracy than CCG. The accuracy
achieved by CCD and CCG are 96.67 % and 60.00% respectively.
Keyword : leaf shape, Centroid Contour Gradient, Centroid Contour Distance
PERBANDINGAN ALGORITME CENTROID CONTOUR
GRADIENT DAN CENTROID CONTOUR DISTANCE UNTUK
PENGENALAN BENTUK DAUN
ABDURRASYID HASIM
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komputer
pada
Departemen Ilmu Komputer
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji :
1 Dr Imas Sukaesih Sitanggang, SSi Mkom
2 Muhammad Asyhar Agmalaro, SSi MKom
Judul Skripsi : Perbandingan Algoritme Centroid Contour Gradient dan Centroid
Contour Distance untuk Pengenalan Bentuk Daun
Nama
: Abdurrasyid Hasim
NIM
: G64100079
Disetujui oleh
Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom
Pembimbing I
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Buono, MKom MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 ini ialah
pemrosesan citra digital, dengan judul Perbandingan Algoritme Centroid Contour
Gradient dan Centroid Contour Distance untuk Pengenalan Bentuk Daun.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom
selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Rake
Linggar Anggoro atas bantuan selama implementasi kode program dan Solecha
Rahmawati yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa
dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014
Abdurrasyid Hasim
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Bentuk Daun
2
Morfologi
3
Canny Edge
4
Centroid Contour Gradient dan Centroid Contour Distance
5
Probabilistic Neural Network
5
METODE
6
Data yang Digunakan
6
Tahapan Penelitian
6
Praproses
7
Deteksi Tepi
7
Representasi Bentuk Daun
7
Klasifikasi
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
9
Praproses Data
9
Deteksi Tepi
9
Centroid Contour Gradient (CCG)
10
Perubahan Ukuran Daun terhadap CCG
15
Probabilistic Neuron Network untuk CCG
16
Centroid Contour Distance (CCD)
16
Perubahan Ukuran Daun terhadap CCD
18
Probabilistic Neuron Network untuk CCD
SIMPULAN DAN SARAN
19
20
Simpulan
20
Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
20
LAMPIRAN
22
DAFTAR TABEL
1 Akurasi PNN untuk CCG
2 Confusion matrix untuk PNN kasus 36 ciri
3 Akurasi PNN untuk CCD
4 Confusion matrix untuk PNN kasus 19 ciri
16
16
19
19
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Bentuk-bentuk daun menurut Benson (1957)
Contoh operasi dilasi dan erosi
Contoh deteksi tepi Canny
Illustrasi pendekatan CCD
Diagram alir penelitian
Illustrasi deteksi titik-titik tepi
Tahap praproses mulai dari citra asli (kiri), citra dengan latar belakang
terpisah dan posisi tegak (tengah), dan citra setelah threshold (kanan)
Proses deteksi tepi Canny
CCG dengan θ=10° (kiri) dan θ=5° (kanan)
Grafik nilai gradient pada tiap titik
CCG merepresentasikan bagian terlebar daun ellips dan cordate
Grafik CCG dari ovate (kiri) dan lanceolate (kanan)
Representasi CCG dari 50 daun ellips dan 6 sampel daun ellips
Representasi CCG dari 50 daun cordate dan 6 sampel daun cordate
Representasi CCG dari 50 daun ovate dan 6 sampel daun ovate
Grafik CCG untuk ovate dan cordate mirip
Representasi CCG dari 50 daun lanceolate dan 6 sampel daun
lanceolate
Nilai gradient sensitif pada kontur curam
Rata-rata nilai gradient untuk setiap kelas
Daun ellips A dan ellips B beserta grafik CCG-nya
Grafik CCD dari 50 data untuk kelas ellips (a), cordate (b), ovate (c),
lanceolate (d)
Grafik CCD untuk ovate dan cordate berbeda
Rata-rata nilai CCD untuk setiap kelas
Grafik CCD untuk ellips A (kiri) dan ellips B (kanan)
3
4
5
5
7
8
9
10
10
11
11
12
12
12
13
13
14
14
15
15
17
18
18
19
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerusakan alam di Indonesia kini semakin parah. Berdasarkan data
Kementerian Kehutanan, pada tahun 2009 laju kerusakan hutan produksi
mencapai 1,08 juta hektar per tahun (Harjono 2009). Dengan pertumbuhan
populasi manusia dan perubahan iklim, kepunahan tumbuh-tumbuhan di
Indonesia bukan tidak mungkin akan menjadi kenyataan dalam beberapa tahun ke
depan. Kegiatan konservasi alam menjadi kebutuhan yang mendesak demi
terjaganya kelestarian alam Indonesia. Mengidentifikasi spesies tumbuhan baru
atau langka adalah salah satu bentuk dari kegiatan konservasi. Dengan cara
identifikasi konvensional, mengidentifikasi tumbuhan terkadang menjadi suatu hal
yang sulit dan hanya bisa dilakukan oleh ahli tumbuhan yang terlatih. Karena itu
diperlukan teknologi pemrosesan citra untuk mempermudah hal tersebut.
