Turnover Bahan Organik Tanah pada Tegakan Akasia (Acacia mangium Willd.) di RPH Maribaya dan RPH Jagabaya, BKPH Parung Panjang Bogor

TURNOVER BAHAN ORGANIK TANAH PADA TEGAKAN
AKASIA (Acacia mangium Willd.) DI RPH MARIBAYA DAN
RPH JAGABAYA, BKPH PARUNG PANJANG BOGOR

SITI ROHMAH

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Turnover Bahan
Organik Tanah pada Tegakan Akasia (Acacia mangium Willd.) di RPH Maribaya
dan RPH Jagabaya, BKPH Parung Panjang Bogor adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya menlimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, 2 Februari 2015

Siti Rohmah
A14100031

ABSTRAK
SITI ROHMAH. Turnover Bahan Organik Tanah pada Tegakan Akasia (Acacia
mangium Willd.) di RPH Maribaya dan RPH Jagabaya, BKPH Parung Panjang
Bogor. Dibimbing oleh SUDARSONO dan DARMAWAN.
Akasia memiliki produksi serasah yang tinggi dan susunan kimia serasah
yang tidak mudah terdekomposisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kadar BOT dan lama turnover di bawah tegakan Acacia mangium Willd. di
kawasan HTI RPH Maribaya dan RPH Jagabaya, BKPH Parung Panjang Bogor.
Bahan yang digunakan yaitu contoh tanah utuh dan terganggu yang diambil dari
setiap horison pada 6 profil tanah di lokasi penelitian. Selanjutnya dilakukan
analisis tanah di laboratorium meliputi sifat kimia dan fisik tanah, terutama Corganik tanah dengan menggunakan metode Walkey and Black, N total dengan
metode Kjeldahl, bobot isi, dan tekstur. Kadar C-organik di bawah tegakan Akasia
berkisar antara 0,42% – 3,00%. Turnover BOT pada tegakan Akasia di RPH

Maribaya dan RPH Jagabaya pada kedalaman 0–50 cm yaitu 25–39 tahun, 0–66
cm yaitu selama 31–46 tahun, 0–81 cm yaitu 37–52 tahun, dan 0–100 cm yaitu
selama 43–60 tahun. Faktor yang menyebabkan keragaman turnover BOT pada
penelitian ini adalah rasio C/N dan rasio klei/C, dimana semakin tinggi rasio C/N
maka bahan organik lebih lama bertahan di dalam tanah, dan semakin rendah rasio
klei/C maka semakin banyak C-organik yang diikat oleh klei, sehingga turnover
BOT menjadi semakin lama.
Kata kunci: Acacia mangium, C-organik, rasio klei/C, turnover BOT

ABSTRACT
SITI ROHMAH. Soil Organic Matter Turnover of Acacia (Acacia mangium
Willd.) Stands at RPH Maribaya and RPH Jagabaya, BKPH Parung Panjang
Bogor. Supervised by SUDARSONO and DARMAWAN.
Acacia has high litter production and litter chemical form that does not
decompose easily. The aim of this research was to determine soil organic matter
(SOM) and how long the SOM turnover under Acacia stands at the forest
plantation area RPH Maribaya and RPH Jagabaya, BKPH Parung Panjang Bogor.
The materials that used in this research are soil samples and undisturbed soil
samples from each horizon in 6 soil profil under Acacia stands. Soil analysis
include chemical and physical soil analysis, especially for measuring soil C–

organic content by using Walkey and Black method, the total N by using Kjeldahl
method, soil bulk density, and soil texture. The range of soil C–organic content
under Acacia stands is 0,42–3,00%. SOM turnover under stands in RPH Maribaya
and RPH Jagabaya in 0–50 cm depth is 25–39 years, 0–66 cm depth is 31–46
years, 0–81 cm depth is 37–52 years, and 0–100 depth is 43–60 years. The factor
that caused turnover SOM variety in this research is C/N ratio and clay/C ratio, in
that the higher C/N ratio then the longer time organic matter that persist in soil,
and the lesser clay/C ratio, the higher C organic that retained by clay, and the
higher resulted in longer SOM turnover.
Key words: Acacia mangium, C organic, Clay/C ratio, SOM turnover

TURNOVER BAHAN ORGANIK TANAH
PADA TEGAKAN AKASIA (Acacia mangium Willd.)
DI RPH MARIBAYA DAN RPH JAGABAYA,
BKPH PARUNG PANJANG BOGOR

SITI ROHMAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Turnover Bahan Organik Tanah pada Tegakan Akasia (Acacia
mangium Willd.) di RPH Maribaya dan RPH Jagabaya, BKPH
Parung Panjang Bogor
Nama
: Siti Rohmah
NIM
: A14100031

Disetujui oleh


Prof. Dr Ir Sudarsono, MSc
Pembimbing I

Dr Ir Darmawan, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas karunia–
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi yang diberi
judul Turnover Bahan Organik Tanah pada Tegakan Akasia (Acacia mangium
Willd.) di RPH Maribaya dan RPH Jagabaya, BKPH Parung Panjang Bogor.
Terima kasih atas segala dukungan dan bantuan berbagai pihak yang terlibat
dalam penelitian ini, khususnya:

1. Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc selaku Dosen Pembimbing I dengan penuh
kesabaran memberikan bimbingan serta arahan kepada penulis selama
proses kuliah, penelitian dan proses penulisan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Darmawan, M.Sc selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, saran dan nasihat dalam penulisan skripsi ini.
3. Dr. Ir. Iskandar selaku Dosen Penguji atas koreksi, saran dan nasihat yang
sangat konstruktif bagi penyempurnaan skripsi ini.
4. Orang tua tercinta dan seluruh keluarga yang selalu memberikan
dukungan, pengertian, dan doa.
5. Teman–teman yang telah membantu dalam pengambilan sampel di lapang,
penelitian laboratorium dan proses penulisan, Nunik Rachmadianti, Laela
Rahmi, Wahyuning Titah, Sugih Mahera, Indrayu Ritonga, Fortunila,
Masyitah Tri, Sony Siahaan, Anju Saragih, Yanuar Azhari, Rizky Fauzi,
Indra Aditya, Aliyah Haryati, Fatimah Ursulah, Angela, dan Permadi, serta
teman–teman mahasiswa Manajemen Sumberdaya Lahan angkatan 47.
6. Staf Laboratorium dan Komisi Pendidikan di Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
7. Bapak Soma selaku Asper BKPH Parung Panjang dan Pak Adis selaku
Mandor RPH Maribaya yang selalu membantu di lokasi penelitian.
8. Bidik Misi yang telah memberikan beasiswa.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Februari 2015

Siti Rohmah

DAFTAR ISI
ABSTRAK

iv

DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN


xii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Tempat Penelitian


2

Bahan

3

Alat

3

Metode penelitian

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Sifat Kimia, Fisik dan Klasifikasi Tanah di Lokasi Penelitian


5

Hubungan Kandungan C-organik Tanah dengan N total dan Klei

9

Turnover Bahan Organik Tanah di Bawah Tegakan Akasia

12

KESIMPULAN

14

DAFTAR PUSTAKA

14

LAMPIRAN


16

RIWAYAT HIDUP

21

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Parameter analisis tanah dan metode yang digunakan
Data sifat kimia tanah di lokasi penelitian
Data sifat fisik tanah di lokasi penelitian
Klasifikasi tanah di lokasi penelitian
Data kadar C-organik, N total, klei, rasio C/N, dan rasio klei/C
di lokasi penelitian
6 Data kandungan C-organik tanah total dan lama turnover BOT di lokasi
penelitian

4
6
7
9
10
13

DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi penelitian RPH Maribaya di Kecamatan Jasinga dan RPH
Jagabaya di Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor

3

2 Hubungan kadar klei dengan kadar C-organik di bawah tegakan
Akasia

11

DAFTAR LAMPIRAN
1 Deskripsi profil tanah di lokasi penelitian
2 Foto profil tanah di lokasi penelitian

