92809615 Active Contour Snake Chan Vese

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kemajuan teknologi dan informasi pada abad ini berkembang begitu pesat.
Kemajuan teknologi ini juga meliputi dunia kesehatan. Diantaranya adalah proses
pengolahan citra medis. Citra medis adalah citra yang diciptakan dalam rangka
mengdiagnosis atau mendeteksi suatu penyakit dan untuk ilmu pengetahuan
media (mencakup studi anatomi dan fungsinya). Citra medis memiliki keunggulan
yaitu dapat mendeteksi penyakit tanpa perlu adanya pembedahan terhadap tubuh
yang akan dideteksi. Salah satu perkembangan teknologi yang berkaitan dengan
kesehatan (biomedical

engineering) ini adalah perkembangan teknologi

mammogram.
Mamogram merupakan suatu proses tes untuk melihat adanya kelainan pada
payudara. Tes ini menggunakan mesin khusus dengan sinar-x dosis rendah untuk
mengambil gambar kedua payudara (mammografi). Citra mammografi direkam
dalam suatu film sinar-x atau langsung menuju komputer untuk dilihat oleh
seorang ahli radiologi. Dengan citra mammografi, memungkinkan dokter untuk

melihat dengan lebih jelas benjolan/gumpalan pada payudara dan perubahan pada
jaringan payudara.
Penelitian sebelumnya mengenai pengolahan citra medis diantaranya ditulis oleh
Yessi Jusman dalam tugas akhir berjudul “Visualisasi Detektor Edge Detection
terbaik pada Citra Mammography”, (Jusman, 2008), membahas perbandingan
lima jenis detektor tepi untuk citra mammografi dan dinyatakan bahwa operator

1

Canny adalah operator terbaik dalam deteksi tepi citra mammografi. Beberapa
jurnal diantaranya ditulis oleh Nikolas Petteri Tiilikainen berjudul “A
Comparative Study of Active Contour Snakes”, (Tiilikainen, 2007), menjabarkan
perbedaan beberapa active contour snake. Serta salah satu jurnal IEEE berjudul
“Active Contour Wihout Edges” yang ditulis oleh Tony E. Chan dan Luminita A.
Vese, (Chan & Vese, 2001), mengenai pengembangan persamaan active contour
tanpa menggunakan edge pada proses segmentasi citra.
Berdasarkan penelitian dan jurnal-jurnal tersebut maka penulis tertarik untuk
mengimplimentasikan metode active contour pada citra mammografi, sehingga
dapat dibandingkan dengan metode sebelumnya yaitu deteksi tepi menggunakan
operator. Analisis ini akan ditulis dalam penelitian tugas akhir yang diberi judul

“Analisis Perbandingan Hasil Deteksi Tepi Citra Kanker pada Mammografi antara
Metode Canny Edge Detector dan Metode Active Contour Snake Persamaan
Chan-Vese1 dengan Menggunakan Perbandingan Piksel Putih”.

1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah
1. Didapatkan hasil deteksi tepi citra mammografi berupa sel kanker dengan
menggunakan metode active contour
2. Membandingkan hasil deteksi tepi active contour dan operator Canny
dengan menggunakan perbandingan piksel putih

1

Selanjutnya disebut active contour

2

1.3 Manfaat Penelitian
Perancangan ini diharapkan
1. Menjadi referensi tambahan dalam penelitian pengolahan citra, khususnya

citra medis
2. Mempermudah pengenalan citra objek yang akan dideteksi (dalam kasus
ini, sel kanker pada mammografi)

1.4 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah
1. Citra original yang digunakan adalah citra mammografi bersel kanker dalam
bentuk dua dimensi dengan tipe data *.jpg
2. Teknik pengolahan citra yang digunakan adalah deteksi tepi citra
menggunakan metode active contour snake persamaan Chan-Vese
3. Hasil deteksi tepi akan dibandingkan dengan penelitian sebelumnya dengan
menggunakan perbandingan piksel putih
4. Penelitian ini disimulasikan pada software MatLab R2010a

1.5 Sistematika Penulisan
BAB

I

PENDAHULUAN

Bab ini berisikan Latar Belakang, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,
Batasan Masalah, dan Sistematika Penulisan.

3

BAB

II

TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi beberapa teori dasar untuk mendukung penelitian Tugas Akhir ini,
diantaranya teori mengenai Citra, Mammogram/Mammografi, Deteksi Tepi dan
Segmentasi, Active Contour Persamaan Chan-Vese, dan Piksel Putih.
BAB

III

METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisikan Jenis penelitian, Desain Penelitian, Sampel Desain, Teknik
Analisis Sistem, dan Prosedur Penelitian yang akan dilakukan.

BAB IV PERANCANGAN SISTEM
Bab ini berisikan tentang perancangan sistem secara terperinci, langkah-langkah,
beserta penjelasan mengenai sistem yang akan dirancang.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan berisikan analisis terhadap keluaran sistem yang diperoleh dari
pengujian sistem itu sendiri.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisikan beberapa kesimpulan dan saran yang bisa ditarik dan
disampaikan dengan didasari hasil dan pembahasan dari penelitian ini.

4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Citra
2.1.1 Pengertian Citra
Secara harfiah, citra2 (image) adalah gambar pada bidang dwimatra (dua
dimensi). Gambar 2. 1 adalah salah satu contoh citra dua dimensi. Ditinjau dari
sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (continue) dari

intensitas cahaya pada bidang dwimatra. Pada Gambar 2. 2, sumber cahaya
menerangi objek, objek memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya
tersebut. Pantulan cahaya ini ditangkap oleh oleh alat-alat optik, misalnya mata
pada manusia, kamera, pemindai (scanner), dan sebagainya, sehingga bayangan
objek yang disebut citra tersebut terekam, (Bab-1_Pengantar Pengolahan
Citra.pdf).

Gambar 2. 1 Contoh citra dua dimensi

Secara garis besar, citra dibagi kedalam dua macam, (N., 2011):
1. Citra Kontinu

2

Kata “gambar” dan “citra” mengacu pada objek yang sama. Kata “citra” lebih banyak digunakan pada materi
yang berkaitan dengan konseptual dan teknis sementara kata “gambar” mengacu pada objek yang dibicarakan dalam
kehidupan sehari-hari.