Dalam bidang pemrosesan citra, daun adalah bagian tumbuhan yang paling
sering digunakan untuk identifikasi karena mudah diambil fotonya dan relatif
mudah dianalis (Cerruti et al. 2011). Daun adalah bagian tumbuhan yang menjadi
fitur dasar dalam identifikasi tumbuhan. Jenis daun dapat dideskripsikan
berdasarkan bentuk daun, tepi daun, venasi, tekstur, warna, ujung daun dan
pangkal daun. Berdasarkan bentuknya, daun dikelompokkan menjadi 20 kelas
(Benson 1957). Setiap kelas bentuk daun memiliki karakteristik yang khas. Untuk
merepresentasikan bentuk suatu objek, terdapat dua teknik pendekatan yaitu
berbasis kontur (contour-based) dan berbasis wilayah (region-based). Pendekatan
berbasis kontur hanya memanfaatkan informasi yang terdapat pada kontur tepi
sedangkan pendekatan berbasis wilayah melibatkan seluruh bagian dari suatu
objek (Zhang dan Lu 2004). Algoritme Centroid Contour Gradient (CCG) dan
Centroid Contour Distance (CCD) merupakan algoritme untuk merepresentasikan
bentuk dengan pendekatan berbasis kontur. Untuk mengekstraksi fitur, kedua
algoritme tersebut hanya melibatkan bagian kontur dari objek. Penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya membandingkan algoritme Centroid Contour
Gradient (CCG) dan Centroid Contour Distance (CCD) untuk mengenali empat
jenis ujung daun dan pangkal daun (acuminate, cuspidate, obcus, dan acute).
Hasilnya CCG memiliki rata-rata akurasi mencapai 96,6% mengalahkan CCD
yang memiliki akurasi rata-rata 74,4% (Bong et al. 2013).
Dalam penelitian ini akan dilakukan perbandingan algoritme CCG dan CCD
untuk mengenali bentuk daun. CCG dan CCD digunakan untuk mengekstrak fitur
kontur tepi daun. Pada penelitian ini digunakan Probalistic Neural Network
(PNN) untuk mengklasifikasi data dan mengukur akurasi. PNN digunakan karena
memiliki banyak kelebihan. Kecepatan latihnya 200,000 kali lebih cepat dari
jaringan propagasi-balik (Specht 1990) karena proses perlatihan hanya terdiri atas
1 ulangan dan tahan terhadap data outlier.
Perumusan Masalah
Perumusan masalah penelitian ini adalah :
2
1
2
Bagaimana cara mengimplementasikan algoritme Centroid Contour Gradient
dan Centroid Contour Distance untuk merepresentasikan bentuk daun.
Membandingkan kinerja algoritme Centroid Contour Gradient dan Centroid
Contour Distance dalam mengenali bentuk daun.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengimplementasikan dan
membandingkan kinerja algoritme Centroid Contour Gradient dan Centroid
Contour Distance dalam mengenali bentuk daun.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi bagi peneliti,
khususnya di bidang pemrosesan citra, untuk mengenali bentuk daun.
Ruang Lingkup Penelitian
1
2
3
Ruang lingkup penelitian ini adalah :
Citra daun yang digunakan untuk penelitian adalah daun dari jenis tumbuhan
tropis di Indonesia.
Bentuk daun hanya melingkupi 4 jenis yaitu ellips, cordate, ovate, dan
lanceolate.
Citra daun yang digunakan sudah terpisah dari latar belakangnya dan
memiliki posisi tegak.
TINJAUAN PUSTAKA
Bentuk Daun
Ahli tumbuhan mengamati berbagai ciri pada tumbuhan dengan
menggunakan kunci taksonomi untuk mengidentifikasi spesies suatu tumbuhan.
Salah satu ciri yang diamati untuk menentukan spesies tumbuhan adalah bentuk
daun. Berdasarkan bentuknya, daun dikelompokkan menjadi 20 kelas (Benson
1957). Setiap kelas bentuk daun memiliki bentuk yang unik. Bentuk yang khas
pada masing-masing kelas menjadi pembeda utama antara satu kelas dengan kelas
lainnya. Selain itu, secara umum kelas bentuk daun juga ditentukan oleh
perbandingan panjang terhadap lebar daun dan posisi terlebar dari daun. Gambar 1
adalah jenis-jenis bentuk daun yang terdapat di alam.
3
Gambar 1 Bentuk-bentuk daun menurut Benson (1957)
Morfologi
Morfologi adalah teknik yang berdasarkan pada teori himpunan dan dapat
digunakan untuk pengolahan citra biner dan pengolahan citra abu-abu. Dilasi dan
erosi adalah operasi paling dasar dari teknik morfologi (Gonzalez et al. 1978).
Kedua operasi tersebut menjadi basis untuk membuat operasi morfologi yang
lainnya.
Setiap citra biner adalah anggota dari himpunan ruang 2 dimensi bilangan
bulat Z2. Setiap elemen memiliki koordinat (x, y) yang merepresentasikan nilai
piksel pada citra. Misal A ∈ Z2 adalah suatu citra dan B adalah structuring
element. Dilasi citra A oleh B dinyatakan dalam Persamaan 1 (Gonzalez et al.
1978).
A ⊕ B = {z | [(B)z ∩ A] ≠ Ø}
(1)
Dilasi dari suatu himpunan A dengan B adalah suatu himpunan dari semua
elemen A dan B dengan pergeseran sebanyak z, dengan syarat A bertumpah tindih
dengan B setidaknya 1 elemen. Erosi citra A oleh B dinyatakan pada Persamaan 2.
Erosi dari suatu himpunan A dengan B adalah suatu himpunan dari semua elemen
A dan B dengan pergeseran sebanyak z, dengan syarat B berada pada A (Gonzalez
et al. 1978).
(2)
A Ө B = {z | (B)z ⊆ A}
Dilasi memperluas bagian yang hitam pada citra, sedangkan erosi
memperkecil bagian yang hitam pada citra. Pada dasarnya teknik erosi
mengurangi nilai grayscale citra dengan menerapkan transformasi penyusutan,
sedangkan dilasi meningkatkan nilai grayscale citra dengan menerapkan
transformasi perluasan. Gambar 2 adalah ilustrasi proses morfologi dilasi dan
erosi.
