Penerapan Model Generalized Space Time Pada Data Harga Gula Pasir Di Pulau Jawa

1

PENERAPAN MODEL GENERALIZED SPACE TIME PADA DATA
HARGA GULA PASIR DI PULAU JAWA

SUCI DARAPUTRI

DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

2

3

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penerapan Model
Generalized Space Time pada Data Harga Gula Pasir di Pulau Jawa adalah benar karya

saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Suci Daraputri
NIM G14110073

4

ABSTRAK
SUCI DARAPUTRI. Penerapan Model Generalized Space Time pada Data Harga
Gula Pasir di Pulau Jawa. Dibimbing oleh MUHAMMAD NUR AIDI dan
ITASIA DINA SULVIANTI.
Model generalized space time autoregressive (GSTAR) merupakan model
dengan data deret waktu yang mempunyai keterkaitan lokasi dan waktu (space
time). Model GSTAR merupakan pengembangan dari model space time
autoregressive (STAR) dengan asumsi parameter-parameter model berbeda untuk

setiap lokasi sehingga model GSTAR cenderung lebih fleksibel dibandingkan
model STAR. Tujuan penelitian ini adalah menentukan model ruang waktu yang
sesuai pada data harga gula pasir di Pulau Jawa. Data yang digunakan adalah data
mingguan harga gula pasir di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten pada Juli 2008 sampai Desember 2014.
Model ruang waktu yang sesuai untuk data harga gula pasir di Pulau Jawa adalah
GSTARI (1,1). Pembobot yang digunakan dalam penelitian ini bobot kebalikan
jarak dan bobot contiguity. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa model terbaik
adalah pembobotan contiguity yang mempunyai nilai mean absolute percentage
error (MAPE) terkecil yaitu sebesar 3.66%.
Kata kunci: contiguity, GSTAR, kebalikan jarak, space time

ABSTRACT
SUCI DARAPUTRI. Application of Generalized Space Time model at Data Price
of Sugar in Java. Supervised by MUHAMMAD NUR AIDI and ITASIA DINA
SULVIANTI.
Generalized space time autoregressive (GSTAR) model is a model that
function of location and time (space time). GSTAR is the development model of
space time autoregressive (STAR) assuming different model parameters for each
location so GSTAR tend to be more flexible than the STAR model. This research

aim is determining suitable space time model of sugar price data in Java Island.
The data used is the weekly price of sugar in Jakarta, West Java, Central Java, DI
Yogyakarta, East Java and Banten in July 2008 until December 2014. The suitable
space time model for sugar rates data in Java is GSTARI (1.1). The weight used in
this research is inversed distance and contiguity. Modeling results show that the
best model is weighted contiguity which has the smallest value of mean absolute
percentage error (MAPE) about 3.66 % .
Key words: contiguity, GSTAR, inversed distance, space time

5

PENERAPAN MODEL GENERALIZED SPACE TIME PADA DATA
HARGA GULA PASIR DI PULAU JAWA

SUCI DARAPUTRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Statistika
pada

Departemen Statistika

DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

6

Judul Skripsi: Penerapan Model Generalized Space Time pada Data Harga Gula
Pasir di Pulau Jawa
Nama
: Suci Daraputri
NIM
: Gl4110073

Disetujui oleh

Dr Ir Muhammad Nur Aidi, MS

Pembimbing I

Dra Itasia Dina Sulvianti, MSi
Pembimbing II

Diketahui o!eh

/16

TanggaJ Lu!us :

h

.. u,..



Dr Anang Kumr , MSi
K etua D epartemen


t:U I

B B@

8

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 ini ialah
dengan judul Penerapan Model Generalized Space Time pada Data Harga Gula
Pasir di Pulau Jawa.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Muhammad Nur Aidi,
MS dan Ibu Dra Itasia Dina Sulvianti, MSi selaku pembimbing yang telah banyak
memberi saran, bimbingan, motivasi dan kesabarannya selama penulis
menyelesaikan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih untuk kedua orang tua
penulis Mama dan Papa yang telah menjadi orang tua terbaik yang selalu
memberikan motivasi, nasehat, cinta, perhatian, dan kasih sayang serta doa
kepada penulis. Ungkapan terima kasih kepada kedua saudara kandung penulis
abang Vino dan Riyan. Keluarga besar penulis yaitu, Mama Ita, Alam, Oji yang

selalu memberikan perhatian, semangat dan doa kepada penulis serta seluruh
keluarga besar lainnya.
Selain itu penulis ucapkan terima kasih kepada mama Novi, bang Eris yang
membantu memperlancar skripsi penulis, teman-teman statistika 48 IPB
khususnya Indri, Najmi, Zunita, Radita, Wijay dan Jumadi yang selalu menjadi
teman dalam senang dan susah, teman pejuang GSTAR Ibu Nurita, Ka Dania, Ka
Ferdian yang selalu mengajarkan dengan kesabarannya, teman-teman Limpapeh
Rumah Nan Gadang khususnya Ocin, Sastra, Via, teman sebimbingan, temanteman MRCA, teman-teman Fakta Bahasa Jaksel selain itu Kak Ici, Kak Ica,
Delin, Rian atas motivasi dan perhatiannya kepada penulis dan semua sahabat
yang tak bisa diucapkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan,
maka saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi
penyempurnaan selanjutnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi para
pembaca.
Bogor, Agustus 2015
Suci Daraputri

v

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Deret Waktu Peubah Tunggal

2

Deret Waktu Peubah Ganda

3

Kestasioneran Data Deret Waktu

4


Model Space Time Autoregressive (STAR)

5

Model Generalized Space Time Autoregressive (GSTAR)

6

Pemilihan Bobot Lokasi pada Model GSTAR

6

Kriteria Pemilihan Model Terbaik

7

METODOLOGI

8


Data

8

Prosedur Analisis Data

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Data

9
9

Kestasioneran Data

11

Model GSTAR

13

Pendugaan Parameter Model GSTAR

14

Pengujian Asumsi Sisaan

19

Pemilihan Model Terbaik

19

SIMPULAN

20

DAFTAR PUSTAKA

20

RIWAYAT HIDUP

26

vi

DAFTAR TABEL

1 Nilai Indeks Moran
2 Statistik deskriptif data harga gula pasir
3 Perbandingan nilai-p tes ADF pada data harga gula pasir
4 Ringkasan nilai AICC dari semua model tentatif
5 Jarak antar lokasi menggunakan jarak Euclidian
6 Nilai matriks bobot kebalikan jarak
7 Nilai dugaan dengan bobot kebalikan jarak
8 Penilaian dari setiap lokasi di Pulau Jawa
9 Nilai matriks bobot contiguity
10 Nilai dugaan dengan bobot contiguity
11 Nilai MAPE

