Karakteristik Papan Partikel Tanpa Perekat dari Serat Sabut Kelapa dengan Perlakuan Oksidasi, Penambahan Parafin dan Waktu Kempa

KARAKTERISTIK PAPAN PARTIKEL TANPA PEREKAT
DARI SERAT SABUT KELAPA DENGAN PERLAKUAN
OKSIDASI, PENAMBAHAN PARAFIN DAN WAKTU KEMPA

YATI HARDIYANTI HARIS

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Papan
Partikel Tanpa Perekat dari Serat Sabut Kelapa dengan Perlakuan Oksidasi,
Penambahan Parafin dan Waktu Kempa adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Yati Hardiyanti Haris
NIM F34100023

ABSTRAK
YATI HARDIYANTI HARIS. Karakteristik Papan Partikel Tanpa Perekat dari
Serat Sabut Kelapa dengan Perlakuan Oksidasi, Penambahan Parafin dan Waktu
Kempa. Dibimbing oleh NASTITI SISWI INDRASTI.
Penelitian pembuatan papan partikel tanpa perekat dari serat sabut kelapa ini
dilakukan sebagai upaya pemanfaatan bahan baku alternatif di industri perkayuan
yang semakin terbatas dan mengurangi perekat sintetis yang mencemari
lingkungan seperti urea formaldehid (UF). Adanya parafin diharapkan dapat
membuat sifat fisik papan partikel lebih baik. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui karakteristik papan partikel tanpa perekat dari serat sabut kelapa
berdasarkan standar papan partikel JIS A 5908:2003 serta mengetahui pengaruh
oksidasi, penambahan parafin dan waktu kempa terhadap karakteristik papan
partikel. Metode Oksidasi ini dilakukan dengan penyemprotan hidrogen peroksida
(15%) dan ferosulfat (7.5%), waktu kempa 10 menit dan 20 menit pada suhu 180

ºC dengan tekanan 25 kgf/cm2. Hasil uji kerapatan (0.44-0.56 g/cm3), kadar air
(5.94-10.08%) semua perlakuan memenuhi standar. Hasil uji kuat pegang sekrup
(19-80 kgf) hanya kombinasi dengan perlakuan oksidasi yang memenuhi standar.
Hasil uji pengembangan tebal hanya kombinasi perlakuan oksidasi dengan parafin
0.5% dan tanpa parafin pada waktu kempa 20 menit (8% dan 12%) yang
memenuhi standar. Hasil uji yang tidak sesuai standar JIS adalah parameter kuat
rekat internal (IB), kekuatan lentur (MOE) dan keteguhan patah (MOR).
Kata kunci: JIS A 5908:2003, oksidasi, papan partikel, parafin, serat sabut kelapa,
waktu kempa

ABSTRACT
YATI HARDIYANTI HARIS. Characteristics of Binderless Particleboard from
coconut fiber with Oxidation Treatment, Additional Paraffin and Pressing Time.
Supervised by NASTITI SISWI INDRASTI.
Manufacture of binderless particleboard from coconut fiber research was
done as an effort to use alternatives raw materials in timber industry which has
become limited and to reduce adhesives synthetic that has pollute the environment
such as urea formaldehyde (UF). Paraffin was expected to make the physical
properties of particleboard better. The purpose of this research was to know the
characteristics of binderless particleboard from coconut fiber based on

particleboard standard JIS A 5908:2003 and determine the influence of oxidation
treatment, additional paraffin and time of pressing on the characteristics of
particleboard. Oxidation method was done by spraying hydrogen peroxide (15%)
and ferrosulfate (7.5%), 10 minutes of pressing and 20 minutes at temperature
180 ºC with a pressure of 25 kgf/cm2. The results: density (0.44-0.56 g/cm3),
moisture content (5.94-10.08%), all treatment met the standards. The results of
strong hold spanner (19-80 kgf): only combination of oxidation treatment that met
the standards. The result of thickness swelling: only combination of oxidation
treatment, paraffin 0.5% and without paraffin with 20 minutes of pressing (8%
and 12%) met the standards. In conclusion for all the treatment, the one that
didn’t meet JIS standard: Internal Bond (IB), Modulus of Elasticity (MOE) and
Modulus of Rupture (MOR).
Keywords: coconut fiber, JIS A5908:2003, oxidation, paraffin, particleboard,
pressing time

KARAKTERISTIK PAPAN PARTIKEL TANPA PEREKAT
DARI SERAT SABUT KELAPA DENGAN PERLAKUAN
OKSIDASI, PENAMBAHAN PARAFIN DAN WAKTU KEMPA

YATI HARDIYANTI HARIS


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Karakteristik Papan Partikel Tanpa Perekat dari Serat Sabut Kelapa
dengan Perlakuan Oksidasi, Penambahan Parafin dan Waktu
Kempa
Nama
: Yati Hardiyanti Haris
NIM
: F34100023


Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah papan
partikel, dengan judul Karakteristik Papan Partikel Tanpa Perekat dari Serat Sabut
Kelapa dengan Perlakuan Oksidasi, Penambahan Parafin dan Waktu Kempa.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi

Indrasti selaku dosen pembimbing yang telah memberi arahan selama penelitian
dan penulisan skripsi, Teknisi dan Laboran di Laboratorium Biokomposit,
Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan, serta Laboratorium Penggergajian
Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan serta Teknisi dan Laboran di
Laboratorium Dasar Ilmu Terapan (DIT) Departemen Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor yang telah
membantu penulis selama melakukan penelitian. Terima kasih juga penulis
sampaikan kepada teman-teman sebimbingan Sutresno, Yoga Prasetyo, Dayyus
Assegaf, dan Brilliant Meliaristiani serta seluruh teman-teman Teknologi Industri
Pertanian angkatan 47 atas semangat dan bantuan yang telah diberikan selama
penulis menempuh pendidikan. Ungkapan terima kasih yang sangat besar juga
disampaikan kepada Ibunda tercinta Wiwin Suryaningsih dan Ayahanda tercinta
Aris Juarsa, serta adik-adik saya Intan Winarti Haris dan Rasyid Ridho Haris atas
segala doa dan kasih sayangnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juli 2014
Yati Hardiyanti Haris

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian


3

Ruang Lingkup Penelitian

3

METODE PENELITIAN

3

Waktu dan Tempat

3

Bahan dan Alat

3

Metode


4

Prosedur Analisis Data

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Karakteristik Sabut Kelapa

7

Sifat Fisik Papan Partikel

8

Sifat Mekanik Papan Partikel
SIMPULAN DAN SARAN


15
24

Simpulan

24

Saran

24

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

27


RIWAYAT HIDUP

36

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Delapan kombinasi perlakuan
Komposisi kimia sabut kelapa
Standar pengujian sifat fisis dan mekanis papan partikel
Nilai rata-rata kerapatan papan partikel
Nilai rata-rata kadar air papan partikel
Nilai rata-rata daya serap air papan partikel
Nilai rata-rata pengembangan tebal papan partikel
Nilai rata-rata MOE papan partikel
Nilai rata-rata MOR papan partikel
Nilai rata-rata IB papan partikel
Nilai rata-rata kuat pegang sekrup papan partikel

