Zoning of local marine conservation areas for marine mariculture (A case study at Pasi Island, District of Kepulauan Selayar, South Sulawesi Province)

ZONASI PERIKANAN BUDIDAYA PADA
KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH STUDI KASUS
PULAU PASI KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR,
PROVINSI SULAWESI SELATAN

NURFITRI SYADIAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUTAN
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Zonasi Perikanan
Budidaya pada Kawasan Konservasi Laut Daerah Studi Kasus Pulau Pasi
Kabupaten Kepulauan Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan” adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.

Bogor, September 2010

Nurfitri Syadiah
C252080274

ABSTRACT

NURFITRI SYADIAH. Zoning of Local Marine Conservation Areas for Marine
Mariculture (A Case Study at Pasi Island, District of Kepulauan Selayar, South
Sulawesi Province). Under direction of YUSLI WARDIATNO, AGUSTINUS M.
SAMOSIR and I WAYAN NURJAYA.

This Research was done in eastern Pasi Island, District of Kepulauan Selayar,
South Sulawesi Province. The research objective was to find method of zoning
mariculture in marine conservation area based on environmental impact and
carrying capacity fish culture with floating cage net system (biophysical data such
as water current, depth, tides, current, sedimentation rate, and water quality

characteristic were collected and analyses). ArcView version 3.3 was used for
spatial analysis the suitable area (where and how wide) for overlying floating cage
net. Environmental impact was predicted particle dispersion and benthic
community while the carrying capacity was benthic analyses using Nitrogen load.
The result indicated that 102,72 hectare can be developed for floating net cage
culture or around 10% of the total suitable area. Nitrogen loading to the water
from one unit of net cage containing10 cages with size of 3 x 3 x 3 m3; survival
rate of 80 % and density of 20 fish/m3 was predicted around 0.27-0.53 tons
N/unit/6 months. Based on the flushing time and nitrogen loading from floating
net cage itself, the suitable area could only produce 1.94 ton/net/6 months red
grouper (Plectrocopomus leopardus). The sedimentation rate at the centre of the
raft is around 9.16-26.40 g/m2day. Organic particles dispersion and deposition
reaching 8.29-86.09 m. Considering the water current which ranged 2.28-10.75
cm/s, the distance between each unit of net cage was in 150 m, to avoid
unnecessary organic load in the farm.
Key word:
Pasi Island, zoning mariculture, floating net cage, nitrogen loading,
sedimentation rate, organic particles dispersion

RINGKASAN


NURFITRI SYADIAH. Zonasi Perikanan Budidaya pada Kawasan Konservasi
Laut Daerah, Studi Kasus Pulau Pasi Kabupaten Kepulauan Selayar, Provinsi
Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh YUSLI WARDIATNO, AGUSTINUS M.
SAMOSIR dan I WAYAN NURJAYA.
Kawasan konservasi laut daerah adalah kawasan konservasi perairan di
wilayah laut yang dikembangkan oleh pemerintah daerah untuk dilindungi,
dikelola dengan sistem zonasi, dan bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan
sumberdaya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. Salah satu
pengembangan usaha mata pencaharian alternatif bagi masyarakat untuk
mengurangi tekanan terhadap terumbu karang adalah budidaya ikan dengan sistem
KJA. Pengembangan kegiatan budidaya ini memanfaatkan zona perikanan
berkelanjutan pada lokasi kawasan konservasi laut daerah (KKLD).
Pengelolaan zona budidaya sangat penting untuk memastikan bahwa
kegiatan budidaya tidak menimbulkan degradasi lingkungan dan dapat
berproduksi dalam jangka panjang. Alokasi sumberdaya perikanan budidaya yang
tidak terkendali, pengumpulan kegiatan budidaya pada satu lokasi perairan atau
skala usaha budidaya pada suatu tempat sangat tinggi, sehingga beban limbah
budidaya yang masuk ke sistem perairan akan tinggi pula. Limbah budidaya ini
berpotensi mencemari lingkungan, yang akan berdampak pada proses biologi

dalam sistem produksi perikanan budidaya, serta dampak ekologi yang lebih luas.
Penelitian mengenai zonasi perikanan budidaya pada kawasan konservasi
laut daerah ini dilaksanakan selama 4 bulan (April-Juli) di Pulau Pasi, Kabupaten
Kepulauan Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan. Aspek-aspek yang dikaji dalam
penelitian ini meliputi analisis kesesuaian lahan, analisis estimasi beban limbah
kegiatan keramba jaring apung, dan analisis jarak sebaran limbah. Adapun tujuan
dilakukannya penelitian ini adalah membuat zonasi perikanan budidaya pada
kawasan konservasi laut daerah, khususnya untuk pengembangan kegiatan usaha
budidaya perikanan sistem keramba jaring apung berdasarkan daya dukung
perairan.
Metode survei lapangan untuk mendapatkan data primer dilakukan dalam
penelitian ini. Pengumpulan data sekunder pendukung penelitian di dapat dari
berbagai laporan penelitian, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan
Selayar, Bakosurtanal dan Dishidros AL. Pemetaan kawasan yang sangat sesuai
untuk dikembangkannya budidaya perikanan sistem keramba jaring apung
menggunakan Software ArcView 3.3 dengan data masukan berupa nilai parameter
biofisik yang telah diberi bobot dan skor untuk seluruh stasiun pengamatan.
Analisis estimasi beban limbah kegiatan keramba jaring apung, dan analisis jarak
sebaran limbah dilakukan berdasarkan pada data fisik oseanografi dan Software
SMS 8.1.

