The Small Island Management Of Marine Ecotourism Development (Case Study in Liukang Loe Island, Bulukumba Region, South Sulawesi).

PENGELOLAAN PULAU KECIL UNTUK PENGEMBANGAN
EKOWISATA BAHARI
(STUDI KASUS PULAU LIUKANG LOE, KABUPATEN BULUKUMBA
PROVINSI SULAWESI SELATAN)

MUHAMMAD ARHAN RAJAB

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul: Pengelolaan
Pulau Kecil Untuk Pengembangan Ekowisata Bahari (Studi Kasus Pulau
Liukang Loe, Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan), adalah
hasil karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun

tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor,

Januari 2014

Muhammad Arhan Rajab
NRP C252110201

RINGKASAN

MUHAMMAD ARHAN RAJAB. Pengelolaan Pulau Kecil Untuk Pengembangan
Ekowisata Bahari (Studi Kasus Pulau Liukang Loe, Kab. Bulukumba, Sulawesi
Selatan. Dibimbing oleh ACHMAD FAHRUDIN dan ISDRADJAD
SETYOBUDIANDI.
Pulau-pulau kecil memiliki keanekaragaman ekosistem yang sangat tinggi
ditandai dengan adanya ekosistem mangrove, lamun, pantai dan terumbu karang
serta biota yang hidup disekitar wilayah pulau-pulau kecil. Potensi tersebut dapat

dimanfaatkan untuk mendukung pengembangan wisata bahari. Untuk itu,
pemanfaatan pulau kecil untuk pengembangan wisata bahari penting
mengedepankan dimensi ekologi agar pemanfaatan berkelanjutan.
Penelitian ini mengkaji tentang daya dukung ekologi dengan pendekatan
ruang dan kualitas air di kawasan wisata bahari Pulau Liukang Loe dalam
menampung aktivitas wisatawan. Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk
mengkaji jumlah maksimum wisatawan yang dapat ditampung tanpa
menimbulkan gangguan terhadap sumberdaya pesisir.
Penelitian dilakukan di Pulau Liukang Loe yang berlangsung pada bulan
Agustus 2012 dan Februari-Maret 2013. Data biofisik dikumpulkan melalui
survey lapangan dan dilengkapi unsur data sekunder dari penelitian yang telah
ada. Metode analisis data terdiri dari analisis kesesuaian dan daya dukung wisata
bahari dengan pendekatan spasial dengan menggunakan SIG. Berdasarkan hasil
penelitian dan interpretasi citra satelit, diperoleh 3 (tiga) aktivitas wisata bahari di
Pulau Liukang Loe yakni wisata pantai kategori rekreasi, snorkling dan diving.
DDK pendekatan ruang di peroleh bahwa wisata pantai/rekreasi kategori sesuai
dengan total panjang area yang dimanfaatkan sebesar 1 411 m dapat menampung
wisatawan sebesar 56 orang/hari, wisata snorkling sebesar 24.65 ha mampu
menampung wisatawan sebesar 986 orang/hari dan wisata selam (diving) sebesar
14.73 ha mampu menampung wisatawan sebesar 589 orang/hari. Dengan

demikian total wisatawan yang dapat ditampung untuk keseluruhan aktivitas
wisata sebesar 1 631 orang/hari. Sementara DDK dengan pendekatan kualitas air
parameter BOD diperoleh untuk pemanfaatan 10 tahun mendatang masih berada
dibawah ambang baku mutu yang dipersyaratkan untuk wisata bahari.
Implikasi hasil penelitian ini dapat dituangkan dalam bentuk kebijakan
pemerintah dan pihak terkait lainnya dengan penerapan prinsip wisata
berkelanjutan.
Kata kunci : Daya Dukung Ekologi, Wisata Bahari, Pulau Liukang Loe.

SUMMARY

MUHAMMAD ARHAN RAJAB. The Small Island Management Of Marine
Ecotourism Development (Case Study in Liukang Loe Island, Bulukumba
Region, South Sulawesi). Supervised by ACHMAD FAHRUDIN and
ISDRADJAD SETYOBUDIANDI.
Small islands have very high ecosystem diversity characterized by
mangrove, seagrass, beach and coral reef also organisms who live around the
small island area. The potential can be used to support marine tourism
development. To that end, the utilization of small island for marine tourism
development is important to promote the ecological dimension in order the

sustainable utilization.
This research examines the ecological carrying capacity with space
approach and water quality in the marine tourism area Liukang Loe Island to
accommodate tourist activities. The purpose of this research is assessing the
maximum number of tourists who can be accommodated without causing
disturbance against the coastal resources.
The research was conducted in the Liukang Loe Island in August 2012
and February-Maret 2013. Biophysical data collected through field survey and
secondary data element comes from existing research. Data analysis method
consists of sustaibility analysis and carrying capacity of marine tourism with
spatial approach by using GIS. Based on the results of research and interpretation
of satellite imagery, obtained 3 (three) marine tourism activities in the Liukang
loe island is beach tourism of recreation category, snorkeling and diving. DDK
space approach obtained that Coastal tourism / recreation categories according to
the total length area that utilized around 1 441 m can accommodate 56
people/day, snorkeling tourism around 24.57 ha can accommodate 986 people /
day and Diving tourism around 14.73 ha is able to accommodate 589 people / day.
Thus the total tourist can be accommodated to the overall tourist activity around
1 631 people / day. While DDK with BOD parameters water quality approach
obtained the utilization for 10 years later is still under the threshold standard that

required for marine tourism.
The implication of this result can be given in government policy and other
relevant parties with implementation of sustainable tourism principle
Keyword : Ecological Carrying Capacity, Marine tourism, Liukang Loe Island.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGELOLAAN PULAU KECIL UNTUK PENGEMBANGAN
EKOWISATA BAHARI
(STUDI KASUS PULAU LIUKANG LOE, KABUPATEN BULUKUMBA,
PROVINSI SULAWESI SELATAN)


MUHAMMAD ARHAN RAJAB

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Fredinan Yulianda, MSc

Judul Tesis

Nama
NRP


: Pengelolaan Pulau Kecil Untuk Pengembangan Ekowisata
Bahari (Studi Kasus Pulau Liukang Loe, Kabupaten
Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan)
: Muhammad Arhan Rajab
: C252110201

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc
Anggota

Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi
Ketua

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Lautan

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr Ir Luky Adrianto, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 30 Desember 2013
(tanggal pelaksanaan ujian tesis)

Tanggal Lulus:
(tanggal penandatanganan
tesis oleh
Dekan Sekolah Pascasarjana)

PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis yang disusun ini berjudul
“Pengelolaan Pulau Kecil Untuk Pengembangan Ekowisata Bahari (Studi Kasus

Pulau Liukang Loe, Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan)”. Tesis ini
diharapkan dapat memberikan masukan bagi Pemerintah Daerah setempat dalam
mengevaluasi keberlanjutan pengelolaan wisata bahari, sekaligus memberikan
masukan dalam perumusan kebijakan pengelolaan wisata pantai yang
berkelanjutan.
Terima kasih Penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si.
dan Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc. selaku pembimbing, serta Dr. Ir. Luky
Adrianto, M.Sc selaku ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan
Lautan Institut Pertanian Bogor dan teman-teman mahasiswa pascasarjana
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan yang telah banyak
memberi saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta
seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2014

Muhammad Arhan Rajab

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .....................................................................................