5
8
8
9
10
12
14
15
19
20
22

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

9

10
11
12

Diagram alir pembuatan papan partikel mengacu pada Suhasman 2011
Bentuk contoh uji mengacu pada JIS A 5908:2003
Kerapatan papan partikel dengan berbagai kombinasi perlakuan
Kadar air papan partikel dengan berbagai kombinasi perlakuan
Daya serap air papan partikel dengan berbagai kombinasi perlakuan
Pengembangan tebal papan partikel dengan berbagai kombinasi
perlakuan
MOE papan partikel dengan berbagai kombinasi perlakuan
Reaksi antara unit aromatik lignin dengan hidroksil radikal: (A) formasi
phenoksi radikal oleh abstraksi unit phenolik lignin; (B) formasi
phenoksi radikal melalui demetoksilasi; (C) Hidroksilasi cincin
aromatik. Tahap pertama reaksi adalah penambahan hidroksil radikal
pada unit aromatik
Proses ikatan yang mungkin terjadi melalui interaksi permukaan serat
yang teroksidasi. (A) Penggabungan radikal phenoksi. (B) Esterifikasi.
(C) Ikatan hidrogen. (D) Kondensasi lignin dan furfural
MOR papan partikel dengan berbagai kombinasi perlakuan
IB papan partikel dengan berbagai kombinasi perlakuan
Kuat pegang sekrup papan partikel dengan berbagai kombinasi
perlakuan

4
6
9
11
13
14
16

17

18
19
21
22

DAFTAR LAMPIRAN
1 Pengujian sifat fisik dan sifat mekanik papan partikel sesuai standar JIS
A 5908:2003
2 Hasil analisis ragam uji ANOVA dan Duncan

27
29

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tingginya penggunaan kayu sebagai bahan baku industri perkayuan
berpengaruh terhadap tingkat penebangan hutan. Konsumsi kayu dalam negeri
mencapai 80 juta m3 (Massijaya 2003). Menurut CIFOR (2007), suplai kayu dari
hutan alam hanya 22 juta m3 per tahunnya. Semakin lama persediaan kayu di
hutan akan berkurang jika tidak adanya alternatif lain yang dapat menggantikan
serat alam kayu sebagai bahan baku. Serat alam non-kayu dapat dijadikan sebagai
pengganti dari serat alam kayu tersebut. Serat alam non-kayu mempunyai
kelebihan antara lain kemudahan dipanen dalam waktu yang relatif lebih singkat
dibandingkan pohon kayu serta kemudahannya dibudidayakan.
Serat alam berlignoselulosa yang berasal dari serat alam non-kayu terdapat
melimpah yang salah satunya adalah hasil samping dari tanaman kelapa yaitu
sabut kelapa. Sabut kelapa merupakan hasil samping dan bagian terbesar dari buah
kelapa yaitu sekitar 35% dari bobot buah kelapa. Sabut kelapa mengandung
lignoselulosa yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dari serat kelapa. Serat
kelapa merupakan hasil pengolahan dari sabut kelapa yang biasa dikenal dengan
nama coco fiber. Pengolahan sabut kelapa ini dapat menghasilkan serat panjang,
serat pendek, dan debu sabut yang mempunyai fungsi masing-masing (Rindengan
et al. 1995).
Pertanaman kelapa tersebar di seluruh Kepulauan Indonesia. Pada tahun
2010, luas areal pertanaman kelapa 3.7 juta ha yang terdiri atas perkebunan rakyat
(98.14%), perkebunan besar negara (0.10%), dan perkebunan besar swasta
(1.73%). Pada tahun 2010, produksi kelapa sebesar 3.26 juta ton yang terdiri atas
perkebunan rakyat sebesar 3.18 juta ton, perkebunan besar negara 2.33 ribu ton,
dan perkebunan besar swasta 80.97 ribu ton (Direktorat Jenderal Perkebunan
2010). Penyebaran kelapa hampir di seluruh wilayah nusantara, yaitu di Sumatera
dengan areal 1.20 juta ha (32.90%), Jawa 0.903 juta ha (24.30%), Sulawesi 0.716
juta ha (19.30%), Bali, NTB, dan NTT 0.305 juta ha (8.20%), Maluku dan Papua
0.289 juta ha (7.80%), dan Kalimantan 0.277 juta ha (7.50%). Kelapa diusahakan
petani baik di kebun maupun pekarangan. Kelapa menempati areal seluas 3.70
juta ha atau 26% dari 14.20 juta ha total areal perkebunan (Supadi dan Nurmanaf
2006).
Sabut kelapa mempunyai komponen kimia yang hampir sama dengan
elemen-elemen penyusun kayu. Sabut kelapa merupakan bahan berlignoselulosa
yang mengandung hemiselulosa sebesar 8.5% ; selulosa 21.07% ; lignin 29.23% ;
pektin 14.25% dan air 26 % (Tyas 2000), sehingga dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku papan partikel. Papan partikel merupakan salah satu jenis produk
komposit yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan-bahan
berlignoselulosa lainnya, yang diikat dengan perekat atau bahan pengikat lainnya
kemudian dikempa panas (Maloney 1993). Nilai tambah yang dimiliki oleh
produk papan partikel ini yaitu dapat diekspor dibandingkan dengan produkproduk yang biasa terbuat dari sabut kelapa seperti keset, sapu ijuk dan tali. Selain
itu juga Effendi (2007) menyatakan bahwa permintaan papan partikel meningkat
sekarang ini.

2
Papan partikel biasanya menggunakan perekat sintetis seperti urea
formaldehid, melamin formaldehid atau fenol formaldehid. Perekat sintetis
tersebut dikenal dengan emisi formaldehidnya yang dapat mencemari lingkungan,
oleh karena itu pada penelitian ini memanfaatkan lignin yang terdapat pada sabut
kelapa itu sendiri sebagai perekat alami. Pemanfaatan lignin ini didasari untuk
mengurangi ketergantungan terhadap kebutuhan perekat sintetis sebagai hasil
olahan asal minyak bumi yang merupakan sumber daya tidak terbaharukan,
mengurangi pencemaran lingkungan dan menekan biaya perekat (Pizzi 1994).
Berdasarkan strukturnya yang merupakan polifenol, lignin sebagai perekat
mirip dengan resin fenol formaldehid karena keduanya mempunyai komponen
kimia yang hampir sama yaitu dari gugus fenolik, sehingga menyebabkan lignin
dapat digunakan untuk mensubstitusi fenol formaldehid. Potensi lignin sebagai
perekat telah memberikan inspirasi terhadap beberapa peneliti untuk
mengembangkan metode yang dapat mengaktifkan lignin dalam kayu secara
langsung yang diharapkan serat kayu dapat berikatan sendiri tanpa tambahan
perekat (Widsten & Kandelbauer 2008a).
Metode-metode yang telah dikembangkan antara lain adalah metode
oksidasi, metode injeksi uap panas, serta perlakuan enzimatik. Penelitian metode
oksidasi menggunakan hidrogen peroksida dan fero sulfat untuk pembuatan papan
partikel tanpa perekat dilakukan oleh Karlsson & Kandelbauer (2002). Peneliti
tersebut berhasil membuat papan partikel tanpa perekat dengan menggunakan
hidrogen peroksida dan katalis fero sulfat untuk mengaktivasi komponen lignin
partikel kayu.
Antisipasi penyerapan air dalam papan partikel memerlukan bahan
tambahan seperti parafin. Parafin mempunyai kemampuan untuk menghambat
penetrasi air pada produk jadi (Forest Products Society 2010). Hal - hal tersebut
melatarbelakangi dilaksanakannya penelitian mengenai karakteristik papan
partikel tanpa perekat dari serat sabut kelapa dengan perlakuan oksidasi,
penambahan parafin dan waktu kempa.