Pada library OpenCV 2.1 terdapat sedikit perbedaan pada operasi dilasi dan
erosi. Pada OpenCV 2.1, operasi dilasi memperluas bagian yang putih dari citra
sehingga bagian yang hitam menyusut. Operasi erosi memperkecil bagian yang
putih dari citra sehingga bagian yang hitam meluas. Structuring element standar
pada OpenCV 2.1 adalah persegi ukuran 3x3 dengan nilai setiap elemennya
adalah 1.
4
A
B
Structuring
element
Original
Hasil Dilasi
Hasil Erosi
Gambar 2 Contoh operasi dilasi dan erosi
Canny Edge
Canny Edge adalah algoritme yang paling optimal dalam pendeteksian tepi.
Secara umum tahapan deteksi tepi Canny terdiri dari perhitungan intensity
gradient, non-maximum suppression, dan hysteresis. Deteksi tepi Canny pada
dasarnya adalah mengolah nilai squared magnitude gradient dari suatu citra (Ali
dan Clausi 2001). Persamaan 3 adalah nilai Magnitude dan arah dari gradient. Gx
dan Gy adalah matriks konvolusi. G menunjukkan nilai gradient dan θ
menunjukkan arah.
G = Gx 2 +Gy 2
G
θ= tan-1 Gy
(3)
x
Nilai maksimum lokal dari magnitude gradient yang berada di atas nilai
batas akan diidentifkasi sebagai garis tepi. Penentuan nilai maksimum lokal ini
disebut sebagai non-maximum suppression. Hysteresis bekerja dengan
meggunakan dua threshold, yaitu lower threshold dan upper threshold. Jika
gradient piksel gradient lebih besar dari upper threshold , piksel diterima sebagai
garis tepi. Jika gradient piksel lebih kecil dari lower threshold, piksel ditolak. Jika
piksel gradient berada di antara dua nilai threshold, piksel akan diterima sebagai
garis tepi hanya jika piksel tersebut tersambung dengan piksel yang lebih besar
dari upper threshold.
Operator canny bertujuan untuk meminimalisasi peluang terdeteksinya garis
tepi ganda, meminimalisasi peluang gagal terdeteksinya garis tepi, dan
meminimalisasi jarak garis tepi yang akan dideteksi dari garis tepi yang sudah
terdeteksi (Ali dan Clausi 2001). Gambar 3 adalah contoh citra yang diproses
dengan Canny.
5
Gambar 3 Contoh deteksi tepi Canny
Centroid Contour Gradient dan Centroid Contour Distance
Algoritme Centroid Contour Gradient (CCG) adalah turunan dari
Algoritme Centroid Contour Distance (CCD). Perbedaan antara CCG dan CCD
adalah jika CCD menghitung jarak antara tiap titik tepi terhadap titik tengah, CCG
menghitung gradient antara setiap pasang titik tepi (Bong 2013). Diilustrasikan
pada Gambar 4, CCD mendeteksi titik pada tepi objek pada sudut tertentu.
Titik P pada tepian ditentukan oleh titik tengah C, jarak antara titik P dan
titik tengah C, dan sudut θ. Persamaan 4 menunjukkan fungsi Centroid-distance
(Rt), yaitu jarak antara titik tepi (xi, yi) dari titik tengah (xc, yc) (Pahalawatta 2008).
Sedangkan Persamaan 5 menunjukkan fungsi Centroid-Gradient (Gi) (Bong 2013).
2
2
Ri = (xi -xc ) +(yi -yc ) , i=(1,2,3,..,N)
Gi =
yi+1 -yi
xi+1 -xi
(4)
(5)
, i=(1,2,3,..,N-1)
Probabilistic Neural Network
PNN adalah sebuah pengklasifikasi yang didasarkan pada kernel Parzen. PNN
menghilangkan kekurangan pengklasifikasi seperti propagasi balik yang
membutuhkan pengaturan parameter untuk memperbaik performanya secara
bertahap. Beberapa kelebihan PNN adalah batas kelas yang dapat dibuat kompleks
Θ
Gambar 4 Illustrasi pendekatan CCD
6
tergantung pada nilai parameter pemulus, batas kelas yang dapat mendekati nilai
optimal Bayes, dan tidak sensitif terhadap outlier. PNN bekerja lebih cepat
200,000 kali dari pada jaringan saraf tiruan propagasi balik karena proses
pelatihan hanya terdiri atas 1 ulangan (Spetch 1990).
Organisasi syaraf tiruan ini dibentuk dalam empat lapisan (Spetch 1990) :
1 Lapisan masukan merupakan lapisan yang nilai kelasnya akan diprediksi.
2 Lapisan pola, yaitu representasi data latih untuk setiap kelas. Nilai dot produt
antara masukan dan bobot dibagi dengan bias. Nilai ini kemudian dimasukkan
ke dalam fungsi radial basis. Proses ini dapat dituliskan seperti pada Persamaan
6 dengan x adalah vektor kelas latih ke-i dengan orde j.
T
f x =exp -
(x-xij ) (x-xij )
2σ2
(6)
3 Lapisan penjumlahan menjumlahkan setiap pola di setiap kelas untuk
menghasilkan fungsi kepekatan populasi pada kelas tersebut. Perhitungan
ditunjukkan pada Persamaan 7 dengan xij adalah vektor latih kelas i ke j, k
adalah dimensi vektor dan σ parameter pemulus. Parameter pemulus σ
menentukan besarnya interpolasi antara data yang ada.
Y= p x =
T
1
t
i=1 exp
k
(2π)2 σk t
-
(x-xij ) (x-xij )
2σ2
(7)
4 Lapisan Output mengambil nilai maksimum p(x). Nilai terbesar p(x)
berimplikasi bahwa x termasuk ke dalam kelas tersebut.
