Benchmark Analysis of Rice Stock Management in Indonesia towards Japan.

ANALISIS PATOK DUGA MANAJEMEN STOK BERAS DI
INDONESIA TERHADAP JEPANG

CHAIRANI PUTRI PRATIWI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Patok Duga
Manajemen Stok Beras di Indonesia terhadap Jepang adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, April 2014
Chairani Putri Pratiwi
NIM H451110011

RINGKASAN
CHAIRANI PUTRI PRATIWI. Analisis Patok Duga Manajemen Stok Beras di
Indonesia terhadap Jepang. Dibimbing oleh ANDRIYONO KILAT ADHI dan
SUHARNO.
Beras adalah salah satu makanan pokok di Indonesia. Beras memiliki peran
strategis karena mempengaruhi stabilitas nasional. Beras merupakan komoditas
politik di banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Dominasi beras sebagai
makanan pokok Indonesia ditunjukkan dengan tingginya konsumsi beras setiap
tahun. Pasokan beras yang tidak cukup membuat kondisi yang tidak stabil bagi
negara. Situasi ini dipengaruhi oleh pengelolaan stok beras.
Informasi mengenai stok beras sangat penting untuk mengetahui situasi
ketersediaan pangan dalam negeri. Pentingnya stok cadangan beras untuk
Indonesia pun terlihat dari banyaknya kejadian emerjensi, baik itu natural disaster
(alam) maupun man-made disaster (konflik sosial). Konflik sosial di Indonesia
telah lama berlangsung, tetapi lebih menonjol sejak tahun 1998 karena pengaruh
krisis ekonomi yang kemudian dipicu oleh masa transisi. Oleh karena

itu, cadangan beras nasional menjadi begitu penting untuk mengatasi berbagai
kemungkinan buruk akibat dari bencana alam, konflik sosial dan menjaga
kestabilan harga. Indonesia adalah negara kepulauan, infrastruktur dasar
khususnya sarana transportasi belum begitu baik, ditambah lagi dengan rendahnya
pendapatan masyarakat, sehingga stok cadangan beras untuk emerjensi menjadi
penting dan perlu dikuasai dan dikelola dengan manajemen stok yang baik.
Beras tidak hanya makanan pokok di Jepang, tetapi juga sumber utama mata
pencaharian petani dan rumah tangga pertanian Jepang. Jepang adalah negara
yang telah berhasil dalam mengelola stok beras. Jepang telah berhasil menjaga
stabilitas cadangan beras tiap tahunnya. Produksi dan konsumsi di negara ini pun
seimbang. Ada indikasi bahwa pola manajemen stok yang telah diterapkan sejak
era 60-an telah berhasil dalam menjaga stabilisasi perberasan di negara tersebut.
Kesuksesan Jepang dalam hal pencadangan beras dapat menjadi pedoman bagi
pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, Jepang digunakan sebagai benchmark
dalam penelitian ini.
Penelitian ini memiliki tiga tujuan utama yakni: (1) mendeskripsikan
kondisi manajemen stok beras di Indonesia dan Jepang, (2) menganalisis peran
BULOG dalam pengelolaan stok beras Indonesia, dan (3) menyusun redesign
model pengelolaan stok beras nasional yang dapat diterapkan untuk kondisi beras
Indonesia dengan Jepang sebagai patokan. Penelitian ini menggunakan analisis

patok duga (benchmark). Temuan utama adalah: (1) manajemen stok beras
nasional belum ideal, (2) BULOG berperan penting dalam keberhasilan
manajemen stok beras nasional, (3) sistem informasi stok dapat diterapkan dalam
redesign manajemen stok beras nasional .
Sesuai dengan tujuan penelitian dimana Jepang sebagai patok duga
(benchmark) dapat disimpulkan keunggulan manajemen stok Jepang yang
menjamin stabilitas ketersediaan dan distribusi beras yaitu: (1) dukungan
intervensi yang kuat (meskipun cenderung menurun) untuk pendapatan petani, (2)
dukungan dan penerapan manajemen dan teknologi informasi yang konsisten dan
disiplin. Oleh karena itu berdasarkan pendekatan patok duga (benchmark) penting

disusunnya redesign model manajemen stok beras nasional untuk mendukung
keberhasilan Indonesia dalam manajemen stok beras. Redesign manajemen stok
beras Indonesia yang dianjurkan adalah menambahkan serta mengaplikasikan
sistem informasi stok ke dalam pola manajemen sebelumnya. Usulan strategi
menerapkan sistem informasi stok diharapkan dapat memperbaiki pola
manajemen yang sudah diterapkan dan bisa menjadi landasan untuk memprediksi
kebutuhan stok beras dalam negeri.
Kata kunci: beras, BULOG, manajemen stok, patok duga


SUMMARY
CHAIRANI PUTRI PRATIWI. Benchmark Analysis of Rice Stock Management
in Indonesia towards Japan.. Supervised by ANDRIYONO KILAT ADHI and
SUHARNO.
Rice is one of the important staple foods in Indonesia. Rice also has a
strategic role in it affects on national stability. Moreover, rice is the most
“politicized” commodity in many countries in the world, including Indonesia. The
dominance of rice as a staple food of Indonesia can be indicated by the high
consumption of rice every year. Lack of rice supplies and not sufficient of rice
will cause unstable conditions for a country. This situation is influenced by rice
stock management.
The information of rice stock is very important to know the situation of
food security in the country. The importance of rice stock was evident from the
number of events in the emergency, natural disaster (natural) or man-made
disaster (social conflict). Social conflict in Indonesia has long been underway, but
more prominent since 1998 due to the economic crisis which is then triggered by
the political transition. Therefore, the national rice stock has become important to
address several of possibility caused by natural disasters, social conflicts and also
maintain price stability. Indonesia is an archipelago country, a basic infrastructure
especially transportation is unstructured, coupled with the low income of the

community, so stock for emergency situation to be important and need to be
controlled and managed with good management stock.
Rice is not only the most important staple food in Japan, but it also the main
source of livelihood farmers and agricultural households. Japan is a country that
has been established manages rice stocks. Japan has succeeded in maintaining the
stability of rice stock each year. Production and consumption in the country is also
balanced. There are indications that the pattern of stock management which has
been applied since the '60s has been successful in maintaining the stabilization of
rice in the country. Japan's success in terms of rice reserves can serve as
guidelines for the Indonesian government. Therefore, Japan as a benchmark in this
study.
This study has three main objectives that include the following: (1) to
describe the condition of rice stock management in Indonesia and Japan, (2) to
analyze the role of The National Food Logistic Agency (BULOG) in Indonesian
rice stock management, and (3) to redesign national rice stock management model
that can be applied to conditions in Indonesian rice with Japan as a benchmark.
This study uses benchmark analysis. The major findings are: (1) national rice
stock is not ideal, (2) BULOG was instrumental in the success of the national rice
stock management, (3) Stock information system can be applied to redesign of
national rice stock management.