16
21

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bahan organik tanah (BOT) merupakan suatu bahan yang kompleks dan
dinamis yang berasal dari sisa tanaman dan hewan. BOT mengalami degradasi
dan dekomposisi, baik sebagian atau keseluruhan menjadi satu dengan tanah
(Kononova 1966). Adapun sumber utama BOT adalah sisa tumbuhan seperti
serasah, sisa panen, dan akar tanaman yang mati. Selain itu biota tanah dianggap
sebagai penyumbang BOT sekunder setelah tumbuhan. Biota tanah akan
menggunakan bahan organik sebagai sumber energi, kemudian saat biota tanah
tersebut mati, jasadnya merupakan sumber bahan organik baru (Soepardi 1983).
BOT mengalami dekomposisi di dalam tanah yang mengubah ukuran dan
susunan kimianya. Tingkat dekomposisi yang berbeda–beda menghasilkan bentuk
BOT yang berbeda pula. Keberadaan BOT di dalam tanah terbagi menjadi tiga
bentuk, yaitu bahan organik bebas (belum terlapuk), bahan organik berikatan
dengan klei, dan bahan organik berikatan dengan seskuioksida. Bahan organik
berikatan dengan klei membentuk kompleks klei organik (organo mineral) di
dalam tanah. Tidak hanya senyawa–senyawa seperti protein, karbohidrat, selulosa,
dan hemiselulosa tetapi juga fraksi humus dapat berinteraksi dengan mineral klei,
akibatnya bahan organik menjadi kurang tersedia bagi mikroorganisme
(Kononova 1966). Bahan organik di dalam tanah mempunyai peranan membentuk
kompleks dengan ion–ion logam, terutama Al dan Fe. Kompleks bahan organik
dengan ion logam disebut khelat (Stevenson 1982). Pengkhelatan tersebut secara
efektif akan menurunkan aktivitas ion–ion logam, dan secara tidak langsung
mempengaruhi kelarutan mineral yang mengandung unsur tersebut.
Berdasarkan struktur kimianya bahan organik tanah terbagi menjadi 5
bentuk. Menurut Parton et al. (1994) bentuk–bentuk bahan organik dalam tanah
terbagi menjadi: 1) bahan organik metabolis (sisa hewan dan manusia) dengan
komposisi selulosa dan isi sel; 2) bahan organik struktural (sisa tanaman) berupa
lignin dan polifenol; 3) bahan organik aktif (fraksi labil) berupa biomasa mikrobia,
karbohidrat mudah larut, enzim eksoseluler; 4) bahan organik lambat lapuk (fraksi
labil) berupa bahan organik berukuran partikel 50 µm – 2,0 mm; 5) bahan organik
pasif (fraksi stabil) berupa asam humat dan fulvat, dan kompleks organo mineral.
Kandungan BOT berbeda–beda pada setiap jenis tanah dan kedalaman. Andisol
Ciluluk–Sumedang pada lapisan 0–29 cm memiliki C-organik 4,92 %, pada lapisan
29–49 cm memiliki C-organik 3,04 %, dan pada lapisan 49–73 cm sebesar 2,72 %,
sedangkan Tropoqualf Aerik di Serang memiliki C-organik 1,05 % pada lapisan 0–15
cm, 0,62 % pada lapisan 15–35cm, dan 0,58 % pada lapisan 25–58 cm (Yogaswara
1977). Berdasarkan jenis penggunaan lahannya, hutan primer memiliki C-organik
tanah 3,38 % pada topsoil, dan pada subsoil sebesar 1,06 %, sedangkan untuk
hutan sekunder C-organik pada topsoil 3,83 % dan pada subsoil 1,11 % (van
Norwijk et al.1997).
Pembukaan lahan hutan menjadi lahan pertanian pada umumnya menyebabkan
turunnya kadar BOT. Proses tersebut dapat mempercepat laju dekomposisi bahan
organik dalam tanah. Dekomposisi dipandang sebagai salah satu sumber emisi
karbon, sehingga mempertahankan BOT di dalam tanah menjadi salah satu upaya
mengurangi laju emisi.

2

Parameter untuk mengetahui berapa lama BOT dapat bertahan dalam tanah
sebelum diemisikan ke atmosfer dalam bentuk CO2 dikenal dengan istilah
Turnover BOT. Turnover juga diartikan sebagai lama waktu yang dibutuhkan
untuk mendekomposisi bahan organik sampai habis. Turnover dari bahan organik
fraksi labil dan stabil bervariasi dari beberapa bulan saja sampai ribuan tahun.
Wardle et al. (1997) menunjukkan bahwa fraksi humus dapat bertahan di dalam
tanah hingga 2900 tahun. Nilai turnover BOT diperoleh dengan cara
membandingkan jumlah C-organik serasah dan jumlah C-organik dalam tanah.
Pembangunan hutan tanaman industri bertujuan untuk meningkatkan
produktivitas hutan dalam pemenuhan bahan baku industri perkayuan dan
meningkatkan sektor ekonomi rakyat. Selain itu, hal ini berkaitan dengan
meningkatkan serapan karbon oleh tanaman, menjaga dan mempertahankan stok
karbon yang ada (Wibowo 2010). Acacia mangium Willd. merupakan salah satu
pohon yang tumbuh cepat sehingga banyak dimanfaatkan sebagai tanaman pada hutan
tanaman industri. Semakin banyaknya pembukaan hutan menjadi Hutan Tanaman
Industri (HTI), terutama jenis kayu akasia, maka perlu dilakukan studi terhadap
turnover BOT tanah di bawah tegakan akasia.
Tujuan Penelitian
Penelitian turnover bahan organik tanah di bawah tegakan Akasia dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui kandungan BOT di bawah tegakan Akasia dan
berapa lama BOT dapat bertahan di lingkungan pada tegakan Akasia dengan jenis
tanah yang beragam di RPH Maribaya dan RPH Jagabaya, BKPH Parung Panjang
Bogor.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei hingga September 2014. Lokasi
penelitian merupakan kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan jenis
tanaman Akasia (Acacia mangium Willd.) di Resort Pemangkuan Hutan (RPH)
Maribaya, Desa Barengkok, Kecamatan Jasinga, dan RPH Jagabaya, Desa
Jagabaya, Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Kedua RPH tersebut berada di bawah administrasi kehutanan BKPH Parung
Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat – Banten. Analisis
tanah dilaksanakan di Laboratorium Divisi Pengembangan Sumberdaya Fisik
Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Gambar 1 menunjukkan peta lokasi penelitian dan titik
pengambilan contoh tanah.

3

Gambar 1 Lokasi penelitian RPH Maribaya di Kecamatan Jasinga dan RPH Jagabaya di
Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor

Letak geografis BKPH Parung Panjang berada pada koordinat
106o26’03’’BT sampai dengan 106o35’16’’BT dan 06o20’59’’LS sampai dengan
06o27’01’’LS. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Tigaraksa (Kabupaten
Tanggerang), sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Jasinga, sebelah
timur berbatasan dengan Kecamatan Rumpin, dan di sebelah barat berbatasan
dengan Kabupaten Lebak (Perum Perhutani KPH Bogor 2011).
Lokasi penelitian yaitu di RPH Maribaya dan RPH Jagabaya. Baik RPH
Maribaya dan RPH Jagabaya keduanya berada pada ketinggian 89–112 mdpl.
Berdasarkan peta geologi lembar Jakarta (Sidarto et al. 1992) dan Serang
(Rusmana et al. 1991) skala 1:100.000 yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, kedua lokasi penelitian berada pada formasi Bojong
Manik yang memiliki sususan batu gamping. Berdasarkan tipe iklim Schmidt dan
Ferguson, kedua lokasi penelitian termasuk ke dalam tipe iklim A dengan curah
hujan 3.000–4.000 mm tahun–1 (Perum Perhutani KPH Bogor 2011).
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari contoh tanah
terganggu dan contoh tanah utuh, contoh tanah dari tiap horison sebanyak profil
diambil di bawah tegakan Akasia pada lokasi penelitian di atas.
Alat
Alat–alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi GPS untuk
penentuan titik koordinat profil tanah, sedangkan ring sampler, bor tanah,
cangkul, dan pisau digunakan untuk pengambilan contoh tanah. Alat yang