METODE
Data yang Digunakan
Data yang digunakan adalah database citra daun yang dimiliki oleh
Laboratorium Computer Vision Departemen Ilmu Komputer IPB. Objek daun
pada citra belum dipisahkan dari latar belakangnya. Citra diberi label berdasarkan
bentuk daun masing-masing citra. Pelabelan dilakukan berdasarkan
pengelompokkan bentuk daun menurut Benson (1957). Berdasarkan pelabelan,
diketahui kebanyakan daun merupakan jenis bentuk daun ellips, cordate, ovate,
dan lanceolate. Dari setiap jenis diambil 50 citra untuk diproses lebih lanjut. Data
citra dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian dapat dilihat pada diagram alir pada Gambar 5.
7
Praproses Citra
Deteksi Tepi
Representasi Bentuk Daun
Klasifikasi
Gambar 5 Diagram alir penelitian
Praproses Citra
Sebelum informasi bisa diekstrak, serangkaian praproses terlebih dahulu
dilakukan terhadap citra daun untuk memastikan tepian daun akurat dan bebas
noise. Pada penelitian ini data masukan harus berupa citra daun yang terpisah dari
latar belakang dan memiliki posisi berdiri tegak. Pada tahap praproses setiap citra
daun dipisahkan dari latar belakangnya dan dirotasikan agar memiliki posisi yang
tegak. Jika daun memiliki lubang, lubang tersebut ditutup terlebih dahulu sebelum
deteksi tepi dilakukan. ada tahap ini juga dilakukan penghapusan tangkai daun
agar mempermudah proses pencarian titik tengah.
Deteksi Tepi
Untuk melakukan deteksi tepi digunakan Canny Edge. Citra yang telah
dideteksi tepi meninggalkan hanya bagian kontur garis tepi daun saja. Citra ini
sudah siap untuk diproses pada tahap representasi daun.
Representasi Bentuk Daun
Representasi menggunakan CCG maupun CCD harus melibatkan titik
tengah dari daun. Titik tengah (Cx, Cy) didapat dari perhitungan sederhana, yaitu
Cx adalah setengah dari lebar daun dan Cy setengah dari tinggi daun. Dengan
asumsi bahwa bentuk daun selalu simetris, representasi hanya dilakukan pada sisi
kanan dari daun.
Sebelum representasi bentuk dilakukan, terlebih dahulu dilakukan deteksi
titik-titik tepi pada interval sudut tertentu. Pemilihan titik dilakukan dalam dua
tahap, untuk bagian atas dan bagian bawah daun. Titik tepi ditandai dengan (Xi,Yi)
dan (i=1,2,3,.., n-1, n) dipilih hanya yang memenuhi Persamaan 8 untuk daun
bagian atas dan Persamaan 9 untuk daun bagian bawah.
Yatas i =[tan(θ)*(Xi -Cx)]+Catasy
Ybawahi =[tan(-θ)*(Xi -Cx)]+Cbawahy
(8)
(9)
8
Untuk daun bagian atas, disini n menunjukkan jumlah interval dengan
n=(90/θ)+1. Sebagai contoh jika nilai θ=15° maka titik tepi yang dipilih berada
sudut-sudut θatas ={0, 15, 30, 45, 60, 75, 90}.
Sedangkan untuk daun bagian bawah, n=(-90/-θ)+1. Untuk sudut θ=15°
maka titik tepi yang dipilih berada sudut-sudut θbawah ={0, -15, -30, -45, -60, -75, 90}. Kordinat (Cx, Cy) menunjukkan titik tengah dari daun. Pada penelitian ini
interval sudut yang digunakan adalah θ=10° dan θ=5°. Illustrasi pendeteksian
titik-titik tepi dapat dilihat pada Gambar 6.
Setelah mendapatkan titik-titik tepi, untuk CCG pada masing-masing tahap
bagian atas maupun bawah dihitung nilai gradient antara sepasang titik. Untuk
CCD yang dihitung adalah jarak titik tengah terhadap titik-titik tepi. Nilai-nilai
gradient untuk CCG dan nilai jarak untuk CCD inilah yang digunakan sebagai
fitur untuk pengenalan bentuk daun.
Klasifikasi
Klasifikasi dilakukan menggunakan algoritme Probabilistic Neural Network
(PNN). Data gradient dibagi menjadi data uji dan data training dengan proporsi
tertentu. Data training ini akan menjadi model pada lapisan pola (pattern layer).
Untuk setiap data uji akan dihitung jaraknya terhadap setiap data latih pada lapisan
pola. Kemudian pada lapisan penjumlahan (summation layer) nilai jarak tersebut
dijumlahkan untuk setiap kelas. Jarak yang paling pendek terhadap satu kelas
menunjukkan bahwa data uji tersebut termasuk ke dalam kelas tersebut.
Lingkungan Pengembangan
Penelitian ini diimplementasikan dengan menggunakan library OpenCV 2.1
pada perangkat keras dengan spesifikasi processor Intel® Core i7-2640M dan
RAM 4 GB. Sistem operasi yang digunakan adalah Windows 7 32-bit yang
berjalan dengan aplikasi VirtualBox Manager versi 4.2.18 diatas OS X versi
10.8.2.
Gambar 6 Illustrasi deteksi titik-titik tepi
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Praproses Citra
Sebelum ekstraksi fitur dilakukan, citra terlebih dulu mengalami praproses
secara manual. Pada tahap praproses manual ini objek daun dipisahkan dari latar
belakangnya dan dirotasi sehingga tegak lurus terhadap garis horizontal. Ukuran
citra diseragamkan dengan panjang dan lebar 700 piksel serta resolusi 72 dpi.
Proses ini dilakukan untuk 50 citra dari setiap bentuk daun sehingga total ada 200
citra yang diproses.