5


Citra kontinu dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog.
Contohnya mata manusia dan kamera analog.
2. Citra Diskrit / Citra Digital
Citra diskrit dihasilkan melalui proses digitalisasi terhadap citra kontinu.
Contohnya kamera digital dan scanner.

2.1.2 Pembentukan Citra
Citra merupakan fungsi kontinu dari intensitas cahaya pada bidang 2D. Dimana
secara matematis fungsi intensitas cahaya pada bidang 2D disimbolkan dengan
f(x,y), dimana
(x,y)

: koordinat pada bidang 2D

f (x,y) : intensitas cahaya (brightness) pada titik (x,y).
Karena cahaya merupakan bentuk energi, maka intensitas cahaya bernilai antara
0 sampai tidak berhingga, 0 ≤ f(x,y) ≤ ∞
f(x,y) = i(x,y) . r(x,y)
Dimana :
i(x,y) : jumlah cahaya yang berasal dari sumbernya (illumination) yang

nilainya berada pada rentang 0 ≤ i(x,y) ≤ ∞ yang ditentukan oleh
sumber cahaya.
r(x,y) : derajat kemampuan obyek memantulkan cahaya (reflection) yang
rentang nilainya 0 ≤ r(x,y) ≤1 yang ditentukan oleh karakteristik
obyek di dalam citra.
Dimana jika r(x,y)=0 mengindikasikan penyerapan total. r(x,y)=1
mengindikasikan pemantulan total.

6

Proses pembentukan
ukan ccitra dapat direpresentasikan pada Gambarr 2. 2, (N., 2011).

Gambar 2. 2 Proses pembentukan citra

mendapatkan sinar dari sumber cahaya.. Jum
Permukaan objekk m
Jumlah pancaran
(iluminasi) cahayaa yyang diterima objek pada koordinat (x,y) adal
dalah i(x,y). Objek

aya yang diterimanya dengan derajat pantulann rr(x,y). Hasil kali
memantulkan cahaya
r(x,y) menyatakan intensitas cahaya pada koor
antara i(x,y) dan r(x
koordinat (x,y) yang
sensor visual pada sistem optik, sehingga da
ditangkap oleh senso
dapat dinyatakan
f(x,y).
dengan persamaann f(
empengaruhi besarnya nilai i(x,y), sedangkann rr(x,y) ditentukan
Sumber cahaya mem
objek dalam gambar. Nilai r(x,y) = 0 m
oleh karakteristikk obj
mengindikasikan
sedangkan r(x,y) = 1 menyatakan pemantul
penyerapan total,, se
ntulan total. Jika
punyai derajat pemantulan nol, maka fungsi
permukaan mempun

si int
intensitas cahaya
ang artinya gambar tidak dapat ditangkap oleh sensor visual.
f(x,y) juga nol, yang
permukaan mempunyai derajat pemantulann 1, maka fungsi
Sebaliknya, jika pe
sama dengan iluminasi yang diterima oleh perm
permukaan tersebut,
intensitas cahaya sam
ng ditangkap oleh sensor visual mendekati asli
ini berarti citra yang
aslinya, tergantung
sual tersebut.
kualitas sensor visua

7

2.1.3 Digitalisasi Citra
Suatu citra harus direpresentasikan secara numerik dengan nilai-nilai diskrit
dengan tujuan agar dapat diolah dengan komputer digital. Representasi citra dari

fungsi kontinu menjadi nilai-nilai diskrit disebut digitalisasi. Citra yang
dihasilkan inilah yang disebut citra digital, (N., 2011).
Pada umumnya citra digital berbentuk empat persegi panjang, dan dimensi
ukurannya dinyatakan sebagai tinggi x lebar (atau lebar x panjang). Masingmasing elemen pada citra digital (elemen matriks) disebut image element,
picture element atau pixel (piksel). Citra digital yang berukuran N x M, Gambar
2. 3, lazim dinyatakan dengan matriks yang berukuran N baris dan M kolom.
Jadi, citra yang berukuran NxM mempunyai NM buah piksel.

Gambar 2. 3 Matriks digital NxM

Indeks baris (i) dan indeks kolom (j) menyatakan suatu koordinat titik pada citra,
sedangkan f(i,j) merupakan intensitas (derajat keabuan) pada titik (i,j). Sebagai
contoh, misalkan sebuah citra berukuran 256x256 piksel dan direpresentasikan
secara numerik dengan matriks yang terdiri dari 256 baris (indeks dari 0 sampai
255) dan 256 buah kolom (indeks dari 0 sampai 255) seperti pada Gambar 2. 4.
 0 125 135 ... 232
 0 130 231 ... 189 


 :
:
:
:
: 


122 210 213 ... 154 
Gambar 2. 4 Contoh matriks digital

8

G
Gambar 2. 5 Proses digitalisasi citra analog ke digital

Proses digitalisasi
si ccitra sama dengan proses konversi sinyal ana
analog ke digital,
dijelaskan pada Gam
ambar 2. 5, dapat dijabarkan menjadi dua prose
oses yaitu:

a) Digitalisasi spasi
spasial (x, y), sering disebut sebagai sampling..
Sampling menyat
yatakan besarnya kotak-kotak yang disusun da
dalam baris dan
kolom. Dengann kkata lain sampling pada citra menyatakan
kan besar kecilnya
ukuran piksel pada citra. Untuk memudahkan implementasi,
si, jjumlah sampling
biasanya diasumsi
sumsikan perpangkatan dari dua:

N  2n
dimana ,
N= jum
jumlah sampling pada suatu baris/kolom
n = bila
bilangan bulat positif
Pembagian gamba
bar menjadi ukuran tertentu menentukan resol
solusi spasial yang
akin tinggi resolusinya, yang berarti semaki
akin kecil ukuran
diperoleh. Semaki
makin banyak jumlah pikselnya), semakin halus gambar yang
piksel (atau sema
na informasi yang hilang akibat pengelom
ompokkan derajat
diperoleh karena
keabuan pada pen
pen-sampling-an semakin kecil.