Hasil analisis kesesuaian perairan untuk budidaya ikan dengan sistem
keramba jaring apung. Pada kelas ” Sesuai”, kawasannya mencakup area seluas
1.027,022 Ha. Kelas ”Tidak Sesuai” mencakup area seluas ± 542,351 Ha. Laju
sedimentasi di dasar, tengah dan permukaan perairan sekitar KJA trap berkisar
antara 9,16 – 26,40 g/m2hr. Laju sedimentasi di bawah KJA dan yang berjarak 5-

15 m lebih tinggi dibanding dengan lokasi pengamatan yang berjarak 25-50 m
dari KJA. Hal ini menandakan bahwa sedimen yang berasal dari KJA tidak
menyebar jauh dari lokasi KJA, karena kecepatan arus rataan hanya berkisar
antara 2,28 – 10,75 cm/dtk. Laju sedimentasi di bagian utara dan selatan memiliki
pola yang relatif sama. Pola penyebaran sedimen terkait dengan pola arus yang
mengarah dari utara ke selatan.
Kisaran kecepatan arus yang diukur setiap setengah jam selama 24 jam
berkisar antara 2,28 – 10,75 cm/dtk, dengan kedalaman rata-rata perairan 13,21 m.
Sedangkan untuk laju pengendapan partikel pakan maupun feses mengacu pada
hasil percobaan yang dilakukan oleh Rachmansyah (2004) yaitu 1,65 – 3,64
cm/dtk. Aplikasi formula Gowen et al., (1989) in Barg (1992) diperoleh
penyebaran partikel limbah padat mencapai jarak antara 8,29 – 86,09 m dari KJA.
Dari hasil pengamatan jumlah genus yang ditemukan sebanyak 50 genus
yang terdiri dari empat filum, yaitu filum Annelida, Arthropoda, Mollusca, dan

Echinodermata. Kepadatan tertinggi didapatkan pada stasiun keramba jaring
tancap (KJT) Selatan 50 m sebanyak 650 ind/m2, sedangkan kepadatan terendah
didapatkan pada 3 stasiun, yaitu KJA Utara 180 m, KJA Utara 15 m dan KJT
Selatan 180 m, dimana masing-masing memiliki kepadatan 100 ind/m2. Nilai
indeks keanekaragaman (H’) makrozoobenthos selama pengamatan berkisar
antara 1,5589 - 3,7193. Sedangkan nilai indeks dominansi 0,0387 – 0,6945, hal ini
menunjukan tidak adanya spesies yang mendominasi di seluruh perairan pesisir
timur Pulau Pasi.
Zonasi perikanan budidaya pada kawasan konservasi laut daerah (KKLD)
Pulau Pasi terdiri dari zona ekstensif dan zona penyangga. Distribusi spasial
lokasi dalam pengembangan budidaya ikan dalam KJA yang sesuai di KKLD
Pulau Pasi adalah seluas 1.027,022 Ha, dengan maksimum jumlah unit dan
keramba yang diperkenankan adalah 10 unit dan 100 keramba. Dengan setiap 1
unit berukuran 310 x 320 m2, sedangkan ukuran keramba yang dipakai adalah 3 x
3 x 3 m3. Dengan asumsi padat tebar 20 ekor/m3, maka pakan yang dibutuhkan
sebanyak 4,29 ton. Jumlah total loading N dari kegiatan budidaya sistem keramba
jaring apung ke perairan selama masa pemeliharaan adalah sebesar 0,53
tonN/unit/6 bulan.
Penentuan tata letak unit KJA dapat ditentukan berdasarkan dispersi
partikel organik, laju sedimentasi dan dampak bentik. Jarak teraman antar unit

adalah minimal 2 kali nilai tengah jarak terjauh penyebaran partikel. Untuk
menghindari penumpukan partikel organik di dasar KJA, maka tata letak antar
unit KJA sekitar 150 m.
Berdasarkan kepada dimensi maksimum tersebut di atas maka permukaan
laut yang akan ditempati KJA secara efektif adalah hanya 2.700 m2 saja dari
102,70 ha (102.702,2 m2). Dengan demikian tidak semua luasan perairan akan
digunakan untuk KJA, hanya akan dimanfaatkan sekitar 0,26% dari areal perairan
laut yang dicanangkan untuk zona perikanan budidaya pada kawasan konservasi
laut daerah.

Kata kunci: Pulau Pasi, zonasi perikanan budidaya, daya dukung, keramba jaring
apung, beban limbah nitrogen, laju sedimentasi, dispersi partikel
organik.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan
b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya
Tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyusun tesis dengan judul Zonasi Perikanan
Budidaya pada Kawasan Konservasi Laut Daerah Pulau Pasi, Kabupaten
Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir dan Lautan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Penelitian dan proses penyusunan tesis ini dapat berlangsung dengan baik
atas kerjasama dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada: Bapak Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M. Sc selaku
pembimbing pertama, Bapak Ir. Agustinus M. Samosir, M. Phil selaku
pembimbing kedua, dan Bapak Dr. Ir. I Wayan Nurjana, M.Sc selaku pembimbing
ketiga yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan masukan dalam
pembuatan tesis. Bapak Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M. Sc yang telah bersedia
menjadi penguji luar komisi pembimbing pada saat ujian tesis. Bapak Prof. Dr. Ir.

Mennofatria Boer, DEA selaku Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir dan Lautan berserta staf (Mba Ola, Mas Dindin dan Pa
Zaenal) yang telah memberikan pelayanan yang maksimal selama ini. Coral Reef
Rehabilitation And Management Program (COREMAP) Phase II, yang telah
membiayai dari awal hingga selesai pendidikan. Direktur Tata Ruang Laut dan
Pulau-pulau Kecil, yang telah memberikan kesempatan untuk belajar lagi. Suami
(Adipati Rahmat) dan anak-anak (Kayla dan Mikail) tercinta yang selalu
memberikan support dan motivasi dalam penyelesaian tesis. Keluarga tercinta
yang senantiasa memberikan dukungan dan do’a selama penulis menempuh
pendidikan. Regal, Irwan, Wendy, dan Ralph teman seperjuangan selama
penelitian. Indra Jaya, Chimbo, Adhyt, Ridho, dan Ardi yang telah membantu
dalam pengambilan data di lapangan. Teman-teman Sandwich WB, yang telah
menjadi teman diskusi dan memberikan masukan serta saran dalam penyusunan
tesis ini. Bang Heron Subekti, Pa Sakka dan Irsha yang telah membantu dengan
sukarela dalam pemodelan SMS. Serta personal dan lembaga yang telah
memberikan kontribusi dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis yang
tidak dapat saya sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih terdapat berbagai
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai
pihak yang bersifat membangun untuk kesempurnaan tesis ini. Semoga hasil dari

penelitian dan tesis ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2010

Nurfitri Syadiah

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang, Propinsi Jawa Barat pada
tanggal 8 Februari 1980 sebagai anak ketiga dari empat
bersaudara dari pasangan Bapak Unung Sugandi dan Ibu Yeti
Nurhayati. Penulis menyelesaikan sekolah dasar di SDN
Cimalaka III, tamat tahun 1992. SMPN I Cimalaka, tamat tahun
1995. SMAN I Sumedang, tamat tahun 1998. Pendidikan sarjana
ditempuh di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor tamat pada tahun 2002.
Pada tahun 2003 penulis lulus sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil di
Departemen Kelautan dan Perikanan dan ditempatkan di Direktorat Jenderal
Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Tahun 2008 penulis mendapat beasiswa
untuk melanjutkan pendidikan Sandwich Program Magister Sains pada Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan Universitas Bremen. Program ini
merupakan kerjasama Departemen Kelautan dan Perikanan dengan IPB Bogor,
melalui program COREMAP II WB.