According with the purpose of research in which Japan as benchmark can
be summed up as Japan has excellent stock management which ensures the
stability of the rice stock and rice distribution, there are: (1) strong support
intervention (although it tends to decrease) for the farmer's income, (2) support
and application management and information technology consistent and
disciplined. As the result of the benchmark, it is important to create the formula of

the redesign the management model of the national rice stock to ensure Indonesia
will be success in rice stock management. Moreover, redesign of the Indonesian
rice stock management is recommended to add and apply information technology
systems of management stock into the previous pattern. The recommendation of
applying information system is expected to improve stock management patterns
that have been implemented also can be the basis for predicting the future needs
of the domestic rice stocks.
Keywords: benchmark, BULOG, management stock, rice

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS PATOK DUGA MANAJEMEN STOK BERAS DI
INDONESIA TERHADAP JEPANG

CHAIRANI PUTRI PRATIWI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis

: Dr Ir Lukman M Baga, MAEc

Penguji Program Studi

: Dr Amzul Rifin, SP, MA

Judul Tesis : Analisis Patok Duga Manajemen Stok Beras di Indonesia terhadap
Jepang
Nama
: Chairani Putri Pratiwi
NIM
: H451110011

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Dr Ir Andriyono Kilat Adhi
Ketua

Dr Ir Suharno, M.ADev
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Agribisnis

Dekan Sekolah Pascasarjana,

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
15 Januari 2014


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga tesis berjudul Analisis Patok Duga Manajemen Stok Beras di
Indonesia terhadap Jepang ini berhasil diselesaikan. Penyelesaian tesis ini juga
tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis menyampaikan penghargaan
dan ucapan terima kasih kepada kepada:
1. Dr Ir Andriyono Kilat Adhi, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Ir
Suharno, M.ADev selaku Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan,
arahan, dan motivasi yang diberikan kepada penulis selama melakukan
penelitian dan penyusunan tesis ini.
2. Dr Ir Lukman M Baga, M.AEc selaku dosen penguji luar komisi dan
Dr Amzul Rifin, SP, MA selaku dosen penguji perwakilan program studi
pada ujian tesis atas saran dan kritikan membangun dalam penyempurnaan
tesis ini.
3. Dr Ir Netti Tinaprila, MM selaku Dosen Evaluator pada kolokium proposal
penelitian atas saran dan arahan yang telah diberikan sehingga penulis dapat
melaksanakan penelitian dengan baik.
4. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Magister Sains

Agribisnis dan Dr Ir Suharno, M.ADev selaku Sekretaris Program Studi
Magister Sains Agribisnis, serta seluruh staf Program Studi Magister Sains
Agribisnis atas bantuan dan kemudahan yang diberikan selama penulis
menjalani pendidikan.
5. Kedua orang tua dan saudara kandung penulis yang telah memberikan banyak
dukungan, doa dan pengorbanan yang tidak ternilai. Mas Asad dan Khaira
yang telah menjadi motivasi dan inspirasi.
6. Teman-teman di Program Studi Magister Sains Agribisnis atas saran, diskusi,
dan bantuan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2014
Chairani Putri Pratiwi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
4
5
5
6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah Singkat BULOG
Sejarah Singkat Japan Agriculture Cooperatives (JA) Group
Penerapan Manajemen Persediaan Beras
Perbedaan dan Persamaan dengan Penelitian Terdahulu

6
6
10
11
12

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Teori Stok / Persediaan
Konsep Pengadaan
Teori Manajemen Stok / Persediaan
Teori Benchmark
Kerangka Pemikiran Penelitian

13
13
13
14
14
15
16

4 METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Teknik Pengolahan dan Analisis Data

18
18
18

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Perberasan di Indonesia dan Jepang
Perkembangan Produksi dan Konsumsi Beras di Indonesia
Perkembangan Produksi dan Konsumsi Beras di Jepang
Kondisi Stok Beras di Indonesia
Kondisi Stok Beras di Jepang
Pengadaan Beras di Indonesia
Pengadaan Beras di Jepang
Distribusi Beras di Indonesia
Distribusi Beras di Jepang
Implikasi Kondisi Manajemen Stok Beras di Jepang terhadap Kondisi
Manajemen Stok Beras di Indonesia
Perkembangan Peran Perum BULOG sebagai Lembaga yang Mengatur
Stok Beras Nasional

19
19
18
20
22
25
25
29
30
31
32
38

Perum BULOG dan Japanese Agriculture (JA) Cooperative dalam
Perekonomian Beras serta Dinamika Politik
42
Kunci Sukses Jepang sebagai Benchmark Manajemen Stok Beras Nasional
dan Redesign Manajemen Stok Beras Indonesia
44
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

48
48
48

DAFTAR PUSTAKA

49

RIWAYAT HIDUP

55

DAFTAR TABEL
1 Perkembangan konsumsi beras dan jumlah penduduk di Indonesia
tahun 2000-2012
2 Perkembangan produksi beras, luas panen, dan produktivitas di
Indonesia tahun 2000-2012
3 Realisasi pengadaan beras dalam negeri, pengadaan beras luar negeri,
dan total pengadaan beras oleh BULOG tahun 2000-2012
4 Pengadaan beras di Jepang tahun 1995-2006
5 Perbandingan kondisi sosial masyarakat dan GDP per kapita antara
Indonesia dan Jepang
6 Perbandingan produksi dan konsumsi beras di Indonesia dan Jepang
7 Perbandingan manajemen stok beras dan jumlah stok beras antara
Indonesia dan Jepang
8 Perkembangan peran BULOG berdasarkan Keputusan Presiden
9 Implikasi perubahan BULOG dari LPND menjadi PERUM

1
2
27
28
33
33
35
39
40

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Sejarah lembaga pangan Indonesia tahun 1939-2003
Kerangka pemikiran operasional
Perkembangan produksi beras di Indonesia 2000-2012
Perkembangan produksi beras di Jepang 1995-2012
Perkembangan stok beras di Indonesia 2005-2012
Mekanisme stok beras di Indonesia
Alur manajemen stok beras BULOG
Perkembangan stok beras di Jepang 2005-2012
Alur pengadaan beras di Indonesia
Alur distribusi stok beras nasional
Pola distribusi beras dalam negeri
Sistem distribusi beras di Jepang setelah tahun 2004
Manajemen stok beras nasional
Tugas Perum BULOG
Program subsidi langsung dari pemerintah kepada petani
Redesign manajemen stok beras nasional