9

b) Digitalisasi intensitas f(x, y), sering disebut sebagai kuantisasi.
Setelah proses sampling pada citra maka proses selanjutnya adalah kuantisasi.
Kuantisasi menyatakan besarnya nilai tingkat kecerahan yang dinyatakan
dalam nilai tingkat keabuan (grayscale) sesuai dengan jumlah bit biner yang
digunakan, dengan kata lain kuantisasi pada citra menyatakan jumlah warna
yang ada pada citra. Proses kuantisasi membagi skala keabuan (0, L) menjadi
G buah level yang dinyatakan dengan suatu harga bilangan bulat (integer),
biasanya G diambil perpangkatan dari 2.
G = 2m
dimana,
G = derajat keabuan
m = bilangan bulat positif

Tabel 2.1 berikut ini adalah tabel kuantisasi citra dengan skala keabuan yang
berbeda-beda.
Skala keabuan

Rentang nilai keabuan

Pixel depth

21 (2 nilai)

0,1

1 bit

22 (4 nilai)

0 sampai 3

2 bit

24 (16 nilai)

0 sampai 15

4 bit

28 (256 nilai)

0 sampai 255

8 bit

Tabel 2. 1 Kuantisasi Citra dengan Skala Keabuan yang Berbeda

Jumlah bit yang dibutuhkan untuk mempresentasikan nilai keabuan piksel
disebut kedalaman piksel (pixel depth). Citra sering diasosiasikan dengan

10

kedalaman pikselnya. Jadi, citra dengan kedalaman 8 bit disebut juga citra 8bit (atau citra 256 warna, G = 256 = 28 ). Semakin banyak jumlah derajat
keabuan (berarti jumlah bit kuantisasinya makin banyak), semakin bagus
gambar yang diperoleh.

Derajat keabuan (grey level) merupakan intensitas f citra hitam-putih pada titik
(x,y). Derajat keabuan bergerak dari hitam ke putih. Dimana skala keabuan
memiliki rentang yang ditunjukkan [0,L] antara lmin< f < lmax dimana intensitas 0
menyatakan hitam dan L menyatakan putih.
Contoh: citra hitam-putih dengan 256 level, artinya mempunyai skala abu-abu
dari 0 sampai 255 atau [0,255], dalam hal ini nilai 0 menyatakan hitam dan 255
menyatakan putih, nilai antara 0 sampai 255 menyatakan warna keabuan yang
terletak antara hitam dan putih.
Citra berwarna dikatakan sebagai citra spektral. Hal ini karena warna pada citra
disusun oleh tiga komponen warna RGB (Red-Green-Blue). Intensitas suatu titik
pada citra berwarna merupakan kombinasi dari intesitas : merah (fmerah(x,y)),
hijau (fhijau(x,y)) dan biru (fbiru(x,y)),

2.1.4 Citra Medis
Khusus pada pengolahan citra pada bidang kedokteran, dikenal dengan istilah
biomedic image processing. Citra medis adalah citra yang diciptakan dalam
rangka mengdiagnosis atau mendeteksi suatu penyakit dan untuk ilmu
pengetahuan media (mencakup studi anatomi dan fungsinya). Citra medis

11

memiliki keunggulan yaitu dapat mendeteksi penyakit tanpa perlu adanya
pembedahan terhadap tubuh yang akan dideteksi, (Mawaddatun, 2005).
Dalam model matematis, citra medis menjadi dasar dari komputasi biomedis.
Mendasarkan pada model-model data yang diambil dari gambar terus menjadi
teknik dasar untuk mencapai kemajuan ilmiah dalam penelitian eksperimental,
klinis, biomedis, dan perilaku, (Angenent, Pichon, & Tannenbaum, 2000).

Masalah yang sering timbul pada pengolahan citra medis:
1. Resolusi yang rendah (pada domain spasial dan spectral)
2. Tingginya level noise
3. Kontras yang rendah
4. Deformasi secara geometris
5. Ketepatan pencitraan (misal) organ

2.2 Mammogram/Mammografi
2.2.1 Definisi
Mammografi merupakan proses skrining dalam bidang kedokteran yang
digunakan untuk menemukan kanker payudara. Jika suatu benjolan ditemukan,
dokter akan melakukan tes-tes lainnya seperti USG atau biopsi, yaitu suatu tes
untuk mengambil sejumlah kecil jaringan dari benjolan dan daerah sekitar
benjolan. Jaringan tersebut dikirim ke laboratorium untuk dicari adanya kanker
atau perubahan-perubahan yang dapat menunjukkan bahwa terdapat adanya
kanker. Benjolan atau pertumbuhan di payudara dapat bersifat jinak (bukan
kanker) atau ganas (kanker). Jika kanker payudara ditemukan secara dini berarti

12

perempuan tersebut memiliki kemungkinan bertahan (survival) dari penyakit ini
lebih baik. Selain itu lebih banyak pilihan terapi yang tersedia bila kanker
payudara ditemukan dini.
Proses pemeriksaan payudara manusia dengan perangkat mammografi
menggunakan sinar-x dosis rendah untuk mengambil gambar kedua payudara
(citra mammografi). Hasilnya direkam dalam suatu film sinar-x atau langsung
menuju komputer untuk dilihat oleh seorang ahli radiologi. Dengan adanya citra
mammografi, memungkinkan dokter untuk melihat dengan lebih jelas benjolan
pada payudara dan perubahan di jaringan payudara.
Sebagaimana penggunaan sinar-x lainnya, mammogram menggunakan radiasi
ion untuk menghasilkan gambar. Radiolog kemudian menganalisis gambar untuk
menemukan adanya pertumbuhan yang abnormal.

2.2.2 Perangkat Mammografi
Perangkat mammografi, ditunjukkan pada Gambar 2. 6 masih menjadi standar
terbaik untuk screening dini kanker payudara. Ultrasound3, Ductography4,
dan/atau Magnetic Resonance5 merupakan beberapa teknik lain yang juga
digunakan untuk memperkuat hasil mammografi. Ductogram digunakan untuk
mengevaluasi darah yang keluar dari puting. Magnetic Resonance Imaging
(MRI) digunakan untuk evaluasi lanjutan atau sebelum operasi untuk melihat
adanya daerah abnormal lainnya.

3

USG (Ultrasound-Based Diagnostic)
Ductograms hanya digunakan di beberapa lembaga untuk evaluasi lanjut ketika nipple berdarah.
5
MRI (Magnetic Resonance Imaging)

4

13

Gambar 2. 6 Mammogram screening

Dalam sistemnya, seperti pada Gambar 2. 7,

terdapat tiga komponen untuk

menghasilkan citra mammografi yaitu: perangkat kamera, radiasi sinar-x, dan plat
film.