Perumusan Masalah
Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimana karakteristik
papan partikel dari serat sabut kelapa tanpa perekat dengan perlakuan oksidasi,
penambahan parafin dan waktu kempa apakah sudah sesuai dengan standar JIS A
5908:2003 serta SNI 03-2105-2006 dan mengetahui pengaruh oksidasi,
penambahan parafin dan waktu kempa pada karaktersitik papan partikel yang akan
diketahui dengan cara analisis data hasil percobaan dengan menggunakan
software SPSS 16.0 (trial version).

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui karakteristik papan partikel tanpa perekat dari serat sabut kelapa
berdasarkan standar papan partikel JIS A 5908:2003 dan SNI 03-2105-2006.

3
2. Mengetahui pengaruh oksidasi, penambahan parafin dan waktu kempa
pengepresan terhadap karakteristik papan.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang karakteristik dari
pembuatan papan partikel tanpa perekat yang terbuat dari serat sabut kelapa
dengan perlakuan oksidasi, penambahan parafin dan waktu kempa pengepresan
yang sesuai.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah fokus pada pengaruh perlakuan oksidasi,
penambahan parafin dan waktu kempa pengepresan yang sesuai pada pembuatan
papan partikel tanpa perekat. Perlakuan oksidasi dilakukan dengan penyemprotan
hidrogen peroksida (15% dari berat kering serat) dan fero sulfat (7.5% dari jumlah
hidrogen proksida). Perlakuan penambahan parafin yang digunakan adalah 0%
(tanpa parafin) dan 0.5%. Waktu kempa 10 menit dan 20 menit dengan suhu 180
ºC dan tekanan 25 kgf/cm2. Target kerapatan adalah 0.6 g/cm3. Dengan cara
menguji sifat fisiknya meliputi kadar air, kerapatan, daya serap air dan
pengembangan tebal serta sifat mekaniknya yang meliputi uji kuat lentur
(modulus elastisitas), uji keteguhan patah (modulus patahan), uji kuat pegang
sekrup, dan uji keteguhan rekat.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan sejak 10 Maret 2014 sampai
dengan 13 Mei 2014. Penelitian dilakukan di Laboratorium Dasar Ilmu Terapan
(DIT) Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Laboratorium Biokomposit, Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan,
Laboratorium Penggergajian Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor serta LIPI Biomaterial Cibinong.

Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah sabut kelapa.
Bahan yang digunakan untuk pengujian antara lain hidrogen peroksida, fero sulfat,
parafin dan air. Alat yang digunakan antara lain oven, desikator, timbangan
(neraca analitik), loyang, wadah bak serat, alat kempa panas (hot press), cetakan
papan ukuran 30x30 cm, spacer (penyangga), alumunium foil, alat uji mekanik
Instron Universal Testing Machine (UTM), kaliver (jangka sorong), blender drum,
kompresor, alat penyemprot, gergaji, masker dan sarung tangan.

4
Metode
Penelitian dilakukan dengan empat tahapan yaitu persiapan bahan baku,
pembuatan papan partikel, pengkondisian papan partikel dan pengujian papan
partikel. Seluruh tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Serat
Sabut

Kelapa
Pembersihan sabut
Pengecilan ukuran ± 1-2 cm
Pengeringan dengan oven ± 50 ºC

Oksidasi dengan
Hidrogen peroksida
dan fero sulfat

Tanpa oksidasi

Penambahan
parafin 0.5%

Tanpa
parafin

Penambahan
parafin 0.5%

Tanpa
parafin

Dicampur dan dimasukkan ke dalam cetakan
Dikempa panas suhu 180 ºC dan tekanan ± 25 kgf/cm2

Waktu kempa 10
menit

Waktu kempa 20
menit
Dikondisikan selama 1 minggu
Pemotongan contoh uji

Pengujian JIS A sifat fisik dan mekanik

Mutu Papan
Partikel

Gambar 1 Diagram alir pembuatan papan partikel mengacu pada Suhasman
2011

5
Persiapan Bahan Baku
Persiapan bahan baku meliputi pembersihan sabut kelapa dari kotorankotoran seperti tanah dan kulit daging kelapa yang masih menempel pada sabut.
Proses dilanjutkan dengan pengecilan ukuran sabut kelapa menjadi ± 1-2 cm
dengan alat ring flaker selanjutnya dilakukan penjemuran dengan sinar matahari
dan pengeringan oven ± 50 ºC atau setara dengan penjemuran sinar matahari.
Pembuatan Papan Partikel
Proses pembuatan papan diawali dengan menimbang serat yang diperlukan
sesuai dengan perhitungan bahan dengan target kerapatan 0.6 g/cm3. Setelah itu
serat dimasukkan ke dalam blender drum sambil dilakukan penyemprotan dengan
hidrogen peroksida (15% dari berat bahan partikel kering). Setelah selesai,
dilanjutkan dengan penyemprotan fero sulfat (7.5% dari hidrogen peroksida yang
digunakan) dan yang terakhir adalah penyemprotan parafin 0.5%. Selanjutnya
serat dimasukkan ke dalam cetakan papan (mat) ukuran 30x30 cm dengan diberi
alas alumunium foil. Setelah papan dibentuk, lalu diletakkan ke alat hot press
selama 10 menit dan 20 menit dengan suhu 180 ºC dan tekanan 25 kgf/cm2.
Metode ini merupakan modifikasi dari Suhasman (2011). Terdapat tiga faktor
yaitu faktor O, oksidasi (O1), tanpa oksidasi (O2); faktor P, parafin 0.5% (P1),
tanpa parafin (P2); dan faktor T, waktu kempa 10 menit (T1) dan waktu kempa 20
menit (T2) dengan 8 kombinasi perlakuan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Delapan kombinasi perlakuan
Nomor kode
Kombinasi perlakuan
1
O1P1T1
2
O1P1T2
3
O1P2T1
4
O1P2T2
5
O2P1T1
6
O2P1T2
7
O2P2T1
8
O2P2T2
Target kerapatan untuk papan partikel dari serat sabut kelapa tanpa perekat
ini adalah 0.6 g/cm3 yang termasuk pada jenis kerapatan tingkat sedang.
Penggunaan papan ini juga ditujukan untuk penggunaan interior yang lebih
membutuhkan sifat fisik seperti daya serap air, pengembangan tebal, kadar air dan
kerapatan. Penggunaan interior ini adalah untuk furniture (perabotan rumah
tangga).
Pengkondisian Papan Partikel
Proses pengkondisian papan ini dilakukan selama ± 1 minggu dalam suhu
ruang. Tujuan dilakukan pengkondisian untuk menyeragamkan kadar air papan
partikel dan menghilangkan tegangan-tegangan pada permukaan papan akibat
proses pengempaan panas (Manurung 2011).