9
11
12
14
15
15
16
17
17
18
19

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Plot deret waktu harga gula pasir per minggu di Pulau Jawa
Peta tematik harga gula pasir di Pulau Jawa
Plot deret waktu data harga gula pasir di Pulau Jawa
Plot (a) MACF (b) MPACF data harga gula pasir di Pulau Jawa

10
11
12
13

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Korelasi antar lokasi
Nilai Indeks Moran
Hasil nilai Ljung and Box test
Plot nilai validasi model GSTAR dengan bobot kebalikan jarak
Plot nilai validasi model GSTAR dengan bobot contiguity

21
22
23
24
25

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gula pasir merupakan salah satu komoditi bahan makanan pokok yang
sangat penting karena manfaatnya sebagai sumber kalori, bahan pemanis serta
pengawet makanan dan minuman. Selain itu, gula pasir memiliki kontribusi dalam
pemenuhan konsumsi bahan pemanis di Indonesia mencapai lebih dari 70 %
disusul gula merah dan bahan pemanis lainnya. Tingginya kontribusi gula dan
semakin bertambahnya jumlah penduduk sedangkan tidak diikuti dengan produksi
gula yang tinggi membuat harga gula akan mengalami perubahan dari waktu ke
waktu (Arifin N 2014). Harga gula di setiap lokasi berbeda-beda karena memiliki
perbedaan permintaan dan ketersediaan stok gula. Menurut data Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Republik Indonesia (KPPU) pada tahun 2010 Provinsi Jawa
Timur adalah salah satu produsen gula dengan jumlah produksi 1100000 ton,
sementara konsumsinya hanya 400000 ton. Keadaan ini membuat Provinsi Jawa
Timur menjadi lokasi pemasok gula ke lokasi-lokasi yang ada disekitarnya seperti
Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Barat (KPPU 2010). Hal ini
mengindikasikan terdapatnya keterkaitan antar lokasi di Pulau Jawa pada data
harga gula pasir.
Perkembangan perubahan harga gula pasir selama beberapa tahun akan
mengikuti bentuk data deret waktu dan memiliki keterkaitan antar lokasi. Harga
gula pasir selama beberapa tahun dan memiliki keterkaitan antar lokasi
menyebabkan peramalan dengan analisis deret waktu seperti autoregressive
integrated moving average (ARIMA) tidak dapat digunakan karena ARIMA tidak
memperhitungkan pengaruh antar lokasinya. Pemodelan data yang melibatkan
ruang dan waktu adalah space time autoregressive integrated moving average
(STARIMA) (Pfeifer dan Deutsch 1980). Batasan kajian yang dilakukan pada
pemodelan penelitian ini adalah space time autoregressive integrated (STARI)
dengan integrated menunjukkan adanya pembedaan jika data tidak stasioner.
Apabila data telah stasioner tanpa dilakukan pembedaan maka pemodelannya
adalah space time autoregressive (STAR). Model STAR merupakan model yang
menekankan efek waktu yang diamati pada beberapa lokasi. Namun, STAR
memiliki kelemahan yaitu model ini mengasumsikan parameter ruang waktu
bernilai sama pada semua lokasi. Pengembangan model STAR yang dapat
mengatasi kondisi tersebut adalah model generalized space time autoregressive
(GSTAR) yang diperkenalkan oleh Pfeifer dan Deutsch (1980). Model GSTAR
mengasumsikan parameter ruang waktu bernilai berbeda untuk setiap lokasi.
Model GSTAR adalah salah satu model yang banyak digunakan untuk
memodelkan dan meramalkan data deret waktu dan lokasi. Selain itu, model
GSTAR menghasilkan model ruang waktu dengan parameter-parameter yang
tidak harus sama untuk faktor waktu ataupun lokasi. Pendekatan dalam model ini
dapat dilakukan dengan deret waktu peubah tunggal dan deret waktu peubah
ganda. Data deret waktu peubah tunggal dapat dilakukan dengan pendekatan
autoregressive (AR) dan data deret waktu peubah ganda dapat dilakukan dengan
pendekatan vector autoregressive (VAR). Penelitian ini menggunakan data deret
waktu peubah ganda yang mengasumsikan data setiap lokasi pada data ruang

2

waktu dijadikan peubah tersendiri yang saling berkorelasi satu dengan lainnya.
Kelebihan dengan pendekatan VAR dibandingkan AR adalah pemodelan
dilakukan secara serentak dalam menentukan ordo waktu pada model GSTAR.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menentukan model ruang waktu yang sesuai
pada data harga gula pasir di Pulau Jawa.

TINJAUAN PUSTAKA
Deret Waktu Peubah Tunggal
Data deret waktu (time series) merupakan proses stokastik {
T },
dengan indeks parameter waktu
. Unit dari waktu dapat berupa tahun,
semester, triwulan, bulan, minggu, hari, jam, menit atau detik. Hal ini bergantung
pada penelitian yang dimodelkan. Salah satu tujuan utama dari membangun model
data deret waktu adalah dapat meramalkan nilai untuk waktu mendatang (Cryer
dan Kung 2008).
Data deret waktu dapat dibedakan menjadi dua bagian berdasarkan jumlah
peubah yang diteliti, yaitu data deret waktu peubah tunggal (univariate time
series) dan data deret waktu peubah ganda (multivariate time series). Data deret
waktu peubah tunggal adalah pemodelan deret waktu dengan satu peubah tanpa
mempertimbangkan peubah lain.
Model autoregressive merupakan model regresi terhadap diri sendiri.
Model ini dapat diartikan sebagai korelasi linear deret waktu itu sendiri dengan
selisih waktu (time lag) 0,1,2 periode atau lebih. Bentuk umum model
autoregressive dengan ordo p atau dapat ditulis dengan AR ( ) mempunyai
persamaan umum sebagai berikut:

dengan:
= nilai parameter autoregressive pada lag waktu ke= nilai galat pada waktu ke= nilai deret waktu keIdentifikasi model data deret waktu peubah tunggal dapat dilakukan
berdasarkan plot terhadap data atau struktur autocorrelation function (ACF) dan
fungsi partial autocorrelation function (PACF).
Autocorrelation Function (ACF)
Fungsi autokorelasi adalah korelasi antara nilai-nilai suatu deret waktu
yang sama dengan selisih waktu (time lag) 0, 1, 2 periode atau lebih. ACF

3

digunakan untuk mengidentifikasi model MA. Persamaan fungsi autokorelasi
dapat dirumuskan sebagai berikut:




̅

̅

̅

dengan:
= nilai dari fungsi autokorelasi (ACF) pada lag waktu ke= nilai deret waktu ke̅
= rata-rata data pengamatan
= banyaknya data pengamatan
Partial Autocorrelation Function (PACF)
Fungsi autokorelasi parsial digunakan untuk mengukur derajat asosiasi
antara nilai deret waktu ke- (
dengan nilai deret waktu pada waktu
sebelum (
, ketika efek dari rentang atau jangka waktu (time lag)
dihilangkan. PACF digunakan untuk mengidentifikasi model AR. Persamaan
fungsi parsial autokorelasi dapat dirumuskan sebagai berikut:

dengan:
= nilai dari fungsi autokorelasi (ACF) pada lag waktu ke-k
= ordo autoregressive
= nilai dari fungsi autokorelasi parsial (PACF) pada AR ordo ke-

Deret Waktu Peubah Ganda
Multivariate time series merupakan deret waktu peubah ganda yang terdiri
dari beberapa peubah. Identifikasi pada model deret waktu peubah ganda hampir
sama dengan model deret waktu peubah tunggal. Identifikasi tersebut dapat
dilakukan dengan melakukan plot terhadap data atau dengan melihat struktur
matriks fungsi korelasi diri (matrix autocorrelation function [MACF]) dan matriks
fungsi korelasi diri parsial (matrix autocorrelation function [MPACF]).
Data deret waktu peubah ganda pada penelitian ini dimodelkan dengan VAR.
Model VAR (p) dapat dituliskan sebagai berikut:

dengan:
= vektor data deret waktu berukuran (n × 1) pada waktu ke-t
= matriks parameter autoregressive berukuran (n × n) pada lag waktu ke-i
= vektor sisaan berukuran (n × 1) pada waktu ke-t
= ordo autoregressive

4

Matrix Autocorrelation Function (MACF)
Diberikan suatu vektor deret waktu sebanyak pengamatan
.
Matriks korelasi silang antara vektor ke- dan ke- pada lag waktu ke- ( ̂ ( ))
dinyatakan sebagai:
̂

=





̅

̅

̅

̅̅̅



dengan:
̅
= rata-rata contoh pada vektor deret waktu ke̅
= rata-rata contoh pada vektor deret waktu ke–
= banyaknya data pengamatan
= lag waktu
Fungsi matrix autocorrelation function (MACF) sangat diperlukan dalam model
MA, bila matriks korelasinya bernilai nol setelah lag ke- , maka model yang
bersesuaian adalah MA ( ).
Matrix Partial Autocorrelation Function (MPACF)
Fungsi matrix partial autocorrelation function (MPACF) sangat
diperlukan dalam model AR. Persamaan matriks fungsi MPACF dirumuskan
sebagai berikut (Wei 2006):

̂

̂

̂

̂

Wei (2006) mendefinisikan matriks fungsi korelasi parsial pada lag waktu
ke-k dinotasikan dengan
sebagai koefisien matriks terakhir jika data
diterapkan untuk suatu proses vektor autoregressive pada lag waktu ke- , hal ini
merupakan pengembangan definisi fungsi parsial contoh untuk deret waktu
peubah tunggal yang dikemukakan oleh Box dan Jenkins.

Kestasioneran Data Deret Waktu
Kestasioneran merupakan syarat utama dalam analisis data deret waktu.
Kestasioneran data dibagi menjadi dua, yaitu data yang stasioner dan tidak
stasioner. Data deret waktu stasioner adalah data deret waktu yang memiliki
sebaran peluang pada setiap observasi sama untuk keseluruhan periode waktu
(Montgomery et al. 2008). Kestasioneran menunjukkan kestabilan pada data,
sehingga data deret waktu memiliki nilai rataan serta ragam yang konstan.
Uji untuk melihat kestasioneran data yang sangat sederhana dengan
membuat plot antara nilai observasi dan waktu. Kemudian, dapat terlihat polanya
jika diperkirakan nilai tengah dan ragam yang konstan, maka data tersebut
stasioner. Selain itu, kestasioneran dapat dilihat dengan menggunakan uji
Augmented Dickey-Fuller (ADF) untuk memeriksa kestasioneran terhadap rataan

5

dan transformasi Box Cox untuk menstabilkan ragam. Hipotesis yang digunakan
pada uji ADF (Sedighi et al. 2000) adalah:
Terdapat akar unit, data tidak stasioner
Tidak terdapat akar unit, data stasioner
Kriteria keputusannya adalah bahwa
ditolak apabila nilai statistik dari
uji ADF lebih besar daripada nilai kritis MacKinnon sehingga disimpulkan data
stasioner. Secara umum, formulasi dari uji ADF adalah sebagai berikut:


dengan:
= selisih data pengamatan waktu ke- dengan waktu sebelumnya
= nilai deret waktu ke= konstanta
= kofisien dari autoregressive
= nilai sisaan pada waktu ke-

Model Space Time Autoregressive (STAR)
Model yang dapat menjelaskan hubungan antara suatu lokasi dan lokasi
sekitarnya adalah model spasial. Permasalahan yang sering muncul dalam model
spasial adalah pemilihan atau penentuan bobot lokasi. Matriks ketergantungan
spasial adalah matriks yang menggambarkan hubungan antar lokasi.
Seringkali dalam kehidupan sehari-hari dijumpai data yang tidak hanya
mengandung keterkaitan dengan kejadian pada waktu-waktu sebelumnya, tetapi
juga mempunyai keterkaitan dengan lokasi. Data ini disebut data deret waktu dan
lokasi. Data ini dapat dimodelkan dengan model ruang dan waktu.
Model ruang waktu (space time) merupakan salah satu model yang dapat
menggabungkan unsur waktu dan lokasi pada suatu data deret waktu. Model ini
merupakan pemodelan dari sejumlah pengamatan
yang terdapat pada tiap N
lokasi dalam suatu ruang (
) terhadap t periode waktu. Efek waktu
dirumuskan sebagai model deret waktu dan efek lokasi dirumuskan sebagai
matriks bobot spasial.
Model space time autoregressive (STAR) adalah model yang
dikategorikan berdasarkan lag yang berpengaruh secara linear baik dalam lokasi
maupun waktu (Pfeifer dan Deutsch 1980).
Persamaan model STAR (
) sebagai berikut (Pfeifer dan Deutsch
1980):

dengan:
= lag waktu
= lag spasial





6

= parameter STAR pada lag waktu k dan lag spasial
= matriks bobot ukuran (
) pada lag spasial dengan
matriks identitas ukuran (
)
= vektor sisaan berukuran (
) pada waktu ke= vektor data deret waktu ukuran (
) pada waktu ke-

adalah

Model Generalized Space Time Autoregressive (GSTAR)
Model generalized space time autoregressive (GSTAR) merupakan
perluasan model STAR (Pfeifer dan Deutsch 1980). Model GSTAR merupakan
pengembangan dari model STAR dengan asumsi parameter-parameter model
berubah untuk setiap lokasi sehingga model GSTAR cenderung lebih fleksibel
dibandingkan model STAR. Secara matematis, notasi dari model GSTAR adalah
GSTAR(
). Menurut Pfeifer dan Deutsch (1980) persamaan model GSTAR
(
) secara umum sebagai berikut:


dengan:
=
=
=
=



lag waktu
lag spasial
matriks parameter STAR pada lag waktu dan lag spasial
matriks bobot ukuran (
) pada lag spasial dengan
matriks identitas ukuran (
)
= vektor sisaan berukuran (
) pada waktu ke= vektor data deret waktu ukuran (
) pada waktu ke-

adalah

Pengidentifikasian lag waktu didapatkan dengan pendekatan VAR (p). Model
GSTAR salah satu bentuk khusus dari model VAR (Ruchjana 2002).