Gambar 2. 7 Perangkat mammografi

Sinar-x yang dihasilkan dari radiasi elektromagnetik merupakan sinar yang
memiliki frekuensi yang sangat tinggi yang berarti memiliki energi foton yang
tinggi sehingga dapat menembus jaringan tubuh, (Jusman, 2008). Sinar-x yang
dipancarkan akan kehilangan sebagian energinya pada saat melewati struktur
tubuh. Pelemahan sinar tersebut disebabkan adanya 2 fenomena yang terjadi
yaitu:
a. Absorpsi, fungsi ketebalan dan sifat dari substansi yang dilewati
b. Difusi dari energi

14

Akibat dari kedua fenomena ini, distribusi energi pancaran sinar-x sama pada saat
masuk, tetapi berbeda-beda pada saat keluar. Sinar keluar tersebut kemudian
menembus sebuah plat berpendar yang akan menghasilkan citra radiologi. Citra
payudara (mammografi) yang diperoleh dari hasil proses radiografi merupakan
proses khusus untuk mengamati jaringan halus pada tubuh manusia. Sehingga
tubuh manusia yang disinari oleh sinar-x akan kelihatan transparan.
Secara umum, yang membedakan mammografi dari radiografi biasa adalah
sebagai berikut, (Jusman, 2008),
a. Sinar-x-nya dibangkitkan pada tegangan rendah (20-35 kvp) jika
dibandingkan dengan radiografi biasa (60-120 kvp) yang digunakan
untuk membuat film.
b. Memakai film dengan butir khusus yang mempunyai kontras dan
resolusi yang tinggi.

Gambar 2. 8 Citra mammografi

Biasanya citra mammografi memiliki kekontrasan rendah seperti Gambar 2. 8,
sehingga menyulitkan pengamatan. Hal ini merupakan hambatan yang harus
diperhitungkan karena sulit menentukan batas-batas luar dari sel-sel yang

15

terinfeksi. Apalagi jika kondisi tubuh sedang lemah yang mengakibatkan mata
manusia juga menjadi lelah segingga mengganggu konsentasi. Maka pada citra
yang mempunyai kontras yang rendah diharapkan perangkat lunak dapat
mengidentifikasi (dengan menajamkan batas-batas citranya) untuk kemudian
digunkana sebagai panduan oleh tenaga medis.

2.2.3 Proses Screening pada Mammogram
Pasien berdiri didepan mesin sinar X khusus, seperti terlihat pada Gambar 2. 9.
Teknisi radiologi akan membantu pengambilan foto rontgen, payudara (satu per
satu) diletakkan di antara dua bidang plastik. Bidang ini kemudian menekan
payudara untuk meratakannya. Payudara akan ditekan selama beberapa detik.
Pada umumnya sampel gambar diambil sebanyak dua kali dari masing-masing
payudara, dari samping dan dari atas.

Gambar 2. 9 Proses pengambilan citra mamogram

Secara medis dapat dilakukan/dipastikan melalui pemeriksaan mammografi.
Dimana hasil sampel dapat dilihat pada Gambar 2. 10.

16

Gambar 2. 10 Sample hasil mammografi
kiri : normal, kanan: terdapat sel kanker

2.2.4 Karakteristik Citra Mammografi
Mutu citra (image quality) yang dihasilkan mencakup semua faktor yang mampu
memperlihatkan struktur tubuh bagian dalam manuasia secara jelas dan tepat.
Mutu citra dan kenampakan struktur anatomi bagian dalam dapat di perlihatkan
dengan jelas dengan memperhatikan faktor-faktor berikut, (Jauhari, 2007):


Sensitifitas kontras (contrast sensitivity).



Kekaburan (blurring).



Kejernihan tampak (visual noise).



Bercak (artefak).



Detil bagian (spatial/geometric)

Mengingat fungsi citra medis dalam bidang kedokteran maka analisis citra medis
membutuhkan tingkat akurasi yang tinggi, khususnya dalam diagnosa penyakit
kanker. Secara visual, seorang dokter ahli dapat mengenali adanya
ketidaknormalan payudara dengan melihat karakteristik yang terlihat pada citra
tersebut. Karakteristik yang dimaksud disini adalah payudara kiri dengan kanan

17

terlihat tidak simetris, adanya benjolan, adanya penyebaran struktur jaringan
payudara, dan adanya mikrokalsifikasi, (Sadukh, 2009).
Dalam

beberapa

penelitian,

komputer

dapat

mengenali

karakteristik

ketidaknormalan citra mamografi dari ketidaknormalan struktur dalam citra
mamografi dapat dikenali melalui ada tidaknya mikrokalsifikasi, batas benjolan,
dan sebaran jaringan juga berdasarkan bentuk dan area kecerahan citra kemudian
mengembangkan algoritma untuk melokalisasi area yang dicurigai terdapat
tumor/kanker.

2.3 Deteksi Tepi dan Segmentasi
2.3.1 Definisi Deteksi Tepi
Deteksi tepi merupakan salah satu proses pra-pengolahan yang sering
dibutuhkan pada analisis citra. Proses tersebut bertujuan untuk meningkatkan
penampakan garis pada citra; jadi prosesnya mempunyai sifat diferensiasi atau
memperkuat komponen frekuensi tinggi, (Putra, 2009).
Beberapa metode deteksi tepi yang dibahas adalah terdiri dari:
1. Deteksi tepi dengan nilai ambang
2. Deteksi tepi dengan gradien pertama
3. Deteksi tepi dengan gradien arah
4. Deteksi tepi dengan cara geser dan selisih citra
5. Deteksi tepi dengan gradien kedua
6. Deteksi segmen-segmen baris

18

Inti dari deteksi tepi adalah untuk menampilkan tepi-tepi citra akan lebih jelas
yang sebelumnya dilakukan proses pengubahan citra aras keabuan menjadi citra
hitam putih. Sehingga didapatkan citra yang telah terpisah antar latar depan
dengan latar belakangnya. Contoh hasil citra dengan deteksi tepi ditampilkan
pada Gambar 2. 11.