ZONASI PERIKANAN BUDIDAYA PADA
KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH STUDI KASUS
PULAU PASI KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR,
PROVINSI SULAWESI SELATAN

NURFITRI SYADIAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M. Sc

Judul Tesis

: Zonasi Perikanan Budidaya pada Kawasan Konservasi
Laut Daerah Studi Kasus Pulau Pasi Kabupaten
Kepulauan Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan

Nama mahasiswa

: Nurfitri Syadiah

NRP

: C 252 080 274

Program studi

: Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Disetujui,

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M. Sc
Ketua Komisi

Ir. Agustinus M Samosir, M. Phil
Anggota Komisi

Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc
Anggota Komisi

Diketahui:

Ketua Program Studi

Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

Tanggal Ujian : 27 September 2010

Tanggal Lulus :

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..................................................................................................

xxi

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................

xxiii

DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................

xxv

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................
1.3 Tujuan dan Manfaat .................................................................................

1
2
3

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) ........................................................
2.2 Perikanan Budidaya Ramah Lingkungan ..............................................................
2.2.1 Perikanan Budidaya Laut Sistem Keramba Jaring Apung ..............
2.2.2 Ragam Kerapu Budidaya ..............................................................
2.2.3 Pemilihan Lokasi ...........................................................................
2.3 Beban Limbah Budidaya .............................................................................................
2.4 Dampak Benthik Limbah Padat KJA ......................................................
2.5 Model Hidrodinamika dan Model Adveksi - Dispersi .....................................
2.6 Daya Dukung Perairan untuk Perikanan Budidaya ...........................................

5
7
8
9
11
11
14
16
17

3. METODOLOGI PENELITIAN .........................................................................
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................
3.2 Metode Penelitian ....................................................................................
3.2.1 Bahan dan Alat Penelitian ........................................................................
3.2.2 Pengumpulan Data .......................................................................
3.2.2.1 Kualitas Air ....................................................................
3.2.2.2 Sedimen Dasar Perairan .................................................
3.2.2.3 Dispersi Limbah Padat dari KJA ...................................
3.2.2.4 Biota Perairan .................................................................
3.3 Metode Analisa Data ................................................................................
3.3.1 Analisis Kelayakan Perairan .........................................................
3.3.2 Analisis Estimasi Beban Limbah Kegiatan KJA ............................
3.3.3 Analisis Estimasi Laju Sedimentasi ....................................................
3.3.4 Analisis Dispersi Limbah Padat dari KJA ..........................................
3.3.5 Analisis Dampak Bentik Limbah Padat KJA .....................................
3.3.5.1 Kepadatan Benthos ...............................................................
3.3.5.2 Stabilitas Komunitas Makrozoobentos ................... ............
3.3.6 Estimasi Daya dukung Perairan bagi Pengembangan
Budidaya Ikan Kerapu dalam KJA ..............................................
3.3.7 Zonasi Kegiatan Budidaya KKLD ...............................................
4

KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1 Letak Geografis .................................................................................................
4.2 Aksesibilitas ......................................................................................................
4.3 Kegiatan Perikanan ...........................................................................................

xix

19
21
21
22
22
23
24
25
25
25
28
29
29
30
30
31
32
32

35
35
36

4.3.1
4.3.2
5

5

Perikanan Tangkap ...............................................................................
Perikanan Budidaya ..............................................................................

HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kelayakan Lokasi untuk Pengembangan Budidaya Ikan dengan
sistem KJA ...............................................................................................
5.1.1 Karakteristik Biofisik Perairan Pesisir timur Pulau Pasi ..............
5.1.2 Kelayakan Lokasi Budidaya sistem KJA .....................................
5.2 Estimasi Limbah dan Dampaknya .............................................................
5.2.1 Estimasi Kuantitatif Limbah Budidaya ........................................
5.2.2 Laju Sedimentasi Limbah Padat dari KJA ...................................
5.2.3 Dispersi Limbah Padat dari KJA ..................................................
5.2.4 Estimasi Dampak Bentik dari Limbah Organik ...........................
5.3 Estimasi Daya Dukung Lingkungan Perairan Pulau Pasi untuk
Pengmbangan Budidaya Ikan dalam KJA .................................................
5.3.1 Estimasi Dukung Dukung Melalui Pendekatan Beban
Limbah N .......................................................................................
5.3.2 Estimasi Daya Dukung Melelui Pendekatan
Model Hidrodinamika ..................................................................
5.3.3 Estimasi Produksi Maksimum Tahunan ........................................
5.3.4 Estimasi Kedalaman Minimal di Bawah Karamba .......................
5.4 Pengelolaan Zona Budidaya Ikan pada KKLD Pulau Pasi
Kab. Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan ..............................................
5.4.1 Zonasi Perikanan Budidaya dalam KJA pada KKLD ...................
5.4.2 Pengelolaan Kawasan Perikanan Berkelanjutan pada
KKLD ...........................................................................................

36
37

39
39
43
46
46
48
50
51
58
58
63
67
68
69
69
73

KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................................

77

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................

79

LAMPIRAN

85

..................................................................................................................

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Ragam kerapu budidaya ................................................................................

10

2

Posisi geografis stasiun pengamatan ..............................................................

19

3

Parameter lingkungan perairan, satuan dan alat pengukurannya ...................

21

4

Kriteria kelayakan lokasi untuk budidaya sistem keramba jaring apung .......

27

5

Luasan dan volume perairan pesisir timur Pulau Pasi ..................................

39

6

Flushing time perairan pesisir timur Pulau Pasi ............................................

39

7

Penilaian kondisi parameter fis-kim-bio perairan pesisir timur Pulau Pasi ...

42

8

Nilai parameter penentuan beban limbah budidaya ikan kerapu sistem KJA

47

9

Nilai hasil estimasi kuantifikasi total n dan p dari pakan yang diberikan .....

47

10 Famili dan spesies makrozoobentos yang ditemukan selama pengamatan di
pantai timur pulau pasi ..................................................................................

52

11 Jumlah spesies, kepadatan, indeks diversitas (H’), dan dominansi
makrozoobentos (D) ......................................................................................