DAFTAR GAMBAR .................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................

xii
xiii
xiii

1

PENDAHULUAN ............................................................................
1.1 Latar Belakang .........................................................................
1.2 Perumusan Masalah ..................................................................
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................
1.5 Kerangka Pikir Penelitian .........................................................

1
1
3
4

4
5

2

TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................
2.1 Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil .................................................
2.2 Ekowisata Bahari ......................................................................
2.3 Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Pulau-Pulau Kecil ........
2.4 Pencemaran di Lingkungan Pesisir dan Laut .............................

7
7
9
10
11

3

METODE PENELITIAN ..................................................................
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ....................................................
3.2 Jenis dan Sumber Data Penelitian .............................................
3.3 Analisis Data Penelitian ............................................................

13
13
13
18

4

HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................
4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian .............................................
4.2 Kondisi Biofisik Kawasan ........................................................
4.3 Kondisi dan Pemanfaatan Sumberdaya Pulau Liukang Loe .......
4.4 Karakteristik Sumberdaya Pulau Liukang Loe ..........................
4.5 Perkembangan Kunjungan Wisatawan ......................................
4.6 Analisis Kesesuaian Wisata Bahari di Pulau Liukang Loe.........
4.7 Daya Dukung Ekologi Wisata Bahari Pulau Liukang Loe .........
4.8 Strategi Pengelolaan Wisata Bahari di Pulau Liukang Loe ........

22
22
25
29
30
34
35
42
46

5

KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................
5.1 Kesimpulan ..............................................................................
5.2 Saran ........................................................................................

49
49
49

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
LAMPIRAN ..............................................................................................

50
55

DAFTAR TABEL
2.1
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
3.7
4.1
4.2
4.3
4.4

Baku mutu air laut untuk peruntukkan wisata bahari..............................
Jenis data yang dibutuhkan, sumber data dan metode pengumpulan data
Stasiun penelitian ekosistem terumbu karang
Matriks kesesuaian lahan untuk wisata pantai ........................................
Matriks kesesuaian lahan untuk wisata snorkling ...................................
Matriks kesesuaian lahan untuk wisata selam ........................................
Potensi ekologis pengunjung dan Luas area kegiatan .............................
Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan ..........................
Data pengukuran kecepatan arus dan arah arus di Pulau Liukang Loe ....
Pengukuran kualitas air laut di Pulau Liukang Loe ................................
Parameter bakteri E. Coli di Pulau Liukang Loe ....................................
Nilai daya dukung kawasan wisata bahari di Pulau Liukang Loe
dengan pendekatan ruang/spasial ...........................................................
4.5 Nilai daya dukung kawasan wisata bahari di Pulau Liukang Loe
dengan pendekatan kualitas air ..............................................................

12
15
17
19
19
20
20
20
27
27
28
43
45

DAFTAR GAMBAR
1.1
2.1
2.2
3.1
3.2
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
4.8
4.11
4.12

Kerangka pikir penelitian ..................................................................
Inteaksi antar komponen pulau-pulau kecil ........................................
Skema konsep ekowisata bahari ........................................................
Peta lokasi penelitian Pulau Liukang Loe Kabupaten Bulukumba ......
Tahapan penelitian ............................................................................
Persentase tutupan karang hidup Pulau Liukang Loe .........................
Kelimpahan ikan karang Pulau Liukang Loe .....................................
Kelimpahan kelompok ikan karang Pulau Liukang Loe .....................
Tipologi pantai di Pulau Liukang Loe................................................
Grafik kunjungan wisatawan di Pulau Liukang Loe ...........................
Kondisi terumbu karang Pulau Liukang Loe .....................................
Peta kesesuaian wisata pantai di Pulau Liukang Loe ..........................
Peta kesesuaian wisata snorkling di Pulau Liukang Loe.....................
Peta kesesuaian wisata selam di Pulau Liukang Loe ..........................
Konsentrasi BOD di Pulau Liukang Loe ............................................

6
8
9
14
16
31
32
33
34
35
37
38
39
41
46

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Kondisi ekosistem terumbu karang di Pulau Liukang Loe ......................
Spesies ikan karang di Pulau Liukang Loe .............................................
Hasil pengukuran parameter kualitas air di Pulau Liukang Loe...............
Perhitungan nilai indeks kesesuaian dan daya dukung wisata pantai .......
Perhitungan nilai indeks kesesuaian dan daya dukung wisata snorkling ..
Perhitungan nilai indeks kesesuaian dan daya dukung wisata selam .......
Daya dukung kawasan wisata bahari per kategori wisata
di Pulau Liukang Loe dengan pendekatan ruang .....................................
Daya dukung kawasan wisata bahari di Pulau Liukang Loe
dengan pendekatan kualitas air ...............................................................
Angka kunjungan wisatawan 5 tahun terakhir (2008-2012) serta
Jumlah penduduk di Pulau Liukang Loe .................................................