8
17
20
21
22
23
24
26
28
30
31
32
36
42
45
47

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 9 Januari 1988 dari bapak
Karya Prihantono dan ibu Chairul Bariah. Penulis merupakan anak pertama dari
tiga bersaudara.
Penulis lulus dari SMU Negeri 3 Bogor pada tahun 2005. Pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada
program studi Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen hingga semester 3.
Penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi ke Tokyo University of
Agriculture, jurusan International Bio-Business Studies pada bulan April 2007
dengan beasiswa penuh dari universitas setempat. Penulis menyelesaikan
pendidikan S1 di Tokyo University of Agriculture pada bulan Maret 2011.
Penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi ke Program Magister
pada Program Studi Magister Sains Agribisnis pada tahun 2011 melalui beasiswa
unggulan DIKTI.
Pada tahun 2011, penulis mulai bekerja sebagai staf pengajar Bahasa Jepang
di Unit Pelatihan Bahasa IPB Dramaga. Penulis juga menjadi asisten dosen tidak
tetap di program studi Agribisnis sejak 2012 hingga sekarang.
Selama mengikuti pendidikan pada program studi Magister Sains
Agribisnis, penulis mengikuti kegiatan seminar internasional Advance Science and
Technology: Sustainability & Prosperity di Universitas Hokkaido Jepang dan
mempresentasikan tulisan Rice Stock Management Towards Suistainable Rice
Surplus. Artikel yang sama telah diterbitkan dalam Prosiding HISAS 10.

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan dasar manusia terpenting adalah pangan dan pemenuhannya
adalah hak asasi manusia, seperti yang tercantum dalam pasal 27 UUD 1945.
Pemenuhan pangan dibahas di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
18 Tahun 2012 terkait ketahanan pangan, yakni bahwa negara berkewajiban
mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi pangan
yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional
maupun daerah hingga perseorangan secara merata di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia sepanjang waktu dengan memanfaatkan sumber
daya, kelembagaan, dan budaya lokal. Ketahanan pangan yang dimaksud meliputi
ketersediaan pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi,
beragam, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama,
keyakinan dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif
secara berkelanjutan. Ketersediaan pangan yang lebih kecil bila dibandingkan
dengan kebutuhan dapat menyebabkan ketidakstabilan ekonomi, gejolak sosial
dan politik.

Tabel 1 Perkembangan konsumsi beras dan jumlah penduduk di Indonesia tahun
2000 - 2012
Tahun
Konsumsi (ton)
Jumlah Penduduk (jiwa)
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012

30 782 281
24 241 536
30 424 235
30 026 549
30 763 964
30 949 677
31 382 907
33 620 944
35 752 349
38 209 762
40 354 257
39 705 205
40 876 243

213 395 411
216 203 499
219 026 365
221 839 235
224 606 531
227 303 175
229 918 547
232 461 746
234 951 154
237 414 495
239 870 937
242 325 638
242 325 638

Sumber : BULOG (2012) ; BPS (2012)

Indonesia dalam pemenuhan pangan khususnya beras sebagai pangan pokok
bangsa, menghadapi tantangan besar karena jumlah penduduknya yang terus
meningkat setiap tahunnya (Ariani 2010). Pada tahun 2012 jumlah penduduk
Indonesia sebesar 242 325 638 jiwa dengan laju pertumbuhan rata-rata 1.49
persen (Tabel 1). Dominasi beras sebagai pangan pokok ditunjukkan oleh

2

tingginya tingkat konsumsi beras per kapita. Konsumsi beras perkapita yang
tinggi, disertai peningkatan jumlah penduduk Indonesia yang sebagian besar
mengkonsumsi beras menyebabkan total konsumsi beras nasional yang tinggi
setiap tahunnya. Pada tahun 2012 jumlah konsumsi beras sebesar 40 876 243 ton
(Tabel 1). Bagi Indonesia yang sebagian besar penduduknya mengkonsumsi beras,
bergantung pada pasar impor jelas berisiko. Mengingat pentingnya beras bagi
masyarakat Indonesia, sejalan dengan adanya upaya peningkatan produktivitas,
beras yang dihasilkan seharusnya dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri
namun pada kenyataannya tidak seperti yang diharapkan (Tabel 2). Hal ini erat
kaitannya dengan pengelolaan stok beras untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat
setiap tahunnya.

Tabel 2 Perkembangan produksi beras, luas panen, dan produktivitas di
Indonesia tahun 2000-2012
Tahun
Produksi (ton)
Luas Panen (ha)
Produktivitas (kw/ha)
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012

51 898 852
50 460 782
51 498 694
52 137 604
54 088 568
54 151 097
54 454 937
57 157 435
60 352 925
64 398 890
66 469 394
68 594 067
69 045 141

11 793 475
11 499 975
11 521 166
11 488 034
11 922 974
11 839 060
11 786 430
12 147 637
12 327 425
12 883 576
13 253 450
13 203 643
13 443 443

44.01
43.88
44.69
45.36
45.74
46.20
47.05
48.94
49.99
49.99
50.15
49.80
51.36

Sumber: BULOG (2012)

Beras selain sebagai sumber energi dan protein utama dalam pola konsumsi
masyarakat juga memegang peranan strategis terhadap stabilitas nasional.
Persediaan beras yang cukup di pasar dengan harga yang terjangkau dapat
menciptakan kondisi yang aman bagi suatu negara. Sebaliknya apabila terjadi
gejolak harga beras dan persediaan berkurang maka terjadi keresahan sosial.
Banyak kepentingan publik dihasilkan oleh beras, dan beras berperan dalam
ketahanan pangan, stabilitas ekonomi dan lapangan kerja. Oleh karena itu beras
dapat dikatakan sebagai komoditas politik (political goods) (Ariani 2010;
Suryana dan Sudi 2001; Waries 2004).
Periode awal reformasi saat ketidakstabilan persediaan pangan khususnya
beras telah memicu terjadinya kerusuhan dan tindak kriminal. Kerusuhan terjadi
di berbagai daerah karena kerisauan masyarakat terhadap stok pangan nasional
yang tidak mencukupi (Firdaus et al. 2008). Sebagian besar masyarakat
menghendaki pasokan dan harga beras yang stabil, tersedia sepanjang waktu dan