57

12 Estimasi beban limbah maksimal kegiatan budidaya ikan dalam KJA ........

59

13 Padat penebaran benih ..................................................................................

68

xxi

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Kerangka Pemikiran Penelitian .......................................................................

4

2

Zonasi pola sebaran limbah dan dampak bentik dari limbah KJA ..................

17

3

Lokasi Penelitian di Perairan Pulau Pasi, Kab. Kepulauan Selayar, Provinsi
Sulawesi Selatan .............................................................................................

20

4

Pengukuran kualitas air di lapangan ...............................................................

23

5

Penempatan sediment trap pada stasiun pengamatan .....................................

24

6

Pengambilan sampel sedimen dengan menggunakan Petersen grab ..............

24

7

Pola Pasang surut perairan pantai timur Pulau Pasi ........................................

40

8

Korelasi pasang surut dan arus di perairan pesisir timur Pulau Pasi ..............

41

9

Sebaran mendatar parameter biofisik pada kedalaman 1 m perairan pesisir timur
Pulau Pasi : (a) Suhu, (b) Arus, (c) Kecerahan, (d) Kekeruhan, (e) pH,
(f) Salinitas, (g) Kandungan Nitrat, (h) DO, dan (i) Kedalaman ....................

44

10 Peta kesesuaian lahan perairan pantai timur Pulau Pasi untuk pengembangan
kegiatan budidaya ikan dalam KJA ................................................................

45

11 Laju Sedimentasi di dasar, tengah dan permukaan perairan sekitar KJA
selama 15 hari .................................................................................................

49

12 Laju Sedimentasi sekitar KJA di perairan Pulau Pasi, Kab. Kep. Selayar
selama 15 hari .................................................................................................

49

13 Filum penyusun struktur komunitas makrozoobentos perairan pesisir timur
Pulau Pasi ........................................................................................................

53

14 Kepadatan makrozoobentos pada setiap stasiun pengamatan .........................

54

15 Jumlah spesies makrozoobentos pada setiap stasiun pengamatan ..................

55

16 Kandungan %C-Total sedimen pada setiap stasiun pengamatan .....................

55

17 Kandungan %N-Total sedimen pada setiap stasiun pengamatan .....................

56

18 Kandungan %P-Total sedimen pada setiap stasiun pengamatan .....................

56

19 Tekstur sedimen dasar laut di kawasan budidaya Perikanan ..........................

56

20 Sebaran nitrat beberapa menit setelah pemberian pakan, 3 jam, 6 jam,
dan 9 jam setelah diberikan pakan pada saat musim barat .............................

64

21 Sebaran Nitrat beberapa menit setelah pemberian pakan a. Setelah
24 jam, b. Sebaran Nitrat dengan konsentrasi tertinggi selama 15 hari
pada saat musim barat ......................................................................................

65

22 Sebaran Nitrat beberapa menit setelah pemberian pakan, a) 13 jam,
b) 16 jam, dan c) 9 jam setelah diberikan pakan pada saat musim timur .......

66

23 Sebaran Nitrat beberapa menit setelah pemberian pakan a. Setelah

xxiii

24 jam, b. Sebaran Nitrat dengan konsentrasi tertinggi selama 15 hari
pada saat musim timur .....................................................................................

67

24 Zonasi kegiatan budidaya ikan dalam karamba jaring apung (KJA)
di Kawasan Konservasi Laut Daerah P. Pasi ...................................................

71

25 Layout desain keramba jaring apung ...............................................................

72

26 Bangunan rumah apung di lokasi KJA ............................................................

73

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Data parameter pasang surut perairan pesisir timur Pulau Pasi selama 24 jam

2

Prediksi pasang surut perairan pesisir timur Pulau Pasi pada musim barat dan
musim timur ...................................................................................................
Data parameter arus pantai sisi Pulau Pasi selama 24 jam .............................

89
91

Karakteristik biofisik lingkungan perairan pesisir timur Pulau Pasi,
Kab. Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, April 2010 ...............................

93

Skoring kesesuaian lahan berdasarkan lokasi perairan pesisir timur
Pulau Pasi, Kab. Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan .................................

95

Laju sedimentasi di dasar, tengah, dan permukaan perairan sekitar KJA
selama 15 hari ...............................................................................................

103

Komposisi jenis dan kepadatan makrozoobentos pada kawasan
pengembangan budidaya ikan di pesisir timur pulau Pasi ............................

105

8

Spesies makrozoobenthos di pesisir timur Pulau Pasi ..................................

107

9

Analisa sampel sedimen perairan pesisir timur Pulau Pasi (Lab Nutrisi dan Lab
Tanah BRPBAP & Lab Tanah, Deptan) .......................................................
109

3
4
5
6
7

xxv

87

I. PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Dewasa ini paradigma kawasan konservasi telah bergeser. Jika semula

fungsi kawasan konservasi adalah untuk melindungi keanekaragaman sumber
daya alam, kini kawasan konservasi juga telah menjadi kawasan serba guna
dengan prinsip pengelolan terpadu. Kawasan konservasi perairan menurut
Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2007 adalah kawasan konservasi perairan
yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, dan bertujuan untuk mewujudkan
pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. Dalam
pengembangannya, kawasan konservasi perairan di wilayah laut

yang

dikembangkan oleh pemerintah daerah disebut sebagai Kawasan Konservasi Laut
Daerah (KKLD).
Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar menetapkan Pulau Pasi
sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah dengan SK BUPATI No. 03. A Tahun
2009 tentang penetapan KKLD Kabupaten Kepulauan Selayar, namun belum
terbentuk zona-zona pengelolaan. Penetapan KKLD melalui pengaturan zonasi
merupakan upaya dalam memenuhi hak masyarakat, khususnya nelayan. Dalam
pengelolaan KKLD, masyarakat diberikan ruang pemanfaatan untuk perikanan
(zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan maupun zona lainnya), seperti
untuk budidaya dan penangkapan ramah lingkungan maupun pariwisata bahari
dan lain sebagainya.
Salah satu pengembangan usaha mata pencaharian alternatif bagi
masyarakat untuk mengurangi tekanan terhadap terumbu karang adalah budidaya
ikan dengan sistem KJA. Pengembangan kegiatan budidaya ini memanfaatkan
zona perikanan berkelanjutan pada lokasi kawasan konservasi laut daerah
(KKLD). Kegiatan budidaya ini diawali dengan pembuatan satu demplot
percontohan KJA yang diprakarsai oleh Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanlut)
Kabupaten Selayar. Beberapa keunggulan ekonomis usaha budidaya ikan dalam
KJA adalah : 1) Menambah efisiensi penggunaan sumberdaya; 2) Melakukan
pengurungan pada suatu badan perairan dan meningkatkan produksi ikan melalui
pemberian pakan; 3) Menjamin nilai pendapatan yang lebih teratur bagi nelayan,

2

dibandingkan dengan hanya bergantung pada usaha penangkapan (Galapitage,
1986).
Perkembangan kegiatan budidaya ikan dalam KJA di Pulau Pasi belum
memperlihatkan

kondisi

yang

menggembirakan.