4

digunakan untuk deskripsi profil menggunakan pisau, meteran, dan Soil Munsell
Color Chart. Alat untuk analisis laboratorium terdiri dari labu erlenmeyer, pipet,
dan buret yang digunakan dalam pengukuran C-organik tanah, three phase meter
untuk mengukur BI, pH meter untuk mengukur pH, flamefotometer dan AAS
untuk mengukur kandungan basa–basa tanah, serta spektrofotometer untuk
mengukur P.
Metode penelitian
Penelitian Lapang
Penentuan titik pengambilan contoh tanah di lokasi penelitian didasarkan
pada kemiringan lereng, yaitu di RPH Maribaya dengan lereng 37 %, 5 %, 16 %,
dan di RPH Jagabaya dengan lereng 2 %, 16 %, 30 % . Pada setiap titik dibuat
satu profil tanah dan dideskripsikan (Lampiran 1). Pengambilan contoh tanah utuh
dan contoh tanah terganggu dilakukan pada setiap horison. Ketiga profil di RPH
Maribaya masing–masing memiliki 5 horizon. Satu profil di RPH Jagabaya
memiliki 4 horizon, dan dua profil lainnya masing–masing memiliki 3 horizon,
sehingga terdapat 25 sampel tanah utuh yang diambil dengan ring sampler, dan 25
contoh tanah terganggu.
Penelitian Laboratorium
Contoh tanah yang disiapkan untuk keperluan analisis sifat kimia tanah
dikeringudarakan, ditumbuk, dan diayak lolos saringan 2 mm untuk analisis
tekstur, dan 0,5 mm untuk analisis C-organik, N total, pH, Ca, Mg, K, Na, dan P.
Adapun parameter dan metode yang digunakan seperti disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Parameter analisis tanah dan metode yang digunakan
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Parameter
pH–H2O (1:5)
C-organik
N–total
KTK
Ca, Mg
K, Na
P–cadangan
P–tersedia
Tekstur

Metode
pH meter
Walkey and Black
Kjeldahl
Ekstraksi NH4OAc, Titrasi
Ekstraksi NH4OAc, pengukuran AAS
Ekstraksi NH4OAc, pengukuran Flamefotometer
Ekstrak HCl 25%
P Bray I
Pipet

Analisis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer berupa data analisis tanah, dan data sekunder berupa data
produksi serasah Akasia (Acacia mangium Willd.)
1. Produksi C-organik serasah (KCTs)
Penentuan kandungan karbon serasah diperoleh melalui proses perkalian
biomassa serasah dengan faktor konversi 0,4 dimana kandungan karbon
serasah sebesar 40 % (Hairiah et al. 2001). Data sekunder produksi serasah
Akasia yang digunakan adalah hasil penelitian Hilwan (1992) yaitu 8,77
ton ha–1 tahun–1.
2. Perhitungan kadar C-organik tanah total

5

Kadar C-organik tanah total dihitung dengan mengalikan C-organik tanah,
BI, dan kedalaman lapisan. Adapun rumus perhitungan seperti berikut:
KCTt = KCt x BI x T
BKM
BI =
V
Dimana :
KCTt = Kadar C-organik tanah total (g/cm2)
KCt
= Kadar C-organik tanah (%)
BI
= Bobot isi (g/cm3)
BKM = Bobot kering oven tanah (g)
V
= Volume tanah (cm3)
T
= Tebal lapisan tanah (cm)
3. Perhitungan turnover BOT
Turnover BOT dihitung dengan membandingkan produksi C-organik
serasah dan kadar C-organik tanah total. Adapun rumus perhitungan
seperti berikut:
KCTt
TR =
KCTs
Dimana :
TR
= Turnover (tahun)
KCTt = Kadar C-organik tanah total (ton/ha)
KCTs = Produksi C-organik serasah total (ton/ha/tahun)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Kimia, Fisik dan Klasifikasi Tanah di Lokasi Penelitian
Data sifat kimia dan fisik tanah di lokasi penelitian disajikan pada masing–
masing Tabel 2 dan Tabel 3. Sementara itu data morfologi hasil pengamatan
lapang disajikan pada Lampiran 1. Tabel 2 menunjukkan data kimia meliputi nilai
pH, Ca, Mg, K, Na, kapasitas tukar kation (KTK) tanah, KTK klei, persentase
kejenuhan basa (KB), kadar C-organik, N total, kandungan P tersedia dan P total.
Secara umum pH tanah pada lokasi RPH Maribaya dan RPH Jagabaya
tergolong rendah. Namun, pH tanah di RPH Jagabaya lebih tinggi dibandingkan
RPH Maribaya. Kisaran pH di RPH Jagabaya yaitu 4,63 – 5,68, sedangkan pH di
RPH Maribaya berkisar antara 3,76 – 4,97. Rendahnya pH dapat disebabkan
karena curah hujan yang cukup tinggi di lokasi tersebut, yaitu 3.000 – 4.000 mm
tahun–1. Tingginya curah hujan menyebabkan tercucinya kation basa tanah dan
kedudukannya digantikan oleh ion H, sehingga ion H semakin banyak dalam
larutan tanah dan reaksi tanah dan terjadi penurunan pH tanah.
Kandungan basa–basa di RPH Jagabaya lebih tinggi dibandingkan RPH
Maribaya. Kandungan Ca, Mg, dan Na paling tinggi berada pada profil J1 dengan
nilai masing–masing sebesar 30,05 me/100 g, 18,75 me/100 g, dan 0,53 me/100 g,
sementara itu nilai K paling tinggi pada profil J2 yaitu sebesar 0,54 me/100 g.
Sedangkan kandungan Ca, Na, K, dan Na paling rendah berada pada profil M3
dengan nilai sebesar 0,05 me/100 g, 0,20 me/100 g, 0,07 me/100 g, dan 0,18
me/100g.

6
6

Tabel 2 Data sifat kimia tanah di lokasi penelitian
Profil

M1

M2

M3

J1

J2

J3

Horizon dan
Kedalaman
cm
A (0–30)
B (30–50)
Bt (50–87)
BC (87–104)
C (104+)
A (0–11)
B (11–32)
Bt (32–57)
BC (57–66)
C (66+)
A (0–15)
B (15–47)
Bt1 (47–79)
Bt2 (79–126)
BC (126+)
A (0–14)
Bt1 (14–34)
Bt2 (34–101)
BC (101+)
A (0–33)
Bt (33–67)
BC (67–120)
B (0–42)
BC (42–81)
C (81+)

pH
H2O
3,76
3,82
4,03
4,05
4,54
4,08
3,98
4,51
4,09
4,29
3,76
3,85
4,04
4,33
4,97
5,06
5,00
5,15
5,68
5,11
5,17
5,50
4,63
4,71
4,70

P
P Total
Tersedia
–––––– ppm –––––
1,7
8,8
1,5
6,0
1,6
5,3
1,5
8,6
2,0
11,6
1,4
8,1
1,5
5,4
1,8
4,9
1,4
6,1
2,0
4,2
1,7
10,4
1,6
8,5
1,7
7,7
0,6
8,3
1,1
17,8
0,2
8,4
0,9
4,2
1,2
3,5
1,3
17,3
0,9
13,1
0,7
5,1
0,3
6,1
0,8
13,1
1,1
14,7
0,8
37,3

CN total
organik
––––– % –––––
2,49
0,26
1,11
0,16
1,07
0,16
0,86
0,08
0,61
0,07
1,77
0,17
1,18
0,13
1,09
0,13
1,11
0,12
1,02
0,13
2,67
0,25
1,41
0,27
0,59
0,09
0,50
0,07
0,42
0,06
2,36
0,19
1,45
0,14
1,08
0,11
0,37
0,07
3,00
0,23
1,74
0,14
1,37
0,12
2,33
0,22
0,76
0,05
0,79
0,05