Pemilihan Bobot Lokasi pada Model GSTAR
Bobot Kebalikan Jarak
Pembobotan dengan metode kebalikan jarak ditentukan berdasarkan jarak
sebenarnya antar lokasi. Bobot kebalikan jarak memberikan nilai bobot yang besar
untuk jarak yang lebih dekat dan memberikan nilai bobot yang kecil untuk jarak
yang lebih jauh (Rahmadani 2011). Penghitungan jarak antar lokasi ini dapat
menggunakan koordinat lintang dan bujur dari titik pusat lokasi yang diamati.
Ilustrasi dari pembobot kebalikan jarak, misalkan terdapat lokasi sehingga
dengan
adalah indeks lokasi ke- , dengan
dan
masing-masing menunjukkan koordinat lintang dan koordinat bujur lokasi
tersebut,
merupakan jarak antar lokasi ke- terhadap lokasi lainnya misalkan
lokasi ke- , dan
adalah nilai kebalikan dari
, sehingga didapatkan
persamaan :

7

[

( )]

( )]

[

dan persamaan matematis bobot kebalikan jarak lokasi ke- dan lokasi ke- (
dinyatakan sebagai berikut:

)



dengan:
= elemen dari baris ke- , kolom ke- pada matriks bobot kebalikan jarak
Bobot Contiguity
Matriks pembobot contiguity adalah matriks yang menggambarkan
hubungan antar lokasi, nilai 1 diberikan jika lokasi ke- berdekatan dengan lokasi
ke- , sedangkan nilai 0 diberikan jika lokasi ke- tidak saling berdekatan dengan
lokasi ke- . Matriks ini disebut juga dengan binary matrix (Lee dan Wong 2001).
Pembobotan contiguity dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh masingmasing tetangga terhadap suatu lokasi. Cara menghitung pembobotan contiguity
dengan menghitung rasio antara nilai pada lokasi tertentu dengan jumlah nilai
lokasi tetangganya. Persamaan matematis bobot contiguity dinyatakan sebagai
berikut:

dengan:
= nilai baris ke- kolom keNilai

= jumlah nilai baris kemenggambarkan pengaruh lokasi ke- pada lokasi ke-

Kriteria Pemilihan Model Terbaik
Akaike’s Information Criterion Corrected (AICC) dan Mean Absolute
Percentage Error (MAPE) akan digunakan dalam proses pemilihan model terbaik.
Salah satu kriteria pemilihan dalam penentuan model terbaik adalah AICC. Model
terbaik adalah model dengan nilai AICC paling kecil. Rumus untuk mendapatkan
AICC (Hurvich dan Tsai 1989):

dengan:
̂
= dugaan ragam dari galat

̂

8

n

= banyaknya parameter yang diduga
= banyaknya data pengamatan

Selanjutnya, untuk mendapatkan model yang baik maka harus dilakukan
kriteria pemilihan model. Kriteria pemilihan model terbaik adalah memilih nilai
MAPE terkecil. Nilai MAPE dihitung dengan menggunakan kesalahan absolut
pada tiap periode dibagi dengan nilai observasi yang nyata untuk periode itu.
Kemudian, merata-ratakan kesalahan persentase absolut tersebut. Nilai MAPE
mengindikasikan seberapa besar kesalahan dalam validasi yang dibandingkan
dengan nilai nyata. Rumus untuk mendapatkan MAPE:




| |

dengan:
= selisih nilai pengamatan dan nilai dugaan pada lokasi ke- , waktu ke= nilai pengamatan pada lokasi ke- , waktu ke= banyaknya data pengamatan
= waktu

METODOLOGI
Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
didapatkan dari Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. Penelitian ini
menggunakan data harga gula di Pulau Jawa yang meliputi DKI Jakarta, Jawa
Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten. Data harga gula
pasir diambil pada periode minggu pertama Juli 2008 hingga minggu ketiga
Desember 2014.

Prosedur Analisis Data
Metode penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu :
1. Pembagian data.
Data harga gula pasir dibagi mejadi dua bagian yaitu, 90% dan 10%.
Proporsi 90% untuk pendugaan model dan 10% untuk validasi model.
2. Eksplorasi data.
i. Penelitian terhadap data gula diawali dengan melihat korelasi antar lokasi.
Korelasi antar lokasi dapat diketahui dengan menghitung indeks Moran.
ii. Melakukan eksplorasi dengan melihat plot data untuk melihat gambaran
secara umum tentang statistik deskriptif data harga gula pasir di setiap
provinsi dari tahun 2008-2014.

9

3. Memeriksa kestasioneran data.
Kestasioneran yang harus dipenuhi adalah data harus stasioner dalam
rataan dan ragam. Apabila data tidak stasioner maka akan dilakukan
pembedaan data sedangkan jika data tidak stasioner dalam ragam maka
akan dilakukan transformasi.
4. Pembentukan model GSTAR.
i. Mengidentifikasi ordo model GSTAR (
) dilakukan dengan pendekatan
VAR (p). Mengidentifikasi VAR (p) dengan melihat lag MACF dan
MPACF yang nyata. Selain itu, penentuan ordo GSTAR dihitung dari nilai
AICC dengan nilai AICC yang paling kecil.
ii. Pembentukan matriks pembobot kebalikan jarak dan contiguity. Setelah
menghitung matriks pembobot tersebut, dapat dilakukan pemodelan
GSTAR.
iii. Pendugaan parameter model GSTAR. Melakukan pendugaan parameter
model GSTAR tiap provinsi di Pulau Jawa untuk bobot kebalikan jarak
dan bobot contiguity dengan metode kuadrat terkecil.
5. Pengujian asumsi sisaan.
Melakukan uji asumsi sisaan dari model yang diperoleh untuk masingmasing bobot lokasi. Asumsi sisaan yang harus dipenuhi dalam pengujian
ini adalah white noise.
6. Validasi model dan kesimpulan.
Langkah selanjutnya adalah validasi model. Model terbaik menggunakan
nilai MAPE terkecil dari model-model yang dihasilkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Data
Berdasarkan 330 data pengamatan, dari periode minggu ke-1 bulan Juli
2008 hingga minggu ke-4 bulan April 2014 (297 minggu) digunakan untuk
pendugaan model. Sedangkan sebanyak 33 minggu terakhir dari minggu ke-5
bulan April hingga minggu ke-3 bulan Desember 2014 digunakan untuk validasi
model. Penelitian terhadap data gula diawali dengan melihat ketergantungan antar
lokasi dan waktu. Korelasi antar lokasi dapat diketahui dengan menghitung indeks
Moran. Indeks Moran digunakan untuk menghitung korelasi spasial antar lokasi.
Tabel 1 memperlihatkan hasil nilai- Indeks Moran pada setiap bobot yang
digunakan pada penelitian ini kurang dari 0.05 yang menunjukkan bahwa terdapat
korelasi spasial antar lokasi penelitian.
Tabel 1 Nilai Indeks Moran
Bobot
Kebalikan jarak
Contiguity