Nelayan

masih

sangat

bergantung kepada pengalaman kerja dan informasi yang kurang akurat. Kendala
ini mengakibatkan tingginya tingkat mortalitas ikan dan sering rusaknya kontruksi
KJA akibat penempatan yang kurang tepat. Selain itu, nelayan juga dalam
memilih lokasi KJA masih belum mempertimbangkan faktor kesesuaian lahan,
baik dari segi daya dukung lingkungan maupun peruntukkan wilayahnya.
Saat ini, faktor yang menjadi penentu dalam penentuan lokasi adalah
keamanan dan kemudahan aksesibilitas, sehingga nelayan menempatkan KJA
tidak

jauh

dari

permukimannya.

Hal

ini

menjadi

kendala

dalam

pengembangannya, 1) tidak cukup area untuk pengembangan lebih lanjut, 2)
menyebabkan pencemaran lingkungan yang berasal dari metabolisme ikan dan
sisa ikan rucah. Penumpukan KJA pada satu lokasi akan memberikan dampak
negatif yaitu terjadinya penumpukan sedimen dari limbah KJA. Limbah ini yang
akan merubah kestabilan ekosistem di sekitarnya, yang pada akhirnya menurukan
produksi budidaya.
Penelitian mengenai Zonasi Budidaya Ikan pada Kawasan Konservasi
Laut Daerah Studi Kasus Pulau Pasi Kabupaten Kepulauan Selayar, Provinsi
Sulawesi Selatan ini berupaya menghasilkan masukan dalam pemilihan lokasi
yang memenuhi persyarataan teknis, proposional dan sesuai dengan daya dukung
lingkungan perairannya.
1.2

Perumusan Masalah
Pengelolaan zona budidaya sangat penting untuk memastikan bahwa

kegiatan budidaya tidak menimbulkan degradasi lingkungan dan dapat
berproduksi dalam jangka panjang. Permasalahan yang akan timbul apabila
pemilihan lokasi budidaya tidak tepat adalah terganggunya keseimbangan
ekosistem perairan dan tata ruang, serta terjadinya degradasi kualitas lingkungan
perairan yang pada akhirnya akan menyebabkan kegagalan usaha dan investasi
budidaya.

3

Alokasi

sumberdaya

perikanan

budidaya

yang

tidak

terkendali,

pengumpulan kegiatan budidaya pada satu lokasi perairan atau skala usaha
budidaya pada suatu tempat sangat tinggi, sehingga beban limbah budidaya yang
masuk ke sistem perairan akan tinggi pula. Limbah budidaya ini berpotensi
mencemari lingkungan, yang akan berdampak pada proses biologi dalam sistem
produksi perikanan budidaya, serta dampak ekologi yang lebih luas. Sehingga
jumlah unit budidaya (KJA) yang dioperasikan harus dikendalikan. Berdasarkan
permasalahan tersebut, maka sangatlah penting untuk merencanakan suatu usaha
kegiatan budidaya, terutama dalam menentukan lokasi yang sesuai untuk
budidaya ikan dalam KJA dan estimasi daya dukung lingkungan perairan.
Dasar utama untuk mengestimasi daya dukung lingkungan perairan adalah
pemahaman terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi limbah yang
dihasilkan oleh kegiatan budidaya. Nilai estimasi ini akan menjadi acuan dalam
banyak unit budidaya (KJA) maksimal yang diperbolehkan beroperasi pada suatu
perairan. Hal ini menjadi dasar bagi pengelolaan zonasi perikanan budidaya dalam
kawasan konservasi laut daerah (Gambar 1).
1.3. Tujuan Dan Manfaat
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
a.

Menentukan lokasi perairan yang sesuai untuk pengembangan kegiatan
budidaya ikan dalam KJA;

b.

Mengestimasi secara kuantitatif limbah organik N dan P dari kegiatan
budidaya ikan serta dampaknya terhadap lingkungan perairan;

c.

Mengestimasi daya dukung lingkungan perairan bagi pengembangan
budidaya ikan.

d.

Pengelolaan zona kegiatan budidaya ikan pada kawasan konservasi laut
daerah Pulau Pasi Kab. Kepulauan Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan
Hasil kajian ini diharapkan dapat dijadikan bahan informasi tentang

kawasan yang sesuai untuk budidaya ikan laut dalam KJA, daya dukung
lingkungan, dan juga sebagai bahan masukan bagi pihak terkait terutama
pemerintah daerah dalam upaya menetapkan kebijakan rencana zonasi wilayah

4

pesisir dan pulau-pulau kecil dan pemberian hak pengusahaan perairan pesisir,
khususnya untuk kegiatan budidaya ikan laut dalam KJA.

Data Sekunder

Data Primer

Instansional

Peta Dasar

Lapangan

Peta/Data Tematik
Kriteria Kesesuaian
Perairan
Analisis Spasial

Peta Kesesuaian Budidaya Ikan
sistem KJA
Analisis Daya
Dukung
Kapasitas Produksi
Maksimal

Estimasi Limbah
Budidaya
Analisis Alokasi SD
Perikanan Budidaya

Dispersi Limbah
KJA
Dampak Bentik

Kedalaman
Maksimal

Pengelolaan Zona Perikanan
Berkelnajutan pada KKLD

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD)
Kawasan konservasi perairan atau kawasan konservasi laut adalah kawasan

perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan
pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan.
Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah didasarkan pada prinsip-prinsip
pencegahan

tangkap

lebih

(over

fishing),

pengaturan

penggunaan

alat

penangkapan ikan, cara penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan yang ramah
lingkungan, pengelolaan berbasis masyarakat, pertimbangan kearifan lokal, dan
pertimbangan bukti ilmiah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun
2007 tentang Konservasi Sumber daya Ikan.
Pemanfaatan Kawasan Konservasi Laut Daerah diprioritaskan untuk
melindungi potensi perikanan dan kelautan dari eksploitasi berlebihan dan untuk
menjamin ketersediaan sumber daya laut secara berkelanjutan demi peningkatan
kesejahteraan masyarakat, pengembangan budidaya perikanan yang ramah
lingkungan, pengembangan pariwisata bahari yang memberi manfaat secara
langsung kepada masyarakat, serta konservasi terumbu karang, mangrove, padang
lamun, penyu, paus dan keanekaragaman hayati laut yang potensial dan semakin
terancam.
Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) diatur dengan sistem
zonasi, yakni: zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan, dan
zona lainnya (Undang – Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan
Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan),
dengan penjelasan sebagai berikut :
a.