Ca

Mg

K

Na

KTK

––––––––––––––––– me/100g –––––––––––––––
1,03
0,85
0,37
0,33
15,66
0,41
0,74
0,28
0,30
17,16
0,30
1,09
0,22
0,30
20,88
0,37
1,35
0,19
0,25
22,65
0,45
1,82
0,21
0,27
24,22
2,36
1,22
0,23
0,28
14,42
0,69
1,05
0,12
0,28
13,29
0,34
2,28
0,14
0,27
17,58
0,23
1,18
0,13
0,26
18,42
0,35
1,23
0,16
0,27
21,66
0,21
0,24
0,13
0,23
12,43
0,42
0,20
0,09
0,20
9,96
0,06
0,21
0,07
0,18
11,16
0,11
0,11
0,08
0,18
11,87
0,05
0,54
0,13
0,22
13,40
10,32
4,49
0,33
0,37
30,17
14,01
7,39
0,29
0,41
33,80
14,98
8,26
0,23
0,37
34,09
30,05
18,75
0,37
0,53
51,32
12,66
4,51
0,54
0,51
32,55
20,28
7,19
0,29
0,48
37,01
25,60
8,35
0,28
0,50
37,91
3,86
3,84
0,35
0,34
35,61
3,45
5,66
0,30
0,36
54,34
0,92
5,91
0,26
0,38
54,10

KB

KTK Klei

(%)
16,42
10,10
9,13
9,55
11,34
28,31
16,02
17,19
9,75
9,31
6,56
9,20
4,75
4,08
6,98
51,42
65,40
69,91
96,84
55,95
76,29
91,61
23,59
17,97
13,81

me/100g klei
15,44
25,36
28,03
39,85
41,28
20,26
17,90
25,35
26,34
27,66
4,71
17,38
19,17
22,26
33,31
38,48
46,02
37,59
57,18
38,18
40,66
55,28
36,58
96,50
89,77

7
Tabel 3 Data sifat fisik tanah di lokasi penelitian
Profil

M1

M2

M3

J1

J2

J3

Horizon dan
Kedalaman (cm)
A (0–30)
B (30–50)
Bt (50–87)
BC (87–104)
C (104+)
A (0–11)
B (11–32)
Bt (32–57)
BC (57–66)
C (66+)
A (0–15)
B (15–47)
Bt1 (47–79)
Bt2 (79–126)
BC (126+)
A (0–14)
Bt1 (14–34)
Bt2 (34–101)
BC (101+)
A (0–33)
Bt (33–67)
BC (67–120)
B (0–42)
BC (42–81)
C (81+)

BI (g/cm3)

% Pasir

% Debu

% Klei

Kelas Tekstur

1,30
1,36
1,34
1,29
1,29
1,48
1,41
1,22
1,21
1,23
1,23
1,37
1,34
1,40
1,44
1,35
1,18
1,15
1,07
1,09
0,97
1,03
1,17
0,98
0,92

4,45
3,52
3,41
3,49
3,69
11,46
7,36
5,94
6,65
4,26
10,75
8,10
6,76
6,93
15,80
21,99
15,57
10,57
2,23
17,15
11,21
8,10
11,28
12,81
12,46

58,71
46,26
37,45
48,30
43,51
52,37
44,67
41,95
40,31
32,17
51,89
66,99
47,35
48,77
48,99
24,20
23,55
10,21
10,57
29,01
14,92
33,27
16,90
34,02
30,80

36,84
50,23
59,15
48,21
52,80
36,17
47,97
52,11
53,05
63,57
37,36
24,90
45,88
44,30
35,21
53,81
60,88
79,22
87,19
53,84
73,87
58,63
71,83
53,17
56,74

lom klei berdebu
klei berdebu
Klei
klei berdebu
klei berdebu
lom klei berdebu
klei berdebu
klei berdebu
Klei
Klei
lom klei berdebu
lom berdebu
klei berdebu
klei berdebu
lom klei berdebu
Klei
Klei
Klei
Klei
Klei
Klei
Klei
klei
Klei
Klei

7

8

Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah (Hardjowigeno 1995) status
Ca dan Mg di RPH Jagabaya tergolong tinggi, dan untuk K dan Na adalah sedang.
Sedangkan RPH Maribaya memiliki status basa–basa Ca, Mg, K, dan Na yang
rendah. Hal ini erat kaitannya dengan pH tanah yang berbeda pada kedua lokasi
penelitian, dimana secara umum kisaran pH di RPH Jagabaya lebih tinggi
dibandingkan dengan RPH Maribaya. Menurut Hairiah et al. (1996) jumlah kation
basa tanah semakin meningkat dengan meningkatnya pH tanah. Seiring dengan
peningkatan pH tanah maka, terjadi penurunan kelarutan Al dan H, sehingga
kedudukannya di dalam kompleks jerapan di dalam tanah akan digantikan oleh
kation basa.
Kapasitas tukar kation (KTK) tanah di setiap profil bervariasi. Namun,
secara umum KTK di RPH Jagabaya lebih tinggi dibandingkan dengan RPH
Maribaya. KTK di RPH Jagabaya berkisar antara 30 – 54 me/100 g dan di RPH
Maribaya berada pada kisaran 10 – 24 me/100 g. KTK tanah tertinggi yaitu pada
profil J3 sebesar 35,61 – 54,10 me/100 g. Semakin tinggi nilai KTK tanah, kation
yang dijerap akan semakin banyak.
Persentase kejenuhan basa (KB) adalah perbandingan dari KTK tanah yang
ditempati oleh kation basa K, Na, Ca, dan Mg. Secara umum persentase KB di
RPH Jagabaya lebih tinggi dibandingkan RPH Maribaya. Persentase KB paling
tinggi berada pada profil J1 dan J2 yaitu 51,42 – 96,84 %. Persentase KB tersebut
lebih besar dibandingkan KB pada profil J3 yang memiliki KTK tanah paling
tinggi. Hal ini dikarenakan profil J3 memiliki pH dan kandungan basa–basa yang
lebih rendah dibandingkan profil J1 dan J2.
KTK klei dapat mencerminkan jenis klei yang terkandung dalam tanah.
Secara umum KTK klei pada profil–profil di RPH Jagabaya lebih tinggi
dibandingkan RPH Maribaya. Profil M1 dan M2 memiliki KTK klei 15,44 –
41,28 me/100 g. Sedangkan profil M3 memiliki KTK klei paling rendah
dibandingkan profil lainnya dengan kisaran 4,71 – 33,31 me/100 g. KTK klei
pada profil J1 yaitu sebesar 38,48 – 57,18 me/100 g dan pada profil J2 sebesar
38,18 – 55,28 me/100 g. Sedangkan KTK klei paling tinggi yaitu pada profil J3
sebesar 36,58 me/100g di horison B, dan mengalami peningkatan menjadi 96,5
me/100 g dan 89,77 me/100 g pada horison–horison di bawahnya.
Kadar C-organik paling tinggi pada setiap profil yaitu pada horison pertama
dan akan semakin menurun dengan bertambahnya kedalaman horison. Kadar Corganik di kedua lokasi penelitian tidak jauh berbeda. Jika dibandingkan kadar Corganik pada horison pertama yang paling tinggi yaitu profil J2 sebesar 3,00 %,
sedangkan yang paling rendah pada profil M2 sebesar 1,77 %. Selain kadar Corganik, kadar N total juga mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya
kedalaman. Kadar N total pada setiap profil di kedua lokasi penelitian tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan. Kadar N total di horison pertama yang
paling tinggi pada profil M1 sebesar 0,26 %, sedangkan yang paling rendah pada
profil M2 sebesar 0,17 %.
Kandungan P tersedia di lokasi penelitian berkisar antara 0,26 – 2,02 ppm.
Kandungan P total berkisar antara 3,47 ppm sampai 37,27 ppm. P total tertinggi
terdapat pada profil J3 yaitu 13,13 – 37,27 ppm. Ketersediaan P dalam larutan
tanah dipengaruhi oleh pH. Semakin rendah pH maka ketersediaan P dalam
larutan tanah semakin berkurang.