3
dengan harga yang terjangkau (Sawit 2011). Sejarah membuktikan bahwa pada
tahun 1966 dan 1998 terdapat perubahan dari goncangan politik menjadi krisis
politik yang dahsyat karena harga pangan melonjak tinggi dalam waktu singkat.
Oleh karena itu, selain peran strategis dan politik, beras juga merupakan
instrumen ketahanan stabilitas politik nasional karena beras sebagai komoditas
yang memegang hajat hidup orang banyak. Peran dan campur tangan pemerintah
penting dalam menjaga ketersediaan beras sepanjang tahun, distribusi yang merata
dan harga yang stabil (Amang dan Sawit 2001).
Pentingnya ketahanan pangan ditunjukkan oleh studi Timmer pada tahun
1996 yang menyimpulkan dimana untuk kasus Indonesia, Jepang dan Inggris
bahwa tidak satupun negara yang dapat mempertahankan proses pertumbuhan
ekonomi tanpa terlebih dahulu memecahkan masalah ketahanan pangan. Bagi
Indonesia sendiri, perekonomian beras terbukti secara signifikan merupakan
pendukung pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak 1960-an (Amang dan
Sawit 2001; Handewi et al. 2005). Saat ini yang menjadi isu dan perhatian
pemerintah terkait perberasan adalah manajemen stok beras. Masalah pengelolaan
stok beras yang sangat urgen terkait dengan ketersediaan beras.
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan infrastruktur dasar
khususnya sarana transportasi yang belum begitu baik. Pusat distribusi beras di
Indonesia hingga saat ini tidak menyebar serta adanya kendala karakter musiman
dari beras, sementara produksinya sepanjang tahun menuntut penanganan
produksi dan logistik yang prima. Selain itu pendapatan masyarakat Indonesia
masih rendah. Keadaan tersebut merupakan faktor stok beras menjadi penting
untuk keadaan darurat dan berperan sangat penting bagi stabilitas harga, konsumsi
rakyat Indonesia. Oleh karena itu, stok beras perlu dikelola baik (BKP 2011).
Negara yang menjadikan beras sebagai pangan pokok dan berhasil dalam
mengelola manajemen stok beras diantaranya adalah Jepang, China, Thailand dan
Vietnam. Thailand dan Vietnam merupakan produsen beras di ASEAN yang
menunjukkan perkembangan cukup baik. Demikian pula dengan China, walaupun
memiliki jumlah penduduk yang besar namun dapat mengelola pangan juga
dengan cukup baik. Jepang merupakan contoh negara yang perkembangan
industrinya maju tetapi memiliki fondasi produksi pangan yang kokoh (Diperta
Jabar 2011).
Jepang menjadi salah satu contoh dimana negara yang tidak memiliki
sumber daya alam untuk memproduksi bahan pangan namun mampu mencapai
ketahanan pangan (Tweeten 1999). Walaupun Jepang dikenal sebagai negara yang
memiliki sektor industri dan teknologi yang maju, namun memiliki perhatian dan
kepedulian yang tinggi untuk sektor pertanian. Pemerintah Jepang sangat
melindungi sektor pertanian khususnya beras dimana beras merupakan pangan
pokok (Esham et al. 2012). Bagi masyarakat Jepang, beras merupakan kebutuhan
yang mendasar. Oleh karena itu, pemerintahnya memberikan perhatian yang
tinggi di sektor pertanian agar kebutuhan pangan bangsanya dapat terus terpenuhi.
Jepang berhasil menjaga stabilitas cadangan beras tiap tahunnya (MAFF
2010). Produksi dan konsumsi beras di negara ini pun seimbang. Pola manajemen
stok yang telah diterapkan sejak tahun 1960 berhasil dalam menjaga stabilisasi
perberasan di negara tersebut. Situasi perberasan nasional terkait kepentingan
untuk mencari model manajemen stok masih sangat tinggi sehingga kesuksesan
Jepang dalam hal pencadangan beras dapat menjadi pedoman bagi pemerintah

4

Indonesia. Dengan landasan Indonesia dan Jepang memiliki kemiripan dimana
beras merupakan kebutuhan mendasar bagi bangsanya serta negara kepulauan,
sehingga penelitian terkait manajemen stok beras menjadikan Jepang sebagai
patok duga (benchmark) di dalam penelitian ini.
Perumusan Masalah
Bagi bangsa Indonesia, beras hingga saat ini merupakan komoditas yang
strategis karena unsur penopang utama ketahanan pangan, ketahanan ekonomi dan
ketahanan nasional. Informasi mengenai stok beras sangat penting untuk
mengetahui situasi ketersediaan pangan dalam negeri. Pentingnya stok cadangan
beras untuk Indonesia pun terlihat dari banyaknya kejadian emerjensi, baik itu
natural disaster (alam) maupun man-made disaster (konflik sosial). Konflik sosial
di Indonesia telah lama berlangsung, tetapi lebih menonjol sejak tahun 1998
karena pengaruh krisis ekonomi yang kemudian dipicu oleh masa transisi. Oleh
karena itu, cadangan beras nasional menjadi begitu penting untuk mengatasi
berbagai kemungkinan buruk akibat dari bencana alam, konflik sosial dan
menjaga kestabilan harga (Firdaus et al. 2008).
Data stok beras menjadi permasalahan, walaupun data yang telah dibuat
oleh pemerintah tentang perkiraan jumlah beras yang ada di masyarakat dan
BULOG sudah ada. Namun perkiraan data tersebut tidak bisa menjelaskan di
mana saja stok beras yang ada di masyarakat sehingga informasi surplus beras
nasional tidak mampu menenangkan pasar (Diperta Jabar 2011). Kondisi tersebut
erat kaitannya pada kemampuan manajemen stok beras pemerintah. Saat ini
manajemen stok beras yang bisa diakses, dikuasai dan dikendalikan adalah yang
dimiliki Perum BULOG. Namun yang menjadi permasalahan apakah peran Perum
BULOG sudah maksimal dalam melakukan manajemen stok beras di Indonesia.
Pasca reformasi Perum BULOG yang sebelumnya merupakan lembaga
Pemerintah langsung di bawah Presiden dalam mengelola perberasan nasional
berubah menjadi perusahaan publik di bawah Menteri Negara BUMN. Perum
BULOG diperlakukan sama dengan perusahaan bisnis swasta dimana Perum
BULOG bisa mencari keuntungan (Yonekura 2005). Hal tersebut menjadi faktor
perberasan nasional khusunya terkait manajemen stok beras kurang mendapat
perhatian khusus karena adanya pihak-pihak yang lebih menyukai adanya impor
walaupun terjadi surplus beras, karena mendapatkan keuntungan. Implikasi
perubahan BULOG pasca reformasi ternyata membawa dampak buruk bagi
perberasan nasional. Berdasarkan kondisi itu penelitian ini mengangkat pemikiran
apakah jika adanya manajemen stok beras yang terpusat, dengan kontrol serta
perkiraan jumlah produksi, persediaan dan cadangan beras untuk konsumsi setiap
tahunnya, mampu mengatasi situasi yang terjadi pada perberasan nasional. Selain
itu apakah peran BULOG pasca reformasi memiliki kaitan dengan ketidakstabilan
kondisi perberasan dalam negeri.
Jepang merupakan negara produsen sekaligus konsumen beras di Asia dan
negara yang berhasil mengelola stok beras (PPHP 2013). Penulis melihat Jepang
dimana hal yang paling menonjol dalam pengelolaan pemenuhan kebutuhan
pangan adalah keberhasilannya dalam mengurangi ketergantungan kepada pangan
beras serta pengelolaan terhadap besaran produksi dan permintaan beras. Jepang
pada saat mengalami krisis ekonomi tahun 2008-2009 yang lalu, sektor pertanian