Gambar 2. 11 Citra dengan deteksi tepi

Edge mengandung informasi penting mengenai bentuk objek yaitu bentuk tepian
atau batas-batas objek. Sederhananya, dapat diasumsikan bahwa edge
merupakan batas antara 2 daerah gambar dengan level abu-abu yang memiliki
perbedaan level atau intensitas yang jelas atau nyata, (Jusman, 2008).
Tujuan operasi pendeteksian tepi adalah untuk meningkatkan penampakan garis
batas suatu daerah atau objek di dalam citra. Karena tepi termasuk ke dalam
komponen berfrekuensi tinggi maka pendeteksian tepi dapat dilakukan dengan
penapis lolos-tinggi (high pass filter) yaitu dengan memperkuat komponen yang
berfrekuensi tinggi dan menurunkan komponen frekuensi rendah. Akibatnya
pinggiran atau tepi objek terlihat lebih tajam dibandingkan sekitarnya. Penapis
lolos-tinggi pada deteksi tepi berfungsi dimana piksel-piksel tepi ditampilkan
lebih terang sedangkan piksel-piksel bukan tepi dibuat gelap (hitam).

19

Ada beberapa teknik yang digunakan untuk mendeteksi tepi, antara lain operator
gradien pertama (differential gradien), operator turunan kedua (Laplacian), dan
operator kompas (compass operator).
Teknik deteksi edge pada dasarnya merupakan aplikasi operasi differensial
persial dalam lingkungan lokal sebuah gambar. Dapat diasumsikan sebagai
tranfromasi dari dara numerik berupa level intensitas piksel, menjadi deskripsi
data simbolik yang memuat edge yaitu mendukung asumsi bahwa edge muncul
pada perbatasan dua daerah dengan level intensitas yang berbeda dimana kedua
daerah mewakili level intensitas yang homogen.

2.3.2 Operator Edge Detection
Secara umum deteksi tepi adalah mengkonvolusi citra masukan dengan mask
tertentu. Perbedaan tiap operator terletak pada koefisien pembentuk mask dan
ukuran mask dari setiap operator. Sehingga perbedaan operator pada koefisien
penyusun mask menimbulkan perbedaan karakteristik atau kinerja dari operator
tersebut untuk menghasilkan edge terbaik. Salah satu algoritma deteksi tepi
adalah deteksi tepi menggunakan metode Canny, (Putra, 2009).
Langkah pertama

yang dikalkukan pada deteksi tepi

Canny adalah

menghaluskan citra untuk menghilangkan noise. Hal ini akan menghasilkan
gradien citra dan melakukan proses non-maximum suppression, yaitu meredam
setiap piksel yang tidak dalam nilai maksimum. Proses tersebut mengakibatkan
nilai larik gradien berkurang secara berkelanjutan.
Algoritma deteksi tepi Canny dijelaskan sebagai berikut:
1.

Penerapan filter Gaussian untuk mengurangi noise

20

2.

Mencari nilai tepi dengan menghitung gradien citra

3.

Mencari arah tepi setelah nilai gradien x dan y diketahui

4.

Menghubungkan arah tepi yang dapat ditelusuri sesuai dengan gambar
aslinya

5.

Proses non-maximum suppression

6.

Proses hysterisis untuk menghilangkan streaking6.

2.3.3 Thresholding
Untuk menentukan apakan suatu piksel merupakan tepi atau bukan tepi
dinyatakan dengan operasi thresholding (pengambangan), yaitu pemisahan
piksel yang mempunyai derajat keabuan yang berbeda. Dalam prosesnya piksel
yang memiliki derajat keabuan lebih kecil dari nilai batas yang diberikan akan
diubah menjadi nilai 0 (hitam) dan piksel yang memiliki derajat keabuan lebih
besar dari besar dari batas akan diubah menjadi bernilai 1 (putih).

2.3.4 Segmentasi
Proses segmentasi mempunyai tujuan yang hampir serupa dengan proses
klasifikasi tidak terpandu. Istilah segmentasi citra itu sendiri mempunyai arti
membagi suatu citra menjadi wilayah-wilayah yang homogen berdasarkan
kriteria keserupaan yang tertentu antara tingkat keabuan suatu piksel dengan
tingkat keabuan piksel-piksel tetangganya. Citra yang diperoleh kemudian akan
terdiri atas bagian-bagian objek dan objek dan bagian latar belakang. Memilih

6

Proses perusakan sekeliling tepi yang diakibatkan oleh nilai output

21

bentuk-bentuk dalam sebuah citra sangat berguna dalam pengukuran atau
pemahaman citra.
Secara tradisional, pemgambangan didefinisikan sebagai proses pendefinisian
jangkauan nilai-nilai gelap-terang pada citra yang sebenarnya, memilih pikselpiksel dalam jangkauan ini sebagai latar depan dan sisanya sebagai latar
belakang. Dengan demikian, citra terbagi atas dua bagian, yaitu bagian hitam
dan bagian putih, atau warna-warna yang membatasi setiap wilayah.

2.4 Active Contour Persamaan Chan-Vese
2.4.1 Definisi Kontur Aktif
Active contours digunakan dalam domain pengolahan citra untuk melokasikan
kontur suatu objek, (Chan & Vese, 2001). Mencoba untuk melokasikan sebuah
objek contour dengan bersih dengan menggunakan uji pengolahan citra level
rendah seperti Canny Edge Detection yang kurang teliti. Banyak dari teknik
edge tidak berkelanjutan, seperti kemungkinanan adanya lubang di area yang
dideteksi, dan edge palsu yang bisa ditampilkan akibat noise. Active contour
mencoba untuk meningkatkan meningkatkan kualitas seperti pada continuity dan
smoothness pada contour objek. Yang berarti pendekatan active contour
menambah derajat tertentu pada teorema sebelumnya dengan mengurai beberapa
permasalahan yang ditemukan sebelumnya, (Tiilikainen, 2007). Bagian penting
dari deteksi kontur ini adalah mendeteksi border yang menonjol dari sebuah
objek.
Kurva parametrik hanya memiliki satu s parameter independen yang bervariasi
selama suatu interval tertentu, biasanya [0, 1]. Dengan menggunakan

22

representasi parametrik, menghindari masalah yang baik dalam bentuk eksplisit
dan implisit miliki. Misalnya didapat beberapa nilai y dengan nilai x-tunggal, ini
adalah mudah untuk melihat dalam bentuk parametrik dari lingkaran satuan
dengan pusat di asal yang akhirnya dengan menggunakan representasi
parametrik juga memungkinkan kurva yang akan independen dari sistem
koordinat tertentu yang digunakan.
Inisialisasi kurva diberikan oleh kurva parametrik ( ) = [ ( ), ( )] dengan
[0, 1], dalam prakteknya kurva yang sering tertutup berarti

(0) = (1).