57
58
60
61
62
63
64
65
69

1

1

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena
didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan
keamanan serta adanya ekosistem khas tropis dengan produktivitas hayati tinggi.
Selain potensi terbarukan pulau-pulau kecil juga memiliki potensi yang tak
terbarukan seperti pertambangan dan energi kelautan serta jasa-jasa lingkungan
yang tinggi nilai ekonomisnya. Dari sekian ribu konfigurasi pulau-pulau di
Indonesia, sebagian besar merupakan pulau-pulau kecil yang jumlahnya
diperkirakan lebih dari ± 10 000 pulau. Dalam perkembangannya bahwa
keberadaan pulau-pulau kecil di Indonesia belum mendapat perhatian serius
sehingga dalam pengelolaannya belum optimal. Berawal dari munculnya
Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil
Terluar hingga lahirnya UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil menunjukan betapa pentingnya wilayah pesisir dan
keberadaan pulau-pulau kecil yang perlu dijaga kelestariannya dan dimanfaatkan
untuk kemakmuran seluruh masyarakat baik bagi generasi sekarang maupun bagi
generasi yang akan datang sehingga dibutuhkan aturan khusus dalam
pengelolaannya.
Pulau-pulau kecil memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar ditandai
dengan adanya keanekaragaman ekosistem seperti pada ekosistem mangrove,
lamun dan terumbu karang beserta biota yang hidup di sekitar wilayah pulaupulau kecil. Keberadaan potensi tersebut dapat dimanfaatkan untuk peningkatan
produksi perikanan, ekowisata bahari, konservasi dan jenis pemanfaatan lainnya.
Pulau-pulau kecil rentan terhadap perubahan, oleh sebab itu diperlukan kebijakan
dalam pengelolaan yang dapat menyeimbangkan tingkat pemanfaatan pulau-pulau
kecil untuk kepentingan ekonomi tanpa mengorbankan kebutuhan generasi yang
akan datang.
Kabupaten Bulukumba sebagai salah satu kabupaten pesisir di Sulawesi
Selatan memiliki sejarah dan budaya masyarakat yang kaya dengan khazanah
kehidupan pesisir dan laut. Secara antropologis, pola pikir, ekonomi dan perilaku
sosial budaya masyarakat di Kabupaten Bulukumba tidak dapat dipisahkan dari
lingkungan kelautan dan perikanan. Sebagai daerah pesisir, corak budaya dan
kegiatan perekonomian Kabupaten Bulukumba banyak dipengaruhi oleh kondisi
pesisir, baik dalam bentuk mata pencaharian maupun adat istiadat. Kabupaten
Bulukumba merupakan salah satu kabupaten yang terletak di wilayah pesisir di
bagian selatan Provinsi Sulawesi Selatan sekitar 153 km dari Makassar (Ibukota
Provinsi Sulawesi Selatan). Kabupaten Bulukumba memiliki panjang garis pantai
128 km yang memungkinkan mayarakat melakukan aktivitas pada sektor kelautan
dan perikanan (DKP Provinsi Sulawesi Selatan, 2012).
Kecamatan Bontobahari merupakan salah satu kecamatan yang terletak di
wilayah pesisir Kabupaten Bulukumba dan sangat berpotensi untuk
pengembangan aktivitas pesisir dan lautan termasuk ekowisata bahari. Kabupaten

2

Bulukumba memiliki ikon wisata yaitu Tanjung Bira, akan tetapi seiring dengan
meningkatnya tekanan menyebabkan degradasi sumberdaya, belum lagi ditambah
dalam pengelolaannya yang belum maksimal dan berkelanjutan.
Pulau Liukang Loe merupakan pulau yang terletak di Kabupaten
Bulukumba yang telah ditetapkan Pemerintah Daerah sebagai destinasi wisata.
Pulau Liukang Loe sangat unik dengan karakteristik budaya masyarakat lokal
yang khas dan secara fisik wilayah pulau hampir dikelilingi pasir putih dan rataan
terumbu karang yang tentu dapat mendukung kegiatan wisata bahari di Pulau
Liukang Loe seperti aktivitas wisata pantai (rekreasi/bersantai), snorkling dan
menyelam. Sampai saat ini, belum ada perhatian serius dalam hal pengelolaan
Pulau Liukang Loe sehingga kontribusinya bagi Pemerintah Daerah Kabupaten
Bulukumba juga terbilang masih minim. Oleh karena itu diperlukan instrumen
tepat dalam pengelolaan Pulau Liukang Loe untuk lebih memberdayakan wilayah
kepulauan menjadi kawasan yang menguntungkan secara ekologi, sosial dan
ekonomi (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Bulukumba, 2012).
Salah satu tipologi kegiatan wisata yang menjadi alternatif kegiatan wisata
bahari saat ini adalah ekowisata bahari yang mengedepankan keaslian alam yang
dapat memberikan manfaat ekonomi, ekologis dan sosial budaya (Bookbinder et
al. 2000; Bjork, 2000). Pengembangan kawasan pulau-pulau kecil sebagai lokasi
ekowisata bahari memerlukan koordinasi dan integrasi dari beberapa unsur
dengan mengacu pada kondisi internal lokasi yang menyangkut aspek ekologi,
kesesuaian, daya dukung dan sosial budaya masyarakat. Oleh karena itu perlu
dirancang desain pengelolaan yang terpadu. Selain itu juga pulau-pulau kecil
sangat rentan karena sifatnya yang khas akibat kecilnya ukuran dibanding daratan
(smallness) serta terisolasi dari pulau besar/induk (remotness) serta akibat tekanan
dari aktivitas manusia yang sifatnya destruktif (Dahuri, 2003; Bengen, 2003).
Wisata beresiko menjadi tidak berkelanjutan jika sistem ekologi dan
kapasitas kultur sosial ekonomi masyarakat lokal tidak dihargai (Wall 1997 in Teh
dan Cabanban, 2007). Terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antara
aktivitas ekowisata bahari wisatawan dengan kualitas lingkungan perairan,
ekosistem dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Dimana kualitas lingkungan
perairan dan ekosistem yang baik akan mendukung pengembangan aktivitas
ekowisata bahari dan secara tidak langsung akan mendukung peningkatan
kapasitas sosial ekonomi masyarakat lokal.
Saat ini kegiatan wisata yang telah berlangsung di Pulau Liukang Loe
adalah wisata pantai (rekreasi pantai), snorkling dan diving yang dilakukan oleh
wisatawan lokal yang umumnya berasal dari Kota Makassar dan sekitarnya
maupun wisatawan mancanegara. Berbagai kelompok masyarakat baik dalam
rombongan keluarga, kelompok mahasiswa dan instansi pemerintah biasanya
memanfaatkan hari libur untuk berwisata di kawasan Pulau Liukang Loe. Untuk
sampai ke kawasan Pulau Liukang Loe, wisatawan dapat menggunakan sarana
transportasi berupa motor laut milik masyarakat, sarana transportasi pribadi
berupa speed boat atau yang disewa selama kurang lebih 30 menit dari Pantai
Pasir Putih Tanjung Bira.
Kunjungan wisatawan ke obyek wisata Pulau Liukang Loe berlangsung
setiap tahunnya. Akan tetapi, kunjungan mencapai puncak pada bulan Juni hingga

3

akhir tahun. Hal ini terkait dengan periode musim yang terjadi pada bulan tersebut
yakni musim kemarau dimana kondisi pantai cenderung bersih. Permasalahannya
adalah peningkatan kunjungan pada musim puncak juga meningkatkan seluruh
aktivitas wisata baik aktivitas wisata maupun aktivitas transportasi antar pulau,
perdagangan souvenir dan kegiatan perikanan lainnya. Keragaman jenis bahan
pencemar pun bertambah salah satunya pencemaran oleh bahan organik.
Adanya peningkatan kegiatan tersebut menyebabkan tekanan terhadap
ekosistem semakin meningkat, sehingga berpengaruh terhadap kondisi ekologi
sumberdaya laut di Pulau Liukang Loe yaitu terumbu karang serta penurunan
kualitas perairan laut. Kondisi perairan tersebut jika terus berlanjut dan nilai
parameter perairan melebihi batas baku mutu peruntukkan wisata bahari yang
telah ditetapkan, maka perairan laut tersebut telah tercemar baik secara fisik,
kimia maupun biologi.
Oleh karena itu diperlukan penelitian strategi pengembangan ekowisata
bahari di Pulau Liukang Loe dengan mengacu pada daya dukung kawasan untuk
keberlanjutan sumberdaya dan ekosistem Pulau Liukang Loe.
1.2