Nilai Indeks Moran
0.3125
0.5733

Nilai0.0097
0.0116

10

Besarnya hubungan satu lokasi terhadap lokasi lain dapat dilihat melalui
nilai korelasi antar lokasi dengan waktu sebagai ulangan. Hasil korelasi antar
lokasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan hasil tersebut,
setiap lokasi yang ada di Pulau Jawa mempunyai nilai korelasi yang besar. Nilai
korelasi antar lokasi berada diatas 0.9 dan signifikan pada alpha sebesar 0.05.
Data harga gula pasir dalam penelitian ini adalah data harga gula pasir
pada enam provinsi di Pulau Jawa yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,
DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten. Deskripsi data secara statistik dapat
dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 menyajikan bentuk pola data harga gula pasir di
enam provinsi di Pulau Jawa sesuai runtun waktu pada setiap provinsi. Pola data
deret waktu pada Gambar 1 menunjukkan pola tren naik pada data harga gula.
Bentuk pola tren setiap provinsi pada gambar tersebut mempunyai bentuk yang
hampir sama yaitu membentuk pola tren naik. Pola tren tersebut mengindikasikan
bahwa data harga gula pasir tidak stasioner.
Time Series Plot of data gula di pulau Jawa
1
DKI Jakarta

89

178

267

Jawa Barat

Jawa Tengah

15000
12500
10000
7500
5000

DI Yogyakarta

15000

Jawa Timur

Banten

12500
10000
7500
5000
1

89

178

267

1

89

178

267

Minggu

Gambar 1 Plot deret waktu harga gula pasir per minggu di Pulau Jawa

Peranan statistik deskriptif adalah memberikan informasi mengenai
gambaran secara umum terhadap data harga gula pasir mingguan di setiap enam
provinsi berbeda di Pulau Jawa dari tahun 2008-2014. Tabel 2 memberikan
informasi hasil deskripsi dari data harga gula pasir yaitu rata-rata, simpangan baku,
nilai minimun dan nilai maksimum pada setiap provinsi berbeda. Berdasarkan
Tabel 2, rata-rata tertinggi terdapat pada lokasi DKI Jakarta dengan harga Rp
10824.62 yang memiliki harga maksimum sebesar Rp 13240.00 yang terjadi pada
minggu ke-3 bulan September 2012 dan harga minimum sebesar Rp 6500.00 yang
terjadi pada beberapa minggu di tahun 2008. Sedangkan rata-rata tertinggi pada
lokasi Jawa Timur dengan harga Rp 9675.65 yang memiliki harga maksimum
sebesar Rp 12900.00 dan harga minimum hanya sebesar Rp 5520.00. Harga
maksimum terjadi pada minggu ke-4 bulan Juni 2012. Harga minimun di Jawa

11

Timur terjadi pada minggu ke-1 bulan September 2008 dan harga minimum pada
Jawa Timur merupakan harga minimum untuk seluruh provinsi di Pulau Jawa.
Tabel 2 Statistik deskriptif data harga gula pasir
Simpangan
Peubah
Rata-rata
Minimum
Baku
DKI Jakarta
10824.62
1938.86
6500.00
Jawa Barat
10249.55
1767.98
6100.00
Jawa Tengah
9882.68
1699.35
5704.00
DI Yogyakarta
9730.34
1630.89
5800.00
Jawa Timur
9675.65
1687.24
5520.00
Banten
10459.99
1900.54
5900.00

Maksimum
13240.00
13300.00
12788.00
13270.00
12900.00
14000.00

Harga rata-rata gula pasir juga ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar
tersebut menunjukkan peta tematik harga gula pasir di Pulau Jawa yang
menjelaskan lokasi yang memiliki harga rendah ditandai dengan warna yang lebih
muda dibandingkan lokasi yang memiliki harga tinggi. Warna kuning merupakan
warna yang paling muda yang mewakili Provinsi Jawa Timur dan warna merah
tua merupakan warna yang paling tua yang mewakili Provinsi DKI Jakarta. Peta
tersebut memperlihatkan harga murah berasal dari arah timur Pulau Jawa yang
kemudian bergerak ke arah barat Pulau Jawa.

Tidak Berskala
Gambar 2 Peta tematik harga gula pasir di Pulau Jawa

Kestasioneran Data
Pemeriksaan kestasioneran data harga gula pasir dilakukan setelah
mengetahui korelasi antar peubah. Pengujian kestasioneran data merupakan proses
yang perlu dilakukan dalam analisis model GSTAR, jika data belum stasioner
dalam rataan maka dilakukan pembedaan, sedangkan jika data belum stasioner
dalam ragam maka perlu dilakukan transformasi. Berdasarkan Gambar 1, plot data
harga gula pasir di Pulau Jawa ternyata tidak stasioner.

12

Selain dari plot data, kestasioneran dalam rataan dapat dilihat dengan
menggunakan uji akar unit yang sering dikenal Augmented Dickey-Fuller (ADF).
Jika nilai-p < alpha (0.05) maka data telah stasioner dalam taraf nyata 5%.
Berdasarkan Tabel 3, nilai- pada data awal semua lokasi lebih besar dari alpha
(0.05). Hal ini menunjukkan bahwa semua data harga gula semua lokasi tidak
stasioner.
Ketidakstasioneran data pada setiap lokasi mengharuskan perlunya
dilakukan pembedaan. Pembedaan dilakukan sebanyak satu kali pada semua
lokasi. Setelah dilakukan pembedaan diperoleh hasil bahwa data harga gula pasir
pada semua lokasi menjadi stasioner. Nilai-p setelah dilakukan pembedaan dapat
dilihat pada Tabel 3 dan plot data dapat dilihat pada Gambar 3. Nilai-p pada
masing-masing lokasi sebesar < 0.0001, hal ini menunjukkan bahwa data telah
stasioner karena semua nilai-p < 0.05. Plot data pada Gambar 3 juga menunjukkan
bahwa data telah stasioner dalam ragam. Setelah dilakukan pembedaan,
pembentukan model menjadi generalized space time autoregressive integrated
(GSTARI).
Tabel 3 Perbandingan nilai-p tes ADF pada data harga gula pasir
nilai-p sebelum
nilai-p setelah
pembedaan
pembedaan
DKI Jakarta
0.9207
< 0.0001
Jawa Barat
0.8658
< 0.0001
Jawa Tengah
0.8447
< 0.0001
DI Yogyakarta
0.7838
< 0.0001
Jawa Timur
0.7984
< 0.0001
Banten
0.8749
< 0.0001