9

Sifat fisik tanah pada Tabel 3 meliputi bobot isi (BI) dan tekstur tanah. BI
tanah pada lokasi penelitian bervariasi berkisar antara 0,92 – 1,48 g/cm3. BI paling
tinggi terdapat di profil M2 1,48 g/cm3 pada horison pertama dan 1,23 g/cm3 pada
horison paling bawah. Hal ini tercermin di lapang dengan kondisi tanah yang
padat dan keras dibandingkan pada profil lainnya. Tingginya BI pada tanah
tersebut dapat disebabkan oleh rendahnya kadar C-organik yang berperan dalam
menambah porositas tanah. Hal ini berkaitan dengan fungsi BOT dalam
memperbaiki sifat fisik tanah, semakin rendah kadar BOT maka ruang pori tanah
semakin sedikit, sehingga nilai BI akan semakin tinggi.
Kelas tekstur tanah pada lokasi penelitian RPH Jagabaya seluruhnya
termasuk klei, sedangkan di RPH Maribaya memiliki kelas tekstur beragam yaitu
lom klei berdebu, klei berdebu, dan klei. Kelas tekstur tersebut mempengaruhi
KTK tanah. Semakin halus tekstur tanahnya maka semakin tinggi nilai KTK
(Soepardi 1983). Tekstur tanah di RPH Jagabaya yang berupa klei memiliki
ukuran lebih halus dibandingkan tekstur tanah RPH Maribaya, sehingga KTK
tanah di RPH Jagabaya jauh lebih tinggi dari RPH Maribaya.
Berdasarkan hasil pengamatan lapang (Lampiran) dan didukung oleh data
analisis tekstur di laboratorium, profil M1, M2, M3, J1, dan J2 menunjukkan
adanya penumpukan klei di horison B yang memenuhi syarat sebagai horison
penciri argilik. Horison argilik adalah horison penumpukan klei yang ditunjukkan
adanya peningkatan klei 2,5 kali lebih tinggi dari horison di atasnya. Penumpukan
klei pada horison B di profil J1 dan J2 lebih tinggi jika dibandingkan dengan
horison B pada profil lainnya. Sedangkan profil J3 dengan kedalaman 81 cm yang
terletak pada lereng 30 % tidak memiliki horison A, hal ini ditunjukkan dengan
tingginya persen klei pada lapisan pertama yaitu 71,83 % dengan ketebalan
lapisan yaitu 0 – 42 cm yang dapat diindikasikan sebagai horison B. Posisi profil
yang berada pada lereng 30 % diduga menyebabkan terjadi erosi yang mengikis
horison A. Pada profil M2, J1, dan J2 terdapat karatan di kedalaman lebih dari 50
cm dari permukaan. Hal ini dapat disebabkan buruknya drainase di kedalaman
lebih dari 50 cm. Profil tanah J1 dan J2 yang memiliki horison argilik dan
kandungan KB lebih dari 35 % dapat diklasifikasikan sebagai order Alfisol,
sedangkan profil M1, M2, M3 yang juga sama–sama memiliki horison argilik tapi
memiliki kandungan KB kurang dari 35% dapat diklasifikasikan ke dalam order
Ultisol. Berdasarkan hasil pengamatan di lapang yang didukung dengan sifat
kimia dan fisik tanah, maka tanah di lokasi penelitian digolongkan ke dalam
klasifikasi sampai tingkat subgrup seperti pada Tabel 4.
Tabel 4 Klasifikasi tanah di lokasi penelitian
Lokasi
Profil
Klasifikasi
Tanah

M1
Typic
Hapludult

Maribaya
M2
Typic
Hapludult

M3
Typic
Hapludult

J1
Typic
Hapludalf

Jagabaya
J2
Typic
Hapludalf

J3
Typic
Hapludult

Hubungan Kandungan C-organik Tanah dengan N total dan Klei
Kadar C-organik, N total, klei, rasio C/N, dan rasio klei/C disajikan pada
Tabel 5. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya kadar C-organik pada setiap

10

profil di kedua lokasi tertinggi di lapisan pertama dan terus mengalami penurunan
dengan semakin dalamnya lapisan. Allen et al. (1976) menyatakan bahwa serasah
yang mengalami proses dekomposisi hanya terjadi pada bagian permukaan tanah,
sedangkan pada kedalaman lebih dari 20 cm pengaruh dari proses ini tidak nyata.
C-organik lapisan atas paling tinggi yaitu di profil J2 sebesar 3,00 %, sedangkan
yang paling rendah yaitu di profil M2 sebesar 1,77 %.
Tabel 5 Data kadar C-organik, N total, klei, rasio C/N, dan rasio klei/C di lokasi
penelitian
Profil

Lereng
%

M1
(Typic
Hapludult)

37

M2
(Typic
Hapludult)

5

M3
(Typic
Hapludult)

16

J1
(Typic
Hapludalf)

2

J2
(Typic
Hapludalf)

16

J3
(Typic
Hapludult)

30

Horizon dan
Kedalaman
cm
A (0–30)
B (30–50)
Bt (50–87)
BC (87–104)
C (104+)
A (0–11)
B (11–32)
Bt (32–57)
BC (57–66)
C (66+)
A (0–15)
B (15–47)
Bt1 (47–79)
Bt2 (79–126)
BC (126+)
A (0–14)
Bt1 (14–34)
Bt2 (34–101)
BC (101+)
A (0–33)
Bt (33–67)
BC (67–120)
B (0–42)
BC (42–81)
C (81+)

CN total
organik
–––––––––– % –––––––––
36,84
2,49
0,26
50,23
1,11
0,16
59,15
1,07
0,16
48,21
0,86
0,08
52,80
0,61
0,07
36,17
1,77
0,17
47,97
1,18
0,13
52,11
1,09
0,13
53,05
1,11
0,12
63,57
1,02
0,13
37,36
2,67
0,25
24,90
1,41
0,27
45,88
0,59
0,09
44,30
0,50
0,07
35,21
0,42
0,06
53,81
2,36
0,19
60,88
1,45
0,14
79,22
1,08
0,11
87,19
0,37
0,07
53,84
3,00
0,23
73,87
1,74
0,14
58,63
1,37
0,12
71,83
2,33
0,22
53,17
0,76
0,05
56,74
0,79
0,05
Klei

C/N

Klei/C

9,48 14,77
6,73 45,40
6,92 55,06
10,31 56,04
8,78 87,15
10,34 20,42
9,06 40,76
8,22 47,63
9,27 47,73
7,79 62,41
10,84 14,01
5,26 17,69
6,37 77,65
6,75 88,16
6,61 84,30
12,33 22,76
10,38 42,13
9,43 73,59
5,54 237,15
13,18 17,96
12,67 42,37
11,75 42,66
10,46 30,78
15,03 70,14
17,00 71,84

Klei dan bahan organik saling berinteraksi membentuk kompleks klei–
organik (organo mineral) di dalam tanah (Tan 1982). Menurut Hassink (1995)
fraksi–fraksi bahan organik dapat terikat kuat dengan klei dan koloidal terutama
fraksi humat yang sukar dilapuk dalam tanah. Krull et al. (2001) menyatakan
bahwa hampir semua karbon organik dalam tanah terletak di dalam pori–pori
antara partikel mineral, baik sebagai partikel tunggal ataupun sebagai molekul

11

teradsorpsi ke permukaan mineral klei. Adanya kompleks organo mineral
merupakan mekanisme pengawetan bahan organik.
Gambar 2 menunjukkan hubungan klei dan C-organik pada 6 profil (M1,
M2, M3, J1, J2, dan J3) di lokasi penelitian untuk setiap lapisan yang sama.
Secara umum tampak bahwa semakin meningkat persen klei maka semakin tinggi
kadar C-organik, hal ini dapat dilihat dengan regresi linear pada grafik walaupun
nilai R2 yang ditunjukkan pada grafik bernilai kecil.