5
umumnya, serta komoditi pangannya sangat terjaga dengan baik tidak terganggu
secara signifikan. Peristiwa Gempa dan Tsunami yang terjadi di Jepang pada 11
Maret 2011 mampu diatasi dengan pemenuhan pangan khususnya beras dengan
memanfaatkan stok untuk keadaan darurat, sehingga situasi tetap terkontrol
(MAFF 2012). Kekuatan luar biasa tersebut bisa terjadi karena koperasi yang
bernama Japanese Agriculture Cooperative (JA) telah menjadi kekuatan yang
nyata dalam mengendalikan bisnis pangan mereka. Sehingga tidak ada kekuatan
manapun, termasuk pemerintah, yang bisa semena-mena mengatur tata niaga
pangan termasuk mengimpornya tanpa persetujuan koperasi mereka. Kekuatan
inilah yang menyebabkan sistem ketahanan mereka menjadi kuat. Petani di
Jepang bersatu dalam Nougyou Kyoudou Kumiai atau istilah lainnya adalah
Japanese Agriculture Cooperative (JA). Selain itu, JA (Japan Agricultural
Cooperative) yang berperan dalam pengelolaan stok beras di Jepang (Esham et al.
2012), digunakan sebagai patok duga (benchmark) bagi Indonesia khususnya
Perum BULOG dalam mengelola stok beras.
Dari uraian diatas dapat dilihat bagaimana manajemen stok memainkan
peranan penting, sehingga penelitian terkait manajemen stok menjadi isu yang
perlu diangkat di tengah kondisi perberasan nasional saat ini. Oleh karena itu,
rumusan permasalahan di dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana kondisi manajemen stok beras di Indonesia dan Jepang?
2. Bagaimana peran Perum BULOG dalam manajemen stok beras Indonesia?
3. Bagaimana model manajemen stok beras yang bisa diterapkan bagi kondisi
perberasan di Indonesia dengan melihat Jepang sebagai patok duga?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan maka tujuan penelitian
adalah:
1. Mendeskripsikan kondisi manajemen stok beras di Indonesia dan Jepang.
2. Menganalisis peran Perum BULOG dalam manajemen stok beras Indonesia
3. Menyusun redesign model manajemen stok beras yang bisa diterapkan bagi
kondisi perberasan di Indonesia dengan melihat Jepang sebagai patok duga
Penelitian ini bersifat studi literatur, oleh karena itu dilakukan penelusuran data
dari berbagai literatur yang relevan.
Manfaat Penelitian
Sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka hasil penelitian ini
diharapkan dapat :
1. Bagi peneliti, mampu mendeskripsikan kondisi manajemen stok beras di
Indonesia dan Jepang, serta dampak kebijakan terkait pengelolaan
manajemen stok beras di kedua negara tersebut.
2. Memberikan solusi dan informasi kepada pihak atau instansi yang terkait
dengan manajemen stok beras di Indonesia maupun pengambil kebijakan,
dengan harapan kebijakan baru nantinya bermanfaat.
3. Memberikan manfaat bagi pembaca, baik sebagai tambahan pengetahuan
maupun sebagai informasi untuk melaksanakan studi yang relevan di masa
mendatang.

6

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini melihat peran dari Perum BULOG di Indonesia dan Japanese
Agriculture Cooperative (JA Cooperative) Jepang dimana manajemen stok di
negara masing-masing dikelola. BULOG menjadi potret keadaan yang berperan
penting di dalam manajemen stok beras nasional. Manajemen stok beras di Jepang
terkosentrasi pada JA sebagai koperasi yang berperan penting di dalam
manajemen stok. Manajemen stok yang dimaksud di dalam penelitian adalah
terkait dengan ketersediaan (availability) terhadap beras. Setelah itu diharapkan
keluaran dari keberhasilan manajemen stok beras di Jepang kemudian
diadaptasikan dalam menyusun redesign model manajemen stok beras nasional.
Redesign model tidak merombak total, tetapi menambahkan bagian-bagian yang
perlu ditambahkan dengan referensi yang digunakan di dalam penelitian.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah Singkat BULOG
Amrullah (2003) menjelaskan bahwa dalam perjalanan sejarah bangsa
kehadiran lembaga pangan tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Secara formal
pemerintah mulai ikut menangani pangan pada zaman Belanda, ketika berdiri
Voedings Midelen Fonds (VMF) yang bertugas membeli, menjual dan
menyediakan bahan makanan. Dalam masa pemerintahan Jepang, VMF
dibekukan dan muncul lembaga baru yang bernama Sangyobu Nanyo Kohatsu
Kaisha, atau juga pada zaman kemerdekaan yang banyak mengalami perubahan
sejak dari Kementrian Pengawasan Makanan Rakyat (PMR), Yayasan Bahan
Makanan
(BAMA), Yayasan Urusan Bahan Makanan (YUBM), Badan
Pelaksanaan Urusan Pangan (BPUP), Komando Logistik Nasional (KOLOGNAS)
dan Badan Urusan Logistik (BULOG). Tugas dan fungsi lembaga pangan tersebut
umumnya berkisar pada masalah pengendalian harga, distribusi dan pemasaran.
Hanya fokus utamanya dapat berbeda antar waktu dan antar lembaga tersebut.
Kehadiran BULOG sebagai lembaga stabilitasi pangan memiliki arti
khusus dalam menunjang keberhasilan Orde Baru sampai tercapainya
swadembada beras tahun 1984 menjelang Repelita 1 (1 April 1969), struktur
organisasi BULOG diubah dengan Keppres RI No. 11/1969 tanggal 22 Januari
1969 disesuaikan dengan misi barunya yang berubah dari penunjang peningkatan
produksi pangan menjadi buffer stock holder dan distribusi untuk golongan
anggaran. Kemudian penyempurnaan struktur BULOG dengan Keppres No.
39/1978 tanggal 6 November 1978, BULOG mempunyai tugas pokok
melaksanakan pengendalian harga beras, gabah, gandum dan bahan pokok lainnya
guna menjaga kestabilan harga beras baik bagi produsen maupun bagi konsumen
sesuai dengan kebijaksanaan umum pemerintah. Perubahan yang terjadi di dalam
lembaga pangan hingga menjadi BULOG merupakan periode lembaga pangan
yang paling lama keberadaannya sejak kemerdekaan bangsa Indonesia (Amrullah
2003).
Memasuki Era Reformasi, beberapa lembaga pemerintah mengalami
revitalisasi serta reformasi termasuk BULOG. Perubahan peran BULOG sangat