Citra yang sudah diproses secara manual memiliki latar belakang putih dan
posisi daun berdiri tegak lurus terhadap garis horizontal. Citra diubah menjadi
biner dengan operasi threshold. Dengan nilai threshold statis, piksel yang
memiliki nilai lebih besar dari threshold akan memiliki nilai 1 (putih), sedangkan
yang lebih kecil akan memiliki nilai piksel 0 (hitam). Objek daun menjadi
berwarna hitam dan latar belakang menjadi putih. Tujuan dari operasi threshold
adalah menghilangkan urat daun agar pada saat proses deteksi tepi tidak ada urat
daun yang terdeteksi sebagai garis tepi. Untuk memastikan tidak ada objek selain
daun pada citra, dilakukan operasi morfologi dilasi dan erosi. Structuring element
yang digunakan adalah standar dari library OpenCV 2.1 yaitu berbentuk persegi
ukuran 3x3 dengan nilai setiap elemennya adalah 1. Operasi dilasi dilakukan
untuk memastikan tidak ada noise di luar objek daun. Operasi erosi dilakukan
untuk menutup lubang-lubang kecil pada objek daun. Gambar 7 adalah contoh
citra daun yang melewati tahap praproses.
Deteksi Tepi
Deteksi tepi menggunakan Canny Edge dengan nilai parameter batas atas
sebesar 200 dan batas bawah sebesar 100. Hasil tepi yang didapatkan sangat baik
karena citra dari praproses sudah bersih dan tanpa noise.
Gambar 7 Tahap praproses mulai dari citra asli (kiri), citra dengan latar belakang
terpisah dan posisi tegak (tengah), dan citra setelah threshold (kanan)
10
Gambar 8 Proses deteksi tepi Canny
Centroid Contour Gradient (CCG)
Representasi menggunakan algoritme Centroid Contour Gradient
dilakukan dengan interval sudut θ=10° dan θ=5°. Gambar 9 menunjukkan dengan
θ=10° didapatkan 19 titik tepi. Dari 19 titik (N) akan didapatkan nilai gradient
sebanyak 18 (N-1). Dengan θ=5° didapatkan 37 titik dan 36 gradient. Nilai
gradient Gi dihitung antara sepasang titik tepi mulai dari titik paling atas sampai
paling bawah (i=1,2,3,..., N-1).
Nilai gradient tak terdefinisi ketika kontur memiliki kemiringan yang
vertikal. Dalam implementasinya, pada formula CCG terdapat sedikit penyesuaian
untuk menangani kemiringan kontur yang tegak lurus 90°. Khusus pada kondisi
tersebut, formula CCD sedikit dimodifikasi menjadi Persamaan 10 agar nilai
gradient tetap terdefinisi (10).
Gi =
yi+1 -yi
0.1
, i=(1,2,3,..,n-1)
(10)
Gambar 9 CCG dengan θ=10° (kiri) dan θ=5° (kanan)
11
Pada Gambar 10 ditunjukkan grafik nilai gradient (Gi) daun ovate untuk
setiap pasang titik secara berurutan dengan titik i=1 adalah titik yang berada di
ujung atas daun. Gambar 10 menunjukkan nilai gradient bernilai kecil pada
bagian atas dan bawah daun yaitu pada G1 sampai G9 dan G12 sampai G18. Nilai
G11 tinggi disebabkan pada titik-titik tersebut kontur daun memiliki kemiringan
yang curam. Puncak grafik merepresentasikan letak bagian terlebar dari daun
karena kontur pada bagian tersebut memiliki kemiringan yang curam. Kemiringan
kontur yang curam memiliki nilai gradient tinggi. Pada Gambar 11 ditunjukkan
puncak grafik akan berada pada titik yang bersesuaian dengan bagian terlebar dari
daun.
Namun representasi bagian terlebar dari daun oleh CCG mengalami masalah
ketika daun yang diproses memiliki bentuk yang pipih. Pada Gambar 12, untuk
daun yang lebar seperti ovate, nilai-nilai gradient cenderung bernilai kecil.
Gradient bernilai kecil karena kemiringan kontur cenderung landai. Sedangkan
pada daun yang pipih seperti lanceolate, CCG tidak dapat merepresentasikan
bagian terlebar dengan baik karena daun yang pipih memiliki banyak kontur yang
curam. Banyaknya kontur curam menyebabkan grafik memiliki banyak puncak.
400
gradient (Gi)
350
300
250
200
150
100
50
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
--k ke‐i
Gambar 10 Grafik nilai gradient pada tiap titik
250
Ellips
Cordate
gradient (Gi)
200
150
ellips
100
cordate
50
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
--k ke‐i
Gambar 11 CCG merepresentasikan bagian terlebar daun ellips dan cordate
12
Ovate
Lanceolate
350
300
gradient (Gi)
ovate
250
lanceolate
200
150
100
50
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
--k ke‐i
Gambar 12 Grafik CCG dari ovate (kiri) dan lanceolate (kanan)
CCG dilakukan untuk 200 citra daun, dengan jumlah citra sebanyak 50
untuk masing-masing jenis bentuk daun. Hasil representasi CCG 50 citra untuk
kelas ellips ditunjukkan pada Gambar 13. Ellips memiliki bagian terlebar tepat di
tengah daun sehingga sebaran puncak grafik ellips berada di bagian tengah. Hasil
representasi CCG 50 citra untuk kelas cordate ditunjukkan pada Gambar 14.
Bagian terlebar daun Cordate berada pada posisi lebih dekat ke pangkal daun
sehingga sebaran puncak grafik cenderung berada di kanan.