Zona inti (core zone atau sanctuaries)
Habitat yang mempunyai nilai konservasi yang sangat tinggi dan sangat

rentan. Tidak ada kegiatan yang ekstraktif diijinkan dalam zona inti. Zona inti
sudah diidentifikasi sebagai daerah perlindungan laut (DPL) sebelum batas
kawasan terluar ditetapkan. Zona ini ditempatkan pada zona yang mempunyai
keanekaragaman hayati yang tinggi. Zona inti hanya diperuntukan bagi
perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan, penelitian, serta pendidikan.

6

b.

Zona Perikanan Berkelanjutan
Zona ini merupakan zona yang memiliki nilai konservasi, tetapi dapat

bertoleransi dengan pemanfaatan oleh pengguna (nelayan dan pembudidaya), dan
juga zona yang berpotensi untuk berbagai pemanfaatan yang ramah lingkungan.
Zona Perikanan Berkelanjutan diperuntukan bagi : perlindungan habitat dan
populasi ikan, penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan,
budidaya

ramah

lingkungan,

pariwisata

dan

rekreasi,

penelitian

dan

pengembangan, serta pendidikan.
c.

Zona Pemanfaatan Terbatas
Zona pemanfaatan akan ditentukan supaya selaras dengan berbagai

pemanfaatan yang ada dalam kawasan dan sesuai denga tujuan KKLD. Kegiatan
yang dapat dilakukan dalam Zona Pemanfaatan adalah kegiatan yang nonperikanan komersial, seperti : olah raga air, wisata bahari, recreational fishing,
penelitian, pendidikan, dan zona khusus untuk perlindungan. Zona pemanfaatan
dapat juga berfungsi sebagai penyangga kawasan, untuk menjaga proses-proses
ekologis yang ada dalam kawasan. Zona Pemanfaatan diperuntukan bagi :
perlindungan habitat dan populasi ikan, pariwisata dan rekreasi, penelitian dan
pengembangan, serta pendidikan.
d.

Zona lainnya sesuai dengan karakteristik dan peruntukannya
Zona ini merupakan zona peruntukan yang tidak termasuk dalam ke tiga

zona di atas. Misalnya zona khusus untuk pelabuhan yang ada dalam kawasan
konservasi, yaitu suatu ‘enclave’. Zona yang mempunyai aturan sendiri dalam
pengelolaannya. Berdasarkan penjelasan PP KSDI, zona lain merupakan zona di
luar zona inti, zona perikanan berkelanjutan, dan zona pemanfaatan yang karena
fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu.
Berdasarkan Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah
No. 60 Tahun 2007 serta Permen Men KP No. 02 Tahun 2009, Pemerintah
daerah diberi kewenangan dalam mengelola kawasan konservasi di wilayahnya.
Pengaturan zona dan perkembangan desentralisasi dalam pengelolaan kawasan
konservasi, harus mengakomodir hak-hak tradisional masyarakat. Masyarakat
diberikan ruang pemanfaatan untuk perikanan di dalam kawasan konservasi (zona
perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan maupun zona lainnya). Peran serta

7

masyarakat diwadahi melalui kemitraan antara unit organisasi pengelola dengan
kelompok masyarakat dan/atau masyarakat adat, lembaga swadaya masyarakat,
korporasi, lembaga penelitian, maupun perguruan tinggi.
2.2

Perikanan Budidaya Ramah Lingkungan
Berdasarkan Kepmen KP No. 02/Men/2007 tentang Cara budidaya ikan

yang baik adalah cara memelihara dan/atau membesarkan ikan serta memanen
hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol sehingga memberikan jaminan
keamanan pangan dari pembudidayaan dengan memperhatikan sanitasi, pakan,
obat ikan, dan bahan kimia, serta bahan biologis.
Saat ini, terdapat 2 (dua) sistem kegiatan budidaya ikan laut yang
dikembangkan di kawasan konservasi, yaitu : keramba jaring tancap (KJT) dan
keramba jaring apung (KJA). Dimana setiap sistem memiliki perbedaan dalam
pengelolaan areal budidaya, ukuran benih, kepadatan benih, dan pemberian pakan.
Perbedaan ini ditentukan oleh spesies yang dibudidayakan, keahlian
pembudidaya, dan kemampuan keuangan. Berdasarkan hasil penelitian Nga et al.
(2002a & 2002b), memperlihatkan adanya dua tipe kegiatan perikanan budidaya,
yaitu :
a. Keramba jaring tancap (KJT) dicirikan dengan investasi awal rendah,
kelangsungan hidup rendah, serta efisiensi ekonomi rendah. Suatu keramba
yang terbuat dari kerangka jaring di luar dan dalam. Bingkai, dengan bentuk
persegi atau persegi panjang, terbuat dari besi, bambu, atau kayu. Keramba
ini terbagi menjadi beberapa kompartemen dengan luas areal 6-16
m2/keramba. Keramba dipasang di dasar laut. Biasanya terdapat jarak antara
keramba satu dengan lainnya, sekitar 20-50 m (Nga et al. 2002a).
b. Keramba jaring apung (KJA) dicirikan oleh investasi yang lebih mahal, tapi
menghasilkan tingkat kelangsungan hidup tinggi, serta efisiensi ekonomi
yang lebih tinggi. KJA diletakkan bersama-sama dari keramba kecil yang
terpisah dengan bentuk persegi atau persegi panjang, I unit budidaya (rakit)
rata-rata terdiri dari 4 keramba. Rakit dengan jangkar, agar tetap mengapung
di atas permukaan air dipasang pelampung dan bingkai kayu. Rata-rata luas
permukaan keramba kecil di Dam Bay dan di Bich Dam adalah 15,9 m2 dan