7
menonjol sejak krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 (Saifullah 2001).
Tugas pokok Bulog hanya dibatasi untuk komoditi beras dan gula pasir. Tugas ini
lebih dipersempit lagi dengan diterbitkannya Keppres RI No. 19 tahun 1998 yang
menetapkan peran BULOG hanya mengelola komoditi beras saja. Sesuai dengan
Keputusan Presiden Nomor 29 tahun 2000 tanggal 26 Februari 2000, peranan
BULOG diharapkan lebih mandiri dalam usahanya dengan fungsi utama
manajemen logistik ini diharapkan lebih berhasil dalam mengelola persediaan,
distribusi, dan pengendalian harga beras, serta usaha jasa logistik.
Pada tanggal 23 November 2000, pemerintah mengeluarkan Keppres RI
No. 166 tahun 2000 mengenai Lembaga Pemerintahan Non Departemen (LPND)
yang diantara pasal-pasal mengatur mengenai tugas dan fungsi BULOG yang baru,
yaitu melaksanakan tugas pemerintah di bidang manajemen logistik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan keluarnya
Keppres tersebut, maka Keppres RI No. 29 tahun 2000 tidak berlaku lagi.
Selanjutnya pemerintah mengeluarkan Keppres RI No. 178 tahun 2001 tanggal 15
Desember yang pada beberapa pasalnya menetapkan mengenai bentuk organisasi
BULOG yang baru. Mengingat Keppres RI No. 166 tahun 2000 masih
mengandung pasal-pasal yang membatasi operasi dan peran BULOG, maka masih
dirasa perlu diupayakan untuk diubah sehingga lebih sesuai dengan fungsi dan
peran BULOG. Pada Gambar 1 dijelaskan bagaimana perubahan BULOG sebagai
lembaga pangan Indonesia dari tahun 1939 sampai tahun 2003.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2003 Lembaga
BULOG yang semula Lembaga Pemerintahan Non Departemen (LPND) berubah
menjadi Perusahaan Umum (Perum) dengan Visi Menjadi Lembaga Pangan yang
handal untuk memantapkan ketahanan pangan dan Misinya adalah
Menyelenggarakan tugas pelayanan publik untuk keberhasilan pelaksanaan
kebijakan pangan nasional. Menyelenggarakan kegiatan ekonomi di bidang
pangan secara berkelanjutan, serta memberikan manfaat kepada perkonomian
nasional.
Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 2009 tentang Kebijakan
Perberasan, tugas publik BULOG pertama adalah melakukan pembelian gabah
dan beras dalam negeri pada Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Tugas
pengaman HPP yang sebelumnya menggunakan Harga Dasar, terus dilakukan
sejak BULOG berdiri pada tahun 1967. Pembelian gabah dan beras merupakan
keberpihakan Pemerintah (Perum BULOG) terhadap petani sebagai produsen
melalui jaminan harga dan jaminan pasar atas hasil produksinya (BULOG 2010).
Tugas Publik BULOG kemudian direvisi kembali dengan dikeluarkannya
Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 2012.

8
Voeding Middelen Fonds (VMF)
Tugas : Membeli, Menjual,
Persediaan Bahan Pangan

(1939-1942)
Sangyoubu-Nayno (Kohatsu Kaisha)
(1942-1945)

1945 - 1950
Daerah RI
Pengawasan Makanan Rakyat (PMR)

Daerah yang Diduduki oleh Belanda
VMF Dihidupkan Kembali

Yayasan Bahan Makanan (BAMA) (1950 1952)
Yayasan Urusan Bahan Makanan (YUBM) (1952-1958)
YUBM + YBPP (1958 – 1964 ) Yayasan Badan Pembelian
Badan Pelaksana Urusan Pangan (BPUP) (1964 – 1966)

Komando Logistik Nasional (KOLOGNAS) (1966 – 1967)
Badan Urusan Logistik (BULOG) (1967-1969)
G
Reorganisasi Struktur BULOG (Keppres 11 /1969 22
Januari 1969)
Penyempurnaan Struktur BULOG (Keppres 39/1978)

Kebijakan Stabilisasi
Harga
Membeli, Menjual,
Pengangkutan,
Penyimpanan,
Penyaluran Beras
Pengendalian Operasional
Bahan Makanan Pokok
Stabilisasi Harga
Pangan, Membentuk
(Stok Beras),
Mengintrodusir Standar
dan Grade Beras
Stabilisasi Harga
Pangan Yang
Berorientasi Operasi
Bufferstock

Keppres No. 103 tahun 2001

Sidang Kabinet Terbatas 13 Januari 2003 di Istana Negara
Dipimpin Presiden. BULOG berubah menjadi PERUM
PP Nomor 7 tahun 2003 LPND BULOG jadi PERUM BULOG

Membangun Ekonomi
Nasional Khusus
Bidang Pangan

Gambar 1 Sejarah lembaga pangan Indonesia tahun 1939-2003
Sumber : Amrullah (2003)