(a)

(b)

(c)
Gambar 2 Hubungan kadar klei dengan kadar C-organik di bawah tegakan Akasia, (a)
lapisan pertama, (b) lapisan ke–dua, (c) lapisan ke–tiga

Rasio C/N menunjukkan tingkat dekomposisi bahan organik dalam tanah
serta ketersediaan hara dari mineralisasi bahan organik. Dekomposisi merupakan
proses alami yang mengubah senyawa organik kompleks menjadi sederhana.
Hasil penelitian menunjukkan secara umum rasio C/N di RPH Jagabaya lebih
tinggi dibandingkan RPH Maribaya. Rasio C/N paling tinggi berada pada profil J2
dan J3 yaitu berkisar 10,46 – 17,00 dengan status sedang sampai tinggi.
Sementara itu rasio C/N pada profil J1 yaitu 5,54 – 12,33 dengan status rendah
sampai sedang. Sedangkan pada semua profil di RPH Maribaya menunjukkan
status rasio C/N yang rendah. Semakin rendah C/N menunjukkan laju
dekomposisi BOT yang semakin lanjut. RPH Maribaya memiliki C/N yang
rendah sehingga mengalami dekomposisi BOT lebih lanjut, hal ini kemungkinan
dapat dikarenakan C yang terikat pada klei lebih sedikit, sehingga C lebih cepat
terdekomposisi.

12

Dekomposisi bahan organik dipengaruhi oleh kandungan senyawanya.
Berdasarkan penelitian Rindyastuti dan Darmayanti (2010) kandungan selulosa
dan polifenol serasah Acacia sp. yaitu 30,06 %, dan 6,32 %. Menurut Djarwanto
dan Tachibana (2010) kandungan lignin 38 – 44 %, hemiselulosa dan selulosa
sebanyak 45,9 %. Lignin merupakan senyawa organik polimer kompleks yang
berikatan membentuk kompleks lignin–selulosa di dalam sel. Senyawa ini
membutuhkan waktu lama untuk terdekomposisi. Hal ini disebabkan karena
persenyawaan lignin cukup resisten terhadap enzim pendegradasi yang dihasilkan
oleh mikrobia. Semakin tinggi kandungan lignin dan selulosa pada serasah,
semakin lama serasah mengalami dekomposisi.

Turnover Bahan Organik Tanah di Bawah Tegakan Akasia
Kandungan C-organik tanah total dan turnover BOT di setiap profil yang
diperhitungkan dalam 4 versi kedalaman disajikan pada Tabel 6. Turnover BOT
didapatkan dari hasil perbandingan C-organik tanah total dengan produksi Corganik serasah. C-organik tanah total (ton ha–1) ditentukan oleh kadar C-organik
tanah, ketebalan lapisan dan bobot isi. Sedangkan produksi C-organik serasah
didapatkan dari produksi serasah Akasia (Acacia mangium Willd.) dikali faktor
konversi 0,4 (Hairiah et al. 2001), dan hasilnya sebesar 3,508 ton ha–1 tahun–1.
Turnover BOT diperhitungkan dalam 4 versi kedalaman yaitu 0 – 50 cm, 0 66 cm, 0 – 81 cm, dan 0 – 100 cm. Hal ini dilakukan karena profil tanah di lokasi
penelitian memiliki kedalaman solum yang berbeda–beda. Profil M2 memiliki
kedalaman solum 66 cm dan profil J3 memiliki kedalaman solum 81 cm,
sedangkan profil lainnya memiliki kedalaman solum lebih dari 100 cm. Perbedaan
kedalaman tersebut menjadi dasar pertimbangan untuk memperhitungkan turnover
BOT, maka dibuatlah 4 versi kedalaman dengan memperhitungkan turnover
sampai kedalaman horison paling bawah M2 dan J3 untuk setiap profi, sehingga
lebih mudah membandingkan turnover BOT pada setiap kedalaman.
Kadar C-organik tanah total setiap profil bervariasi, walaupun kadar Corganik tanah setiap profil hampir sama seperti yang telah ditampilkan pada Tabel
2. Hal ini dikarenakan nilai BI dan ketebalan lapisan yang berbeda–beda. Seperti
pada profil 2 RPH Maribaya yang memiliki BI lapisan pertama paling tinggi 1,4
g/cm3 tetapi kadar C-organiknya rendah hanya 1,77 %, sehingga C-organik tanah
totalnya juga lebih rendah dibandingkan profil yang lain.
Hasil penelitian menunjukkan lama Turnover BOT pada kedalaman 0 – 50
cm berkisar antara 25 – 39 tahun, 0 – 66 cm yaitu selama 31 – 46 tahun, 0 – 81 cm
yaitu selama 37 – 52 tahun, dan 0 – 100 cm yaitu selama 43 – 60 tahun.
Sementara itu, jika dilihat setiap profil berdasarkan kemiringan lerengnya
menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan. Hal ini dapat dikarenakan adanya
tumpukan serasah pada setiap kelas lereng yang menghalangi hilangnya bahan
organik oleh erosi, sehingga untuk setiap kelas lereng tidak menunjukkan
perbedaan lama turnover BOT yang signifikan.

13

Tabel 6 Data kandungan C-organik tanah total dan lama Turnover BOT di lokasi
penelitian

Profil

M1
(Typic
Hapludult)
M2
(Typic
Hapludult)
M3
(Typic
Hapludult)
J1
(Typic
Hapludalf)
J2
(Typic
Hapludalf)
J3
(Typic
Hapludult)

Lereng
(%)

37

5

16

2

16

30

Lapisan
(cm)
0–50
0–66
0–81
0–100
0–50
0–66
0–81
0–100
0–50
0–66
0–81
0–100
0–50
0–66
0–81
0–100
0–50
0–66
0–81
0–100
0–50
0–66
0–81
0–100

kandungan
C organik Turnover
Tanah
0–50 cm
total
(tahun)
(ton/ha)
127,21
150,16
36
171,68
194,67
87,86
109,29
25
129,38
154,83
113,99
126,62
32
138,30
151,61
98,71
118,52
28
137,09
160,61
136,03
160,20
39
182,86
211,57
120,71
133,08
34
144,68
159,37

Turnover
0–66 cm
(tahun)

Turnover
0–81 cm
(tahun)

Turnover
0–100
cm
(tahun)

43

49

55

31

37

44

36

39

43

34

39

46

46

52

60

38

41

45

Turnover BOT paling lama berada pada profil J2 yaitu selama 39 tahun, 46
tahun, 52 tahun dan 60 tahun untuk kelas kedalaman 0 – 50 cm, 0 – 66 cm, dan
0–81 cm, dan 0 – 100 cm. Sedangkan yang paling cepat yaitu di profil M2 dengan
lama turnover berturut–turut selama 25 tahun, 31 tahun, dan 37 tahun untuk kelas
kedalaman 0 – 50 cm, 0 – 66 cm, dan 0 – 81 cm, tetapi yang mengalami turnover
paling cepat pada kelas kedalaman 0 – 100 yaitu di profil M3 selama 43 tahun.
Hal ini dapat disebabkan karena profil M2 memiliki rasio C/N lebih tinggi dan
rasio klei/C yang lebih rendah dibandingkan profil M3. Profil J2 memiliki rasio
C/N lebih tinggi dan rasio klei/C relatif lebih rendah dibandingkan profil lainnya.
Semakin rendah rasio klei/C maka semakin banyak C-organik yang diikat oleh
klei, sehingga turnover BOT menjadi semakin lama.

14

Kecepatan Turnover BOT juga dipengaruhi oleh ekosistem dan jenis
tanamannya. Turnover BOT di lokasi penelitian dengan tanah Ultisol dan Alfisol
yang telah ditanami Akasia selama 25 tahun memiliki waktu lebih lama
dibandingkan dengan turnover BOT pada vegetasi mangrove dengan jenis tanah
Entisol. Berdasarkan Permadi (2013) turnover BOT pada vegetasi mangrove di
Blanakan, Kabupaten Subang yaitu 27 tahun untuk Avicennia, 24 tahun untuk
Bruguiera, 48 tahun untuk Rhizophora, dan 13 tahun untuk Sonneratia.
Sedangkan menurut Six dan Jastraw (2002) pada ekosistem hutan memiliki
turnover BOT sekitar 22 tahun, dan ekosistem pastura memiliki turnover BOT
selama 38 tahun.
Turnover BOT di bawah tegakan Akasia lebih lama dibandingkan vegetasi
lain. Hal ini karena Akasia termasuk ke dalam tanaman legum yang mampu
mengikat nitrogen. Hutan dengan jenis pohon pengikat nitrogen biasanya
mengakumulasi C lebih banyak di dalam tanah dibandingkan dengan hutan
dengan jenis pohon yang bukan pengikat nitrogen. Ketika jenis pohon pengikat
nitrogen menghasilkan kandungan nitrogen lebih banyak di dalam tanah, jenis
pohon pengikat nitrogen menahan lebih banyak C-organik di dalam tanah (Resh et
al. 2002).