Perumusan Masalah

Sebagai kawasan pesisir dan pulau kecil, Pulau Liukang Loe memiliki
potensi untuk pengembangan ekowisata bahari. Selain itu, adanya keragaman
budaya dan sejarah yang ada di pulau ini menjadikan Pulau Liukang Loe menjadi
sangat prospektif untuk pengembangan lebih lanjut. Kegiatan wisata yang telah
ada di Pulau Liukang Loe adalah wisata pantai (rekreasi), snorkling dan diving
menikmati panorama alam sehingga dapat dikatakan Pulau Liukang Loe memiliki
potensi wisata yang lengkap dan beragam.
Pulau Liukang Loe dengan kondisi potensi sumberdaya yang cukup besar
namun belum dimanfaatkan secara optimal. Belum optimalnya kegiatan wisata ini
disebabkan karena kurangnya dukungan pemerintah karena dalam pengelolaan
belum dilakukan secara serius dan professional dalam mengembangkan Pulau
Liukang Loe menjadi suatu kawasan wisata bahari. Kurangnya dukungan
pemerintah ini yaitu dalam hal ketersediaan fasilitas sarana dan prasarana yang
mendukung perjalanan wisata bahari relatif kurang tersedia dan tidak memadai
sehingga belum dapat memberikan kesejahteraan pada masyarakat lokal.
Keberadaan potensi sumberdaya yang beranekaragam dapat memberikan
manfaat baik secara ekologi maupun ekonomi. Manfaat tersebut akan dapat
diterima jika dikelola secara baik dan benar berdasarkan konsep pengelolaan yang
komprehensif dengan mempertimbangkan daya dukung yang dimiliki baik
biofisik maupun sosial ekonomi. Jika melebihi batas tersebut dan pembangunan
yang tidak terencana akan mengalami degradasi lingkungan dan konflik sosial
(Wong, 1991).
Selain itu, dalam pengelolaan Pulau Liukang Loe perlu juga diperhatikan
aktivitas wisatawan dan keberadaan masyarakat lokal yang telah ada. Berbagai
aktivitas masyarakat kemudian ditambah dengan adanya kunjungan wisatawan
akan berpengaruh terhadap penurunan kualitas ekosistem. Tekanan terhadap
sumberdaya ekosistem akan terus berlanjut jika persepsi masyarakat lokal dan

4

wisatawan dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada cenderung eksploitatif dan
mengesampingkan aspek pelestarian terhadap sumberdaya yang ada. Hal ini
terkait dengan tingkat pembangunan yang secara keseluruhan tidak boleh
melebihi daya dukung (carrying capacity) sesuai dengan kaidah-kaidah ekologis
sehingga dampak negatif dapat ditekan seminimal mungkin sesuai dengan
kemampuan ekosistem pesisir dan pulaunya. Selain itu, kontribusi limbah yang
dihasilkan dapat dilakukan prediksi status pencemaran di Pulau Liukang Loe.
Dimana pengaruh yang ditimbulkan bukan hanya pada penurunan daya dukung
tapi dapat mengancam keberlanjutan ekosistem pesisir dan laut.
Upaya meminimalkan dampak negatif dengan adanya aktivitas wisata
bahari dapat ditempuh dengan pengalokasian aktivitas wisata bahari dengan
mempertimbangkan kesesuaian kawasan untuk peruntukkan wisata bahari dan
daya dukung dalam menyediakan lahan dan sumberdaya bagi setiap kegiatan.
Oleh karena itu, pemanfaatan Pulau Liukang Loe untuk pengembangan wisata
bahari harus memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan secara lestari dan
berkelanjutan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi sumberdaya untuk mendukung aktivitas ekowisata bahari di
Pulau Liukang Loe.
2. Bagaimana kesesuaian lahan dan daya dukung kawasan Pulau Liukang Loe
untuk pengembangan ekowisata bahari.
3. Bagaimana strategi dalam pengelolaan Pulau Liukang Loe untuk ekowisata
bahari berkelanjutan.
1.3

Tujuan

Penelitian ini bertujuan :
1. Mengkaji kondisi sumberdaya perairan untuk mendukung aktivitas ekowisata
di Pulau Liukang Loe.
2. Mengukur kesesuaian lahan dan daya dukung kawasan untuk aktivitas
ekowisata di Pulau Liukang Loe.
3. Menentukan strategi pengelolaan untuk pengembangan Pulau Liukang Loe
berbasis ekowisata bahari.
1.4

Manfaat

Penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi dasar dalam
perumusan perencanaan pembangunan pulau-pulau kecil (PPK) terutama untuk
pengelolaan untuk mengatasi/meminimalisir beban limbah akibat aktivitas
wisatawan dan masyarakat lokal di Pulau Liukang Loe. Selain itu, dapat menjadi
bahan informasi bagi pihak swasta ataupun stakeholder yang ingin terlibat dalam
kegiatan ekowisata bahari Pulau Liukang Loe dan menjadi acuan atau pedoman
ilmiah bagi pengembangan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan.