Selanjutnya kurva diasumsikan parameterized oleh panjang busur. Kurva
parametric tertutup diilustrasikan pada Gambar 2. 12. Setiap titik sepanjang
kurva bergerak sepanjang garis eksternal dan internal, dan akan terus mencoba
untuk memposisikan dirinya.

Gambar 2. 12 Ilustrasi dari kurva parametrik v(s)

2.4.2 Snake Original Kass, Witkin & Terzopoulos
Konsep kontur aktif diperkenalkan oleh Kass, Witkin dan Terzopoulos di dalam
makalah "Snake: Active Contour Model", (Kass, Witkin, & Terzopoulos, 1987).
Makalah ini memicu banyak penelitian. Snake merupakan kurva parametrik

23

yang mencoba untuk pindah ke posisi dimana energi diminimalkan. Kass dkk.
Memperkenalkan energi berikut fungsional untuk menghitung energi snake:

Energi snake terdiri dari tiga istilah. Istilah Eint awalnya merupakan energi
internal dari snake sedangkan Eimg jabatan kedua menunjukkan kekuatan citra,
istilah Econ terakhir menimbulkan kekuatan kendala eksternal. Jumlah citra
memaksa Eimg dan kendala eksternal pasukan Econ juga hanya dikenal sebagai
pasukan snake eksternal, dinotasikan dengan Eext. Energi internal snake ditulis
sebagai

dimana istilah orde pertama
istilah orde kedua

( )

( )

memberikan ukuran elastisitas, sedangkan

memberikan ukuran kelengkungan. Ini berarti

bahwa dalam bagian dari snake di mana kurva ditarik, istilah elastisitas akan
memiliki nilai tinggi, sedangkan di bagian-bagian snake di mana kurva tertekuk,
istilah kelengkungan akan memiliki nilai tinggi. Istilah-istilah ini ditemukan
pada energi snake yang secara keseluruhan dikendalikan oleh koefisien ( ) dan
( ), dengan kedua parameter tersebut menjadikan snake lebih elastik dan lebih
deformatif.
Eimg menarik snake agar didapatkan fitur citra yang diinginkan. Jika snake harus
menetap di tepi dalam citra, maka energi citra dapat didefinisikan sebagai Eimg

24

(v(s)), dengan saya menjadi fungsi citra. Dengan demikian snake akan
memposisikan diri di bagian-bagian citra dengan nilai gradien tinggi.

Untuk menghapus noise dari citra dan meningkatkan jangkauan penangkapan
snake citra dapat dikonvolusi dengan sebuah kernel Gaussian sebelum
menghitung gradien. Hal ini memberikan istilah citra energi berikut

Dimana

( , ) adalah Gaussian dua dimensi dengan σ standar deviasi. Ketika

tepi yang kuat dalam citra yang kabur oleh Gaussian dengan gradien yang terkait
juga merapikan yang mengakibatkan gradien snake dari jarak yang lebih besar,
dengan ini meningkatkan jangkauan penangkapan snake.

2.4.3 Model Aktif Kontur
Inti dari metode ini hampir sama dengan model snake, segmentasi berbasis
energi minimum. Diasumsikan bahwa gambar dibentuk oleh dua wilayah, nilainilai yang berbeda. Objek yang akan dideteksi diwakili oleh daerah dengan nilai
µ. Formula Chan-Vese adalah

dimana C adalah setiap kurva variabel lain, dengan konstanta c1 dan c2,
bergantung pada C, yang merupakan rata-rata (µ 0) dari C di dalam dan masingmasing di luar C. Dalam kasus sederhana, batas obyek C0, adalah minimilisasi
dari border objek. Diilustrasikan pada Gambar 2. 13.

25

Gambar 2. 13 Model kontur aktif

Dalam model kontur aktif energi border akan diminimalkan dan akan
ditambahkan beberapa hal regsnake-isasi, seperti panjang kurva, dan/atau luas
di dalam wilayah. Karena itu, terdapat energi fungsional ditentukan oleh Area
Panjang di dalam yang merupakan parameter tetap.
Pada proses segmentasi citra, persamaan untuk menentukan fungsi kecepatan F
telah ditentukan. F merupakan sebuah fungsi dari gradient citra, sehingga
perhentian evolusi dari kontur aktif pada edge yang penting dapat ditemukan.
Salah satu pendekatan segmentasi menggunakan metode berdasarkan daerah.
Solusi yang efektif untuk menghitung gradien kontur aktif menggunakan
persamaan Chan and Vese. Energi yang diperlukan dalam contour active
menggunakan minimum-variance criterion. Teknik yang digunakan

adalah

curve evolution, fungsi mumfordshah, dan level set. Inisial kontur bisa dilakukan
dimana saja yang akan secara otomatis mendeteksi keseluruhan kontur, tidak
peduli letak dari inisial kontur.

26

2.5 Piksel Putih
Proses pengolahan citra digital berakhir dengan tampilan identifikasi citra hasil
pengolahan. Karena program yang dibuat untuk mengidentifikasi sel kanker
prostat, maka analisis yang diambil adalah mengidentifikasi sel yang sehat dan sel
sakit. Untuk mendapatkan selisih jumlah piksel antara citra acuan dan citra yang
akan diolah, maka perlu ditampilkan citra template atau citra acuan. Dalam hal ini
yang digunakan sebagai citra acuan adalah citra sel prostat yang sehat. Dengan
diketahuinya jumlah piksel maka dapat diperoleh dan ditampilkan kesimpulan
mengenai jumlah piksel sel yang sehat dan dan jumlah piksel sel yang sakit
dengan perbedaan banyaknya jumlah piksel, (Witeti, 2004).
Algoritm piksel putih adalah sebagai berikut:
% Hitung Jumlah Piksel Citra Acuan
[m,n,o]= size(tmp);
count = 0;
for i = 1 : m;
for j = 1 : n;
if tmp(i,j) == 1;
count = count + 1;
else,
end
end
end
pix_ref = count;
% Hitung Jumlah Piksel Citra yang Akan Diolah
[m,n,o]= size(d);
count = 0;
for i = 1 : m;
for j = 1 : n;
if d(i,j) == 1;
count = count + 1;
else,
end
end
end
pix_proc = count;

27

BAB III
M
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis penelitian
elitian
Berdasarkan tujuann da
dan manfaat dari tugas akhir ini yang secara
ara garis besarnya
adalah untuk melakuka
akukan penelitian terhadap deteksi tepi citr
itra 2D sehingga
diharapkan informasi
asi citra yang dibutuhkan terlihat lebih jelas,, yyang merupakan
pengembangan darii aaplikasi dan penelitian yang telah ada denga
ngan berpedoman
pada data sekunderr ((data dari hasil penelitian dan jurnal) yang
ng relevan, maka
penelitian ini merupa
upakan jenis penelitian terapan (aplikatif). Seda
edangkan ditinjau
dari sifat masalahnya
ya m
maka penelitian ini bersifat simulasi.