6
Pengujian Papan Partikel
Setelah melewati proses pengkondisian, dilakukan pemotongan contoh uji.
Pola pemotongan contoh uji untuk pengujian sifat fisik dan mekanik mengacu
pada standar JIS 5908:2003 seperti yang terlihat pada Gambar 2. Selanjutnya
papan diuji sesuai dengan metode pengujian yang diuraikan pada Lampiran 1.

a

*
*

30 cm

c

b

*
*

*
d

e

30 cm

Gambar 2 Bentuk contoh uji mengacu pada JIS A 5908:2003
Keterangan :
(a) Contoh uji kerapatan dan kadar air berukuran (10 x 10) cm2
(b) Contoh uji kuat pegang sekrup berukuran (5 x 10) cm2
(c) Contoh uji MOR dan MOE berukuran (5 x 20) cm2
(d) Contoh uji keteguhan rekat internal berukuran (5 x 5) cm2
(e) Contoh uji pengembangan tebal dan daya serap air (5 x 5) cm2

Prosedur Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan
acak lengkap (RAL) dengan faktorial 2x2x2 sebanyak 2 kali ulangan. Faktor yang
diteliti meliputi faktor O yaitu perlakuan oksidasi (O1) dan perlakuan tanpa
oksidasi (O2). Faktor P yaitu faktor penggunaan parafin, parafin 0.5% (P1) dan
tanpa parafin (P2). Selanjutnya faktor T yaitu faktor waktu pengempaan, waktu
kempa 10 menit (T1) dan waktu kempa 20 menit (T2). Model liniernya adalah
sebagai berikut.
Yijkl = μ + Oi + Pj + Tk + (OPT)ijk + εijkl
Untuk :

7
i=1,2
j=1,2
k=1,2
l=1,2,3
Keterangan:
Yijkl
: Pengamatan pada satuan percobaan ke-i yang mendapat
perlakuan oksidasi taraf ke-i, perlakuan penambahan parafin taraf
ke-j dan waktu kempa pada taraf ke-k
µ
: Rataan umum
Oi
: Pengaruh oksidasi taraf ke-i
Pj
: Pengaruh penambahan parafin taraf ke-j
Tk
: Pengaruh waktu kempa taraf ke-k
(OPT)ijk : Pengaruh interaksi kombinasi perlakuan oksidasi taraf ke-i,
penambahan parafin taraf ke-j dan waktu kempa taraf ke-j
εijkl
: Pengaruh acak dari interaksi perlakuan oksidasi, penambahan
parafin dan waktu kempa pada ulangan ke-i
Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan program aplikasi SPSS
16.0 dan Microsoft Office Excel 2007. F dihitung dari ANOVA dengan taraf
kepercayaan 95% dan taraf signifikansi 5%. Besarnya peluang untuk salah
menolak hipotesis nihil inilah yang disebut taraf signifikansi. Hipotesis nihil
adalah hipotesis yang meniadakan perbedaan antar kelompok atau meniadakan
hubungan antar variabel. Jika nilai taraf signifikannya lebih kecil dari 0.05 maka
terdapat beda nyata dan dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test
(DMRT) untuk melihat perlakuan mana saja yang beda nyata. Beda nyata disini
maksudnya adalah terdapat pengaruh atau kecenderungan dari tiap kombinasi
perlakuan yang berbeda, bisa dari perlakuan oksidasi, penambahan parafin serta
waktu kempa.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Sabut Kelapa
Tanaman kelapa merupakan tanaman yang serbaguna, karena dari akar
sampai ke daun kelapa bermanfaat, demikian juga dengan buahnya. Buah adalah
bagian utama dari tanaman kelapa yang berperan sebagai bahan baku industri.
Buah kelapa terdiri dari beberapa komponen yaitu sabut kelapa, tempurung kelapa,
daging buah kelapa dan air kelapa. Daging buah adalah komponen utama yang
dapat diolah menjadi berbagai produk bernilai ekonomi tinggi. Sedangkan air,
tempurung, dan sabut sebagai hasil samping dari buah kelapa juga dapat diolah
menjadi berbagai produk yang nilai ekonominya tidak kalah dengan daging buah.
Sabut kelapa merupakan bagian terluar buah kelapa yang membungkus
tempurung kelapa. Ketebalan sabut kelapa berkisar 5-6 cm yang terdiri atas
lapisan terluar (eksokarpium) dan lapisan dalam (endokarpium). Endokarpium
mengandung serat-serat halus yang dapat digunakan sebagai bahan pembuat tali,
karung, pulp, karpet, sikat, keset, isolator panas dan suara, filter, bahan pengisi jok
kursi/mobil dan papan (Rindengan et al. 1995).

8
Hasil uji komposisi serat sabut kelapa berdasarkan SNI yang dilakukan
Sarana Riset dan Standardisasi dapat dilihat pada Tabel 2.

No
1
2
3
4
5

Tabel 2 Komposisi kimia sabut kelapa
Komponen
Sabut (%)
Serat sabut (%)
Air
26.00
5.25
Pektin
14.25
3.00
Hemiselulosa
8.50
0.25
Lignin
29.23
45.84
Selulosa
21.07
43.44

Sumber : Tyas (2000)

Berdasarkan komposisi kimia yang terdapat pada sabut kelapa hampir mirip
dengan serat kayu, maka dapat dibuat papan partikel dari serat sabut kelapa. Papan
partikel adalah papan yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan
berlignoselulosa lainnya yang ditambahkan dengan suatu perekat atau bahan
pengikat lainnya kemudian dikempa panas (Maloney 1993). Karakteristik dari
papan partikel ini dapat diketahui dengan menguji sifat fisik (kerapatan, kadar air,
pengembangan tebal dan daya serap air) dan sifat mekaniknya (kuat rekat internal,
keteguhan patah, kekuatan lentur, dan kuat pegang sekrup) yang mengacu pada
standar JIS A 5908:2003 dan SNI 03-2105-2006. Tabel 3 adalah standar pengujian
sifat fisik dan mekanik papan partikel.

No
1
2
3
4
5
6
7
8

Tabel 3 Standar pengujian sifat fisik dan mekanik papan partikel
Sifat fisik dan mekanik JIS A 5905:2003
SNI 03-2105-2006
3
Kerapatan
0.40 – 0.90 g/cm
0.40 – 0.90 g/cm3
Kadar air
5 – 13%
Maksimum 14%
Pengembangan tebal
Maksimum 12%
Maksimum 12%
Daya serap air
2
Keteguhan patah
Minimum 80 kgf/cm
Minimum 82 kgf/cm2
Kuat lentur
Minimum 20 000
Minimum 20 400
2
kgf/cm
kgf/cm2
Kuat rekat internal
Minimum 1.5 kgf/ cm2 Minimum 1.5 kgf/ cm2
Kuat pegang sekrup
Minimum 30 kgf
Minimum 31 kgf

Sumber : JIS (2003) dan SNI (2006)

Sifat Fisik
Kerapatan
Kerapatan merupakan salah satu sifat fisik yang menunjukkan perbandingan
antara massa atau berat papan dengan volume papan. Kerapatan berhubungan
langsung dengan porositasnya yaitu proporsi volume rongga kosong, sehingga
semakin tinggi kerapatan papan maka kekakuan dan kekuatannya pun semakin

9
tinggi (Haygreen dan Bowyer 1986). Nilai rata-rata kerapatan dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4 Nilai rata-rata kerapatan papan partikel
No. Kode
Kombinasi perlakuan
Hasil (g/cm3)
1
O1P1T1
0.44
2
O1P1T2
0.52
3
O1P2T1
0.44
4
O1P2T2
0.51
5
O2P1T1
0.47
6
O2P1T2
0.53
7
O2P2T1
0.46
8
O2P2T2
0.56

Kerapatan (g/cm3)

Berdasarkan hasil uji ragam ANOVA, nilai signifikansinya adalah 0.009.
Nilai tersebut lebih kecil dari 0.05 sehingga dapat diartikan bahwa terdapat beda
nyata dari beberapa kombinasi perlakuan tersebut. Selanjutnya dilakukan uji
Duncan untuk mengetahui kombinasi perlakuan yang mana yang berbeda nyata
dan yang tidak berbeda nyata. Pada nilai kerapatan ini terdapat tiga kelompok
yaitu a, ab dan b yang artinya pada kelompok yang sama nilai tidak berbeda nyata.
Sebaliknya pada kelompok yang berbeda itu artinya nilai berbeda nyata. Pada
kelompok ab berarti nilainya tidak berbeda nyata dengan kelompok a maupun
kelompok b. Maksud dari beda nyata disini adalah kombinasi perlakuan tersebut
memiliki pengaruh bisa dari perlakuan oksidasi, penambahan parafin atau waktu
kempanya yang dapat dilihat pada Gambar 3.