8

10,8 m2, dengan masing-masing ukuran rakit apung 56,4 m2 atau 44,9 m2
(Nga et al. 2002b).
Berdasarkan hasil observasi Kinh (2004) pada tahun 2002, dari 29%
pembudidaya lokal, sekitar 55% melaksanakan kegitan budidaya dengan tipe KJT.
Berdasarkan hasil ini juga diperoleh bahwa kepemilikan keramba oleh pendatang
lebih tinggi dibandingkan penduduk lokal pulau. Kegiatan budidaya dalam KJA
yang intensif memerlukan investasi yang lebih tinggi. Banyak pembudidaya
setempat menyatakan bahwa mereka tetap lebih suka KJT karena mereka lebih
murah. KJA kebanyakan dimiliki oleh orang-orang yang tinggal di luar kawasan
konservasi.
2.2.1 Perikanan Budidaya Laut Sistem Keramba Jaring Apung (KJA)
Dirjen perikanan (2001) mendefinisikan keramba jaring apung (KJA)
sebagai tempat pemeliharaan ikan yang terbuat dari bahan jaring yang
memungkinkan keluar masuknya air dengan leluasa, sehingga terjadi pertukaran
ke perairan sekitarnya. Komponen-komponen keramba jaring apung terdiri dari
kerangka atau bingkai, pelampung, jangkar, pemberat jaring, penutup kantung
jaring, bangunan fisik dan peralatan pendukung lainnya.
Teknologi budidaya ikan dalam KJA telah lama dikenal oleh masyarakat
Indonesia. Menurut Ismail et al. (1996), teknologi ini sudah diterapkan para petani
di Indonesia sejak tahun 1940 di beberapa sungai besar dan perairan waduk.
Kemudian dalam perkembangannya di tahun 1976, mulai dilakukan adopsi
terhadap teknik dasar budidaya dengan menggunakan jaring apung yang
dilakukan oleh petani di sekitar waduk Jatiluhur.
Di tahun 1998, budidaya khususnya budidaya ikan dalam KJA tersebut
mulai dikembangkan di perairan pesisir. Menurut Rachmansyah et al. (1997),
budidaya perikanan dengan sistem keramba jaring apung memiliki keunggulan
komperatif diantaranya:
a.

Efisien dalam penggunaan perairan dengan tingkat produktivitas tinggi
dibandingkan tambak, tidak memerlukan pematang, saluran air dan
pengoperairan perairan sehingga dapat mengurangi biaya produksi.

b.

Unit usaha dapat ditentukan sesuai kemampuan modal dengan menggunakan
bahan rakit sederhana sesuai bahan yang tersedia di sekitar lokasi budidaya.

9

c.

Mudah dipantau karena wadah budidaya yang relatif terbatas, terhindar dari
pemangsa dan mudah melakukan pemanenan.

d.

Tidak memerlukan pengelolaan kualitas air, karena adanya gerakan pasut
sehingga efisien dalam biaya produksi.

e.

Produksi mudah dicapai oleh armada penangkapan tuna dan cakalang sebagai
sarana pemasaran.
Untuk keberhasilan dan kesinambungan usaha budidaya ikan dalam KJA,

terdapat beberapa aspek penting yang harus dipertimbangkan yaitu pemilihan
lokasi, konstruksi KJA, ketersediaan benih, pembesaran ikan budidaya (padat
tebar, pakan dan cara pemberian pakan), perawatan keramba, pengendalian hama
penyakit dan pemasaran (Rochdianto 1996 dan Sunyoto 1993).
Beberapa faktor non teknis yang ikut andil dalam menentukan usaha
budidaya ikan dalam KJA, meliputi: 1) Dekat dengan daerah sumber benih ikan
yang akan dibudidayakan; 2) Infrastruktur jalan cukup tersedia sehingga akses
menuju lokasi dalam mobilisasi benih dan hasil panen dapat terjamin; 3)
Terdapatnya sumber listrik untuk penerangan lokasi budidaya dalam kaitannya
dengan keamanan, kemudahan operasional pemeliharaan ikan dan kenyamanan
pekerja; 4) Tenaga kerja tersedia dengan cukup; 5) Kebijakan pemerintah daerah
setempat dengan perangkat peraturan dan intensif bagi pengembangan usaha
budidaya ikan dalam KJAyang ramah lingkungan (Sunyoto 1993 dan Wardana,
1999).
2.2.2 Ragam Kerapu Budidaya
Jenis-jenis ikan laut yang dapat dibudidayakan dipilih berdasarkan potensi
sumber daya yang ada jenis ikan yang sudah umum dibudidayakan serta
teknologinya yang sudah dikuasai sendiri, guna untuk menghindari resiko
kegagalan yang besar. Ikan kerapu di Indonesia terdiri atas 7 genus, yaitu
Aethaloperca,

Anyperodon,

Cephalopholis,

Chromileptes,

Epinephelus,

Plectropomus, dan Variola. Dari 7 genus tersebut umumnya hanya genus
Chromileptes, Plectropomus, dan Epinephelus yang termasuk komersial terutama
untuk pasaran internasional (Table 1).

10

Tabel 1. Ragam Kerapu Budidaya.
No
1.

Nama Kerapu
Kerapu
bebek/tikus
(Chromileptes
altivelis)
dipasaran
internasional
disebut Polka dot
grouper.

2.

Kerapu
sunuk/sunu/lodi
(Plectropomus
spp)
dikenal sebagai
Coral trout.

3.

Kerapu
lumpur/balong/
estuary grouper
(Epinephelus
spp).

4.

Kerapu
macan/ flower /
carped cod
(Epinephelus
fuscoguttatus).

Sumber : Sudrajad (2008)