Plot Time Series Harga Gula Pasir dengan Pembedaan
1
DKI Jak arta

89

178

267

Jawa Barat

Jawa Tengah
2000

1000

1000

500

500

1000

0

0

0

-500

-500

-1000

-1000
DI Yogy ak arta

2000

2000

-1000

Jawa Timur

-2000

Banten

1000

1000

1000

0

0

0

-1000

-1000

-500

500

-2000

-1000

-2000
1

89

178

267

1

89

178

267

Index

Gambar 3 Plot deret waktu data harga gula pasir di Pulau Jawa

13

Model GSTAR
Ordo spasial dan ordo waktu merupakan ordo yang menentukan ordo pada
penelitian ini. Penentuan ordo spasial pada umumnya menggunakan nilai 1,
karena untuk ordo yang lebih tinggi akan sulit diinterpretasikan. Selain itu,
pembatasan nilai ordo spasial dengan nilai 1 karena lokasi yang digunakan pada
penelitian ini cukup sedikit yaitu enam lokasi. Model GSTAR (
) merupakan
model versi terbatas dari model VAR (p). Oleh karena itu, ordo waktu pada model
GSTAR dapat diturunkan dari ordo model VAR.
Tahapan selanjutnya pada pemodelan VAR (p) adalah menentukan .
merupakan ordo waktu yang juga ordo pada pemodelan VAR. Makna ordo
model adalah pada saat lag berapa masih terdapat pengaruh yang nyata dari salah
satu peubah terhadap peubah lainnya. Pada tahap identifikasi, proses pembentukan
model VAR dilakukan melalui identifikasi MACF, MPACF dan nilai AICC pada
beberapa ordo model.
Schematic Representation of Cross Correlations
Variable/Lag

0

DKI Jakarta

1

2

3

++++++ .....+

.....+

......

Bandung

++++++ +....+

.....+

......

Semarang

++++++ ++--.+

.....+

......

Yogyakarta

++++++ ++...+

.....+

......

Surabaya

++++++ ++...+

.....+

......

Banten

++++++ +.....
(a)

......

......

Schematic Representation of Partial
Cross Correlations
Variable/Lag

1

2

3

DKI Jakarta

......

.....+ ......

Bandung

+....+ .....+ ......

Semarang

.+-... ......

Yogyakarta

+.....

.+.... ....+.

Surabaya

+.....

......

Banten

......

.....- ......

+.....

....-.

(b)

Gambar 4 Plot (a) MACF (b) MPACF data harga gula pasir di Pulau Jawa

14

Berdasarkan Gambar 4 terdapat tiga simbol yaitu, (+), (-), dan (.). Simbol
(+) dan (-) menunjukkan adanya autokorelasi parsial data harga gula pasir di
Pulau Jawa. Simbol (.) menunjukkan tidak adanya korelasi yang signifikan.
Namun, MACF dan MPACF merupakan dasar identifikasi yang dilihat secara
visual sehingga plot ini dianggap subjektif. Sehingga nilai AICC terkecil
merupakan pemilihan optimum yang digunakan untuk penentuan ordo model
VAR. AICC yang baik menghasilkan model yang memberikan tingkat galat yang
kecil.

Lag
AR 0
AR 1
AR 2
AR 3
AR 4
AR 5

Tabel 4 Ringkasan nilai AICC dari semua model tentatif
MA 0
MA 1
MA 2
MA 3
MA 4
MA 5
64.0085 63.9123 63.9672 64.0216 64.1500 64.3499
63.8800 64.0489 64.1331 64.2037 64.3654 64.5228
63.9553 64.1522 64.3147 64.3989 64.5626 64.7269
64.0020 64.1895 64.3742 64.5130 64.6685 64.8776
64.1770 64.3318 64.5098 64.6516 64.856 65.0682
64.3727 64.5476 64.6788 64.7955 65.0696 65.2815

Tabel 4 merupakan hasil output yang menunjukkan nilai-nilai AICC yang
mengkombinasikan semua model autoregressive (AR) dan moving average (MA)
sampai lag ke 5. Berdasarkan Tabel 4 model AR merupakan model yang cocok
pada data harga gula pasir karena nilai AICC terkecil pada AR (1) yaitu sebesar
63.8800 sehingga model yang terbentuk adalah VAR (1). Ordo yang diperoleh
pada data ini yaitu ordo 1 untuk ordo spasial dan ordo 1 untuk ordo waktunya.
Ordo untuk model GSTAR yang diperoleh adalah GSTAR (1,1) dengan
pembedaan satu kali (integrated) sehingga data harga gula pasir di Pulau Jawa
memiliki model GSTARI (1,1).

Pendugaan Parameter Model GSTAR
Pendugaan Parameter dengan Bobot Kebalikan Jarak
Bobot pertama yang diterapkan adalah bobot kebalikan jarak. Bobot ini
memperlihatkan keterkaitan antara keenam lokasi (provinsi) berdasarkan jarak
antar lokasi sebenarnya. Keenam lokasi mempunyai jarak yang berbeda sehingga
bobot kebalikan jarak dapat diterapkan dalam pemodelan. Jarak antar lokasi dapat
dilihat pada Tabel 5 yang merupakan hasil konversi batas lintang bujur (derajat)
lokasi (provinsi) menggunakan pendekatan jarak Euclidian. Simbol pada Tabel 5
yaitu: Y1, Y2, Y3, Y4, Y5, Y6 disebut sebagai peubah yang akan dipakai pada
analisis selanjutnya. Peubah Y1 adalah harga gula pasir di Provinsi DKI Jakarta,
Peubah Y2 adalah harga gula pasir di Provinsi Jawa Barat, Peubah Y3 adalah
harga gula pasir di Provinsi Jawa Tengah, Peubah Y4 adalah harga gula pasir di
Provinsi DI Yogyakarta, Peubah Y5 adalah harga gula pasir di Provinsi Jawa
Timur, dan Peubah Y6 adalah harga gula pasir di Provinsi Banten.