5

1.5

Kerangka Pemikiran

Pulau Liukang Loe merupakan sumberdaya pulau kecil yang memiliki
potensi yang cukup besar. Variabel penelitian dengan inventarisasi sumberdaya
berupa ekosistem alami yang tersedia di Pulau Liukang Loe antara lain terumbu
karang dan pantai berpasir, analisis kesesuaian wisata, analisis daya dukung di
tinjau dari aspek ekologi dengan pendekatan ruang/ketersediaan ruang serta
kualitas air sehingga diperoleh rekomendasi pengelolaan Pulau Liukang Loe
untuk ekowisata bahari berkelanjutan.
Sebagai pulau kecil, Pulau Liukang Loe rentan terhadap berbagai tekanan
baik dari masyarakat lokal dengan segala aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam
untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya, selain itu juga dari aktivitas
wisatawan yang mengunjungi dan memanfaatkan sumberdaya dan jasa
lingkungan di kawasan tersebut untuk kebutuhan wisata. Oleh karena itu sangat
penting untuk mempertimbangkan aspek ekologi dalam pengembangan kawasan
ini.
Pengembangan Pulau Liukang Loe untuk kegiatan ekowisata bahari tentu
perlu dikaji terlebih dahulu potensi dan informasi terkait mengenai sumberdaya
dan kondisi masyarakat lokal yang berada di sekitar kawasan pemanfaatan
sumberdaya pulau-pulau kecil dengan maksud mengidentifikasi karakteristik
sumberdaya dan kesesuaian lahan pemanfaatan agar dalam pemanfaatannya
secara optimal. Dalam penelitian ini, penentuan zona pengembangan wisata bahari
dilakukan dengan pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG) yang didasarkan
pada kriteria kesesuaian untuk setiap aktivitas wisata bahari dimana melaui
pendekatan ini akan diperoleh kawasan mana saja yang sesuai dan tidak sesuai
untuk berbagai jenis wisata.
Selanjutnya, dilakukan penentuan daya dukung kawasan untuk
menampung wisatawan yang masuk tanpa mengganggu keseimbangan ekologis.
Perhitungan daya dukung dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan
ruang/spasial untuk mengetahui jumlah wisatawan yang dapat ditampung ditiap
sub zona kegiatan wisata berdasarkan luas kawasan yang sesuai dan pendekatan
kualitas air terkait dengan limbah yang dihasilkan oleh masyarakat dan wisatawan
selama melakukan aktivitas di Pulau Liukang Loe.
Informasi tersebut sangat diperlukan dalam pengelolaan dan
pengembangan Pulau Liukang Loe untuk ekowisata bahari untuk keberlanjutan
system sumberdaya dan aktivitas wisata itu sendiri. Adapun kerangka pikir dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1 sebagai berikut.

6

Pengelolaan
Sumberdaya Pulau
Liukang Loe

Identifikasi
Pemanfaatan

Identifikasi Potensi
Sumberdaya PPK

Analisis Sistem
Informasi
Geografis (SIG)

 Wisata Pantai
 Snorkling
 Selam

Analisis
Kesesuaian
Ekowisata Bahari

Daya Dukung Ruang

Limbah Masyarakat

Limbah Wisata

Lingkungan
Pesisir

Pengelolaan Pulau Liukang Loe
Untuk Ekowisata Bahari

Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian

7

2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil

Setiap pulau memiliki format pengelolaan yang berbeda disesuaikan
dengan latar geografisnya, karakteristik ekosistem dan sosial budaya masyarakat
setempat. Dalam arah kebijakan pengelolaan pulau-pulau yang berkelanjutan dan
berbasis masyarakat terdapat beberapa pendekatan yang dikombinasikan yaitu :
1). Hak 2). Ekosistem dalam alokasi ruang wilayah pulau dan gugusan pulau 3).
Sesuai kondisi sosial budaya setempat (Dahuri, 2003).
Pengembangan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan laut pulaupulau kecil perlu mempertimbangkan berbagai faktor berdasarkan karakteristik
yang dimiliki sebuah pulau atau gugusan pulau dan diperlukan pendekatan yang
lebih sistematik serta lebih spesifik berdasarkan lokasi (Adrianto, 2005).
Mengingat rentannya ekosistem pulau dan gugusan pulau kecil, pemerintah
melakukan pembatasan kegiatan yang cenderung menimbulkan dampak negatif
yang sangat luas, baik secara ekologis maupun sosial.
Keadaan ini menunjukkan bahwa pengelolaan pembangunan pada
kawasan tersebut apabila tidak terencana dengan baik dapat mengakibatkan
dampak eksternal yang cukup nyata. Dengan demikian kegiatan dalam bentuk
apapun itu yang dilakukan akan berdampak pada fungsi ekosistem pulau-pulau
kecil. Oleh karena itu dalam pengelolaan pulau-pulau kecil harus memperhatikan
persyaratan pengelolaan lingkungan yang serius.
Wisata memberikan keuntungan dalam mengatasi keterbatasan ukuran
dalam tiga cara. Pertama, menyediakan volume barang dan jasa yang cukup
memenuhi permintaan pasar secara efisien dan skala ekonomi yang mampu
menyediakan lebih barang dan jasa sehingga menurunkan biaya satuan produksi.
Kedua, meningkatkan persaingan dengan mendorong pendatang baru di pasar,
sehingga memberikan dampak positif pada tingkat harga barang dan layanan.
Ketiga, wisata dengan memberikan skala dan kompetisi bersama dengan pilihan
konsumen yang lebih besar dan keterbukaan perdagangan, dapat meningkatkan
taraf hidup sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup di sebuah negara kecil.
Konsep pengelolaan wisata tidak hanya berorientasi pada keberlanjutan
tetapi juga mempertahankan nilai sumberdaya alam dan manusia. Oleh karena
sifat sumberdaya dan ekosistem pesisir dan lautan alami sering rentan dan dibatasi
oleh daya dukung, maka pengembangan pasar yang dilakukan menggunakan
pendekatan product driven, yaitu disesuaikan dengan potensi, sifat, perilaku objek
daya tarik wisata alam dan budaya yang tersedia, seperti tidak tahan lama
(perishable), tidak dapat pulih (non recoverable) dan tidak tergantikan (non
substitutable) diusahakan untuk menjaga kelestarian dan keberadaannya
(Yulianda, 2007).

8

Aktivitas

Lingkungan

Manusia

Perairan Laut

Lingkungan
Daratan

Hubungan Keterkaitan Komponen

Gambar 2.1 Interaksi Antar Komponen Pulau-Pulau Kecil
Pada Gambar 2.1 dapat diidentifikasi bahwa dalam sistem pulau-pulau
kecil terdapat 5 (lima) proses alam, proses sosial, proses ekonomi, perubahan
iklim dan proses pertemuan antara daratan dan lautan yang masing-masing
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari 3 komponen pulau-pulau kecil
yaitu sistem lingkungan daratan, sistem lingkungan laut dan sistem aktivitas
manusia (Debance, 1999).
Secara umum kegagalan dalam mengatasi masalah pengelolaan
memberikan implikasi antara lain percepatan degradasi sumberdaya alam dan
lingkungan hidupnya. Penyebab utama terjadinya kegagalan tersebut antara lain :
1). Perbedaan hak-hak (entelimen) yang sangat mencolok antara berbagai lapisan
masyarakat 2). Sumberdaya alamnya mengalami semacam akses terbuka (aquasiopen-access resources) yang semua pihak cenderung memaksimumkan
keuntungan dalam pemanfaatannya 3). Kekurangan dalam sistem penilaian
(undervaluation) terhadap sumberdaya alam terhadap sistem ekonomi pasar yang
terjadi dimana sangat erat kaitannya dengan aspek teknis finansial dan aspek
sosial ekonomi budaya masyarakat setempat.
Menurut Bengen (2002), pemanfaatan pulau-pulau kecil secara optimal
dan lestari terwujud apabila memenuhi tiga persyaratan ekologis, yaitu : (1).
Keharmonisan spasial (2). Kapasitas asimilasi dan daya dukung lingkungan (3).
Pemanfaatan potensi sesuai daya dukungnya. Keharmonisan spasial berhubungan
dengan bagaimana menata suatu kawasan pulau-pulau kecil bagi peruntukan
pembangunan (pemanfaatan sumberdaya) berdasarkan kesesuaian (suitability)
lahan (pesisir dan laut) dan keharmonisan antara pemanfaatan. Keharmonisan
spasial mensyaratkan suatu kawasan pulau-pulau kecil tidak sepenuhnya
diperuntukan bagi zona pemanfaatan tetapi juga harus dialokasikan untuk zona
preservasi dan konservasi. Keharmonisan spasial, juga menuntut pengelolaan
pembangunan dalam zona pemanfaatan dilakukan secara bijaksana. Artinya