9
Saifullah (2001) menguraikan bahwa BULOG melakukan pembelian
gabah/beras dan menyimpan cadangan beras. Ada 4 (empat) tugas publik yang
tetap diemban Perum BULOG berdasarkan Inpres Nomor 3 tahun 2012 yaitu:
1. Melaksanakan kebijakan pembelian gabah/beras dengan ketentuan Harga
Pembelian Pemerintah (HPP)
Pada saat panen raya yang serempak, maka permintaan gabah sangat inelastis
sementara gudang swasta terbatas dan iklim yang kurang bersahabat, serta masih
lemahnya industri penggilingan padi oleh karena itu, dengan pola ini suplai beras
yang berasal dari produksi dalam negeri akan terjamin dan kemandirian pangan
akan lebih besar. Hal ini tentunya terkait erat dengan ketersediaan pangan dari
produksi dalam negeri, serta pendapatan jutaan petani kecil yang tersebar di
berbagai pelosok ditanah air. Perum BULOG dirancang untuk tetap melakukan
pembelian gabah dalam negeri, mendorong berkembangnya industri penggilingan
modern sehingga mampu mendongkrak harga ke tingkat yang diinginkan,
terutama di musim panen raya. Tugas publik Perum BULOG dalam hal pembelian
gabah/beras dalam negeri mendukung pilar ketersediaan.
2. Stabilitas harga beras
Pada saat pengeluaran rumah tangga masih dominan terhadap pangan, maka
ketidakstabilan harga pangan khususnya beras meningkat melebihi tingkat
intervensi jika harga pangan khususnya beras meningkat melebihi tingkat harga
yang ditolerir. Untuk itu Perum BULOG siap menerima penugasan tersebut
apabila memperoleh mandat dari pemerintah atau pada situasi yang mengharuskan.
3. Menyediakan dan menyalurkan beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat
berpendapatan rendah
Perum BULOG harus menyediakan beras di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selain itu menyediakan beras bersubsidi
bagi orang miskin melalui program RASKIN (Beras Miskin). Program ini
merupakan upaya pemerintah untuk memberikan perlindungan sosial (social
protection programme) yang ditujukan kepada rumah tangga miskin (targeted
subsidy), umumnya mereka beresiko tinggi terhadap food insecurity. RASKIN
membuka akses secara ekonomi terhadap pangan, sehingga dapat melindungi
rumah tangga rawan pangan dari kekurangan gizi terutama energi dan protein. Hal
tersebut berakibat buruk terhadap kecerdasan anak-anak serta rendahnya
produktivitas SDM dan kematian akibat penyakit infeksi karena lemahnya daya
tahan tubuh. Tugas publik Perum BULOG melalui program RASKIN dapat
mendukung pilar keterjangkauan.
4. Pengelolaan stok pangan.
Pemerintah menguasai stok beras yang dikelola oleh Perum BULOG sebagai
usaha untuk mengatasi keadaan darurat, seperti bencana alam, bencana yang
dibuat manusia seperti konflik sosial dan lain-lain. Perum BULOG diharapkan
mempunyai stok optimal sekitar satu juta ton beras (pipe line stock) guna
mengatasi hal-hal yang disebutkan diatas. Dengan manajemen stok yang
tersentralisir dan dibiayai oleh pemerintah pusat, maka akan memudahkan
pengelolaan penyimpangan serta penyaluran. Menjaga kecukupan stok dapat
mendukung terwujudnya pilar ketersediaan.

10

Sejarah Singkat Japan Agriculture Cooperatives (JA) Group
Japan Agriculture Cooperatives (JA Cooperative) adalah sebuah
organisasi nasional petani ditetapkan sesuai dengan Hukum Pertanian Koperasi
Masyarakat. Pemerintah Jepang berfungsi sebagai penentu kebijakan sedangkan
aktifitas lapangan diambil alih oleh JA Cooperative atau di Indonesia dikenal
dengan koperasi pertanian. Berdasarkan semangat saling membantu, JA
Cooperative beranggotakan para petani Jepang dengan tujuan meningkatkan
standar hidup petani.
JA Group menyediakan lima layanan penting bagi anggotanya: asuransi,
bimbingan, kredit, pemasaran dan pembelian, dan kesejahteraan. Sistem koperasi
pertanian sebelumnya memiliki tiga struktur berjenjang pada tingkat lokal,
prefektur dan tingkat nasional. Di bawah sistem ini, pada federasi prefektur
disediakan koperasi pertanian lokal (masyarakat primer). Federasi nasional
memberikan fungsi yang saling melengkapi untuk mendukung federasi prefektur
dan membuat kegiatan kelompok lebih efektif. Untuk mengatasi persaingan global,
JA Grup mereformasi organisasi dan bisnis operasi dengan tujuan untuk lebih
meningkatkan pertanian operasi dan standar hidup petani di tahun-tahun
mendatang. Integrasi federasi prefektur dan nasional dan konsolidasi masyarakat
dasar setempat sedang didorong sebagai cara untuk meningkatkan fungsionalitas
dan efektivitas struktur organisasi (JA 2012).
Godo (2002) menjelaskan bahwa JA tidak hanya melobi politisi dan
memberikan layanan kepada petani tetapi juga mengamati dan mengendalikan
kegiatan anggota, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini juga
berfungsi dalam membantu MAFF (Kementerian Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan Jepang) untuk membuat dan menegakkan kebijakan. Selain itu,
beberapa subsidi MAFF untuk petani (misalnya, pinjaman berbunga rendah) yang
didistribusikan melalui JA. Dengan demikian, MAFF tidak memperkenalkan
kebijakan tanpa terlebih dahulu mempertimbangkan kepentingan JA.
UU Koperasi Pertanian menjamin petani dalam kebebasan untuk
mendirikan koperasi pertanian, yang menyatakan bahwa tidak ada kewajiban bagi
sebuah koperasi pertanian untuk bergabung dengan sistem JA. Petani bebas untuk
bergabung atau meninggalkan koperasi pertanian seperti yang mereka lihat cocok.
Namun, di bawah tekanan implisit dari MAFF dan masyarakat pedesaan, hampir
semua petani bergabung JA dan meninggalkan pembentukan koperasi pertanian
lainnya. Banyak bisnis JA telah menikmati perlindungan berat, serta regulasi oleh
pemerintah. Misalnya, JA diberi posisi monopoli dalam pengumpulan beras dan
penjualan pupuk (Okuno dan Honma 1998; JA 2012).
JA Cooperative memberikan jaminan semua produk petani terjual dengan
harga di atas rata-rata dan tentu saja menguntungkan petani. Ada beberapa
alternative yang ditawarkan untuk para produsen/petani, yaitu: produk dibeli
langsung oleh JA Cooperative dengan harga di atas harga pasar (khususnya beras
karena dianggap produk yang vital), petani dapat mendistribusikan sendiri tetapi
dibawah arahan/petunjuk dari JA Cooperative (hal ini disebabkan oleh petani
ingin mencari pembeli yang menawarkan harga lebih tinggi dari JA Cooperative,
petani dapat menitipkan produk mereka kepada JA Cooperative untuk dijualkan
oleh JA Cooperative.