600
Ellips
gradient (Gi )
500
400
300
200
100
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Ti-k ke‐i
Gambar 13 Representasi CCG dari 50 daun ellips dan 6 sampel daun ellips
600
Cordate
gradient (Gi )
500
400
300
200
100
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Ti-k ke‐i
Gambar 14 Representasi CCG dari 50 daun cordate dan 6 sampel daun cordate
13
Hasil representasi CCG 50 citra untuk kelas ovate ditunjukkan pada Gambar
15. Representasi CCG ovate mirip dengan cordate. Posisi bagian terlebar lebih
dekat ke pangkal daun sehingga terlihat sebaran puncak grafik berada di kanan.
Terlihat representasi grafik CCG ovate dan cordate sangat mirip meskipun
bentuk daunnya sangat perbeda. Hal ini disebabkan ovate dan cordate sama-sama
memiliki posisi bagian terlebar daun yang dekat dengan pangkal sehingga puncak
grafik berada pada titik yang sama.
Gambar 16 adalah contoh daun ovate dan cordate yang memiliki
representasi CCG mirip. Kedua daun tersebut memiliki bentuk yang jauh berbeda.
Cordate memiliki bentuk yang unik seperti bentuk hati dengan kontur yang khas
pada bagian pangkalnya. Hal ini menunjukkan bahwa fitur CCG tidak dapat
membedakan kelas ovate dan cordate dengan baik.
Hasil representasi CCG 50 citra untuk kelas lanceolate ditunjukkan pada
Gambar 17. Grafik lanceolate memiliki variasi yang paling tinggi karena
lanceolate memiliki bentuk daun yang tidak seragam. Selain itu lanceolate
memiliki kontur yang curam sehingga bagian terlebar dari daun tidak dapat
direpresentasikan dengan baik oleh CCG. Nilai-nilai gradient dengan variasi
tinggi berada pada kontur daun yang curam, yaitu kontur dengan kemiringan
vertikal dan yang mendekati vertikal.
600
Ovate
gradient (Gi )
500
400
300
200
100
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Ti-k ke‐i
Gambar 15 Representasi CCG dari 50 daun ovate dan 6 sampel daun ovate
Cordate
50
40
gradient (Gi)
Ovate
30
cordate
20
ovate
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
--k ke‐i
Gambar 16 Grafik CCG untuk ovate dan cordate mirip
14
700
Lanceolate
600
gradient (Gi )
500
400
300
200
100
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Ti-k ke‐i
Gambar 17 Representasi CCG dari 50 daun lanceolate dan 6 sampel daun
lanceolate
Pada bagian kontur yang vertikal, perbedaan kemiringan kontur pada citra
terlihat sangat sedikit, tetapi gradient memiliki nilai yang sangat berbeda. Hal ini
disebabkan nilai selisih x yang kecil sebagai pembagi pada formula perhitungan
gradient. Contoh perhitungan gradient pada Gambar 18 menunjukkan bagaimana
nilai gradient sangat sensitif pada kontur yang curam. Kemiringan kontur yang
hanya berbeda satu atau dua piksel saja menghasilkan nilai gradient yang jauh
berbeda.
Jika nilai gradient untuk setiap titik dirata-ratakan untuk masing-masing
bentuk daun, didapatkan grafik pada Gambar 19. Keempat kelas memiliki pola
grafik yang mirip, terutama untuk kelas cordate dan ovate. Grafik ellips, cordate,
dan ovate bertumpukkan pada i ke-12 sampai ke-18. Bentuk pola grafik yang
mirip ini menunjukkan bahwa fitur gradient ini tidak cukup baik jika digunakan
untuk mengenali bentuk daun. Dari keempat kelas, hanya lanceolate saja yang
terlihat berbeda karena memiliki nilai gradient yang besar.
Gambar 18 Nilai gradient sensitif pada kontur curam
15
90
Rata‐rata
80
ellips
70
cordate
gradient (Gi)
60
ovate
50
lanceolate
40
30
20
10
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Ti-k ke‐i
Gambar 19 Rata-rata nilai gradient untuk setiap kelas
Perubahan Ukuran Daun terhadap CCG
Pada Gambar 20 CCG dilakukan untuk dua daun yang sama tetapi berbeda
ukuran untuk mengetahui apakah CCG sensitif terhadap perubahan ukuran daun.
Pada titik bagian atas dan bawah daun, terlihat grafik ellips A dan ellips B
bertumpukkan. Hal ini menunjukkan bahwa pada bagian tersebut CCG tidak
terpengaruh terhadap ukuran daun. Namun pada bagian tengah, terlihat perbedaan
yang sangat signifikan. Hal ini disebabkan pada saat daun berubah ukuran, terjadi
sedikit perubahan kemiringan yang menyebabkan nilai gradient berubah. Seperti
yang telah dibahas di atas, perbedaan kemiringan sedikit saja pada bagian kontur
curam dapat menghasilkan nilai gradient yang jauh berbeda. CCG tahan terhadap
pengaruh perubahan ukuran jika kontur daun landai namun sensitif terhadap
perubahan ukuran pada apabila kontur daun curam.
250
Ellips B
200
gradient (Gi)
Ellips A
150
ellips A
100
ellips B
50
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Ti-k ke‐i
Gambar 20 Daun ellips A dan ellips B beserta grafik CCG-nya
16
Probabilistic Neuron Network untuk CCG
Data gradient kemudian diklasifikasikan berdasarkan 4 kelas yaitu ellips
(1), cordate (2), ovate (3), dan lanceolate (4). Dari 200 data, diambil 15 data
untuk setiap kelas sebagai data testing sehingga jumlah data training adalah
sebanyak 140 data dan data testing 60 data. Klasifikasi dilakukan untuk data
gradient dengan CCG θ=10° (18 gradient) dan θ=5° (36 gradient). Untuk
meningkatkan akurasi, dilakukan penambahan ciri dengan menggabungkan fitur
dari kedua interval sehingga didapatkan 54 gradient (18+36 gradient).