Tanda/ ciri yang dimiliki
• Bentuk tubuh pipih warna dasar abu-abu dan terdapat
bintik-bintik hitam.
• Pada ikan muda bintik-bintik ini lebih besar dan lebih
sedikit.
• Kepalanya kecil dengan moncong meruncing.
• Hidup di perairan berkarang, yang masih baik maupun
yang sudah rusak atau agak berlumpur.
• Dapat ditangkap dengan bubu atau jaring.
• Ikan ini dapat dipelihara di KJA, dibak maupun
ditambak
• Ukuran konsumsi 0,5-2 kg. Ukuran muda dijadikan
ikan hias.
• Tergolong ikan mahal dibandingkan kerapu lain
• Bentuk memanjang dan agak gilik.
• Warna bisa berubah tergantung kondisi, merah atau
kecoklatan.
• Tubuhnya berbintik-bintik warna biru dengan tepi
gelap.
• Mempunyai 6 pita berwarna gelap, memiliki bintik
berwarna seragam, kadang-kadang tidak seragam.
• Lokasi yang cocok untuk kerapu sunu diantaranya,
kisaran salinitas 30-350/00 dan bersuhu 27-320C.
• Hidup diterumbu karang pada kedalaman 5-50 m.
• Ukuran konsumsi 0,5 - 2 kg
• Bentuknya memanjang dan gilik.
• Warna dasar abu-abu muda dengan bintik-bintik, ada
yang berbintik coklat dengan 5 pita vertikal warna
gelap.
• Habitatnya : terdapat banyak lumpur, muara sungai
dengan kisaran salinitas 15-300/00, suhu air 24-310C.
• Pertumbuhannya paling cepat dan benihnya tersedia.
• Ukuran konsumsi 400 - 1200 gram.
• Bentuknya seperti kerapu lumpur tetapi badanya lebih
tinggi.
• Bintik-bintik pada tubuhnya gelap dan rapat sirip dada
berwarna kemerah-merahan. Sirip lain mempunyai tepi
coklat kemerahan.
• Habitatnya di karang, sehingga disebut ikan karang.
• Hidup dan tumbuh pada salinitas 22-320/00, suhu air 26310C.
• Ukuran konsumsi 400 - 1200 gram.

11

Dari beberapa jenis ikan kerapu komersial tersebut, ikan kerapu sunu atau
kerapu merah (Plectrocopomus leopardus) dan ikan kerapu lumpur jenis
Epinephelus suillus yang banyak dibudidayakan oleh karena jenis ikan ini ternyata
pertumbuhannya lebih cepat daripada jenis ikan kerapu lainnya, dan benihnya
selain diperoleh dari alam (penangkapan) juga sudah dapat diadakan dengan cara
pemijahan dalam bak, sedangkan ikan kerapu lainnya sulit dipijahkan dengan
berhasil, sehingga pengadaan benihnya harus diambil dari alam (Sunyoto 1993).
2.2.3 Pemilihan Lokasi
Ketepatan pemilihan lokasi adalah salah satu faktor yang menentukan
keberhasilan usaha budidaya ikan laut. Karena laut yang dimanfaatkan sebagai
perairan budidaya merupakan wilayah yang penggunaannya melibatkan sector
lain (Common property) seperti; perhubungan, pariwisata, dan lain-lain, maka
perhatian terhadap persyaratan lokasi tidak hanya terbatas pada faktor-faktor yang
berkaitan dengan kelayakan teknis budidaya melainkan juga factor kebijaksanaan
pemanfaatannya dalam kaitan dengan kepentingan lintas sektor.
Dalam

kaitan

dengan

hal

tersebut,

Departemen

Pertanian

telah

mengeluarkan Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Budidaya Laut (SK. Mentan
No. 473/Kpts./Um/7/1982). Agar pemilihan lokasi dapat memenuhi persyarataan
teknis sekaligus terhindar dari kemungkinan pengaruh penurunan daya dukung
lingkungan akibat pemanfaatan perairan di sekitarnya oleh kegiatan lain.
2.3

Beban Limbah Budidaya
Budidaya ikan dalam KJA merupakan usaha perikanan yang dapat

dikembangkan secara intensif dan ekstensif, dengan pemberian pakan tambahan
(umumnya pakan buatan). Pemberian pakan tambahan dalam budidaya KJA
menyebabkan akumulasi limbah organik yang berasal dari pakan yang tidak
termakan dan sisa ekskresi.
Sisa pakan yang tidak termakan dan ekskresi yang terbuang ke badan air
memberi sumbangan bahan organik, yang mempengaruhi tingkat kesuburan
(eutrofikasi) dan kelayakan kualitas air bagi kehidupan ikan budidaya. Beberapa
hasil penelitian melaporkan bahwa perikanan budidaya intensif dan pengkayaan
nutrien berdampak potensial pada perubahan kualitas air (Philips et al. 1993 dan

12

Boyd 1999). Mc Donad et al. (1996) menyatakan bahwa 30% dari jumlah pakan
yang diberikan tertinggal sebagai pakan yang tidak dikonsumsi dan 25-30% dari
pakan yang dikonsumsi akan diekskresikan. Ini berarti jumlah yang cukup besar
masuk ke badan air. Selanjutnya Barg (1992) menyatakan partikel bahan organik
akan mengendap di sekitar lokasi KJA jika kecepatan pengendapan partikel jauh
lebih besar dari pada kecepatan arus.
Kuantitas dan komposisi dari makanan yang tidak dimakan dan feses yang
dihasilkan oleh ikan peliharaan tergantung pada sejumlah faktor termasuk
diantaranya jenis pakan (basah dan kering), jumlah ikan yang dipelihara disetiap
keramba, kesehatan ikan yang dipelihara (ikan yang sakit cendrung kekurangan
selera makan), frekuensi pemberian pakan, jenis metode pemberian pakan dan
rasio konversi makanan. Tidak seperti kegiatan peternakan, budidaya ikan tidak
memerlukan pengelolaan limbah.
Kegiatan budidaya ikan laut, keramba dibatasi oleh jaring yang memiliki
ukuran mata jaring tertentu. Buangan limbah dari kegiatan budidaya dikeluarkan
langsung ke lingkungan perairan sekitarnya. Besarnya dampak ekologi dari
limbah tersebut terhadap lingkungan akan tergantung pada: 1) ukuran unit
keramba yang beroperasi (jumlah keramba yang beroperasi); 2) kepadatan ikan
untuk setiap keramba; 3) durasi pengoperasian keramba pada suatu tempat; 4)
kondisi fisik dan oseanografi yang berkaitan dengan tempat kegiatan keramba
berlangsung; 5) biota yang menghuni kawasan tersebut; dan 6) kapasitas
assimilasi dari lingkungan di tempat kegiatan keramba (Milewski 2001).
Pendekatan estimasi beban limbah budidaya yang diterapkan dalam studi ini
mengacu pada penelitian sebelumnya (Usman et al. 2001). Limbah kegiatan
budidaya yang dijadikan dasar perhitungan dalam kajian ini adalah limbah
budidaya ikan kerapu dalam KJA. Hal ini didasarkan pada waktu pemeliharaan
hingga waktu pemanenan yang lebih lama yaitu sekitar 6 bulan serta limbah yang
dihasilkan berupa feses lebih besar dibandingkan dengan limbah dari komoditas
ikan budidaya lain.
Pengaruh banyaknya masukan nutrien pada b