0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0

0.44

0.52

a

ab

1

2

0.44
a

0.51

0.47

ab

a

0.53

ab

0.56
0.46
a

b

3
4
5
6
7
Nomor kode kombinasi perlakuan

8

JIS-A
Standar

Gambar 3 Kerapatan papan partikel dengan berbagai kombinasi perlakuan
Nilai kerapatan tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan tanpa oksidasi,
tanpa parafin dan waktu kempa 20 menit (O2P2T2) yaitu 0.56%. Hipotesis awal
adalah nilai kerapatan tertinggi akan didapat oleh kombinasi perlakuan oksidasi,
parafin 0.5% dan waktu kempa 20 menit (O1P1T2) karena adanya oksidasi dapat
mempererat ikatan antar serat serta waktu kempa yang lebih lama akan
memberikan peluang ikatan serat semakin kontak dengan baik dan menjadi

10
mampat (Xu et al. 2004). Namun, nilai rata-rata kerapatan dari O2P2T2 (0.56%)
dengan O1P1T2 (0.52%) berdasarkan uji lanjut Duncan adalah tidak berbeda
nyata.
Pengaruh oksidasi dan penambahan parafin pada sifat kerapatan ini tidak
terlihat nyata hanya variasi acak saja. Sedangkan pada faktor waktu pengempaan
berpengaruh nyata terhadap kerapatan papan partikel tanpa perekat, dimana
nilainya meningkat seiring dengan bertambahnya waktu kempa. Pengaruh waktu
kempa yang lebih lama yaitu 20 menit sangat berpengaruh pada nilai rata-rata
kerapatan, karena menghasilkan nilai yang lebih tinggi dari waktu kempa 10 menit.
Hasil uji ragam menggunakan ANOVA dan Duncan dari beberapa kombinasi
perlakuan secara lengkap disajikan pada Lampiran 2.
Nilai kerapatan dari semua kombinasi perlakuan telah sesuai standar JIS
(2003) dan SNI (2006) yaitu masih berkisar antara 0.4-0.9 g/cm3 meskipun belum
memenuhi target kerapatan yaitu 0.6 g/cm3. Nilai kerapatan belum memenuhi
target diduga akibat dari loss nya bahan pada saat pemindahan serat dari blender
drum ke dalam cetakan papan sebelum dikempa sehingga massa bahan menjadi
berkurang. Hal ini juga diduga karena beberapa tebal papan partikel yang
dihasilkan melebihi target yang ditetapkan yaitu 1 cm yang dapat disebabkan
masih adanya gabus pada saat pembuatan papan.
Ini juga disebabkan karena terjadinya efek springback pada papan, yaitu
kecenderungan papan untuk kembali ke bentuk semula akibat usaha pembebasan
dari tekanan yang dialami pada waktu pengempaan. Hal ini salah satunya
disebabkan serat sabut kelapa yang digunakan memiliki bulk density (banyaknya
partikel dibagi total volume yang ditempati) yang lebih tinggi dibandingkan
dengan serbuk kayu sehingga dalam berat yang sama, sabut kelapa memiliki
volume yang jauh lebih besar. Penyesuaian kadar air pada saat pengkondisian juga
menyebabkan kenaikan tebal papan komposit yang dihasilkan (Setyawati et al.
2008).
Kadar air
Kadar air merupakan sifat fisik papan yang menunjukkan banyaknya
kandungan air di dalam suatu bahan. Pengujian kadar air ini dilakukan dengan
mengoven papan selama 24 jam pada suhu 103 ºC ± 2 ºC dengan tujuan untuk
mengetahui jumlah kandungan air yang terdapat dalam papan karena jumlah air
yang ada pada papan ini nantinya akan berpengaruh pada mutu papan partikel
yang dihasilkan. Nilai rata-rata kadar air dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Nilai rata-rata kadar air papan partikel
No. Kode
Kombinasi perlakuan
Hasil (%)
1
O1P1T1
7.92
2
O1P1T2
5.94
3
O1P2T1
8.33
4
O1P2T2
6.22
5
O2P1T1
9.49
6
O2P1T2
6.06
7
O2P2T1
10.08
8
O2P2T2
6.00

11
Berdasarkan hasil uji ragam ANOVA, nilai signifikansinya adalah 0.000.
Nilai tersebut lebih kecil dari 0.05 sehingga dapat diartikan bahwa terdapat beda
nyata dari beberapa kombinasi perlakuan tersebut. Selanjutnya dilakukan uji
Duncan untuk mengetahui kombinasi perlakuan yang mana yang berbeda nyata
dan yang tidak berbeda nyata. Pada nilai kerapatan ini terdapat tiga kelompok
yaitu a, b dan c yang artinya pada kelompok yang sama nilai tidak berbeda nyata.
Sebaliknya pada kelompok yang berbeda itu artinya nilai berbeda nyata yang
dapat dilihat pada Gambar 4.
14

Kadar air (%)

12
10
8

10.08

9.49
6.22

5.94

6

JIS-A
Standar

8.33

7.92

6.06

6

4
2

b

a

b

1

2

3

a

c

a

c

a

5

6

7

8

0
4

Nomer kode kombinasi perlakuan
Gambar 4 Kadar air papan partikel dengan berbagai kombinasi perlakuan
Nilai kadar air dari semua kombinasi perlakuan telah sesuai dengan standar
JIS A (2003) dan SNI (2006) yaitu maksimum 14%. Setiawan (2008) menyatakan
bahwa fenomena yang terjadi pada umumnya adalah semakin tinggi nilai
kerapatan maka nilai kadar air akan semakin rendah. Kadar air suatu papan
menjadi faktor penting dalam menjaga stabilitas dimensi papan. Kadar air papan
partikel yang rendah dapat meningkatkan stabilitas dimensi suatu papan yang
nantinya akan berpengaruh juga pada mutu papan.
Menurut hasil uji lanjut Duncan, nilai rata-rata kadar air pada kombinasi
perlakuan O1P1T2, O1P2T2, O2P1T2 dan O2P2T2 adalah tidak berbeda nyata.
Namun berbeda nyata dengan 4 kombinasi perlakuan lainnya. Disini dapat dilihat
faktor waktu kempa 20 menit berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air. Li et al
(2009) menjelaskan bahwa pengepresan dalam waktu singkat menyebabkan air
dalam bahan tidak teruapkan ke permukaan papan partikel secara sempurna. Air
dalam bahan ini saling bergabung dan menggumpal di bagian dalam permukaan
papan partikel dan dapat mengakibatkan penurunan sifat fisik dan mekanik papan
partikel. Hasil uji ragam menggunakan ANOVA dan Duncan dari beberapa
kombinasi perlakuan secara lengkap disajikan pada Lampiran 2.
Meskipun faktor oksidasi dan penambahan parafin berpengaruh acak,
namun pada umumnya nilai kadar air dengan oksidasi dan penambahan parafin
pada waktu kempa yang sama rata-rata lebih tinggi daripada yang tanpa oksidasi
dan tanpa penambahan parafin. Hal ini dapat disebabkan karena adanya cukup