9

kegiatan pembangunan di tempatkan pada kawasan yang secara biofisik sesuai
dengan kebutuhan pembangunan yang dimaksud.
2.2

Ekowisata Bahari

Terminologi ekowisata bahari akhir-akhir ini semakin popular di seluruh
dunia. Kebanyakan negara-negara yang memiliki wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil termasuk Indonesia mulai mendengungkan ekowisata bahari sebagai suatu
bentuk baru dari pariwisata yang berlawanan dengan bentuk pariwisata massal
yang tradisional dan berbasis industri. Hal ini tentu saja selain didasarkan atas
tuntutan dari para pecinta lingkungan bahwa kegiatan wisata seharusnya
memperkecil dampak negarif terhadap lingkungan melalui kegiatan konservasi,
tetapi lebih dari itu adalah bentuk kesadaran dan tanggung jawab manusia dalam
memelihara keberlanjutan sumberdaya alam. Konsep ekowisata bahari (marine
ecotourism) merupakan pengembangan dari wisata bahari (marine tourism).
Selanjutnya Orams (1999) mendefenisikan wisata bahari sebagai aktivitas
rekreasi yang meliputi perjalanan jauh dari suatu tempat tinggal menuju
lingkungan laut (dimana yang dimaksud dengan lingkungan laut sendiri adalah
perairan yang bergaram dan dipengaruhi oleh pasang surut). Secara spesifik,
Yulianda (2007) mendefenisikan ekowisata bahari sebagai ekowisata yang
memanfaatkan karakter sumberdaya pesisir dan laut serta manusia yang dapat
diintegrasikan menjadi komponen terpadu bagi pemanfaatan wisata.
Alam
Output tidak
langsung

Manusia

Input

Input

Output langsung
konservasi alam

Ekowisata
Bahari

Output lansung
(hiburan, pengetahuan)

Gambar 2.2 Skema Konsep Ekowisata Bahari
Ekowisata bahari merupakan kegiatan pesisir dan laut yang dikembangkan
dengan pendekatan konservasi laut. Konsep ekowisata bahari dari pengembangan
suatu kawasan seperti terlihat pada Gambar 2.2 di atas bahwa output langsung
yang diterima wisatawan berupa hiburan dan pengetahuan dan untuk alam yaitu
insentif yang dikembalikan untuk mengelola kegiatan konservasi alam. Output

10

tidak langsung yaitu tumbuhnya kesadaran wisatawan untuk memperhatikan sikap
hidup yang tidak berdampak buruk bagi alam. Kesadaran ini tumbuh akibat kesan
yang diperoleh wisatawan selama berinteraksi langsung dengan lingkungan di
kawasan konservasi.
2.3

Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Pulau-Pulau Kecil

2.3.1 Analisis Kesesuaian
Pada dasarnya suatu kegiatan pemanfaatan yang akan dikembangkan
hendaknya disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan peruntukannya. Oleh
karena itu, analisis kesesuaian yang dimaksud adalah analisis kesesuaian dari
potensi sumberdaya untuk dikembangkan sebagai objek ekowisata bahari karena
setiap kegiatan wisata mempunyai persyaratan sumberdaya dan lingkungan yang
sesuai dengan objek wisata yang akan dikembangkan (Yulianda, 2007).
Kesesuaian lahan (land suitability) merupakan kecocokan (adaptability)
suatu lahan untuk tujuan penggunaan tertentu, melalui penentuan nilai (kelas)
lahan serta pola tata guna lahan yang dihubungkan dengan potensi wilayahnya,
sehingga dapat diusahakan penggunaan lahan yang lebih terarah berikut usaha
pemeliharaan kelestariannya. Pengembangan daerah yang optimal dan
berkelanjutan membutuhkan suatu pengelolaan keruangan wilayah pesisir yang
matang. Berkaitan dengan hal tersebut, maksimum kajian tentang model
pengelolaan dan arahan pemanfaatan wilayah pesisir yang berbasis digital dengan
menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu hal yang sangat
penting dan perlu dikaji (Harjadi, 2004).
Selanjutnya, Fauzi dan Anna (2005) mengatakan bahwa kebijakan
menyangkut pulau-pulau kecil pada dasarnya harus berbasiskan kondisi dan
karakteristik biogeofisik serta sosial ekonomi masyarakatnya, mengingat peran
dan fungsi kawasan tersebut sangat penting baik bagi ekosistem pesisir maupun
bagi kehidupan ekosistem daratan (mainland) agar sumberdaya dapat
dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Adapun kriteria wilayah yang diperlukan untuk menentukan zona kegiatan
pariwisata, yakni :
1. Mempunyai keindahan alam yang menarik untuk dilihat dan dinikmati
sehingga membawa kepuasan dan memberikan rasa relaksasi dan memulihkan
semangat produktif
2. Memiliki keaslian panorama alam dan keaslian budaya
3. Memiliki keunikan ekosistem
4. Di dalam lokasi wisata tidak terdapat ancaman atau gangguan binatang buas,
arus maupun angin kencang
5. Tersedia sarana dan prasarana (mudah dijangkau, baik melalui darat maupun
melalui laut, kemungkinan pengembangan aksesibilitas cukup baik, dekat
dengan restoran, penjualan cinderamata, tempat penginapan/hotel, dan tersedia
air bersih.