11
Penerapan Manajemen Persediaan Beras
Menurut Timmer (2004) persediaan pada dasarnya adalah sebuah bentuk
"modal mati", meningkatkan logistik dan manajemen persediaan dapat
menghemat modal riil serta biaya transaksi rendah. Sharma et al. (2013) di dalam
penelitiannya menjelaskan bahwa manajemen persediaan merupakan isu utama di
dalam rantai pasok beras. Rantai pasok beras di India selalu dihadapkan dengan
tantangan ketersediaan stok/ persediaan yang tepat. Manajemen persediaan dalam
rantai pasokan beras membutuhkan permalan yang tepat dari permintaan,
perencaan persediaan, dan pengadaan persediaan pada saat yang tepat.
Amang dan Sawit (2001) dalam studinya menunjukkan bahwa manajemen
stok merupakan inti dari kebijakan stabilisasi harga beras. Studi tersebut
menunjukkan bahwa BULOG selama ini hanya menguasai stok beras antar 4-8
persen dari produksi dalam negeri dan mengimpor bila diperlukan. Stok beras
yang dikuasai BULOG bervariasi antara satu musim ke musim lainnya, antara
satu tahun ke tahun lainnya bergantung pada produksi dalam negeri. Bila produksi
dalam negeri baik, maka seluruh stok beras berasal dari produksi dalam negeri,
sebaliknya bila terjadi kekeringan atau banjir, maka stok beras dalam negeri akan
diisi dari impor. Manajemen stok beras memerlukan dana dan besarnya dana
meningkat dari tahun ke tahun karena meningkatnya biaya-biaya yang meliputi
biaya pengadaan, eksploitas dan manajemen. Biaya terbesar yang dikeluarkan
BULOG adalah untuk pembayaran bunga bank yang mencapai 50 persen dari
total biaya stabilisasi. Sementara itu, besaran stok di tingkat masyarakat belum
diketahui secara pasti. Hal ini disebabkan karena cadangan pangan masyarakat
dilakukan oleh petani yang relatif banyak dan menyebar di banyak tempat.
Darwanto (2005) dalam hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa untuk
menjamin keberlanjutan ketahanan pangan melalui peningkatan ketersediaan
pangan nasional, terutama beras. Kebijakan perlindungan petani dengan
pembatasan impor beras sebaiknya didukung pula dengan kebijakan yang
mendorong peningkatan produksi domestik melalui upaya peningkatan
produktivitas padi terutama di daerah penghasil beras seperti di Jawa, Sumatera
Barat dan Sulawesi Selatan. Untuk daerah penghasil beras lainnya perlu dilakukan
peningkatan produktivitas dan luas panen, baik dengan perluasan lahan maupun
peningkatan intensitas tanam per tahun dengan jaminan ketersediaan irigasi dan
input pertanian.
Baldwin et al. (2009) di dalam penelitiannya bertujuan mencapai surplus
beras di Asia Tenggara dalam proyek di tahun 2021 yang berkelanjutan dalam
ekspor dengan skala lebih besar di Asia Tenggara. Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode deksriptif kualitatif. Salah satu hal sebagai upaya mencapai
surplus beras adalah memperbaiki dan meningkatkan fungsi stok beras. Secara
regional, stok akhir telah meningkat relatif dengan konsumsi sejak tahun 1998 dan
rasio penggunaan stok Asia Tenggara meningkat pada tahun 1998 dan rasio
penggunaan stok Asia Tenggara meningkat pada tahun 2009/2009. Ketika stok
mencapai 19.9 juta ton dan mewakili lebih dari 20 % tingkat konsumsi tahunan
atau penawaran cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan untuk lebih dari 70
hari. Pemerintah melakukan stok untuk beberapa alasan dimana stok digunakan
untuk keadaan darurat seperti saat adanya bencana alam sehingga stok dapat
dengan cepat digunakan untuk mengatasi keadaan tersebut. Pemerintah juga

12

melakukan stok untuk keadaan pasar (baik secara nasional ataupun permintaan
global) untuk menjaga keadaan harga pasar. Keadaan pasar tampak sebagai motif
besar bagi pemerintah dengan adanya permintaan stok dari negara pengimpor
seperti Philipines dan Indonesia serta stok sering dibeli dari sumber asing. Dalam
kasus lain akumulasi stok dimana pemerintah membeli beras dari petani untuk
meningkatkan harga yang diterima oleh petani. Pemerintah menghimbau bahwa
stok bersifat sementara dan akan segera habis jika harga pasar tinggi. Namun
dalam prakteknya kadang-kadang pemerintah menyimpan stok dalam periode
yang lama sebagai antisipasi terhadap ketakutan yang muncul setiap saat akan
menurunkan harga dan merugikan petani.
Penelitian terkait manajemen stok beras di Jepang dilakukan oleh PT
Dallabilla (2012). Penelitian bertujuan untuk mengetahui bagaimana mekanisme
manajemen stok di Jepang dan kebijakan yang diterapkan dalam upaya
pencapaian surplus beras. Jepang sangat ketat dan membatasi impor beras. Petani
di Jepang diarahkan untuk beralih ke komoditi lain seperti gandum, kedelai dan
sayur-sayuran dengan pemberian subsidi sebesar 15 000 yen / 10 acre. Selain
subsidi tetap pemerintah juga memberikan subsidi tambahan yang berbeda
tergantung jenis komoditi yang ditanam oleh petani sebagai pengganti tanaman
padi. Rantai tataniaga Jepang tidak memiliki supply chain yang tidak terlalu
panjang. Supply chain dimulai dari petani yang menjual hasil produksi kepada
Japan Agricultural Cooperative (JA Cooperative) atau perusahaan ini mirip
dengan BULOG yang ada di Indonesia. JA bekerjasama dengan perusahaan
swasta dalam menyalurkan hasil produksi dari petani hingga retailer dan
konsumen akhir. Manajemen stok beras yang dimiliki oleh Jepang mampu
mencapai surplus supply melalui perubahan pola konsumsi beras dan harga beras
yang tinggi dan sulit untuk dapat diekspor. Pemberian subsidi tetap, subsidi
variabel, pengembangan R&D, perbaikan mekanisme, pendampingan, adanya bea
masuk beras impor serta adanya subsidi harga. Melalui JA membangun
kelembagaan dengan petani yang lebih solid sehingga petani tidak dirugikan.
Arifin (2013) merumuskan langkah utama dalam memperbaiki ketersediaan
pangan dalam negeri. Langkah utama yaitu meningkatkan konsistensi strategi
peningkatan produksi pangan untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor.
Selain itu cadangan pangan pokok harus ada sepanjang waktu (iron stock) untuk
kondisi darurat, serta perlu disimpan dalam stok penyangga (buffer stock) untuk
pengendalian gejolak harga. BULOG mampu melakukan pengadaan beras dalam
negeri minimal 2 juta ton atau lebih sebagai batas bawah tingkat aman dalam
mengantisipasi gejolak peningkatan harga, terutama pada musim paceklik. Arifin
menyatakan bahwa sebenarnya kapasitas gudang BULOG di seluruh Indonesia
mencapai 4 juta ton lebih sehingga strategi pengadaan dalam negeri perlu
mendapatkan perhatian dibandingkan dengan strategi impor.
Perbedaan dan Persamaan dengan Penelitian Terdahulu
Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan diteliti adalah
pada penelitian Amang dan Sawit (2001), Darwanto (2005), Baldwin et al. (2009),
Dallabilla (2012), Sharma et al. (2013), dan Arifin (2013) adalah dalam hal lokasi,
waktu penelitian dan metode analisis yang digunakan. Persamaan penelitian
terdahulu dengan penelitian yang akan diteliti adalah pada penelitian Dallabilla

13
(2012), Sharma et al. (2013), dan Arifin (2013) meneliti mengenai manajemen
stok beras.

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Teori Stok / Persediaan
Dalam ilmu manajemen pengertian persediaan (inventory) adalah stok
barang yang disimpan oleh suatu perusahaan untuk memenuhi p