3.2 Desain Penelitia
nelitian
Blok diagram sistem
m se
secara keseluruhan ditunjukkan pada Gambar
bar 3. 1

Gamb
mbar 3. 1 Blok diagram rancangan sistem secara keseluruhann

28

Ada beberapan tahapan dalam proses penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
1. Tahapan dimulai dengan mengumpulkan data sampel mammografi7.
Dimana sampel citra yang akan diolah adalah dalam bentuk 2 dimensi tipe
data *.jpg
2. Citra dipastikan terlebih dahulu ke dalam tipe grayscale8
3. Pengaturan tingkat kecerahan (brightness) dan kontras (contrast) citra
untuk mempermudah deteksi citra sel kanker
4. Deteksi tepi, memberi batas pemisah citra luar terhadap daerah kanker
sehingga didapat seleksi area sel kanker
5. Hasil deteksi tepi active contour dibandingkan dengan hasil deteksi tepi
yang menggunakan operator Canny dengan menggunakan perbandingan
piksel putih

3.3 Sampel Desain
Deteksi tepi akan dilakukan pada sampel citra mammografi bersel kanker seperti
pada Gambar 3. 2. Deteksi tepi akan dilakukan dengan menggunakan software
MatLab versi 7.10.0.499 (R2010a), tampilan software ditunjukkan pada Gambar
3. 4. Output yang diharapkan adalah citra dengan deteksi tepi sel kanker seperti
ditunjukkan pada Gambar 3. 3.

7

Proses skrining pada mammografi telah dijelaskan pada subbab 2.2.3 Proses Screening pada
Mammogram
8
Telah disertakan dalam program

29

Gambar 3. 2 Hasil mammografi dengan sel kanker

teksi tepi
Gambar 3. 3 H
Hasil mammografi dengan sel kanker setelah dilakukan detek
dengan menggunakan metode active contour

ambar 3. 4 Software MATLAB R2010a Version 7.10.0.499
Gam

30

3.4 Teknik Analisis Sistem
Kinerja sistem yang akan dieksperimenkan dianalisis dengan menggunakan
penilaian objektif. Hasil-hasil yang didapatkan melalui eksperimen (keluaran
sistem) dibandingkan dengan teori-teori yang berasal dari literatur yang ada.

3.5 Prosedur Penelitian
Agar penelitian dapat lebih terarah dan efektif, penulis telah menyusun dan akan
mengikuti prosedur penelitian sebagai berikut:

31

1.

Tinjauan dan Studi Kepustakaan

Dilakukan untuk mendapatkan pemahaman tentang konsep-konsep teoritis
yang berhubungan dengan tema penelitian. Studi literatur berupa diskusi
dengan pembimbing, mengambil bahan dari internet dan buku-buku panduan.
Studi literatur juga dilakukan terhadap software yang digunakan selama
penelitian ini menjadi sarana aplikatif.
2.

Penyusunan Algoritma Program

Program yang dirancang dalam tugas akhir ini berupa algoritma yang disusun
berdasarkan rumusan active contour.
3.

Perancangan dan Pembuatan Program

Berdasarkan algoritma yang telah ditentukan diatas, dibuat program
pengolahan input citra dengan menggunakan software MatLab R2010a.
4.

Analisis Keluaran Sistem Dibandingkan dengan Keluaran Sistem
Sebelumnya

Keluaran dari sistem ini adalah sel kanker payudara yang telah disegmentasi
oleh active contour kemudian dibandingkan dengan penelitian sebelumnya,
penggunaan

edge

detection

operator

Canny

dengan

menggunakan

perbandingan piksel putih.
5.

Penyusunan Laporan Penelitian

Memberisikan penjelasan secara tertulis dan tergambar keseluruhan proses
penelitian ini, dengan rincian isi yang telah dijabarkan pada subbab 1.5
Sistematika Penulisan tugas akhir ini.

32

DAFTAR PUSTAKA
Angenent, Sigurd , Eric Pichon, dan Allen Tannenbaum. 2000. Mathematical
Methods in Medical Image Processing. Dipetik 12 April 2012, dari Math
Wisc: http://www.math.wisc.edu/~angenent/preprints/medicalBAMS.pdf
Bracewell, Ronald N. 1995. Two-Dimensional Imaging. New Jersey: PrenticeHall, inc..
Chan, F. Tony dan A. Luminita Vese. 2001. Active Contours Without Edges.
Dipetik 10 April 2012, dari http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download
?doi=10.1.1.2.1828&rep=rep1&type=pdf
Jauhari, Arif. 2007. Mutu dan Karakteristik Citra Medik. Dipetik 29 Maret 2012,
dari http://www.portalradiografi.web.id/downlot.php?file=(09)%20 Arif%
20Jauhari.pdf
Jusman, Jessi. 2008. Tugas Akhir: Visualisasi Detektor Edge Detector Terbaik
pada Citra Mammography. Padang: Universitas Andalas.
Kass, Michael, Andrew Witkin, dan Demetri Terzopoulos. 1987. Snakes: Active
Contour Models. Dipetik 21 Februari 2012, dari snake.pdf
Mawaddatun. 2005. Tugas Akhir: Perbaikan Kualitas Sinyal Citra Medis
Menggunakan Filter Non-Linear serta Perbaikan Kontras dan Brightness.
Padang: Universitas Andalas.
N., Teofanus Dwiyanto. 2011. Tugas Akhir: Perancangan dan Implementasi
Sistem Pengenalan Gambar Huruf dengan Variasi Jarak dan Ukuran
Menggunakan Ekstraksi Ciri Zooning dan Sistem Template Matching.
Padang: Universitas Andalas.
Pratt, William K. 1991. Digital Image Processing. California: Wiley-Interscience
Publication.
Putra, Darma. 2009. Sistem Biometrika. Yogyakarta: ANDI.
Sadukh, Angelency C. 2009. Makalah Pengolahan Citra pada Bidang Kedokteran
dengan Menggunakan X-Ray untuk Mammografi. Dipetik 29 Maret 2012,
dari http://www.scribd.com/document_downloads/direct/83217650?extension=pdf&ft=1332998229<=1333001839&uahk=d2ZtvVzjGRF+7MSsce
0E3MUugPQ
Tiilikainen, Nikolas Petteri. 2007. A Comparative Study of Active Contour Snakes.
Unknown. _____. Bab 1 Pengantar Pengolahan Citra. Dipetik Februari 18, 2012,
dari _______________________
Witeti. 2004. Identifikasi Sel Kanker Prostat Menggunakan Metode Segmentasi
Berdasar Ukuran Objek pada Citra. Dipetik 11 April 2012, dari
http://eprints.undip.ac.id/25662/1/ML2F098664.pdf