15

Tabel 5 Jarak antar lokasi menggunakan jarak Euclidian
Lokasi
Y1
Y2
Y3
Y4
Y5
Y1
0.00
0.98
3.88
3.98
6.06
Y2
0.98
0.00
2.94
3.01
5.13
Y3
3.88
2.94
0.00
0.49
2.20
Y4
3.98
3.01
0.49
0.00
2.25
Y5
6.06
5.13
2.20
2.25
0.00
Y6
0.81
1.29
4.16
4.18
6.36

Y6
0.81
1.29
4.16
4.18
6.36
0.00

Bobot kebalikan jarak memberikan nilai bobot yang besar untuk jarak
yang lebih dekat dan memberikan nilai bobot yang kecil untuk jarak yang lebih
jauh. Hal ini disebabkan oleh untuk lokasi jarak yang jauh diduga memiliki
keterkaitan antar lokasi yang kecil, demikian pula sebaliknya. Berdasarkan hasil
perhitungan tersebut maka terbentuk matriks pembobot kebalikan jarak yang
ditunjukkan pada Tabel 6.

Lokasi
Y1
Y2
Y3
Y4
Y5
Y6

Tabel 6
Y1
0.00
0.38
0.08
0.08
0.12
0.47

Nilai matriks bobot kebalikan jarak
Y2
Y3
Y4
Y5
0.35
0.09
0.09
0.06
0.00
0.13
0.12
0.07
0.10
0.00
0.61
0.14
0.10
0.62
0.00
0.13
0.14
0.32
0.31
0.00
0.29
0.09
0.09
0.06

Y6
0.42
0.29
0.07
0.07
0.11
0.00

Model GSTAR (1,1) setiap lokasi dengan menggunakan bobot kebalikan
jarak adalah sebagai berikut:
=
0.09
=
0.12
=
0.61
=
0.62
=
0.32
=
0.09

+ 0.35
+ 0.06
+ 0.38
+ 0.07
+ 0.08
+ 0.14
+ 0.08
+ 0.13
+ 0.12
+ 0.31
+ 0.47
+ 0.09

+ 0.09
+ 0.42
+ 0.13
+ 0.29
+ 0.10
+ 0.07
+ 0.10
+ 0.07
+ 0.14
+ 0.11
+ 0.29
+ 0.06

+
+
+
+
+
+

16

Langkah selanjutnya setelah mengetahui matriks pembobot kebalikan jarak
dan model GSTAR (1,1) dengan bobot kebalikan jarak adalah melakukan
pendugaan parameter dengan metode kuadrat terkecil. Hasil tersebut dapat dilihat
pada Tabel 7.
Tabel 7 Nilai dugaan dengan bobot kebalikan jarak
Parameter
Nilai Dugaan
-0.072
0.015
-0.317
-0.024
-0.027
-0.013
0.298
0.151
0.216
-0.113
0.040
0.412

Tabel 7 menunjukkan dua belas parameter beserta nilai dugaannya dengan
menggunakan bobot kebalikan jarak. Misalkan model harga gula pasir pada lokasi
1 (DKI Jakarta) sebagai berikut:
= -0.07
+ 0.09 (0.298)
= -0.07

+ 0.35 (0.298)
+ 0.06 (0.298)

+ 0.1043
+ 0.0179

+ 0.09 (0.298)
+ 0.42 (0.298)

+ 0.0268
+ 0.1251

+ 0.0268

Berdasarkan model di atas dapat diinterpretasikan bahwa harga gula pasir pada
Provinsi DKI Jakarta merupakan fungsi dari -0.07 harga gula pasir pada provinsi
itu sendiri pada waktu satu minggu sebelumnya, 0.1043 harga gula pasir pada
Provinsi Jawa Barat pada waktu satu minggu sebelumnya, 0.0268 harga gula pasir
pada Provinsi Jawa Tengah pada waktu satu minggu sebelumnya, 0.0268 harga
gula pasir pada Provinsi DI Yogyakarta pada waktu satu minggu sebelumnya,
0.0179 harga gula pasir pada Provinsi Jawa Timur pada waktu satu minggu
sebelumnya, 0.1251 harga gula pasir pada Provinsi Banten pada waktu satu
minggu sebelumnya.

17

Pendugaan Parameter dengan Bobot Contiguity
Bobot kedua yang diterapkan adalah bobot contiguity. Bobot contiguity
adalah bobot yang memberikan nilai 1 jika lokasi ke- berdekatan dengan lokasi
ke- , dan akan memberikan nilai 0 jika lokasi ke- tidak saling berdekatan dengan
lokasi ke- . Makna berdekatan pada penelitian ini didasarkan pada langkah ratu
pada pion catur. Lokasi yang berhimpit ke arah kanan, kiri, atas, bawah dan
diagonal didefinisikan sebagai lokasi yang saling berdekatan. Tabel 8
memperlihatkan nilai dari setiap lokasi yang berada di Pulau Jawa.

Lokasi
Y1
Y2
Y3
Y4
Y5
Y6

Tabel 8 Penilaian dari setiap lokasi di Pulau Jawa
Y1
Y2
Y3
Y4
Y5
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
1
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
1
0
0
0

Y6
1
1
0
0
0
0

Nilai 0 terdapat pada diagonal Tabel 8, hal tersebut menjelaskan bahwa
suatu lokasi tidak saling berdekatan pada lokasi yang lain. Setiap baris pada
Tabel 8 menunjukkan bagaimana satu lokasi berhubungan spasial dengan lokasi
lain, sehingga jumlah nilai pada baris ke- merupakan jumlah tetangga yang
dimiliki oleh lokasi ke- . Lokasi Y1 (DKI Jakarta) dan Y6 (Banten) mempunyai
dua tetangga yang berdekatan. Y4 (DI Yogyakarta) dan Y5 (Jawa Timur) masingmasing hanya memiliki satu tetangga yang berdekatan. Y2 (Jawa Barat) dan
Y3 (Jawa Tengah) merupakan lokasi yang paling banyak memiliki tetangga yaitu
sebanyak tiga tetangga berdekatan. Langkah selanjutnya adalah menghitung
matriks pembobot contiguity. Matriks tersebut dapat dihitung dari rasio antara
nilai pada lokasi tertentu dengan jumlah nilai lokasi tetangganya. Matriks bobot
contiguity yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 9.