Berdasarkan hasil klasifikasi PNN terbukti bahwa CCG belum cukup baik untuk
mengenali bentuk daun. Tabel 1 menunjukkan akurasi terbaik didapat untuk PNN
dengan 36 ciri.
Cross-validation dengan k=5 dilakukan untuk kasus 36 ciri. Setelah
dilakukan cross-validation didapatkan akurasi menjadi sebesar 61.5%. Tabel 2
adalah confusion matrix dari kasus 36 ciri. Dari matriks terlihat banyak daun
cordate yang dikenali sebagai ovate. Hal tersebut dapat terjadi karena representasi
CCG dari cordate sangat mirip dengan ovate seperti contoh yang ditunjukkan
pada Gambar 16.
Tabel 1 Akurasi PNN untuk CCG
Klasifikasi
PNN (18 ciri)
PNN (36 ciri)
PNN (18+36 ciri)
Akurasi
56,67%
60,00%
58,33%
Tabel 2 Confusion matrix untuk PNN kasus 36 ciri
Kelas
Aktual
Ellips
Cordate
Ovate
Lanceolate
Ellips
40
3
4
12
Kelas Prediksi
Cordate
Ovate
1
4
23
21
14
31
1
3
Lanceolate
5
3
1
34
Centroid Contour Distance (CCD)
Sama dengan proses Centroid Contour Gradient, representasi menggunakan
algoritme Centroid Contour Distance dilakukan dengan interval sudut θ=10° dan
θ=5°. Representasi grafik dari hasil CCD pada keempat kelas daun dengan θ=10°
ditunjukkan pada Gambar 21. Grafik menampilkan secara berurutan jarak titik
tengah terhadap titik tepi (Ri) dengan titik i=1 dimulai dari ujung atas daun.
Berbeda dengan CCG, grafik CCD memiliki pola yang khas untuk setiap
kelas. Pada Gambar 21, meskipun kelas ellips (a) dan lanceolate (d) bentuk grafik
terlihat mirip, namun memiliki kecekungan yang berbeda. Kelas lanceolate (d)
kebanyakan memiliki bentuk daun yang pipih menyebabkan jarak titik tengah
terhadap titik tepi lebih dekat sehingga bentuk grafik lebih cekung ke bawah.
17
350
Ellips
300
jarak (Ri)
250
200
150
100
50
0
1
2
3
4
5
6
7
8
(a)
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Ti-k ke‐i
400
Cordate
350
jarak (Ri)
300
250
200
150
100
50
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Ti-k ke‐i
(b)
350
Ovate
300
jarak (Ri)
250
200
150
100
50
0
1
2
3
4
5
6
7
8
(c)
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Ti-k ke‐i
400
Lanceolate
350
jarak (Ri)
300
250
200
150
100
50
0
1
(d)
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Ti-k ke‐i
Gambar 21 Grafik CCD dari 50 data untuk kelas ellips (a), cordate (b), ovate (c),
lanceolate (d)
18
CCD juga berhasil merepresentasikan bentuk hati yang merupakan keunikan
dari daun cordate. Pada Gambar 22, CCD tidak dapat merepresentasikan bagian
terlebar dari daun ovate maupun cordate seperti CCG. Tetapi pada dalam hal ini
CCD lebih representatif dalam menunjukkan bentuk kontur tepi daun ditunjukkan
dengan hasil masing-masing representasi daun cordate dan ovate yang berbeda.
Jika nilai jarak untuk setiap titik dirata-ratakan untuk masing-masing kelas,
didapatkan grafik pada Gambar 23. Keempat kelas daun memiliki grafik yang
berbeda, hampir tidak ada bagian grafik yang bertumpukkan. Hal ini
menunjukkan bahwa fitur CCD dapat membedakan keempat bentuk daun dengan
baik.
Perubahan Ukuran Daun terhadap CCD
Kelemahan dari CCD adalah sensitif terhadap perubahan ukuran. Pada daun
yang sama, nilai CCD daun akan berubah jika ukurannya berubah. Gambar 24
menunjukkan dua daun ellips yang sama tapi berbeda ukuran akan menghasilkan
350
Ovate
Cordate
300
jarak (Ri)
250
200
ovate
150
cordate
100
50
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
--k
Gambar 22 Grafik CCD untuk ovate dan cordate berbeda
350
300
jarak rata‐rata
250
200
150
ellips
100
cordate
ovate
50
lanceolate
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Ti-k ke‐i
Gambar 23 Rata-rata nilai CCD untuk setiap kelas
19
Ellips A
300
Ellips B
250
jarak
200
150
100
ellips A
50
ellips B
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
--k
Gambar 24 Grafik CCD untuk ellips A (kiri) dan ellips B (kanan)
grafik CCD yang berbeda. Daun yang lebih kecil yaitu Ellips A memiliki jarak
titik tengah terhadap titik tepi yang lebih pendek sehingga grafiknya berada di
bawah Ellips B.
Probabilistic Neuron Network untuk CCD
Dengan data latih dan data uji yang sama dengan proses pada CCG, hasil
dari klasifikasi PNN untuk fitur ciri dari CCD dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil
klasifikasi dari fitur CCD menunjukkan akurasi yang jauh lebih tinggi dibanding
menggunakan fitur CCG. Tabel 3 menunjukkan akurasi terbaik pada CCD
didapatkan untuk PNN dengan 19 ciri.
Cross-validation dengan k=5 dilakukan untuk kasus 19 ciri. Setelah
dilakukan cross-validation didapatkan akurasi menjadi sebesar 95.00%. Pada
Tabel 4 terlihat hampir semua hasil kelas prediksi sesuai dengan kelas aktual. Hal
ini membuktikan bahwa CCD dapat membedakan keempat kelas bentuk daun
dengan baik.