12
banyak lignin yang berada pada permukaan serat. Suhasman et al. (2010)
menyatakan bahwa lignin merupakan komponen yang cenderung bersifat
hidrofobik sehingga akan menghambat penyerapan air dari udara. Kondisi itu
menjadi penyebab sehingga kadar air kesetimbangan papan partikel dengan
perlakuan oksidasi cenderung lebih rendah.
Daya serap air
Daya serap air papan dapat diartikan sebagai kemampuan papan partikel
dalam menyerap air setelah direndam selama 24 jam. JIS (2003) dan SNI (2006)
tidak menetapkan standar dari nilai daya serap air. Namun, pengujian ini penting
dilakukan untuk mengetahui ketahanan papan terhadap air terutama jika
penggunaanya untuk keperluan eksterior dimana papan akan kontak langsung dengan
kondisi cuaca seperti kelembapan dan hujan (Lestari dan Kartika 2012). Nilai ratarata daya serap air dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Nilai rata-rata daya serap air papan partikel

No. Kode
1
2
3
4
5
6
7
8

Kombinasi perlakuan
O1P1T1
O1P1T2
O1P2T1
O1P2T2
O2P1T1
O2P1T2
O2P2T1
O2P2T2

Hasil (%)
208
131
269
139
228
229
306
196

Berdasarkan hasil uji ragam ANOVA, nilai signifikansinya adalah 0.001.
Nilai tersebut lebih kecil dari 0.05 sehingga dapat diartikan bahwa terdapat beda
nyata dari beberapa kombinasi perlakuan tersebut. Selanjutnya dilakukan uji
Duncan untuk mengetahui kombinasi perlakuan yang mana yang berbeda nyata
dan yang tidak berbeda nyata. Pada nilai kerapatan ini terdapat empat kelompok
yaitu a, b, bc dan c yang artinya pada kelompok yang sama nilai tidak berbeda
nyata. Sebaliknya pada kelompok yang berbeda itu artinya nilai berbeda nyata
yang dapat dilihat pada Gambar 5.

13
400
Daya Serap Air (%)

350

306

300
250

269
228

208

229
196

200
139

131

150
100
50

b

a

c

a

bc

bc

c

b

1

2

3

4

5

6

7

8

0

Nomor kode kombinasi perlakuan
Gambar 5 Daya serap air papan partikel dengan berbagai kombinasi perlakuan
Nilai daya serap air dari semua perlakuan lebih dari 100% memang tidak
dapat dikatakan sesuai atau tidak dengan standar karena pada JIS (2003) ataupun
SNI (2006) tidak menetapkan standar dari nilai daya serap air ini. Namun,
semakin kecil nilai daya serap air maka kemampuan papan dalam menyerap air
semakin baik. Rata-rata nilai daya serap air dengan perlakuan oksidasi lebih kecil
dibandingkan yang tanpa oksidasi. Hal ini karena papan dengan perlakuan
oksidasi menurunkan sifat hidrofilik serat sehingga lebih sulit menyerap air, yang
disebabkan berikatannya gugus-gugus OH pada serat atau tersubstitusinya
sebagian gugus OH menjadi O radikal yang membentuk ikatan silang dengan
komponen lainnya (Widsten 2002).
Papan partikel dengan mutu yang baik adalah papan partikel yang memiliki
daya serap air yang rendah karena besarnya jumlah air yang diserap dapat
mengurangi kekuatan papan partikel saat digunakan. Nilai rata-rata daya serap air
pada semua perlakuan tergolong tinggi karena lebih dari 100%. Hal ini membuat
papan partikel kurang baik jika digunakan untuk keperluan eksterior. Nilai daya
serap air terendah terdapat pada kombinasi perlakuan oksidasi pada waktu kempa
20 menit (O1P1T2 dan O1P2T2). Nilai daya serap air tertinggi adalah pada
kombinasi perlakuan tanpa parafin pada waktu kempa 10 menit (O2P2T1 dan
O1P2T1). Nilai daya serap air yang tinggi ini dapat disebabkan karena masih
banyaknya volume rongga yang kosong sehingga mudah dimasuki oleh air.
Fenomena umum yang terjadi adalah nilai daya serap air akan semakin kecil
dengan semakin tingginya nilai kerapatan, namun tidak terlihat signifikan dalam
hal ini. Hasil uji pada ANOVA memperlihatkan ada beda nyata yaitu pada
perlakuan O1P1T2 dan O1P2T2 (kelompok a) beda nyata dengan perlakuan
lainnya. Terlihat kecenderungan perlakuan oksidasi dengan waktu kempa 20
menit memberi pengaruh terhadap sifat daya serap air ini karena memberi nilai
terkecil dan berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan lainnya. Hasil uji ragam
menggunakan ANOVA dan Duncan dari beberapa kombinasi perlakuan secara
lengkap disajikan pada Lampiran 2.

14

Pengembangan tebal
Nilai pengembangan tebal akan meningkat seiring dengan bertambah
besarnya nilai daya serap air. Nilai rata-rata dari pengembangan tebal dapat dilihat
pada Tabel 7.
Tabel 7 Nilai rata-rata pengembangan tebal papan partikel
No. Kode Kombinasi perlakuan
Hasil (%)
1
O1P1T1
59
2
O1P1T2
8
3
O1P2T1
83
4
O1P2T2
12
5
O2P1T1
135
6
O2P1T2
14
7
O2P2T1
142
8
O2P2T2
21

Pengembangan Tebal (%)

Berdasarkan hasil uji ragam ANOVA, nilai signifikansinya adalah 0.000.
Nilai tersebut lebih kecil dari 0.05 sehingga dapat diartikan bahwa terdapat beda
nyata dari beberapa kombinasi perlakuan tersebut. Selanjutnya dilakukan uji
Duncan untuk mengetahui kombinasi perlakuan yang mana yang berbeda nyata
dan yang tidak berbeda nyata. Pada nilai kerapatan ini terdapat lima kelompok
yaitu a, ab, bc, c dan d yang artinya pada kelompok yang sama nilai tidak berbeda
nyata. Sebaliknya pada kelompok yang berbeda itu artinya nilai berbeda nyata
yang dapat dilihat pada Gambar 6.
200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0

142

135
83
59

a

bc

8
a

1

2

21

14

c

12
a

d

a

d

ab

3

4

5

6

7

8

Nomer kode kombinasi perlakuan

JIS-A
Standar

Gambar 6 Pengembangan tebal papan partikel dengan berbagai kombinasi
perlakuan
Standar nilai pengembangan tebal berdasarkan JIS A (2003) dan SNI (2006)
adalah maksimum 12%. Hanya kombinasi perlakuan oksidasi, parafin 0.5% dan
tanpa parafin pada waktu kempa 20 menit yang memenuhi standar yaitu dengan

15
nilai 8% dan 12%. Nilai pengembangan tebal yang paling kecil merupakan
pengembangan yang paling baik karena dapat mengantisipasi meresapnya air ke
dalam papan melalui pori-pori partikel dan ruang kosong antar partikel secara
perlahan (Widiyanto 2002). Hasil yang sesuai standar (8% dan 12%) dan
mendekati standar (14% dan 21%) terdapat pada semua perlakuan waktu kempa
20 menit. Xu et al. (2004) menjelaskan bahwa waktu kempa yang semakin lama
akan memberikan peluang antar serat untuk saling kontak dengan baik dan
menjadi lebih mampat dan padat sehingga volume rongga kosong yang ada
semakin sedikit yang menyebabkan air yang masuk ke dalam papan lebih sulit.
Nilai rata-rata pengembangan tebal pada kombinasi perlakuan oksidasi
cenderung lebih rendah pada masing-masing waktu kempa yang sama. Fenomena
ini dapat disebabkan oleh terjadinya ikatan silang antara gugus radikal yang
dihasilkan akibat proses oksidasi maupun adanya ikatan silang antar gugus
hidroksil (Widsten et al. 2003). Gugus radikal yang dihasilkan selama proses
oksidasi terlihat dapat membentuk ikatan kovalen selama proses kempa panas
sehingga ikatannya lebih kuat dan stabil. Menurut hasil uji lanjutan Duncan
terlihat perlakuan oksidasi dengan waktu kempa 20 menit memiliki
kecenderungan nilai yang lebih kecil. Hal ini berarti bahwa perlakuan oksidasi dan
waktu kempa 20 menit berpengaruh untuk sifat pengembangan tebal. Hasil uji
ragam menggunakan ANOVA dan Duncan dari beberapa kombinasi perlakuan
secara lengkap disajikan pada Lampiran 2.