KESIMPULAN
Kadar C-organik tanah di bawah tegakan Akasia (Acacia mangium Willd.)
berkisar antara 0,42 – 3,00 %. Profil 2 RPH Jagabaya (J2) memiliki kadar Corganik tanah pada setiap lapisan paling tinggi dibandingkan kadar C-organik
pada setiap lapisan profil lain. Turnover BOT pada tegakan Akasia di RPH
Maribaya dan Jagabaya pada kedalaman 0–50 cm yaitu 25–39 tahun, 0–66 cm
yaitu selama 31–46 tahun, 0–81 cm yaitu 37–52 tahun, dan 0-100 cm yaitu
selama 43–60 tahun. Turnover BOT paling lama terdapat pada profil J2 dengan
tanah Alfisol. Faktor yang menyebabkan keragaman turnover BOT pada
penelitian ini adalah rasio C/N dan rasio klei/C.

DAFTAR PUSTAKA
Allen SE, Grimshaw HM, Parkinson JA, Qurnely C. 1976. Analysis of Soil in
Chemical Analysis of Ecological Materials. Oxford, Blacwell Scientific Pub.
Djarwanto, Tachibana S. 2010. Decomposition of lignin and Holocellulose on
Acacia mangium Leaves and Twigs by Six Fungal Isolate from Nature.
Pakistan Journal of Biological Sciences 13(12): 604–610.
Hairiah K, Adawiyah R, Widyaningsish Y. 1996. Amelioration of aluminium
toxicity with orgnic matter. Selection of organic matter based on its total
cation concentration. Agrivita 19: 158–164.
Hairiah K, Sitompul SM, van Noordwijk M, Cheryl P. 2001. Methods for
sampling carbon stocks above and below ground. ASB Lecture note 4B.
Bogor: ICRAF.

15

Hardjowigeno S. 1995. Ilmu Tanah, Edisi Revisi. Jakarta (ID): Akademika
Pressindo.
Hassink J. 1995. Decomposition rate constants of size and density fractions of soil
organic matter. Soil Science society of America Journal 59: 1631–1635.
Hilwan I. 1992. Produksi, Laju Dekomposisi, dan Pengaruh Alelopati Serasah
Pinus merkusii Jungh. Et De Vriese dan Acacia mangium Willd di Hutan Tri
Dharma Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat. Jurusan manajemen Hutan.
Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.
Kononova MM. 1966. Soil organic matter : Its nature, its role in soil formation
and soil fertility. Ed ke–2. Pergamon. New York.
Krull E, Baldock J, Skjemstad J. 2001. Soil texture effects on decomposition and
soil carbon storage. NEE Workshop Proceedings, CRC for Greenhouse
Accounting, CSIRO Land and Water Australia.
Parton WJ, Woomer PL, Martin A. 1994. Modelling soil organic matter dynamics
and plant productivity in tropical ecosystems. The biological management of
tropical soil fertility. pp. 171–188. Colorado State University, Fort Collins,
USA.
Permadi. 2013. Turnover BOT pada Berbagai Tipe Vegetasi di Ekosistem
Mangrove Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang.
[skripsi]. Jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian.
Bogor (ID): IPB
Perum Perhutani KPH Bogor. 2011. Buku Rencana Pengaturan Kelestarian
Hutan Kelas Perusahaan Acacia mangium. Bogor (ID): KPH Bogor.
Resh SC, Binkley D, Parrotta JA. (2002). Greater soil Carbon sequestration under
Nitrogen–fixing trees compared with Eucalyptus species. ecosystems 5:
217–231.
Rindyastuti R, Darmayanti RS. 2010. Komposisi kimia dan estimasi proses
dekomposisi serasah 3 spesies Famialia Fabacea di Kebun Raya Purwodadi.
Seminar Nasional Biologi 2010. Fakultas Biologi, Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.
Rusmana T, Agustyanto DA, Hadiwidjoyo MMP. 1991. Peta Geologi Lembar
Serang skala 1:100000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung.
Sidarto E, Suwitodirdjo K, Suharsono. 1992. Peta Geologi Lembar Jakarta dan
Kepulauan Seribu skala 1:100000. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung.
Six J, Jasrtow JD. 2002. Organic matter turnover. Dalam Lal R, editor.
Encyclopedia of Soil Science. New York (USA): Marcel Dekker.
Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): IPB
Stevenson FJ. 1982. Humus Chemistry Genesis, Composition, and Reaction. New
York (USA): John Wiley and Sons.
Tan KH. 1982. Principles of Soil Chemistry. Marcel Dekker, Inc. Madison
Avenue, New York.
van Norwijk M, Cerri C, Woomer PL, Nugroho K, dan Bernoux M. 1997. Soil
carbon dynamics in the humid tropical forest zone. Geoderma 79: 187–225
Wardle DA, Zachrisson O, Hornberg G, Gallet C. 1997. The influence of Island
Area on ecosystem properties. Science 227, 1296–1299.

16

Wibowo A. 2010. Measurable, reportable, dan verifiable (MRV) untuk emisi gas
rumah kaca dari kegiatan kehutanan. REDD+ and Forest. Badan Litbang
Kehutanan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan
Kebijakan. Bogor.
Yogaswara. 1977. Seri–seri Tanah dari Tujuh Tempat di Jawa Barat. [skripsi].
Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Bogor (ID): IPB

LAMPIRAN
Lampiran 1 Deskripsi profil tanah di lokasi penelitian
Profil
: Maribaya 1
Lokasi
: RPH Maribaya
Kordinat
: 06o25,015’ LS, 106o28,985’ BT
Lereng
: 37 %
Drainase
: Baik
Vegetasi
: Acacia mangium umur 4 tahun, rotasi ke–4
Klasifikasi
Epipedon
: Ochric
Horison penciri: Argillic
Subgrup
: Typic Hapludult
Simbol
horison

Kedalaman
(cm)

Uraian

A

0–30

Strong brown (7,5 YR 5/6); lom klei berdebu; gumpal membulat,
halus, lemah; gembur, lekat, plastis; perakaran halus banyak,
perakaran kasar sedikit; bataas horison berangsur, rata;

B

30–50

Bt

50–87

BC

87–104

C

104+

Strong brown (7,5 YR 5/6); klei berdebu; gumpal membulat,
halus, sedang; gembur, sangat lekat, plastis; perakaran halus
banyak, perakaran kasar sedikit; batas horison baur, rata; terdapat
sarang rayap
Strong brown (7,5 YR 5/8); klei; gumpal membulat, halus, kuat;
sangat teguh, sangat lekat, sangat plastis; perakaran kasar sedikit;
batas horison jelas, rata.
Reddish yellow (7,5 YR 6/6); klei berdebu; gumpal membulat,
halus, sedang; sangat teguh, lekat, plastis; batas horison jelas,
tidak teratur.
Reddish yellow (7,5 YR 7/6); klei berdebu; gumpal membulat,
halus, sedang; teguh, agak lekat, agak plastis.