33

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 1
1.1

Latar Belakang .................................................................................................... 1

1.2

Tujuan Penelitian ................................................................................................ 2

1.3

Manfaat Penelitian .............................................................................................. 3

1.4

Batasan Masalah ................................................................................................. 3

1.5

Sistematika Penulisan ......................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 5
2.1

Citra..................................................................................................................... 5

2.1.1

Pengertian Citra........................................................................................... 5

2.1.2

Pembentukan Citra...................................................................................... 6

2.1.3

Digitalisasi Citra ......................................................................................... 8

2.1.4

Citra Medis................................................................................................ 11

2.2

Mammogram/Mammografi............................................................................... 12

2.2.1

Definisi...................................................................................................... 12

2.2.2

Perangkat Mammografi............................................................................. 13

2.2.3

Proses Screening pada Mammogram ........................................................ 16

2.2.4

Karakteristik Citra Mammografi............................................................... 17

2.3

Deteksi Tepi dan Segmentasi............................................................................ 18

2.3.1

Definisi Deteksi Tepi ................................................................................ 18

2.3.2

Operator Edge Detection........................................................................... 20

2.3.3

Thresholding ............................................................................................. 21

2.3.4

Segmentasi ................................................................................................ 21

2.4

Active Contour Persamaan Chan-Vese ............................................................. 22

2.4.1

Definisi Kontur Aktif ................................................................................ 22

2.4.2

Snake Original Kass, Witkin & Terzopoulos............................................ 23

2.4.3

Model Aktif Kontur .................................................................................. 25

2.5

Piksel Putih ....................................................................................................... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................ 28
3.1

Jenis penelitian.................................................................................................. 28

3.2

Desain Penelitian .............................................................................................. 28

3.3

Sampel Desain.................................................................................................. 29

3.4

Teknik Analisis Sistem ..................................................................................... 31

3.5

Prosedur Penelitian ........................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 33

34

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Contoh citra dua dimensi.................................................................... 5
Gambar 2. 2 Proses pembentukan citra................................................................... 7
Gambar 2. 3 Matriks digital NxM........................................................................... 8
Gambar 2. 4 Contoh matriks digital........................................................................ 8
Gambar 2. 5 Proses digitalisasi citra analog ke digital ........................................... 9
Gambar 2. 6 Mammogram screening.................................................................... 14
Gambar 2. 7 Perangkat mammografi .................................................................... 14
Gambar 2. 8 Citra mammografi ............................................................................ 15
Gambar 2. 9 Proses pengambilan citra mamogram .............................................. 16
Gambar 2. 10 Sample hasil mammografi.............................................................. 17
Gambar 2. 11 Citra dengan deteksi tepi ................................................................ 19
Gambar 2. 12 Ilustrasi dari kurva parametrik v(s) ................................................ 23
Gambar 2. 13 Model kontur aktif.......................................................................... 26
Gambar 3. 1 Blok diagram rancangan sistem secara keseluruhan ........................ 28
Gambar 3. 2 Hasil mammografi dengan sel kanker.............................................. 30
Gambar 3. 3 Hasil mammografi dengan sel kanker setelah dilakukan deteksi tepi
dengan menggunakan metode active contour ....................................................... 30
Gambar 3. 4 Software MATLAB R2010a Version 7.10.0.499 ........................... 30

35

Dokumen yang terkait

Active Exoskeleton Control Systems: State of the Art

1 34 7

Improving the Eighth Year Students' Tense Achievement and Active Participation by Giving Positive Reinforcement at SMPN 1 Silo in the 2013/2014 Academic Year

7 202 3

Improving the Eleventh Grade Students’ Analytical Exposition Writing Achievement and Active Participation through Mind Mapping Technique at Madrasah Aliyah Darus Sholah Jember; Ika Wahyu Riyanti, 060210491281

0 5 15

Improving the Tenth Grade Students’ Vocabulary Achievement and Students’ Active Participation by Using Personal Vocabulary Notes (PVN) at MA Al Falah Kajar Bondowoso;

2 9 14

Improving the VIII-C Students’ Reading Comprehension Achievement and Their Active Participation by Using Directed Reading-Thinking Activity (DR-TA) Strategy at SMPN 5 Tanggul in the 2010/2011 Academic Year; Septin Pujiati, 060210401365

0 6 15

Improving VIII A Students’ Active Participation and Their Vocabulary Achievement by Using Crossword Puzzles at SMP Negeri 5

0 8 291

Improving VIII C Students' Active Participation and Reading Comprehension Achievement on Recount Text by Using Jigsaw II Technique at SMPN 2 Tanggul, Jember

0 5 3

Pengaruh Pembelajaran Active Learning Dengan Strategi Index Csrd Match Terhadap Hasil Belajar IPA Materi Energi Dan Penggunaannya Siswa Kelas IV SD Bakti Mulya 400 Jakarta Selatan.

0 31 197

Pengaruh Strategi Active Knowledge Sharing Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematik Siswa di SMP Daar el Qolam

4 22 187

Pembangunan website e-commerce di Distro Contour

0 3 1