Sifat Mekanik
Kekuatan lentur / Modulus of Elasticity (MOE)
MOE merupakan perbandingan antara tegangan dan regangan di bawah
batas elastis sehingga benda akan kembali pada bentuk semula jika beban
dilepaskan (Mardikanto et al 2011). Kekuatan lentur dipengaruhi oleh kandungan
dan jenis bahan perekat yang digunakan, daya ikat rekat dan panjang serat
(Maloney 1993). Pada pengujian ini, nilai MOE belum mencapai standar JIS
(2003) (minimum 20 000 kgf/cm2) dan SNI (2006) (minimum 20 400 kgf/cm2).
Nilai rata-rata MOE dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Nilai rata-rata MOE papan partikel
No. Kode
Kombinasi perlakuan
Hasil (kgf/cm2)
1
O1P1T1
190
2
O1P1T2
1 278
3
O1P2T1
133
4
O1P2T2
2 800
5
O2P1T1
63
6
O2P1T2
349
7
O2P2T1
62
8
O2P2T2
616
Berdasarkan hasil uji ragam ANOVA, nilai signifikansinya adalah 0.000.
Nilai tersebut lebih kecil dari 0.05 sehingga dapat diartikan bahwa terdapat beda

16

Kekuatan lentur (MOE)
(kgf/cm2)

nyata dari beberapa kombinasi perlakuan tersebut. Selanjutnya dilakukan uji
Duncan untuk mengetahui kombinasi perlakuan yang mana yang berbeda nyata
dan yang tidak berbeda nyata. Pada nilai kerapatan ini terdapat tiga kelompok
yaitu a dan b yang artinya pada kelompok yang sama nilai tidak berbeda nyata.
Sebaliknya pada kelompok yang berbeda itu artinya nilai berbeda nyata yang
dapat dilihat pada Gambar 7.
4000
2800

3000
2000
1000

1278

190
a
1

b

133
a

b

63
a

2

3

4

5

349
a

62
a

616
a

6

7

8

0
Nomer kode kombinasi perlakuan

Gambar 7 MOE papan partikel dengan berbagai kombinasi perlakuan
Waktu kempa yang lebih lama menyebabkan sisa-sisa air di dalam
permukaan papan partikel teruapkan sempurna dan mendukung interaksi antara
oksidator dan permukaan serat sehingga dihasilkan sifat mekanik yang lebih baik.
Namun pada penelitian ini, waktu kempa 20 menit belum dapat memenuhi standar
MOE dari JIS (2003) dan SNI (2006).
Nilai tertinggi MOE terdapat pada papan partikel dengan perlakuan oksidasi
karena adanya kandungan lignin yang terdapat pada serat sabut kelapa yang
berinteraksi dengan hidroksil radikal yang dihasilkan selama proses oksidasi.
Hidroksil radikal yang sangat electrophilic tersebut akan menyerang gugus lignin
yang kaya elektron. Reaksi dengan lignin ini akan menghasilkan phenoxy radical,
hydroxylasi, dan demethoxylasi (Nguyen 1982). Mekanisme reaksi antara
hidroksil radikal dengan lignin dapat dilihat pada Gambar 8.

17

Sumber: Widsten (2002)

Gambar 8 Reaksi antara unit aromatik lignin dengan hidroksil radikal: (A) formasi
phenoksi radikal oleh abstraksi unit phenolik lignin; (B) formasi
phenoksi radikal melalui demetoksilasi; (C) Hidroksilasi cincin
aromatik. Tahap pertama reaksi adalah penambahan hidroksil radikal
pada unit aromatik.
Oleh karena itu, ketika partikel teroksidasi dikempa panas maka akan dapat
membentuk ikatan kovalen. Ikatan kovalen yang terbentuk ini dapat berupa ikatan
silang komponen lignin antar partikel kayu, esterifikasi, ataupun kondensasi lignin
dengan furfural. Namun diduga ikatan kovalen yang terbentuk tidak terlalu kuat
sehingga belum dapat mencapai standar. Phenoksi radikal diharapkan membentuk
ikatan pada permukaan serat ketika diberi perlakuan kempa panas, namun pada
kenyataannya ikatan yang terbentuk dapat bermacam-macam. Hal itu dapat
disebabkan oleh kompleksitas permukaan serat yang teroksidasi. Pada saat serat
yang teraktivasi dikempa panas, tipe-tipe ikatan kovalen dan ikatan sekunder akan
dibentuk (Widsten 2002). Beberapa mekanisme ikatan tersebut dapat dilihat pada
Gambar 9.

18
.

Sumber: Widsten et al. (2002)

Gambar 9 Proses ikatan yang mungkin terjadi melalui interaksi permukaan serat
yang teroksidasi. (A) Penggabungan radikal phenoksi. (B) Esterifikasi.
(C) Ikatan hidrogen. (D) Kondensasi lignin dan furfural.
Hasil dari uji lanjutan Duncan, perlakuan O2P2T1, O2P1T1, O1P2T1,
O1P1T1, O2P2T2 dan O2P1T2 tidak berbeda nyata namun beda nyata dengan
O1P1T2 dan O1P2T2. Hal ini berarti bahwa kombinasi perlakuan oksidasi pada
waktu kempa 20 menit memiliki nilai terbaik karena nilainya paling tinggi
diantara kombinasi perlakuan lainnya dan berbeda nyata dengan yang lain. Hasil
uji ragam menggunakan ANOVA dan Duncan dari beberapa kombinasi perlakuan
secara lengkap disajikan pada Lampiran 2.
Keteguhan patah / Modulus of Rupture (MOR)
MOR merupakan nilai yang menggambarkan kekuatan lentur suatu bahan,
yang diartikan sebagai kapasitas beban maksimum yang dapat diterima oleh
bahan. Semakin tinggi MOR papan partikel maka semakin baik mutu papan
(Mardikanto et al 2011). Sama seperti MOE, nilai MOR juga dipengaruhi oleh

19
kandungan dan jenis bahan perekat yang digunakan, daya ikat perekat dan panjang
serat. Pada pengujian ini, nilai MOR belum mencapai standar JIS (2003)
(minimum 80 kgf/cm2) dan SNI (2006) (minimum 82 kgf/cm2). Nilai rata-rata
MOR dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Nilai rata-rata MOR papan partikel
No. Kode
Kombinasi perlakuan
Hasil (kgf/cm2)
1
O1P1T1
6
2
O1P1T2
21
3
O1P2T1
5
4
O1P2T2
37
5
O2P1T1
4
6
O2P1T2
16
7
O2P2T1
3
8
O2P2T2
19

Keteguhan Patah (MOR)
(kgf/cm2)

Berdasarkan hasil uji ragam ANOVA, nilai signifikansinya adalah 0.000.
Nilai tersebut lebih kecil dari 0.05 sehingga dapat diartikan bahwa terdapat beda
nyata dari beberapa kombinasi perlakuan tersebut. Selanjutnya dilakukan uji
Duncan untuk mengetahui kombinasi perlakuan yang mana yang berbeda nyata
dan yang tidak berbeda nyata. Pada nilai kerapatan ini terdapat empat kelompok
yaitu a, b, bc dan c yang artinya pada kelompok yang sama nilai tidak berbeda
nyata. Sebaliknya pada kelompok yang berbeda itu artinya nilai berbeda nyata
yang dapat dilihat pada Gambar 10.