Tabel 3 Akurasi PNN untuk CCD
Klasifikasi
PNN (19 ciri)
PNN (37 ciri)
PNN (19+37 ciri)
Akurasi
96,67%
95,00%
93,33%
Tabel 4 Confusion matrix untuk PNN kasus 19 ciri
Kelas
Aktual
Ellips
Cordate
Ovate
Lanceolate
Ellips
48
0
2
1
Kelas Prediksi
Cordate
Ovate Lanceolate
0
0
2
42
7
1
0
48
0
0
0
49
20
Dari hasil perbandingan CCG dan CCD, kinerja CCD jauh lebih baik dalam
mengenali bentuk daun. CCD lebih cocok digunakan untuk mengenali bentuk
daun karena pengelompokkan bentuk daun dilakukan berdasarkan letak bagian
terlebar daun dan rasio tinggi terhadap lebar daun. Karena CCD menghitung jarak,
maka CCD dapat membedakan bentuk daun berdasarkan tinggi dan lebarnya.
Selain itu kontur daun juga dapat direpresentasikan dengan baik karena CCD
dapat membedakan arah kemiringan kontur.
CCG dapat merepresentasikan posisi bagian terlebar daun namun tidak
merepresentasikan tinggi dan lebar daun. Dua kelas daun yang memiliki posisi
bagian terlebar yang sama tidak dapat dibedakan dengan baik oleh CCG. CCG
juga tidak dapat membedakan arah kemiringan kontur. Selain itu buruknya akurasi
CCG juga disebabkan oleh nilai gradient yang sensitif pada kontur curam
sehingga nilai-nilai gradient memiliki variasi yang tinggi.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penelitian ini berhasil mengimplementasikan algoritme CCG dan CCD
untuk merepresentasikan bentuk daun. Dengan menggunakan CCG didapatkan
akurasi terbaik sebesar 60.00% dan menggunakan CCD didapatkan akurasi
terbaik 96.67%. CCG tidak begitu baik untuk merepresentasikan bentuk daun
karena tidak dapat membedakan karakteristik tiap kelas terutama untuk kelas
cordate dan ovate. Variasi paling tinggi terdapat pada kelas lanceolate karena
daun pada kelas tersebut memiliki bentuk yang tidak seragam.
CCD memiliki akurasi yang jauh lebih baik dari CCG karena CCD dapat
merepresentasikan karekateristik yang berbeda untuk setiap kelas bentuk daun.
Namun baik CCD maupun CCG, keduanya memiliki kelemahan yaitu sensitif
terhadap perubahan ukuran citra.
Saran
Pada penelitian ini pengenalan bentuk daun hanya terbatas untuk citra yang
sudah bebas noise dan memiliki posisi daun tegak. Untuk pengembangan
penelitian lebih lanjut diharapkan pengenalan daun dapat dilakukan pada citra
daun dengan berbagai posisi. Selain itu fitur ciri perlu dikombinasikan dengan
sejumlah global shape desciptor seperti area, circularity, dan eccentricity.
DAFTAR PUSTAKA
Ali M, Clausi D. 2001. Using The Canny Edge Detector for Feature Extraction
and Enhancement of Remote Sensing Images. IGARSS ‘01 IEEE. 5: 2298 –
2300.doi:10.1109/IGARSS.2001.977981
Benson L. 1957. Plant Classification. Boston (US):D.C. Heath and Company.
21
Bong MF, Sulong GB, Rahim MSM. 2013. Recognition of Leaf Based on Its Tip
and Base using Centroid Contour Gradient. IJCSI Vol. 10, Issue 2, No 2,
(March).
Cerutti G, Tougne L, Mille J, Vacavant A, Coquin D. 2011. Guiding Active
Contours for Tree Leaf Segmentation and Identification. CLEF.
Gonzalez RC, Woods RE. 1978. Digital Image Processing. Boston(US):AddisonWesley Publishing Company
Harjono Y. 2009. MS Kaban : Laju Kerusakan Hutan 1,02 juta Ha per
tahun[internet]. [diunduh 19 Januari 2014]. Tersedia pada :
http://lipsus.kompas.com/indocomtech2013/read/2009/07/03/1142474/ms.kaba
n.laju.kerusakan.hutan.102.juta.ha.per.tahun
Specht DF. 1990. Probabilistic Neural Networks. Neural Networks. 3:109-118
Pahalawatta, K. 2008. Plant species biometric using feature hierarchies [Tesis].
Canterbury (NZ):Department of Computer Science and Software Engineering
University of Canterbury.
Zhang D., Lu G. 2004. Review of shape representation and description techniques.
Pattern Recognition. 34(1):1-19.doi:10.1016/j.patcog.2003.07.008
22
Lampiran 1 Citra daun yang digunakan
LAMPIRAN
Daun ellips
23
Lampiran 1 Lanjutan
Daun cordate
24
Lampiran 1 Lanjutan
Daun ovate
25
Lampiran 1 Lanjutan
Daun lanceolate
26
Lampiran 1 Lanjutan
27
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Toulouse, Prancis pada tanggal 10 Mei 1992 dari ayah
Hasim dan ibu Lestari Utami. Penulis adalah putra ketiga dari delapan bersaudara.
Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Bogor dan pada tahun yang sama
penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Ilmu Komputer, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum
Struktur Data pada tahun ajaran 2012/2013. Penulis juga pernah aktif di
Himpunan Mahasiswa Ilmu Komputer sebagai Wakil Ketua pada tahun ajaran
2011/2012 dan Kepala Divisi Edukasi pada tahun ajaran 2012/2013. Bulan JuliAgustus 2013 penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan di Beritasatu.com
Jakarta. Penulis pernah menjadi Juara II lomba menulis essay pada Bogor Art
Festival Tingkat Nasional tahun 2011.