Lokasi
Y1
Y2
Y3
Y4
Y5
Y6

Tabel 9 Nilai matriks bobot contiguity
Y1
Y2
Y3
Y4
Y5
0.00
0.50
0.00
0.00
0.00
0.33
0.00
0.33
0.00
0.00
0.00
0.33
0.00
0.33
0.33
0.00
0.00
1.00
0.00
0.00
0.00
0.00
1.00
0.00
0.00
0.50
0.50
0.00
0.00
0.00

Y6
0.50
0.33
0.00
0.00
0.00
0.00

18

Model GSTAR (1,1) setiap lokasi dengan menggunakan bobot contiguity
adalah sebagai berikut:

=

+ 0.50
+ 0.33

+ 0.50
+ 0.33

+

+ 0.33

+ 0.33

+

0.33
=
0.33
+
+
+ 0.50

+ 0.50

Langkah selanjutnya setelah mengetahui matriks pembobot contiguity dan
model GSTAR (1,1) dengan bobot contiguity adalah menduga parameter dengan
metode kuadrat terkecil. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Nilai dugaan dengan bobot contiguity
Parameter
Nilai Dugaan
-0.026
0.024
-0.353
0.008
0.056
-0.032
0.245
0.132
0.275
-0.136
-0.073
0.459

Tabel 10 menunjukkan dua belas parameter beserta nilai dugaannya dengan
menggunakan bobot contiguity. Misalkan model harga gula pasir pada lokasi 5
(Jawa Timur) sebagai berikut:
= 0.056

– 0.073

Berdasarkan model di atas dapat diinterpretasikan bahwa harga gula pasir pada
Provinsi Jawa Timur merupakan fungsi dari 0.056 harga gula pasir pada provinsi
itu sendiri pada waktu satu minggu sebelumnya, -0.073 harga gula pasir pada
Provinsi Jawa Tengah pada waktu satu minggu sebelumnya.

19

Pengujian Asumsi Sisaan
Asumsi sisaan yang harus terpenuhi adalah white noise sisaan. Pengujian
asumsi white noise sisaan bertujuan mengetahui sisaan dari validasi pada model
GSTARI (1,1). Sisaan yang dihasilkan harus bersifat identik dan independen.
Pengujian dilakukan terhadap model GSTARI yang telah terbentuk dari bobot
kebalikan jarak dan bobot contiguity.
Asumsi White Noise
Tujuan dari asumsi white noise untuk melihat hasil sisaan yang bersifat
bebas satu sama lain (independen). Pemeriksaan white noise pada penelitian ini
menggunakan Box Pierce test.
Hipotesis yang digunakan adalah
sisaan saling bebas dan
sisaan tidak
bebas. Terima
jika nilai- > 0.05 yang menyatakan bahwa sisaan saling bebas.
Lampiran 3 menunjukkan bahwa sisaan pada data harga gula pasir saling bebas.

Pemilihan Model Terbaik
Model terbaik adalah model dengan kesalahan ramalan terkecil. Ramalan
dari model GSTARI dengan bobot kebalikan jarak dan contiguity menggunakan
semua parameter yang akan dimasukkan ke dalam model. Setiap lokasi memiliki
nilai MAPE pada setiap bobot yang digunakan. Perbandingan nilai MAPE hasil
ramalan pada setiap model dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Nilai MAPE
MAPE dari pembobot
MAPE dari pembobot
kebalikan jarak
contiguity
3.87%
3.66%

Secara umum, rata-rata nilai MAPE dengan bobot kebalikan jarak diperoleh
sebesar 3.87% dan nilai MAPE dengan bobot contiguity sebesar 3.66%. Nilai
MAPE menunjukkan bahwa besar kesalahan dalam meramal harga gula pasir di
Pulau Jawa dengan nilai sebenarnya menggunakan bobot kebalikan jarak sebesar
3.87% sedangkan dengan bobot contiguity sebesar 3.66%. Berdasarkan nilai
MAPE kedua bobot juga dapat diketahui bahwa tingkat ketepatan ramalan harga
gula pasir di Pulau Jawa untuk model GSTARI (1,1) dengan rata-rata MAPE yang
terkecil terletak pada bobot contiguity. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model
terbaik adalah model GSTARI (1,1) dengan bobot contiguity.

20

SIMPULAN
Data harga gula pasir di Pulau Jawa dipengaruhi oleh ruang dan waktu.
Model yang sesuai untuk data harga gula pasir di Pulau Jawa adalah model ruang
waktu dengan lag waktu 1 dan lag ruang 1 (GSTARI(1,1)). Model harga gula
pasir di Pulau Jawa adalah
=
+
dengan
adalah matriks parameter pada lag waktu 1 dan lag ruang 0 dan
adalah
matriks parameter pada lag waktu 1 dan lag ruang 1. Bobot yang terbaik
digunakan pada data harga gula pasir di Pulau Jawa adalah bobot contiguity.

DAFTAR PUSTAKA
Arifin N. 2014. Pertumbuhan industri gula nasional masih lambat [internet]. 2014
Apr 21 [tempat tidak diketahui]. [diunduh 2015 Mar 11]. Tersedia pada:
http://ekbis.sindonews.com/read/855989/34/pertumbuhan-industri-gulanasional-masih-lambat-1398047806
Cryer JD, Kung-Sik C. 2008. Time Series Analysis With Applicatin in R. Edisi
Kedua. University of Lowa: Departement of Statistics & Actuarial Science.
Hurvich C, Tsai C. 1989. Regression and time series model selection in small
simple. Biometrika. Volume 76. Hlm 297-307
[KPPU] Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia (ID). 2010.
Position Paper Komisi Pengawas Persaingan Usaha Terhadap Kebijakan
Dalam Industri Gula [internet]. [Waktu dan tempat tidak diketahui].
[diunduh
2015
Mar
11].
Tersediapada:http://www.kppu.go.id/docs/Positioning_Paper/%5b2010%5d
%20Position%20Paper%20Industri%20Gula.pdf
Lee J, Wong DWS. 2001. Statistical Analysis ArcView GIS. New York: John
Wiley & Sons, Inc.
Montgomery, Douglas C, Cheryl L Jennings, Murat Kulahci. 2008. Introduction to
Time Series Analysis and Forecasting. New Jersey (US) : John Wiley & Sons,
Inc
Pfeifer PE, Deutsch SJ. 1980. A three-stage iterative procedure for space-time
modeling. Technometrics. 22: 35-47
Rahmadani. 2011. Kajian Model Regresi Diri Ruang-Waktu Terampat (Kasus :
Data Hotspot Kebakaran Hutan di Riau) [tesis]. Bogor (ID): Program
Pascasarjana, IPB
Ruchjana BN. 2002. Pemodelan Kurva Produksi Minyak Bumi Menggunakan
Model Generalisasi S-TAR. Bogor (ID): Forum Statistika dan Komputasi,
Special Edition, IPB
Wei W. 2006. Time series analysis: univariate and multivariate methods. New
York (US): Addison-Wesley Publishing Co

21

Lampiran 1 Korelasi antar lokasi
Korelasi Pearson, N = 297

DKIJakarta
Bandung
Semarang
Yogyakarta
Surabaya
Banten

DKIJakarta

Bandung

Semarang

Yogyakarta

Surabaya

1

0.97026