45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

37

21

19

16
6

5

a

bc

1

2

a

4
c

a

b

3
a

b

3
4
5
6
7
8
Nomer kode kombinasi perlakuan
Gambar 10 MOR papan partikel dengan berbagai kombinasi perlakuan
Nilai rata-rata MOR tertinggi terdapat pada papan partikel dengan perlakuan
oksidasi, tanpa parafin dan waktu kempa 20 menit (O1P2T2) yaitu 37 kgf/cm2.
Sifat mekanik ini memegang peranan penting terhadap dalam penentuan mutu
papan partikel yang dihasilkan. Pada umumnya, papan partikel yang dihasilkan
diharapkan memiliki MOR yang tinggi karena semakin tinggi MOR papan
partikel maka akan semakin baik pula mutu yang dimiliki oleh papan partikel

20
tersebut. Nilai MOR yang belum memenuhi standar ini dapat disebabkan oleh
kandungan lignin yang terdapat pada serat sabut kelapa yang keluar pada saat
pengempaan panas tidak bereaksi secara sempurna dengan hidroksil radikal dari
proses oksidasi sehingga ikatan kovalen yang dihasilkan tidak terlalu kuat untuk
menahan beban yang diberikan pada papan.
Hasil dari uji lanjutan Duncan, perlakuan O1P1T1, O1P2T1, O2P1T1 dan
O2P2T1 tidak berbeda nyata karena berada dalam kelompok yang sama namun
beda nyata dengan empat kombinasi perlakuan lainnya. Begitu pula dengan
perlakuan O1P1T2, O2P1T2 dan O2P2T2 yang berada dalam kelompok yang
sama dan berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan lainnya. Hal ini berarti
bahwa kombinasi perlakuan oksidasi, tanpa parafin pada waktu kempa 20 menit
(O1P2T2) memiliki nilai terbaik karena nilainya paling tinggi diantara kombinasi
perlakuan lainnya dan berbeda nyata dengan yang lain. Hasil uji ragam
menggunakan ANOVA dan Duncan dari beberapa kombinasi perlakuan secara
lengkap disajikan pada Lampiran 2.
Keteguhan rekat / Internal Bond (IB)
Keteguhan rekat merupakan suatu uji pengendalian mutu yang penting
karena menunjukkan kebaikan pencampurannya, pembentukkannya, dan
pengepresannya serta merupakan ukuran terbaik tentang mutu pembuatan suatu
papan karena menunjukkan ikatan antar partikel (Haygreen dan Bowyer 1986).
Nilai rata-rata dari keteguhan rekat dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Nilai rata-rata IB papan partikel
No. Kode
Kombinasi perlakuan
Hasil (kgf/cm2)
1
O1P1T1
0.06
2
O1P1T2
0.31
3
O1P2T1
0.05
4
O1P2T2
0.30
5
O2P1T1
0.07
6
O2P1T2
0.09
7
O2P2T1
0.02
8
O2P2T2
0.16
Berdasarkan hasil uji ragam ANOVA, nilai signifikansinya adalah 0.000.
Nilai tersebut lebih kecil dari 0.05 sehingga dapat diartikan bahwa terdapat beda
nyata dari beberapa kombinasi perlakuan tersebut. Selanjutnya dilakukan uji
Duncan untuk mengetahui kombinasi perlakuan yang mana yang berbeda nyata
dan yang tidak berbeda nyata. Pada nilai kerapatan ini terdapat empat kelompok
yaitu a, ab, bc dan c yang artinya pada kelompok yang sama nilai tidak berbeda
nyata. Sebaliknya pada kelompok yang berbeda itu artinya nilai berbeda nyata
yang dapat dilihat pada Gambar 11.

Keteguhan rekat (IB) (kgf/cm2)

21
0.4
0.35

0.31

0.3

0.3
0.25
0.2
0.15
0.1

0.16
0.06
ab

1

c

0.05
ab

2

3

c

0.07
ab

0.09
b

4

5

6

0.05

a
0.02

ab

7

8

0
Nomer kode kombinasi perlakuan
Gambar 11 IB papan partikel dengan berbagai kombinasi perlakuan

Nilai rata-rata uji keteguhan rekat pada semua kombinasi perlakuan belum
memenuhi standar JIS (2003) dan SNI (2006) yaitu minimum 1.5 kgf/cm2. Hasil
uji keteguhan rekat yang belum memenuhi standar ini dapat disebabkan oleh
ikatan kovalen yang dihasilkan dari proses oksidasi dan lignin tidak berinteraksi
dengan sempurna, sehingga pencampuran lignin dengan hidroksil radikal yang
membentuk ikatan kovalennya tidak kuat dan stabil. Selain itu pengempaan pada
waktu yang lama dalam hal ini 20 menit masih kurang cukup untuk menghasilkan
nilai IB yang baik. Nilai IB ini mengindikasikan bahwa kekuatan ikatan yang
terbentuk secara kimia pada papan partikel tanpa perekat dengan perlakuan
oksidasi ternyata masih rendah.
Ruhendi et al. (2007) menyatakan bahwa kekentalan perekat akan
menentukan daya rekat dari perekat dengan bahan yang digunakan karena daya
rekat dipengaruhi oleh jarak kontak antara bahan yang bersentuhan. Pada
penelitian ini digunakan perekat alami yaitu lignin yang terdapat pada sabut
kelapa itu sendiri, dimana proses oksidasi yang akan mengaktivasi komponen
lignin sehingga keluar dari bahan pada waktu pengempaan panas. Namun,
dimungkinkan lignin yang keluar tidak begitu kental sehingga daya rekat yang
dihasilkan juga belum sesuai standar. Jarak kontak antara bahan yang bersentuhan
dalam hal ini adalah komponen lignin yang bersentuhan dengan hidroksil dari
proses oksidasi yang tidak saling kontak dengan sempurna sehingga ikatan yang
terbentuk tidak kuat.
Berdasarkan hasil uji lanjutan Duncan nilai dari kombinasi perlakuan
O1P2T2 tidak berbeda nyata dengan O1P1T2 yaitu 0.30 kgf/cm2 dengan 0.31
kgf/cm2. Hal ini berarti adanya parafin 0.5% tidak memberi pengaruh nyata pada
hasil daya rekat. Namun, kombinasi perlakuan oksidasi dan waktu kempa 20
menit memberi pengaruh karena hasil dari beberapa perlakuan terdapat yang
berbeda nyata. Hasil uji ragam menggunakan ANOVA dan Duncan dari beberapa
kombinasi perlakuan secara lengkap disajikan p