11

2.3.2 Analisis Daya Dukung
Daya dukung merupakan konsep dasar yang dikembangkan untuk kegiatan
pengelolaan suatu sumberdaya alam dan lingkungan yang lestari melalui ukuran
kemampuannya. Pada dasarnya, konsep daya dukung wilayah pesisir ditujukan
untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Daya dukung (carrying
capacity) adalah ukuran batas maksimal penggunaan suatu area berdasarkan
kepekaan atau toleransinya yang dipengaruhi oleh berbagai faktor alami seperti
terhadap ketersediaan makanan, ruang untuk tempat hidup, tempat berlindung dan
ketersediaan air (Maldonado dan Montagnini, 2004).
Di dalam konteks ini ada tiga indikator untuk mencerminkan komponen di
pulau kecil (Cocosis, 2005) in PKSPL IPB (2005). Beberapa komponen yang
menjadi indikator antara lain : 1). Indikator fisik-ekologis 2). Indikator
demographic-sosial 3). Indikator politis-ekonomi. Semua indikator tersebut secara
langsung berhubungan dengan konsep dan implementasi dari aktivitas di pulau
kecil. Indikator keberlanjutan juga diperlukan ketika terjadi indikasi terjadinya
perubahan kemampuan untuk bertahannya sumberdaya tersebut. Dalam
pembuatan dan pemilihan kebijakan atau perencana dapat menyusun indikator
yang sesuai untuk wilayahnya.
Daya dukung ekowisata tergolong spesifik dan lebih berhubungan dengan
daya dukung lingkungan (biofisik dan sosial) terhadap kegiatan pariwisata dan
pengembangannya (McNeely, 1994). Daya dukung ekowisata juga diartikan
sebagai tingkat atau jumlah maksimum pengunjung yang dapat ditampung oleh
sarana prasarana (infrastruktur) objek wisata alam. Jika daya tampung sarana dan
prasarana tersebut dilampaui maka akan terjadi kemerosotan sumberdaya,
kepuasan pengunjung tidak terpenuhi dan akan memberikan dampak merugikan
terhadap masyarakat, ekonomi dan budaya (Ceballos-Lascurin, 1991; Simon et al.
2004).
Terlampauinya daya dukung wisata akibat meningkatnya jumlah
infrastruktur (dermaga melalui reklamasi, hotel dan lainnya) serta pemukiman
penduduk, menyebabkan hilangnya beberapa vegetasi daratan dan ekosistem
perairan laut (terumbu karang, sumberdaya ikan dan non ikan). Peningkatan
infrastruktur dan jumlah penduduk secara tidak langsung akan mempengaruhi
kualitas air melalui peningkatan jumlah limbah padat dan cair (Wong, 1991).
2.4

Pencemaran di Lingkungan Pesisir dan Laut

Adanya pembangunan di lingkungan pesisir dan laut akan memberikan
dampak baik itu positif ataupun negatif. Menurut Sorensen et al. (1999) in Ismail
(2000) bahwa pemanfaatan berbagai sektor di lingkungan pesisir akan saling
mempengaruhi dan menimbulkan dampak positif dan negatif. Pencemaran
perairan merupakan dampak logis dari adanya pemanfaatan sehingga memerlukan
pengelolaan tersendiri. Sementara itu dengan meningkatnya pertumbuhan
penduduk dan semakin pesatnya pembangunan di wilayah pesisir (pemukiman,
perikanan, pelabuhan, dll) maka akan menimbulkan tekanan ekologis terhadap
ekosistem dan sumberdaya pesisir (Bengen, 2004).

12

Sampah (solid waste) pada umumnya didominasi oleh bahan-bahan
organik meskipun tipe dan komposisinya sangat bervariasi dimana tipe dan
komposisi sampah sangat mempengaruhi sifat-sifat sampah. Peningkatan
penggunaan bahan-bahan pembersih, deterjen dan obat-obatan akan sangat
mempengaruhi proses-proses yang terjadi dalam sampah. Limbah yang masuk ke
perairan pantai mengakibatkan perubahan kondisi fisik, kimia dan biologi
perairan. Perubahan tersebut lambat laun akan mengganggu kestabilan
ekosistem. Terganggunya kestabilan ekosistem pantai dapat mengakibatkan
terjadinya pencemaran perairan pantai (Samawi, 2007).
Salah satu cara pengelolaan sampah yang dapat ditempuh adalah dengan
penimbunan dan pemadatan secara berlapis-lapis (sanitary landfills) dengan
pertimbangan daerah-daerah ekoton tidak dijadikan sebagai lokasi pembuangan
sampah akhir dan lokasi pembuangan akhir harus jauh dari kantong-kantong air
tanah. Air yang terserap ke dalam lapisan tanah, bila melalui lapisan sampah akan
membentuk cairan yang disebut leachate yang mengandung padatan terlarut dan
zat-zat lain yang merupakan hasil perombakan bahan organik oleh mikroba.
Leachate tersebut mampu mengalir bersama air permukaan atau meresap dan
masuk ke dalam air akhirnya sampai ke perairan pesisir.
Adapun kualitas perairan untuk wisata bahari di analisis dengan
berpedoman pada baku mutu air laut yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan
Hidup melalui SK Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 tentang baku
mutu air laut, dapat dilihat pada Tabel 2.1 sebagai berikut.
Tabel 2.1 Baku mutu air laut untuk peruntukkan wisata bahari
No.

Parameter

Satuan

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

BOD
Oksigen terlarut
Amonia
pH
Kekeruhan
Suhu
Salinitas

mg/l
mg/l
mg/l
NTU
0
C
0
/∞

Baku Mutu
Air Laut
Wisata Bahari
10
>5
2
6.5-8.5
5
Alami
Alami

Sumber : Lampiran I dan II SK Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004
Tentang Baku Mutu Air Laut.

Berbagai aktivitas manusia dapat mempengaruhi kualitas perairan. Limbah
cair ataupun limbah padat yang dibuang pada permukaan tanah akan menambah
bahan-bahan kimia yang mencemari air permukaan dan air tanah hingga jarak
yang jauh dan dalam waktu yang lama. Akan tetapi, untuk wilayah pesisir dan
lautan dengan jarak yang sangat pendek sangat memungkinkan terjadinya
pencemaran yang tinggi dan sangat merugikan.