Profil
: Maribaya 2
Lokasi
: RPH Maribaya
Kordinat
: 06o25,055’ LS, 106o068’ BT
Lereng
:5%
Drainase
: Baik
Vegetasi
: Acacia mangium umur 4 tahun, rotasi ke 4
Klasifikasi
Epipedon
: Ochric

17

Horison penciri : Argillic
Subgrup
: Typic Hapludult
Simbol
horison

Kedalaman
(cm)

A

0–11

B

11–32

Bt

32–57

BC

57–66

C

66+

Uraian
Brown (10 YR 4/3); lom klei berdebu; gumpal membulat, sedang,
sedang; gembur, agak lekat, plastis; perakaran halus sedang,
perakaran kasar sedikit; batas horison berangsur, rata.
Yellowish brown (7,5 YR 5/8); klei berdebu; gumpal membulat,
sedang, sedang; teguh, lekat, plastis; perakaran halus sedikit;
batas horison berangsur, rata.
Yellowish brown (5 YR 5/6); klei; gumpal membulat, halus,
sedang; teguh, lekat, plastis; karat red (2,5 YR 5/8), bentuk kotak,
jumlah karat biasa, ukuran karat sedang, bandingan karat nyata;
perakaran halus sedikit; batas horison berangsur, rata.
Yellowish red (5 YR 4/6); klei; gumpal membulat, halus, sedang;
gembur, lekat, plastis; karat red (2,5 YR 5/6), bentuk kotak,
jumlah karat biasa, ukuran karat biasa, bandingan karat nyata;
batas horison berangsur, rata.
Yellowish red (5 YR 4/6); klei; gumpal membulat, halus, lemah;
gembur, lekat, plastis; karat red (2,5 YR 5/6), bentuk kotak,
jumlah karat banyak, ukuran karat biasa, bandingan karat nyata.

Profil
: Maribaya 3
Lokasi
: RPH Maribaya
Kordinat
: 06o25,035’ LS, 106o28,886’ BT
Lereng
: 16 %
Drainase
: Baik
Vegetasi
: Acacia mangium umur 4 tahun, rotasi ke 4
Klasifikasi
Epipedon
: Ochric
Horison penciri : Argillic
Subgrup
: Typic Hapludult
Simbol
horison
A

Kedalaman
(cm)
0–15

B

15–47

Bt1

47–79

Bt2

79–126

BC

126+

Uraian
Brown (7,5 YR 4/4); lom klei berdebu;gumpal membulat, halus,
lemah; gembur, agak lekat, agak plastis; perakaran halus sedikit,
perakaran kasar sedikit; batas lapisan berangsur, berombak.
Strong brown (7,5 YR 4/6); lom berdebu; gumpal membulat,
halus, sedang; teguh, lekat, plastis; perakaran halus sedikit,
perakaran kasar sedikit; batas lapisan jelas, tidak teratur.
Strong brown (7,5 YR 4/6); klei berdebu; gumpal membulat,
halus, sedang; teguh,sangat lekat, plastis; perakaran kasar
sedikit; batas lapisan baur, rata.
Strong brown (7,5 YR 4/6); klei berdebu; gumpal membulat,
sedang, kuat; sangat teguh, sangat lekat, sangat plastis;
perakaran kasar sedikit; batas lapisan baur, rata.
Strong brown (7,5 YR 5/8); lom klei berdebu; gumpal
membulat, halus, sedang; sangat teguh, sangat lekat, sangat
plastis

18

Profil
: Jagabaya 1
Lokasi
: RPH Jagabaya
Kordinat
: 06o23,134’ LS, 106o31,426 BT
Lereng
: 2%
Drainase
: Baik
Vegetasi
: Acacia mangium umur 4 tahun, rotasi ke 4
Klasifikasi
Epipedon
: Ochric
Horison penciri : Argillic
Subgrup
: Typic Hapludalf
Simbol
horison
A

Kedalaman
(cm)
0–14

Bt1

14–34

Bt2

34–101

BC

101+

Uraian
Dark brown (7,5 YR 3/4); Klei; gumpal bersudut, halus, sedang;
gembur, agak lekat, agak plastis; perakaran halus banyak,
perakaran kasar banyak; batas lapisan berangsur, rata.
Strong brown (7,5 YR 4/6); Klei; gumpal bersudut, halus,
sedang; tehug, lekat, agak plastis; perakaran halus sedikit,
perakaran kasar sedikit; batas lapisan berangsur, rata.
Gray (7,5 YR 5/1); Klei; gumpal bersudut, sedang, kuat; teguh,
agak lekat, plastis; karat red (2,5 YR 4/6), bentuk kotak, jumlah
karat biasa, ukuran karat biasa, bandingan karat nyata; batas
lapisan berangsur, rata.
Very pale brown (10 YR 8/2); Klei; gumpal bersudut, halus,
sedang; gembur, agak lekat, agak plastis;

Profil
: Jagabaya 2
Lokasi
: RPH Jagabaya
Kordinat
: 06o23,373’ LS, 106o31,267 BT
Lereng
: 16%
Vegetasi
: Acacia mangium umur 4 tahun, rotasi ke 4
Klasifikasi
Epipedon
: Ochric
Horison penciri : Argillic
Subgrup
: Typic Hapludalf
Simbol
horison

Kedalaman
(cm)

AB

0–33

Bt

33–67

BC1

67–120

BC2

120+

Uraian
Brown (10 YR 4/3); klei; gumpal bersudut, halus, sedang; gembur,
agak lekat, plastis; perakaran halus sedikit, perakaran kasar
sedikit; batas lapisan baur, rata.
Yellowish brown (10 YR 5/4); klei; gumpal bersudut, halus, kuat;
sangat teguh, lekat, sangat plastis; karat (2,5 YR 4/6) bentuk
kotak, jumlah karat biasa, ukuran karat sedang, bandingan karat
nyata, karat batas sedang; perakaran kasar sedikit; batas lapisan
baur, rata.
Gley 1 6/N; klei; gumpal bersudut, sedang, sedang; sangat teguh,
agak lekat, agak plastis; karat (2,5 YR 5/8), bentuk kotak, jumlah
banyak, ukuran karat biasa, bandingan karat nyata, karat batas
sedang; batas lapisan berangsur, rata.
Gley 1 7/N; klei; gumpal bersudut, halus, lemah; teguh, agak lekat,
agak plastis; karat (10 R 3/6), bentuk kotak, jumlah banyak,
ukuran karat biasa, bandingan karat nyata, karat batas sedang

19

Profil
: Jagabaya 3
Lokasi
: RPH Jagabaya
Kordinat
: 06o23,256’ LS, 106o31,382 BT
Lereng
: 30%
Drainase
: Baik
Vegetasi
: Acacia mangium umur 4 tahun, rotasi ke 4
Klasifikasi
Epipedon
: Ochric
Horison penciri : Argillic
Subgrup
: Typic Hapludult
Simbol
horison

Kedalaman
(cm)

B

0–42

BC

42–81

C

81+

Uraian
Dark brown (7,5 YR 3/4); klei; gumpal membulat, sangat
halus, lemah

Dokumen yang terkait

Pelaksanaan Sistem Pemanenan Daurganda (Multiharvesting Product) pada Pengusahaan Hutan Tanaman Acacia mangium (Studi Kasus di RPH Jagabaya BKPH Parung Panjang KPH Bogor PT. Perhutani Unit III Jawa Barat)

0 7 101

Analisis pemasaran kayu acacia mangium willd dari KPH Bogor (Studi kasus BKPH Parung Panjang)

0 17 75

Analisis penentuan daur finansial efektif kelas perusahaan acacia mangium willd berdasarkan nilai harapan lahan di BKPH Parung Panjang KPH Bogor

0 5 79

Studi Penerapan Metode Pohon Contoh (Tree Sampling) Dalam Pendugaan Potensi Tegakan Akasia (Acacia mangium Willd.) di BKPH Parung Panjang KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat

0 9 84

Pendugaan Kandungan Karbon Tegakan Acacia mangium Willd Menggunakan Citra Landsat ETM + SPOT-5 : Studi Kasus di BKPH Parung Panjang KPH Bogor

0 3 80

Inventarisasi Rayap Tanah pada Berbagai Umur Tegakan Acacia mangium Wild di BKPH Parung Panjang KPH Bogor

0 9 52

Pendugaan Simpanan Karbon di Atas Permukaan Lahan Pada Tegakan Akasia (Acacia mangium Willd.) di BKPH Parung Panjang KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

0 7 61

Model persamaan alometrik biomassa dan massa karbon pohon Akasia mangium (Acacia mangium Willd.): studi kasus pada HTI Akasia mangium di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

2 12 66

Analisis Penentuan Daur Optimal Kelas Perusahaan Acacia mangium di BKPH Parung Panjang

1 4 29

Pendugaan Kandungan Karbon Tegakan Acacia mangium Willd Menggunakan Citra Landsat ETM + SPOT 5 Studi Kasus di BKPH Parung Panjang KPH Bogor

0 2 70