13

3

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini terdiri dari 2 tahapan, yakni dilaksanakan pada bulan
Agustus 2012 untuk survey data awal dan pada bulan Februari-Maret 2013
pengambilan data lapangan dan penelusuran data sekunder. Lokasi penelitian
adalah Pulau Liukang Loe, Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba,
Provinsi Sulawesi Selatan. Letak lokasi penelitian terletak di wilayah perairan
sebelah selatan pulau Sulawesi tepatnya pada posisi 05 38' 30.4" LS dan 120 26'
62.4" BT. Dengan batas-batas wilayah :
Sebelah utara
Sebelah timur
Sebelah selatan
Sebelah barat

: Pantai Bira
: Pulau Kambing
: Pulau Selayar
: Laut Flores

Pelaksanaan survey penelitian disesuaikan dengan tingkat kedatangan
wisatawan dimana dalam penelitian ini dilakukan pada dua periode yakni
musim puncak (peak season) dan musim kedatangan kurang (low season).
Menurut Wong (1998), peningkatan intensitas kegiatan wisata pesisir di Asia
Tenggara umumnya terjadi pada musim panas (bulan Mei sampai
September). Letak lokasi dan stasiun penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.
3.2 Jenis dan Sumber Data Penelitian
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini dan
pertimbangan kondisi wilayah penelitian, maka penelitian ini dilakukan dengan
metode survey dan studi literatur dimana data bersumber dari data primer yakni
data yang dikumpulkan melalui observasi dan pengukuran langsung di lapangan
dan data sekunder yang bersumber dari instansi terkait dengan pengelolaan Pulau
Liukang Loe sebagai kawasan wisata bahari. Adapun objek dalam penelitian ini
yakni terkait dengan aktivitas wisata bahari antara lain ekosistem terumbu karang
untuk aktivitas wisata selam dan snorkling, pantai berpasir putih untuk wisata
pantai serta kualitas perairan kaitannya dengan daya dukung ekologi. Adapun
jenis data yang dibutuhkan, sumber dan metode pengumpulan data dapat dilihat
pada Tabel 3.1 sebagai berikut.

14

Gambar 3.1 Peta Lokasi dan Stasiun Penelitian di Pulau Liukang Loe Kabupaten Bulukumba

15

Tabel 3.1 Jenis data yang dibutuhkan, sumber data dan metode pengumpulan data
No.
A.

B.

C.

D

Parameter

Stasiun
1,….dst

Fisika-Kimia-Biologi
1. BOD (mg/l)
2. Oksigen terlarut (mg/l)
3. Amonia (mg/l)
4. pH
5. Salinitas (0/∞)
6. Suhu (0 C)
7. Kekeruhan (NTU)
8. Bakteri E. coli (MPN/100 ml)

Baku Mutu

Alat/Metode

Ket.

*)

10
>5
2
6.5-8.5
Alami
Alami
5
1 000

Titrasi
DO meter
Spektrofotometer
pH meter
Refraktometer
Termometer
Turbidimeter
Titrasi

Lab.
In situ
Lab.
In situ
In situ
In situ
In situ
Data sekunder

-

Meteran/LIT

Data sekunder

-

Meteran, Waterpass,

In situ

-

-

Data sekunder
In situ
In situ

1. Kecerahan (m)
2. Kedalaman (m)

-

In situ
In situ

3.Kecepatan
arus (cm/dtk)
4. Material dasar
5. Ketersediaan air tawar

-

Secchi disk
Tali penduga &
meteran
Layang-layang arus,kompas
dan stopwatch
-

Peta

-

Analisis SIG

Citra Quickbird

Biologi/Non-Biologi
1.Tutupan
terumbu karang (%)
2. Profil pantai
- Tipe pantai (m)
- Lebar pantai (m)
- Kemiringan pantai
3. Ikan karang
4. Vegetasi pantai
5. Biota berbahaya
Hidroosanografi

In situ
In situ
In situ

Keterangan : *) = Baku mutu wisata pesisir (Kepmen Negara LH No. 51 Tahun 2004).

3.2.1. Rancangan Penelitian
Pada penelitian ini Dusun yang dijadikan tempat pengambilan contoh
adalah Dusun Ta’buntuleng dan Pasilohe. Pengambilan contoh lokasi ini
didasarkan pada keterwakilan pemanfaatan sumberdaya dan mata pencaharian
masyarakat secara dominan. Adapun kelompok masyarakat yang terambil menjadi
contoh adalah Nelayan, Tokoh Masyarakat, Pemerintah Desa dan Jasa. Sementara
untuk pengambilan contoh wisatawan, teknik pengambilan contoh dilakukan
secara accidental sampling, yaitu contoh yang diambil dari siapa saja yang
kebetulan berada/ditemui dan atau yang pernah ke Pulau Liukang Loe yang
bersedia menjadi responden.
Adapun tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.2, dimulai dengan
identifikasi potensi dan pemanfaatan sumberdaya, kesesuaian lahan untuk
ekowisata bahari, daya dukung ekologi meliputi pendekatan ruang/spasial dan
kualiats air serta rekomendasi pengelolaan keberlanjutan ekowisata bahari di
Pulau Liukang Loe.

16

Sumberdaya Pulau Liukang Loe untuk pengembangan
ekowisata bahari berkelanjutan

Masukan

Identifikasi potensi dan pemanfaatan sumberdaya Pulau
Liukang Loe

Proses
Analisis kesesuaian ekowisata bahari Pulau Liukang
Loe

Analisis daya dukung ekologi Pulau Liukang Loe
(Pendekatan ruang/spasial dan parameter kualitas
perairan)

Pengelolaan Pulau Liukang Loe untuk ekowisata bahari
berkelanjutan

Gambar 3.2 Tahapan Penelitian

Luaran

17

3.2.2. Penentuan Stasiun Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survey yang dirancang untuk
mendeskripsikan kondisi ekologis objek penelitian Pulau Liukang Loe. Variabel
penelitian antara lain inventarisasi sumberdaya dan tingkat pemanfaatan,
kesesuaian ekowisata bahari, daya dukung dengan pendekatan ruang/spasial dan
kualitas air serta rekomendasi pengelolaan keberlanjutan ekowisata bahari di
Pulau Liukang Loe.
Pengambilan contoh diambil di daerah pesisir yang dianggap bisa
mewakili kondisi kualitas perairan dan pantai Pulau Liukang Loe. Penentuan
stasiun penelitian dilakukan berdasarkan keterwakilan variabilitas kondisi ekologi.
Lokasi pengambilan contoh juga didasarkan pada keberadaan dan penyebaran
sumberdaya biofisik yang bersumber dari data sekunder dan hasil survey
lapangan. Data potensi sumberdaya penting yang diketahui dari data sekunder
maka pengamatan hanya melakukan ground check. Pengukuran parameter biofisik
perairan diukur dengan menggunakan pengukuran in situ. Sementara stasiun
sosial ekonomi berada di sebelah utara pulau (Kampung Ta’buntuleng) yang
merupakan pusat pengembangan ekowisata bahari dan sebelah tenggara pulau
(Kampung Pasilohe).
Berikut adalah pengamatan kondisi biofisik ekosistem pantai dan terumbu
karang di Pulau Liukang Loe dengan teknik observasi sebagai berikut :
1. Pantai
Pengamatan data kondisi pantai untuk peruntukan wisata pantai meliputi
parameter kemiringan pantai, tipe pantai, lebar pantai, penutupan lahan/vegetasi
pantai, kedalaman perairan, substrat dasar perairan, kecepatan arus dan
ketersediaan air tawar dilakukan dengan observ